Вы находитесь на странице: 1из 25

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

TAHUN 2019
DI BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROPINSI BALI

Disusun Oleh :
Rombel III B Karyawan

PROGAM STUDI FARMASI


AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG
i
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini hingga
penyusunan laporan KKL dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan KKL ini.
Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini kami susun berdasarkan apa yang telah kami
jalankan selama melaksanakan KKL di Badan Narkotika Nasional (BNN) Propinsi Bali
yang dilaksanakan tanggal 8 Februari 2019.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik
dari segi susunan serta cara penulisan laporan ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan tanggapan, kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan
laporan ini.
Akhir kata, kami berharap semoga laporan KKL ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi mahasiswa Akademi Farmasi Nusaputera.

Semarang, 18 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………...…….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………….. 1

A. LATAR BELAKANG ...………………………………………….


1
B. RUMUSAN MASALAH ………………….……………………..
3
C. TUJUAN ………………………………………………………….
4

BAB II DESKRIPSI KEGIATAN……………………………………. 5

BAB III PEMBAHASAN...…………………………………………... 6

1. SEJARAH BNN ...……….…………………………………...…… 6


2. VISI DAN MISI BNN .………………….………………………… 8
3. TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG BNN ……………………. 9
4. PROFIL BNN PROPINSI BALI ………………………………….. 12
5. REHABILITASI PENYALAHGUNAAN NARKOBA ………….. 13
6. DISKUSI DAN TANYA JAWAB ………………………………… 15

BAB IV PENUTUP…………………………………………………… 17

1. KESIMPULAN………….…………………………………...…… 11
2. SARAN….……………………………….………………………… 11

BAB V DAFTAR PUSTAKA …………….…………………………. 12


BAB VI LAMPIRAN ………………………………………………… 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemberian kuliah bagi para mahasiswa tidak hanya dalam bentuk materi semata
dan dalam lingkup kampus, tetapi juga perlu adanya kegiatan yang mengajak para
mahasiswa terjun langsung dalam segala bidang yang sesuai dengan disiplin studi yang
tengah ditempuh. Pengalaman di lapangan merupakan sebuah pengetahuan yang sangat
berharga dimana mahasiswa dapat membandingkan antara teori yang diajarkan di
kampus dengan pengetahuan yang ada di lapangan yang selalu berkembang seiring
dengan perkembangan jaman. Maka dari itu, Akademi mengeluarkan kebijakan
mengenai kegiatan tersebut untuk dilaksanakan oleh setiap program studi. Kegiatan
tersebut sering disebut dengan istilah Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
Kuliah Kerja Lapangan ( KKL ) adalah suatu bentuk kegiatan yang memberikan
pengalaman belajar kepada mahasiswa yang bertujuan agar mahasiswa dapat
menerapkan dan mengembangkan ilmu yang di dapat di bangku kuliah agar dapat
mempunyai pengetahuan dan pengalaman, sehingga dapat bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas.
Narkoba saat ini sudah tidak asing di telinga masyarakat umumnya. Narkoba
namanya melejit dikalangan kita karena benda tersebut merupakan benda yang dapat
menolong mereka yang sedang mengalami masalah dalam kehidupan. Narkoba adalah
obat, bahan, zat dan bukan tergolong makanan jika diminum, dihisap, ditelan, atau
disuntikan yang dapat menyebabkan ketergantungan dan berpengaruh terhadap kerja
otak,demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah, pernapasan,
dan lain-lain).
Narkoba sudah meresahkan masyarakat kita di Indonesia karena sifat dari benda
ini adalah benda yang apabila dikonsumsi secara salah oleh penggunanya maka akan
berakibat fatal, bisa juga mengakibatkan kematian bagi para penggunanya. Dampak
negatif selain kematian, narkoba akan merusak sistem saraf bagi para penggunanya
sehingga kadang-kadang para pecandu sering terganggu sistem syarafnya. Dampak lain
dari penyalahgunaan narkoba juga berakibat pada masyarakat yaitu akan berdampak
kemerosotan moral dan meningkatnya kriminalitas. Namun dengan ancaman yang akan
dirasakan oleh pecandu narkoba, para pecandu kebanyakan tidak menghiraukan hal
tersebut yang akan membahayakan keselamatan hidupnya.
1
Kejahatan narkoba harus dipandang sebagai ancaman serius yang bersifat laten
bagi bangsa Indoensia, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Hal ini
disebabkan karena ancaman tersebut terus menunjukkan peningkatan yang konsisten
dan semakin mengkhawatirkan. Peningkatan angka penyalahguna narkoba yang begitu
tinggi harus segera dihentikan agar tidak meruntuhkan tatanan peradapan bangsa. Para
sindikat kejahatan narkoba selalu berupaya mengembangkan dan menyamarkan narkoba
ke dalam bentuk dan jenisnya bahkan modus operasinya.
Pada saat sekarang ini, pemakai narkoba semakin tahun terus mengalami
peningkatan khususnya di Provinsi Bali tidak hanya di kawasan perkotaan tapi juga
menyebar di pelosok desa. Pengguna narkoba pun tidak hanya di kalangan dewasa
bahkan banyak di kalangan remaja. Mengenai meningkatnya jumlah pengguna pada
kalangan remaja, sangatlah mengkhawatirkan. Pergaulan dan lingkungan
mempengaruhi maraknya penggunaan obat-obatan terlarang oleh kalangan anak muda
dan remaja.
Mengingat sangat seriusnya ancaman peredaran narkoba yang meningkat di
wilayah perkotaan hingga pelosok kampung khususnya dikalangan remaja untuk itu
butuh pengawasan dari semua pihak, baik itu masyarakat, Polri, BNN, instansi terkait
dan juga sangatlah penting bagi orang tua untuk memberikan pengawasan yang ketat
untuk ikut memberantas narkoba dan juga menekan jumlah pengguna narkoba tersebut.
Caranya adalah dengan memberikan penyuluhan demi penyuluhan kepada remaja dan
anak muda yang dilakukan oleh instansi terkait.
Diantara aparat penegak hukum yang juga mempunyai peranan penting terhadap
adanya kasus tindak pidana narkoba ialah “Penyidik”, dalam hal ini para penyidik
adalah dari Polri dan BNN, dimana penyidik diharapkan mampu membantu proses
penyelesaian terhadap kasus pelanggaran tindak pidana narkoba dan rehabilitasi bagi
pecandu narkoba.
Menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009 dalam hal melakukan
pemberantasan narkoba, BNN diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan
terhadap penyalahgunaan, peredaran narkoba, dan prekusor narkoba disertai dengan
kewenangan yang diberikan kepada penyelidik dan penyidik BNN. Sedangkan
wewenang oleh penyidik Polri tercantum juga pada pasal 81 Undang-Undang No. 35
tahun 2009 tentang narkoba, tetapi penyidikan yang dilakukan oleh Polri secara umum

2
terdapat dalam pasal 7 KUHAP dan juga terdapat pada pasal 16 (1) Undang-Undang
No. 2 tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Provinsi Bali sebagai daerah tujuan wisata Indonesia bagian tengah merupakan
salah satu provinsi yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan
laporan tahunan BNN RI tahun 2016, hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN –
Puslitkes VI Tahun 2015 menyatakan prevalensi penyalahgunaan narkoba di Provinsi
Bali adalah 2,01% atau setara dengan ± 61.353 jiwa dari populasi penduduk Bali.
Jenis narkoba yang paling sering digunakan adalah heroin yang diikuti dengan
penyebaran HIV/AIDS. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Provinsi Bali tahun 2009, estimasi jumlah Injecting Drug User (IDU) atau penasun di
Provinsi Bali pada tahun 2010adalah700 – 800 penasun dan data estimasi
berdasarkan populasi kunci untuk Injecting Drug User (IDU) oleh Kementerian
Kesehatan menyatakan estimasi jumlah Injecting Drug User (IDU) atau penasun di
Provinsi Bali pada tahun 2012 adalah 1.959 penasun. Sedangkan jumlah kumulatif
kejadian HIV/AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2014 yang disebabkan
oleh faktor resiko pada kelompok Injecting Drug User (IDU) atau penasun berdasarkan
data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali adalah 819 kasus (KPA,
2014).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka Akademi Farmasi Nusaputera


Semarang tertarik untuk melaksanakan kunjungan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di
Badan Narkotika Nasional (BNN) provinsi Bali.

B. RUMUSAN MASALAH
Beradasarkan pelaksanaan kunjungan Kuliah Kerja Lapangan di Badan
Narkotika Nasional (BNN) di Provinsi Bali, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
 Bagaimana upaya Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali dalam
menanggulangi penyalahgunaan Narkoba.
 Bagaimana pelaksanaan Rehabilitasi terhadap penyalahgunaan Narkoba
yang dilakukan oleh BNN provinsi Bali.
 Apakah kendala – kendala dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap
penyalahgunaan Narkoba oleh BNN Provinsi Bali.

3
C. TUJUAN PENULISAN
Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan suatu bentuk kegiatan
kuliah yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman diberbagai bidang pada suatu
instansi melalui proses pembelajaran langsung dalam rangka memantapkan keprofesian
pada suatu bidang ilmu tertentu. Sedangkan tujuan dilaksanakannya kunjungan Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) di BNN Provinsi Bali adalah :
A. Menambah pengetahuan baik bagi penulis maupun pembaca tentang Badan
Narkotika Nasional (BNN)
B. Dapat mengetahui tentang bahaya Narkoba dikalangan mahasiswa pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
C. Dapat mengetahui upaya rehabilitasi penyalahgunaan terhadap narkoba oleh
BNN provinsi Bali.
D. Dapat mengetahui kendala – kendala dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap
penyalahgunaan Narkoba di Provinsi Bali.

4
BAB II
DESKRIPSI KEGIATAN KKL

Pelaksanaan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dilaksanakan pada :


Hari, tanggal : Jum’at, 08 Februari 2019
Jam : 09.00 WITA
Tempat : Kantor Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali
Alamat : Jl. Melati No. 21 Denpasar Bali
Pada saat kunjungan di BNN provinsi Bali, mahasiswa dan dosen pembimbing
disambut hangat dan diperkenalkan dari pihak BNN. Kemudian dilanjutkan dengan
profil BNN, kegiatan BNN untuk mengatasi pengguna narkoba yang bersedia
direhabilitasi. serta upaya pencegahan penyalagunaan narkoba.
Diakhir kunjungan dilaksanakan diskusi dan tanya jawab antara mahasiswa,
dosen pembimbing dan dari pihak BNN provinsi Bali.

5
BAB III
PEMBAHASAN HASIL KEGIATAN

1. Sejarah BNN
Perkembangan organisasi dan kelembagaan pemerintah yang diberikan
kewenangan dalam penanganan narkotika sudah dimulai dari tahun1971 dengan
dikeluarkannya Instruksi
Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan
Koordinasi Intellijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 permasalahan nasional
yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan
narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja,
penanggulangan subversi, dan pengawasan orang asing. Badan Koordinasi Pelaksanaan
Instruksi Presiden (Bakolak Inpres) adalah sebuah badan koordinasi kecil yang
beranggotakan 25 instansi pemerintah terkait, yang berada di bawah komando dan
bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang
operasional dan tidak secara spesifik mendapat alokasi anggaran dari APBN melainkan
disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, Bakolak Inpres bekerja sama dengan
departemen terkait antara lain Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan,
Departemen Sosial, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Penerangan,
Departemen Kehakiman, dan sejumlah instansi lainnya.Berdasarkan pada
perkembangan kiprah Bakolak Inpres tersebut, pemerintah bersama dengan anggota
DPR RI membuat peraturan yang mengatur tentang narkotika.Peraturan tersebut adalah
UU Nomor 9 Tahun 1976. Undang-undang tersebut lahir setelah
sebelumnya DPR meratifikasi UN Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan
diamandemen dengan protocol 1972 menjadi Undang-undang Nomor 8 Tahun
1976.Tahun 1997 Pemerintah Indonesia dan DPR RI mengesahkan dua peraturan yang
berkaitan dengan penanggulangan bahaya Narkotika yaitu Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Berdasarkan kedua undang-undang tersebut, pada tahun 1999 pemerintah
melalui Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999 membentuk Badan Koordinasi
Narkotika Nasional atau disingkat BKNN. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi

6
penanggulangan Narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. BKNN
secara ex-officio diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
Namun demikian guna menjalankan pelaksanaan tugas sehari-hari pemerintah
membuat jabatan Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar).Pelaksanaan BKNN berlangsung
hingga tahun 2002 dan mengalami dua masa periode kepala pelaksana harian. Kalakhar
BKNN pertama kali di jabat oleh Drs. Achwil Lutan, SH dan kemudian dilanjutkan oleh
Drs. Da’I Bachtiar. BKNN sebagai badan koordinasi dianggap tidak cukup memadai
untuk menghadapi sindikat Narkoba yang makin serius menebar ancamannya. Hal
tersebut dikarenakan BKNN tidak mempunyai anggaran danpersonil sendiri yang dapat
diandalkan guna menyelesaikan permasalahan Narkoba tersebut. Dibutuhkan lembaga
dengan kewenangan dan kemampuan yang lebih besar guna mengatasi permasalahan
Narkoba. Karena itulah, melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang
Badan Narkotika Nasional dan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2002 tentang
penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika,
prekursor, dan zat adiktif lainnya serta TAP MPR No. VI/MPR/2002 tentang
Rekomendasi atas laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI tahun 2002 maka pada tanggal
22 Maret 2002 Badan Koordinasi Nasional (BKNN) diubah menjadi Badan Narkotika
Nasional (BNN) dengan memiliki 25 anggota dari departemen dan lembaga pemerintah
terkait.Kapolri selaku ketua Ex Officio bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Kepala Pelaksana Harian BNN yang pertama dijabat oleh Drs. Nurfaizi.Menyikapi
perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan semakin serius, maka
melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2002mengeluarkan
Ketetapan MPR-RI Nomor : VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi kepada DPR-RI dan
Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-UndangNomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika dalam rangka efektifitas penanganan narkoba. Walaupun telah ada
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika namun dalam Undang-
Undang tersebut belum mengatur kelembagaan yang menangani masalah narkoba
secara efektif, oleh karena itu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan
Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK/Kota), yang memiliki kewenangan operasional
melalui Anggota BNN/BNP/BNK/Kota dengan instansi terkait.
Adapun pertanggungjawaban masing-masing adalah sebagai berikut: BNN
bertanggung jawab kepada Presiden, BNP kepada Gubernur dan BNK/Kota kepada

7
Bupati/Walikota, secara organisatoris institusi tersebut tidak mempunyai hubungan
struktural-vertikal.Pada implementasinya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika dan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan
Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota (BNK/Kota) kurang efektif. Dalam Undang-Undang tersebut telah
mengatur pembentukan kelembagaan dan kewenangan BNN dibidang penyelidikan
serta penyidikan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika.Dalam UU tersebut
status kelembagaan BNN ditetapkan menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
(LPNK) dengan struktur vertikal ke Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di Provinsi dibentuk
BNN Provinsi, dan di Kabupaten/Kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin
oleh seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN
berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kepala BNN dibantu
oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima) Deputi yaitu Deputi
Bidang Pencegahan, Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Deputi Bidang
Rehabilitasi, Deputi Bidang Pemberantasan, dan Deputi Bidang Hukum dan
Kerjasama.Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Badan Narkotika Nasional, Peraturan Kepala BNN Nomor : KEP/03/V/2010/BNN
tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional, Peraturan Kepala BNN
Nomor : KEP/04/V/ 2010/BNN tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika
Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. Badan Narkotika
Nasional telah memiliki organisasi vertical hingga ke tingkat kabupaten/kota. Lembaga
vertical BNN hingga ke wilayah propinsi disebut sebagai Badan Narkotika Nasional
Propinsi (BNNP) yang saat ini telah berdiri di seluruh propinsi di Indonesia. Lembaga
vertical BNN di tingkat kabupaten/kota dinamakan Badan Narkotika Nasional
Kabupaten/Kota (BNNK). Hingga saat ini telah berdiri 173 BNNK.

2. Visi Dan Misi BNN

Visi
Menjadi Lembaga Non Kementerian yang profesional dan mampu
menggerakkan seluruh koponen masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dalam

8
melaksanakan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Bahan Adiktif Lainnya di Indonesia.

Misi
 Menyusun kebijakan nasional P4GN
 Melaksanakan operasional P4GN sesuai bidang tugas dan kewenangannya.
 Mengkoordinasikan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya (narkoba)
 Memonitor dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan nasional P4GN.
 Menyusun laporan pelaksanaan kebijakan nasional P4GN dan diserahkan kepada
Presiden.

3. Tugas, Fungsi dan Wewenang BNN

Tugas BNN
BNN Memiliki tugas
A. BNN mempunyai tugas :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Negara Indonesia
dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat;
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika;

9
g. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika.
i. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan tehadap perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
j. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

B. BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai


pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk
tembakau dan alkohol.

Fungsi BNN

BNN memiliki fungsi :


1. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan
adiktif untuk tembakau dan alkohol yang selanjutnya disingkat dengan
P4GN;
2. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, kriteria,dan
prosedur P4GN;
3. Penyusunan perencanaan, program, dan anggaran BNN;
4. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan
masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerja sama di bidang
P4GN;
5. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang
Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Pemberantasan, Rehabilitasi,
Hukum, dan Kerja Sama;
6. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di
lingkungan BNN;

10
7. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat
dalam rangka penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan
nasional di bidang P4GN;
8. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan
BNN;
9. Pelaksanaan fasilitasi dan pengoordinasian wadah peran serta masyarakat;
10. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika;
11. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang
narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali
bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
12. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen
masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke
dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan/atau
pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya kecuali
bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol di tingkat pusat dan daerah;
13. Pengoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif
lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
14. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau
pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali
bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol berbasis komunitas terapeutik
atau metode lain yang telah teruji keberhasilannya;
15. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian, dan perumusan peraturan
perundang-undangan serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN;
16. Pelaksanaan kerja sama nasional, regional, dan internasional di bidang
P4GN;
17. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di
lingkungan BNN;
18. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah
terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN;

11
19. Pelaksanaan penegakkan disiplin, kode etik pegawai BNN, dan kode etik
profesi penyidik BNN;
20. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional, penelitian dan
pengembangan, dan pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN;
21. Pelaksanaan pengujian narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan
adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
22. Pengembangan laboratorium uji narkotika, psikotropika, dan prekursor
serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan
alkohol;
23. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di
bidang P4GN.

Wewenang BNN

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap


Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika.

PROFIL BNN PROVINSI BALI

Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali


Badan Narkotika Nasional Provinsi Bali merupakan instansi vertikal Badan
Narkotika Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang Badan Narkotika
Nasional dalam wilayah Provinsi Bali. Tugas BNNP mempunyai tugas melaksanakan
tugas BNN dalam wilayah Provinsi. Dalam melaksanakan tugas pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNNP
berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dalam melaksanakan tugas kesehariannya Badan Narkotika Nasional Provinsi
Bali dibagi menjadi 3 divisi yaitu :
1. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Merupakan divisi yang bertanggung jawab untuk upaya mencegah penyalah
gunaan narkoba di provinsi Bali. Adapun kegiatan yang dilakukan dengan cara
12
melaksanakan edukasi kepada masyarakat baik melalui media cetak, elektronik, maupun
secara langsung baik edukasi di institusi pendidikan maupun di organisasi – organisasi
kemasyarakatan.
2. Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba
Merupakan divisi yang bertanggung jawab memberantas penyalahgunaan
Narkoba baik sebagai pemakai atau sebagai pengedar. Disamping itu upaya yang
dilakukan juga ikut melaksanakan pengawasan lembaga pemasyarakatan narkoba.
3. Rehabilitasi dan Pemberdayaan masyarakat
Merupakan divisi yang bertanggung jawab terhadap rehabilitasi terhadap
pecandu narkoba baik yang menyerahkan diri maupun melalui proses penangkapan.
Disamping itu divisi ini juga betanggung jawab terhadap pemberdayaan masyarakat
khususnya pecandu nakoba untuk memberikan pembekalan ketrampilan sehingga
setelah pecandu kembali ke masyarakat mempunyai ketrampilan untuk dapat melakukan
aktivitas yang positif dan dapat pula mencegah terjerumus kembali pada narkoba.

Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba di Provinsi Bali


Rehabilitasi bagi pecandu narkotika dilakukan dengan maksud untuk
memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita
yang bersangkutan. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi
sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun
sosial, agar mantan pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan bermasyarakat.
Rehabilitasi medis pecandu narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk
oleh Menteri. Selain itu lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi
pemerintah seperti Lapas Narkotika dan Pemerintah Daerah dapat melakukan
rehabilitasi medis terhadap penyalahgunaan narkotika setelah mendapat persetujuan
menteri. Dengan demikian untuk rehabilitasi medis bagi pecandu narkotika pengguna
jarum suntik dapat diberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan antara lain
penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dengan pengawasan ketat Kementerian
Kesehatan. Demikian pula bagi masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis pecandu
narkotika setelah mendapat persetujuan dari Menteri.

13
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan pecandu
narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui
pendekatan keagamaan dan tradisional. Sedangkan rehabilitasi sosial bagi mantan
pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah maupun oleh
masyarakat.
Pada tahap rehabilitasi medis, terpidana wajib menjalani 3 (tiga) tahap
perawatan, yaitu program rawat inap awal, program lanjutan dan program pasca rawat.
Pada program rawat inap awal, terpidana wajib menjalani rehabilitasi rawat inap selama
sekurang- kurangnya 3 (tiga) bulan. Setelah melewati program rawat inap awal,
seorang terpidana dapat menjalani program rawat inap lanjutan ataupun program rawat
jalan, tergantung pada derajat keparahan adiksinya sesuai dengan hasil asesmen
lanjutan.
Program rawat inap lanjutan diberikan pada pasien dengan salah satu atau lebih
kondisi seperti ini, yaitu pola penggunaan ketergantungan , belum menunjukkan
stabilitas mental emosional pada rawat inap awal, mengalami komplikasi fisik dan atau
psikiatrik, dan atau pernah memiliki riwayat terapi rehabilitasi beberapa kali
sebelumnya.
Sedangkan program rawat jalan diberikan pada pasien dengan salah satu atau
lebih kondisi sebagai berikut , yaitu memiliki pola penggunaan yang sifatnya
rekreasional, zat utama yang digunakan adalah ganja atau amfetamin, atau zat utama
yang digunakan adalah opioda, namun yang bersangkutan telah berada dalam masa
pemulihan sebelum tersangkut tindak pidana, atau secara aktif menjalani program
terapi rumatan sebelumnya, berusia di bawah 18 tahun, dan atau tidak mengalami
komplikasi fisik dan atau psikiatrik.
Pasien yang mengikuti program lanjutan rawat jalan harus melakukan kontrol
pada unit rawat jalan sarana rehabilitasi medis terpidana narkotika dengan frekuensi
setidaknya 2 (dua) kali seminggu tergantung pada perkembangan kondisi pasien untuk
memperoleh pelayanan intervensi psikososial, pencegahan kekambuhan dan terapi
medis sesuai kebutuhan serta menjalani tes urine secara berkala atau sewaktu- waktu.
Ketika pecandu telah melewati masa rehabilitasi , maka pecandu tersebut berhak
untuk menjalani rehabilitasi sosial dan program pengembalian ke masyarakat yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sarana rehabilitasi medis
terpidana narkotika diharapkan menjalin kerjasama dengan panti rehabilitasi sosial

14
milik pemerintah atau masyarakat, atau dengan lembaga swadaya masyarakat yang
memberikan layanan pasca rawat.
Sarana rehabilitasi medis terpidana narkotika wajib melaporkan informasi
tentang pecandu penyalahgunaan narkotika yang menjalani program rehabilitasi medis
di tempatnya dengan mengikuti sistem informasi kesehatan nasional yang berlaku.
Dalam hal terjadi kondisi khusus dimana pecandu narkotika yang menjalani program
rehabilitasi medis melarikan diri , tidak patuh pada terapi, melakukan kekerasan yang
membahayakan nyawa orang lain atau melakukan pelanggaran hukum, maka rumah
sakit penerima rehabilitasi medis terpidana wajib memberikan laporan kepada pihak
kejaksaan yang menyerahkan.
Pelaksanaan Program BNN Provinsi Bali dalam rehabilitas terhadap
pelayahgunaan narkotika adalah cukup berhasil berkat bekerjasama dengan Polisi
dalam hal ini Polda Bali dalam meringkus pelaku pengedar dan pengguna narkotika,
selain itu bekerjasama dengan berbagai pusat rehabilitasi yang terdapat di Provinsi Bali.
Selain itu berbagai upaya sosialisasi dilakukan dengan pelaksanaan lomba banjar bersih
narkotika, serta sosialisasi di sekolah-sekolah dan banjar. Segala hal berkaitan dengan
upaya represif penanganan narkotika, menurut Kepala BNN sampai saat ini menjadi
tugas dan tanggung jawab BNN Provinsi Bali.
Kendala yang dihadapi dalam upaya rehabilitasi antara lain :

1. Belum adanya kerjasama di antara keluarga, masyarakat maupun lingkungan


sekitar

2. Belum hilangnya stigma negatif dari masyarakat terhadap pecandu yang


menimbulkan rasa ketakutan untuk bergaul di masyarakat

3. Sulitnya untuk meninggalkan teman lama dan sulitnya membangun relasi


dengan teman baru.

Diskusi dan Tanya Jawab dengan Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Bali

1. Bagaimana upaya BNN provinsi Bali dalam menghadapi orang tua yang mengetahui
anaknya pecandu narkoba tetapi secara sengaja menutupi dan menolak melaporkan
anaknya ke BNN?
jawab :

15
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, diatur
mengenai sanksi pidana berupa pidana kurungan atau pidana denda bagi orang tua
atau wali dari pecandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak melapor,
pecandu narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan
diri, dan juga bagi keluarga pecandu narkotika yang dengan sengaja tidak
melaporkan pecandu narkotika yang sudah cukup Telah ditegaskan dalam
ketentuan perundang-undangan bahwa pecandu narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Bertitik tolak dari ketentuan ini maka
orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.

2. Apakah pecandu narkoba wajib direhabilitasi dan bagaimana jaminan hukum bagi
pecandu narkoba baik yang menyerahkan diri untuk direhabilitasi?
jawab :
1. Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran gelap dan dampak
buruk narkoba, telah ditegaskan dalam pasal 54 Undang-Undang No. 35
tahun 2009 tentang Narkotika bahwa pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.

2. jaminan hukum bagi pecandu narkoba jika menyerahkan diri adalah


pecandu tidak akan diproses secara hukum pidana, hanya saja pecandu
wajib menjalani proses rehabiltasi.

3. Bagaimana pembiayaan selama proses rehabilitasi ?


jawab :
Segala biaya selama proses rehabilitasi baik rawat inap maupun rawat jalan
ditanggung oleh Pemerintah dalam hal ini dilimpahkan ke BNN Provinsi Bali.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan dilakukannya kunjungan di Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi
Bali, maka mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang bahaya narkoba dan bagaimana
proses rehabilitasi pecandu narkoba serta kewajiban melaporkan jika mengetahui
adanya pecandu narkoba dalam masyarakat. Disamping itu kunjungan tersebut
merupakan salah satu upaya pencegahan yang dilakukan oleh BNN provinsi Bali
melalui sosialisasi dan edukasi agar para mahasiswa yang sebagian besar merupakan
kalangan remaja agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.

B. Saran
Seperti halnya peribahasa “Tak ada gading yang tak retak”, segala sesuatu pasti
ada kelebihan serta kekurangannya, begitu pula dalam pelaksanaan kegiatan Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) yang dilaksanakan di Semarang - Jawa Timur - Bali. Disini
penulis akan memberikan beberapa saran, antara lain:
a. Kepada BNN Provinsi Bali agar terus gencar dalam program kerja memberantas
pengedar narkotika di Bali sehingga dapat mengurangi jumlah pecandu narkotika
sehingga dapat menciptakan generasi sehat bebas narkoba
b. Kepada generasi muda agar mengisi kehidupan dengan berbagai kegiatan positif
seperti olahraga, mengikuti pelatihan dan juga seminar-seminar tentang bahaya
narkoba sehingga mempunyai pengetahuan tentang dampak buruk penggunaan
narkotika
c. Kepada keluarga agar berperan aktif dalam membatasi pergaulan anaknya dengan
teman sebaya, selain itu diharapkan keluarga mampu mendaftarkan anaknya kepada
pusat rehabilitasi apabila telah menjadi pecandu narkotika sehingga dapat
memperbaiki masa depan keluarga dan mampu berperan secara positif dan menjadi
motivasi bagi orang lain untuk menghindari narkoba.
d. Tempat Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan sudah terencana secara matang
sehingga mahasiswa mampu berfokus pada pengetahuan tentang tempat kunjungan
KKL.

17
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Abimanyu, Bambang, 2011, Mewujudkan Indonesia Negeri Bebas Narkoba


Melalui Optimalisasi Inpres Nomor 12 Tahun 2012, Yogyakarta.
2. Hasil Penelitian Universitas Indonesia (UI) bekerjasama dengan Badan Narkotika
Nasional (BNN) pada 2018.
3. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2019 tentang Narkotika.

18
BAB VI
LAMPIRAN

19
20
21

Вам также может понравиться