Вы находитесь на странице: 1из 21

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….. I

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….. II

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….. 1

A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………………….. 1


B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………. 2
C. TUJUAN ……………………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………. 3

A. KONSEPSI NEGARA ..............................…………………………………………. 2


B. PANCASILA PADA MASA REFORMASI …………………………………………. 5

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………………. 8

A. KESIMPULAN………….…………………………………………………………… 8
B. SARAN….…………………………………………………………………………… 8

BAB IV DAFTAR PUSTAKA …………….…………………………………………………. 9

I
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena
dengan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“TERBENTUKNYA NEGARA MENURUT TEORI PERJANJIAN MASYARAKAT ”.
Makalah ini berisi tentang asal mula Negara berdasarkan teori perjanjian masyarakat,
kelebihan dan kekurangan Negara yang terbentuk berdasar teori perjanjian masyarakat,
ciri – ciri Negara yang terbentuk berdasarkan perjanjian masyarakat dan juga Negara
yang terbentuk dari perjanjian masyarakatnya.
Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami
mengharap kritik dan saran guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara tidak dilihat dari kesamaan kultural dan biologis melainkan Negara
digambarkan adanya satu struktur kekuasaan monopoli dan penggunaan fisik terhadap
batas batas wilayah yang jelas. Jadi negara berdasarkan atas persamaan struktur
kekuasaan yang memerintahnya.
Suatu negara itu terbentuk karena adanya pengelompokkan masyarakat atas dasar
kesamaan, dan juga adanya struktur kekuasaan yang memerintahnya, semua itu dilakukan
agar dapat bertahan lama dan mampu mencapai tujuan yang telah disepakati dalam suatu
ideologi negara tersebut.
Negara merupakan integrasi dari kekuatan politik, ia adalah organisasi pokok dari
kekuasaan politik. Negara adalah argency (alat) dari masyarakat yang mempunyai
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana
kerjasama, sekaligus suasana antagonistis dan penuh pertentangan. Negara adalah
organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah
terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan
dari kehidupan bersama itu. Negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di
mana kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama itu, baik oleh individu dan
golongan atau asosiasi, maupun oleh negara itu sendiri. Dengan demikian ia dapat
mengintegrasikan dan membimbing kegiatan-kegiatan sosial dari penduduknya ke arah
tujuan bersama.
Tampaknya, manusia tidak akan dapat hidup dengan teratur tanpa adanya Negara.
Mereka juga tidak akan hidup tertib dan menjamin keamanan bersama, tanpa adanya
negara. Tanpa adanya wilayah, ketertiban umum, bagi masyarakat juga tidak mungkin
terjamin. Oleh karena itu, untuk memahami bagaimana proses terbentuknya Negara perlu
dilakukan penjelasan kembali. Makalah ini disusun untuk menjelaskan seluk-beluk proses
pembentukan Negara berdasarkan teori perjanjian masyarakat.

1
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami selaku penulis merumuskan beberapa masalah terkait
dengan pembentukan suatu Negara berdasarkan teori perjanjian masyarakat. Adapun
permasalahan tersebut adalah :
1. Apakah sebab – sebab pembentukan suatu Negara?
2. Apakah kelebihan dan kekurangan teori perjanjian masyarakat?
3. Bagaimanakah ciri Negara yang terbentuk berdasarkan teori perjanjian
masyarakat?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Baik Penulis maupun Pembaca dapat mengetahui pembentukan suatu Negara
berdasarkan teori perjanjian masyarakat.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui sebab – sebab terbentuknya suatu Negara.
b. Mengetahui kelebihan serta kekurangan teori Perjanjian Masyarakat.
c. Mengetahui ciri Negara yang terbentuk berdasarkan teori Perjanjian
Masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsepsi Negara

Secara literal istilah negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni
state (bahasa Inggris), Staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (bahasa Perancis), kata
state, staat, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan
yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.

Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu


kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah
tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Max Weber (Funny, 2008) mendefinisikan bahwa Negara adalah suatu
masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah
dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu
pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.

Roger F. Soultau (Oetari Budiyanto, 2012), Negara adalah alat (agency) atau
wewenang atau authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas
nama masyarakat.
Aristoteles (Oetari Budiyanto, 2012), Negara adalah perpaduan beberapa keluarga
mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan
tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
Berdasarkan pendapat-pendapat, dapat disimpulkan bahwa Negara adalah
organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai alat
(agency) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat
yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam wilayah tertentu dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan
dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.

3
B. Sebab – sebab terbentuknya Negara
Faktor faktor pembentuk identitas bersama dipengaruhi oleh pembentukan
bangsa-negara untuk menyatukan masyarakat ada enam faktor yang pertama secara
Primodial. Ikatan kekerabatan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, adat istiadat adalah
faktor faktor primordial yang membentuk suatu negara, hal diatasa juga tidak menjamin
terbentuknya suatu bangsa karena kemajemukan suatu negara menyulitkan pemebentukan
nasionalitas baru.
Kedua, tokoh yang kepemimpinann yang disegani dan dihormati secara luas oleh
masyarakat banyak dapat pula menjadi faktor yang berpengaruh. Tokoh yang dapat
memeberikan jalan keluar bagi bangsa yang tengah berjuang diri untuk membebaskan
diri dari belenggu penjajah. Pemimpin juga tidak dapat menjamin karena kepemimpinan
bersifat sementara, ada dua penyebab yang pertama adalah karena faktor usia dan yang
kedua kepemimpinan berkaitan dengan perkembangan masyarakat. Masyarakat yang
berubah juga inigin memiliki tipe pemimpin yang berubah juga.
Ketiga faktor pembentukan identitas juga dipengaruhi oleh sejarahnya persepsi
yang sama tentang pengalaman masa lalu seperti penderitaan yang disebabkan oleh
penjajahan dan tekad dan tujuan yang sama. Hal diataslah yang menjadi tekad untuk
menjadikan mereka suatu bangsa karena itu dapat membentuk rasa kekitaan.
Bhineka tunggal ika atau “berbeda tapi tetap satu jua” juga menjadi identitas
pembentuk suatu bangsa yang menjadi prinsip pemersatu diantara perbedaan yang ada,
juga dapat menumbuhkan kesetiaan ganda walaupun tetap memiliki identitas kelompok
yang berbeda satu sama lainnya.
Kesakralan dalam hal ini kesamaan agama juga menjadi faktor terbentuknya
bangsa yang menjadi ideologi droktiner. Agama dan ideologi droktiner tidak semata mata
bagaimana seharusnya hidup karena yang menggambarkan hidup seharusnya dengan
tujuan suci. Walaupun hal ini tidak menjamin dapat suatu negara dan bangsa tapi hal ini
dapat menumbuhkan rasa nasionalis.
Perkembangan ekonomi hal yang juga dapat menjadi faktor pembentuk suatu
bangsa dan negara yang mana hal ini dapat melahirkan pekerjaan yang beraneka ragam
yang dapat melahirkan juga rasa saling membutuhkan dalam berbagai jenis pekerjaan,

4
semakin kuat rasa ketergantungan inilah yang dapat membentuk suatu bangsa hal ini
disebut sebagai solidaritas ekonomi oleh Durkheim.
Faktor yang terkahir adalah kelembagaan. Inilah faktor lain yang membentuk
bangsa yang berupa lembaga lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi,
angkatan bersenjata, dan partai politik.

C. Teori Perjanjian Masyarakat


Terdapat beberapa tokoh yang berpendapat tentang terbentuknya Negara
berdasarkan teori perjanjian masyarakat, adapun tokoh – tokoh tersebut diantaranya :
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurut Thomas Hobbes, kehidupan manusia sebelum adanya negara
terdapat dalam keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman dan
sejahtera, akan tetapi sebaliknya keadaan alamiah merupakan keadaan yang kacau,
tanpa hukum, tanpa pemerintah, dan tanpa ikatan-ikatan sosial antar individu di
dalamnya. Kondisi ini sering disebut sebagai homo homini lupus (manusia satu
menjadi serigala bagi manusia yang lain) dan juga sering disebut istilah omnium
bellum contra omnes (semua melawan semua).
Dari kondisi alamiah tersebut maka kemudian warga masyarakat berusaha
membuat kesepakatan agar terjadi kondisi tertib sosial yang mampu mengatur
kondisi kacau balau itu, dalam bentuk Pactum Subjectionis. Hal ini adalah
bermakna kontrak dan perjanjian bersama individu-individu dalam masyarakat
yang tadinya dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak
kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan yang disebut negara.
Negara dalam hal ini bersifat absolut atau sering disebut Leviathan.

b. John Locke (1632-1704)


Berbeda dengan Hobbes yang melihat keadaan almiah sebagai suatu keadaan
yang kacau, John Locke justru melihatnya sebagai suatu keadaan yang damai,
penuh komitmen, saling menolog anatara individu-individu di dalam sebuah
kelompok masyarakat. Sekalipun keadaan alamiah dalam pandangan Locke
merupakan sesuatu yang ideal, ia berpendapat bahwa keadaan ideal tersebut

5
memiliki potensi terjadinya kekacauaan lantaran tidak adanya organisasi dan
pimpinan yang mengatur kehidupan mereka. Di sini unsur pimpinan atau negara
menjadi sangat penting demi menghindari konflik antara warga negara bersandar
pada alasan inilah negara mutlak didirikan.
Penyerahan diri warga negara untuk menjamin kondisi alamiah yang ideal
inilah yang disebut Pactum Unionis. Dalam hal ini yang membedakan Locke dengan
Hobbes, bahwa justru kehadiran adanya negara untuk menjamin hak-hak individu.
Untuk itulah penyelenggara negara atau pimpinan negara harus dibatasai dalam
suatu kontrak sosial. Paling tidak terdapat tiga hak dasar yang tidak diberikan
kepada negara yaitu: hak hidup, hak tempat tinggal dan hak kebebasan. Hal ini
merupakan hak-hak alamiah yang merupakan hak asasi warga negara yang tidak
dapat dilepaskan kepada negara. Justru negara harus menjamin hak tersebut agar
tidak dirampas orang lain.

c. Jean Jacques Rousseau (1712-1778)


Menurut Rousseau keberadaan suatu negara bersandar pada perjanjian warga
negara untuk mengikatkan diri dengan suatu pemerintah yang dilakukan melalui
organisasi politik. Menurutnya, pemerintah tidak dimiliki dasar kontraktual,
melainkan hanya organisasi politiklah yang dibentuk melalui kontrak. Pemerintah
sebagai pimpinan organisasi negara dibentuk dan ditentukan oleh yang berdaulat dan
merupakan wakil-wakil dari warga negara. Yang berdaulat adalah rakyat
seluruhnya melalui kemauan umum-nya. Pemerintah tidak lebih dari sebuah komisi
atau pekerja yang melaksanakan mandat bersama.
Melalui pandangannya ini, Rousseau dikenal sebagai peletak dasar bentuk
negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat melalui perwakilan organisasi
politik mereka. Dengan kata lain, ia juga sekaligus dikenal sebagai penggagas
paham negara demokrasi yang bersumberkan pada kedaulatan rakyat, yakni rakyat
yang berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanyalah merupakan wakil-wakil
rakyat pelaksana mandat bersama.
Dalam teori perjanjian Masyarakat versi JJ Rousseau ini perlu diperhatikan
konsep-konsep lembaga politik atau organisasi politik, pengertian kedaulatan rakyat

6
dan pengertian kehendak umum yang biasanya tercermin dalam pendapat umum
(Public opinion).

D. Kelebihan Dan Kekurangan Negara Yang Terbentuk Berdasarkan Teori Perjanjian


Masyarakat

a. Kelebihan Negara Yang Terbentuk Berdasarkan Teori Perjanjian Masyarakat


1. Negara adalah produk dari masyarakat
Pada dasarnya Negara merupakan hasil dari kumpulan masyarakat yang
mempunyai tujuan yang sama. Oleh karena itu Negara yang terbentuk berdasarkan
teori perjanjian masyarakat ini akan mempunyai pondasi yang kuat karena
terbentuk bukan karena paksaan atau ancaman melainkan kesepakatan bersama
dalam masyarakat.
2. Hak adalah hal yang naturalis (pemberian tuhan sejak di kandungan)
Negara yang terbentuk berdasarkan teori perjanjian masyarakat menjunjung tinggi
Hak – Hak yang dimiliki manusia yaitu Hak Asasi Manusia(HAM). Sehingga
setiap manusia mempunyai hak kebebasan yang sama, termasuk hak untuk
bermasyarakat membentuk suatu Negara.
3. Peletakan teori kedaulatan Rakyat.
Karena Negara terbentuk karena perjanjian masyarakat maka secara otomatis
berlaku teori kedaulatan rakyat, yang mana teori ini menyatakan bahwa kekuasaan
tertinggi suatu negara berada di tangan rakyat.

b. Kekurangan Negara Yang Terbentuk Berdasarkan Teori Perjanjian Masyarakat


Kekurangan yang terdapat dalam teori perjanjian masyarakat adalah setiap
elemen masyarakat selalu memiliki seorang pemimpin. Sebenarnya seorang
pemimpin memang diperlukan dalam rangka mengatur, mengkoordinasi maupun
penyalur aspirasi dari masyarakat. Akan tetapi dengan adanya seorang pemimpin
disetiap elemen masyarakat akan mengakibatkan rawan perselisihan sehingga akan
membentuk suatu golongan – golongan yang mudah terjadi konflik di masyarakat.

7
E. Ciri – Ciri Negara Yang Terbentuk Berdasarkan Teori Perjanjian Masyarakat
Berdasarkan pendapat para tokoh – tokoh tentang teori perjanjian masyarakat
dapat dilihat bahwa ciri – ciri Negara yang terbentuk berdasarkan perjanjian masyarakat
diantaranya :
a. Adanya pengakuan Hak Asasi Manusia
Ciri ini didasarkan pada pendapat John Locke, tentang Pactum Unionis yaitu
penyerahan diri warga negara untuk menjamin kondisi alamiah yang ideal. Hal
ini merupakan hak-hak alamiah yang merupakan hak asasi warga negara yang
tidak dapat dilepaskan kepada negara. Justru negara harus menjamin hak
tersebut agar tidak dirampas orang lain.
b. Adanya Kedaulatan Rakyat
Ciri ini didasarkan pada pendapat Jean Jacques Rousseau, Melalui pandangannya
ini, Rousseau dikenal sebagai peletak dasar bentuk negara yang kedaulatannya
berada di tangan rakyat melalui perwakilan organisasi politik mereka.
c. Adanya lembaga perwakilan rakyat.
Lembaga Perwakilan Rakyat merupakan lembaga yang mewakili rakyat dalam
sebuah pemerintahan suatu Negara. Dapat pula dikatakan sebagai ciri Negara Demokratis,
yakni rakyat yang berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanyalah merupakan wakil-
wakil rakyat pelaksana mandat bersama.

F. Contoh Negara Berdasarkan Teori Perjanjian Masyarakat

INDONESIA

Berdasarkan ciri – ciri dari Negara yang terbentuk berdasarkan perjanjian


masyarakat, Indonesia merupakan salah satu contoh Negara yang terbentuk berdasarkan
teori perjanjian masyarakat.
Sejarah lahirnya bangsa Indonesia cukup panjang dan ini tidak lepas dari
upaya Vereenigde Oost Indische Companie (VOC) yang dilanjutkan Pemerintahan
Belanda memecah belah rakyat nusantara, melalui kebijaksanaan pemilihan penduduk.
Namun reaksi rakyat nusantara malah ingin bersatu dan berkelompok atas dasar
kesamaan: tempat tinggal, daerah asal dan agama. Inilah embrio semangat persatuan
dalam pluralisme terbentuk. Diplomasi merupakan salah satu bentuk perjuangan meraih

8
kemerdekaan Indonesia. Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang dibuat untuk
disepakati. Para pejuang diplomasi Indonesia berunding dengan Belanda untuk membuat
perjanjian yang akan dilaksanakan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Negara adalah organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang
berfungsi sebagai alat (agency) yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama
atas nama masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam wilayah
tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat dengan berdasarkan sistem hukum
yang diselenggarakan dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
Setiap Negara yang terbentuk baik berdasarkan teori maupun fakta pasti
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berdasarkan teori perjanjian masyarakat dapat
disimpulkan bahwa suatu negara terbentuk karena :
1. Keadaan alamiah manusia yang masih kacau sehingga menginginkan keadaan
yang tertib sehingga membentuk suatu Negara.
2. Keinginan pengakuan Hak – Hak Manusia yang dilindungi, sehingga terbentuklah
suatu Negara berdasarkan kesepakatan ataupu perjanjian masyarakat.

9
Negara Indonesia merupakan salah satu contoh Negara yang terbentuk
berdasarkan teori perjanjian masyarakat, dimana Indonesia merupakan Negara Demokrasi
dengan berkedaulatan Rakyat. Itu merupakan ciri – ciri Negara yang terbentuk
berdasarkan teori perjanjian masyarakat.

B. Saran
Sebagai bangsa yang baik seharusnya kita tidak melupakan proses pembentukan
Negara sendiri. Dengan mengingat terus proses pembentukan Negara maka akan
meningkatkan rasa nasionalis dan cinta tanah air. Sehingga hasil akhirnya kita akan
menjadi bangsa yang kuat dan tidak mudah dijajah oleh bangsa lain.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. https://sofiakartikablog.wordpress.com/teori-terbentuknya-negara/.
2. http://www.academia.edu/11385853/ASAL_MULA_TERBENTUKNYA_NEGARA.
3. https://id.wikipedia.org/wiki/negara.
4. http://fadliiblaze.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-teori-perjanjian-masyarakat.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia. Hal ini telah tertulis dalam
pembukaan UUD 1945 . Pancasila lahir bukan semata – mata karena pemberian dari bangsa lain,
melainkan lahir dari hasil pemikiran para tokoh – tokoh Pahlawan bangsa.

10
Sila – sila yang terkandung dalam Pancasila merupakan cerminan dalam kehidupan
sehari – hari, baik dalam bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara. Menyadari betapa
pentingnya Pancasila maka sebagai warga Negara, kita seharusnya menjunjung tinggi dan
mengamalkan sila – sila dari Pancasila dengan benar dan setulus hati.
Pancasila juga telah teruji dari masa ke masa, tak terkecuali pada saat pemerintahan Orde
Baru dan Reformasi. Dalam masa – masa ini banyak sekali penyimpangan – penyimpangan baik
dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam pemerintahan. Pada masa itu Pancasila diarahkan
menjadi ideologi yang hanya menguntungkan satu golongan.

B. RUMUSAN MASALAH.
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam makalah ini, maka kami selaku
penulis membatasi masalah – masalah yang akan dibahas berdasarkan judul yaitu sebatas sejarah
Pancasila pada masa Orde baru dan Reformasi saja.

C. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peran Pancasila pada masa Orde Baru Dan Reformasi.
2. Mengetahui penyimpangan – penyimpangan terhadap Pancasila pada masa Orde baru.
3. Sebagai intropreksi pemahaman nilai – nilai Pancasila yang sesungguhnya dalam kehidupan
sehari – hari baik berbangsa maupun bernegara.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PANCASILA PADA MASA ORDE BARU

11
Masa Orde Baru adalah suatu tatanan masyarakat dan pemerintahan setelah meletusnya
pemberontakan G 30 S PKI sampai masa reformasi. Munculnya Orde Baru diawali dengan
munculnya aksi – aksi dan seluruh masyarakat antara lain : Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI) , Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Guru
Indonesia (KAGI) dan lain sebagainya. Gelombang aksi rakyat tersebut muncul dimana – mana
dengan suatu tuntutan yang terkenal dengan istilah “Tritura “ atau Tiga Tuntutan Hati Nurani
Rakyat., sebagai perwujudan dari tuntutan rasa keadilan dan kebenaran. Adapun isi Tritura
tersebuta adalah :
1. Pembubaran PKI dan Ormas – Ormasnya.
2. Pembersihan Kabinet dari unsure – unsur G 30 S PKI.
3. Penurunan Harga.
Karena Orde lama akhirnya tidak mampu lagi menguasai pimpinan negara, maka
Presiden selaku Panglima Tertinggi memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan
Darat Letriati Jendral Soeharto, yaitu dalam bentuk “Surat Perintah 11 Maret 1966” atau dikenal
dengan nama Super Semar. Sidang MPRS IV/1966, menerima dan memperkuat Super Semar
dengan dituangkan dalam Tap MPR no. IX/MPRS/1966. Pemerintah Orde Baru kemudian
melaksanakan Pemilu pada tahun 1973 dan terbentuknya MPR tahun 1973. Adapun misi yang
harus dilaksanakan berdasarkan Tap. No. X/MPR/1973 meliputi :
1. Melanjutkan pembangunan lima tahun dan menyusun serta melaksanakan Rencana Lima
Tahun II dalam rangka GBHN.
2. Membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan Demokrasi Pancasila.
3. Melaksanakan Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif dengan orientasi pada
kepentingan nasional.
Namun dalam perkembangan pada pemerintahan Orde Baru, sesungguhnya pelaksanaan
Pancasila dan UUD 1945 pada masa Orde Baru terlalu banyak penyimpangan – penyimpangan
dari pancasila. Kehidupan pada masa itu jauh sekali dari cerminan yang terkandung dalam sila –
sila pada pancasila. Sejarah mencatat bahwa ketika itu terjadi situasi politik dan keamanan yang
sungguh kacau. Ketika itu , Indonesia dihadapkan pada pilihan yang berat, yaitu memberikan
makanan dan sandang kepada rakyat Indonesia atau melakukan kepentingan strategi dan politik di
wilayah internasional seperti yang dilakukan Presiden Soekarno.
Berkaca dari zaman itu, upaya Presiden Soeharto tentang Pancasila , diliputi oleh
paradigma yang esensinya adalah bagaimana menegakkan stabilitas guna mendukung rehabilitasi
dan pembangunan ekonomi Indonesia. Istilah terkenal pada saat itu adalah stabilitas politik yang
dinamis diikuti Trilogi Pembangunan. Trilogi Pembangunan merupakan wacana pembangunan

12
nasional yang dicanangkan pada masa itu sebagai landasan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial
dalam Pembangunan Negara. Namun dalam pelaksanaan Trilogi Pembangunan ini menuai
kontroversi karena pelaksanaannya mengakibatkan hal – hal berikut :
1. Pelaksanaan stabilitas politik mengasilkanregulasi dimana diterbitkan sejumlah peraturan
yang mengakibatkan pengendalian pers dan pengendalian mahasiswa. Dalam hal
prosedural diterbitkan Undang – Undang tentang Organisasi Massa dan Undang –
Undang tentang Parati Politik.
2. Pertumbuhan ekonomi menghasilkan penanaman modal asing yang mengakibatkan
hutang luar negeri.
3. Dalam pemerataan hasil, pelaksanaannya membuka jalur – jalur distributif seperti kredit
usaha tani dan mitra pengusaha besar dan kecil seperti (bapak asuh).
Perincian pemahaman Pancasila itu sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 denga
isi berupa selaras , serasi dan seimbang. Presiden Soeharto melakukan rekonstruksi dan
pemahaman yang menyeluruh terhadap Pancasila sebagai dasar Negara dalam politik bernegara
melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Atau Ekaprasetia Pancakarsa
guna menanamkan dokrin Pancasila pada rakyat Indonesia khususnya yang berada dalama
pejabat negara.
Penerapan awal P4 dalam pengamalan Pancasila memang baik akan tetapi seiring
berlalunya waktu, pengamalan Pancasila melenceng dari kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan
yang tidak sesuai dengan jiwa Pancesila. Walaupun terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan
penghormatan dari dunia internasional, tetapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri
Indonesia tetap rentan, akibat sistem pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Adapaun
pengertian dari kedua pemerintahan itu adalah :
 Pemerintahan sentralistik adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa
dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun
kelemahan dari sistem pemerintahan ini adalah dimana segala keputusan dan kebijakan di
daerah dihasilkan dari pemerintah pusat sehingga waktu diperlukan untuk memutuskan
sesuatu terlalu lama.
 Pemerintahan otoritarian adalah pemeritahan dimana kekuasaan politik terkonsentrasi
pada satu pemimpin. Kelemahan pemerintahan ini adalah pembatasan – pembatasan bagi
warga Negara.
Demokratisasi (proses memanusiakan manusia) akhirnya tidak berjalan di Indonesia, dan
pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) terjadi di berbagai tempat yang dilakukan oleh aparat

13
pemerintah atau negara. Pancasila seringkali digunakan sebagai legitimator atau pembenaran atas
berbagai tindakan yang menyimpang. Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral serta
digunakan sebagai alas an untuk stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan
ruang kebebasan untuk berdemokrasi. Hasilnya, Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi
ideologi yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan
atas nama persatuan dan kesatuan, akhirnya hak – hak demokrasi terpenjara.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945
tidak banyak berbeda bila dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. Kedua pemerintahan
selalu menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai benda keramat dan azimat yang sakti serta
tidak boleh diganggu gugat. Penafsiran dan implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka,
serta UUD 1945 sebagai landasan konstitusi berada di tangan negara. Penafsiran yang berbeda
terhadap kedua hal tersebut selalu diredam secara represif, kalau perlu dengan menggunakan
kekerasan. Dengan demikian, jelaslah bahwa Orde Baru tidak hanya memonopoli kekuasaan,
tetapi juga memonopoli kebenaran. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat
dengan negara dalam prakteknya diperlakukan sebagai pelaku criminal atau subversive.
Dalam pada itu, penanaman nilai – nilai Pancasila dilakukan secara indoktrinatif dan
birokratis. Akibatnya bukan nilai – nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyarakat,
tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin
mengenai nilai – nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata
sehingga Pancasila yang berisi nilai – nilai luhur bangsa dan merupakan landasan filosofi untuk
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, bagi rakyat hanyalah omong kosong yang tidak
mempunyai makna apapun. Lebih – lebih Pendidikan Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan
melalui metode indoktrinasi dan unilateral, yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan
pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat terhadap nilai – nilai Pancasila.
Pengalaman pahit yang pernah dilakukan pada masa Orde Lama dalam memanfaatkan Pancasila
yang sangat retrotika politik dan sebagai instrument menggalang kekuasaan ternyata diteruskan
pada masa Orde Baru. Hanya bedanya, pada masa Orde Lama Pancasila dimanipulasi manjadi
kekuatan politik dalam bentuk bersatunya tiga kekuatan yang bersumber dari tiga aliran yaitu
nasionalismae, komunisme, and agama. Sedangkan pada Orde Baru, Pancasila disalahgunakan
sebagai ideologi penguasa untuk memasung pluralism dan mengengkang kebebasan berpendapat
masyarakat dengan dalih menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

B. PANCASILA PADA MASA REFORMASI.

14
Pancasila lahir dari banyak macamnya (pluralitas) keinginan masyarakat yang ingin
memiliki tatanan social yang lebih menjamin setiap sila yang ada di dalam Pancasila yaitu:
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang ditopang oleh keyakinan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dalam satu wadah bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, untuk
mengembalikan suasana masyarakat yang memiliki cita ideal dan semangat yang sama ketika hari
kemerdekaan Indonesia, digalakkan gerakan Reformasi pada hari kamis, 21 Oktober 1998.
Sebelum membahas masalah sejarah Pancasila pada masa Reformasi, ada baiknya kita
mengetahui arti dari Reformasi itu sendiri. Pengertian Reformasi secara umum adalah suatu
gerakan untuk memformat ulang, menata ulang, atau menata kembali hal – hal yang menyimpang
untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula, sesuai dengan nilai – nilai ideal yang dicita
– citakan rakyat, yakni Pancasila sebagai kensensus nasional. Atas dasar pengertian Reformasi
diatas, suatu gerakan Reformasi memiliki kondisi atau syarat – syarat sebagai berikut :
1. Gerakan Reformasi terjadi akibat terjadinya penyimpangan pada era sebelumnya yaitu
Orde Baru dan Orde Lama.. berbagai sebab tersebut, bias berupa distorsi kebijakan
(ketidaksesuaian atau ketidakcocokan kebijakan) mauun hukum. Hal tersebut terjadi pada
Orde Baru, diamana rezim pemerintahan dalam mengelola negara menggunakan
pendekatan kekeluargaan sehingga semakin menguatkan pola – pola Nepotisme, Kolusi
dan Korupsi (KKN) ang tidak sesuai dengan makna dan semangat Pancasila dan UUD
1945.
2. Gerakan Reformasi harus dilakukan dengan semangat dan cita – cita yang berlandaskan
ideologis tertentu, yakni Pancasila sebagai idelogi , dasar, dan filsafatbangsa dan negara
Indonesia.
3. Gerakan Reformasi dilakukan kea rah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih
baik dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yakni
antara lain tatanan politik, ekonomi Indonesia, social, budaya, serta kehidupan
keagamaan.
4. Gerakan Reformasi pada hakikatnya dilakukan dengan semangat mendekatkan dari
kondisi ideal nilai – nilai Pancasila yang memiliki prinsip sesuai kelima silanya.
Keberhasilan gerakan Reformasi diawali dengan peristiwa gerakan demonstrasi missal
diseluruh pelosok negeri Indonesia yang dilakukan oleh hamper seluruh lapisan masyarakat,
termasuk aktivis mahasiswa dan puncaknya terjadi pendudukan gedung DPR RI, sehingga
berakibat tumbangnya (lebih tepatnya mundur dari jabatan) Presiden Soeharto pada Kamis, 21
Mei 1998 dan kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Prof. Dr. Baharudin Jusuf Habibie dan
kemudian menjabat sebagai Presiden. Tidak lama setelahnya terjadi pembentukan Kabinet

15
Reformasi Pembangunan. Pemerintah Presiden B.J. Habibie merupakan pemerintah transisi yang
akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan Reformasi secara menyeluruh, terutama
perubahan paket Undang – Undang politik 1985, kemudian diikuti dengan Reformasi ekonomi
Indonesia yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar, Reformasi dilakukan
pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan
sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.
Dalam sejarah panjang stabilitas Negara Indonesia, Orde Reformasi memiliki kesamaan
alasan utama kemunculan rezim atau era yang lain, yaitu ingin mengoreksi atau memperbaiki hal
– hal yang salah atau kurang tepat di masa atau era sebelumnya. Dalam Orde Reformasi ini,
penegakan hukum telah lebih terjamin khususnya bila dibandingkan pada zaman Orde Baru.
Akan tetapi tidak dapat kita munafikkan bahwa para elit politik / pejabat masih menyayangi
KKN dari pada negaranya sehingga terjadi inkonsistensi dalam menegakan hukum. Dalam bidang
sosial budaya, di satu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas
masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar –
suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi diberbagai tempat.
Kriminalitas meningkat dan pengerahan massa menjadi cara untuk menyelesaikan segala
persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan. Fakta empiris yang dihadapi saat ini adalah
munculnya ego kedaerahan dan primodialisme sempit. Munculnya indikasi tersebut sebagai salah
satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dassar falsafah
negara, azas, paham negara.
Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai system yang terdiri atas lima sila dan
merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiawai itu digali dari kepribadian bangsa
Indonesia yang majemuk bermacam etnis / suku bangsa, agama, dan budaya yang bersumpah
menjadi satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa persatuan, sesuai Bhinneka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah ditandai
dengan adanya konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di
Papua dan Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar
sesamawarga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah – olah wawasan kebangsaan yang
dilandasi oleh nilai – nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari
kehidupan masyarakat Indonesia. Orde Reformasi yang baru berjalan 12 tahun lebih telah
memiliki empat Presiden, namun berbagai perkembangan fenomena kehidupan ekonomi
Indonesia, politik, sosial, budaya, etnisitas masih jauh dan cita ideal nilai – nilai Pancasila sebagai
ideologi dasar negara yang sesungguhnya. Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar
dan ideologi negara, tetapi hanya sebatas retrotika pernyataan politik.

16
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

17
Bahwa pelaksanaan Pancasila pada Masa Orde Baru dan Reformasi banyak terjadi
penyimpangan – penyimpangan . Secara garis besar, kita selaku penulis dapat meberikan
kesimpulan penyimpangan – penyimpangan tersebuat adalah :
1. Pada masa Orde Baru
a. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila oleh rezim Orde Baru melalui
Program P4.
b. Adanya penindasan ideologis, sehingga orang –orang yang mempunyai gagasan
kreatif dan kritis menjadi takut.
c. Adanya penindasan secara fisik.
d. Perlakuan diskriminasi oleh negara juga dirasakan oleh masyarakat non pribumi
(keturunan) dan masyarakat golongan minoritas.
e. Sistem pemerintahan yang tidak lagi secara Demokratsi Pancasila tetapi
cenderung Pemerintahan Setralitik dan Pemerintahan Otoritarian.
2. Pada masa Reformasi
a. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi tanpa memperhatikan kerelevannya.
b. Para elit politik cenderung memanfaatkan gelombang reformasi ini guna meraih
kekuasaan .
c. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan yang ditandai dengan adanya konflik di
bebarapa daerah.
d. Pergantian presiden secara singkat.

B. SARAN
Retropeksi adalah jalan satu – satunya untuk memperbaiki keadaan bangsa ini ke depan.
Baik buruknya bangsa ke depan, adalah sangat tergantung pada kegigihan dan kesungguhan
komitmen generasi saat ini untuk menemukan kembali jati diri bangsa melalui penanaman nilai –
nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Kaelan, M. S. 2016. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

18
2. Tim Penulis. 2013. Buku Perkuliahan Program S1 IAIN Sunan ampel Surabaya. Surabaya :
Sunan Ampel Press.
3. www.google.com

19

Вам также может понравиться