Вы находитесь на странице: 1из 158

STRATEGI PE

GEMBA
GA
KOMODITAS DUKU
(Lansium domesticum Corr)
DI KABUPATE
MUARO JAMBI, PROVI
SI JAMBI

DEDY A
TO
Y

SEKOLAH PASCA SARJA


A
I
STITUT PERTA
IA
BOGOR
BOGOR
2010
PER
YATAA
ME
GE
AI TESIS DA

SUMBER I
FORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan


Komoditas Duku (Lansium domesticum Corr) di Kabupaten Muaro Jambi,
Provinsi Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Dedy Antony
NRP A156070031
ABSTRACT

DEDY ANTONY. Development Strategy of Duku (Lansium domesticum Corr) in


Muaro Jambi Regency, Jambi Province. Under the supervision of
WIDIATMAKA and BABA BARUS.
Agricultural sector is still the dominant contributor for economic
development in Muaro Jambi Regency. Horticultural sub sector has potential
resources to be developed. One of special commodity is duku. Information about
land suitability map, financial feasibility, institution and development strategic for
that commodity are needed to develop duku better. The aims of this research
were: (a) to analyze horticultural priority commodity in Muaro Jambi Regency;
(b) to analyze perception and preference of society about duku as priority
commodity; (c) to analyze land suitability for duku; (d) to analyze financial
feasibility of dukufarming; (e) to analyze institution supported of duku
development; (f) to formulize development strategic as the basic way for the
future development in duku farming. The research results were location quotient
(LQ) index of duku 2.71, and shift share analysis (SSA) of -2.016 differential shift
index. Analytical Hierarchy Process (AHP) showed duku as the priority
commodity due to its economic potency (72%), biophysical potency (21%), and
community preference (7%). Analysis of land suitability resulted that ± 30900.8
ha was moderately suitable (S2), ± 127138.1 Ha was marginally suitable (S3) and
the remaining ± 900.7 Ha was not suitable (N) for duku cultivation. Financial
feasibility analysis resulted that duku was feasible to be cultivated in Muaro Jambi
Regency. Market margin analysis showed duku’s farmers accept 50 – 57.16% of
consumer price. Institutions of farmer, extension, market, and processing in
Muaro Jambi Regency were still inefficient in supporting duku development.
SWOT analysis formulated three clusters of development strategy that were
biophysical, social and economic aspect. Biophysical aspect was utilization of
suitable land for duku farming which includes increasing the infrastructure
support. Social aspects were strategics to enhance human resources and
institution. Economic aspects concerned with collaboration and technology.
Key words: duku, land suitability, economic feasibility, institution, development
strategy
RI
GKASA

DEDY ANTONY. Strategi Pengembangan Komoditas Duku (Lansium


domesticum Corr) di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Dibimbing oleh
WIDIATMAKA dan BABA BARUS.
Sektor pertanian masih merupakan sektor yang memiliki kontribusi
dominan bagi perekonomian daerah. Pengembangan sektor pertanian dilakukan
berdasarkan komoditas unggulan yang ada di suatu daerah. Salah satu komoditas
hortikultura di Kabupaten Muaro Jambi yang potensial untuk dikembangkan
adalah duku (Lansium domesticum Corr). Duku berpotensi untuk dikembangkan
sebagai komoditas unggulan daerah. Selain berpotensi produksi tinggi, komoditas
ini telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas unggulan nasional.
Analisis awal duku sebagai komoditas prioritas perlu dilakukan, baik
berdasarkan produksi maupun persepsi dan preferensi stakeholder. Informasi
lahan yang sesuai untuk pengembangan duku juga diperlukan untuk melihat
potensi perluasan areal budidaya duku berdasarkan kesesuaian lahannya. Selain
itu juga diperlukan analisis sosial ekonomi yang meliputi analisis kelayakan
finansial, kelembagaan dan tata niaga.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (a) menganalisis komoditas
hortikultura prioritas pengembangan di Kabupaten Muaro Jambi; (b) menganalisis
persepsi dan preferensi masyarakat terhadap prioritas pengembangan komoditas
duku; (c) menganalisis kesesuaian lahan untuk duku; (d) menganalisis prospek
ekonomi pengembangan duku; (e) menganalisis kelembagaan yang mendukung
pengembangan duku; (f) menyusun strategi pengembangan komoditas duku.
Hasil analisis location quotient (LQ) menunjukkan bahwa duku memiliki
LQ lebih dari 1, dan terjadi pemusatan aktivitas di Kecamatan Kumpeh dan Maro
Sebo. Namun hasil analisis shift share menunjukkan nilai pergeseran
differensialnya negatif, yang berarti perkembangan duku di kabupaten Muaro
Jambi lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jambi. Hal ini diduga karena
duku belum dikembangkan secara intensif dan masih mengandalkan pada tanaman
yang sudah tua. Diantara komoditas dengan nilai LQ > 1 di Kabupaten Muaro
Jambi, duku dipilih sebagai komoditas prioritas pengembangan. Penentuan ini
tidak hanya berdasarkan faktor biofisiknya. Pertimbangan lain juga diambil yaitu
terkait faktor ekonomi dan sosial. Nilai ekonomi duku lebih tinggi dibandingkan
nenas. Hasil pengamatan di lapangan, pada tahun 2008 rata-rata per kilogram
duku dijual dengan harga Rp. 4.000,_ sedangkan nenas rata-rata Rp. 1.500,_.
Dengan demikian, duku mempunyai daya tarik ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan nenas. Selain itu duku terdapat lebih menyebar di semua kecamatan
dibandingkan komoditas lainnya seperti nenas, alpukat, dan sawo, sehingga
pengembangannya akan lebih mudah diterima masyarakat.
Analisis AHP menunjukkan persepsi dan preferensi masyarakat terhadap
penentuan duku sebagai komoditas prioritas. Hasil analisis menunjukkan bahwa
duku dipilih sebagai komoditas prioritas pengembangan dengan pertimbangan
ekonomi (72%), biofisik (21%), dan sosial masyarakat (7%).
Setelah diketahui posisi duku sebagai komoditas prioritas pengembangan,
analisis dilanjutkan untuk melihat potensi lahan yang ada. Hasil analisis
kesesuaian lahan menunjukkan bahwa potensi lahan yang masih dapat
dikembangkan untuk budidaya duku terdapat di semua kecamatan, kecuali
Kecamatan Sungai Bahar, dengan total luas 158.403,7 ha atau sekitar 30,2% dari
keseluruhan luas wilayah. Lahan dengan kelas cukup sesuai untuk budidaya duku
(S2) seluas 30.900,8 Ha, kelas sesuai marjinal (S3) seluas 127.138,1 Ha, dan
lahan yang tidak sesuai (N) untuk pengembangan duku seluas 900,7 Ha.
Analisis sosial ekonomi melihat kelayakan finansial usaha duku dan
kelembagaan yang mendukung pengembangannya. Kelayakan usaha dilakukan
dengan asumsi investasi dilakukan selama 15 tahun, karena tanaman duku
berbuah pada umur 8 – 15 tahun. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang besar jika budidaya duku dilakukan pada lahan sendiri
maupun sewa, walaupun sebaiknya usaha budidaya duku dilakukan pada lahan
sendiri terkait dengan masa produksi duku yang lama.
Hasil analisis finansial duku pada lahan sendiri menunjukkan bahwa duku
layak diusahakan pada tingkat suku bunga 15% dalam jangka waktu investasi
selama 15 tahun. Hal ini dapat dilihat dari nilai bersih manfaat (NPV) yang
diperoleh pada jangka waktu investasi 15 tahun, menunjukkan angka Rp
12.019.475,56,_ (lebih dari nol). Nilai IRR (internal rate of return) yaitu 18,92%
atau lebih besar 3,92% dibanding dengan suku bunga bank yang berlaku. Serta
nilai B/C ratio pada tahun ke-15 yang menunjukkan nilai 1,36 (>1).
Dibandingkan dengan kelapa sawit, usaha duku dapat dikatakan lebih
menguntungkan. Usaha duku dapat berproduksi sampai waktu yang lama, yaitu
hingga 120 tahun, sehingga mempunyai project cycle yang jauh lebih lama
dibandingkan dengan kelapa sawit yang 25 tahun. Selain itu secara ekologis duku
mempunyai fungsi perlindungan lingkungan yang lebih baik terkait dengan
bentuk pohonnya yang membentuk habitat seperti hutan sekunder jika ditanam
secara polikultur.
Hasil analisis kelembagaan menunjukkan belum berkembangnya sistem
kelembagaan petani, penyuluh, kemitraan, pengolahan dan pemasaran pada
komoditas duku. Kelompok tani duku hanya terdapat di dua kecamatan yaitu
Maro Sebo dan Kumpeh Ulu yang berjumlah 25 kelompok dengan rata-rata luas
lahan duku yang diusahakan yaitu 0,66 ha. Petugas penyuluh pertanian berjumlah
105 orang yang tersebar di setiap desa. Namun belum ada penyuluh dengan
keahlian khusus bidang hortikultura, khususnya duku, terutama untuk daerah yang
menjadi sentra produksi. Kelembagaan kemitraan dan pengolahan hasil duku
belum berkembang di Kabupaten Muaro Jambi. Pemasaran duku dilakukan
dengan sistem pembayaran langsung (cash trading), baik untuk tujuan pasar lokal
maupun luar daerah. Hasil analisis margin tata niaga menunjukkan bahwa petani
mendapatkan minimal 50% (sudah termasuk biaya produksi) dari biaya yang
dibayarkan konsumen akhir.
Analisis SWOT menghasilkan strategi prioritas pengembangan komoditas
duku di Kabupaten Muaro Jambi. Strategi terdiri dari tiga kluster yaitu
pengembangan pada aspek biofisik, aspek sosial dan aspek ekonominya. Dalam
hal ini, tidak semua strategi akan diterapkan secara seragam di semua wilayah.
Penerapan strategi prioritas akan berbeda tiap wilayahnya, terkait kondisi biofisik,
kelembagaan, maupun prasarana penunjang yang dimiliki.
Pengembangan dari aspek biofisik merupakan pemanfaatan potensi lahan
yang ada untuk peningkatan produksi serta infrastruktur pendukungnya, yaitu di
Kecamatan Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh Ulu, Jambi Luar Kota, Sekernan,
Mestong, dan Sungai Gelam. Hal ini dilakukan terutama pada lahan dengan kelas
kesesuaian lahan S2nf dan S3n seluas ± 149.576,2 ha, karena faktor pembatas
lahannya relatif mudah untuk diatasi.
Pengembangan dari aspek sosial meliputi pengembangan sumberdaya
manusia, kelembagaan, sedangkan aspek ekonomi terkait dengan peningkatan dan
teknologi. Hal ini dilakukan terutama pada daerah-daerah yang telah cukup
berkembang budidaya dukunya yaitu meliputi Kecamatan Maro Sebo, Kumpeh,
dan Kumpeh Ulu.
Kata kunci: Duku, Kesesuaian lahan, Kelayakan ekonomi, Kelembagaan, Strategi
pengembangan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
STRATEGI PE
GEMBA
GA
KOMODITAS DUKU
(Lansium domesticum Corr)
DI KABUPATE
MUARO JAMBI, PROVI
SI JAMBI

DEDY A
TO
Y

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCA SARJA


A
I
STITUT PERTA
IA
BOGOR
BOGOR
2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Setia Hadi, MS
Judul Tesis : Strategi Pengembangan Komoditas Duku (Lansium
domesticum Corr.) di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Nama : Dedy Antony
NRP : A156070031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 29 Desember 2009 Tanggal Lulus :


Kupersembahkan Karya ini kepada:

Ibunda S. Maisyarah dan Ayahanda Muchtar HS

Nurmala Dewi, Hendra Abadi, Intan Irma Yanti

Keponakanku yang lucu-lucu

Kekasihku tercinta Weni Wilia, SP, M.Si

Terima Kasih atas dukungan, perhatian dan kasih sayangnya selama ini
PRAKATA
Alhamdulillah atas pertolongan, petunjuk dan ijin Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Strategi Pengembangan Komoditas Duku
(Lansium domesticum Corr.) di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi” dengan
lancar. Tesis ini ditulis berdasarkan hasil penelitian penulis dan terwujud berkat
bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dan Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc sebagai Komisi
Pembimbing.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku penguji luar komisi.
3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
4. Pimpinan Universitas Jambi yang telah memberikan izin untuk mengikuti
program tugas belajar ini.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah menbiayai penulis selama
menempuh pendidikan pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur BPPS.
6. Seluruh Pimpinan dan Staf pada Dinas maupun Badan di lingkungan
Kabupaten Muaro Jambi atas bantuan informasi dan data yang diberikan
kepada penulis untuk kelancaran dalam penyelesaian tesis ini.
7. Segenap Dosen Pengajar dan Manajemen pada Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
8. Ibunda S. Maisyarah, Ayahanda Muchtar HS, serta saudara-saudaraku atas
doa dan kasih sayangnya selama ini.
9. Yang terkasih Weni Wilia, SP, M.Si. atas dukungan, perhatian, serta cinta
yang tulus.
10. Rekan-rekan sesama Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Angkatan 2007.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan
dukungannya.
Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis sehingga
dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran
yang membangun sangat penulis hargai, dan semoga tulisan ini nantinya dapat
bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Bogor, Januari 2010

Dedy Antony
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 September 1978 di Jambi, Provinsi


Jambi. Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara Bapak Muchtar HS dan
Ibu S. Maisyarah. Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kota Jambi
dan pada tahun yang sama mulai menempuh pendidikan tinggi di Program Studi
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi yang diselesaikan pada tahun
2002. Tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Institut
Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas bantuan
pendidikan dari Direktorat Pendidikan Tinggi melalui jalur BPPS.
Penulis diterima sebagai Dosen di Universitas Jambi pada tahun 2005 dan
hingga sekarang penulis bertugas pada Program Studi Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Jambi.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRA ................................................................................... v
PEDAHULUA ............................................................................................ 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Perumusan Masalah .................................................................................... 2
Kerangka Pemikiran ................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3
Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
TIJAUA PUSTAKA .................................................................................. 5
Duku (Lansium domesticum Corr) ............................................................. 5
Morfologi Tanaman Duku ................................................................... 5
Persyaratan Tumbuh Tanaman Duku .................................................. 6
Manfaat Duku ...................................................................................... 7
Produksi dan Pemasaran Duku ............................................................ 8
Kesesuaian Lahan ....................................................................................... 10
Kelembagaan .............................................................................................. 13
Strategi Pengembangan .............................................................................. 14
METODE PEELITIA ............................................................................... 16
Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 16
Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 16
Alat ............................................................................................................. 18
Pendekatan ................................................................................................. 18
Metode Analisis Data ................................................................................. 18
Analisis Indikasi Sektor Unggulan ............................................................. 19
Analisis Location Quotient (LQ) ......................................................... 19
Shift Share Analysis (SSA) ................................................................... 19
Analitycal Hierarchy Process (AHP) ......................................................... 21
Penyusunan Hirarki ............................................................................ 21
Penilaian Kriteria dan Alternatif ........................................................ 21
Penentuan Prioritas ............................................................................ 22
Konsistensi Logis ................................................................................ 22
Analisis Kesesuaian Lahan ......................................................................... 23
Analisis Sosial dan Ekonomi ...................................................................... 24
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Duku ......................................... 24
et Present Value ......................................................................... 24
Internal Rate of Return ................................................................. 25
et Benefit Cost Ratio .................................................................. 25
Analisis Kelembagaan ......................................................................... 26
Analisis Margin Tata Niaga ................................................................ 26
Analisis SWOT .......................................................................................... 27
KEADAA UMUM DAERAH PEELITIA ............................................ 33
Posisi Geografi Wilayah Kabupaten Muaro Jambi .................................... 33
Administrasi Wilayah ................................................................................. 33
Kondisi Fisik Wilayah ................................................................................ 35
Lereng .................................................................................................. 35
Tanah ................................................................................................... 36
Sistem Budidaya Duku ............................................................................... 39
Potensi Sumber Daya Alam ....................................................................... 45
Potensi Lahan ...................................................................................... 45
Iklim .................................................................................................... 45
Potensi Sumber Daya Manusia .................................................................. 49
Prasarana Penunjang .................................................................................. 50
Kebijakan Pemerintah ................................................................................ 54
PEMBAHASA ............................................................................................... 56
Identifikasi Komoditas Prioritas Pengembangan ....................................... 56
Penentuan Komoditas Hortikultura Prioritas ............................................. 59
Kesesuaian Lahan ....................................................................................... 61
Analisis Sosial Ekonomi ............................................................................ 66
Analisis Kelayakan Finansial .............................................................. 66
Skenario pengembangan duku secara monokultur ....................... 66
Skenario pengembangan duku secara polikultur .......................... 70
Prospek Pengembangan duku dibandingkan komoditas lain ....... 74
Analisis Kelembagaan ......................................................................... 76
Lembaga Penyuluhan ................................................................... 76
Kelembagaan Petani ..................................................................... 79
Lembaga Pengolahan ................................................................... 82
Kelembagaan Kemitraan .............................................................. 85
Kelembagaan Pemasaran ............................................................. 87
Analisis Margin Tata Niaga ......................................................... 92
Analisis SWOT .......................................................................................... 95
Analisis Data Input .............................................................................. 95
Analisis Faktor Internal (Internal Factor Analysis) ............................ 97
Analisis Faktor Eksternal (External Factor Analysis) ......................... 99
Tahap Pencocokan (Matching Stage) .................................................. 101
Pengambilan Keputusan (Decision Stage) .......................................... 104
KESIMPULA DA SARA ....................................................................... 112
Kesimpulan ................................................................................................. 112
Saran ........................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 114
LAMPIRA ..................................................................................................... 117
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Sentra Produksi Duku di Indonesia ............................................................ 5
2 Kandungan Gizi Duku dalam 100 gram Bahan .......................................... 7
3 Produksi Duku di Indonesia dan Tiap Provinsi Di Pulau Sumatera
tahun 2006 dan 2007 ................................................................................. 8
4 Produksi Duku Tiap Kabupaten/ Kota di Provinsi Jambi Tahun 2006 ...... 9
5 Volume Ekspor Buah Segar Indonesia tahun 2001 – 2005 ........................ 9
6 Jenis Data Sekunder yang Dibutuhkan ....................................................... 16
7 Jenis Peta yang Dibutuhkan ....................................................................... 17
8 Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif Menurut Saaty (1986) .................... 22
9 Rincian Jumlah Responden ........................................................................ 23
10 Kerangka Formulasi Strategis .................................................................... 29
11 Matrik TOWS (SWOT) .............................................................................. 31
12 Matrik Rencana Penelitian ......................................................................... 32
13 Jumlah desa, kelurahan, dan luasan wilayah kecamatan di Kabupaten
Muaro Jambi Tahun 2007 .......................................................................... 35
14 Sebaran kelas lereng di Kabupaten Muaro Jambi (ha) ............................... 36
15 Sebaran jenis tanah di Kabupaten Muaro Jambi (ha) ................................. 37
16 Populasi dan produksi komoditas duku di Kabupaten Muaro Jambi
berdasarkan daerah penyebaran tahun 2008 ............................................... 42
17 Pola pemanfaatan ruang tiap kecamatan berdasarkan RTRW Kabupaten
Muaro Jambi 2006 – 2015 .......................................................................... 48
18 Luas potensi lahan (ha) untuk pertanian di Kabupaten Muaro Jambi tahun
2007 ............................................................................................................. 46
19 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut
kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2008 ................................... 49
20 Penduduk berdasarkan mata pencaharian di tiap kecamatan tahun 2007 .. 50
21 Panjang jalan menurut kecamatan dan pemerintahan yang berwenang
mengelolanya (km) di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2008 ...................... 51
22 Panjang jalan, jenis permukaan dan kondisi jalan di Kabupaten Muaro
Jambi tahun 2008 ....................................................................................... 52
23 Perkembangan dan jumlah pasar tiap kecamatan di Kabupaten Muaro
Jambi tahun 2005 – 2008 ........................................................................... 53
24 Perbandingan kualitas duku antar varietas ................................................. 60
25 Kelas kesesuaian lahan aktual dan sebarannya di tiap kecamatan pada
Kabupaten Muaro Jambi ............................................................................ 62
26 Faktor pembatas dan jenis usaha perbaikan untuk tiap satuan lahan ......... 64
27 Proyeksi aliran kas (cash flow) usaha pengembangan perkebunan duku
dalam jangka waktu 15 tahun pada lahan sendiri ........................................ 69
28 Hasil analisis NPV, IRR, dan B/C Ratio sistem budidaya secara
monokultur berdasarkan kepemilikan lahan pada discount rate 15%
pertahun dengan jangka waktu investasi 15 tahun ...................................... 68
29 Proyeksi aliran kas (cash flow) usaha pengembangan perkebunan
polikultur duku-pisang dalam jangka waktu 15 tahun pada lahan sendiri . 72
30 Hasil analisis NPV, IRR, dan B/C Ratio pengembangan polikultur duku-
pisang pada berdasarkan kepemilikan lahan pada discount rate 15%
pertahun dengan jangka waktu investasi 15 tahun ...................................... 74
31 Perbandingan Prospek Pengembangan antara duku dan kelapa sawit ....... 75
32 Keragaan petugas penyuluh pertanian Kabupaten Muaro Jambi ............... 78
33 Keragaan kelompok tani duku di Kabupaten Muaro Jambi ....................... 80
34 Nilai marjin dan persentase marjin penjualan perkilogram buah duku
pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran tahun 2008 ...... 93
35 Analisis faktor internal dalam pengembangan duku di Kabupaten Muaro
Jambi ........................................................................................................... 98
36 Analisis faktor eksternal dalam pengembangan duku di Kabupaten
Muaro Jambi ............................................................................................... 99
37 Matrik Internal Eksternal ........................................................................... 100
38 Matrik SWOT Pengembangan Duku di Kabupaten Muaro Jambi ............. 103
39 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Pengembangan Duku di
Kabupaten Muaro Jambi ............................................................................ 105
40 Urutan alternatif strategi yang dapat dilaksanakan sesuai hasil analisis
QSPM ......................................................................................................... 104
41 Penerapan strategi pengembangan duku berdasarkan kelompok strategi
dan wilayah kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi .................................. 111
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram kerangka pemikiran ..................................................................... 4
2 Hirarki untuk memilih komoditas prioritas pengembangan ....................... 22
3 Diagram alir tahapan penelitian ................................................................. 28
4 Peta Administrasi Kabupaten Muaro Jambi ............................................... 34
5 Peta sebaran jenis tanah di Kabupaten Muaro Jambi ................................. 38
6 Tanaman duku di dalam kebun campuran .................................................. 40
7 Duku yang ditanam di pekarangan ............................................................. 41
8 Sebaran Populasi dan produksi duku tiap kecamatan di Kabupaten Muaro
Jambi Tahun 2008 ...................................................................................... 44
9 Peta Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Muaro Jambi ............ 47
10 Jalan lintas timur sumatera (Jalan provinsi) di Kecamatan Sekernan
dengan kondisi baik .................................................................................... 52
11 Jalan kabupaten yang menghubungkan Kecamatan Kumpeh dengan
Kumpeh Ulu (Kiri), jalan yang menghubungkan antar desa di Kecamatan
Maro Sebo (kanan) ..................................................................................... 53
12 Peta pemusatan duku berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) di
Kabupaten Muaro Jambi ............................................................................ 57
13 Hasil analsis analisis proses hirarki penetuan komoditas hortikultura
prioritas ....................................................................................................... 60
14 Peta kesesuaian lahan untuk duku (Lansium domesticum Corr) di
Kabupaten Muaro Jambi ............................................................................. 65
15 Skenario sketsa lokasi jarak tanam sistem budidaya duku secara
monokultur ................................................................................................. 67
16 Skenario sketsa lokasi jarak tanam sistem budidaya polikultur duku-
pisang .......................................................................................................... 71
17 Struktur organisasi Badan Pelaksanaan Penyuluhan dan Ketahanan
Pangan Kabupaten Muaro Jambi ................................................................ 77
18 Peta sebaran kelompok tani duku di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009
..................................................................................................................... 81
19 Pohon industri duku ................................................................................... 84
20 Kelembagaan sistem pemasaran duku di Kabupaten Muaro Jambi ........... 88
21 Teknik pemanenan buah duku dengan cara dipetik langsung (kiri) dan
dengan cara menggoyang pohon duku (kanan) .......................................... 89
22 Pengemasan dan sortasi yang dilakukan oleh pedagang duku (kiri) dan
truk pengangkut milik pedagang beserta kotak kayu untuk pengemasan
duku (kanan) ............................................................................................... 89
23 Kondisi gudang yang hanya berisi kotak kayu untuk pengemasan duku ... 91
DAFTAR LAMPIRA

Halaman
1 Data yang digunakan dan Hasil Analisis location quotient (LQ)
berdasarkan produksi (ton) komoditas hortikultura di tiap kabupaten
di Provinsi Jambi 2007 ............................................................................. 117
2 Data yang digunakan dan Hasil Analisis location quotient (LQ)
berdasarkan produksi (ton) komoditas hortikultura di kecamatan di
Kabupaten Muaro Jambi 2007 ................................................................. 118
3 Data yang digunakan dan Hasil Analisis Shift share berdasarkan
produksi tanaman hortikultura di Kabupaten Muaro Jambi Tahun
2000 dan 2007 ........................................................................................... 119
4 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman duku (Lansium domesticum
CORR.) ..................................................................................................... 120
5 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman pisang (Musa acuminata
COLLA) ................................................................................................... 121
6 Deskripsi Land Unit ................................................................................. 122
7 Analisis kesesuaian lahan pada masing-masing satuan lahan (Land
Unit) untuk tanaman duku ........................................................................ 123
8 Proyeksi Biaya Investasi Duku (Tahun 0) ................................................ 125
9 Proyeksi Biaya Produksi Duku dari Tahun ke-1 sampai dengan
Tahun ke-15 .............................................................................................. 125
10 Proyeksi Biaya Investasi Duku (Tahun 0) ................................................ 133
11 Proyeksi Biaya Produksi Duku dari Tahun ke-1 sampai dengan
Tahun ke-15 .............................................................................................. 133
12 Kualitas Duku Standar Nasional Indonesia (SNI 6151:2009) .................. 137
PEDAHULUA

Latar Belakang

Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan pada setiap daerah


untuk dapat mengelola dan mengambil keputusan dalam memanfaatkan
sumberdaya daerahnya. Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2004 (revisi dari UU No
22 Tahun 1999) tentang Pemerintahan Daerah, sektor pertanian merupakan salah
satu sektor yang diberikan kewenangan penuh pada daerah untuk mengelolanya.
Saat ini sektor pertanian masih menjadi sektor andalan yang memberikan
kontribusi terbesar bagi perekonomian nasional dan daerah, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Peran secara langsung antara lain melalui kontribusi
terhadap PDB, sumber devisa, dan penyedia lapangan kerja. Sementara itu,
dampak tidak langsung diperoleh akibat efek pengganda aktifitas sektor pertanian
melalui keterkaitan input output antar industri, konsumsi dan investasi.
Sejalan dengan itu, Departemen Pertanian melalui revitalisasi pertanian
periode 2005 – 2009 merencanakan tindak program pengembangan agribisnis
pertanian. Salah satu kegiatannya antara lain adalah pengembangan sentra
produksi komoditas unggulan hortikultura dan pengembangan agroindustri di
kawasan sentra produksi.
Peluang pasar komoditas hortikultura Indonesia, dalam hal ini buah-buahan
masih sangat besar. Permintaan pasar buah di dalam negeri terus mengalami
peningkatan sejalan dengan tingkat kesadaran gizi masyarakat, pertambahan
penduduk dan peningkatan pendapatan. Menurut Ditjen Hortikultura (2008) pada
tahun 2006 tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia sebesar 23.56
kg/kapita/tahun, masih di bawah anjuran FAO yang mencapai 65 kg/kapita/tahun.
Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta jiwa, diperlukan volume buah-
buahan yang sangat besar dan ini merupakan potensi pasar yang besar.
Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di
Provinsi Jambi. Daerah ini memiliki potensi yang besar di sektor pertanian,
terutama subsektor hortikultura. Komoditas tanaman hortikultura tahunan seperti
duku dan durian merupakan vegetasi alami yang banyak tersebar hampir di
2

seluruh wilayah Kabupaten Muaro Jambi dan berpotensi untuk dikembangkan


menjadi komoditas unggulan.
Tanaman duku (Lansium domesticum Corr.) di Kabupaten Muaro Jambi
telah ditetapkan sebagai buah unggul khas Provinsi Jambi dengan nama Duku
Varietas Kumpeh berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik
Indonesia nomor 101/Kpts.TP.240/3/2000 tanggal 7 Maret 2000 (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, 2002). Ketetapan ini merupakan modal awal yang sangat baik
bagi pengembangan daerah berbasis komoditas spesifik yang dimilikinya.
Kabupaten Muaro Jambi memiliki produksi buah duku terbesar di Provinsi
Jambi. Produksi duku di daerah ini pada tahun 2006 sebesar 12.738 ton atau
sekitar 59,16% dari total produksi provinsi. Kabupaten lain yang juga merupakan
penghasil duku di Provinsi Jambi adalah Kabupaten Bungo, Tebo, Merangin, dan
Sarolangun. Daerah tersebut merupakan pesaing bagi Kabupaten Muaro Jambi
dalam pemasaran buah duku, baik untuk pasar lokal maupun nasional.
Dalam Renstra Ditjen Hortikutura 2005-2009 dinyatakan perlunya strategi
peningkatan produksi, mutu, sumberdaya manusia serta kelembagaan yang
mendukung pengembangan komoditas unggulan. Saat ini, sebagian besar
budidaya duku masih dilakukan secara konvensional yang menyebabkan
rendahnya kualitas, kuantitas, serta kontinyuitas duku di Indonesia pada umumnya
dan Kabupaten Muaro Jambi khususnya. Untuk itu, penelitian ini dilakukan untuk
menyusun strategi yang tepat bagi pengembangan duku di Kabupaten Muaro
Jambi.
Perumusan Masalah

Salah satu cara peningkatan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas duku dapat
dilakukan dengan mencari lahan baru yang sesuai untuk pengembangan duku. Hal
lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah masalah teknologi budidaya,
penanganan pasca panen serta kelembagaan yang mendukung pengembangan
duku ke depan. Sistem pemasaran duku yang ada saat ini juga perlu diperhatikan
karena merupakan faktor penentu apakah komoditas ini dapat memberikan
pendapatan bagi daerah dan kesejahteraan bagi petaninya.
Analisis potensi lahan dan terobosan lain dalam hal budidaya, kelembagaan
dan sistem pemasaran yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kuantitas,
3

kualitas dan kontinyuitas duku. Perencanaan lokasi dan langkah-langkah


pengembangan yang dilaksanakan dapat disusun sesuai dengan kondisi
geobiofisik lahan, sosial dan ekonomi masyarakat. Kerangka kerja sebagai
terobosan pengembangan duku tersebut diharapkan mampu memperkuat upaya
petani bersama pemerintah dalam mengembangkan duku sebagai komoditas
unggulan di Kabupaten Muaro Jambi.
Beberapa permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apa komoditas hortikultura prioritas pengembangan di Kabupaten Muaro
Jambi?
2. Bagaimana persepsi dan preferensi masyarakat terhadap pengembangan duku
sebagai komoditas hortikultura prioritas?
3. Bagaimana potensi fisik lahan di wilayah Kabupaten Muaro Jambi untuk
pengembangan duku?
4. Bagaimana prospek ekonomi pengembangan duku di Kabupaten Muaro
Jambi?
5. Bagaimana sistem kelembagaan dalam mendukung pengembangan duku di
Kabupaten Muaro Jambi?
6. Bagaimana strategi pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi?

Kerangka Pemikiran
Latar belakang permasalahan pengembangan duku di Kabupaten Muaro
Jambi dituangkan dalam diagram kerangka pemikiran yang disajikan pada
Gambar 1.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis komoditas hortikultura prioritas di Kabupaten Muaro Jambi
2. Menganalisis persepsi dan preferensi masyarakat terhadap pengembangan
duku sebagai komoditas hortikultura prioritas.
3. Menganalisis potensi fisik melalui evaluasi kesesuaian lahan di wilayah
Kabupaten Muaro Jambi untuk pengembangan duku.
4. Menganalisis prospek ekonomi pengembangan duku di Kabupaten Muaro
Jambi.
4

5. Menganalisis sistem kelembagaan yang mendukung pengembangan duku di


Kabupaten Muaro Jambi.
6. Menyusun strategi pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
kepada pemerintah daerah untuk pengembangan komoditas unggulannya, dalam
hal ini komoditas duku. Dengan demikian diharapkan di waktu mendatang
pemerintah daerah akan melakukan pengembangan komoditas duku secara lebih
serius sehingga akan berdampak pada peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat petani duku di Kabupaten Muaro
Jambi.

Otonomi Daerah
- UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- Pengelolaan dan pemanfaatan potensi daerah

Sektor yang
Duku : Renstra Provinsi
memiliki daya saing
 Rasa eksotis
 Buah tropis spesifik
 Kebutuhan pasar Sektor Pertanian Renstra Kabupaten
belum terpenuhi
(permintaan tinggi)
 ditetapkan sebagai Pengembangan
varitas unggul nasional Tanaman duku

Potensi Biofisik
Masalah 1: Masalah 2:
Sistem Kelembagaan
Persyaratan kualitas, Potensi daerah untuk
dan pemasaran
kuantitas & memenuhi permintaan
Kontinyuitas pasar?
Potensi Sosial dan
Ekonomi
Strategi Pengembangan Duku di
Kabupaten Muaro Jambi

Peningkatan kesejahteraan
masyarakat

Gambar 1 Diagram kerangka pemikiran.


TIJAUA PUSTAKA

Duku (Lansium domesticum Corr)

Morfologi Tanaman Duku

Menurut Direktorat Bina Produksi Hortikultura (2000), duku (Lansium


domesticum Corr) merupakan salah satu tanaman buah tropis. Tanaman buah ini
termasuk tanaman tahunan (perenial) yang masa hidupnya dapat mencapai
puluhan bahkan ratusan tahun. Di Indonesia dan juga di beberapa negara Asia
Tenggara lainnya, buah duku mempunyai nilai komersil yang cukup tinggi. Saat
ini populasi duku sudah tersebar secara luas di seluruh pelosok Nusantara, dengan
sentra produksinya ada di Sumatera, Jawa dan Kalimantan (Tabel 1).

Tabel 1 Sentra Produksi Duku di Indonesia


Pulau Provinsi Kabupaten
Sumatera Selatan OKU, OKI, Musi Banyuasin, Lahat, Musi
Rawas, Muara Enim, Banyu Asin
Sumatera Sumatera Utara Toba Samosir
Sumatera Barat Sawahlunto/ Sijunjung
Jambi Muaro Jambi, Batanghari
Jawa Tengah Surakarta
Jawa
Jakarta Jakarta Timur
Kalimantan Kalimantan Barat Pontianak
Sumber : Direktorat Tanaman Buah, Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian 2005 dalam Tim
Penulis Penebar Swadaya 2007.

Tanaman duku yang ada di Kabupaten Muaro Jambi telah ditetapkan


sebagai varietas unggul dengan nama Varietas Duku Kumpeh. Hal ini ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor
101/Kpts.TP.240/3/2000. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 13,4 meter dengan
tipe pertumbuhan tegak menjulang dengan percabangan jorong ke atas. Batang
duku berlekuk dan tidak rata, tekstur kulit batang kasar dengan warna kulit batang
kecoklatan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002).
Tanaman duku mempunyai bentuk daun lonjong, ujung runcing, tipe daun
majemuk, warna daun bagian bawah hijau, dan bagian atas hijau tua. Tipe daun
menekuk ke bawah, panjang daun 17 – 23 cm dan helaian anak daun 8 – 10 cm.
Siklus pembentukan daun baru berlangsung selama 30 hari. Bunga duku
6

mempunyai warna mahkota kuning, dengan jumlah bunga pertandan 24 kuntum,


serta lamanya bunga mekar 2 – 5 minggu. Bunganya merupakan bunga sempurna,
dimana bunga (tandan bunga) muncul bergantungan pada cabang dan ranting.
Bunga mengalami penyerbukan silang, antara lain dengan bantuan lebah madu.
Buah duku pertandan berjumlah 15 – 30 buah, berbentuk bulat telur dan warna
buah kuning. Tebal kulit buah 1 – 2 mm, bobot perbuah 35 – 49 gram, dan
lamanya berbunga sampai buah masak 2,0 – 2,5 bulan (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, 2002).
Tanaman duku dalam sistem taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (Biji berkeping dua)
Ordo : Meliacenales
Famili : Meliaceae
Genus : Lansium
Species : Lansium Domesticum Corr

Persyaratan Tumbuh Tanaman Duku

Duku dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai iklim basah
sampai agak basah dengan curah hujan 1500 – 2500 mm per tahun. Lahan yang
diinginkan mempunyai elevasi kurang dari 650 meter di atas permukaan laut.
Tanaman duku memerlukan sinar matahari yang tidak terlalu besar atau
memerlukan tanaman pelindung agar pertumbuhannya baik. Suhu udara
optimum pertumbuhannya 24–27 oC (Direktorat Bina Produksi Hortikultura,
2000).
Tanaman duku tidak membutuhkan banyak persyaratan tanah. Tanah yang
sesuai untuk penanaman duku adalah tanah yang subur, gembur, berdrainase
baik, pH tanah 5.0 - 6.0 dan mampu menahan air sehingga keadaan tanahnya
selalu lembab dan membutuhkan pupuk yang banyak terutama pupuk organik
pada masa pertumbuhan dan produksinya (Departemen Pertanian, 1997). Faktor
7

angin sangat diperlukan oleh tanaman duku dalam proses penyerbukan secara
alami. Angin yang terlalu kencang dapat menyebabkan kerontokan bunga dan
buah terutama yang masih muda.

Manfaat Duku

Duku merupakan buah yang digemari karena rasanya manis dan aromanya
tidak menyengat, bahkan mempunyai aroma yang khas. Selain disukai karena
rasanya yang manis, buah duku cukup baik dikonsumsi karena kandungan nilai
gizi yang cukup tinggi. Pada setiap 100 gram buah duku masak, sekitar 64 %
bagiannya dapat dimakan. Kandungan nilai gizi lengkap buah duku disajikan pada
Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan gizi duku dalam 100 gram bahan


No Jenis Gizi Kandungan
1 Energi 63 kkal
2 Protein 1,0 gr
3 Lemak 0,2 gr
4 Karbohidrat 16,1 gr
5 Kalsium 18 mgr
6 Fosfor 9 mgr
7 Vitamin A - -
8 Vitamin C 9 mgr
9 Besi 0,9 mgr
10 Vitamin B1 0,05 mgr
11 Air 82 gr
12 Bagian yang dapat dimakan 64 %
Sumber: Daftar komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan dalam
Direktorat Bina Produksi Hortikultura 2000.

Manfaat utama tanaman duku adalah buahnya dapat dimakan secara segar
ataupun dalam bentuk olahan lainnya. Bagian lain yang juga bermanfaat adalah
kayunya yang berwarna coklat muda, keras dan tahan lama yang dapat digunakan
untuk tiang rumah, gagang perabotan dan sebagainya. Kulit buah dan bijinya
dapat pula dimanfaatkan sebagai obat anti diare dan obat menyembuhkan demam
dan jika dibakar dapat mengusir nyamuk serta bahan campuran bahan bakar dupa
setinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Andriyanto (2006) melaporkan bahwa
ekstrak etanol biji duku yang diujicobakan pada tikus ternyata mampu
memberikan efek antipiretik (penurun panas tubuh/ demam). Selain itu, kulit kayu
8

yang rasanya sepet dapat digunakan untuk mengobati disentri, sedangkan tepung
dari kulit kayu bisa digunakan untuk menyembuhkan bekas gigitan kalajengking
(Bappenas, 2000).

Produksi dan Pemasaran Duku

Buah duku merupakan buah yang relatif hampir dapat ditemui di seluruh
wilayah Indonesia. Selain dikenal dengan nama duku ada juga yang menyebutnya
dengan nama langsat, walaupun terdapat perbedaan, baik secara morfologi batang,
bunga dan buah (Verheij dan Coronel, 1997).
Dalam hal produksi duku, Provinsi Jambi mampu menyumbangkan produksi
duku sebesar 21.531 ton pada tahun 2006 atau sekitar 27,21% untuk produksi di
Pulau Sumatera dan 13,65% untuk produksi nasional. Namun terjadi penurunan
produksi pada tahun 2007 yaitu sebesar 15.596 ton, yang kontribusinya untuk
produksi di Pulau Sumatera adalah sebesar 24,71% dan terhadap produksi
nasional turun menjadi 8,76% (Tabel 3).

Tabel 3 Produksi duku di Indonesia dan tiap provinsi di Pulau Sumatera tahun
2006 dan 2007.
Produksi (Ton)
Provinsi
2006 2007
Nanggroe Aceh Darussalam 5.782 7.431
Sumatera Utara 9.154 9.157
Sumatera Barat 14.892 5.897
Riau 3.330 2.623
Jambi 21.531 15.596
Sumatera Selatan 19.963 14.691
Bengkulu 955 1.885
Lampung 2.906 4.417
Bangka Belitung 604 1.401
Kepulauan Riau 0 11
Sumatera 79.117 63.109
Indonesia 157.655 178.026
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008.

Kabupaten Muaro Jambi adalah kabupaten terbesar pemasok duku di


Provinsi Jambi. Tahun 2006 produksi duku di Kabupaten Muaro Jambi mencapai
angka 12.738 ton dengan produktivitas rata-rata 191,20 kuintal per hektar. Dengan
9

kata lain kontribusinya mencapai 59,16% dari total produksi duku di Provinsi
Jambi. Data produksi duku tiap kabupaten/ kota di Provinsi Jambi tahun 2006
disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi duku tiap kabupaten/ kota di Provinsi Jambi Tahun 2006
Produksi Rata-rata hasil Kontribusi
No Kabupaten/ Kota
(ton) (kw/Ha) (%)
1 Kerinci 22 20,77 0,10
2 Bungo 2.471 169,16 11,47
3 Tebo 573 169,66 2,66
4 Merangin 1.275 79,00 5,92
5 Sarolangun 1.215 88,91 5,64
6 Batanghari 3.154 125,06 14,65
7 Muaro Jambi 12.738 191,20 59,16
8 Tanjab Barat 84 12,53 0,39
9 Tanjab Timur - - -
10 Kota Jambi 1 41,18 0,005
Jumlah 21.531 146,08 100
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2007.

Buah duku merupakan buah kebanggan Indonesia, karena berperan sebagai


buah unggulan ekspor selain nenas, pisang, belimbing, alpukat, manggis dan
durian. Volume ekspor duku mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2001 sebesar
113,071 ton atau terbesar kelima setelah manggis, durian, pisang, dan alpukat.
Ekspor duku meningkat pada tahun 2003 yaitu sebesar 233.086 ton, namun
volume ekspor tersebut pada tahun 2005 kembali menurun yaitu sebesar 163,389
ton. Volume ekspor buah unggulan Indonesia dari tahun 2001-2005 disajikan pada
Tabel 5.

Tabel 5 Volume ekspor buah segar Indonesia tahun 2001-2005 (ton)


Tahun Duku Pisang Nenas Alpukat Manggis Belimbing Durian
2001 113.071 137.598 73.061 141.703 681.255 53.157 415.079
2002 208.350 162.120 97.296 238.182 768.015 56.753 537.186
2003 233.086 239.107 115.209 255.959 928.613 67.261 694.654
2004 146.067 210.320 117.576 221.774 800.975 78.117 710.795
2005 163.389 178.576 110.704 22.577 937.930 65.967 712.693
Sumber: BPS, data diolah Subdit Analisis dan Informasi Pasar, 2007.

Sistem pemasaran hasil pertanian adalah saluran yang digunakan oleh


petani produsen untuk menyalurkan hasil pertanian dari produsen sampai ke
konsumen. Lembaga-lembaga yang ikut aktif dalam saluran ini adalah petani
10

produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan konsumen (Tim


Penulis PS, 2007).
Perdagangan duku yang dinamis dan memiliki prospek ekonomi yang
tinggi menjadi salah satu parameter yang melatarbelakangi daerah-daerah di
Indonesia yang selama ini telah banyak mengembangkan duku untuk
meningkatkan produksinya, baik dari segi kualitas dan kontinyuitas. Besarnya
peluang dikarenakan wilayah di Indonesia memiliki kemampuan dalam daya saing
komparatif yang tidak dimiliki oleh daerah lain yang bukan penghasil duku,
mengingat duku merupakan tumbuhan tropis yang membutuhkan lahan dengan
syarat hidup yang spesifik.

Kesesuaian Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya (FAO, 1976). Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007),
mendefinisikan lahan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua
komponen biosfer yang dapat bersifat siklik yang berbeda di atas dan di bawah
wilayah tersebut termasuk atmosfir serta segala akibat yang ditimbulkan oleh
manusia di masa lalu dan sekarang yang semuanya berpengaruh terhadap
penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa yang akan datang
Kesesuaian lahan (land suitability) dan kemampuan lahan (land capability),
merupakan dua istilah yang berbeda. Kesesuaian lahan merupakan kecocokan
(adaptability) suatu lahan untuk penggunaan tertentu (land utilization type)
sehingga dalam penggunaan lahan, aspek manajemen juga harus dipertimbangkan.
Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau setelah
diadakan perbaikan (improvement). Kesesuaian lahan ditinjau dari sifat-sifat fisik
lingkungannya, terdiri dari iklim, tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase
sesuai untuk status usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin
et al., 2003). Kemampuan lahan diartikan sebagai kapasitas suatu lahan untuk
berproduksi. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau
diusahakan di suatu wilayah maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi.
11

Wilayah Kabupaten Muaro Jambi yang beragam merupakan salah satu


potensi yang harus dimanfaatkan dalam usaha pengembangan pertanian yang
berwawasan agribisnis. Pendekatan komoditas (commodity approach) adalah
salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam efisiensi sumberdaya. Pendekatan
komoditas menggunakan konsep pewilayahan komoditas unggulan sehingga akan
didapatkan produk pertanian yang memiliki potensial produktivitas dan mutu
tinggi (komparatif). Pengembangan komoditas unggulan harus didasarkan atas
kesesuaian komoditas terhadap lingkungan yang ada, sehingga faktor kesesuaian
lahan menjadi suatu pertimbangan yang penting.
Pengembangan duku pada kondisi lahan yang tidak sesuai, disamping
tingkat produktivitasnya tidak optimal, juga memerlukan input tinggi serta
beresiko tinggi tingkat kegagalannya. Tingkat mutu hasil yang prima akan mampu
terpenuhi apabila diusahakan pada lahan-lahan yang sesuai agroekologinya dan
mendapatkan penanganan panen, pasca panen dan proses distribusi sampai ke
tangan konsumen dengan tepat. Komoditas yang diusahakan pada lingkungan
yang sesuai akan memperagakan tingkat kemampuan genetik yang maksimal, baik
dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu penataan potensi lahan
yang sesuai untuk duku yang didasarkan pada kondisi agroekologi, merupakan
langkah awal yang dapat membantu program penyusunan pembangunan pertanian
wilayah yang berkelanjutan.
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tata
guna tanah yang membandingkan persyaratan yang diminta untuk pengunaan
lahan yang akan diterapkan dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki
oleh lahan yang akan digunakan. Inti prosedur evaluasi kesesuaian lahan adalah
dengan menentukan jenis penggunaan atau jenis komoditas yang akan diusahakan,
kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhan/ penggunaannya,
terakhir membandingkan (matching) antara persyaratan penggunaan lahan
(pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi
kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode
FAO (1976). Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian
lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia
(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007)
12

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976)


dibedakan menurut tingkatannya yaitu:
(1) Ordo, keadaan kesesuaian lahan secara umum. Pada tingkat ordo, kesesuaian
lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang
tergolong tidak sesuai (N).
(2) Kelas, adalah keadaan tingkat kesesuaian suatu lahan dalam sebuah ordo,
dimana pada tingkat kelas lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke
dalam tiga kelas, yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai
marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N)
dibedakan ke dalam 2 kelas yaitu tidak sesuai saat ini (N1) dan tidak sesuai
untuk selamanya (N2).
(3) Subkelas, adalah tingkat dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan
dibedakan menjadi subkelas berdasarkan karakteristik lahan yang menjadi
faktor pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan. Dalam satu
subkelas, faktor pembatas yang dimiliki maksimum tiga, dengan faktor
pembatas terberat dituliskan pada urutan pertama. Kemungkinan kelas
kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya
sesuai masukan/perbaikan yang dilakukan.
(4) Unit, adalah tingkat dalam subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan pada
aspek tambahan dari pengelolan yang harus dilakukan. Semua unit yang
berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas.
Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek
tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan
tingkat detil dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat
unit tersebut memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usaha
tani.
Dalam kerangka kerja evaluasi lahan oleh FAO (1976), pendekatan dalam
evaluasi lahan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pendekatan dua tahap (two
stage approach) dan pendekatan paralel (pararel approach). Pendekatan dengan
dua tahap adalah melalui proses evaluasi yang dilakukan secara bertahap, pertama
adalah evaluasi secara fisik lahan dan kedua adalah evaluasi secara ekonomi.
Pendekatan ini biasanya untuk inventarisasi sumberdaya lahan secara makro dan
13

studi potensi produksi. Pendekatan paralel adalah kegiatan evaluasi lahan secara
fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel) atau pendekatan ini
merekomendasikan analisis sosial ekonomi terhadap jenis penggunaan lahan
dilakukan secara bersamaan dengan analisa faktor-faktor fisik dan lingkungan
lahan tersebut. Pendekatan paralel memberikan hasil yang lebih cepat dan tepat
sehingga lebih menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya
dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil.

Kelembagaan

Kelembagaan adalah norma/ kaidah peraturan atau organisasi yang


memudahkan koordinasi dalam membentuk harapan masing-masing yang
mungkin dapat dicapai dengan saling bekerjasama (Rintuh dan Miar, 2003).
Kelembagaan usaha sangat penting untuk meningkatkan daya saing rantai
pasokan. Untuk itu perlu dibangun kelembagaan yang mampu memperkuat kohesi
horizontal dari pelaku-pelaku usaha dari suatu segmen rantai pasokan dan
integrasi vertikal dari pelaku usaha dari segmen yang berbeda dalam rantai
pasokan. Kohesi horizontal mencakup kerjasama antara kelompok tani/ Gapoktan
ataupun kerjasama antar pedagang dalam rantai pasokan. Integrasi vertikal
merupakan kerjasama antara pelaku usaha dalam segmen yang berbeda, yaitu
antara kelompok tani dengan pedagang, termasuk di dalamnya kerjasama tri-
partite antara kelompok tani, pedagang dan asosiasi (Direktorat Jenderal
Hortikultura, 2008).
Menurut Bunch (1992) dalam Rintuh dan Miar (2003), kelembagaan
penting artinya dalam upaya pengembangan pedesaan, karena:
1. Banyak masalah yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga, misal
pelayanan perkreditan, penyebaran informasi pertanian, dan sebagainya.
2. Memberi kelanggengan pada masyarakat desa untuk terus menerus
mengembangkan usahanya seperti mengembangkan teknologi dan
menyebarkannya.
3. Mengorganisasi masyarakat desa untuk dapat bersaing dengan pihak luar.
Menurut Ditjen Hortikutura (2008), kondisi usaha hortikultura saat ini
dicirikan antara lain oleh lemahnya posisi tawar petani, perdagangan yang tidak
14

transparan yang lebih menguntungkan pedagang dan merugikan petani. Untuk itu
dalam membangun hortikultura yang sinergis antara petani dan pelaku usaha
diperlukan adanya pemberdayaan kelembagaan usaha, baik di tingkat petani dan
pedagang yang keduanya mengarah pada posisi kesetaraan, sehingga kedua belah
pihak sama-sama merasakan manfaat keuntungan dalam melaksanakan usaha
hortikultura. Perlu dibangun hubungan yang harmonis antar kelompok tani dan
hubungan yang saling percaya antara kelompok tani dan pedagang, sehingga
terjalin kerjasama dagang yang beretika (Good Trading Practices), dan pada
akhirnya akan memperkuat daya saing rantai pasokan.
Oleh karena itu, penguatan kelembagaan menjadi pilar dan berperan
sebagai penggerak pembangunan dan pemberdayaan ekonomi rakyat guna
pengembangan pedesaan. Upaya pemberdayaan ekonomi rakyat harus dikaitkan
dengan penguatan kelembagaan seperti kelembagaan ekonomi, pemasaran,
pendanaan, pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan sebagai wadah kegiatan.
Penguatan kelembagaan diperlukan untuk menggerakkan upaya penyediaan dana
sebagai modal usaha, perbaikan struktur pasar, pembangunan sarana dan
prasarana pendukung dan penyediaan sarana penunjang.

Strategi Pengembangan

Pengembangan hortikultura dalam perspektif paradigma baru tidak hanya


terfokus pada upaya peningkatan produksi komoditas saja, tetapi terkait juga
dengan isu-isu strategis dalam pembangunan yang lebih luas lagi. Pengembangan
hortikultura merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya: 1) pelestarian
lingkungan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 2) menarik
investasi skala menengah kecil dengan luasan usaha 1 – 5 Ha dan investasi Rp 1 –
25 milyar di pedesaan, 3) pengendalian inflasi stabilisasi harga komoditas
strategis (cabe merah dan bawang), 4) pelestarian dan pengembangan identitas
nasional (anggrek, jamu, dll), 5) peningkatan ketahanan pangan melalui
penyediaan karbohidrat alternatif, dan 6) menunjang pengembangan sektor
parawisata (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008).
Berpijak pada kondisi yang spesifik dengan memperhatikan potensi dan
daya dukung lingkungan tiap daerah yang berbeda, maka pendekatan komoditas
15

(commodity approach) dapat diterapkan. Pendekatan komoditas yaitu


menggunakan konsep pewilayahan komoditas unggulan sehingga akan didapatkan
produk pertanian yang memiliki potensi produktivitas dan mutu tinggi
(komparatif). Pengembangan komoditas unggulan seyogyanya didasarkan atas
kesesuaian keunggulan komoditas tersebut pada lingkungan yang ada, sehingga
pengembangan komoditas unggulan harus disesuaikan dengan kesesuaian
lahannya.
Pengembangan duku memerlukan sebuah strategi yang tidak saja mengejar
produksi maksimum, tetapi tetap mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain
aspek ekonomi, aspek sosial, aspek kelestarian lingkungan dan aspek lain yang
mampu mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Pertimbangan faktor internal dan eksternal sangat penting, karena dalam suatu
pengembangan usaha tidak terlepas dari kekuatan dan kelemahan, sebagai faktor
internal yang ada di dalam yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Lingkungan
eksternal yang merupakan peluang maupun ancaman bagi suatu usaha juga
merupakan pertimbangan penting, seperti pasar, konsumen, kebijakan politik, dan
budaya masyarakat.
Proses identifikasi, analisis, perumusan dan evaluasi strategi untuk
mengatasi permasalahan internal dan eksternal serta merebut kekuatan dan
peluang disebut dengan perencanaan strategis. Menurut Rangkuti (2001), tujuan
utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan mampu melihat secara
objektif kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi
perubahan lingkungan eksternal. Jadi perencanaan strategis adalah untuk
memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan
keinginan konsumen dengan dukungan optimal dari sumber daya yang ada.
METODE PEELITIA

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi


Jambi. Luas wilayah adalah 524.600 ha atau 10,29 % dari luas wilayah Provinsi
Jambi. Penelitian dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2009.
Kabupaten Muaro Jambi memiliki 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Jambi Luar
Kota, Mestong, Sekernan, Kumpeh Ulu, Maro Sebo, Kumpeh, Sungai Gelam dan
Sungai Bahar.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data
sekunder meliputi data-data yang diperoleh dan dikumpulkan dari instansi terkait.
Data sekunder yang dibutuhkan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis data sekunder yang digunakan


No Jenis data Tahun Bentuk Data Sumber Data
1. Kebijakan pembangunan BAPPEDA Kab. Muaro
a. RTRW Kabupaten Muaro 2006 Hard copy Jambi dan Prop. Jambi,
Jambi 2006-2015 Dinas Pertanian
Hardcopy/ Tanaman Pangan dan
b. Renstra Sektor Pertanian 2006- 2006 Digital Hortikultura Muaro
2010 Jambi dan Provinsi
Hardcopy Jambi.

2. Kependudukan 2006 Digital BPS dan Bappeda


a. Jumlah penduduk Kabupaten Muaro
b. Ratio Usia kerja Jambi
c. Tingkat Pendidikan

3. Produksi, Luas tanam, populasi 2007- Digital/ Dinas Pertanian


duku, 2008 Hardcopy Tanaman Pangan dan
Keragaan Kelompok tani duku Hortikultura Kab. Muaro
Jambi
4. Data karakteristik kebutuhan Hard copy Buku referensi
tanaman
5. Data sarana prasarana BPS dan Bappeda
a. Data PODES 2006 Digital Kabupaten Muaro
b. Muaro Jambi dalam Angka 2007 Jambi

6. Data kesuburan tanah 2000 Hard copy Faperta, Universitas


Jambi
17

Tabel 7 Jenis peta yang digunakan


No Jenis peta Skala Tahun Bentuk Sumber
1. Peta Administrasi 1:100.000 2006 Digital Bappeda Kabupaten Muaro
Jambi
2. Peta Pemanfaatan 1:250.000 2006 Digital Bappeda Kabupaten Muaro
Ruang Jambi
3. Peta LREP I 1: 250.000 1990 Digital Puslitbangtanak Bogor
4. Peta Penggunaan 1 : 250.000 1990 Digital Bappeda Kabupaten Muaro
Lahan Jambi

Data primer yang digunakan meliputi data-data kuantitatif dan kualitatif


yang menyangkut penghitungan analisis ekonomi dalam kaitannya dengan
prospek pengembangan setiap komoditas. Pengumpulan data primer dilakukan
secara langsung dari responden (petani, pedagang dan stakeholder). Informasi
data kuantitatif dilakukan melalui wawancara berstruktur dan informasi data
kualitatif diperoleh dengan sistem kuisioner dan metode interview/ wawancara
mendalam, pengamatan langsung dilapangan serta dilengkapi dengan informasi
dari dokumen tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian. Pengambilan sampel
untuk responden dilakukan dengan metode purposed random sampling yaitu:
a. Pada tingkat petani, dilakukan sistem sampling yang mewakili petani duku
yang tersebar di wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Responden berjumlah 40
orang, yang tersebar di tiap kecamatan, kecuali Kecamatan Sungai Bahar.
b. Responden pedagang adalah pedagang duku yang berada di Kabupaten Muaro
Jambi, terutama di daerah sentra produksi duku. Jumlah pedagang duku yang
diambil sebagai responden berjumlah 5 orang.
c. Stakeholder adalah pejabat di lingkup instansi terkait tingkat Kabupaten dan
Kecamatan, dan kalangan akademisi. Responden untuk kalangan ini disajikan
pada Tabel 9.
Pertanyaan yang diajukan mencakup:
a. Identitas Responden.
b. Teknologi produksi beserta biaya yang dibutuhkan.
c. Preferensi masyarakat akan komoditas duku.
d. Jumlah produksi.
e. Sistem pemasaran duku.
f. Tingkat harga petani dan pedagang.
g. Sistem kelembagaan (penyuluhan, permodalan, kelompok tani, kemitraan).
18

h. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan duku (input produksi,


pemasaran hasil dan pembinaan).
i. Keadaan lahan dan tingkat kesuburan/kesesuaian lahan untuk komoditas
duku.
Responden dipilih secara acak dengan jumlah proporsional yaitu mencakup
petani duku yang ada pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat komputer
dengan software utama ArcView Versi 3.2, dan program pendukung lain yaitu
Microsoft Excel dan Microsoft Word.
Software Microsoft Excel dan Microsoft Word dipakai untuk penulisan dan
pengolahan data sekunder. Arcview digunakan untuk analisis kesesuaian lahan
menggunakan analisis SIG dengan melakukan overlay berbagai peta.

Pendekatan

Pendekatan dalam analisis potensi pengembangan komoditas duku di


Kabupaten Muaro Jambi dilakukan dengan metode survey dan analisis kesesuaian
lahan pada kawasan dari aspek fisik, ekonomi dan sosial.

Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis kesesuaian lahan,
pengamatan kelembagaan dan pemasaran duku. Analytical Hierarchy Process
(AHP) dilakukan untuk melihat preferensi masyarakat dalam penentuan
komoditas hortikultura prioritas dan analisis SWOT untuk menyusun strategi
pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi. Analisis kuantitatif meliputi: (1)
Analisis indikasi sektor unggulan; Analisis Location Quotient (LQ) dan Shift
Share Analysis (SSA), (2) Analisis Kelayakan Finansial (et Present Value
/NPV), Internal Rate of return (IRR) dan Benefit Cost Ratio (B/C ratio), (3)
Analisis Margin Tata Niaga.
19

Analisis Sektor Prioritas Pengembangan

Untuk mengetahui apakah komoditas duku termasuk komoditas hortikultura


yang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Muaro Jambi,
dilakukan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Selain
itu juga dilakukan penilaian terhadap aspek sosial dan ekonomisnya.

Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau
non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor
unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ pada
penelitian ini menggunakan data produksi (ton/ ha) komoditas hortikultura seluruh
Kabupaten di Muaro Jambi tahun 2007. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut:

Xij / Xi .
LQij =
X . j / X ..
Dimana:
LQij : Indeks kuosien lokasi kecamatan i untuk komoditas j.
Xij : Produksi/luas tanam masing-masing komoditas j di kecamatan i.
Xi : Produksi/ luas tanam total di kecamatan i.
X.j : Produksi/ luas tanam total komoditas j di Kab. Muaro Jambi.
X.. : Produksi/ luas tanam total seluruh komoditas di Kab Muaro Jambi.

Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis adalah jika nilai
indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ≥1), maka sektor tersebut
merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1),
berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan
perekonomian wilayah Kabupaten Muaro Jambi.

Shift Share Analysis (SSA)

Shift Share Analysis merupakan salah satu dari banyak teknik analisis untuk
memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu yang
dibandingkan dengan suatu referensi (cakupan wilayah yang lebih luas) dalam
dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga
menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di
suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah
lebih luas.
20

Dari hasil analisis SSA diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu


wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis,
yaitu :
1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini
menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang
menunjukkan dinamika total wilayah.
2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift).
Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif,
dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang
menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah.
3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini
menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas
tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut
dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/
ketakunggulan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap
aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis SSA adalah sebagai
berikut :

 X ..   X X ..   X X 
= − 1 +  + 
( t 1) i ( t 1) ( t 1) ij ( t1) i ( t 1)
SSA − −
 X ..   X X ..   X X 
 (t 0)   i (t 0) (t 0)   ij ( t 0 ) i (t 0) 

a b c
dimana : a = komponen share
b = komponen proportional shift
c = komponen differential shift, dan
X.. = Nilai total aktivitas dalam total wilayah
X.i = Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah
Xij = Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu
t1 = titik tahun akhir
t0 = titik tahun awal

Metode analisis SSA pada penelitian ini menggunakan data produksi


komoditas hortikultura Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi Jambi. Data yang
digunakan menggunakan dua titik waktu, yaitu tahun 2000 dan 2007.
21

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan proses analisis yang


digunakan untuk mengorganisasikan informasi dan penilaian dalam memilih
alternatif yang paling disukai. Suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu
kerangka berfikir ang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan
untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Saaty 1986).
Menurut Marimin (2004), prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu
persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-
bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap
variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut
secara relatif yang dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai
pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel
yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada
system tersebut. Adapun ide dasar prinsip kerja AHP adalah:

1. Penyusunan Hirarki

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu


kriteria dan alternatif yang kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Adapun
dalam hal ini yang dlakukan adalah melihat persepsi dan preferensi masyarakat
dan pemerintah mengenai komoditas yang prioritas untuk dikembangkan di
Kabupaten Muaro Jambi. Dengan kata lain untuk melihat apakah komoditas duku
sesuai dengan preferensi masyarakat untuk dikembangkan.
Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah potensi biofisik,
potensi ekonomi, dan aspek sosial masyarakat. Alternatif komoditas yang
ditawarkan adalah Duku, Durian, Jeruk, Nenas dan Sawo. Hirarki penentuan
komoditas prioritas pengembangan berdasarkan persepsi masyarakat disajikan
pada Gambar 2.

2. Penilaian Kriteria dan Alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut


Saaty (1986), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik
dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala
22

perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai perbandingan A dengan B


adalah 1 (satu) dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A.

Pemilihan Komoditas
Prioritas Pengembangan

Potensi Biofisik Potensi Ekonomi Sosial Masy.

Duku Durian Jeruk Nenas Sawo

Gambar 2 Hirarki untuk memilih komoditas prioritas pengembangan

Tabel 8 Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif Menurut Saaty (1986).


Nilai Keterangan
1 Kriteria/ Alternatif A sama penting dengan kriteria/ alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 Mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

3. Penentuan Prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan


berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian
diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai
dengan penilaian (judgement) yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot
dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau
melalui penyelesaian persamaan matematik

4. Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara


konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Pernyataan dari responden akan
diuji konsistensinya dengan nilai consistency ratio (CR). Pernyataan responden
akan dinyatakan konsisten jika nilai CR tidak lebih dari 0,10.
23

Pengumpulan data dalam kajian ini menggunakan wawancara dengan memakai


kuisioner. Responden dalam kajian ini adalah para pakar atau dalam hal ini pihak
yang banyak terkait dengan pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi.
Penentuan pakar sebagai responden dilakukan berdasarkan kriteria: 1) memiliki
keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti; 2) memiliki
reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang yang diteliti; 3)
memiliki pengalaman dalam bidang kajian tersebut. Responden tersebut
berjumlah 11 orang dengan rincian seperti yang disajikan pada Tabel 9. Dalam
penelitian ini, Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak MS Excel (Marimin, 2004; Widodo, 2006).

Tabel 9 Rincian Jumlah Responden


No Kriteria Pakar Asal Institusi/Lembaga dan Bidang Jumlah
Keahlian Responden
1 Akademisi - PTN dan PTS 2
2 Kedudukan/ - Bappeda 2
Jabatan - Dinas Pertanian Tanaman Pangan 2
dan Hortikultura
3 Pengalaman - LSM 2
- Tokoh Masyarakat 3
Jumlah 11

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan duku menggunakan kriteria FAO dalam


Framework of Land Evaluation (FAO, 1976). Kelas kesesuaian lahan dibagi
menjadi empat kelas, yaitu S1 (sesuai), S2 (cukup sesuai), S3 (sesuai marginal)
dan N (tidak sesuai).
Analisis diawali dengan melakukan overlay dan kompilasi/ pemaduan peta
LREP I, peta lereng (peta LREP I) dan peta administrasi menggunakan program
ArcView. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membuat satuan lahan homogen.
Kemudian dilakukan pemaduan data/ informasi penunjang geofisik lahan,
sehingga diperoleh informasi kualitas lahan. Selanjutnya dilakukan analisis
kesesuaian lahan untuk tanaman duku, yaitu dengan mencocokkan/matching
antara kualitas lahan dengan kriteria kebutuhan tanaman duku, sehingga
dihasilkan peta kesesuaian lahan untuk tanaman duku di Kabupaten Muaro Jambi.
24

Analisis Sosial dan Ekonomi

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Duku

Menurut Kadariah (1999), analisis finansial adalah suatu kegiatan usaha


yang dilihat dari sudut pandang para pelaku usaha, orang/ badan yang
menanamkan modal dan berkepentingan langsung dalam kegiatan yang
diusahakan. Analisis finansial penting artinya dalam memperhitungkan insentif
bagi para pelaku usaha. Sebab suatu usaha akan bermakna apabila memberikan
manfaat/keuntungan bagi para pelakunya.
Analisis kelayakan finansial usaha duku dilakukan dengan menggunakan
metode penghitungan nilai NPV, IRR, B/C ratio dan melakukan analisis margin
tata niaga komoditas duku. Gabungan antara data primer dan sekunder dilakukan
untuk melihat prospek dari pengembangan komoditas duku di Kabupaten Muaro
Jambi. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial dan
ekonomi usaha duku adalah antara lain:

a. et Present Value (PV)

Net Present Value (NPV) atau nilai tambah adalah nilai sekarang dari arus
pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Metode ini
menghitung selisih antara manfaat/penerimaan dengan biaya/pengeluaran.
Perhitungan diukur dengan nilai uang sekarang (at present value) dengan
n
( Bt − Ct )
rumus: PV = ∑
t =1 (1 + i ) t
Dimana:
Bt = Penerimaan kotor dari usaha tani duku pada tahun ke t;
Ct = Biaya kotor dalam usaha tani duku pada tahun ke t;
n = Umur ekonomis tanaman duku;
i = Discount rate;
t = periode (1,2,3,...,n)

Kriteria yang digunakan adalah apabila:


a. nilai NPV > 0, maka komoditi duku layak untuk dikembangkan.
b. nilai NPV < 0, maka komoditi duku tidak layak untuk dikembangkan.
c. Nilai NPV = 0, maka pengembangan komoditi duku baru mencapai
break even point (impas).
25

b. Internal Rate of Return (IRR)

Internal rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menunjukkan
nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau
dengan kata lain, pada tingkat suku bunga berapa NPV sama dengan nol (NPV
= 0). Tingkat suku bunga tersebut adalah tingkat bunga maksimum yang dapat
dibayar oleh suatu kegiatan usaha untuk faktor produksi yang digunakan.
Perhitungan IRR dapat dirumuskan sebagai berikut:
PV '
IRR = i '+ (i"−i ' )
PV '− PV "
dimana:
i’ = nilai percobaan pertama untuk discount rate;
i” = nilai percobaan kedua untuk discount rate;
NPV’ = nilai percobaan pertama untuk NPV;
NPV” = nilai percobaan kedua untuk NPV.

Kriteria yang digunakan adalah apabila:


a. Nilai IRR > 1; maka komoditas duku layak untuk dikembangkan.
b. Nilai IRR < 1; maka komoditas duku tidak layak untuk dikembangkan.
c. Nilai IRR = 0; maka pengembangan duku mencapai break even point
(impas).

c. et Benefit Cost Ratio (et B/C Ratio)

et Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah nilai perbandingan antara nilai
manfaat bersih dengan biaya bersih yang diperhitungkan nilainya saat ini. Net
B/C dengan menggunakan rumus:
n
∑ B t /(1 + i) t
B/C = t = 1
n
∑ C t /(1 + i) t
t = 1

Dimana:
Bt = penerimaan kotor usaha tani duku pada tahun ke t;
Ct = Biaya kotor dalam usaha tani duku pada tahun ke t;
n = Umur ekonomis duku;
i = discount rate;

Kriteria yang digunakan adalah apabila :


a. nilai B/C>1, maka komoditi duku layak untuk dikembangkan.
b. nilai B/C<1, maka komoditi duku tidak layak untuk dikembangkan.
26

c. Nilai B/C = 1, maka pengembangan komoditi duku baru mencapai


break even point (impas).

Analisis Kelembagaan

Analisis kelembagaan dan pemasaran dilakukan berdasarkan data primer


yang merupakan hasil wawancara dengan responden. Analisis dilakukan dengan
metode deskriptif kualitatif, dan sebagai pendukungnya adalah analisis kelayakan
finansial dan analisis margin tata niaga. Kajian sistem kelembagaan dalam
pengembangan duku dilakukan dengan menganalisis secara deskripsi sistem
kelembagaan yang telah ada saat ini.

Analisis Margin Tata iaga

Margin tata niaga adalah perbedaan harga di tingkat produsen (harga beli)
dengan harga di tingkat konsumen (harga jual). Margin tata niaga secara
matematis dirumuskan sebagai berikut (Azzaino, 1981 dalam Elieser, 2005):
Mi = Pri - Pfi -1
Dimana:
Mi = Margin tata niaga pada setiap kelembagaan tata niaga.
Pri = Harga yang diterima oleh lembaga pemasaran yang terakhir.
Pfi-1 = Harga yang diterima oleh lembaga pemasaran yang sebelumnya.

Hasil kajian indikasi sektor prioritas pengembangan dan Analytical


Hierarchy Process (AHP) akan melihat secara lebih jelas posisi komoditas duku
sebagai komoditas unggulan daerah yang patut dikembangkan. Berdasarkan
analisis-analisis kuantitatif yang dilakukan diperoleh berbagai informasi tingkat
kelayakan ekonomi sebagai parameter ekonomi dalam pengembangan duku.
Analisis kualitatif kelembagaan digunakan sebagai parameter sosial masyarakat
terkait pengembangan duku.
Salah satu analisis kualitatif, yaitu analisis kesesuaian lahan yang
menghasilkan peta kesesuaian lahan. Selanjutnya peta ini disesuaikan dengan peta
arahan pemanfaatan ruang dari RTRW Kabupaten Muaro Jambi untuk 2006-2015
sehingga diperoleh peta potensi lahan untuk pengembangan duku sesuai rencana
arahan pemanfaatan ruang Kabupaten Muaro Jambi. Hasil analisis ekonomi, hasil
kajian sosial dan peta potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan duku
27

kembali dianalisis secara bersama melalui analisis SWOT untuk menyusun


strategi.
Adapun tahapan pelaksanaan dari penelitian ini dapat dituangkan dalam
diagram alir rencana penelitian yang disajikan pada Gambar 3.

Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk


merumuskan strategi pengembangan suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis
selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan yang
dilakukan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus
menganalisis faktor-faktor strategis dari daerah (kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis
Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT
(Rangkuti, 1997). Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh pemerintah daerah/ perusahaan
dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
Menurut Iskandarini (2002), proses penyusunan strategi dengan metode
SWOT dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis
dan tahap keputusan. Tahap akhir analisis kasus adalah memformulasikan
keputusan yang akan diambil. Keputusannya didasarkan atas justifikasi yang
dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif. Proses penyusunan perencanaan
strategis dapat dilihat pada kerangka formulasi yang tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10 Kerangka formulasi strategis


1. TAHAP MASUKAN
Matrik Evaluasi Matrik Evaluasi
Faktor Eksternal Faktor Internal
2. TAHAP ANALISIS/PENCOCOKAN
Matrik Matrik internal
TOWS eksternal
3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Matrik perencanaan strategis kuantitatif
(Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM))
28

Data Produksi Hortikultura Buah-Buahan


Kabupaten Muaro Jambi

Analisis
Komoditas
Prioritas
Pengembangan

Analisis Biofisik Analisis Analisis Sosial Ekonomi


Wilayah Persepsi &
Preferensi
Masyarakat
Analisis kelayakan
Peta LREP I finansial,
Peta Admnistrasi kelembagaan, tata
Peta RTRW Persepsi &
Preferensi niaga
Peta Land Use
Masy. Thd
Komoditas
Duku
Overlay Hasil analisis
/Kompilasi/pemaduan sosial ekonomi
dan Potensi
Ekonomi
Potensi lahan untuk
pengembangan duku

Kualitas lahan

Analisis Syarat Tumbuh


Kesesuaian Lahan tanaman duku

Peta kesesuaian
lahan untuk Duku

Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Duku di


Kabupaten Muaro Jambi

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian.


29

Menurut Rangkuti (1997), tahap masukan atau tahap pengumpulan data,


merupakan tahap klasifikasi dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan
menjadi 2, yaitu data sebagai faktor eksternal dan data sebagai faktor internal
yang mempengaruhi usaha pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi. Data
yang merupakan faktor ekternal diperoleh dengan melakukan analisis terhadap
lingkungan seperti analisis pasar, analisis kebijakan pemerintah, analisis
competitor, sedangkan analisis faktor internal meliputi analisis sosial, analisis
sumberdaya/ modal dan analisis kegiatan operasional. Hasil analisis faktor
eksternal dan internal ini selanjutnya dibuat sebagai suatu matrik, yaitu matrik
faktor strategi eksternal (EFAS = External Factor Analysis Strategic) dan matrik
faktor strategi internal (IFAS = Internal Factor Analysis Strategic).
Langkah menentukan faktor strategi eksternal adalah sebagai berikut :
1. Menyusun 5 sampai dengan 10 hasil inventarisasi faktor peluang dan ancaman
dalam kolom 1. Apabila hasil inventarisasi lebih dari 10, dilakukan skoring
dan dipilih yang memiliki nilai 10 terbesar.
2. Memberikan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Pembobotan dilakukan
berdasarkan hasil kesepakatan/wawancara dari responden. Jumlah
pembobotan adalah 1,0.
3. Menghitung rating untuk masing-msing faktor pada kolom 3, dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi pengembangan duku di
Kabupaten Muaro Jambi. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat
positif (peluang yang semakin besar diberi rating 4, tetapi jika peluangnya
kecil diberikan rating 1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya.
Ancaman yang sangat besar diberikan rating 1 dan bila nilai ancamannya
kecil, maka nilai rating yang diberikan adalah 4.
4. Menghitung nilai faktor (skor) pembobotan, yaitu dengan mengalikan bobot
pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh skor untuk
semua critical succes factors.
5. Menjumlahkan skor pembobotan untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi.
30

Selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan analisis faktor internal strategis,
yaitu faktor kekuatan dan kelemahan Kabupaten Muaro Jambi dalam upaya
pengembangan duku.
Setelah matrik strategi faktor internal dan eksternal dibuat, langkah
berikutnya adalah tahap pencocokan dengan matrik TOWS atau SWOT. Tabel 11
adalah matrik TOWS (SWOT) yang disusun berdasarkan hasil analisis faktor
internal dan eksternal matrik.
Dari hasil analisis faktor internal dan faktor eksternal, diperoleh 4 tipe
strategi, yaitu Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST dan Strategi WT.
1. SO strategies, menggunakan kekuatan internal untuk meraih dan
memanfaatkan peluang-peluang yang ada
2. WO strategies, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan
memanfaatkan peluang yang ada.
3. ST strategies, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman.
4. WT strategies, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk
mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari ancaman-
ancaman lingkungan.
Tahap berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan (decisions stage).
Langkah ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih
yang mungkin diimplementasikan. Teknik analisis yang dipakai adalah Quantitatif
Strategic Planning Matrix (QSPM), yaitu teknik untuk menunjukkan pilihan
strategi alternatif yang paling baik untuk dipilih. QSPM menggunakan input dari
hasil analisis faktor internal dan eksternal serta hasil analisis matching stage
dengan SWOT. QSPM digunakan untuk mengevaluasi pilihan strategi alternatif
secara obyektif, berdasarkan faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi
sebelumnya.
31

Tabel 11 Matrik TOWS (SWOT)


STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)
IFAS * Tentukan 5-10 faktor *Tentukan 5-10 faktor
kekuatan internal kelemahan internal
EFAS
OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO
*Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
peluang eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan untuk memanfaatkan
peluang peluang
THREATS(T) STRATEGI ST STRATEGI WT
*Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
ancaman eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman dan menghindari ancaman

Adapun tahap pelaksanaan teknik analisis QSPM adalah sebagai berikut:


1. Membuat daftar external opportunities/threats dan internal strenghts/
weakness di kolom sebelah kiri QSPM. Informasi ini diambil langsung dari
EFAS dan IFAS matrix (analisis strategi faktor internal dan eksternal) dengan
masing-masing minimal 10 faktor, diletakkan pada kolom 1.
2. Memberikan nilai rating masing-masing faktor (nilai sama dengan EFAS dan
IFAS matrik) yang diletakkan pada kolom 2.
3. Meneliti strategi yang telah dipilih dalam tahap 2 (matching stage, dengan
SWOT) dan identifikasi strategi yang dipertimbangkan pelaksanaannya.
Letakkan strategi di bagian atas tabel QSPM.
4. Menetapkan Attractiveness Score (AS), yaitu sebuah angka yang
menunjukkan relative attractiveness untuk masing-masing strategi yang
terpilih. Dari masing-masing faktor ditentukan nilainya berdasarkan
bagaimana perannya dalam proses pemilihan strategi. Setiap faktor memiliki
AS yang menunjukkan relative attractiveness dari satu strategi dengan strategi
lainnya. Batasan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 =
secara logis menarik, 4 = sangat menarik. Jika peran dari suatu faktor kecil,
maka hal ini menunjukkan bahwa masing-masing faktor tersebut tidak
memiliki peran pada pilihan spesifik yang sedang dibuat. AS diletakkan pada
kolom 1 masing-masing strategi.
5. Menghitung Total Attractiveness Score (TAS). Total Attractiveness Score ini
diperoleh dari hasil perkalian rating dengan AS masing-masing strategi dan
32

diletakkan pada kolom 2 masing-masing strategi. Angka TAS menunjukkan


relative attractiveness dari masing-masing strategi.
6. Menjumlahkan semua nilai Total Attractiveness Score (TAS) pada masing-
masing kolom strategi tabel QSPM. Dari beberapa nilai TAS yang didapat,
nilai TAS dari alternatif strategi terbesar menunjukkan bahwa alternatif
strategi ini menjadi pilihan utama dan nilai TAS terkecil menjadi alternatif
pilihan strategi yang akan dilaksanakan.
Secara ringkas, pelaksanaan penelitian ini dapat dirangkum dalam matrik
pada Tabel 12.

Tabel 12 Matrik Rencana Penelitian


Masalah Tujuan Data Metode Output
Apa komoditas Analisis komoditas Produksi dan Analisis LQ Peta sebaran
unggulan hortikultura hortikultura unggulan Luas Tanam dan SSA Komoditas
di Kab. Muaro Jambi? Kab. Muaro Jambi komoditas Unggulan
Hortikultura Kabupaten Muaro
Jambi
Bagaimana Persepsi Menganalisis persepsi Data primer Analytical Persepsi dan
dan preferensi dan peferensi melalui Hierarchy prefesensi
masyarakat serta masyarakat terhadap pengisian Process masyarakat dan
pemerintah terhadap pengembangan duku kuesioner dan (AHP) pemerintah
pengembangan duku? wawancara terhadap
pengembangan
duku
Bagaimana potensi fisik Menganalisis potensi Peta lereng Analisis Peta kesesuaian
lahan untuk geofisik lahan untuk (LREP I), peta kesesuaian lahan
pengembangan duku? pengembangan duku administrasi, lahan
LREP I
Bagaimana prospek Menganalisis secara Data primer Analisis Prospek ekonomi
ekonomi duku? ekonomi prospek melalui ekonomi duku
pengembangan duku pengisian NPV, IRR,
kuesioner dan B/C Ratio
wawancara
Bagaimana sistem Menganalisis - Data primer Diskriptif Kajian sistem
kelembagaan dan sistem pengembangan sistem melalui kualitatif dan kelembagaan dan
pemasaran? kelembagaan dan pengisian Kuantitatif pemasaran
pemasaran kuesioner (Analisis
dan Margin Tata
wawancara. Niaga)
- Data sarana/
prasarana
Bagaimana strategi Menyusun strategi Faktor kekuatan Analisis Strategi
pengembangan duku di pengembangan duku (Strengths) dan SWOT pengemba-ngan
Muaro Jambi? peluang duku di
(Opportunities), Kabupaten
kelemahan Muaro Jambi
(Weaknesses)
dan ancaman
(Threats).
33

KEADAA UMUM DAERAH PEELITIA

Posisi Geografi Wilayah Kabupaten Muaro Jambi

Kabupaten Muaro Jambi secara geografis terletak pada koordinat 1o 15’ – 2o


01’ Lintang Selatan dan 103o 15’ – 104o 30’ Bujur Timur. Secara administrasi
berbatasan di:
1. Sebelah utara dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur
2. Sebelah timur dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur
3. Sebelah selatan dengan Propinsi Sumatera Selatan
4. Sebelah barat dengan Kabupaten Batanghari
Posisi Kabupaten Muaro Jambi dalam skala dan orientasi Provinsi Jambi
disajikan pada Gambar 4.

Administrasi Wilayah

Kabupaten Muaro Jambi merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jambi,


memiliki luas 5.246 km2 atau 10,29 % dari luas wilayah Propinsi Jambi (Gambar
4). Resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 berdasarkan Undang-Undang
Nomor 54 Tahun 1999 sebagai pemekaran dari Kabupaten Batanghari. Pemekaran
ini bertujuan untuk mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam
pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah
(Baperlitbangda, 2005).
Awalnya kabupaten Muaro Jambi terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan
Jambi Luar Kota, Mestong, Sekernan, Kumpeh Ulu, Maro Sebo, Kumpeh, dan
Sungai Bahar. Kemudian pada tahun 2006 berdasarkan Perda No. 12/2006 tentang
pemekaran kecamatan maka terbentuklah satu kecamatan baru yaitu Kecamatan
Sungai Gelam, yang merupakan hasil pemekaran dari dua kecamatan yaitu
kecamatan Kumpeh Ulu dan Mestong.
34

Gambar 4 Peta Administrasi Kabupaten Muaro Jambi


35

Saat ini Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan, 5


kelurahan dan 131 desa (Tabel 13).

Tabel 13 Jumlah desa, kelurahan, dan luasan wilayah kecamatan di Kabupaten


Muaro Jambi Tahun 2007
Kecamatan Desa Kelurahan Luas wilayah (km2)
1. Mestong 13 1 461,95
2. Sungai Bahar 24 - 618,50
3. Kumpeh Ulu 17 - 405,88
4. Kumpeh 16 1 1.678,94
5. Maro Sebo 20 1 598,89
6. Jambi Luar Kota 15 1 335,11
7. Sekernan 15 1 517,77
8. Sungai Gelam 11 - 628,96
Jumlah 131 5 5.246
Sumber : Kabupaten Muaro Jambi dalam Angka 2008.

Kondisi Fisik Wilayah

Lereng

Wilayah Kabupaten Muaro Jambi memiliki tingkat kemiringan lereng


bervariasi antara < 3% - > 16 %. Kondisi topografi Kabupaten Muaro Jambi
bervariasi mulai dari datar, datar-berombak, berombak, berombak – begelombang,
bergelombang, dan berbukit kecil. Pembagian topografi (bentuk wilayah) di
Kabupaten Muaro Jambi didasarkan pada data lereng pada peta satuan lahan dan
tanah LREP I Sumatera Lembar Jambi (1014) tahun 1990. Dari data tersebut
kemiringan tanah dibagi ke dalam 6 kelas yaitu:
a. Daerah datar dengan lereng < 3%
b. Daerah datar - berombak dengan lereng 0 – 8%
c. Daerah berombak dengan lereng 3 – 8%
d. Daerah berombak - bergelombang dengan lereng 3 – 16%
e. Daerah bergelombang dengan lereng 8 – 16%
f. Daerah berbukit kecil dengan lereng > 16%
Kabupaten Muaro Jambi didominasi oleh daerah datar dengan kemiringan
lereng < 3%, yaitu seluas 338.378,8 Ha atau 64,5% wilayah Kabupaten Muaro
Jambi dan tersebar di seluruh wilayah kabupaten. Daerah datar-berombak dengan
kemiringan 0 – 8% seluas 71.587,5 Ha atau 13,65% dari total luas wilayah. Selain
36

itu fisiografi berombak dengan lereng 3 – 8 % menempati luas sekitar 49.731,1 Ha


atau 9,48% dari luas Kabupaten Muaro Jambi. Selebihnya merupakan wilayah
dengan lereng 3 – 16% dengan luas 27.749,3 Ha atau 5,29%, lereng 8 – 16%
dengan luas 18.268,6 Ha atau 3,48% dan lereng > 16% seluas 18.884,7 Ha atau
3,6% yang hanya terdapat pada sebagian wilayah Kabupaten Muaro Jambi (Tabel
14).

Tabel 14 Sebaran kelas lereng di Kabupaten Muaro Jambi (Ha)


No Kecamatan < 3% 0- 8% 3-8 % 3-16 % 8-16 % >16 %
1 Jambi Luar Kota 6.653,4 16.931,0 9.607,1 - 319,5 -
2 Kumpeh 167.894,0 - - - - -
3 Kumpeh Ulu 40.588,0 - - - - -
4 Maro Sebo 59.889,0 - - - - -
5 Mestong 2.622,7 26.190,2 13.590,3 - 3.791,8 -
6 Sekernan 10.067,6 768,1 8.825,5 8.986,4 6.587,8 16.541,6
7 Sungai Bahar 3.333,5 12.132,7 17.708,2 18.762,9 7.569,5 2.343,2
8 Sungai Gelam 47.330,5 15.565,5 - - - -
Jumlah 338.378,8 71.587,5 49.731,1 27.749,3 18.268,6 18.884,7
Sumber : Hasil Analisis.

Tanah

Kabupaten Muaro Jambi memiliki 5 (lima) jenis tanah yaitu Entisol,


Histosol, Inceptisol, Oxisol, dan Ultisol. Pada dasarnya jenis tanah di Kabupaten
Muaro Jambi dapat digolongkan atas dua kelompok yaitu Zonal dan Azonal. Jenis
tanah Zonal seperti Ultisol dan Oxisol adalah tanah yang telah mengalami
perkembangan profil yang lebih sempurna. Sedangkan yang termasuk kelompok
Azonal yaitu tanah Entisol, Histosol, Inceptisol adalah tanah-tanah yang masih
mengalami proses lanjutan sehingga terlihat dari perkembangan profilnya yang
belum sempurna (Gambar 5).
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa yang jenis tanah terluas di wilayah
Kabupaten Muaro Jambi adalah tanah Histosol yaitu sekitar 233.833,5 Ha atau
44,6% dari luas wilayah, namun tidak terdapat pada semua kecamatan. Sebaran
terluas kedua yaitu tanah dari ordo Inceptisol yaitu sekitar 115.282,6 Ha atau 22%
dari luas wilayah, dan terdapat pada semua kecamatan. Ordo yang lain berturut-
turut memiliki sebaran bervariasi yaitu ordo Oxisol 91.021 Ha atau 17,4%, ordo
37

Ultisol 71.367,5 ha atau 13,6% dan yang terkecil ordo Entisol sebesar 13.095,3 Ha
atau 2,5%.

Tabel 15 Sebaran Jenis Tanah di Kabupaten Muaro Jambi (Ha)


No Kecamatan Entisol Histosol Inceptisol Oxisol Ultisol
1 Jambi Luar Kota - 321,7 23.262,8 9.926,6 -
2 Kumpeh 7.992,9 146.119,8 13.466,1 - 315,3
3 Kumpeh Ulu - 25.766,8 14.622,3 - 198,9
4 Maro Sebo 2.326,3 40.498,4 13.423,0 3.641,2 -
5 Mestong 1.371,0 - 24.914,8 17.382,1 2.527,1
6 Sekernan - 2.971,2 5.175,7 26.562,0 17.068,1
7 Sungai Bahar 1.245,0 - 4.852,4 33.509,2 22.243,4
8 Sungai Gelam 160,1 18.155,6 15.565,5 - 29.014,8
Jumlah 13.095,3 233.833,5 115.282,6 91.021,0 71.367,5
Sumber : Hasil Analisis.

Great Group tanah Histosol di Kabupaten Muaro Jambi adalah tanah


Tropohemist, yaitu tanah yang memiliki bahan organik hemik (tingkat
dekomposisi sedang dominan (lebih 2/3) pada lapisan bawah (bahan fibrik 1/2 -
2/3) dan memiliki regim suhu tanah iso (Munir, 1996).
Tanah Inceptisol di Kabupaten Muaro Jambi didominasi oleh great group
Dystropept (tanah yang relatif muda baru mulai berkembang, kurang subur karena
kandungan basa rendah dan terjadi di daerah tropis), Tropaquept (tanah yang
relatif muda baru mulai berkembang, dengan drainase kurang baik/tergenang dan
terjadi di daerah tropik) dan Eutropept (tanah yang relatif muda baru mulai
berkembang, subur karena kandungan basa tinggi dan terjadi di daerah tropis)
(Dharmawijaya, 1992).
Menurut Hardjowigeno (1987) ordo Oxisol merupakan tanah tua yang
memiliki kandungan liat tinggi namun tidak aktif sehingga KTKnya rendah (< 16
me/100 g liat). Banyak mengandung oksida-oksida besi dan atau oksida Al. Di
Kabupaten Muaro Jambi sebaran great group yang utama adalah Hapludox dan
Haploperox.
38

Gambar 5 Peta sebaran jenis tanah di Kabupaten Muaro Jambi


39

Tanah Ultisol yang ada di wilayah ini didominasi oleh great group
Hapludults dan Kandiudult. Ultisol telah mengalami proses pelapukan lanjut
melalui proses luxiviasi dan podsolisasi. Tanah ini ditandai oleh kejenuhan basa
rendah (kurang dari 35% pada kedalaman 1,8 m), kapasitas tukar kation rendah
(kurang dari 24 me per 100 gram liat), bahan organik rendah sampai sedang,
nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5) (Munir 1996).
Entisol merupakan jenis tanah dengan luasan terkecil yang ada di Kabupaten
Muaro Jambi. Tanah ini termasuk jenis tanah muda sama seperti Inceptisol, yaitu
masih dalam tingkat permulaan dalam perkembangannya. Tidak ada horizon
penciri lain kecuali epipedon Ochrik, Albik atau Histik (Hardjowigeno, 1987).
Great group yang mendominasi jenis tanah ini adalah Sulfaquent dan
Tropofluvent.

Sistem Budidaya Duku

Komoditas duku belum menjadi pilihan usaha pertanian primer bagi


masyarakat Kabupaten Muaro Jambi. Usaha pertanian primer saat ini masih
terpaku pada komoditas perkebunan seperti karet dan kelapa sawit serta
komoditas tanaman pangan seperti padi ladang atau sawah. Walaupun karet
merupakan komoditas primadona, tetapi dalam pengusahaannya petani belum
menerapkan teknik budidaya dan pengolahan hasil yang syarat dengan teknologi.
Usaha ini masih merupakan usaha pertanian tradisional sehingga kebun karet
rakyat lebih mirip dengan hutan karet. Bisa dianggap pengelolaan usaha tani yang
telah menerapkan sistem budidaya yang baik adalah kelapa sawit, karena biasanya
bermitra dengan perusahaan dengan sistem bagi hasil.
Seperti halnya usaha karet, pertanaman duku dalam budidaya masih sangat
konvensional, bahkan tanpa dibudidayakan secara benar dan intensif. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan petani bahwa dalam
pengelolaan tanaman duku/ kebun duku tidak diberi input (tanpa pemupukan).
Usaha penyiangan hanya dilakukan dengan pembersihan (tebas) gulma yang ada
di bawah pohon dan sekitar pohon duku. Kegiatan ini hanya dilakukan bila
tanaman mulai berbunga sampai berbuah. Setelah masa panen selesai tidak
dilakukan lagi perawatan terhadap tanaman duku.
40

Tanaman ini umumnya ditanam di pekarangan, di sebagian ladang/ huma,


sebagian kebun dan lahan terlantar. Kebanyakan tanaman ini tumbuh tidak
terpelihara, hanya diperhatikan pada saat akan panen. Duku yang saat ini telah
berproduksi optimal adalah tanaman yang telah turun menurun dan merupakan
tanaman warisan dari orang tua terdahulu dengan umur lebih dari 20 tahun.
Tanaman duku merupakan tanaman yang membutuhkan naungan pada awal
pertumbuhannya sehingga memerlukan tanaman pelindung. Karena itu banyak
tanaman duku yang hidup liar ataupun sengaja ditanam antara tanaman lain seperti
durian, pisang, kelapa dan karet yang biasanya berupa kebun campuran
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.

duku

Gambar 6 Tanaman duku di dalam kebun campuran.

Disamping tumbuh di hutan-hutan, tanaman duku juga dibudidayakan di


kebun dan pekarangan (Gambar 7). Di Kabupaten Muaro Jambi khususnya di
daerah sentra duku yaitu dikecamatan Kumpeh, Maro Sebo, Mestong dan
Kumpeh Ulu, rata-rata setiap pekarangan memiliki tanaman duku 4-10 batang
yang telah berumur lebih 20 tahun.
Sistem produksi komoditas buah dan sayur di daerah sentra produksi
umumnya masih dicirikan oleh orientasi bahan mentah pertanian bernilai tambah
rendah (belum berorientasi pada produk akhir yang bernilai tambah tinggi)
(Saptana et al., 2006). Masih terbatasnya sumber dan penerapan teknologi, baik
teknologi pembibitan, budidaya serta panen dan pasca panen menyebabkan belum
terjaminnya jumlah, kualitas dan kontinyuitas produk.
41

Saat ini duku telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas unggulan
Kabupaten Muaro Jambi, sehingga untuk pengembangannya perlu dilakukan
melalui berbagai upaya termasuk mencari potensi lahan yang sesuai untuk
pertumbuhan duku. Pemerintah daerah telah berupaya untuk mengembangkan
duku ini melalui berbagai program, diantaranya pelatihan pembibitan bagi petani
duku. Pada tahun 2006 Kabupaten Muaro Jambi tercatat mempunyai populasi
duku sebanyak 114.538 pohon, 66.621 pohon diantaranya sudah menghasilkan
dengan produksi sekitar 12.738 ton. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan populasi
yang cukup tinggi yaitu menjadi 119.100 pohon namun produksinya hanya 9.251
ton dikarenakan hanya 38.590 pohon yang menghasilkan. Tahun 2008 jumlah
populasi sedikit menurun dibanding sebelumnya, namun terjadi peningkatan pada
luas panen. Populasi duku sampai tahun 2008 di tiap kecamatan disajikan pada
Tabel 16.

duku

Gambar 7 Duku yang ditanam di pekarangan.

Berdasarkan sebaran populasi tanaman duku (Gambar 8), daerah yang bisa
digolongkan sebagai sentra produksi duku di Kabupaten Muaro Jambi adalah
wilayah Kecamatan Kumpeh Ulu, Kumpeh, Maro Sebo. Wilayah Kecamatan
Sungai Gelam, Sekernan, Jambi Luar Kota dan Mestong bisa dikategorikan
sebagai daerah penyangga dan potensial, karena banyaknya populasi tanaman
muda yang telah mulai berkembang dengan lokasi yang berdekatan. Kedepan,
sesuai dengan potensi lahan tersedia dan preferensi masyarakat, sebaran daerah
sentra produksi tersebut bisa berubah.
42

Perbaikan sistem budidaya duku adalah salah satu kegiatan yang dilakukan
yaitu dengan memberikan kesadaran akan tingginya nilai ekonomi buah duku
kepada masyarakat yang disertai dengan merubah pola dan tingkah laku petani
dalam membudidayakan duku merupakan langkah awal memperbaiki kuantitas
dan kualitas produksi duku. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah dengan
memberikan bantuan pelatihan dan agro-input seperti bibit dan pupuk. Introduksi
cara-cara yang baik untuk peningkatan hasil kebun rakyat seperti penjarangan
pohon (mengatur jarak pohon duku dengan pohon yang lain) belum dilakukan.

Tabel 16 Populasi dan produksi komoditas duku di Kabupaten Muaro Jambi


berdasarkan daerah penyebaran, keadaan tahun 2008
No Kecamatan Populasi (pohon) Luas Panen (pohon) Produksi (ton)
1 Sekernan 1.831 1.451 268,5
2 Maro Sebo 19.390 10.975 1.500
3 Jambi Luar Kota 4.740 4.524 756
4 Mestong 6.674 6.557 55
5 Sungai Bahar 70 70 0
6 Sungai Gelam 16.604 8.679 698
7 Kumpeh Ulu 36.197 31.175 5.678
8 Kumpeh 33.135 22.705 2.808,8
Jumlah 118.641 86.136 11.764,3
Tahun 2007 119.100 38.590 9.251
Tahun 2006 114.538 66.621 12.738
Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Muaro Jambi, 2008

Ketersediaan bibit yang berkualitas juga masih sangat terbatas. Berdasarkan


pengamatan di lapangan, di Kabupaten Muaro Jambi hanya terdapat Balai Benih
Hortikultura dan 1 (satu) petani yang berprofesi sebagai penangkar bibit duku
yang berkualitas dengan metode sambung pucuk, yaitu di Kecamatan Kumpeh
Ulu. Bibit yang dihasilkan tersebut dipasok untuk kebutuhan seluruh petani duku
yang ada di Kabupaten Muaro Jambi, bahkan keluar kabupaten dan provinsi.
Dengan produksi bibit yang sangat terbatas, tidak semua petani duku dapat
menggunakan bibit yang berkualitas dalam budidayanya. Seperti diketahui bahwa
duku memiliki masa vegetatif yang lama (8 – 10 tahun), maka sangat disayangkan
jika kuantitas dan kualitas produksi duku tidak optimal akibat dari penggunaan
bibit yang tidak unggul.
43

Pengembangan duku yang dibudidayakan sesuai dengan prosedur standar


operasional budidaya duku adalah harapan ke depan dari program pengembangan
duku di Kabupaten Muaro Jambi. Perkebunan duku dengan luasan ratusan hektar
pada satu hamparan dengan sistem budidaya monokultur sulit dilakukan.
Menjadikan tanaman duku sebagai bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari
dalam sebuah kawasan pengembangan duku adalah alternatif bentuk
pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi.
Dalam sebuah kawasan, tidak tertutup kemungkinan pengembangan duku
dengan sistem budidaya secara polikultur. Sesuai hasil wawancara dengan
responden baik petugas maupun petani duku, membudidayakan duku secara
monokultur sangat tidak menarik dan dianggap rugi, dan petani lebih tertarik
menanam duku secara polikultur atau tumpangsari dengan tanaman lain. Selain
tanaman duku membutuhkan waktu lama untuk berbuah, ada beberapa
keuntungan lain dengan menanam duku pada kebun campuran antara lain :
1. Tanaman duku terlindungi oleh tanaman lain, terutama saat masih kecil karena
tanaman duku memerlukan tanaman pelindung.
2. Tanaman duku memiliki masa tunggu untuk berbuah yang panjang sehingga
saat duku belum atau tidak menghasilkan, maka penerimaan petani dapat
diperoleh dari tanaman lain seperti pisang, petai, durian, karet dan lain-lain.
3. Duku merupakan tanaman buah musiman, yang hanya berbuah 1 (satu) kali
dalam satu tahun, sehingga dengan menanam duku sebagai salah satu
komoditas di kebun campuran, manfaat dari tanaman lain dapat diperoleh.
4. Apabila selama tanaman duku belum dewasa ditanam bersama dengan
tanaman seperti palawija, pisang atau kakao yang dilakukan pemupukan
intensif, maka diharapkan terjadi sharing dalam memanfaatkan pupuk yang
diberikan, sehingga biaya pemupukan duku dapat ditekan.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pembinaan dan kebijakan-
kebijakan untuk perbaikan dalam sistem budidaya khususnya dalam upaya
pembentukan kawasan duku di Kabupaten Muaro Jambi.
44

Gambar 8 Sebaran populasi dan produksi duku tiap kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2008
45

Potensi Sumber Daya Alam

Potensi Lahan

Wilayah Kabupaten Muaro Jambi seluas 5.246 km2 terdiri dari 8 (delapan)
kecamatan, 131 desa dan 5 kelurahan. Wilayah ini memiliki morfologi lahan yang
sangat beragam dan berpotensi luas untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006-2015 telah
ditetapkan pola pemanfaatan ruang berdasarkan kawasan lindung dan budidaya
(Gambar 9).
Kabupaten Muaro Jambi memiliki kawasan budidaya seluas 466.319,5 ha
yang didominasi oleh perkebunan rakyat seluas sekitar 180.126,4 ha, kemudian
oleh perkebunan besar seluas 143.579,2 ha. Kawasan lindung di Kabupaten
Muaro Jambi terdiri dari hutan gambut seluas ± 22.991,7 ha, kemudian taman
nasional berbak seluas 21.846,9 ha dan Taman Hutan Raya (Tahura) Tanjung
seluas 13.441,9 ha. Kesemua kawasan lindung ini merupakan ekosistem lahan
basah yang sangat penting menjadi penyangga kawasan budidaya di Kabupaten
Muaro Jambi. Rincian kawasan budidaya dan kawasan lindung disajikan pada
Tabel 17.
Sampai dengan tahun 2007, wilayah yang telah dimanfaatkan untuk
pengembangan pertanian adalah seluas 220.879 ha, sedangkan potensi lahan yang
ada mencapai 311.474 ha. Dengan demikian ada 90.595 ha belum dimanfaatkan
(Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan, 2008). Luas pemanfaatan lahan
pertanian dan potensinya tiap kecamatan di wilayah Kabupaten Muaro Jambi
disajikan pada Tabel 18.

Iklim

Unsur iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman terutama


adalah curah hujan dan temperatur. Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten
Muaro Jambi berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson merupakan tipe
iklim A, yaitu termasuk daerah sangat basah dengan curah hujan 2500-3000 mm
per tahun. Dalam sepuluh tahun terakhir (tahun 1998 – 2008) rata-rata bulan basah
sebanyak 11 (sepuluh) bulan dan rata-rata bulan kering sebanyak 1(satu) bulan.
Curah hujan rata-rata sebesar 2.369 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata
46

13,5 hari. Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,1 – 27, 6 oC (Data tahun 2003 –
2008).

Tabel 18 Luas potensi lahan (ha) untuk pertanian di Kabupaten Muaro Jambi
tahun 2007
Belum
No Kecamatan Potensi Luas Pemanfaatan
Dimanfaatkan
1 Sekernan 47.855 41.539 6.316
2 Maro Sebo 43.597 24.554 19.043
3 Jambi Luar Kota 30.314 11.004 19.310
4 Mestong 53.669 44.144 9.525
5 Sei Bahar 47.105 40.027 7.078
6 Sungai Gelam n.a n.a n.a
7 Kumpeh Ulu 49.411 38.116 11.295
8 Kumpeh 39.523 21.495 18.028
Jumlah 311.474 220.879 90.595
Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kab. Muaro Jambi, 2008
a. n.a = Data untuk Kecamatan Sungai Gelam belum tersedia
b. Potensi lahan, baik yang telah dimanfaatkan maupun belum dimanfaatkan
meliputi lahan sawah, tegalan/ kebun, ladang/ huma, perkebunan, dan
padang rumput/ pengembalaan.
47

Gambar 9. Peta Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Muaro Jambi


48

Tabel 17 Pola pemanfaatan ruang tiap kecamatan berdasarkan RTRW Kabupaten Muaro Jambi 2006 – 2015

Kecamatan
Pola Tata Ruang Jambi Luar Kumpeh Sungai Sungai Total
Kumpeh Maro Sebo Mestong Sekernan
Kota Ulu Bahar Gelam
Kawasan Budidaya
Budidaya Perikanan - - - 1.986,3 - - - 1.986,3
Industri 3.704,0 - 2.580,5 435,2 1.609,2 - 1.948,6 10.277,7
Hutan Produksi Terbatas - 58.513,1 - - - - 3.842,7 62.355,7
Perkebunan Besar 4.923,1 54,6 6.007,7 - 16.682,9 25.150,6 61.850,0 28.910,4 143.579,2
Perkebunan Besar Lahan Basah - 18.148,1 7.158,7 6.653,0 - - - 31.959,9
Perkebunan Lahan Kering - 892,4 519,5 - - - - 1.411,8
Perkebunan Rakyat 23.077,1 17.693,0 17.138,1 44.807,5 27.902,9 23.900,3 25.607,6 180.126,4
Pertanian Lahan Basah 1.806,8 14.568,7 7.183,5 5.750,6 - 2.726,1 2.586,7 34.622,4
Kawasan Lindung
Taman Hutan Raya - 13.441,9 - - - - - 13.441,9
Taman Nasional - 21.846,9 - - - - - 21.846,9
Hutan Gambut - 22.735,3 - 256,3 - - - 22.991,7
Total 33.511 167.894 40.588 59.889 46.195 51.777 61.850 62.896 524.600
49

Potensi Sumber Daya Manusia

Perkembangan penduduk Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan


peningkatan yang cukup signifikan sesuai dengan letak wilayah yang merupakan
hinterland dari Kota Jambi. Perkembangan penduduk selain disebabkan oleh
pertumbuhan alami juga disebabkan oleh arus migrant, baik yang berasal dari
transmigrasi maupun perpindahan penduduk dari Kota Jambi. Data
Kependudukan yang disajikan pada Muaro Jambi Dalam Angka tahun 2007
menunjukkan jumlah penduduk sebanyak 310.676 Jiwa (Tabel 19). Tingkat
kepadatan penduduk terbesar di Kabupaten Muaro Jambi terdapat di Kecamatan
Jambi Luar Kota, hal ini dikarenakan terdapatnya pusat pendidikan sehingga
kegiatan property (perumahan) lebih cepat berkembang.
Tabel 19 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut
kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2008
Luas Wilayah Jumlah Persentase
Kecamatan Kepadatan
(Km2) Penduduk Sebaran
1. Mestong 461,95 34.333 74,32 11,05
2. Sungai Bahar 618,50 49.731 80,41 16,01
3. Kumpeh Ulu 405,88 35.996 88,69 11,59
4. Kumpeh 1.678,94 23.968 14,28 7,72
5. Maro Sebo 598,89 30.202 50,43 9,72
6. Jambi Luar Kota 335,11 52.884 157,81 17,02
7. Sekernan 517,77 36.431 70,36 11,73
8. Sungai Gelam 628,96 47.131 74,93 15,17
Jumlah 5.246 310.676 59,22 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2008

Sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar sebagai mata


pencaharian bagi penduduk di Kabupaten Muaro Jambi. Sebesar 89,66% dari
jumlah penduduk angkatan kerja bekerja di sektor pertanian (Tabel 19).
Sedangkan jumlah terbesar kedua yaitu yang bekerja disektor perdagangan yaitu
sebesar 5,69%, diikuti bidang kerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sebesar
3,53% dan hanya sebagian kecil yang bekerja sebagai pengrajin (0,9%) dan di
sektor pertambangan (0,22%).
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa bidang pertanian memiliki peran
yang besar dalam penyerapan dan penggunaan tenaga kerja di Kabupaten Muaro
Jambi. Berdasarkan keterampilan dasar masyarakat yang pada umumnya adalah
50

petani, tentunya merupakan potensi besar dalam pengembangan pertanian,


termasuk salah satunya pengembangan tanaman duku.

Tabel 20 Penduduk berdasarkan mata pencaharian di tiap kecamatan tahun 2007


Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Kecamatan
Petani Dagang Pertambangan Pengrajin PNS
Sekernan 7.741 1.233 10 45 518
Maro Sebo 15.573 1.016 - 303 265
Jambi Luar Kota 7.030 1.250 20 - 1.770
Mestong 20.899 1.208 89 130 565
Sungai Bahar 12.171 788 - 173 330
Sungai Gelam 12.536 200 56 52 250
Kumpeh Ulu 12.123 191 79 218 293
Kumpeh 1.533 697 - 123 98
Jumlah 103.707 6.581 253 1.043 4.088
Sumber : BPS Kabupaten Muaro Jambi 2007

Prasarana Penunjang

Kabupaten Muaro Jambi adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jambi


yang sudah cukup berkembang. Hal ini terlihat dengan cepatnya perkembangan
kota dan lokasi pemukiman. Kota dalam hal ini adalah kota sebagai pusat
perekonomian dan juga pusat pemerintahan. Perkembangan fasilitas umum yang
sangat cepat merupakan salah satu indikasi cepatnya perkembangan kabupaten.
Prasarana jalan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi relatif cukup baik.
Jenis kendaraan yang dimiliki oleh masyarakat Muaro Jambi pun sudah sangat
bervariasi. Hal ini sangat terkait dengan prasana jalan yang ada. Pada Tabel 21
disajikan data kondisi prasarana jalan di Kabupaten Muaro Jambi yang ada pada
pada tiap kecamatan pada tahun 2008 sesuai data dari Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Muaro Jambi.
Dari total panjang jalan yang ada di Kabupaten Muaro Jambi, sebesar 239
km atau 18,91% dikelola oleh pemerintah provinsi, sebesar 888,583 km atau
70,31% dikelola oleh pemerintah kabupaten dan sisanya sebesar 136,264 km atau
10,78% dikelola oleh pemerintah desa (Tabel 21).
Prasarana jalan yang membelah wilayah Kabupaten Muaro Jambi dan
merupakan urat nadi transportasi di Pulau Sumatera serta merupakan penghubung
51

Kabupaten Muaro Jambi ke kota-kota lain. Tahun 2008 prasarana ini telah
mengalami peningkatan mutu jalan yang cukup pesat. Kondisi jalan dalam
keadaan baik sampai dengan rusak ringan. Dari total 1.263,847 km, sepanjang
1.221,69 km (96,77%) dalam keadaan baik dan 40,81 km (3,23 %) dalam keadaan
rusak ringan, namun tidak ada yang dalam kondisi rusak sedang maupun berat
(Tabel 22). Contoh kondisi jalan Lintas Timur Sumatera yang berada di wilayah
Kecamatan Sekernan disajikan pada Gambar 10.

Tabel 21 Panjang jalan menurut kecamatan dan pemerintahan yang berwenang


mengelolanya (km) di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2008
Kecamatan Negara Provinsi Kabupaten Desa Jumlah
Mestong - 40 126,983 - 166,983
Sungai Bahar - 30 88,735 94,506 213,241
Kumpeh Ulu - 30 44,019 - 74,019
Sungai Gelam - - 161,377 41,758 203,135
Kumpeh - 50 65,253 - 115,253
Maro Sebo - 6 71,393 - 77,393
Jambi Luar Kota - 38 68,446 - 106,446
Sekernan - 45 262,377 - 307,377
Jumlah - 239 888,583 136,264 1263,847
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Muaro Jambi, 2008

Dilihat dari jenis permukaan (Tabel 22), jalan yang ada di Kabupaten
Muaro Jambi memiliki kondisi yang bervariasi. Dari total jalan kabupaten dan
desa yang berjumlah 1.024,847 km, sepanjang 381,58 km (39,46%) sudah
beraspal, sedangkan 146,93 km (15,20%) permukaannya kerikil, dan 438,41 km
(45,34%) masih berupa jalan tanah.
Jalan kabupaten adalah jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan
dan desa/ kelurahan dalam kecamatan (Tabel 22). Jalan kabupaten tahun 2008
sepanjang 1262.50 km, terdiri dari jalan yang telah beraspal sepanjang 381.58 km
(39.46%), tertutup kerikil sepanjang 146.93 km (15.20%), dan tertutup tanah
sepanjang 438.41 km (45.34%). Kondisi jalan 96.77% dalam kondisi baik dan
3.23% dalam keadaan rusak ringan. Kondisi jalan kabupaten yang demikian
menyebabkan akses perekonomian banyak mengalami hambatan, karena banyak
pemukiman dan lahan pertanian rakyat yang sangat tergantung dengan jalan
kabupaten ini.
52

Gambar 10 Jalan Lintas Timur Sumatera (jalan provinsi) di Kecamatan Sekernan


dengan kondisi baik

Tabel 22 Panjang jalan, jenis permukaan dan kondisi jalan di Kabupaten Muaro
Jambi Tahun 2008
Kondisi Jalan (km) Jenis Permukaan (km)
Kecamatan Rusak Rusak Rusak
Baik Aspal Kerikil Tanah
Ringan Sedang Berat
Mestong 163,82 3,16 - - 67,12 30,87 28,99
Sungai Bahar 206,13 6,75 - - 75,43 90,10 6,77
Kumpeh Ulu 70,02 4,00 - - 24,58 6,29 13,16
Kumpeh 194,10 6,15 - - 8,65 3,12 53,49
Maro Sebo 70,64 5,75 - - 58,63 - 12,77
Jambi Luar Kota 104,09 2,35 - - 28,01 - 40,45
Sekernan 302,89 4,50 - - 31,48 5,75 175,18
Sungai Gelam 194,98 8,15 - - 87,69 10,82 104,62
Jumlah 1.221,69 40,81 - - 381,58 146,93 438,41
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Muaro Jambi, 2008

Gambar 11 adalah contoh jalan kabupaten pada kondisi baik dan beraspal
di Kecamatan Kumpeh serta kondisi jalan tertutup tanah di Kecamatan Maro
Sebo.
Selain prasarana jalan, prasarana lain yang sangat mendukung
perkembangan suatu wilayah adalah pusat-pusat perniagaan atau pasar. Pasar
adalah tempat dimana pedagang dan pembeli berkumpul dan bertemu untuk
melakukan suatu kegiatan jual beli. Pasar tidak terdapat di seluruh kecamatan dan
perkembangannya juga tidak begitu nyata tiap tahunnya bahkan cenderung
mengalami penurunan (Tabel 23).
53

Selain itu, ada juga kegiatan pasar yang tidak setiap hari terjadi kegiatan
jual belinya, namun biasanya hanya satu kali dalam satu minggu, yang dikenal
dengan istilah “Hari Balai” atau sering disebut juga “Pasar Kalangan”. Hal ini
terkait dengan pemukiman penduduk dan lokasi pertanian yang menyebar
sehingga pedagang tidak bisa setiap hari ada pada satu lokasi tertentu. Selain itu,
karena transportasi dan sarana jalan dari dan ke ibukota propinsi relatif baik,
masyarakat cenderung langsung ke ibukota propinsi untuk pemenuhan
kebutuhannya.

Gambar 11 Jalan kabupaten yang menghubungkan Kecamatan Kumpeh dan


Kumpeh Ulu (kiri) serta jalan yang menghubungkan antar desa
Kecamatan Maro Sebo (kanan).

Tabel 23 Perkembangan dan Jumlah Pasar Tiap Kecamatan di Kabupaten Muaro


Jambi Tahun 2005-2008
2005 2006 2007 2008
Kecamatan
Kios Los Kios Los Kios Los Kios Los
Mestong - 2 - - - - - 1
Sungai Bahar 1 - - 1 - - - 1
Kumpeh Ulu - - - - - - - -
Kumpeh - - - - - 1 - -
Maro Sebo - - - 2 - - - 1
Jambi Luar Kota - - - - - 1 - -
Sekernan - - - - - 6 - -
Sungai Gelam 1 - 1 1 1 1 - -
Jumlah 2 2 1 4 1 9 - 3
Sumber : Kabupaten Muaro Jambi Dalam Angka, 2008.
54

Kebijakan Pemerintah

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai


nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Pemerintah melalui Direktorat
Jenderal Hortikultura memainkan perannya sebagai fasilitator dan dinamisator
pembangunan hortikultura di Indonesia. Pembangunan hortikultura telah
memberikan sumbangan berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian
nasional, yang dilihat dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah
rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari sub sektor
hortikultura, peningkatan pendapatan masyarakat, perdagangan internasional,
pangan masyarakat dan sinergisme dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) (Ditjen Hortikultura, 2008).
Peranan sektor pertanian dengan perannya sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi, terutama memasuki era globalisasi dan dalam upaya antisipasi
menghadapi kesepakatan perdagangan bebas yang tertuang dalam General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT) akan diberlakukan mulai tahun 2010,
maka komoditas pertanian yang dihasilkan harus mempunyai daya saing dari
segi mutu (kualitas), kontinyuitas produksi, serta harga, atau yang lebih dikenal
dengan keunggulan komparatif maupun kompetitif secara lentur dan dinamis
serta bersifat jangka panjang (PSE, 1994).
Pemerintah pusat melalui Menteri Pertanian telah menetapkan jenis
komoditas tanaman binaan Ditjen Hortikultura berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian No. 511/Kpts/PD.310/9/2006. Dalam Kepmen tersebut tanaman duku
termasuk dalam salah satu dari 60 komoditas buah-buahan yang dibina oleh
Departemen Pertanian melalui Ditjen Hortikultura.
Berdasarkan potensi wilayah dan potensi komoditas, Pemerintah
Kabupaten Muaro Jambi telah menetapkan komitmen menjadikan komoditas duku
sebagai komoditas unggulan di bidang hortikultura. Dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) 2006-2015 Kabupaten Muaro Jambi dinyatakan bahwa
pemerintah daerah bertekad mengembangkan sistem agribisnis dan meningkatkan
ketahanan pangan, yang diantaranya termasuk pengembangan komoditas
hortikultura, seperti dari segi pengolahan, pemasaran, kelembagaan, prasarana,
maupun sumberdaya manusianya. Lebih lanjut, dalam RTRW dialokasikan dana
55

APBD untuk pengembangan komoditas duku dan tanaman hortikultura lainnya di


Kecamatan Kumpeh, Kumpeh Ulu, Maro Sebo, Mestong, Jambi Luar Kota dan
Sekernan yang berada dibawah tanggung jawab Dinas Pertanian, Perikanan dan
Peternakan.
Melalui dukungan penuh pemerintah daerah dan pemerintah pusat
diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pengembangan duku secara lebih
terpadu sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah
Kabupaten Muaro Jambi. Terutama dalam promosi dan pengenalan kepada
masyarakat luas, khususnya di luar Provinsi Jambi, sehingga dapat menarik minat
investor ataupun pihak lainya untuk mengembangkan duku di Kabupaten Muaro
Jambi.
95

Analisis SWOT

Dalam menyusun suatu strategi pengembangan usaha duku, perlu


dilakukan suatu analisis yang mendalam. Pada penelitian ini metode analisis data
yang digunakan adalah dengan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats Analysis), yaitu analisis potensi atau kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman/kendala. Analisis ini diawali dengan inventarisasi dan
klasifikasi terhadap permasalahan/ kelemahan dan kelebihan/ kekuatan baik
secara internal maupun eksternal Kabupaten Muaro Jambi.
Langkah-langkah yang di lakukan adalah (1) Input stage (analisis data
input dan Analisis Lingkungan Strategis), (2) Matching stage (analisis
pencocokan), (3) Decision stage (analisis pengambilan keputusan).

Analisis Data Input (Input Stage)

Proses analisis dimulai dengan pendalaman atau identifikasi lingkungan


strategis, kemudian dilanjutkan dengan analisis faktor internal dan faktor
eksternal. Proses analisis akan menghasilkan beberapa asumsi atau peluang
strategis untuk mendapatkan faktor-faktor kunci keberhasilan.

Analisis Lingkungan Strategis. Lingkungan strategis yang mempengaruhi


kinerja dalam proses perencanaan dan pengembangan komoditas unggulan duku
di Kabupaten Muaro Jambi dibagi atas faktor internal dan eksternal. Faktor
internal, mencakup kekuatan (S= Strengths) dan kelemahan (W= Weakness).
Sementara yang termasuk dalam faktor eksternal adalah peluang (O=
Opportunities) dan ancaman (T= Threaths). Dari hasil pengolahan data dan
wawancara di lapangan, diperoleh daftar faktor internal dan eksternal dalam usaha
pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi sebagaimana berikut :
96

Faktor Internal
Kekuatan. Faktor internal yang merupakan suatu kekuatan untuk
mengembangkan duku adalah:
1. Potensi lahan yang sesuai dengan karakteristik lahan yang dibutuhkan oleh
tanaman duku masih cukup luas yaitu sekitar 158.403,7 ha atau sekitar 30,2%
dari total luas wilayah Kabupaten Muaro Jambi.
2. Duku telah ditetapkan sebagai komoditas unggul spesifik lokasi.
3. Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan program pengembangan dengan
memberikan anggaran khusus untuk pengembangan duku (APBN dan APBD).
4. Wilayah Kabupaten dibelah oleh jalan lintas antar kabupaten sehingga
memiliki akses yang relatif lebih mudah dan serta relatif dekat dengan ibukota
provinsi.
5. Sarana dan prasarana pendukung terutama jalan dan jembatan cukup baik
6. Lembaga penyuluhan dan penelitian telah mendukung.
7. Kualitas buah duku lebih unggul dibanding duku dari daerah lain khususnya di
Jambi.
8. Masa panen tidak bersamaan dengan wilayah lain

Kelemahan. Faktor internal yang merupakan suatu kelemahan adalah sebagai


berikut:
1. Masa juvenile tanaman duku yang lama (8-10 tahun).
2. Ketersediaan bibit unggul bermutu masih rendah.
3. Kemampuan sumberdaya manusia dalam sistem budidaya masih rendah.
4. Sistem kelembagaan rendah.
5. Tenaga penyuluh spesifik tanaman hortikultura, terutama duku masih kurang.
6. Sistem informasi pasar lemah.
7. Belum berkembangnya industri pengolahan duku.
97

Faktor Eksternal
Peluang. Beberapa peluang yang mendukung pengembangan duku di Kabupaten
Muaro Jambi:
1. Peluang pasar untuk konsumsi buah segar masih terbuka lebar.
2. Semakin berkembangnya sistem informasi yang akan mendukung
pengembangan dan tata niaga duku.
3. Munculnya teknologi baru, baik dalam hal budidaya maupun pasca panen
4. Potensi kerjasama kemitraan dengan pedagang dan stakeholder masih terbuka.
Ancaman. Beberapa faktor lingkungan yang menjadi ancaman pengembangan
duku adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan sumberdaya manusia di daerah pesaing lebih baik.
2. Daerah pesaing sebagai produsen duku memiliki kualitas produksi lebih baik.
3. Maraknya penanaman komoditas lain, seperti Kelapa Sawit dan Karet yang
mengancam pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi.

Analisis Faktor Internal (Internal Factor Analysis)


Hasil analisis menunjukan bahwa pengaruh faktor internal yang lebih
dominan terjadi pada unsur potensi lahan yang masih besar, masa juvenil duku
lama, sarana dan prasarana pendukung yang rendah, kemampuan sumber daya
manusia, kemudian adanya kebijakan pemerintah dalam penetapan anggaran guna
pengembangan duku. Faktor ini merupakan bagian dari kekuatan dan kelemahan
yang perlu diperhitungkan dalam mempengaruhi perkembangan duku. Faktor
kelembagaan adalah faktor terakhir yang memberikan pengaruh terhadap
perkembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi. Pada Tabel 35 ditampilkan hasil
analisis faktor internal secara terinci.
98

Tabel 35 Analisis faktor internal dalam pengembangan duku di Kabupaten Muaro


Jambi
Faktor Internal Strategis Bobot Rating Skor* Komentar
Kekuatan:
1. Potensi lahan yang sesuai dengan 0,16 4 0,64
karakteristik lahan yang dibutuhkan oleh
tanaman duku masih cukup luas.
2. Duku telah ditetapkan sebagai komoditas 0,07 3 0,21
unggul spesifik lokasi.
3. Pemerintah pusat dan daerah telah 0,10 4 0,40
melakukan program pengembangan
dengan memberikan anggaran khusus
untuk pengembangan duku (APBN dan
APBD). Potensi
0,02 2 0,04 lahan,
4. Wilayah Kabupaten dibelah oleh jalan
dukungan
lintas antar kabupaten sehingga memiliki
anggaran
akses yang relatif lebih mudah dan serta
dalam
relatif dekat dengan ibukota provinsi.
0,05 3 0,15 pengemba-
5. Sarana dan prasarana pendukung terutama ngan duku
jalan dan jembatan cukup baik
6. Lembaga penyuluhan dan penelitian telah 0,04 3 0,12
mendukung.
7. Kualitas buah duku lebih unggul 0,03 2 0,06
dibanding duku dari daerah lain
khususnya di Jambi
8. Masa panen tidak bersamaan dengan 0,03 2 0,06
wilayah lain

Kelemahan:
1. Masa juvenile tanaman duku yang lama (8- 0,1 2 0,20
10 tahun).
Penelitian
2. Ketersediaan bibit unggul bermutu masih 0,1 2 0,20
rendah. dan
perbaikan
3. Kemampuan sumberdaya manusia dalam 0,1 2 0,20
SDM. serta
sistem budidaya masih rendah.
akses
4. Sistem kelembagaan rendah. 0,06 3 0,18
informasi
5. Tenaga penyuluh spesifik tanaman 0,05 4 0,20
terhadap
hortikultura, terutama duku masih kurang. pasar
6. Sistem informasi pasar lemah. 0,09 2 0,18
7. Belum berkembangnya industri 0,01 4 0,04
pengolahan duku.
Jumlah 1 2,84
* = skor adalah hasil perkalian bobot dengan rating (bobot x rating)
99

Analisis Faktor Eksternal (External Factor Analysis)


Analisis faktor eksternal dilakukan terhadap faktor-faktor eksternal sebagaimana
tertera pada Tabel 36.

Tabel 36 Analisis faktor eksternal dalam pengembangan duku di Kabupaten


Muaro Jambi
Faktor Eksternal Strategis Bobot Rating Skor* Komentar
Peluang
1. Peluang pasar untuk konsumsi 0,25 4 1,00 Peluang pasar
buah segar masih terbuka lebar besar dan
2. Semakin berkembangnya 0,10 3 0,30 perlu
informasi dapat informasi yang meningkatkan
mendukung pengembangan dan kerjasama dan
tata niaga duku. peningkatan
3. Munculnya teknologi baru 0,15 2 0,30 jaringan
4. Menjalin kerjasama kemitraan informasi
0,10 3 0,30
dengan stakeholder dan pelaku
tata niaga.
Ancaman
1. Daerah pesaing sebagai produsen 0,15 2 0,30 Kualitas perlu
duku memiliki kualitas produksi ditingkatkan
lebih baik. dengan
2. Kemampuan sumberdaya 0,15 2 0,30 meningkatkan
manusia di daerah pesaing lebih SDM,
baik. teknologi dan
3. Maraknya penanaman komoditas 0,10 3 0,30 infrastruktur,
lain, seperti Kelapa Sawit dan serta
Karet yang mengancam dukungan
pengembangan duku di pemerintah
Kabupaten Muaro Jambi dalam hal
kebijakan
pengembang-
an.
Jumlah 1,00 2,80
*= skor adalah hasil perkalian bobot dengan rating (bobot x rating)
Penentuan posisi usaha pengembangan duku dapat dilihat berdasarkan
analisis total skor faktor internal dan faktor eksternal dengan menggunakan model
Matrik Internal-Eksternal (Wheelen, 1995 dalam Rangkuti, 1997). Berdasarkan
nilai Internal Factor Analysis (IFAS) yaitu 2.84 dan nilai External Factor
Analysis (EFAS) yaitu 2.80 bahwa posisi perusahaan pada sel V, yaitu
menerapkan strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal atau stabilitas pada
profit (Tabel 37). Konsentrasi melalui integrasi horizontal berarti kegiatan untuk
100

memperluas perusahaan (dalam hal ini usaha pengembangan duku) dengan cara
membangun di lokasi lain dan meningkatkan jenis produk dan jasa, sehingga
dapat memperoleh peluang pasar dan tentunya mendapatkan keuntungan.

Tabel 37 Matrik Internal Eksternal


Total Skor Faktor Internal
Tinggi (3 – 4) Sedang (2 – 3) Rendah (1 – 2)
I II III
Pertumbuhan/ Pertumbuhan/ Penciutan/
Tinggi Konsentrasi Konsentrasi melalui Pengurangan
(3 – 4) melalui integrasi horizontal Usaha
integrasi
vertikal
IV V VI
Total Stabilitas Pertumbuhan/ Penciutan/
Skor Konsentrasi melalui Strategi
Faktor Sedang integrasi horizontal Divestasi
Eksternal (2 – 3)
Stabilitas/
Tidak ada perubahan
strategi profit
VII VIII IX
Rendah Pertumbuhan/ Pertumbuhan/ Likuidasi/
(1 – 2) Diversifikasi Diversifikasi konglomerat Bangkrut
konsentris

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor eksternal yang dominan adalah


peluang pasar yang masih terbuka khususnya untuk konsumsi buah segar.
Perkembangan teknologi dan sistem informasi, kerjasama dengan pihak
stakeholder dan pelaku tata niaga duku merupakan peluang yang dapat diraih.
Produksi duku dari daerah pesaing lebih baik dengan kemampuan sumberdaya
manusia yang lebih tinggi, serta maraknya penanaman komoditas lain seperti
kelapa sawit dan karet menjadi ancaman bagi pengembangan duku di Kabupaten
Muaro Jambi. Faktor ini membutuhkan koordinasi dan kerjasama seluruh instansi
terkait guna memaksimalkan kemampuan guna meminimalkan ancaman yang
dimulai sejak penyusunan perencanaan pengembangan.
Faktor eksternal perkembangan teknologi serta kerjasama kemitraan
dengan stakeholder dan pelaku tata niaga merupakan faktor yang melibatkan
peran pemerintah dan masyarakat yang masih terbuka seiring dengan peningkatan
kualitas dan kuantitas produksi duku. Hal ini terkait erat dengan perkembangan
101

sistem informasi walaupun hasil analisis menunjukan bahwa unsur ini berada
dibawah unsur sebelumnya. Perhatian dan koordinasi antara pelaku usaha dan
pemerintah akan mengarahkan penetapan kegiatan yang bisa dikerjasamakan
secara fungsional sesuai dengan tupoksi masing-masing instansi atau lembaga
terkait.

Tahap Pencocokan (Matching Stage)

Langkah berikutnya adalah tahap pencocokan. Dengan menggunakan


strategi silang, tahap pencocokan dengan matrik TOWS atau SWOT dalam
Analisis SWOT dihasilkan beberapa asumsi strategis sebagai bahan untuk
pencapaian kemungkinan alternatif strategi pengembangan duku di Kabupaten
Muaro Jambi. Strategi dan hasil dari pencocokan tersebut selanjutnya dilakukan
proses penetapan ”Asumsi Alternatif Strategis”. Matrik tahap pencocokan dari
analisa ini disajikan pada Tabel 38.
Sesuai matrik SWOT (Tabel 38) diperoleh berbagai asumsi alternatif
strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pengembangan duku di Kabupaten
Muaro Jambi yaitu :
 Strategi Strenghts-Opportunities, yaitu memanfaatkan kekuatan untuk meraih
peluang, dengan strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memanfaatkan potensi lahan yang sesuai (sekitar 158.403,7 ha) untuk
pengembangan duku guna meraih peluang pasar duku.
2. Meningkatkan pola kemitraan dan kerjasama dengan stakeholder untuk
pengembangan duku secara terintegrasi.
3. Meningkatkan kemampuan lembaga penelitian dalam mengembangkan
teknologi baru.
 Strategi Weaknesses-Opportunities, yaitu meminimalkan kelemahan untuk
mencapai dan memanfaatkan peluang yang ada, dengan strategi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan sistem kelembagaan untuk memanfaatkan peluang pasar
duku.
2. Meningkatkan SDM untuk dapat menerapkan teknologi dan sistem
informasi, meraih peluang pasar serta menjalin kerjasama dan kemitraan.
102

 Strategi Strengths-Threats, yaitu strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk


mengurangi ancaman, dengan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Mengalokasikan anggaran APBN dan APBD untuk mengeliminir
ancaman.
2. Melaksanakan kerjasama teknologi dan SDM dengan negara/daerah
pesaing guna peningkatan kualitas duku.
3. Perlu adanya kebijakan pemerintah yang lebih memihak bagi
pengembangan duku.
 Strategi Weaknesses-Threats, yaitu merupakan taktik untuk bertahan yang
diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar
dari ancaman-ancaman lingkungan. Strategi alternatif yang dapat dilakukan
adalah mengoptimalkan sumber daya manusia agar dapat meningkatkan
kualitas produksi duku.
103

Tabel 38 Matrik SWOT Pengembangan Duku di Kabupaten Muaro Jambi


Faktor Internal S (Strengths) W (Weaknesses)
(IFAS) 1. Potensi lahan luas 1. Masa panen duku lama.
(158.403,7 ha) 2. Ketersediaan bibit unggul
2. Komoditas unggul spesifik bermutu yang rendah
lokasi. 3. Kemampuan sumberdaya
3. APBN dan APBD telah manusia rendah.
dianggarkan.. 4. Sistem kelembagaan rendah
4. Lokasi wilayah mendukung. 5. Tenaga penyuluh tanaman
5. Lembaga penyuluhan dan duku kurang
penelitian. 6. Sistem informasi pasar
6. Khasiat duku beda. lemah.
7. Kualitas unggul. 7. Belum berkembangnya
(EFAS) 8. Masa panen duku berbeda. industri pengolahan.
Faktor Eksternal
O (Opportunities)
Alternatif Strategis SO: Alternatif Strategis WO:
1. Peluang pasar untuk
1. Memanfaatkan potensi 1. Meningkatkan SDM guna
konsumsi buah segar
lahan yang sesuai untuk peningkatan teknologi
masih terbuka lebar
duku untuk meraih budidaya dan sistem
2. Sistem informasi
peluang pasar duku. informasi, meraih peluang
berkembang.
2. Meningkatkan pola pasar dan menjalin
3. Munculnya teknologi
kemitraan dan kerjasama kerjasama dan kemitraan.
baru.
dengan stakeholder untuk 2. Meningkatkan sistem
4. Menjalin kerjasama
pengembangan duku kelembagaan untuk
kemitraan stakeholder dan
secara terintegrasi. memanfaatkan peluang pasar
pelaku tata niaga.
3. Meningkatkan duku.
kemampuan lembaga
penelitian dalam
mengembangkan
teknologi baru.

T (Threaths) ASUMSI Strategis ST: ASUMSI Strategis WT:


1. Daerah pesaing memiliki 1. Mengalokasikan anggaran Mengoptimalkan SDM, guna
kualitas dan kuantitas APBN dan APBD untuk peningkatan kualitas produksi.
produksi lebih baik. mengeliminir ancaman.
2. Kemampuan SDM di 2. Melaksanakan kerjasama
daerah pesaing lebih baik. teknologi dan SDM dengan
3. Adanya komoditas daerah pesaing.
saingan 3. Kebijakan pemerintah yang
memihak bagi
pengembangan duku.
104

Pengambilan Keputusan (Decision Stage)

Langkah terakhir adalah Langkah Pengambilan Keputusan, dimana di


dalam analisis ini dipakai metode QSPM (Quantitative Strategic Planning
Matrix), yaitu rancangan untuk menentukan kemenarikan relatif (relative
attractiveness) dari tindakan strategi alternatif yang mungkin dapat dilakukan.
Tabel 39 merupakan matrik QSPM dari berbagai strategi alternatif yang mungkin
dapat dilakukan.
Hasil analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
menghasilkan beberapa alternatif strategi pengembangan duku di Kabupaten
Muaro Jambi yang dapat dilakukan, dengan urutan strategi seperti disajikan pada
Tabel 40.

Tabel 40 Urutan alternatif strategi yang dapat dilaksanakan sesuai hasil analisis
QSPM
No Strategi Total Score
1. Memanfaatkan lahan yang sesuai untuk pengembangan duku 197
untuk meraih peluang pasar duku.
2. Mengalokasikan anggaran APBN dan APBD untuk 195
pengembangan duku.
3. Meningkatkan SDM guna menerapkan teknologi dan sistem 185
informasi, meraih peluang pasar serta menjalin kerjasama dan
kemitraan
4. Meningkatkan pola kemitraan dengan menjalin kerjasama 180
stakeholder dan pelaku tata niaga sebagai upaya pengembangan
duku secara terintegrasi
5. Kerjasama dalam bidang teknologi dan sumberdaya manusia 171
dengan daerah pesaing dalam upaya meningkatkan kualitas
produksi.
6. Meningkatkan sistem kelembagaan untuk memanfaatkan 165
peluang pasar duku
7. Pengkajian teknologi bagi pengembangan duku, baik budidaya 144
maupun teknologi pasca panen
105

Tabel 39 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Pengembangan Duku di Kabupaten Muaro Jambi

Alternatif Strategi
Faktor Utama Rating Potensi daerah Pola kemitraan Teknologi Kelembagaan Meningkatkan SDM Anggaran Kerjasama dgn pesaing
AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
OPPORTU+ITIES (O)
1. Peluang pasar konsumsi buah segar masih terbuka lebar 4 4 16 4 16 1 4 4 16 4 16 4 16 4 16
2. Munculnya teknologi baru 3 3 9 3 9 4 12 1 3 3 9 4 12 4 12
3. Sistem informasi berkembang. 2 2 4 2 4 2 4 4 8 3 6 3 6 4 8
4. Menjalin kerjasama kemitraan dan stakeholder 3 2 6 4 12 3 9 4 12 4 12 2 6 4 12
THREATS (T)
1. Daerah pesaing memiliki kualitas produksi lebih baik. 2 4 8 4 8 2 4 3 6 4 8 3 6 4 8
2. Kemampuan SDM di daerah pesaing lebih baik. 2 4 8 2 4 2 4 1 2 4 8 3 6 4 8
3. Ada komoditas saingan 3 3 9 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3 1 3
STRE+GHTS (S)
1. Potensi lahan luas 4 4 16 4 16 1 4 2 8 3 12 4 16 4 16
2. Komoditas unggul spesifik lokasi. 3 3 9 3 9 2 6 1 3 3 9 3 9 1 3
3. APBN dan APBD telah dianggarkan 4 4 16 4 16 2 8 4 16 4 16 4 16 2 8
4. Lokasi wilayah 2 1 2 1 2 2 4 1 2 1 2 1 2 1 2
5. Sarana dan prasarana pendukung cukup baik 3 4 12 4 12 1 3 4 12 4 12 4 12 4 12
6. Lembaga penyuluhan dan penelitian 3 2 6 2 6 4 12 4 12 4 12 3 9 1 3
7. Kualitas buah duku unggul. 2 4 8 1 2 3 6 1 2 1 2 1 2 1 2
8. Masa panen duku berbeda 2 2 4 1 2 4 8 1 2 1 2 1 2 4 8
WEAK+ESSES (W)
2 4 8 4 8 4 8 2 4 2 4 4 8 3 6
1. Masa juvenile tanaman duku yang lama (8-10 tahun).
2. Ketersediaan bibit unggul bermutu masih rendah. 2 4 8 3 6 4 8 4 8 4 8 2 4 4 8
3. Kemampuan sumberdaya manusia dalam sistem budidaya 2 2 4 4 8 4 8 4 8 3 6 4 8 2 4
masih rendah.
4. Sistem kelembagaan rendah. 3 4 12 4 12 1 3 4 12 2 6 4 12 2 6
5. Tenaga penyuluh spesifik tanaman hortikultura, terutama duku 4 2 8 2 8 2 8 2 8 2 8 4 16 2 8
masih kurang.
6. Sistem informasi pasar lemah. 2 4 8 3 6 1 2 3 6 4 8 4 8 3 6
7. Belum berkembangnya industri pengolahan duku. 4 4 16 3 12 4 16 3 12 4 16 4 16 3 12
Jumlah 197 181 144 165 185 195 171
Keterangan nilai AS (Attractiveness Score)
1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = secara logis menarik, 4 = sangat menarik
TAS (Total Attractiveness Score) = Rating x AS
106

Langkah awal yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Muaro Jambi
adalah dengan memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan
duku yang ada untuk meraih peluang pasar duku serta melakukan pengalokasian
dana untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
Secara rinci, langkah konkrit untuk menunjang pelaksanaan setiap urutan
strategi tersebut adalah sebagai berikut:
Strategi pertama adalah memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk
pengembangan duku agar meraih peluang pasar. Tujuan yang ingin dicapai adalah
memanfaatkan potensi duku daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat tani, meningkatnya luas tanam, produksi dan pendapatan petani duku
rakyat. Potensi lahan yang prioritas untuk dimanfaatkan adalah lahan dengan
faktor pembatas yang tidak terlalu berat dan mudah untuk diatasi oleh petani.
Lahan untuk pengembangan duku sebaiknya diprioritaskan pada kelas
kesesuaian lahan S2nf dan S3n, yang hanya membutuhkan aplikasi pemupukan
berimbang dan pengaturan drainase. Potensi lahan ini terdapat di Kecamatan
Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh Ulu, Jambi Luar Kota, Sekernan Mestong, dan
Sungai Gelam yang mencapai luasan total sekitar 149.576,2 ha. Potensi ini perlu
dikelola dan diberdayakan lebih intensif sehingga mampu meningkatkan produksi
yang optimal. Langkah konkrit yang dapat dilaksanakan antara lain :
1. Pengadaan dan perbanyakan serta penyebaran bibit duku oleh pemerintah
daerah untuk ditanam di lahan pekarangan dan kebun campuran milik
masyarakat.
2. Mempermudah perijinan investasi bagi pemodal/investor
3. Pembuatan kebun bibit duku (pemeliharaan pohon induk, penangkaran bibit
unggul) yang mampu memproduksi bibit unggul 7.000- 10.000 batang per
tahun.
4. Pelatihan penangkar bibit unggul
5. Melakukan pengembangan duku dengan pembuatan kebun duku pada lahan
yang saat ini merupakan semak, lahan terlantar, tanah terbuka yang sesuai
untuk pengembangan duku.
Strategi kedua adalah mengalokasikan anggaran APBN dan APBD untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Tujuan dari strategi ini adalah
107

mengoptimalkan pemanfaatan potensi daerah guna meningkatkan kualitas dan


kuantitas produksi dengan dukungan infrastruktur dengan sasaran utama
termanfaatkannya potensi daerah sesuai dengan dukungan infrastruktur. Adapun
langkah konkrit yang mungkin dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan mutu jalan (jalan negara, propinsi dan kabupaten)
2. Pembukaan dan perbaikan jalan pedesaan
3. Pembukaan jalan usahatani di kawasan budidaya
Strategi ketiga adalah meningkatkan sumber daya manusia guna menerapkan
teknologi dan sistem informasi, meraih peluang pasar serta menjalin kerjasama dan
kemitraan, dengan tujuan utama adalah meningkatkan sistem pelaksanaan kegiatan
dan pelayanan dalam pengembangan duku daerah. Sasaran yang dituju dari
strategi ini adalah tersalurkannya buah dan produk olahan duku daerah. Langkah
yang dapat diambil antara lain :
1. Pelatihan petani dan aparat dalam budidaya dan pasca panen duku
2. Alokasi penyuluh pengembangan duku daerah
3. Peningkatan sumber daya manusia khususnya untuk pengembangan klinik dan
sub terminal agribisnis duku daerah
4. Pelatihan dan magang calon petugas klinik dan sub terminal agribisnis duku
daerah
Pelaksanaan strategi ini diprioritaskan pada wilayah yang telah memiliki populasi
dan produksi duku yang besar, yaitu Kecamatan Kumpeh, Kumpeh Ulu dan Maro
Sebo.
Strategi keempat adalah meningkatkan pola kemitraan dan menjalin
kerjasama stakeholder sebagai upaya pengembangan duku secara terintegrasi.
Tujuan dari strategi ini adalah mengoptimalkan kerjasama petani dan pedagang
serta kerjasama antar instansi sehingga terwujud pengembangan duku secara
terintegrasi dengan sasaran utama terwujudnya koordinasi antar instansi dalam
mendukung pengembangan duku. Adapun langkah kegiatan yang dapat
dilaksanakan antara lain:
1. Melakukan koordinasi antar instansi terkait (BAPPEDA, Dinas Pekerjaan
Umum, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas
Transmigrasi, Dinas Perkebunan dan Dinas Kehutanan) dalam
108

mengembangkan komoditas duku yang telah ditetapkan sebagai komoditas


unggulan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dan memiliki satu
tujuan.
2. Melakukan temu kemitraan antara petani dan pedagang.
3. Melakukan promosi, negosiasi dan kerjasama dengan investor swasta yang
bisa dalam bentuk suatu kontrak kerja sama.
4. Pembangunan klinik dan sub terminal agribisnis.
Sama halnya dengan strategi yang ketiga, strategi keempat juga diprioritaskan
untuk diterapkan pada wilayah dengan duku yang sudah berproduksi, dan dalam
jumlah yang besar. Kecamatan yang sesuai yaitu Kecamatan Kumpeh, Kumpeh
Ulu dan Maro Sebo.
Strategi kelima adalah kerjasama dalam bidang teknologi dan sumberdaya
manusia dengan daerah pesaing dalam upaya meningkatkan kualitas produksi.
Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas
produksi duku, dengan sasaran utama terwujudnya produksi duku yang sesuai
dengan kebutuhan pasar. Langkah konkrit yang dapat dilaksanakan antara lain :
1. Melakukan penjajakan untuk mencari mitra swasta dan daerah lain yang
memiliki kompetensi dalam bidang teknologi dan kapital untuk pengembangan
duku
2. Kerjasama dalam penguatan sistem informasi pemasaran
3. Mempersiapkan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan.
Kecamatan yang diprioritaskan untuk penerapannya adalah Kecamatan Kumpeh,
Kumpeh Ulu dan Maro Sebo.
Strategi keenam adalah meningkatkan sistem kelembagaan untuk
memanfaatkan peluang pasar. Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan
kemampuan sistem kelembagaan terkait dengan pengembangan duku dengan
sasaran utama meningkatkan pelayanan lembaga keuangan, kemampuan lembaga
petani dan penyuluhan serta kelembagaan pemasaran. Kecamatan yang
diprioritaskan untuk penerapannya adalah Kecamatan Kumpeh, Kumpeh Ulu dan
Maro Sebo.
Adapun langkah kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah :
109

1. Pembinaan dan penguatan serta pemberdayaan kelompok tani dalam hal


budidaya dan pasca panen duku.
2. Fasilitasi pembentukan kelompok kolaborasi petani dan pengusaha
(pengusaha pupuk, pengusaha produk olahan, dan pedagang) berupa
gabungan kelompok tani.
3. Pembinaan terminal agribisnis duku daerah.
4. Rekayasa dan pembinaan jaringan informasi dan perdagangan untuk
pengembangan duku daerah (antar daerah dan antar propinsi).
Strategi ketujuh adalah menggiatkan pengkajian teknologi bagi
pengembangan duku, baik budidaya, panen maupun teknologi pasca panen.
Tujuannya yaitu dapat mengembangkan teknologi terkait pengembangan dan
pemanfaatan duku melalui kerjasama dengan lembaga perguruan tinggi, badan
pengkajian serta instansi terkait. Kecamatan yang diprioritaskan untuk
penerapannya adalah Kecamatan Kumpeh, Kumpeh Ulu dan Maro Sebo, karena
memiliki populasi dan produksi duku yang besar.
Adapun langkah konkrit yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Perbaikan dan pelatihan teknik panen dan pasca panen duku:
a. Perbaikan dan pelatihan teknik panen
b. Peningkatan dan pelatihan teknik pengemasan hasil panen
2. Pengembangan aneka ragam produk olahan (industri) duku
a. Pelatihan, pembinaan dan pengembangan syrop duku
b. Pelatihan, pembinaan dan pengembangan juice duku
c. Pelatihan, pembinaan dan pengembangan selai duku
d. Pelatihan, pembinaan dan pengembangan pengolahan limbah duku
(kompos)
3. Memfasilitasi, membina dan mengembangkan pemasaran buah dan produk
olahan duku dengan promosi melalui pameran, website pemerintah daerah dan
kegiatan-kegiatan yang menunjang promosi.
Strategi yang diperoleh dari matrik QSPM secara garis besar dapat
dikelompokkan dalam tiga kluster (kelompok), yaitu pengembangan pada aspek
biofisik, aspek ekonomi, dan aspek sosialnya.
110

Penerapan strategi pengembangan akan lebih baik jika dilakukan berbasis


wilayah yang ada di Kabupaten Muaro Jambi. Dalam hal ini, tidak semua strategi
akan diterapkan secara seragam di semua wilayah. Penerapan strategi prioritas
akan berbeda tiap wilayahnya, terkait kondisi biofisik, kelembagaan, maupun
prasarana penunjang yang dimiliki.
Pengembangan dari aspek biofisik merupakan pemanfaatan potensi lahan
yang ada untuk peningkatan produksi, serta infrastruktur pendukungnya. Hal ini
dilakukan terutama pada kelas kesesuaian lahan S2nb dan S3n seluas ± 149.576,2
ha, dikarenakan faktor pembatas lahannya relatif mudah untuk diatasi.
Pengembangan dari aspek ekonomi meliputi pengembangan kemitraan/ kerjasama
dan teknologi, sedangkan aspek sosial meliputi pengembangan sumberdaya
manusia dan kelembagaan.
Pengembangan pada aspek biofisik lahan tidak hanya dilakukan dilakukan
pada wilayah yang sudah berkembang, namun juga pada wilayah yang belum
berkembang budidaya dukunya. Wilayah yang berpotensi untuk pengembangan
duku tersebar di Kecamatan Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh Ulu, Jambi Luar Kota,
Sekernan, Mestong, Sungai Gelam.
Pengembangan pada aspek sosial dan ekonomi dilakukan pada wilayah yang
sudah cukup berkembang dalam hal budidaya, namun belum ada pengembangan
dalam hal sosial ekonominya. Daerah tersebut merupakan sentra produksi duku,
yaitu Kecamatan Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh Ulu.Tabel 41 menyajikan
prioritas penerapan tiap strategi berdasarkan kluster strategi dan wilayah yang ada
di Kabupaten Muaro Jambi.
Diantara ketiga kluster aspek pengembangan tersebut, aspek sosial
merupakan hal utama untuk diprioritaskan. Hal ini terkait dengan peningkatan
kesadaran masyarakat untuk lebih menyadari akan potensi komoditas yang
mereka miliki, dalam hal ini komoditas duku. Selanjutnya diharapkan akan
tumbuh kesadaran untuk mengembangkan duku lebih optimal. Tidak hanya terkait
budidayanya, namun kebun duku yang mereka miliki juga dapat dimanfaatkan
sebagai sarana wisata alam dan konservasi lahan. Dengan kata lain pengembangan
duku secara agribisnis.
111

Tabel 41 Penerapan strategi pengembangan duku berdasarkan kelompok strategi dan wilayah kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi
No Strategi Kluster Strategi Kecamatan

1. Memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk Aspek Biofisik Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh Ulu,
pengembangan duku, terutama pada lahan dengan faktor Jambi Luar Kota, Sekernan,
pembatas yang mudah untuk diatasi. Mestong, Sungai Gelam
2. Kerjasama dalam bidang teknologi dan sumberdaya
manusia dengan daerah pesaing dalam upaya
meningkatkan kualitas produksi.
3. Meningkatkan pola kemitraan dengan menjalin kerjasama
stakeholder dan pelaku tata niaga sebagai upaya Aspek Ekonomi Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh Ulu
pengembangan duku secara terintegrasi
4. Pengkajian teknologi bagi pengembangan duku, baik
budidaya maupun teknologi pasca panen

5. Meningkatkan sumberdaya manusia guna menerapkan


teknologi dan sistem informasi, meraih peluang pasar
serta menjalin kerjasama dan kemitraan
Aspek Sosial Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh Ulu
6. Meningkatkan sistem kelembagaan untuk memanfaatkan
peluang pasar duku
HASIL DA PEMBAHASA

Identifikasi Komoditas Prioritas Pengembangan

Identifikasi komoditas unggulan suatu daerah berkaitan dengan pemusatan


komoditas yang merupakan fenomena yang terjadi sebagai konsekuensi logis dari
keragaman karakteristik suatu wilayah. Keberagaman fisik geografis suatu
wilayah menjadi salah satu sumber keunggulan komparatif bagi wilayah tersebut
(Panuju et al., 2008). Penelitian ini mengidentifikasi komoditas unggulan
hortikultura di Kabupaten Muaro Jambi menggunakan metode Location Quotient
(LQ).
Data yang digunakan dalam analisis LQ adalah rata-rata produksi tanaman
buah-buahan per kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2007 dan data
produksi buah-buahan tiap kabupaten di Provinsi Jambi tahun 2007. Komoditas
yang diidentifikasikan sebagai komoditas basis adalah komoditas yang memiliki
nilai LQ > 1.
Hasil analisis LQ berdasarkan produksi tiap kabupaten di Provinsi Jambi
menunjukkan bahwa tanaman buah-buahan yang merupakan komoditas unggulan
untuk Kabupaten Muaro Jambi adalah duku (2,71), jeruk (1,39), nenas (8,76), dan
sawo (2,43) (Lampiran 1). Berdasarkan tabel LQ yang menganalisis data tiap
kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi, produksi tanaman duku memusat di
Kecamatan Maro Sebo (LQ = 1,00) dan Kumpeh (LQ = 2,43) (Lampiran 2).
Data produksi duku tahun 2008 (Tabel 16) menunjukkan bahwa duku juga
menjadi sentra di Kecamatan Kumpeh Ulu, sehingga dapat disimpulkan bahwa
daerah yang menjadi sentra pemusatan aktivitas duku terdapat di Kecamatan Maro
Sebo, Kumpeh, dan Kumpeh Ulu. Sebaran spasial pemusatan aktivitas duku
disajikan pada Gambar 12.
Metode LQ mampu menunjukkan keunggulan komparatif suatu wilayah.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tanaman duku, jeruk, nenas dan sawo
merupakan sektor basis atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten Muaro
Jambi. Komoditas tersebut mempunyai kelebihan produksi sehingga berpotensi
untuk diekspor ke daerah lain.
57

Gambar 12 Peta pemusatan komoditas duku berdasarkan hasil analisis location quotient (LQ) di Kabupaten Muaro Jambi
58

Untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif komoditas hortikultura


dilakukan Analisis Shift Share (SSA). Teknik analisis ini dapat digunakan untuk
memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu (Kabupaten Muaro
Jambi) dibandingkan dengan cakupan wilayah yang lebih luas (Provinsi Jambi).
Data yang digunakan adalah produksi tanaman horikultura tiap kecamatan dalam
dua titik waktu yaitu tahun 2000 dan 2007.
Hasil analisis SSA menunjukkan bahwa tanaman duku, jeruk, manggis,
pepaya dan rambutan mempunyai produksi yang lebih tinggi dibanding produksi
total di Provinsi Jambi. Laju pertumbuhan tanaman duku 1,885 lebih besar
dibanding laju pertumbuhan duku di Provinsi Jambi. Begitu juga tanaman jeruk
(0,496), manggis (0,121), pepaya (0,557), dan rambutan (1,783).
Namun di Kabupaten Muaro Jambi, laju pertumbuhan produksi tanaman
duku, nenas, dan rambutan memiliki tingkat competitiveness yang lebih rendah
dibanding tanaman hortikultura lain. Tanaman duku memiliki tingkat
pertumbuhan produksi 2,016 lebih kecil dibandingkan pertumbuhan duku secara
umum di Provinsi Jambi. Demikian pula tanaman nenas (-0,811), pepaya (-1,371)
dan rambutan (-3,317), yang lebih lanjut hasil analisis shift share dapat dirujuk
pada lampiran 3.
Analisis shift-share menjelaskan kinerja (performance) suatu aktifitas di
suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya dengan
pertumbuhan wilayah. Analisis shift share mampu memberikan gambaran sebab-
sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktifitas di suatu wilayah, yang bisa berasal
dari dinamika lokal (sub wilayah), dari dinamika aktifitas/sektor (total wilayah),
maupun dari dinamika wilayah secara umum (Panuju, 2008).
Penentuan komoditas prioritas pengembangan tidak hanya dilihat dari sisi
produksinya, namun juga sisi ekonomi dan sosial masyarakatnya. Dari keempat
komoditas yang memiliki LQ > 1 di Kabupaten Muaro Jambi, duku dipilih
sebagai komoditas prioritas pengembangan.
Penentuan ini tidak hanya berdasarkan faktor biofisiknya. Pertimbangan lain
juga dilakukan yaitu terkait faktor ekonomi dan sosial. Nilai ekonomi duku lebih
tinggi dibandingkan nenas. Hasil pengamatan di lapangan, pada tahun 2008 rata-
rata per kilogram duku dijual dengan harga Rp. 4000,_ sedangkan nenas rata-rata
59

Rp. 1500,_. Dengan demikian, duku mempunyai daya tarik ekonomi yang lebih
tinggi dibandingkan nenas. Selain itu duku terdapat lebih menyebar di semua
kecamatan dibandingkan komoditas lainnya, seperti nenas, alpukat, dan sawo.
Sehingga diharapkan pengembangannya akan lebih mudah diterima masyarakat.
Pertumbuhan produksi tanaman duku lebih dipengaruhi oleh dinamika
aktifitas/ pertumbuhan duku keseluruhan di Provinsi Jambi, dimana nilai
pergeseran proporsional yang bernilai positif yaitu 1,885. Sedangkan
pertumbuhan produksi duku di Kabupaten Muaro Jambi bernilai -2,016, yang
artinya pertumbuhan duku 2,016 lebih rendah dibandingkan pertumbuhan duku
secara umum di Provinsi Jambi. Hal ini diduga belum adanya pengembangan
duku yang intensif di Kabupaten Muaro Jambi. Saat ini produksi duku yang ada
masih mengandalkan tanaman-tanaman yang sudah tua dengan produktivitas yang
sudah menurun.

Penentuan Komoditas Hortikultura Prioritas

Kabupaten Muaro Jambi memiliki beberapa komoditas unggulan, baik


unggul secara kompetitif maupun komparatif. Penentuan preferensi masyarakat
terhadap komoditas hortikultura dilakukan melalui analisis keputusan secara
kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP). Faktor yang dipertimbangkan atau merupakan struktur hirarki
penentuan jenis komoditi hortikultura terdapat dua level kriteria yaitu potensi
biofisik wilayah, potensi ekonomi, dan sosial masyarakat. Sedangkan alternatif
pilihan komoditas hortikulturanya yaitu duku, durian, jeruk, nenas, dan sawo.
Analisis AHP menunjukkan bahwa dalam penentuan komoditas
hortikultura, prioritas yang paling diperhatikan adalah potensi ekonominya (72%),
setelah itu potensi biofisik (21%) dan yang terakhir faktor sosial masyarakat (7%).
Analisis lanjutan menunjukkan bahwa duku adalah komoditas yang dianggap
paling prioritas untuk dikembangkan. Duku memiliki nilai tertimbang paling besar
yaitu 0,568, dikuti durian sebesar 0,232, jeruk sebesar 0,088 serta nenas dan sawo
nilai yang sama sebesar 0,056. Nilai inkonsistensi responden maksimal 9% yang
berarti penilaian kriteria pada perbandingan berpasangan oleh responden cukup
konsisten, karena memiliki nilai di bawah 10% yang ditetapkan sebagai batasan
60

penilaian dari responden yang tidak konsisten. Hasil penilaian komoditas


hortikultura prioritas disajikan pada Gambar 13.

Pemilihan Komoditas
Hortikultura Prioritas

Potensi Biofisik Potensi Ekonomi Sosial Masy.

0,21 0,72 0,07

Duku Durian Jeruk Nenas Sawo

0,568 0,232 0,088 0,056 0,056

Gambar 13 Hasil analisis proses hirarki penetuan komoditas hortikultura prioritas

Para responden menganggap bahwa tanaman duku di Kabupaten Muaro


Jambi sangat potensial untuk dikembangkan. Selama ini duku memang banyak
tersebar dan menjadi produk buah-buahan yang sangat terkenal dari wilayah ini.
Salah satu bukti keunggulannya adalah telah ditetapkannya duku asal wilayah ini
yaitu Duku Varietas Kumpeh sebagai varietas duku yang unggul, dan tidak kalah
dengan duku varietas lainnya seperti Varietas Palembang dan Rasuan (Tabel 24).

Tabel 24 Perbandingan kualitas duku antar varietas


Kualitas
No Varietas
Berat (g) Diameter (cm) Getah
1 Kumpeh 18,99 – 32,82 3,3 – 3,9 lebih sedikit
2 Palembang 17,48 – 30,32 2,5 – 3,5 sedikit
3 Rasuan 20,382 – 33,621 3,5 – 4,0 agak banyak
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan 2002.

Pengembangan duku juga didukung oleh kondisi biofisik yang cukup


potensial di Kabupaten Muaro Jambi. Hal ini terlihat dari produksi buah duku
wilayah ini memiliki kontribusi terbesar terhadap produksi duku Provinsi Jambi.
Selain itu dari sisi ekonomi, musim panen buah duku membantu perekonomian
petani. Pendapatan petani semakin meningkat jika ditunjang dengan
pengembangan teknologi budidaya yang tepat serta penanganan pasca panen
61

untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas. Buah duku sejak dulu dikenal oleh
masyarakat Kabupaten Muaro Jambi, sehingga dari sisi sosial tidak akan ada
masalah dalam pengembangannya.

Kesesuaian Lahan

Setelah ditetapkan sebagai komoditas prioritas pengembangan, maka


dilakukan analisis untuk melihat potensi dan kesesuaian lahan bagi pengembangan
duku di Kabupaten Muaro Jambi. Analisis kesesuaian lahan yang dilakukan dalam
penelitian memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat klasifikasi kesesuaian lahan
untuk pengembangan duku di wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Peta yang
tersedia untuk analisis kesesuaian lahan untuk duku di Kabupaten Muaro Jambi
adalah peta satuan lahan dan tanah LREP I Sumatera Lembar Jambi (1014) tahun
1990 dengan skala 1 : 250.000. Peta tata ruang wilayah yang diperoleh dari Badan
Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Muaro Jambi juga digunakan. Semua
peta dan data tabular persyaratan tumbuh tanaman duku diolah menggunakan
Sistem Informasi Geografis untuk memperoleh kelas kesesuaian lahan untuk
tanaman duku, baik luasannya maupun sebaran spasialnya.
Hasil tumpang susun peta tanah dan peta tata ruang wilayah menghasilkan
peta satuan lahan (land unit) yang berpotensi untuk pengembangan duku. Peta
potensi lahan ini kemudian dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman
duku dan analisis yang digunakan berdasarkan kriteria dari Departemen Pertanian
(1993) (Lampiran 5). Kemudian diperoleh peta kesesuaian lahan untuk tanaman
duku di Kabupaten Muaro Jambi yang disajikan pada Gambar 14.
Sesuai hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan, diketahui bahwa kabupaten
Muaro Jambi memiliki potensi lahan untuk pengembangan duku seluas 158.403,7
Ha atau sekitar 30,2% dari total luas wilayah. Lahan dengan kelas cukup sesuai
untuk budidaya duku (S2) seluas 30.900,8 Ha, kelas sesuai marjinal (S3) seluas
127.138,1 Ha, dan lahan yang tidak sesuai (N) untuk pengembangan duku seluas
900,7 Ha (Tabel 25).
Kecamatan Mestong memiliki luas lahan sesuai terbesar yaitu 33.890,8 Ha,
diikuti Sungai Gelam dengan luas 31.521,8 Ha, Sekernan seluas 27.183,7 Ha,
Jambi Luar Kota 19.910,7 Ha, Kumpeh seluas 16.095,2 Ha, Kumpeh Ulu seluas
62

15.972,4 Ha serta Maro Sebo 14.952,9 Ha. Sedangkan di Kecamatan Sungai


Bahar tidak terdapat lahan yang berpotensi untuk pengembangan duku karena
hampir keseluruhan telah dimanfaatkan untuk perkebunan sawit.

Tabel 25 Kelas kesesuaian lahan aktual dan sebarannya di tiap kecamatan pada
Kabupaten Muaro Jambi
Kecamatan (Ha)
Kesesuaian Lahan Jambi
Kumpeh Maro Sungai Sungai Jumlah
Aktual Luar Kumpeh Mestong Sekernan
Ulu Sebo Bahar Gelam
Kota
S2nf 3.894,9 4.867,7 8.957,0 4.328,3 5.138,5 27.186,4

S2rnf 1.294,1 1.584,2 836,1 3.714,4

S3r 4.033,6 4.033,6

S3n 14.721,6 9.297,1 7.010,1 9.788,5 33.890,9 16.722,3 - 30.972,5 122.389,8

S3ne 714,7 714,7

N 346,2 5,3 549,3 900,7

Jumlah 19.915,2 16.261,3 15.972,4 15.020,1 33.893,0 27.183,7 - 31.527,4 158.952,9


Populasi Duku
4.740 33.135 36.197 19.390 6.674 1.831 70 16.604 118.641
(pohon)
Produksi Duku
756 2.808,8 5.678 1.500 55 268,5 0 698 11.764,3
(ton)
Sumber: Hasil analisis
Keterangan : r = Faktor pembatas media perakaran
n = Faktor pembatas retensi hara
f = Faktor pembatas bahaya banjir/ genangan
e = Faktor pembatas bahaya erosi/lereng

Hasil analisis kesesuaian lahan juga sesuai dengan kondisi sebaran populasi
dan produksi duku yang ada di Kabupaten Muaro Jambi (Tabel 25). Kecamatan
Kumpeh, Kumpeh Ulu, dan Maro Sebo yang merupakan sentra produksi duku
ternyata berada pada potensi lahan dengan kelas kesesuaian lahan S2nf. Tanah ini
menyebar di sepanjang aliran sungai, dan relatif subur karena dipengaruhi oleh
sedimentasi luapan air sungai. Hasil pengamatan di lapangan duku di wilayah
tersebut memang sebagian besar ditanam di sepanjang daerah aliran sungai dan
anak Sungai Batanghari.
Faktor pembatas utama pengembangan komoditas duku adalah retensi hara
(n) yaitu pada lahan seluas 122.389,8 atau 77,4% dari total keseluruhan potensi
lahan (Tabel 26). Hal ini disebabkan terutama oleh kejenuhan basa yang rendah
(Lampiran 7). Hardjowigeno (1987) menyatakan bahwa kejenuhan basa
menunjukkan keadaan kation basa yang ada di tanah. Kation basa merupakan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Tanah dengan kejenuhan basa rendah
merupakan tanah yang telah banyak mengalami pencucian, sehingga merupakan
63

tanah yang kurang subur. Oleh karena itu perlu diperhatikan aspek pemupukan
berimbang, baik unsur hara makro dan mikro dalam budidaya pengembangan
tanaman duku pada satuan lahan dengan pembatas tersebut.
Faktor pembatas bahaya banjir atau genangan (f) terkait lahan yang berada
disepanjang aliran sungai. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat
saluran drainase sehingga tanaman tidak mengalami kejenuhan air akibat
tergenang. Faktor pembatas erosi tidak terlalu banyak terdapat di Kabupaten
Muaro Jambi, yaitu hanya seluas 714,7 Ha yang terdapat di Kecamatan Sekernan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah usaha konservasi tanah. Kedalaman media
perakaran merupakan faktor pembatas yang sulit untuk diperbaiki, penanganan
satuan lahan perlu menitikberatkan pada faktor pembatas yang bisa diatasi (Tabel
26).
Berdasarkan deskripsi masing-masing satuan lahan diketahui bahwa
sebagian besar potensi lahan tersebut merupakan tanah yang dipengaruhi oleh
bahan induk yang berasal dari sedimentasi oleh sungai ataupun bahan induknya
berasal dari mineral masam. Daerah hulu sungai merupakan tanah-tanah yang
kurang subur, seperti Ultisol. Tanah-tanah di Kabupaten Muaro Jambi yang
dipengaruhi sedimentasi oleh sungai diduga akan mengalami masalah kesuburan
tanah yang sama. Menurut Munir (1995) kesuburan tanah-tanah yang berasal dari
endapan/ proses sedimentasi sangat bergantung pada kandungan hara atau bahan
asal yang dibawa oleh sungai tersebut. Deskripsi masing-masing satuan lahan
disajikan pada Lampiran 5.
64

Tabel 26 Faktor pembatas dan jenis usaha perbaikan untuk tiap satuan lahan
Jumlah
No SPL Pembatas Usaha Perbaikan Utama Jumlah Persentase
Keseluruhan
1 Au.1.2.1 4.024,1
D.2.1.2 29.339,7
Idf.2.1 34.166,9
Idf.3.1 14.459,8
Pf.1.0 20.190,1
n Pemupukan 122.389,8 77,3
Pf.5.3 3.901,4
Pfq.2.1 4.997,2
Pfq.3.1 2.297,8
Pfq.5.3 1.871,3
Pfq.9.3 7.154,7
2 Pf.4.2 2.855,9
r tidak dapat diperbaiki 4.033,6 2,5
Pfq.4.2 1.177,8
Pemupukan, konservasi
3 Hf.2.2.2 ne 714,7 714.7 0,5
tanah
Pemupukan, saluran
4 Au.1.2 nf 27.186,4 27.186.4 17,2
drainase
Au.4.1.1 1.294,1
Pemupukan, saluran
5 Au.1.1.3 rnf 1.395,3 3.714,4 2,3
drainase
Au.1.2.2 1.025,0
Jumlah 158.403,7 100
Sumber: Hasil analisis
Keterangan : r = Faktor pembatas media perakaran
n = Faktor pembatas retensi hara
f = Faktor pembatas bahaya banjir/ genangan
e = Faktor pembatas bahaya erosi/lereng
65

Gambar 14 Peta kesesuaian lahan duku (Lansium domesticum Corr.) di Kabupaten Muaro Jambi
66

Analisis Sosial Ekonomi

Analisis Kelayakan Finansial

Secara ekonomis, duku saat ini belum menjadi komoditas yang cukup
menarik bagi petani untuk dikembangkan secara khusus. Saat ini duku hanya
dibudidayakan dalam kebun campuran, pekarangan bahkan di hutan. Analisis
finansial budidaya duku di Kabupaten Muaro Jambi sangat sulit dilakukan, karena
sistem budidaya duku yang masih konvensional, bahkan banyak pohon duku yang
tidak sengaja ditanam atau merupakan tanaman turun menurun yang
dibudidayakan tanpa adanya perawatan seperti pemupukan dan pemangkasan.
Pohon duku ditanam bersama-sama dengan berbagai jenis tanaman lain seperti
karet, petai, durian, manggis dan lain-lain. Dalam kenyataannya, rata-rata pada
satu hektar lahan kebun campuran hanya terdapat 7 sampai dengan 20 batang
pohon duku. Hal ini menjadikan sulitnya melakukan analisis finansial penggunaan
lahan untuk pengembangan duku saat ini di Kabupaten Muaro Jambi.
Oleh karena itu analisis finansial pengembangan duku yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah analisis finansial pengembangan duku secara intensif
dengan sistem budidaya sesuai dengan teknik budidaya yang benar pada suatu
kawasan pengembangan. Data harga biaya satuan yang dipakai adalah data hasil
wawancara dengan para responden pelaku budidaya maupun pelaku tata niaga
duku di Kabupaten Muaro Jambi. Analisis yang laksanakan adalah penghitungan
parameter NPV, B/C Ratio, IRR.
Analisis dilakukan dengan asumsi usaha investasi dilakukan dalam jangka
waktu 15 tahun dikarenakan umur produksi duku yang panjang yaitu pada umur 8
– 15 tahun dan dapat berproduksi hingga usia 120 tahun, namun produksi optimal
pada umur 50 – 75 tahun (Suparwoto dan Hutapea, 2005). Usaha yang dilakukan
menggunakan fasilitas kredit perbankan pada tingkat suku bunga 15% per tahun.

Skenario pengembangan duku secara monokultur

Analisis pendahuluan yang mendasari analisis kelayakan usaha selanjutnya


adalah analisis usaha tani duku, dilakukan untuk mengetahui biaya yang harus
dikeluarkan untuk budidaya duku setiap hektar dan berapa pendapatan dari hasil
produksi yang diperoleh. Analisis usaha pengembangan duku dilakukan selama 15
67

tahun, karena umur juvenile duku yang panjang. Berdasarkan hasil wawancara
dengan petani, rata-rata tanaman duku berbuah pada umur 8-15 tahun. Asumsi
yang dipakai dalam analisis usaha ini adalah :
1. Analisis dilakukan pada suatu kawasan/ kebun dengan teknik budidaya yang
benar.
2. Jarak tanam duku 10 x 10 m, sehingga ada 100 tanaman duku dalam 1 Ha.
3. Bibit duku yang digunakan adalah hasil dari perbanyakan bibit unggul dengan
metode sambung pucuk sehingga diharapkan produksinya lebih cepat dengan
hasil optimal.
4. Lahan yang dipakai adalah sebuah investasi sehingga tidak dikeluarkan biaya
sewa setiap tahunnya jika milik sendiri, namun jika sewa akan dikenakan
biaya sekitar Rp 2.000.000,_ per tahun.
5. Harga satuan biaya tetap dari tahun pertama sampai dengan tahun ke-15.
6. Tingkat suku bunga bank yang dipakai adalah tingkat suku bunga kredit
investasi tertinggi pada tahun 2008 tercatat sebesar 14,56% per tahun (BI,
2009).
Pada Gambar 15 disajikan sketsa jarak tanam dalam skenario budidaya duku
secara monokultur.

10 m

10 m

Keterangan :
= Duku dengan jarak 10 x 10 meter

Gambar 15 Skenario sketsa lokasi jarak tanam sistem budidaya duku secara
monokultur.
68

Tabel aliran kas dari suatu usaha pengembangan duku secara monokultur
per hektar dalam jangka waktu 15 tahun pada lahan milik sendiri disajikan pada
Tabel 27. Berdasarkan Tabel 27 tersebut diketahui bahwa usaha pengembangan
duku sampai dengan tahun ketujuh masih menunjukkan angka negatif (-), yang
berarti belum ada pemasukan yang dapat menutupi biaya produksi selama
setahun. Pada umur kedelapan, tanaman sudah mulai menunjukkan hasil ditandai
dengan nilai aliran kas positif (+). Jumlah buah akan meningkat setiap musim
panen tahun berikutnya bila didukung oleh sistem budidaya yang benar.
Hasil aliran kas dilanjutkan dengan analisis NPV, B/C ratio dan IRR. Tabel
28 menunjukkan hasil analisis pada jangka waktu usaha pengembangan investasi
15 tahun dengan pilihan kepemilikan lahan milik sendiri maupun sewa. Dari
ketiga parameter yang diamati, terlihat nilainya lebih tinggi pada lahan milik
sendiri dibandingkan lahan sewa, yaitu nilai NPV dan B/C Ratio walaupun IRR
pada lahan sewa sedikit lebih tinggi. Secara umum perbedaan nilai ketiga
parameter tersebut tidak signifikan. Dengan demikian berdasarkan pertimbangan
ekonomis akan lebih menguntungkan jika lahan milik sendiri, karena tidak ada
biaya sewa tiap tahunnya dan juga akan lebih aman karena mempunyai kekuatan
hukum atas lahan yang tetap. Hal ini terkait dengan masa usaha budidaya duku
yang panjang (> 75 tahun).

Tabel 28 Hasil analisis NPV, IRR dan B/C Ratio sistem budidaya secara
monokultur berdasarkan kepemilikan lahan pada discount rate 15% per
tahun dengan jangka waktu investasi 15 tahun.
Kepemilikan Lahan
Uraian
Sendiri Sewa
NPV 12.019.475,56 10.896.488,61
IRR 18,92% 19,28%
B/C ratio 1,36 1,31
69

Tabel 27 Proyeksi aliran kas (cash flow) usaha pengembangan perkebunan duku dalam jangka waktu investasi 15 tahun pada lahan
sendiri
Tahun ke- (Rp Juta)
No. Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Discount Rate (15%)
1 dan Discount Factor 1 0,870 0,756 0,658 0,572 0,497 0,432 0,376 0,327 0,284 0,247 0,215 0,187 0,163 0,141 0,123
I. Biaya
1 Aliran Kas Awal 13,550 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3,2 0 0 0 0
2 Biaya Tunai 0 6,850 1,980 1,880 2,780 1,600 1,870 1,760 1,820 1,985 1,920 3,600 3,600 3,660 3,750 3,810
3 Biaya Depresiasi 0 0,390 0,390 0,390 0,390 0,390 0,320 0,320 0,320 0,320 0,320 0,000 0,320 0,320 0,320 0,320
Total Biaya 13,550 7,240 2,370 2,270 3,170 1,990 2,190 2,080 2,140 2,305 2,240 6,800 3,920 3,980 4,070 4,130
Present Value Total
Biaya 13,550 6,296 1,792 1,493 1,812 0,989 0,947 0,782 0,700 0,655 0,554 1,462 0,733 0,647 0,575 0,508

II. Manfaat
1 Pendapatan 8,000 16,000 20,000 28,000 36,000 40,000 48,000 60,000
Total Manfaat 0 0 0 0 0 0 0 0 8,000 16,000 20,000 28,000 36,000 40,000 48,000 60,000
Present Value Total
Manfaat 0 0 0 0 0 0 0 0 2,615 4,548 4,944 6,018 6,729 6,501 6,784 7,374

III. Total Manfaat Bersih -13,550 -7,240 -2,370 -2,270 -3,170 -1,990 -2,190 -2,080 5,860 13,695 17,760 21,200 32,080 36,020 43,930 55,870
Present Value Total
IV. Manfaat Bersih -13,550 -6,296 -1,792 -1,493 -1,812 -0,989 -0,947 -0,782 1,916 3,893 4,390 4,557 5,996 5,854 6,209 6,866
Akumulasi Present
Value Total Manfaat -
V. Bersih -13,550 -19,846 -21,638 -23,130 24,943 -25,932 -26,879 -27,661 -25,745 -21,852 -17,462 -12,905 -6,909 -1,055 5,153 12,019

VI Net Present Value (NPV) 12.019.475,56


VII. Internal Rate of Return (IRR) 18,92%
VIII. B/C Ratio 1,36
70

'et Present Value (NPV) atau nilai tambah adalah nilai sekarang dari arus
pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Metode ini menghitung
selisih antara manfaat/penerimaan dengan biaya/ pengeluaran. Sesuai Tabel 28
diketahui bahwa nilai bersih untuk manfaat yang diperoleh pada jangka waktu
investasi 15 tahun pada lahan sendiri, menunjukkan angka Rp 12.019.475,56
(lebih dari nol). Hal ini berarti usaha pengembangan duku secara monokultur
dapat dikatakan layak untuk dikembangkan.
Hasil analisis NPV juga didukung oleh analisis IRR dan B/C ratio. Internal
Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai sekarang
netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain,
pada tingkat suku bunga berapa NPV sama dengan nol (NPV = 0). Tingkat suku
bunga tersebut adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu
kegiatan usaha untuk faktor produksi yang digunakan. Tabel 28 menunjukkan
bahwa kegiatan usaha pada tahun ke-15, IRR telah melebihi tingkat suku bunga
deposito, yaitu 18,92% atau lebih besar 3,92% dibanding dengan suku bunga bank
yang berlaku. Ini menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan menguntungkan
dan layak untuk diusahakan.
Demikian juga dengan hasil analisis nilai B/C ratio, dimana B/C ratio pada
tahun ke-15 menunjukkan nilai 1,36 (>1), yang artinya usaha pengembangan duku
secara monokultur dinyatakan layak untuk dikembangkan. B/C ratio usaha
pengembangan duku akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia
tanaman, karena tanaman duku akan semakin meningkat produksinya, apalagi
disertai dengan perawatan yang intensif.

Skenario pengembangan duku secara polikultur

Seperti diutarakan sebelumnya, masyarakat secara umum menanam duku


pada kebun campuran, dan tidak secara monokultur. Biasanya duku ditanam
bersama tanaman lain seperti pisang, kakao, dan tanaman lainnya. Hal ini
dikarenakan duku paling cepat menghasilkan dalam jangka 8 tahun dan bersifat
musiman sehingga sulit untuk diharapkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Petani biasanya memilih tanaman yang cepat menghasilkan dan mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Salah satu tanaman yang biasanya ditanam petani bersama
71

tanaman duku adalah pisang. Berdasarkan persyaratan tumbuhnya (Lampiran 5),


kebutuhan pisang relatif sama dengan duku sehingga diasumsikan mampu
mempunyai kesesuaian lahan yang sama dengan duku.
Dalam penelitian ini dilakukan pula analisis skenario usahatani duku
melalui sistem tumpangsari dengan tanaman pisang, sebagaimana yang telah
diujicobakan di sebagian kelompok tani di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung,
Sumatera Barat (Utami, 2008). Dalam sistem budidaya secara polikultur, pisang
dan duku dibudidayakan pada lokasi titik-titik penanaman disesuaikan dengan
tujuan budidaya sistem polikultur. Analisis ini dilakukan untuk memberikan
gambaran sistem budidaya polikultur yang banyak dilakukan oleh masyarakat.
Pada Gambar 16 disajikan sketsa jarak tanam dalam skenario budidaya duku
secara polikultur dengan tanaman pisang.

6m

5m
10 m
5m

2m

10 m
2m
Keterangan :
= Pisang dengan jarak dari lubang duku 2 meter
= Duku dengan jarak 10 x 10 meter
Gambar 16 Skenario sketsa lokasi jarak tanam sistem budidaya polikultur duku-
pisang.

Tabel 29 menunjukkan hasil analisis proyeksi aliran kas (cash flow) usaha
pengembangan perkebunan duku yang ditanam secara polikultur bersama sama
dengan tanaman pisang dalam jangka waktu 15 tahun pada lahan sendiri.
72

Tabel 29 Proyeksi aliran kas (cash flow) usaha pengembangan perkebunan polikultur duku-pisang dalam jangka waktu investasi 15 tahun
pada lahan sendiri
Tahun ke- (Rp Juta)
No. Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 Discount Rate (15%) dan
Discount Factor 1 0.870 0.756 0.658 0.572 0.497 0.432 0.376 0.327 0.284 0.247 0.215 0.187 0.163 0.141 0.123
I. Biaya
1 Aliran Kas Awal 13.550 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 3.200 0.000 0.000 0.000 0.000
2 Biaya Tunai (Duku) 0.000 6.850 1.980 1.880 2.780 1.600 1.870 1.760 1.820 1.985 1.920 3.600 3.600 3.660 3.750 3.810
3 Biaya Tunai (Pisang) 0.000 13.634 9.231 9.381 5.641 2.357 13.634 7.311 7.311 5.341 2.207 3.430 0.000 0.000 0.000 0.000
4 Biaya Depresiasi 0.000 0.390 0.390 0.390 0.390 0.390 0.320 0.320 0.320 0.320 0.320 0.000 0.320 0.320 0.320 0.320
Total Biaya 13.550 20.874 11.601 11.651 8.811 4.347 15.824 9.391 9.451 7.646 4.447 10.230 3.920 3.980 4.070 4.130
Present Value Total Biaya 13.550 18.152 8.772 7.661 5.038 2.161 6.841 3.530 3.089 2.173 1.099 2.199 0.733 0.647 0.575 0.508

II. Manfaat
1 Pendapatan (Duku) 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 8.000 16.000 20.000 28.000 36.000 40.000 48.000 60.000
2 Pendapatan (Pisang) 0.000 0.000 22.000 23.375 20.350 17.600 1.375 26.125 27.500 13.750 6.325 2.750 0.000 0.000 0.000 0.000
Total Manfaat 0.000 0.000 22.000 23.375 20.350 17.600 1.375 26.125 35.500 29.750 26.325 30.750 36.000 40.000 48.000 60.000
Present Value Total Manfaat 0.000 0.000 16.635 15.369 11.635 8.750 0.594 9.821 11.605 8.457 6.507 6.610 6.729 6.501 6.784 7.374

-
III. Total Manfaat Bersih -13.550 20.874 10.399 11.724 11.539 13.253 -14.449 16.734 26.049 22.104 21.878 20.520 32.080 36.020 43.930 55.870
Present Value Total Manfaat -
IV. Bersih -13.550 18.152 7.863 7.709 6.598 6.589 -6.247 6.291 8.516 6.283 5.408 4.411 5.996 5.854 6.209 6.866
Akumulasi Present Value Total - - -
V. Manfaat Bersih -13.550 31.702 23.838 16.130 -9.532 -2.943 -9.190 -2.899 5.617 11.900 17.308 21.719 27.715 33.569 39.777 46.644

VI Net Present Value (NPV) 46.644.000


VII. Internal Rate of Return (IRR) 31,46%
VIII. B/C Ratio 2.23
73

Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa pada tahun pertama dan tahun ke


enam aliran kas adalah negatif (-). Hal ini disebabkan di tahun ke-1 dan tahun ke-
6 adalah masa tanam pisang yang juga membutuhkan biaya cukup besar,
khususnya untuk pengadaan bibit pisang. Produksi pisang mencapai puncak pada
tahun kedua dan ketiga, yaitu pada panen pertama sampai keempat. Mulai panen
kelima produksi akan menurun sampai pada titik dimana rumpun pisang sudah
tidak ekonomis untuk dibudidayakan, sehingga perlu penanaman bibit baru.
Asumsi dalam analisis finansial budidaya pisang yang dipakai dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bibit pisang adalah hasil kultur jaringan dengan jenis pisang kepok, pisang
raja, pisang susu dan pisang ambon.
2. Harga satuan biaya setiap tahun tetap.
3. Tidak ada investasi untuk budidaya pisang, karena investasi telah dihitung
pada analisis usaha pengembangan duku.
4. Tingkat suku bunga kredit investasi bank pada posisi 15% per tahun.
5. Tanaman pisang dirawat dengan benar sesuai anjuran dan prosedur
operasional budidaya pisang.
Berdasarkan hasil analisis proyeksi aliran kas pada Tabel 29, diketahui
bahwa investasi lahan yang telah ditanamkan untuk budidaya duku telah
memberikan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh bukan dari tanaman duku,
melainkan dari tanaman pisang yang ditanam di sela-sela tanaman duku. Pada
tahun awal dimana duku belum berproduksi dan membutuhkan lahan yang luas
untuk perkembangannya, pisang dapat menjadi tanaman yang memiliki 2 fungsi,
yaitu sebagai tanaman sela yang memiliki masa tunggu produksi lebih cepat dan
dapat berfungsi sekaligus sebagai naungan, karena pada prinsipnya, tanaman duku
sampai dewasa masih relatif memerlukan naungan.
Tanaman pisang dapat menjadi sumber pendapatan utama lahan yang telah
diinvestasikan dalam jangka lebih pendek dan tanaman duku untuk tujuan jangka
panjang. Selain itu, hasil dari tanaman pisang dapat menutup biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengusahaan duku, sehingga hal ini sangat disarankan untuk
pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi.
74

Hasil analisis NPV, IRR dan B/C ratio dari usaha pengembangan duku
secara tumpang sari dengan tanaman pisang pada setiap hektar luasan
pengembangan disajikan pada Tabel 30.
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa pengembangan duku dengan
sistem tumpang sari dengan pisang sangat menguntungkan. Pada jangka waktu 15
tahun usaha, NPV telah menunjukkan angka Rp 46.644.000,-, lebih besar daripada
budidaya duku secara monokultur yaitu sebesar Rp 12.019.475,56,- yang artinya
usaha ini layak untuk dikembangkan. Nilai IRR menunjukkan angka 31,46% atau
lebih tinggi 16,46% dibandingkan bunga investasi perbankan yaitu pada angka
15%. Nilai IRR ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan budidaya duku secara
monokultur yaitu 18,92%. Ini disebabkan karena pendapatan dari produksi tahun
pertama sampai tahun kesebelas didukung oleh pendapatan dari produksi pisang.
Dengan demikian, skenario budidaya duku secara tumpang sari sangat dianjurkan,
dalam hal ini dengan pisang, karena biaya produksi duku dan pendapatan dari
lahan dapat diperoleh dari tanaman campurannya.
Analisis budidaya polikultur duku-pisang ini juga tidak memperlihatkan
nilai yang berbeda jauh antara lahan yang milik sendiri maupun sewa. Namun
demikian, seperti telah dijelaskan sebelumnya, sangat dianjurkan untuk usaha
budidaya duku pada lahan sendiri terkait dengan masa usahatani duku yang
panjang (>75 tahun).

Tabel 30 Hasil analisis NPV, IRR dan B/C Ratio pengembangan duku-pisang
pada discount rate 15% pertahun dengan jangka waktu investasi 15
tahun
Kepemilikan Lahan
Uraian
Sendiri Sewa
NPV 46.644.000 44.948.775,4
IRR 31,46% 35,60%
B/C ratio 2,23 2,47

Prospek Pengembangan Duku Dibandingkan Komoditas Lain

Pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi tentu saja mempunyai


komoditas pesaing, antara lain kelapa sawit yang sedang marak diusahakan saat
ini. Duku memiliki masa produksi yang lama (8 – 15 tahun) jika dibandingkan
75

dengan sawit (3 tahun), sehingga kadangkala masyarakat maupun investor belum


tertarik untuk mengusahakannya.
Tabel 31 menunjukkan perbandingan prospek ekonomi duku terhadap
kelapa sawit. Secara ekonomis komoditas kelapa sawit rakyat pada umur 15 tahun
mampu memperoleh keuntungan rata-rata Rp. 12.198.000,-/ha/th dengan rata-rata
produksi 12 ton/ha/tahun pada tingkat harga Rp 1.350/kg (BPTP Sumatera Barat,
2009). Usahatani duku pada usia 15 tahun juga memberikan keuntungan Rp.
12.019.475,_/Ha/thn dengan rata-rata produksi 15 ton/ha/thn pada tingkat harga
Rp 4.000/ kg. Namun seperti dijelaskan sebelumnya, pada usia 15 tahun kelapa
sawit mungkin telah mencapai produksi optimum, sedangkan duku baru mencapai
produksi optimum pada umur 50 – 75 tahun, sehingga keuntungan duku tentu jauh
lebih besar.

Tabel 31 Perbandingan prospek pengembangan antara duku dan kelapa sawit


Kriteria Duku Kelapa Sawit
Umur Produksi 8 – 15 tahun 3 tahun
Keuntungan/ Ha/ Tahun Rp 12 juta Rp 12 juta
Siklus Proyek 120 tahun 25 tahun

Pada Tabel 31 terlihat bahwa berdasarkan siklus proyeknya, duku hampir 5


kali lebih lama membutuhkan peremajaan tanaman (tiap 120 tahun) dibandingkan
kelapa sawit yang tiap 25 tahun. Hal ini tentu menguntungkan dari sisi biaya
investasi dan operasional, walaupun umur produksi duku lebih lama. Selain itu
secara ekologis, tanaman duku akan lebih menguntungkan lingkungan karena
secara tidak langsung habitatnya dapat menyerupai hutan sekunder yang terkait
dengan ukuran pohonnya yang cukup besar.
76

Analisis Kelembagaan

Lembaga Penyuluhan

Pengembangan duku tidak terlepas dari campur tangan pemerintah


khususnya dalam hal pembinaan petani melalui media penyuluhan. Saat ini
pembinaan dan penyuluhan pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPPKP)
Kabupaten Muaro Jambi. Di dalam lingkup kerjanya, penyuluhan adalah sub
organisasi yang berdiri sendiri yang disebut dengan Kelompok Jabatan Fungsional
dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan. Namun dalam
melaksanakan fungsinya, kelompok ini tetap berkoordinasi dengan bidang
lainnya. Struktur organisasi penyuluhan di Badan Pelaksana Penyuluhan dan
Ketahanan Pangan Kabupaten Muaro Jambi disajikan pada Gambar 17.
Sesuai Gambar 16 diketahui bahwa Kelompok Jabatan Fungsional berada
langsung di bawah koordinasi Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan dan
Ketahanan Pangan yang memiliki fungsi pembinaan, penyuluhan dan
pengembangan sumberdaya pertanian. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
kelompok Jabatan Fungsional yang beranggotakan petugas penyuluh kabupaten,
berkoordinasi dengan seluruh Bidang, baik dalam menyusun program sampai
dengan pelaksanaan program. Saat penelitian dilaksanakan, petugas penyuluhan
yang tergabung dalam kelompok Jabatan Fungsional berjumlah 6 orang dengan
binaan masing-masing. Tugas utama mempersiapkan seluruh program penyuluhan
dan berkoordinasi dengan Kepala Balai Penyuluhan yang ada di tiap kecamatan
dan petugas penyuluh pertanian yang tersebar di seluruh kecamatan yang
berjumlah 105 orang. Keragaan petugas penyuluhan yang berada di Kabupaten
Muaro Jambi disajikan dalam Tabel 32.
77

Ka. BPPKP

Kel. Jabatan Fungsional


Sekretaris

Kasubbag Kasubbag Kasubbag Umum dan


Perencanaan Keuangan Kepegawaian

Kabid Pengembangan Kabid Pemberdayaan SDM Kabid Ketahanan


Teknologi Sarana dan Prasarana dan Kelembagaan Petani Pangan

Kasubbid Kasubbid Pemberdayaan Kasubbid Ketersediaan dan


Pengembangan Sumberdaya Manusia Kewaspadaan Pangan
Teknologi dan
Kasubbid Sarana dan Kasubbid Kelembagaan Kasubbid Distribusi dan
Tani Penganekaragaman
Prasarana
Konsumsi Pangan
B UPTB/ BP4K

Gambar 17 Struktur Organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Muaro Jambi.
78

Tabel 32 Keragaan Petugas Penyuluh Pertanian Kabupaten Muaro Jambi


No. Kecamatan Desa Kelurahan Petugas Penyuluh
1 Sekernan 15 1 14
2 Maro Sebo 20 1 11
3 Jambi Luar Kota 15 1 14
4 Mestong 13 1 15
5 Sungai Bahar 24 - 10
6 Sungai Gelam 11 - 12
7 Kumpeh Ulu 17 - 13
8 Kumpeh 16 1 16
Jumlah 131 5 105
Sumber : Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Muaro Jambi, 2009

Petugas penyuluh lapangan bertugas dalam berbagai sektor, baik tanaman


pangan, hortikultura, perkebunan, maupun peternakan dan perikanan. Setiap
petugas memiliki spesifikasi kemampuan sesuai bidangnya, akan tetapi dalam
pembagian wilayah binaan hal tersebut tidak menjadi satu-satunya pertimbangan.
Petugas di setiap kecamatan, dipimpin oleh seorang Koordinator Penyuluh yang
juga Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan. Jumlah petugas penyuluh tersebut
mulai tahun 2006 telah diperkuat dengan adanya Tenaga Harian Lepas Tenaga
Bantu (THL-TB) Penyuluh Pertanian sebanyak 35 orang yang turut membantu
pelaksanaan penyuluhan di beberapa desa dalam tiap kecamatan. Namun petugas
Penyuluh Lapangan yang khusus menangani pengembangan duku belum ada. Hal
ini berdampak kurang efektifnya penyuluhan dan pembinaan dalam upaya
pengembangan duku khususnya di wilayah sentra produksi.
Petugas melakukan pembinaan dan penyuluhan melalui berbagai cara, baik
pembinaan langsung ke petani dengan melakukan kunjungan lapang, atau melalui
kelompok tani dengan melakukan pertemuan kelompok. Sesuai hasil wawancara
dengan petani, diperoleh informasi bahwa pelaksanaan penyuluhan sampai saat
penelitian dilaksanakan sudah dirasa cukup baik. Hal ini disebabkan jumlah
penyuluh yang relatif tersebar yang sesuai dengan luas wilayah yang harus dibina.
Kunjungan dan pembinaan dilakukan pada saat pertemuan kelompok tani yang
biasanya setiap kelompok tani yang aktif melakukan pertemuan paling sedikit 1
kali dalam satu bulan. Kunjungan kelompok tani dilakukan dalam rangka
pembinaan sumberdaya petani dan transfer teknologi baik dari ataupun ke petani,
79

dengan harapan dapat diperoleh suatu teknologi spesifik lokasi yang dapat
dikembangkan sesuai kondisi wilayah dimana petani berada.

Kelembagaan Petani

Penguatan kelembagaan pedesaan merupakan bagian dalam strategi


pengembangan pedesaan. Lembaga-lembaga kooperatif yang berkembang di
tingkat masyarakat akan mendorong pengembangan potensi ekonomi rakyat
pedesaan dengan upaya bersama (Rintuh dan Miar, 2003). Salah satu
kelembagaan ditingkat petani yang berperan penting dalam pengembangan
pertanian adalah kelompok tani. Saat ini di Kabupaten Muaro Jambi ada 1.040
kelompok tani yang tersebar di tiap kecamatan. Dari jumlah tersebut hanya 25
kelompok tani yang aktif pada pengembangan komoditas duku, baik sebagai
komoditas utama maupun komoditas penunjang usaha pertaniannya. Tabel 33
menunjukkan keragaan kelompok tani-kelompok tani duku yang telah
berkembang di beberapa kecamatan di seluruh wilayah Kabupaten Muaro Jambi.
Gambar 18 menunjukkan bahwa hanya ada 2 (dua) dari 8 (delapan)
kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi telah memiliki kelompok tani duku,
padahal di tiap kecamatan terdapat pertanaman duku. Hal ini diduga karena
pandangan umum petani setempat yang menganggap duku sebagai tanaman untuk
penghasilan tambahan yang bersifat musiman, sehingga tidak bisa diharapkan
untuk menopang kehidupan sehari-hari. Sehingga merasa tidak perlu untuk
membentuk kelompok tani yang khusus untuk tanaman duku.
Kecamatan Maro Sebo memiliki kelompok tani duku terbanyak yaitu 22
kelompok dan sisanya 3 kelompok ada di Kecamatan Kumpeh Ulu. Rata-rata
kepemilikan lahan duku oleh masing-masing anggota kelompok hanya 0.66 ha,
walaupun pada kenyataannya duku yang dimiliki oleh petani sulit untuk
dinyatakan dalam satuan hektar dikarenakan berada pada kebun campuran
maupun di pekarangan rumah.
Sesuai hasil wawancara di lapangan, terdapat 2 (dua) jenis kelembagaan
kelompok tani yang ada yaitu:
1. Jenis kelembagaan yang berdiri karena ikatan sosial masyarakat.
2. Kelompok tani duku yang terbentuk karena campur tangan pemerintah.
80

Kelompok ini biasanya adalah kelompok tani-kelompok tani baru yang


anggotanya bersedia untuk aktif menggunakan lahannya untuk pengembangan
duku melalui program pemerintah.
Kelompok tani duku yang aktif melaksanakan berbagai kegiatan antara lain:
1. Pertemuan rutin kelompok (minimal 1 kali dalam satu bulan)
2. Pertemuan lapang (sesuai kebutuhan)
Kegiatan kegiatan ini bertujuan untuk memberdayakan seluruh anggota
kelompok. Bunch (1992) dalam Rintuh dan Miar (2003) mengemukakan akan
makna pentingnya sebuah kelembagaan di pedesaan, sehingga apabila terjadi
permasalahan, mungkin dapat diatasi melalui kelompok masyarakat itu sendiri.

Tabel 33 Keragaan kelompok tani duku di Kabupaten Muaro Jambi


Luas
o. ama Kelompok Kecamatan Desa Ketua Anggota Lahan
(Ha)
1 Usaha Maju Maro Sebo Jambi Tulo Yusniar 31 25
2 Suka Maju Maro Sebo Jambi Tulo Helmi 29 26
3 Maju Bersama Maro Sebo Jambi Tulo Teguh 29 25
4 Swadaya Maro Sebo Jambi Tulo Zakaria 29 26
5 Mandini Jaya Maro Sebo Jambi Tulo Ibrahim 29 25
6 Temening Jaya Maro Sebo Jambi Tulo Masri 29 26
7 Sinar Harapan Maro Sebo Tanjung Katung M.Beda 36 15
8 Sumber Rezeki Maro Sebo Tanjung Katung Sayuti 31 12
9 Sudi Makmur Maro Sebo Tanjung Katung Sanusi 31 15
10 Pantang Mundur Maro Sebo Tanjung Katung Samsul 31 12
11 Talang Parit Maro Sebo Kemingking Dalam Marzuki 27 10
12 Sidodadi Maro Sebo Kemingking Dalam Larzo 28 11
13 Rengas Tunjang Maro Sebo Kemingking Dalam Fauzi 28 12
14 Harapan Makmur 1 Maro Sebo Kemingking Dalam Rabwan 28 13
15 Harapan Makmur 2 Maro Sebo Kemingking Dalam Azmi 28 14
16 Tunas Baru Maro Sebo Jambi Kecil M. Sabar 30 10
17 Bina Usaha Maro Sebo Jambi Kecil Muksin 30 10
18 Kiat Mulyo Maro Sebo Jambi Kecil Samsudin 30 10
19 Sinar Harapan Maro Sebo Jambi Kecil Suhaili 30 11
20 Maju Bersama Maro Sebo Jambi Kecil Amirudin 30 12
21 Bina Bersama Maro Sebo Jambi Kecil Hasan 30 13
22 Jaya Makmur Maro Sebo Jambi Kecil Samsudin 30 14
23 Bina Usaha Kumpeh Ulu Pemunduran Rasid 28 75
24 Sahabat Bumi Kumpeh Ulu Pemunduran Muslim U 24 50
25 Usaha Tani Kumpeh Ulu Ramin Kamsim 27 13
Jumlah total 733 485
Sumber : Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Muaro Jambi, 2009
81

Gambar 18 Peta sebaran kelompok tani duku di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2009
82

Kelompok tani duku yang ada di Kabupaten Muaro Jambi tidak saja
bergerak di bidang duku, namun juga memiliki lahan untuk pengembangan
komoditas lain seperti tanaman pangan. Hal ini dikarenakan duku adalah
komoditas yang berumur panjang (memiliki usia produksi yang panjang) dan
sampai saat ini masih menjadi tanaman selingan dan belum menjadi tanaman
utama, sehingga dalam pengelolaannyapun masih belum menjadi prioritas utama.
Aktifitas kelompok tani sampai saat ini belum menempatkan penanganan
pasca panen dan pemasaran duku sebagai agenda kegiatan. Sehingga sampai saat
ini kelompok tani duku baru terbatas pada upaya memproduksi duku, belum
sampai pada tingkat pemasaran hasil. Faktor pembatas antara lain duku masih
dianggap tanaman sekunder, serta sumberdaya anggota kelompok yang relatif
kurang, dimana sebagian besar petani duku berpendidikan di bawah SMU.
Diharapkan adanya pembinaan melalui pelatihan-pelatihan bagi peningkatan
kualitas sumberdaya manusia.
Sesuai informasi di lapangan tingkat kekuatan kelembagaan petani pada
kelompok tani yang berdiri karena keterikatan adat dan sosial memiliki kekuatan
yang lebih baik daripada kelompok tani yang berdiri karena adanya campur
tangan pemerintah. Hal ini dikarenakan kelompok tani yang tumbuh karena
keterikatan adat dan sosial dapat dirasakan mampu menyatukan anggota
masyarakat dan dapat memiliki peran yang lebih fleksibel. Tidak saja sebagai
kelompok tani, namun juga sebagai kelompok adat yang telah diwarisi secara
turun menurun.

Lembaga Pengolahan

Pengolahan buah duku segar di Kabupaten Muaro Jambi belum dilakukan.


Saat ini duku hanya dilepas ke pasar dalam kondisi buah segar. Padahal duku
berpotensi untuk diolah menjadi berbagai produk seperti puree, juice, syrup dan
olahan lainnya. Tidak hanya bagian buahnya, bagian lain dari buah seperti biji dan
kulit buah juga berpotensi untuk diolah karena berdasarkan hasil penelitian
mengandung senyawa yang berguna untuk obat-obatan.
Tanaman duku menghasilkan buah segar, daun, dan kayu. Tanaman duku
yang sudah tidak produktif dapat menghasilkan kayu yang bisa digunakan sebagai
83

bahan bangunan atau kayu bakar. Manfaat kayu dari duku tidak begitu menonjol
karena masa produksinya sangat lama, sedangkan daun duku merupakan produk
yang paling banyak tetapi nilai ekonominya jauh lebih rendah dibanding buah.
Pemanfaatan daun yang berupa limbah tanaman sampai saat ini hanya digunakan
sebagai kompos dalam upaya pengembalian bahan organik ke tanaman.
Tanaman duku adalah salah satu jenis tanaman buah yang memiliki banyak
manfaat. Namun demikian, untuk memperoleh manfaat tersebut, proses
pengolahan mutlak diperlukan. Pohon industri tanaman duku sebagai gambaran
manfaat dan gambaran produk akhir dari pengolahan seluruh bagian tanaman
duku dapat dilihat pada Gambar 19.
Berkembangnya pengolahan dan pemanfaatan duku, selain buah segarnya,
maka akan mendorong terbentuknya industri pengolahan serta pentingnya
standardisasi mutu lebih lanjut terkait bagian tanaman yang dimanfaatkan
tersebut, seperti kulit pohon, kulit buah, maupun bijinya. Oleh karena itu, perlu
penelitian dan pengkajian tentang pemanfaatan bagian-bagian duku yang bernilai
ekonomis tersebut, terkait tehnik budidaya, varietas duku, serta teknologi
pengolahan.
Pada sub sistem pengolahan, duku adalah salah satu jenis buah yang biasa
dikonsumsi dalam bentuk segar, sehingga buah duku selalu dijual dalam bentuk
segar dan tidak dalam kaleng. Hal ini terlihat bahwa tidak berkembangnya industri
pengalengan buah duku, selain itu juga karena kebutuhan buah duku segar di
pasar juga belum terpenuhi.
Nilai ekonomi komoditas sangat tinggi pada buahnya, oleh karena itu
pengembangan duku sudah selayaknya lebih fokus kepada peningkatan nilai
tambah melalui introduksi teknologi dan pengembangan industri pengolahan.
Berbagai produk olahan duku ini akan menjadi primadona program
pengembangan duku. Didukung oleh kelembagaan yang kuat serta
kesinambungan produksi sebagai hasil perbaikan budidaya diyakini akan
memberikan dampak yang nyata bagi perekonomian daerah.
84

Bahan Pewangi

Kulit Bahan Obat

Ampas Kompos

Puree

Syrup

Buah Segar Daging Juice


Buah

Selai

Jelly

Bahan Obat
Biji
Duku Bahan Kosmetika

Tepung Kulit
Kayu Bahan Obat

Kayu
Bahan
Bangunan

Bahan Kompos
Daun
Bahan Obat

Gambar 19 Pohon industri duku.


85

Kelembagaan Kemitraan

Dalam mengembangkan suatu kemitraan usaha antara petani produsen


dengan perusahaan mitra, beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai prasyarat
utama bagi calon pelaku yang akan bermitra adalah kesiapan masing-masing
pihak dalam hal teknik produksi, manajemen usaha, sumber pembiayaan,
kemampuan mengembangkan usaha, serta akses pasar. Dalam hal ini masing-
masing pihak harus mempunyai kemampuan daya saing yang tinggi. Dalam
perkembangannya, masyarakat petani terbiasa melakukan pengembangan
komoditas duku mereka secara sendiri-sendiri. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya bahwa hanya ada 25 kelompok tani yang secara serius aktif pada
pengembangan komoditas duku. Hal ini bisa disebabkan kelompok tani yang ada
masih sangat tradisional dan pada umumnya belum memiliki akses yang kuat
terhadap informasi, permodalan dan teknologi, sehingga modal dan teknologi
belum berkembang dan termanfaatkan secara memadai. Hal ini sebagai akibat dari
masih sangat lemahnya kemampuan kelompok dalam bermitra.
Berdasarkan hasil pengamatan di daerah sentra hortikultura lain seperti
Tasikmalaya, Bogor dan Purworejo, kemitraan dalam usaha tani sangat penting.
Di Kabupaten Muaro Jambi khususnya, duku sampai saat ini masih tergolong
sebagai salah satu komoditas tertutup (tidak ada alternatif lain) artinya komoditas
hanya bisa dijual melalui perusahaan mitra (pedagang tertentu). Kendala lain yang
dihadapi oleh kelompok tani dalam melakukan kemitraan, diantaranya :
1. Kuantitas, kualitas dan kontinyuitas produksi di tingkat petani masih relatif
rendah.
2. Masa juvenil duku yang panjang, sehingga sulit dilakukan pengaturan pola
tanam, yang berdampak kepada rendahnya tingkat kontinyuitas produksi.
3. Mencakup ratusan petani yang tersebar, sehingga sulit ditumbuhkan
kerjasama dan pengaturan.
4. Duku sebagai komoditas tertutup, sehingga petani akan menerima harga
yang ditetapkan oleh mitra yang biasanya rendah.
5. Perusahaan mitra tidak memiliki itikad sungguh-sungguh untuk membantu
petani.
86

Analisis kelembagaan komoditas pertanian ini telah dilakukan oleh Saptana,


dkk (2004), khususnya mengenai kelembagaan kemitraan. Penelitian ini
menemukan adanya beberapa pola kelembagaan kemitraan dalam komoditas
manggis, mangga, strawberi, jeruk, kubis, bawang merah dan cabe merah di
beberapa daerah di seluruh Indonesia. Pola kelembagaan kemitraan yang ada
adalah ”pola dagang umum” dan pola ”inti plasma”. Pola dagang umum
mencakup kelembagaan kemitraan antara petani dengan pelaku pada pasar
tradisional maupun modern, sedangkan pola inti-plasma mencakup kelembagaan
kemitraan antara petani dengan pelaku perusahaan (perusahaan pengolahan,
perusahaan eksportir). Pola kelembagaan kemitraan untuk duku di Kabupaten
Muaro Jambi tidak berbeda dengan pola kemitraan di daerah produsen duku lain
di Indonesia, lebih mengarah ke perdagangan umum, walaupun dalam
kenyataannya duku juga melibatkan perusahaan eksportir.
Adapun kemitraan usaha sendiri menurut Undang-Undang No 20 Tahun
2008 adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak
langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
Kemitraan bertujuan untuk:
a. mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
b. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha
Besar;
c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam
pelaksanaan transaksi usaha antar- Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam
pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha
Besar;
e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah;
f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan
usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan
87

g. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang


perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Lemahnya kelompok tani dalam bermitra, tidak saja terjadi pada kelompok
tani duku yang relatif baru dikembangkan, namun juga untuk kelompok tani
secara umum. Sehingga dalam menguatkan kelembagaan petani duku, hal yang
perlu dilakukan adalah penguatan kemitraan usaha dan penguatan kelembagaan
yang memacu dan menyelaraskan kerjasama yang saling memerlukan, saling
menguatkan dan saling menguntungkan di antara pelaku usaha, yaitu dalam hal ini
petani dan pedagang.

Kelembagaan Pemasaran

Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat mengkonsumsi buah


mengakibatkan permintaan buah-buahan semakin meningkat. Duku selalu
ditunggu setiap musimnya tiba karena citarasanya yang eksotik, selain itu hanya
ada pada saat musimnya saja atau sekali setahun. Sesuai pengamatan di lapangan,
meningkatnya pasar duku dunia ternyata tidak serta merta diikuti oleh
meningkatnya harga di tingkat petani. Salah satu penyebabnya adalah sistem
pemasaran duku di Indonesia yang masih belum efisien. Rantai pemasaran yang
panjang, melibatkan 1-2 pedagang pengumpul, sebelum sampai di tangan
pedagang besar/ bandar. Selain itu jumlah eksportir duku yang masih sangat
terbatas, menyebabkan buah duku masih sedikit sekali yang diekspor, tidak
sebanyak buah-buahan lain seperti manggis, durian, dan lainnya. Sehingga hampir
sebagian besar duku terserap oleh pasar dalam negeri. Sistem pemasaran yang
telah melembaga dan berkembang antar pelaku tata niaga duku di Kabupaten
Muaro Jambi disajikan dalam Gambar 20.
Rantai pemasaran yang pertama yaitu petani-pedagang pengecer-
konsumen, yang serupa dengan rantai pemasaran satu yaitu untuk melayani yang
luas berkembang. Pada rantai pertama ini pedagang pengecer langsung datang ke
kebun duku petani untuk membeli duku, yang biasanya untuk langsung dipasarkan
ke wilayah sekitar kabupaten Muaro Jambi, seperti Kota Jambi.
88

Petani Pengecer Konsumen


I

II III
Tengkulak Bandar Pengecer Konsumen

Gambar 20 Kelembagaan sistem pemasaran duku di Kabupaten


Muaro Jambi

Pola pemasaran kedua dan ketiga merupakan pola yang umum dan banyak
terjadi di Kabupaten Muaro Jambi, yang tujuan pasarnya adalah keluar Provinsi
Jambi. Tengkulak (pedagang pengumpul) ataupun bandar datang ke kebun duku
petani dan langsung menawar duku petani tersebut untuk harga per kilogram
buahnya. Biasanya tengkulak dan bandar ini telah membawa serta tenaga panen,
kemasan (kotak kayu/ keranjang) dan sarana transportasi (biasanya truk) sendiri.
Sehingga setelah selesai pengepakan akan lansung diantar ke kota tujuan, seperti
Jakarta, Bandung, Medan.
Teknik panen yang dilakukan petani duku di Kumpeh ada 3 (tiga) cara
yaitu:
1) Buah duku dipetik dari pohon (cabang/ranting) dengan menggunakan tangan
dimasukkan ke dalam keranjang atau karung plastik kemudian diturunkan
pelan-pelan dengan menggunakan tali. Cara panen seperti ini merupakan cara
panen yang paling baik dimana sedikit sekali buah yang rusak/pecah dan
biasanya untk pemasaran luar kota.
2) Cabang atau dahan digoyangkan sehingga buah duku yang sudah benar-benar
matang akan jatuh. Buah yang jatuh akan ditampung oleh 2-3 orang yang
berada di bawah pohon dengan menggunakan semacam jaring atau terpal.
Jaring atau terpal tersebut berguna untuk menampung buah agar jangan
terpencar dan menghindari agar buah tidak menyentuh tanah. Jika buah
menyentuh tanah kemungkinan besar terkontaminasi dengan jamur. Biasanya
cara panen seperti ini untuk pemasaran lokal.
3) Pengumpulan buah yang jatuh. Petani datang mengumpulkan buah yang jatuh
karena sudah terlalu masak atau karena adanya gangguan fisik seperti angin,
hujan atau gangguan hama tupai dan kelelawar. Hasil panen dengan cara ini
89

memiliki resiko sangat besar untuk terserang jamur (browning) dan bila
tercampur dengan buah yang bagus maka akan merusak yang lainnya.

Gambar 21 Tehnik pemanenan buah duku dengan cara dipetik langsung (kiri) dan
dengan cara menggoyangkan pohon duku (kanan).

Gambar 22 Pengemasan dan sortasi yang dilakukan oleh pedagang duku (kiri) dan
truk pengangkut milik pedagang beserta kotak kayu untuk
pengemasan duku (kanan).

Untuk tujuan pemasaran, petani melakukan panen dengan 2 (dua) cara yaitu:
1) dengan karung atau keranjang khusus yang diletakkan pada kendaraan
bermotor roda dua untuk pemasaran lokal (Kota Jambi); 2) dengan menggunakan
kotak (peti istilah pedagang duku kumpeh) yang terbuat dari kayu lunak berbentuk
empat persegi panjang dan mampu memuat 17-20 kg duku atau berupa keranjang
dari bambu dengan kapasitas lebih besar daripada peti kayu yaitu sekitar 40-50 kg.
Cara ini biasanya untuk pemasaran luar daerah seperti Jakarta, Bandung, Medan,
atau Batam. Khusus untuk pengisian peti dilakukan sortir terlebih dahulu terhadap
buah yang berkualitas dan yang tidak baik dipisahkan. Sarana transportasi (truk)
untuk pemasaran ke luar daerah tersebut harus siaga terus sehingga dapat
90

langsung berangkat setelah pengepakan. Hal ini untuk menghindari jangan sampai
buah duku rusak sampai di tujuan.
Musim panen duku di Kabupaten Muaro Jambi jatuh di bulan Desember
sampai dengan Maret. Pada bulan-bulan tersebut biasanya kawasan sentra
produksi duku ramai didatangi oleh pedagang-pedagang duku baik dari Provinsi
Jambi maupun dari luar kota seperti Palembang, Riau, Medan dan Jakarta. Para
pedagang ini melakukan pembelian langsung (cash trading) duku petani dan
biasanya pada hari yang sama melakukan pemanenan dan pengepakan buah duku
tersebut (Gambar 22). Sampai saat ini petani dan kelompok tani duku di
Kabupaten Muaro Jambi belum dapat bermitra dengan pelaku pasar pada salah
satu mata rantai pemasaran. Suatu asosiasi maupun gabungan kelompok tani yang
diharapkan mampu berperan tidak saja sebagai produsen, tetapi juga mampu
berperan sebagai pedagang duku, dengan tujuan agar kelompok tani/ asosiasi/
gapoktan mampu berperan sebagai pedagang pengumpul atau bandar sehingga
keuntungan dari 2 rantai pemasaran pada proses tata niaga duku dapat diterima
oleh petani.
Informasi pasar sampai saat ini belum diperoleh petani secara optimal,
bahkan sangat minim sekali. Sesuai hasil wawancara di lapangan, hampir semua
petani dan pedagang tidak mengetahui secara pasti bagaimana kualitas duku
sesuai SNI (Standard Nasional Indonesia) yang dibutuhkan oleh pasar nasional
maupun oleh pasar internasional (Lampiran 8). Pedagang pengumpul hanya
berperan sebagai pengumpul dengan sortir yang sekadarnya dan tidak ada proses
grading. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya penekanan harga oleh mata
rantai satu tingkat di atasnya.
Sarana pergudangan yang dimiliki oleh pedagang masih belum memadai.
Hal ini dikarenakan pedagang menganggap gudang tidak mutlak diperlukan.
Pembelian duku yang dilakukan langsung di kebun atau di titik-titik bongkar muat
duku hanya berlangsung 1-2 hari (satu malam), sehingga gudang hanya dipakai
untuk menyimpan kotak kayu untuk pengemasan duku, terutama untuk pasar luar
Provinsi Jambi. Kondisi gudang seperti Gambar 23 menunjukkan bahwa
prasarana pendukung untuk agribisnis duku masih jauh dari layak, sehingga perlu
pembenahan dan perbaikan lebih lanjut dari pihak pengusaha sendiri maupun dari
91

pemerintah daerah, guna mendukung pengembangan duku di Kabupaten Muaro


Jambi.

Gambar 23 Kondisi gudang yang hanya berisi kotak kayu untuk pengemasan duku
Dalam pengembangan komoditas pertanian, kegiatan pemasaran merupakan
aspek penting dalam suatu pengembangan usaha. Sesuai dengan sifat yang
melekat pada komoditas buah dan sayur yaitu lekas membusuk (perishable),
musiman dan dalam jumlah banyak (bulky) serta sulit diangkut melalui jarak jauh
tanpa menimbulkan kerusakan dan susut yang besar. Kondisi tersebut
memerlukan penanganan yang cepat dan tepat di semua pelaku tataniaga.
Permasalahan lain adalah masih belum dikenalnya nama duku asal
Kabupaten Muaro Jambi atau yang lebih dikenal dengan nama Duku Kumpeh di
pasaran nasional. Para pedagang ataupun bandar yang mengambil duku dari
Kabupaten Muaro Jambi akan menjual dengan nama Duku Palembang karena
khawatir pembeli akan berkurang jika dijual dengan nama aslinya. Padahal seperti
telah dijelaskan sebelumnya, Duku Kumpeh tidak kalah bahkan lebih unggul
daripada Duku Palembang. Hal ini menuntut peran aktif terutama dari pemerintah
daerah dalam melakukan promosi terhadap komoditas unggulannya, dalam hal ini
komoditas duku.
Rantai pemasaran yang efisien sangat menentukan tingkat harga yang akan
diterima oleh petani. Itikad baik dari setiap pelaku tata niaga khususnya antara
petani dengan pedagang/ perusahaan mitra sangat diperlukan untuk keberlanjutan
usaha masing-masing pihak. Dukungan pemerintah dalam upaya mengefisienkan
rantai pemasaran sangat diharapkan, khususnya dalam menarik investor yang
mampu berperan tidak saja dalam mendongkrak produksi, namun juga dapat
92

bermitra dengan kelompok tani atau asosiasi kelompok tani dalam hal
peningkatan kualitas produksi dan pemasaran.

Analisis Marjin Tata iaga

Marjin tata niaga didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar


konsumen akhir untuk suatu produk dan harga yang diterima petani produsen
untuk produk yang sama. Analisis marjin tata niaga duku dilakukan dengan
melakukan analisis data primer yang merupakan hasil wawancara langsung
dengan pelaku tata niaga, yaitu dari petani sampai dengan bandar (pedagang
besar) serta harga yang diterima konsumen akhir.
Dalam analisis ini tidak dilakukan analisis margin tata niaga yang dilakukan
oleh eksportir dikarenakan keterbatasan data mengenai harga yang diterima oleh
eksportir beserta ringkasan biaya yang harus dikeluarkan oleh eksportir dalam
melaksanakan proses tata niaga, selain itu hal ini dikarenakan tidak diketahuinya
sumber yang pasti apakah duku yang diekspor oleh eksportir tersebut berasal dari
Jambi ataukah selain Jambi, karena dilakukan oleh eksportir dari luar Provinsi
Jambi. Analisis juga dilakukan dalam satu kategori klasifikasi, yaitu kualitas duku
dianggap seragam dan hanya untuk memenuhi tujuan pasar konsumen dalam
negeri.
Dari analisis marjin yang dilakukan (Tabel 34) diketahui bahwa pada
saluran pemasaran I, petani memperoleh pembagian harga 57,14% (Rp 4.000,-)
saja dari harga yang harus dikeluarkan oleh konsumen (Rp 7000,-), pedagang
pengecer mendapatkan harga dengan tingkat keuntungan 28,57% dari jumlah
yang dibayar oleh konsumen. Pada saluran pemasaran II, pedagang penumpul atau
tengkulak memperoleh tingkat keuntungan sebesar 9,70% dan bandar memperoleh
keuntungan lebih besar yaitu 11,30%.
Pada saluran pemasaran III, dimana bandar lansung membeli kepada petani,
maka bandar mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada sebelumnya
yaitu sebesar 21,30% dikarenakan margin yang seharusnya diambil oleh
tengkulak. Sedangkan petani mendapatkan keuntungan yang sama yaitu 50% dari
jumlah yang dibayar konsumen, baik pada saluran pemasaran II dan III. Secara
terinci, analisis marjin tata niaga duku disajikan pada Tabel 34.
93

Tabel 34 Nilai marjin dan persentase marjin penjualan per kilogram buah duku
pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran tahun 2008
Saluran Saluran Saluran
No Pelaku Pasar Pemasaran I Pemasaran II Pemasaran III
(Rp) % (Rp) % (Rp) %
1 Petani
a. Biaya-biaya - - -
b. Harga jual 4.000 57,14 5.000 50,00 5.000 50,00
2 Tengkulak
a. Harga beli 5.000 50,00
b. Biaya-biaya 30 0,30
- Transportasi 20 0,20
- Bongkar muat 10 0,10
c. Keuntungan 970 9,70
d. Harga jual 6.000 60,00
3 Pedagang Pengecer
a. Harga beli
b. Biaya-biaya
c. Keuntungan
d. Harga jual
4 Bandar
a. Harga beli 6.000 60,00 5.000 50,00
b. Biaya-biaya 870 8,70 870 8,70
- Transportasi 60 0,60 60 0,60
- Bongkar muat 10 0,10 10 0,10
- Kemasan 300 3,00 300 3,00
- Sortasi - - - -
c. Keuntungan 1.130 11,30 2.130 21,30
d. Harga jual 8.000 80,00 8.000 80,00
5 Pedagang Pengecer
a. Harga beli 4.000 57,14 8.000 80,00 8.000 80,00
b. Biaya-biaya 1.000 14,29 1.000 10,00 1.000 10,00
c. Keuntungan 2.000 28,57 1.000 10.00 1.000 10,00
d. Harga jual 7.000 100,00 10.000 100,00 10.000 100,00

Jumlah duku yang dijual kepada pedagang pengecer/tengkulak ini biasanya


apabila jumlah produksi tidak banyak. Bahkan saluran pemasaran I terjadi apabila
lokasi kebun/sentra duku berada tidak jauh dari jalan raya, sehingga para
pedagang pengecer bahkan petani dapat berperan sekaligus sebagai pedagang
pengecer dengan membuat pondok-pondok di pinggir jalan sepanjang kawasan
sentra duku untuk memasarkan dukunya. Apabila produksi buah duku dalam
volume besar, maka para tengkulak yang merupakan kaki tangan bandar memiliki
94

peran penting dalam pemasaran duku, karena melibatkan pendanaan yang sangat
besar.
Sesuai Tabel 34 sebelumnya, diketahui bahwa duku yang dijual petani
mempunya margin tata niaga yang besar untuk petani yaitu rata-rata lebih dari
50%. Namun sebenarnya petani berpeluang mendapatkan margin yang lebih besar
jika bisa meningkatkan kualitas, kuantitas dan menguasai sistem informasi pasar.
Hasil pengamatan di lapangan, bahwa sampai saat ini belum ada kelompok
tani duku yang bergerak dalam hal pemasaran duku untuk memotong jalur
distribusi/rantai pemasaran. Sistem kelembagaan petani yang kuat dan aktif,
terutama dalam hal distribusi hasil panen duku anggota-anggotanya. Petani masih
menjual hasil panennya masing-masing, sehingga menguatnya struktur pasar
monopsoni (jumlah penjual banyak dengan jumlah pembeli sedikit) dalam
perdagangan duku, sehingga duku menjadi komditas tertutup dan lemahnya posisi
tawar petani, terutama pada saat panen raya yang membuat harga jual anjlok. Hal
ini menuntut peran kelompok tani/ gapoktan dalam pemasaran duku, sehingga
akses pedagang terhadap petani semakin sedikit dan petani memiliki posisi tawar
yang semakin meningkat.
KESIMPULA

Dari berbagai analisis dapat diambil kesimpulan sebagaimana berikut:


1. Tanaman duku belum berkembang di Kabupaten Muaro Jambi tetapi
berpotensi menjadi komoditas prioritas pengembangan berdasarkan potensi
ekonominya.
2. Potensi lahan yang masih dapat dikembangkan untuk budidaya duku terdapat
di semua kecamatan, kecuali Kecamatan Sungai Bahar, dengan luas 158.403,7
Ha atau sekitar 30,2% dari total luas wilayah.
3. Analisis usaha duku dengan tingkat suku bunga investasi (discount factor) 15
% layak untuk diusahakan baik secara monokultur maupun polikultur.
4. Sistem kelembagaan duku, baik penyuluh, petani, pemasaran, pengolahan dan
kemitraan belum berkembang dan berfungsi efisien di Kabupaten Muaro
Jambi.
5. Hasil analisis margin tata niaga duku menunjukkan bahwa saat ini petani rata-
rata menerima 50% (sudah termasuk biaya produksi), sedangkan keuntungan
yang diterima oleh pedagang yaitu sebesar 21,3% dari nilai rupiah yang
dibayar oleh konsumen dan sisanya adalah biaya penyusutan dan biaya
distribusi.
6. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi pengembangan duku dapat
dikelompokkan jadi tiga kluster yaitu:
a. Pengembangan dari aspek biofisik, yaitu pemanfaatan potensi lahan yang
ada untuk peningkatan produksi serta infrastruktur pendukungnya;
b. Pengembangan dari aspek ekonomi, yaitu pengembangan kemitraan/
kerjasama dan teknologi.
c. Pengembangan dari aspek sosial, yaitu pengembangan sumberdaya
manusia dan kelembagaan.
7. Penerapan strategi prioritas pengembangan duku di Kabupaten Muaro Jambi
dilakukan berdasarkan wilayah, yaitu:
a. Pengembangan duku pada lahan dengan kelas kesesuaian S2nf dan S3n
seluas ± 149.576,2 Ha pada Kecamatan Maro Sebo, Kumpeh, Kumpeh
Ulu, Jambi Luar Kota, Sekernan Mestong, dan Sungai Gelam.
113

b. Peningkatan sumberdaya manusia, kelembagaan, serta teknologi budidaya


dan pasca panen yang diprioritaskan untuk dilakukan di Kecamatan
Kumpeh, Kumpeh Ulu, dan Maro Sebo.

SARA

Dalam pengembangan duku yang lebih baik lagi, terdapat beberapa aspek
yang perlu dilakukan kajian lebih lanjut yaitu :
1. Perlunya analisis kesesuaian lahan yang lebih detail (1:50.000) agar dapat
diperoleh potensi lahan yang lebih akurat, baik dari luasannya serta faktor
pembatasnya dalam pengembangan duku.
2. Perlunya pengkajian sistem budidaya spesifik Varietas Duku Kumpeh
sehingga kualitas dan kuantitas produksinya lebih optimal.
3. Perlunya kajian mendalam pengembangan duku secara agribisnis berdasarkan
permasalahan untuk tiap kecamatan serta luasan minimum untuk petani dapat
hidup mandiri dan cukup dari budidaya duku.
DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto. 2006. Potensi Ekstrak Etanol Biji Buah Duku (Lansium domesticum
Corr) sebagai Antipiretik pada Tikus Putih Jantan. Laporan Akhir
Penelitian Dosen Muda. Institut Pertanian Bogor. [Tidak dipublikasikan]

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2000. Duku. Sistem


Informasi Pembangunan di Pedesaan. http://www.aagos.ristek.go.id/
pertanian/duku.pdf. [17 Januari 2009].

[Baperlitbangda] Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pembangunan daerah. 2005.


Penyusunan RPJP 2006-2025 Kabupaten Muaro Jambi. Jambi.

[Baperlitbangda] Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pembangunan daerah. 2008.


Penyusunan Analisis Potensi Unggulan Terhadap Perekonomian daerah
Kabupaten Muaro Jambi. Jambi.

[BI] Bank Indonesia. 2008. Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2008.


Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Laporan+Tahunan/Laporan+Perekon
omian+Indonesia/lpi_2008.htm [23. Oktober 2009]

[BPPKP] Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Muaro


Jambi. 2009. Data-data Kelompok Tani. Kabupaten Muaro Jambi. Jambi

[BPPKP] Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Muaro


Jambi. 2009. Penetapan Wilayah Binaan Tenaga Penyuluh Kabupaten
Muaro Jambi. Muaro Jambi

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Kabupaten Muaro Jambi dalam Angka Tahun
2008. Muaro Jambi.

[BPTP] Badan Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009. Keragaman Pendapatan


Sistem Usahatani Kelapa Sawit Rakyat di Sumatera Barat.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Kualitas duku berdasarkan Standar


Nasional Indonesia (SNI 6151:2009). http://websisni.bsn.go.id/index.php?/
sni_main/sni/detail_sni/9487 [1 November 2009]

Darmawijaya MI. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan
Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2002. Buah Unggul Khas Provinsi Jambi. Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Provinsi Jambi

Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan. 2008. Data Base Potensi Produksi
Pertanian. Statistik Pertanian. Kabupaten Muaro Jambi. Jambi
115

Direktorat Bina Produksi Hortikultura. 2000. Pedoman Budidaya Maju Buah-


Buahan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Departemen Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Statistika Konsumsi Per Kapita Buah-


Buahan di Indonesia. Departemen Pertanian.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Angka Tetap Publikasi Hortikultura 2007.


Departemen Pertanian.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Membangun Hortikultura Berdasarkan


Enam Pilar Pengembangan. Departemen Pertanian.

Departemen Pertanian, 1997. Kriteria kesesuaian tanah dan iklim tanaman


pertanian. Biro Perencanaan Departemen Pertanian. Jakarta.

Djaenudin D, Marwan H, Subagjo H, Hidayat.. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi


Lahan untuk Komoditas Pertanian. Edisi ke-1. Balai Penelitian Tanah,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Elieser S. 2005. Analisis Kelembagaan Pemasaran dan Margin Tataniaga Ternak


Domba: Studi Kasus Pada Pengembangan Ternak Domba Model SUTPA
di Kabupaten Langkat dan PIR-NAK Domba Transmigrasi di Kabupaten
Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner, 2005. Deli Serdang. Sumatera Utara.

[FAO]. Food and Agricultural Organisation. 1976. A Framework for Land


Evaluation. FAO Soil Buletin 32. FAO. Rome

Hardjowigeno S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan


Tata Guna Lahan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Iskandarini. 2002. Analisis Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan.


Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.Medan.

Kadariah, Lien K, Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit


Universitas Indonesia. Jakarta.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Penerbit PT Grasindo. Jakarta.

Munir, M. 1995. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi dan


Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta.

Panuju, DR, Rustiadi E, Saefulhakim RS. 2008. Penuntun Praktikum Perencanaan


Pengembangan Wilayah. Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB
116

[PSE]. 1994. Pengembangan Pola Kemitraan. Pusat Penelitian dan Pengembangan


Sosial Ekonomi Pertanian Departemen Pertanian. Bogor

Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Penerbit


PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rintuh C, Miar. 2003. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. Pusat Studi Ekonomi
Pancasila (PUSTEP)- UGM. Yogyakarta
Rambe YMS, Zuhdi M. 2002. Survei Potensi Sumber Daya Lahan untuk
Pengembangan Hortikultura di Kabupaten Muaro Jambi. Laporan
Penelitian. Faperta. UniversitasJambi. [Tidak dipublikasikan]
Saaty TL. 1986. Decision Making for Leader. The Analytical Hierarchy Process
for Decisions in Complex World. Setiono L. Penerjemah. Peniwati K.
Editor. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. 270p.

Saptana A, Agustian H, Mayrowani, Sunarsih. 2006. Analisis Kelembagaan


Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Laporan Akhir. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian.
Bogor.

Suparwoto, Hutapea Y. 2005. Keragaan Buah Duku dan Pemasarannya di


Sumatera Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian Vol. 8, No.3, Nopember 2005 : 436-444

Tim Penulis. 2007. Agribisnis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Utami NW. 2008. Strategi Pengembangan Manggis (Garcinia mangostana L.) Di


Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. [Tesis]. bogor:
Sekolah Pascasarjana IPB.

Verheij EWM, Coronel RE. 1997. Prosea. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2.
Buah-buahan yang dapat dimakan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kerjasama dengan Prosea Indonesia dan European Commission.

Wahyunto. Subardja D, Suwandi V, Miskad S, Ponidi, Wahdini W, Hidayat A,


Dai J. 1990. BukuKeterangan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Jambi
(1014), Sumatera. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Widodo T. 2006. Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi


Daerah). UPP STIE YKPN Yogyakarta.
LAMPIRA
117

Lampiran 1 Data yang digunakan dan hasil analisis location quotient (LQ) berdasarkan produksi (ton) komoditas hortikultura tiap
kabupaten di Provinsi Jambi tahun 2007
No Kab./ Kota Alpukat Belimbing duku durian jambu biji jeruk mangga manggis nangka nanas pepaya pisang rambutan salak sawo sirsak Jumlah

1 Kerinci 3.646 113 64 1.349 737 3.157 562 654 2.252 246 2.272 7.450 423 10 13 221 23.169

2 Bungo 86 107 1.612 2.658 412 384 725 184 3.157 48 1.739 2.902 3.530 83 349 19 17.995
3 Tebo 5 46 2.756 848 79 2.950 204 42 1.512 13 382 1.240 939 5 625 57 11.703
4 Merangin 120 33 4.409 1.432 172 2.536 785 850 8.587 316 29.222 3.322 58.213 109 109 56 110.271
5 Sarolangun 1 129 1.114 821 83 1.215 207 61 1.628 13 366 2.047 149 6 191 12 8.043
6 Batanghari 2 21 469 1.609 71 548 91 28 1.161 148 1.113 3.603 444 0 651 13 9.972

7 Muaro Jambi 17 19 4.389 1.053 29 2.120 191 52 1.045 9.237 1.526 2.418 211 5 787 20 23.119

8 Tanjab Barat 9 5 1.44 2.165 19 225 83 26 1.367 37 144 3.649 407 246 229 16 8.771
9 Tanjab Timur 2 9 637 27 40 1.531 150 15 1.312 91 84 3.547 251 1 18 16 7.731
10 Kota Jambi 35 4 2 26 39 42 55 0 265 0 666 470 81 0 152 1 1.838
Jumlah 3.923 486 15.596 11.988 1.681 14.708 3.053 1.912 22.286 10.149 37.514 30.648 64.648 465 3.124 431 222.612

Hasil analisis location quotient (LQ)


No Kab./ Kota Alpukat Belimbing duku durian jambu biji jeruk mangga manggis nangka nanas pepaya pisang rambutan salak sawo sirsak

1 Kerinci 8,93 2,23 0,04 1,08 4,21 2,06 1,77 3,29 0,97 0,23 0,58 2,34 0,06 0,21 0,04 4,93
2 Bungo 0,27 2,72 1,28 2,74 3,03 0,32 2,94 1,19 1,75 0,06 0,57 1,17 0,68 2,21 1,38 0,55
3 Tebo 0,02 1,80 3,36 1,35 0,89 3,82 1,27 0,42 1,29 0,02 0,19 0,77 0,28 0,20 3,81 2,52
4 Merangin 0,06 0,14 0,57 0,24 0,21 0,35 0,52 0,90 0,78 0,06 1,57 0,22 1,82 0,47 0,07 0,26
5 Sarolangun 0,01 7,35 1,98 1,90 1,37 2,29 1,88 0,88 2,02 0,04 0,27 1,85 0,06 0,36 1,69 0,77
6 Batanghari 0,01 0,96 0,67 3,00 0,94 0,83 0,67 0,33 1,16 0,33 0,66 2,62 0,15 0,00 4,65 0,67
7 Muaro Jambi 0,04 0,38 2,71 0,85 0,17 1,39 0,60 0,26 0,45 8,76 0,39 0,76 0,03 0,10 2,43 0,45
8 Tanjab Barat 0,06 0,26 0,23 4,58 0,29 0,39 0,69 0,35 1,56 0,09 0,10 3,02 0,16 13,43 1,86 0,94
9 Tanjab Timur 0,01 0,53 1,18 0,06 0,69 3,00 1,41 0,23 1,70 0,26 0,06 3,33 0,11 0,06 0,17 1,07
10 Kota Jambi 1,08 1,00 0,02 0,26 2,81 0,35 2,18 0,00 1,44 0,00 2,15 1,86 0,15 0,00 5,89 0,28
118

Lampiran 2 Data yang digunakan dan hasil analisis location quotient (LQ) berdasarkan produksi (ton) komoditas hortikultura tiap
kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2007
Produksi (ton)

Kecamatan Jumlah
Jambu Jambu Jeruk Jeruk
Alpukat Belimbing Duku Durian Mangga Manggis Nangka Nenas Rambutan Sawo Sukun Melinjo Pepaya Pisang
Biji Air Siam Besar

Sekernan 0,8 2,7 70 185 3,80 13,6 27 0,3 16,5 2,0 30,0 0,4 2,8 38,4 8,3 3,4 14,4 28,2 447,6

Maro Sebo 0,30 0,3 603,9 1.200 - 3,0 118 1,8 54,0 36,0 70,0 0,3 24 18,5 2,7 42 26,0 46,5 2247,3

Jaluko 1,9 0,6 - - 0,80 - 79 - - 7,0 101,5 0,3 - 21 2,9 66 12,5 173,8 466,8

Mestong 4,3 1,6 601,8 - 3,40 10,0 147 0,3 7,3 113,6 551,7 5,5 125,2 55,5 15,2 859,7 8,0 639,7 3149,7

Sungai Bahar 4 - - 6 2,20 4,0 1.575 - - 36,8 108,6 2,0 155 6,5 12,1 337 80,5 252,2 2581,4

Kumpeh Ulu 10 1,0 60 - - - 108 - - - 129,0 12.320,0 - 35 0,6 297 311,0 103,0 13.374,1

Kumpeh 0,1 2,8 7.915 3.877 15,0 2,1 35 - 42,0 5,0 22,6 - 7 16 0,9 1 7,5 145,3 12.094,0

Jumlah 21,4 9,0 9.250,9 5.267,5 25,2 32,7 2.087,4 2,4 119,8 200,4 1.013,4 12.328,5 314,0 190,9 42,7 1.606,1 459,9 1.388,7 34.360,9

Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan, Kab. Muaro Jambi

Hasil analisis location quotient (LQ)


Jambu Jambu Jeruk Jeruk
Kecamatan Alpukat Belimbing Duku Durian Mangga Manggis Nangka Nenas Rambutan Sawo Sukun Melinjo Pepaya Pisang
Biji Air Siam Besar

Sekernan 2,87 23,03 0,58 2,70 11,58 31,93 0,99 9,60 10,57 0,77 2,27 0,00 0,68 15,44 14,92 0,16 2,40 1,56

Maro Sebo 0,21 0,51 1,00 3,48 0,00 1,40 0,86 11,47 6,89 2,75 1,06 0,00 1,17 1,48 0,97 0,40 0,86 0,51

Jaluko 6,54 4,91 0,00 0,00 2,34 0,00 2,77 0,00 0,00 2,57 7,37 0,00 0,00 8,10 5,00 3,02 2,00 9,21

Mestong 2,19 1,94 0,71 0,00 1,47 3,34 0,77 1,36 0,66 6,18 5,94 0,00 4,35 3,17 3,88 5,84 0,19 5,03

Sungai Bahar 2,49 0,00 0,00 0,02 1,16 1,63 10,04 0,00 0,00 2,44 1,43 0,00 6,57 0,45 3,77 2,79 2,33 2,42

Kumpeh Ulu 1,20 0,29 0,02 0,00 0,00 0,00 0,13 0,00 0,00 0,00 0,33 2,57 0,00 0,47 0,04 0,48 1,74 0,19

Kumpeh 0,01 0,88 2,43 2,09 1,69 0,18 0,05 0,00 1,00 0,07 0,06 0,00 0,06 0,24 0,06 0,00 0,05 0,30
119

Lampiran 3. Data yang digunakan dan hasil analisis shift share berdasarkan
produksi tanaman hortikultura di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi
Jambi Tahun 2000 dan 2007
Produksi Tanaman (Ton) Produksi Tanaman (Ton)
Hortikultura Kab. Muaro Hortikultura Provinsi
No Buah Jambi* Jambi**
2000 2007 2000 2007
1 Alpukat 9 21,4 3.173 3.927,4
2 Belimbing 0 9,0 2.559 476
3 Duku 5.451,4 9.250,9 5.510 20.457,9
4 Durian 3.566 5.267,5 18.951 16.202,5
5 Jambu Biji 0 25,2 1.899 1.677,2
6 Jambu Air 0 32,7 0 12.620,7
7 Jeruk 182 2.089,8 2.131 4.951,8
8 Mangga 0 119,8 3.429 1.979,8
9 Manggis 0 200,4 11.006 21.441,4
10 Nangka 0 1.013,4 16.545 1.925,4
11 Nanas 14.678,93 12.328,5 29.276 48.316,5
12 Pepaya 454 459,9 12.033 28.689,9
13 Rambutan 1071 314 17.935 64.751
Jumlah 25.412,33 31.132,5 124.447 227.417,5
Sumber: *Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kab. Muaro Jambi
**Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Provinsi Jambi

Pergeseran Pergeseran Pertumbuhan


No Komoditi Jumlah
Diferensial Proporsional Hortikultura
1 Alpukat 1,140 -0,590 0,827 1,378
2 Belimbing 0,000 -1,641 0,827 -0,814
3 Duku -2,016 1,885 0,827 0,697
4 Durian 0,622 -0,972 0,827 0,477
5 Jambu Biji 0,000 -0,944 0,827 -0,117
6 Jambu Air 0,000 0,000 0,827 0,827
7 Jeruk 9,159 0,496 0,827 10,482
8 Mangga 0,000 -1,250 0,827 -0,423
9 Manggis 0,000 0,121 0,827 0,948
10 Nangka 0,000 -1,711 0,827 -0,884
11 Nanas -0,811 -0,177 0,827 -0,160
12 Pepaya -1,371 0,557 0,827 0,013
13 Rambutan -3,317 1,783 0,827 -0,707
Jumlah 3,406 -2,444 0,827 11,719
Sumber: Hasil analisis
120

Lampiran 4 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman duku (Lansium domesticum CORR)
Persyaratan Penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan
Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N

Temperatur (tc) 28 - 32 32 – 35 >35


Temperatur rerata (o C) 25-28 22 - 25 20 - 22 <20

Ketersediaan air (wa)


Curah hujan (mm) 2000 - 3000 1750-2000 1250-1750 < 1250
3000- 3500 3000-4000 >4000
Ketersediaan Oksigen (oa) Terhambat Sangat
Drainase Baik, sedang Agak terhambat agak cepat terhambat
cepat
Media Perakaran (rc)
-Tekstur Halus, agak halus - Agak kasar Kasar
Sedang
- bahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55
- Kedalaman Tanah (cm) >100 75-100 50-75 <50
Gambut
- Ketebalan ( cm) < 60 60-140 140-200 >200
- + dengan sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400
- Kematangan saprik + saprik, hemik+ Hemik, fibrik+ fibrik

Retensi hara (nr)


-KTK Liat (cmol) >16 ≤ 16
-Kejenuhan basa (%) >35 20-35 <20
-pH H2O 5,0 – 6,0 4,5-5,0 <4.5
6.0-7.0 >7.5
- C Organik >1,2 0.8-1.2 <0.8

Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) <4 4 - 6 6-8 >8

Sodositas (xn)
Alkalinitas/ESP (%) <15 15-20 20 - 25 >25

Bahaya Sulfidik (xs)


Kedalaman sulfidik (cm) >125 100 - 125 60 -100 <60

Bahaya Erosi (eh)


-Lereng (%) <8 8 – 16 16-30 >30
-Bahaya erosi sangat rendah rendah- sedang berat sangat berat

Bahaya banjir (fh)


Genangan F0 F1 F2 >F2

Penyiapan lahan (lp)


-Batuan di permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40
-Singkapan Batuan (%) <5 5-15 15-25 >25
Sumber: Djaenudin et al., 2003
121

Lampiran 5 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman pisang (Musa acuminata COLLA)

Persyaratan Penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan


Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N

Temperatur (tc) 27 - 30 30 – 35 > 35


Temperatur rerata (o C) 25-27 22 - 25 18 - 22 < 18
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1500 – 2500 1250-1500 1000-1250 < 1000
2500- 3000 3000-4000 > 4000
Lamanya masa kering (bln) 0–3 3–4 4–6 >6
Kelembaban (%) > 60 50 - 60 30 - 50 < 30
Ketersediaan Oksigen (oa) Sangat
Drainase Baik, agak Agak cepat, Terhambat terhambat,
terhambat sedang cepat
Media Perakaran (rc)
-Tekstur Halus,agak halus - Agak kasar, Kasar
Sedang sangat halus
- bahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55
- Kedalaman Tanah (cm) >75 > 75 50-75 <50
Gambut
- Ketebalan ( cm) < 60 60-140 140-200 >200
- + dengan sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400
- Kematangan saprik + saprik,hemik+ Hemik, fibrik+ fibrik
Retensi hara (nr)
-KTK Liat (cmol) >16 ≤ 16
-Kejenuhan basa (%) >50 35-50 <35
-pH H2O 5.6 – 7.5 5.2-5.6 <5.2
7.5-8.0 >8.2
- C Organik >1.5 0.8-1.5 <0.8

Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) <2 2 - 4 4-6 >6
Sodositas (xn)
Alkalinitas/ESP (%) <4 4-8 8 - 12 >12

Bahaya Sulfidik (xs)


Kedalaman sulfidik (cm) >100 75 - 100 40 - 75 < 40

Bahaya Erosi (eh)


-Lereng (%) <8 8 – 16 16-40 > 40
-Bahaya erosi sangat rendah rendah- sedang berat sangat berat

Bahaya banjir (fh)


Genangan F0 F1 F2 > F2
Penyiapan lahan (lp)
-Batuan di permukaan (%) <5 5-15 15-40 >40
-Singkapan Batuan (%) <5 5-15 15-25 >25
Sumber: Djaenudin et al., 2003
122

Lampiran 6 Deskripsi Land Unit


No Satuan Lahan Uraian Great Group
1 Au.1.1.2 Dataran banjir transisi ke laut, sedimen tidak dibedakan, rawa dengan vegetasi campuran, datar (lereng < 3 %) Tropaquepts
2 Au.1.1.3 Dataran banjir transisi ke laut, sedimen tidak dibedakan, pinggiran sungai dengan vegetasi campuan, datar (lereng < 3 %) Eutropepts
3 Au.1.2 Dataran banjir dari sungai yang bermeander, sedimen tidak dibedakan, tidak terdiferensiasi, datar (lereng < 3 %) Tropaquepts
Dataran banjir dari sungai yang bermeander, sedimen tidak dibedakan, jalur meander, tanggul sungai, alur-alur drainase dll, datar sampai
4 Au.1.2.1 Tropofluvents
berombak (lereng < 8 %)
5 Au.1.2.2 Dataran banjir dari sungai yang bermeander, sedimen tidak dibedakan, rawa belakang, datar sampai cekung (lereng < 3 %) Tropaquepts
6 Au.4.1.1 Teras sungai, sedimen tidak dibedakan, datar (lereng < 3 %), sedikit tertoreh Dystropepts
7 D.2.1.2 Kubah gambut oligotrofik air tawar, ketebalan gambut 0.5-2.0 m, datar sampai sedikit cembung Tropohemists
8 D.2.1.3 Kubah gambut oligotrofik air tawar, ketebalan gambut > 2.0 m, datar sampai sedikit cembung Tropohemists
Lungur paralel memanjang dan lereng yang mengikuti struktur tektonik, batuan sedimen halus masam, lereng agak curam (16-25 %),
9 Hf.2.2.2 Dystropepts
cukup tertoreh
10 Idf.2.1 Dataran tuf masam, tuf dan batuan sedimen halus masam, datar sampai bergelombang (lereng < 8%), sedikit tertoreh Dystropepts
11 Idf.3.1 Dataran tuf masam, tuf dan batuan sedimen halus masam, datar sampai berombak (lereng 3-8%), sedikit tertoreh Haploperox
12 Pf.1.0 Dataran, batuan sedimen halus masam, datar (lereng < 3 %), tidak tertoreh Kandiudults
13 Pf.4.2 Dataran tuf masam, batuan sedimen halus masam, berombak sampai bergelombang (lereng 3-16%), cukup tertoreh Hapludults
14 Pf.5.3 Dataran, batuan sedimen halus masam, bergelombang (lereng 8-16%), sangat tertoreh Hapludults
15 Pfq.2.1 Dataran, batuan sedimen halus dan kasar masam, datar sampai berombak (lereng < 8%), sedikit tertoreh Dystropepts
16 Pfq.3.1 Dataran, batuan sedimen halus dan kasar masam, berombak (lereng 3- 8%), sedikit tertoreh Hapludox
17 Pfq.4.2 Dataran, batuan sedimen halus dan kasar masam, berombak sampai bergelombang (lereng 3-16%), cukup tertoreh Hapludox
18 Pfq.5.3 Dataran, batuan sedimen halus dan kasar masam, bergelombang (lereng 8-16%), sangat tertoreh Hapludox
19 Pfq.9.3 Dataran, batuan sedimen halus dan kasar masam, berbukit kecil (lereng > 16%), sangat tertoreh Hapludox
Sumber: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1990.
123

Lampiran 7 Analisis kesesuaian lahan pada masing-masing satuan lahan (Land Unit) untuk tanaman duku
Kualitas/ Karakteristik Lahan SPL Pf 1.0 SPL D 2.1.2 SPL Idf 2.1 SPL Hf 2.2.2 SPL Pf 4.2 SPL Pf 5.3 SPL Pfq 9.3 SPL Pfq 4.2 SPL Pfq 5.3
Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas
Suhu (t) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Suhu rata-rata (o C) 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1

Ketersediaan air (w) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1


Curah hujan (mm) 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1
Media Perakaran (r) S1 S2 S1 S1 S3 S2 S2 S3 S2
- Drainase Baik S1 a. thbat S2 Baik S1 Baik S1 Baik S1 Baik S1 Baik S1 Baik S1 Baik S1
-Tekstur a. hlus S1 bhn org S1 hlus S1 hlus S1 a. ksar S3 hlus S1 hlus S1 a. ksr S3 hlus S1
- Kedalaman Tanah (cm) s. dlm S1 s. dlm S1 s. dlm S1 s. dlm S1 dlm S2 dlm S2 dlm S2 dlm S2 dlm S2

Retensi hara (n) S3 S3 S3 S3 S2 S3 S3 S2 S3


-KTK Liat (me/100g) 5.89 S2 29.91 S1 24.35 S1 9.14 S2 10.28 S2 11.04 S2 9.11 S2 7.34 S2 9.11 S2
-Kejenuhan basa (%) 24.64 S1 10.94 S3 11.46 S3 46.30 S1 45.02 S1 16.25 S3 10.53 S3 24.79 S2 10.53 S3
-pH H2O 4.84 S2 4.70 S2 4.79 S2 4.67 S2 4.49 S2 4.57 S2 4.66 S2 4.46 S2 4.66 S2
- C Organik 0.63 S3 3.30 S1 1.45 S1 0.59 S3 0.94 S2 0.40 S3 1.03 S2 1.30 S1 1.03 S2
Bahaya Erosi (e) S1 S1 S1 S3 S2 S2 S2 S2 S2
-Lereng (%) 3 S1 2 S1 7 S1 25 S3 10 S2 15 S2 10 S2 9 S2 10 S2
-Bahaya erosi s. rdh S1 s. rdh S1 s. rdh S1 berat S3 rdh S2 sedang S2 sedang S2 rdh S2 sedang S2

Bahaya banjir (f) S1 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1


Genangan F0 S1 F1 S2 F0 S1 F0 S1 F0 S1 F0 S1 F0 S1 F0 S1 F0 S1

Penyiapan lahan (p) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1


-Batuan di permukaan (%) <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1
-Singkapan Batuan (%) <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1

Kelas Kesesuaian Lahan


Aktual
S3n S3n S3n S3ne S3r S3n S3n S3r S3n
124

Lampiran 7 lanjutan
Kualitas/ Karakteristik Lahan SPL Pfq 3.1 SPL Pfq 2.1 SPL Au 1.2 SPL Au 1.2.1 SPL Au 1.2.2 SPL Au 4.1.1 SPL Au 1.1.3 SPL Idf 3.1
Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas
Suhu (t) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Suhu rata-rata (o C) 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1 26.7 S1
Ketersediaan air (w) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Curah hujan (mm) 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1 2369 S1
Media Perakaran (r) S2 S2 S1 S1 S2 S2 S2 S1
- Drainase Baik S1 Baik S1 Baik S1 Baik S1 a. thbat S2 a. thbat S2 a. thbat S2 Baik S1
-Tekstur hlus S1 a. hls S1 hlus S1 a. hlus S1 hlus S1 a. hlus S1 a. hlus S1 a. hls S1
- Kedalaman Tanah (cm) dlm S2 dlm S2 s. dlm S1 s. dlm S1 dlm S2 s. dlm S1 dlm S2 dlm S2

Retensi hara (n) S3 S3 S2 S2 S2 S2 S2 S3


9.11 S2 6.84 S2 16.88 S1 24.28 S1 17.29 S1 15.64 S1 15.64 S1 20.00 S1
-KTK Liat (me/100g)
-Kejenuhan basa (%) 10.53 S3 11.90 S3 29.44 S2 14.50 S3 29.55 S2 25.45 S2 23.21 S2 14.15 S3
-pH H2O 4.66 S2 4.48 S2 6.47 S2 4.97 S2 5.42 S1 5.32 S1 5.33 S1 4.75 S2
- C Organik 1.03 S2 1.38 S1 1.71 S1 1.11 S1 0.88 S2 1.80 S1 4.16 S1 1.65 S1

Bahaya Erosi (e) S2 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1


10 S2 9 S2 2 S1 6 S1 2 S1 3 S1 3 S1 3 S1
-Lereng (%)
-Bahaya erosi sedang S2 sedang S2 s. rdh S1 s. rdh S1 s. rdh S1 s. rdh S1 s. rdh S1 s. rdh S1

Bahaya banjir (f) S1 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S1


Genangan F0 S1 F0 S1 F1 S2 F1 S2 F1 S2 F1 S2 F1 S2 F0 S1

Penyiapan lahan (p) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1


<5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1
-Batuan di permukaan (%)
-Singkapan Batuan (%) <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1 <5 S1

Kelas Kesesuaian Lahan


Aktual
S3n S3n S2nf S3nf S2rnf S2nf S2rnf S3n

Sumber: Rambe dan Zuhdi, 2000


125

Lampiran 8 Proyeksi Biaya Investasi Duku (Tahun 0)


No Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Pembelian Tanah 1 Ha 10.000.000 10.000.000
2 Cangkul 3 unit 50.000 150.000
3 Linggis 3 unit 25.000 75.000
4 Hand Sprayer 1 unit 350.000 350.000
5 Sabit 3 unit 25.000 75.000
6 Pondok Kebun 1 unit 2.000.000 2.000.000
7 Pagar Keliling 400 m 2.250 900.000
JUMLAH 13.550.000

Lampiran 9 Proyeksi Biaya Produksi Duku Tahun ke-1 sampai dengan Tahun ke-15

Proyeksi biaya produksi duku pada tahun ke-1


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 100 Btg 20.000 2.000.000
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 20 Kg 4.500 90.000
5 Herbisida 4 Ltr 40.000 160.000
6 Pestisida 2 Ltr 40.000 80.000
7 Pagar Individu 100 Unit 5.000 500.000
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 3.830.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 1 Ha 2.000.000 2.000.000
2 Pemancangan 4 OH 30.000 120.000
3 Pembuatan Lobang 10 OH 30.000 300.000
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Penanaman 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 4 OH 30.000 120.000
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 2 OH 30.000 60.000
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 3.020.000
JUMLAH (A+B) 6.850.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 350.000 0 70.000
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 390.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 0 Kg 0 0
JUMLAH 0
126

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-2


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 10 Btg 20.000 200.000
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 40 Kg 4.500 180.000
5 Herbisida 4 Ltr 40.000 160.000
6 Pestisida 2 Ltr 40.000 80.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.620.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Penanaman 0 OH 30.000 0
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 2 OH 30.000 60.000
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 360.000
JUMLAH (A+B) 1.980.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 350.000 0 70.000
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 390.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 0 Kg 0 0
JUMLAH 0

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-3


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 5 Btg 20.000 100.000
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 40 Kg 4.500 180.000
5 Herbisida 4 Ltr 40.000 160.000
6 Pestisida 2 Ltr 40.000 80.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.520.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Penanaman 0 OH 30.000 0
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 2 OH 30.000 60.000
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 360.000
JUMLAH (A+B) 1.880.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 350.000 0 70.000
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 390.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 0 Kg 0 0
JUMLAH 0
127

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-4


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan(Rp) Total Harga
A Sarana Produksi
1 Sewa Lahan 1 Ha 1.000.000 1.000.000
2 Bibit 0 Btg 20.000 0
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 40 Kg 4.500 180.000
5 Herbisida 4 Ltr 40.000 160.000
6 Pestisida 2 Ltr 40.000 80.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 2.420.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 0 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Penanaman 0 OH 30.000 0
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 2 OH 30.000 60.000
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 360.000
JUMLAH (A+B) 2.780.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 350.000 0 70.000
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 390.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 0 Kg 0 0
JUMLAH 0

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-5


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 20.000 0
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 40 Kg 4.500 180.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 1 Ltr 40.000 40.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.300.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Penanaman 0 OH 30.000 0
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 300.000
JUMLAH (A+B) 1.600.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 350.000 0 70.000
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 390.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 0 Kg 0 0
JUMLAH 0
128

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-6


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 20.000 0
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 1 Ltr 40.000 40.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.570.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Penanaman 0 OH 30.000 0
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 300.000
JUMLAH (A+B) 1.870.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 0 0 0
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 0 Kg 0 0
JUMLAH 0

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-7


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 20.000 0
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 0 Ltr 40.000 0
6 Pestisida 1 Ltr 40.000 40.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.490.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Penanaman 0 OH 30.000 0
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 0 OH 30.000 0
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 270.000
JUMLAH (A+B) 1.760.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 0 0 0
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 0 Kg 0 0
JUMLAH 0
129

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-8


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 20.000 0
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 0 Ltr 40.000 0
6 Pestisida 1 Ltr 40.000 40.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.490.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Pemangkasan 1 OH 30.000 30.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 0 OH 30.000 0
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 1 OH 30.000 30.000
JUMLAH B 330.000
JUMLAH (A+B) 1.820.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 0 0 0
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 2000 Kg 4.000 8.000.000
JUMLAH 2000 8.000.000

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-9


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 2 Ltr 40.000 80.000
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.610.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Pemangkasan 1.5 OH 30.000 45.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 1 OH 30.000 30.000
JUMLAH B 375.000
JUMLAH (A+B) 1.985.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 0 0 0
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 4000 Kg 4.000 16.000.000
JUMLAH 4000 16.000.000
130

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-10


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 2000 Kg 500 1.000.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 0 Ltr 40.000 0
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 1.530.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 4 OH 30.000 120.000
5 Pemangkasan 2 OH 30.000 60.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 2 OH 30.000 60.000
JUMLAH B 390.000
JUMLAH (A+B) 1.920.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Hand Sprayer 5 0 0 0
4 Sabit 10 75.000 0 7.500
5 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
6 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 5000 Kg 4.000 20.000.000
JUMLAH 5000 20.000.000

Biaya Investasi pada tahun ke-11


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
Investasi
1 Cangkul 3 unit 50.000 150.000
2 Linggis 3 unit 25.000 75.000
3 Sabit 3 unit 25.000 75.000
4 Pondok Kebun 1 unit 2.000.000 2.000.000
5 Pagar Keliling 400 m 2.250 900.000
JUMLAH 3.200.000
Proyeksi Biaya Produksi tahun ke -11
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 5000 Kg 500 2.500.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 0 Ltr 40.000 0
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 3.030.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 8 OH 30.000 240.000
5 Pemangkasan 2 OH 30.000 60.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 4 OH 30.000 120.000
JUMLAH B 570.000
JUMLAH (A+B) 3.600.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 7000 Kg 4.000 28.000.000
JUMLAH 7000 28.000.000
131

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-12


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 5000 Kg 500 2.500.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 0 Ltr 40.000 0
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 3.030.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 8 OH 30.000 240.000
5 Pemangkasan 2 OH 30.000 60.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 4 OH 30.000 120.000
JUMLAH B 570.000
JUMLAH (A+B) 3.600.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Sabit 10 75.000 0 7.500
4 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
5 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 9000 Kg 4.000 36.000.000
JUMLAH 9000 36.000.000

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-13


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 5000 Kg 500 2.500.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 0 Ltr 40.000 0
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 3.030.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 8 OH 30.000 240.000
5 Pemangkasan 2 OH 30.000 60.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 6 OH 30.000 180.000
JUMLAH B 630.000
JUMLAH (A+B) 3.660.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Sabit 10 75.000 0 7.500
4 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
5 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 10000 Kg 4.000 40.000.000
JUMLAH 10000 40.000.000
132

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-14


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 5000 Kg 500 2.500.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 0 Ltr 40.000 0
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 3.030.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 8 OH 30.000 240.000
5 Pemangkasan 3 OH 30.000 90.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 8 OH 30.000 240.000
JUMLAH B 720.000
JUMLAH (A+B) 3.750.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 0 15.000
2 Linggis 10 75.000 0 7.500
3 Sabit 10 75.000 0 7.500
4 Pondok Kebun 10 2.000.000 0 200.000
5 Pagar Keliling 10 900.000 0 90.000
JUMLAH 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Duku 12000 Kg 4.000 48.000.000
JUMLAH 12000 48.000.000

Proyeksi biaya produksi pada tahun ke-15


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 5000 Kg 500 2.500.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 2 Ltr 40.000 80.000
6 Pestisida 0 Ltr 40.000 0
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 3.030.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 8 OH 30.000 240.000
5 Pemangkasan 3 OH 30.000 90.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 1 OH 30.000 30.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 10 OH 30.000 300.000
JUMLAH B 780.000
JUMLAH (A+B) 3.810.000
Proyeksi Biaya Depresiasi
No. Uraian Umur ekonomis Investasi Nilai Sisa (%) Biaya Penyusutan
1 Cangkul 10 150.000 15.000
2 Linggis 10 75.000 7.500
3 Sabit 10 75.000 7.500
4 Pondok Kebun 10 2.000.000 200.000
5 Pagar Keliling 10 900.000 90.000
6 Tanah (lahan) 10.000.000
JUMLAH 10.000.000 320.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
Duku 15000 Kg 4.000 60.000.000
JUMLAH 15000 60.000.000
133

Lampiran 10 Proyeksi Biaya Investasi Pisang (Tahun 0)*

No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga


1 Pembelian Tanah 0 Ha 10.000.000 0
2 Cangkul 0 unit 50.000 0
3 Linggis 0 unit 25.000 0
4 Hand Sprayer 0 unit 350.000 0
5 Sabit 0 unit 25.000 0
6 Pondok Kebun 0 unit 2.000.000 0
7 Pagar Keliling 400 m 2.250 0
JUMLAH 0
Keterangan : * Biaya investasi budidaya pisang pada tahun 0 tidak ada karena sudah termasuk dalam
investasi budidaya duku.

Lampiran 11 Proyeksi Biaya Produksi Pisang dari Tahun ke-1 sampai dengan Tahun
ke-11
Proyeksi biaya produksi tahun ke-1
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit dan cadangan 300 Btg 11.000 3.300.000
3 Pupuk Kandang (I dan II) 12000 Kg 500 6.000.000
4 Trichoderma (I dan II) 80 Ltr 15.000 1.200.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 80 Ltr 15.000 1.200.000
6 Pupuk NPK 8 Kg 1.800 14.400
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Bibit tambal sulam 60 Btg 11000 660.000
JUMLAH A 12.374.400
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 4 OH 30.000 120.000
3 Pembuatan Lobang 15 OH 30.000 450.000
4 Pemberian Pupuk Kandang I/mo 5 OH 30.000 150.000
5 Penanaman & tambal sulam 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 6 OH 30.000 180.000
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/mo 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 1.260.000
JUMLAH (A+B) 13.634.400
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Pisang 0 tandan 0 0
JUMLAH 0

Proyeksi biaya produksi tahun ke-2


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 9000 Kg 500 4.500.000
4 Trichoderma (I dan II) 60 Ltr 15.000 900.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 60 Ltr 15.000 900.000
6 Pupuk NPK 6 Kg 1.800 10.800
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 55 Ltr 40.000 2.200.000
JUMLAH A 8.510.800
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 5 OH 30.000 150.000
5 Pembersihan serasah 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 6 OH 30.000 180.000
JUMLAH B 720.000
JUMLAH (A+B) 9.230.800
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang I 150 tandan 55.000 8.250.000
2 Panen pisang II 250 tandan 55.000 13.750.000
JUMLAH 22.000.000
134

Proyeksi Biaya Produksi tahun ke-3


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 9000 Kg 500 4.500.000
4 Trichoderma (I dan II) 60 Ltr 15.000 900.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 60 Ltr 15.000 900.000
6 Pupuk NPK 6 Kg 1.800 10.800
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 55 Ltr 40.000 2.200.000
JUMLAH A 8.510.800
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 5 OH 30.000 150.000
5 Pembersihan serasah 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 5 OH 30.000 150.000
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 6 OH 30.000 180.000
JUMLAH B 870.000
JUMLAH (A+B) 9.380.800
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang III 225 tandan 55.000 12.375.000
2 Panen pisang IV 200 tandan 55.000 11.000.000
JUMLAH 23.375.000

Proyeksi Biaya Produksi tahun ke-4


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 6000 Kg 500 3.000.000
4 Trichoderma (I dan II) 30 Ltr 15.000 450.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 30 Ltr 15.000 450.000
6 Pupuk NPK 6 Kg 1.800 10.800
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 27.5 Ltr 40.000 1.100.000
JUMLAH A 5.010.800
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 5 OH 30.000 150.000
5 Pembersihan serasah 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 3 OH 30.000 90.000
JUMLAH B 630.000
JUMLAH (A+B) 5.640.800
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang V 200 tandan 55.000 11.000.000
2 panen pisang VI 170 tandan 55.000 9.350.000
JUMLAH 20.350.000

Proyeksi Biaya Produksi tahun ke-5


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 3000 Kg 500 1.500.000
4 Trichoderma (I dan II) 15 Ltr 15.000 225.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 15 Ltr 15.000 225.000
6 Pupuk NPK 4 Kg 1.800 7.200
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 1 Ltr 40.000 40.000
JUMLAH A 1.997.200
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 2 OH 30.000 60.000
5 Pembersihan serasah 1 OH 30.000 30.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 2 OH 30.000 60.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 2 OH 30.000 60.000
JUMLAH B 360.000
JUMLAH (A+B) 2.357.200
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang VII 170 tandan 55.000 9.350.000
2 Panen pisang VIII 150 tandan 55.000 8.250.000
JUMLAH 17.600.000
135

Proyeksi Biaya Produksi tahun ke-6


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit dan cadangan 300 Btg 11.000 3.300.000
3 Pupuk Kandang (I dan II) 12000 Kg 500 6.000.000
4 Trichoderma (I dan II) 80 Ltr 15.000 1.200.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 80 Ltr 15.000 1.200.000
6 Pupuk NPK 8 Kg 1.800 14.400
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Bibit tambal sulam 60 batang 11000 660.000
JUMLAH A 12.374.400
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 4 OH 30.000 120.000
3 Pembuatan Lobang 15 OH 30.000 450.000
4 Pemberian Pupuk Kandang I/mo 5 OH 30.000 150.000
5 Penanaman & tambal sulam 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 6 OH 30.000 180.000
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/mo 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 0 OH 30.000 0
JUMLAH B 1.260.000
JUMLAH (A+B) 13.634.400
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen Pisang 25 tandan 55.000 1.375.000
2 Panen Pisang 0 tandan 55.000 0
JUMLAH 1.375.000

Proyeksi Biaya Produksi tahun ke-7


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 6000 Kg 500 3.000.000
4 Trichoderma (I dan II) 40 Ltr 15.000 600.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 40 Ltr 15.000 600.000
6 Pupuk NPK 6 Kg 1.800 10.800
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 55 Ltr 40.000 2.200.000
JUMLAH A 6.410.800
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 5 OH 30.000 150.000
5 Pembersihan serasah 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 6 OH 30.000 180.000
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 6 OH 30.000 180.000
JUMLAH B 900.000
JUMLAH (A+B) 7.310.800
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang I 225 tandan 55.000 12.375.000
2 Panen pisang II 250 tandan 55.000 13.750.000
JUMLAH 26.125.000

Proyeksi Biaya Produksi tahun ke-8


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 6000 Kg 500 3.000.000
4 Trichoderma (I dan II) 40 Ltr 15.000 600.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 40 Ltr 15.000 600.000
6 Pupuk NPK 6 Kg 1.800 10.800
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 55 Ltr 40.000 2.200.000
JUMLAH A 6.410.800
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 5 OH 30.000 150.000
5 Pembersihan serasah 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 6 OH 30.000 180.000
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 6 OH 30.000 180.000
JUMLAH B 900.000
JUMLAH (A+B) 7.310.800
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang III 250 tandan 55.000 13.750.000
2 Panen pisang IV 250 tandan 55.000 13.750.000
JUMLAH 27.500.000
136

Proyeksi Biaya Produksi tahun ke-9


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 6000 Kg 500 3.000.000
4 Trichoderma (I dan II) 20 Ltr 15.000 300.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 20 Ltr 15.000 300.000
6 Pupuk NPK 6 Kg 1.800 10.800
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 27.5 Ltr 40.000 1.100.000
JUMLAH A 4.710.800
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 5 OH 30.000 150.000
5 Pembersihan serasah 4 OH 30.000 120.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 4 OH 30.000 120.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 3 OH 30.000 90.000
JUMLAH B 630.000
JUMLAH (A+B) 5.340.800
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang V 150 tandan 55.000 8.250.000
2 panen pisang VI 100 tandan 55.000 5.500.000
JUMLAH 13.750.000

Proyeksi biaya produksi tahun ke-10


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 0 Ha 1.000.000 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang (I dan II) 3000 Kg 500 1.500.000
4 Trichoderma (I dan II) 10 Ltr 15.000 150.000
5 Pseudomonas (PF) (I dan II) 10 Ltr 15.000 150.000
6 Pupuk NPK 4 Kg 1.800 7.200
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Obat-obatan 1 Ltr 40.000 40.000
JUMLAH A 1.847.200
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang I/m.o 2 OH 30.000 60.000
5 Pembersihan serasah 1 OH 30.000 30.000
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK 2 OH 30.000 60.000
8 Pemberian pupuk Kandang II/m.o 2 OH 30.000 60.000
9 Pembumbunan & Penyiangan 2 OH 30.000 60.000
10 Penyemprotan Pestisida 1 OH 30.000 30.000
11 Panen 2 OH 30.000 60.000
JUMLAH B 360.000
JUMLAH (A+B) 2.207.200
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
1 Panen pisang VII 75 tandan 55.000 4.125.000
2 Panen pisang VIII 40 tandan 55.000 2.200.000
JUMLAH 6.325.000

Proyeksi biaya produksi tahun ke-11


No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
A Sarana Produksi 0
1 Sewa Lahan 1 Ha 0 0
2 Bibit 0 Btg 30.000 0
3 Pupuk Kandang 5000 Kg 500 2.500.000
4 Pupuk NPK 100 Kg 4.500 450.000
5 Herbisida 0 Ltr 40.000 0
6 Pestisida 0 Ltr 40.000 0
7 Pagar Individu 0 Unit 5.000 0
8 Keranjang (Kemasan) 0 Unit 5000 0
JUMLAH A 2.950.000
B Upah Kerja
1 Pembukaan Lahan 0 Ha 2.000.000 0
2 Pemancangan 0 OH 30.000 0
3 Pembuatan Lobang 0 OH 30.000 0
4 Pemberian Pupuk Kandang 8 OH 30.000 240.000
5 Penanaman 0 OH 30.000 0
6 Pemasangan Pagar Individu 0 OH 30.000 0
7 Pemupukan NPK I 2 OH 30.000 60.000
8 Pemupukan NPK II 2 OH 30.000 60.000
9 Penyemprotan Herbisida 0 OH 30.000 0
10 Penyemprotan Pestisida 0 OH 30.000 0
11 Panen 4 OH 30.000 120.000
JUMLAH B 480.000
JUMLAH (A+B) 3.430.000
Proyeksi Pendapatan
No. Uraian Volume Satuan Harga Satuan (Rp) Total Harga
Panen pisang 50 tandan 55.000 2.750.000
JUMLAH 2.750.000
137

Lampiran 12 Kualitas Duku Standar Nasional Indonesia (SNI 6151:2009)

Duku
1. Ruang lingkup
Standar ini menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan higienis pada
buah duku (Lansium domesticum L.).
Standar ini berlaku untuk varietas komersial dari duku yang dipasarkan untuk konsumsi segar setelah penanganan dan pengemasan. Duku
untuk kebutuhan industri/olahan tidak termasuk dalam standar ini.
2.Acuan normatif
CODEX STAN 1-1985, Adopted 1991, 1999, 2001, 2003, 2005 and 2008, Codex general standard for the labelling of prepackaged food.
CODEX STAN 228-2001, General methods of analysis for contaminants. CAC/GL 21-1997, Principles for the establishment and application of microbiological
criteria for food
CAC/GL 50-2004, General guidelines on sampling.
CAC/RCP 1-1969, Rev.4-2003, Recommended international code of practice general principles of food hygiene.
CAC/RCP 44-1995, Amd.1-2004, Recommended international code of practice for packaging and transport of tropical fresh fruit and vegetables.
CAC/RCP 53-2003, Code of hygienic practice for fresh friuts and vegetables.
OECD, 2005, Guidance on objective tests to determine quality of fruits and vegetables and dry and dried produce.
3 Istilah dan definisi
3.1. utuh; buah sempurna tidak cacat (kecuali memar) yang mempengaruhi penampilan umum
3.2. cacat; kerusakan fisik pada buah
3.3. cacat sangat kecil; kerusakan fisik pada buah yang sangat sedikit sehingga tidak mempengaruhi mutu dan penampilan buah secara
umum
3.4. cacat kecil; sedikit kerusakan fisik pada buah yang sedikit mempengaruhi mutu dan penampilan buah secara umum
3.5. tampilan segar; keadaan fisik buah yang tidak menunjukkan keriput akibat berkurangnya kandungan air
3.6. padat (firm); buah tidak memar akibat benturan
3.7. layak konsumsi; buah tidak busuk atau rusak
3.8. bersih; buah bebas dari kotoran dan benda asing lainnya
3.9. bebas dari hama dan penyakit; buah tidak terkontaminasi hama dan penyakit dan atau mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh
hama dan penyakit
3.10. bebas dari kerusakan akibat perubahan temperatur yang ekstrim; buah bebas dari kerusakan akibat perubahan temperatur yang
mencolok dalam penyimpanan
3.11. bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal; buah bebas dari penyimpanan pada lingkungan yang mengalami perubahan
kelembaban yang sangat tinggi yang dapat menyebabkan kerusakan fisik atau kimia buah
3.12. bebas dari aroma dan rasa asing; buah bebas dari aroma dan rasa selain khas duku
3.13. pengkelasan; penggolongan buah berdasarkan mutu dengan mempertimbangkan toleransi yang ditentukan
3.14. kode ukuran; penggolongan buah berdasarkan bobot atau diameter buah
4. Ketentuan mengenai mutu
4.1. Ketentuan minimum
4.1.1. Untuk semua kelas buah, persyaratan minimum yang harus dipenuhi antara lain adalah:
- utuh;
- tampilan segar;
- padat;
- warna kulit buah;
- layak dikonsumsi;
- bersih, bebas dari benda-benda asing yang tampak;
- hampir bebas dari hama dan penyakit;
- hampir bebas dari kerusakan akibat perubahan temperatur yang ekstrim;
- bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin;
- bebas dari aroma dan rasa asing;
- jika ada tangkai buah, panjangnya tidak lebih dari 3 cm.
4.1.2. Buah duku harus dipanen dengan hati-hati dan telah mencapai tingkat kematangan yang tepat sesuai dengan kriteria ciri varietas dan
atau jenis komersial dan lingkungan tumbuhnya. Perkembangan dan kondisi buah duku pada saat panen harus dapat:
- mendukung penanganan dan pengangkutan,
- sampai tujuan dalam kondisi yang diinginkan.
4.2 Pengkelasan
Duku untuk konsumsi segar dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelas mutu yaitu:
- kelas super;
- kelas A;
- kelas B.
4.2.1. Kelas super
Duku berkualitas paling baik (super) yaitu bebas dari cacat kecuali cacat sangat kecil.
4.2.2. Kelas A
Duku berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai berikut:
- cacat sedikit pada kulit seperti lecet, tergores atau kerusakan mekanis lainnya;
- total area yang cacat tidak lebih dari 5 % dari luas total seluruh permukaan buah;
- cacat tersebut tidak mempengaruhi isi buah.
4.2.3 Kelas B
Duku berkualitas baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai berikut:
- cacat sedikit pada kulit seperti lecet, tergores atau kerusakan mekanis lainnya;
- total area yang cacat tidak lebih dari 10 % dari luas total seluruh permukaan buah;
- cacat tersebut tidak mempengaruhi isi buah.
5 Ketentuan mengenai ukuran
Kode ukuran ditentukan berdasarkan bobot atau diameter buah sesuai dengan Tabel 1 atau Tabel 2.
6. Ketentuan mengenai toleransi
6.1 Toleransi mutu
6.1.1 Kelas super
Batas toleransi mutu kelas super yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu, maksimum 5 % dari jumlah atau bobot duku
tetapi masih termasuk dalam kelas A.
6.1.2 Kelas A
Batas toleransi mutu kelas A yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu, maksimum 10 % dari jumlah atau bobot duku
tetapi masih masuk kelas B.
6.1.3 Kelas B
138

Batas toleransi mutu kelas B yang diperkenankan tidak memenuhi ketentuan mutu maksimum 10 % dari jumlah atau bobot duku tapi
masih memenuhi ketentuan minimum.
6.2 Toleransi ukuran
Untuk semua kelas, batas toleransi yang diperbolehkan adalah 10 % di atas atau di bawah kisaran ukuran yang ditentukan.
Tabel 1 - Kode ukuran berdasarkan bobot

Kode ukuran* Bobot (gram)

1 27.5 – 30,0
2 25.9 – 27,4
3 22,5 - 25,8
4 19.9 – 22,4
5 15 – 19,8

Tabel 2 - Kode ukuran berdasarkan diameter

Kode ukuran Diameter (centimeter)

1 >3
2 2,5 – 3
3 <2,5

7 Ketentuan mengenai penampilan


7.1 Keseragaman
Isi setiap kemasan duku harus seragam dan berasal dari kawasan, kelas mutu dan ukuran yang sama. Duku yang tampak dari kemasan
harus mencerminkan keseluruhan isi.
7.2 Pengemasan
Duku harus dikemas dengan cara yang dapat melindungi buah dengan baik. Bahan yang digunakan di dalam kemasan harus bersih
dan memiliki mutu yang cukup untuk mencegah kerusakan eksternal maupun internal buah. Penggunaan bahan-bahan terutama kertas
atau label spesifikasi buah yang dicetak masih dimungkinkan dengan menggunakan tinta atau lem yang tidak beracun. Duku dikemas
dalam kontainer sesuai dengan rekomendasi internasional untuk pengemasan dan pengangkutan buah dan sayuran segar (CAC/RCP
44-1995, Amd.1-2004).
Kemasan harus memenuhi syarat mutu, higienis, ventilasi, dan ketahanan untuk menjamin kesesuaian penanganan dan pengiriman
untuk mempertahankan mutu. Kemasan harus bebas dari bahan dan aroma asing.
8 Penandaan dan pelabelan
8.1 Kemasan konsumen
Penandaan dan pelabelan pada kemasan harus memenuhi standar kemasan CODEX STAN 1-1985, Adopted 1991, 1999, 2001, 2003,
2005 and 2008.
Apabila isi kemasan tidak tampak dari luar, maka kemasan harus diberi label yang berisi informasi mengenai nama buah dan ditulis
sebagai nama varietas.
8.2 Kemasan bukan eceran
Setiap kemasan dalam kontainer harus menggunakan tulisan pada sisi yang sama, mudah dibaca dan tidak dapat dihapus, serta
tampak dari luar atau ditunjukkan pada dokumen yang menyertai pengiriman barang. Untuk buah yang diangkut dalam bentuk curah,
label harus ditunjukkan pada dokumen yang menyertai buah.
Pelabelan sekurang-kurangnya mencantumkan:
- nama dan varietas buah;
- nama dan alamat perusahaan eksportir, pengemas dan atau pengumpul;
- asal buah;
- kelas;
- ukuran (kode ukuran atau kisaran bobot dalam gram).
9. Cemaran logam berat
Duku harus memenuhi syarat di bawah batas maksimum cemaran logam berat sesuai dengan tabel 3.
Tabel 3. Batas maksimum logam berat pada buah
No Jenis Logam Berat Batas maksimum (mg/kg)
1 Arsen (As) 0,25
2 Kadmium (Cd) 0,2
3 Merkuri (Hg) 0,03
4 Timbal (Pb) 0,5
5 Timah (Sn) 40

10. Higienis
10.1. Duku dianjurkan untuk memenuhi syarat higienis sesuai prinsip dasar higienis makanan (CAC/RCP 1-1969, Rev. 4-2003, CAC/RCP
53-2003) atau ketentuan lainnya yang relevan.
10.2. Duku harus memenuhi syarat mikrobiologi sesuai dengan ketentuan standar mikrobiologi untuk makanan (CAC/GL 21-1997) atau
ketentuan lainnya yang relevan.
11. Metode pengambilan contoh
11.1. Uji organoleptik
Pengambilan contoh yang digunakan dalam ketentuan ini harus sesuai CAC/GL 50-2004.
11.2. Uji cemaran logam berat
Pengambilan contoh yang digunakan dalam ketentuan ini harus sesuai CAC/GL 50-2004.
12. Metode pengujian
12.1. Uji organoleptik
Pengujian organoleptik dalam ketentuan ini harus sesuai dengan pedoman pengujian organoleptik pada buah (OECD, 2005)
12.2 Uji cemaran logam berat
Pengujian cemaran logam berat dalam ketentuan ini harus sesuai dengan CODEX STAN 228-2001.

Sumber: Badan Standardisasi &asional (BS&) 2009

Вам также может понравиться