Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama merupakan keyakinan sebagian banyak orang, sebagian
orang ada yang menganutnya dan ada pula yang tidak maka mereka
disebut atheis. Agama di dunia bermacam-macam nama dan tata cara
beribadahnya. Agama ini adalah urusan yang menyangkut kehidupan batin
manusia. Oleh karena itu, kesadaran agama dan pengalaman agama
seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada
kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia ghaib. Dari kesadaran
agama dan pengalaman agama ini pula kemudian munculnya sikap
keagamaan yang ditampilkan seseorang. Di dalam syarat beragama salah
satunya adalah “beriman”. Iman merupakan unsur yang diperlukan karena
seseorang tidak akan memeluk sebuah agama apabila tidak didasari oleh
iman atau percaya terhadap ajaran agama tersebut
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan uraian latar belakang diatas
sebagai berikut :
1. Apa pengertian problematika keimanan?
2. Apa saja kualifikasi keimanan?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab problematika keimanan?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, makan tujuan penulisan
makalah ini yaitu :
1. Memahami pengertian problematika keimanan
2. Memahami kualifikasi keimanan
3. Memahami faktor-faktor penyebab problematika keimana

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keimanan
Iman adalah kepercayaan ketetapan hati, keteguhan batin,
keseimbangan batin (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuhan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-1, h.
345)
Iman juga berarti kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan
penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan ragu, serta memberi pengaruh
bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. (Yusuf Al-
Qardhawi, 1993)
Adapun keimanan adalah keyakinan, ketetapan hati, keteguhan hati
dalam mempercayai sesuatu (berkenaan dengan agama pula).
B. Kualifikasi Keimanan
Menghadapi permasalan pertama mengenai kadar kekokohan
keimanan seseorang dalam agamanya, W. H. Clark, (1969, 220-224)
mengidentifikasi empat tingkat keimanan, yaitu:
1. Keimanan Yang Verbalistik
Keimanan ini berkembang ditingkat usia sejak anak-anak,
keimanan tingkat ini terbatas pada pemahaman mengenai ucapan-
ucapan serta kata-kata majis keagamaan. Proses penerimaannya
langsung melalui prinsip stimulus-stimulus. Proses belajarnya
persuasif dengan cara dicontohkan orang tua dan anak mengikutinya,
terus apabila anak bisa dalam pengucapan kata-kata itu maka diberi
hadiah sebagai imbalannya.
Meskipun berkembang ditingkat usia anak-anak tapi ada juga
yang sampai dewasa mereka beriman tetap dalam fase ini. Sebenarnya
fase keimanan seperti ini hanya sekedar diarahkan untuk memperoleh
jaminan keselamatan dan keamanan psikologis semata-mata. Karena,
seorang anak yang berada dalam fase ini dianggap telah mampu
mengekspresikan ucapan-ucapan keagamaan seperti itu sesuai dengan

2
kondisi stimulusnya, mereka akan merasa telah memperoleh jaminan
perlindungan dari orang tuanya atau dari orang lain yang dipandang
menguasainya.

2. Keimanan Yang Intelektualistik

Pada tingkat ini orang terikat oleh kelogisan dan alasan-alasan


yang masuk akal dalam upaya menerima keyakinan. Akan tetapi
penerimaan keyakinan secara intelektual itu tidak berarti semata-mata
intelektual. Artinya sampai batas tertentu memang diperlukan tuntutan
kelogisan dalam upaya menerima keyakinannya. Selebihnya perlu
dipermasalahkan apakah keyakinan agama itu dicapai melalui proses
berfikir murni, sebagaimana tidak perlu sepenuhnya keyakinan agama
itu dikaitkan dengan kenyataan hidup. Biasanya tipe dan tingkat
keyakinan ini diorientasikan pada bukti-bukti adanya Tuhan, baik
secara ontologi, kosmologi, theologi, maupun secara pragmatik.

3. Keimanan Yang Demonstrative

Pada tingkat ini keimanan lebih banyak diwujudkan dalam


bentuk tingkah laku dan pengalaman agama secara demonstrativa dari
pada hanya dalam bentuk kata-kata. Dasar pemikirannya adalah bahwa
tingkah laku dan pengalaman agama yang ditampilkan secara
demonstrative belum tentu didahului oleh analisis tentang keyakinan
itu akan menjadi penyebab munculnya pengalaman ajaran agama.
Sebabnya adalah bahwa tingkah laku dan pengamalan agama di sini
hanya merupakan kebiasaan yang sudah melekat dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari.

4. Keimanan Yang Komprehensif Integrative

Tingkat ini adalah keimanan yang paling tinggi. Karena tingkat


keimanan ketiga tipe diatas nampak perwujudannya dalam bentuk
ekspresi partikel yang satu sama lainnya terpisah. Justru karena
keterpisahan itu, maka ketiganya tidak dapat memberikan kepuasan

3
kepada pemiliknya, mengingat masing-masing mengandung
kepincangan.

Jadi tingkat iman ini adalah merupakan perwujudan dari tiga


tingkat di atas yang saling melengkapi. (H. Muhammad Hafiz
Anshari:1991, h. 57-58)

C. Pengertian Problematika Keimanan


Problematika adalah masalah atau sesuatu yang keluar dari yang
sebenarnya yang sesuai ideal dengan kenyataan. Jiwa beragama adalah
keinginan atau kemauan beragama. Jadi, problematika jiwa beragama
adalah masalah berkeinginan dalam beragama.
Perkembangan jiwa beragama selalu menghadapi problematika.
Problematika ini bersumber dari faktor interen atau eksteren yang dihadapi
tiap individu. Faktor interen mencakup sifat-sifat keturunan, watak dan
hal-hal yang bersifat differensiasi individu. Faktor-faktor eksteren
mencakup: pendidikan, nilai-nilai budaya, lingkungan tempat tinggal dan
lain-lain.
D. Jenis-jenis Problematika Jiwa Beragama
Problematika jiwa bergama mempunyai beberapa jenis antara lain:
1. Munafik
Munafik adalah orang yang lahiriyahnya menampakkn
suatu ( ucapan, perbuatan atau sikap ) yang sesungguhnya
bertentangan dengan apa yang tersembunyi di dalam hatinya.
Kelompok lain mengatakan munafik itu adalah orang-orang yang
lahiriyahnya menyatakan dirinya muslim sedangkan batinnya tidak
sesuai lahiriyahnya atau orang yang melahirkan iman dengan
mulutnya tetapi kafir. Dari defenisi di atas dapat di simpulkan
bahwa orang munafik adalah orang-orang yang bermuka dua lain
di mulut lain di hati. Dalam al-qur’an di sebutkan orang munafik
adala orang yang imannya di mulut tetapi kafir di hati.

4
Sifat-sifat orang munafik yaitu orang yang tidak tegas
terhadap aqidahnya:
a. Mereka menyatakan beriman dan kembali musyrik bila
bertemu dengan orang-orang musyrik.
b. Pelaksanaan ibadah mereka lebih banyak di karenakan riya dan
mereka mendirikan shalat dengan bermalas-malasan dan lalai.
c. Dalam kehidupan bermasyarakat orang-orang munafik
menyuruh orang berbuat kemungkaran dan mencegah
kebaikan.
d. Mereka berusaha membuat fitnah dalam barisan kaum muslim
e. Bermulut manis tapi tidak tulus.
f. Suka bersumpah agar orang mempercayainya dan merintangi
orang untuk menjalankan agama.
Dalam sifat-sifat emosional mereka orang-orang munafik
sangat penakut, mereka lebih takut kepada manusia dari pada takut
kepada Allah. Karena, takut mati mereka tidak ikut berperang dan
bila Allah memberi rahmatnya kepada orang-orang beriman
mereka benci dan dengki. Secara intelektual orang-orang munafik
peragu dan tidak mampu mengambil keputusan atau ketetapan,
mereka seperti pucuk eru, kemana angin bertiup maka kesanalah
mereka condong.
Pribadi orang munafik lebih ditakuti dalam pergaulan
daripada kafir, karena orang munafik ibarat musuh dalam selimut.
Sifat penyakit adalah wabah penyakit berbahaya yang mengancam
kemuliaan dan martabat manusia. Ia mengarah kepada sifat yang
tidak bertanggung jawab dan rendah. Imam Jafar Ash Shadik
menjelaskan nasehat Lukman kepada puteranya: ‘’ seorang
munafik mempunyai tiga tanda yaitu: lidahnya bertentangan
dengan hatinya, hatinya bertentangan dengan prilakunya,
penampilannya bertentangan dengan batinnya. Bila dilihat

5
pedekatan ilmu jiwa orang munafik adalah orang yang mempunyai
keperibadian terpecah yang disebut dengan plin-plan.
2. Dengki
Dengki adalah menaruh perasaan benci, tidak senagn yang
amat sangat terhadap kemenangan orang lain. Dengki biasanya
berkaitan dengan sifat iri. Wujudnya adalah sikap dan perbuatan
yang tidak senang terhadap orang lain, seperti memusuhi,
menjelek-jelekkan, mencemarkan nama baik orang lain, dan lain-
lain. Sikap dan perbuatan seperti ini biasanya dapat
berkepanjangan sehingga menimbulkan perselisihan dan
permusuhan apabila yang bersangkutan tidak menyadari sikap
buruknya tersebut.
Perbuatan dengki akan menimblkan bahaya-bahaya seperti:
a. Menimbulkan permusuhan.
b. Menimbulkan perasaan dendam.
c. Menghilangkan persahabatan.
d. Menghilangkan kebaikan yang telah dilakukan.
e. Dibenci Allah SWT.

Orang yang mempunyai sifat dengki jiwa beragamanya


tidak akan sempurna. Sebab, yang ada didalam hatinya hanyalah
rasa benci kepada orang lain yang mendapatkan kemenangan dan
kebahagiaan. Cara menghindari sifat dengki yaitu dengan:

a. Mempererat tali persaudaraan guna terjalin kerukunan dan


kebersamaan.
b. Mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan harapan hati
dan fikiran menjadi tenang.
c. Menumbuhkan sikap qana’ah (merasa cukup terhadap apa
yang dimiliki).
3. Riya

6
Riya adalah sikap yang suka memamerkan harta benda atau
orang yang melakukan segala sesuatu yang hanya mengharapkan
pujian dari orang lain tapi bikan mengharapkan pahala dari Allah.
Sikap riya ini sikap yang susah untuk mengubahnya sebab ia
melakukan sesuatu hanya demi mengharapkan pujian orang lain.
4. Tama’
Tama’ sering dikatan sebagai orang yang rakus kepada
apapun. Misalnya ia sudah kaya tetapi mau lebih kaya lagi. Sikap
tama’ ini adalah sikap yang tidak patut dicontoh sebab hanya akan
membawa kerugian bagi orang yang memiliki sifat ini.
5. Iri
Iri adala sesuatu sikap yang tidak senang melihat orang jika
mendapatkan kebahagiaan atau mendapatkan sesuatu yang baik.
Sikap iri ini adalah sikap yang berbahaya dan akan membuat orang
yang memiliki sikap ini mendapatka penyakit hati.
6. Takabbur
Takabbur menurut bahasa adalah membesarkan diri,
menganggap dirinya lebih besar dari orang lain. Sedangkan
menurut istilah takabbur adalah suatu sikp mental yang merasa
dirinya lebih besar, lebih tinggi, lebih pandai dan memandang kecil
serta rendah terhadap orang lain. Takabbur digolongkan menjadi
dua bagian yaitu: takabbur batin dan takabbur lahir. Takabbur batin
yaitu sifat dalam jiwa yang tidak terlihat karena sifat tersebut
melekat dalam hati seperti sifat merasa besar, merasa lebih dari
segala-galanya. Sedangkan takabbur lahir adalah perbuatan atau
tingkah laku yang dapat dilihat seperti merendahkan orang lain,
menyepelekan orang lain.
Cara menghindari perilaku takabbur antara lain:
a. Hendaklah kita rendah hati, ramah, menghormati orang lain
dan mampu menempatkan diri.

7
b. Hendaklah kita harus menyadari bahwa manusia mempunyai
sifat salah, lupa dan kekurangan.
c. Hendaklah kita menyadari bahwa manusia dihadapkan Allah
adalah sama saja dan yang membedakan satu sama lain adalah
takwanya.
7. Sombong
Sifat sombong agak sama dengan sifat takabbur karena
sama-sama membesarkan diri atau menganggap dirinya daalah
yang terbaik. Didalam al-qur’an surah Luqman ayat 18 yang
berbunyi:
”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
dan janganlah kamu berjalan diatas bumi dengan sombong.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong lagi
membanggakan diri. Jadi, dari ayat tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa Allah sangatlah membenci orang yang
sombong dan membanggakan diri.”
8. Agnotisme
Agnotisme adalah suatu paham yang ragu-ragu tentang
adanya tuhan, atau faham yang mengatakan bahwa manusia tidak
sanggup dan tidak bisa memperoleh pengetahuan tentang Tuhan.
Agnotisme tidak tegas mengatakan Tuhan tidak ada. Tuhan
menurut aliran ini mungkin ada tetapi, manusia tidak dapat
mengetahuinya secara positif. Oleh karena itu aliran ini disebut
juga dengan aliran skepsitisme ( ragu-ragu ). Mereka beranggapan
ajaran tentang Tuhan didalam agama adalah sesuatu yang tidak
mngkin. Kalau dilihat dar pandangan ilmu jiwa kelompok ini
termasuk orang pecah kepribadian. Namun, dengan sikap ragu-
ragunya masih lebih mudah diajak kepada ajaran agama dari pada
kelompok atheis yang sama sekali tidak mempercayai tuhan.
9. Konversi Agama

8
Konversi berasal dari kata convertion yang artinya adalah
pertaubatan, pembalikan atau perlainan dengan semula. Walter
Houston Clark mendefenisikan agama sebagai berikut: ‘’ konversi
agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan
spritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti
dalam sikap terhadap ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan
tegas lagi, konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan
emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah Allah secara
mendadak, telah terjadi yang mungkin saja yang sangat mendalam
ataupun dangkal. Bisa saja terjadi perubahan itu secara berangsur-
angsur pada diri seseorang’’.
Zakiah Darajat mengatakan proses konversi tidak sama
pada setiap orang tergantung kepada pertumbuhan jiwa yang
dialaminya, pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak
kecil, suasana lingkungan tempat tinggal dan pengalaman terakhir
yang menjadi puncak dari perubahan keyakinan tersebut serta
situasi yang terjadi sesudah itu. Konversi menurut Zakiah Darajad
dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a) Pertentangan batin ( konflik jiwa ) dan ketegangan
perasaan.
Orang-orang yang gelisah dalam dirinya terjadi
pertarungan berbagai persoalan yang kadang-kadang
sukar untuk dipecahkan, akan memungkinkan terjadi
konversi agama itu.
b) Pengaruh hubungan dengan tradisi agama.
Pendidikan agama masa kecil seseorang mengenai
pelajaran agama yang pernah dialaminya dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat yang penuh
kedamaian dan ketenangan, terikat dan terbiasa dengan
tradisi lama dapat menyebabkan konversi agama

9
terhadap situasi masyrakat yang tidak menentu yang
dialaminya pada masa berikutnya.
c) Ajakan, seruan ataupun sugesti.
Sugesti, seruan atau bujukan dari luar dapat
menyebabkan konversi agama. Apalagi individu
tersebut dalam keadaan labil, kosong dan tidak
memiliki pegangan hidup. Cepat atau lambatnya
pengaruh sugesti ini tergantung kepada kepintaran
pemberi sugesti.
d) Emosi.
Penyelidikan para ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa
emosi adalah keadaan jiwa yang sedang tidak normal
atau stabil, pada saat seperti ini mereka mudah
terpengaruh, mudah terpengaruh yang memungkinkan
mereka akan mengalami konversi agama.
e) Kemauan
Kemauan dapat menyebabkan konversi. Mereka
yang menyadari kembali ketidak pedulian terhadap
agama dapat bertaubat dan menjadi taat mengamalkan
ajaran agamanya.
Dalam Islam salah satu contohnya Imam Al-Ghazali
mengatakan konversi agama bukanlah hal yang terjadi
tiba-tiba, setiap konversi agama melalui proses jiwa
sebagai Berikut:
 Masa tenang pertama, yaitu sebelum mengalami
konversi. Masa bersikap dan bertingkah laku
acuh terhadap ajaran agama.
 Masa ketidak tenangan, terjadi konflik batin
yang ada dalam hati. Selalu gelisah, putus asa,
panik dan sebagainya. Kegelisahan ini dapat
disebabkan kegagalan yang dialami, penderitaan

10
dan lain sebagainya. Pada situasi ini manusia
cenderung cepatmenjadi perasa, mudah
tersinggung dan mudah kena sugesti.
 Masa terjadi konversi, yaitu setelah goncangan
jiwa itu mencapai puncaknya. Orang merasa
tiba-tiba mendapat hidayah Tuhan, mendapat
kekuatan dan semangat untuk menjalankan
ajaran agama yang pernah tidak
diperdulikannya. Dia merasa mendapat
kesayangan dan kasih sayang Tuhan.
 Masa tentram dan tenang, yaitu masa setelah
terjadinya konversi tersebut. Masa penuh
kedamaian, tidak merasa sedih, terkucil dan
sebagainya, tetapi merasa gembira, lapang dada
menghadapi hari depan.
 Masa ekspresi konversi dalam hidup, yaitu masa
pembuktian dan kebaktian kepada Tuhan
setyelah terjadinya konversi tersebut. Masa ini
semua amal dan perbuatannya didasarkan pada
ketentuan Tuhan.
E. Faktor-Faktor Penyebab Problematika Keimanan
Menurut Kalish mengidentifikasikan lima hal yang dapat
mendongkel ketegaran keimanan orang yang beragama, yaitu:
1) Kontradiksi antara ilmu dan agama.
2) Akibat mempelajari agama lain.
3) Kesulitan membatasi kebebesan agama.
4) Masalah tujuan hidup.
5) Arti mati dan hidup sesudah mati.
6) Pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama

11
Dilihat dari pemenfaatannya oleh manusia memang terdapat
kesesuaian antara ilmu pengetahuan dan agama. Secara esensial kehadiran
ilmu itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh umat
manusia. Karena itu kehadiran dan pengembangannya menurut kebebasan,
kelugasan dan kerasionalan ilmu pengetahuan juga menuntut dan
melahirkan arus informasi yang lebih intensif, sehingga dapat merangsang
usaha bersama untuk menjadikan penelitian-penelitian ilmiah lebih relevan
dengan kebutuhan umat manusia dan meyakinkan semua negara mengenai
kedaan dan perkembangannya baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya dan termasuk perkembangan dan pengetahuan dan teknologinya
sendiri. Ilmu pengetahuan yang mendasarkan perkembangannya pada
keraguan, sehingga setiap kenyataan selalu mengundang pertanyaan dan
menuntut pembuktian, sementara agama bertolok dari keyakinan bahwa
tuhan itu ada dan semua kenyataan itu diciptakan oleh tuhan.

Sikap keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri


seseorang yang mendorong untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar
ketaatannya terhadap agama.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Iman adalah kepercayaan ketetapan hati, keteguhan batin,
keseimbangan batin (yang berkenaan dengan agama); keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuahn, Nabi, Kitab, dsb.
Empat tingkat keimanan, yaitu: Keimanan yang verbalistik,
keimanan yang intelektualistik, keimanan yang demonstrative, keimanan
yang komprehensif integrative. Lima hal yang dapat mendongkel
ketegaran keimanan orang yang beragama yaitu: Kontradiksi antara ilmu
dan agama, akibat mempelajari agama lain, kesulitan membatasi
kebebasan agama, masalah tujuan hidup, arti mati dan hidup sesudah mati.
Selain hal-hal tersebut, dipengaruhi juga anatara lain oleh: Kondisi Iman,
kondisi Fisik atau Psikis, kultur Masyarakat (Lingkungan).
Sikap adalah rekasi-reaksi afektif terhadap objek tertentu
berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan hidup. Sikap
terbentuk dari proses belajar dan pengalaman bukan bawaan dari lahir,
serta tergantung pada objek tertentu.
Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang
terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya
mengalami perubahan.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kepada siapa saja yang membaca makalah
ini agar kiranya dapat memberikan saran-saran yang sifatnya membangun
kepada makalah kami ini, agar dapat memperbaikinya di pembuatan akan
datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

- Al-Qardhawi, Yusuf, Iman dan Kehidupan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,


1993)
- Anshari, H. Muhammad Hafiz, Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1991)
- Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996)
- Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-1
- Kasmiran Wuryo, Psikologi Agama, Ed. Revisi 10. Jakarta: Grafindo, hlm.
225.

14

Вам также может понравиться