Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
FAKULTAS SYARIAH
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fiqh Kontemporer merupakan salah satu disiplin ilmu yang selalu ada dan
berkembang serta nyata di dalam masyarakat. Untuk mengkaji mengenai fiqh itu sendiri
yang termasuk dalam hasil pemikiran-pemikiran para mujtahid tentulah tidak menutup
kemungkinan adanya kontradiksi antara satu golongan dengan lainnya. Dalam
mempelajari, memahami dan mengerti dengan tujuan untuk mengamalkan suatu
tindakan tentulah perlu untuk mengetahui dasar-dasar pijakan yang dipergunakan.
Kontemporer yang merupakan suatu bentuk kekinian yang dahulu pernah muncul
dan telah dibahas oleh ulama klasik. Namun, pengertian saat ini ialah konteks terdahulu
dan sekarang yang baru ada serta telah maupun sedang dibahas untuk menemukan jalan
keluar dari permasalahan yang kerap kali menjadi persoalan-persoalan baik di bidang
hubungan orang dengan orang (muamalah); tingkah laku (adab), hukum pidana
(jinayah); perkawinan (munakahat) dan sebagainya.
Untuk itu, agar lebih dapat mempelajari, memahami dan mengerti dari kajian fiqh
kontemporer maka penulis hendak sedikit-banyak menjelaskan beberapa materi yang
terdapat hubungan dengannya. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan terkhusus bagi penulis. Amiin.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Fiqh Kontemporer?
2. Apa saja macam benuk Maslahah berdasar kajian fiqh kontemporer?
3. Bagaimana penerapan Maslahah untuk kepentingan umum dalam fiqh
kontemporer?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami pengertian dari Fiqh Kontemporer.
2. Untuk mengetahui macam bentuk Maslahah berdasar kajian fiqh kontemporer.
3. Untuk mengetahui penerapan Maslahah untuk kepentingan umum dalam fiqh
kontemporer.
A. Pengertian Maslahah
Menurut bahasa kata maslahah berasal dari Bahasa Arab dan telah dibakukan ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi kata maslahah, yang berarti mendatangkan kebaikan
atau yang membawa kemanfaatan dan menolak kerusakan.1 Menurut bahasa aslinya
kata maslahah berasal dari kata salahu,yasluhu, salahan, صلح, يصلح, صالحاartinya
sesuatu yang baik, patut, dan bermanfaat.2
1
Munawar Kholil, “Kembali Kepada al-Quran dan as-Sunnah”, (Semarang: Bulan Bintang, 1955) hlm.
43.
2
Muhammad Yunus, “Kamus Arab Indonesia”, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah dan
Penafsir al-Qur’an, 1973) hlm. 219.
3
Ibn ‘Āsyūr pula mendefinisikan maslahah sebagai “perbuatan yang menghasilkan kebaikan dan
manfaat yang bersifat terus menerus baik untuk orang banyak ataupun individu.”
Ramadān al Būti mendefinisikan maslahah sebagai “manfaat yang ditujukan oleh Allah SWT yang Maha
Bijaksana kepada hamba-hamba- Nya demi memelihara agama, nyawa, akal, keturunan dan harta mereka
menurut susunan kepentingan yang ditentukan pada lima perkara tersebut.”
Menurut, Jalāl al-Dîn ‘Abd al-Rahmān, al-maslahah al-syar’iyyah yaitu “maslahah yang sesuai dengan
tujuan syara’ dan diakui baik dari Kitab, Sunah, Ijma‘ atau Qiyās karenanya pembahasan tentang maslahah
terbatas pada tujuan untuk mencapai kebaikan dan manfaat yang banyak dan hakiki, sedangkan kebaikan dan
manfaat itu dilihat dari perspektif Islam”. Lihat juga di dalam, Muhammad al-Tāhir Ibn ‘Asyir, Maqāsid al-
Syarî‘ah al-Islāmiyyah, (Jordan: Dār al-Nafi’is, 2001M/1421H), Cet. II, 278.
Ulama sepakat bahwa ke-hujjahan maslahah mursalah tidak sah menjadi landasan
hukum dalam bidang ibadah (al-ahkam manshusoh). Karena bidang ibadah harus
diamalkan sebagaimana diwariskan Rasulullah Saw, dan oleh karena itu bidang ibadah
tidak berkembang.
Dari definisi yang disampaikan oleh para ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa
maslahah ialah segala perkara yang menjaga kehendak dan tujuan syara’ dengan
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta yang tidak ada dasar tetapi dapat
diterima oleh akal sehat dan kepentingan umat tanpa terkecuali.
4
Muhammad Ibn Alî al- Syawkānî, Irsyād al- Fuhūl Ilā Tahqîq al- Haq Min ‘Ilm al- Usūl, AbîHafs Sami Ibn
al- ‘Arabi al- Asyra (Muhaqiq), Juz II, (Riyād: Dār al- Fadilah, 2000M/1421H), Cet I, 990
5
Al-Syātibî, al- I‘tisām, Sayyid Ibrāhîm (Muhaqqiq), Jilid I, (Qāhirah: Dār al-Hadîs, 2003M/1424H ), Juz 2,
h. 362
6
Dr. Hasbiyallah, “Fiqh dan Ushul Fiqh: Metode Istinbath Dan Istidal”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset, 2013), cet-ke. I, hlm. 108.
Menurut Abu Ishak al-Syathibi mashlahah dapat dibagi menjadi beberapa segi,
diantaranya:7
1. Dari segi tingkatannya, yaitu:
a. Mashlahah al-Dharuriyyah
Kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat
manusia di dunia dan di akhirat, yakni memelihara agama, memelihara
jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan memelihara harta.
Kelima kemaslahatan ini disebut dengan al-Mashalih al-Khamsah.
Mashlahah ini merupakan yang paling esensial bagi kehidupan manusia,
sehingga wajib ada pada kehidupan manusia dikarenakan menyangkut
aspek agama atau akidah demi ketenteraman kehidupan duniawi maupun
ukhrawi.
b. Mashlahah al-Hajiyah,
Kemaslahatan yang dibutuhkan untuk menyempurnakan atau
mengoptimalkan kemaslahatan pokok (al-mashalihal-khamsah) yaitu
berupa keringanan untuk mepertahankan dan memelihara kebutuhan
mendasar manusia (al-mashalih al-khamsah). Mashlahah ini merupakan
kebutuhan materiil atau pokok (primer) kehidupan manusia dan apabila
mashlahah ini dihilangkan akan dapat menimbulkan kesulitan bagi
kehidupan manusia, namun tidak sampai menimbulkan kepunahan
kehidupan manusia.
c. Mashlahah al-Tahsiniyyah,
Kemaslahatan yang sifatnya komplementer (pelengkap) berupa
keleluasan dan kepatutan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya
(mashlahah al-hajiyyah). Jika mashlahah ini tidak terpenuhi, maka
kehidupan manusia menjadi kurang indah dan nikmat dirasakan namun
tidak dapat menimbulkan ke-madharat-an.8
7
Dr. Mardani, Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013) cet. ke- 3, hlm.228.
8
M. Usman, “Buku Daras Mata Kuliah: Filsafat Hukum Islam”, (Fakultas Syariah STAIN Surakarta, 2009),
hlm.115.
b. Mashlahah Mulghah
Kemaslahatan yang ditolak oleh syara’, karena bertentangan dengan
ketentuan syara’ atau hanya dianggap baik oleh akal manusia saja.
Umpamanya seorang raja atau orang kaya yang melakukan pelanggaran
hukum, yaitu mencampuri istrinya di siang hari bulan Ramadhan. Menurut
Syar’i, hukumannya adalah memerdekakan hamba sahaya, untuk orang ini
sanksi yang paling baik adalah disuruh puasa dua bulan berturut-turut,
karena cara inilah yang diperkirakan akan membuat jera melakukan
pelanggaran.
c. Mashlahah Mursalah
Kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara’ dan tidak
pula dibatalkan atau ditolak syara’ melalui dalil yang rinci, tetapi didukung
oleh sekumpulan makna nash (al-Qur’an atau Hadits). Mashlahah mursalah
tersebut terbagi menjadi dua, yaitu mashlahah gharibah dan mashlahah
mursalah. Mashlahah gharibah adalah kemaslahatan yang asing, atau
kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan syara’, baik secara rinci
maupun secara umum. Sedangkan mashlahah mursalah adalah
kemaslahatan yang tidak didukung dalil syara’ atau nash yang rinci, tetapi
didukung oleh sekumpulan makna nash.
9
Dr. Hasbiyallah, “Fiqh dan Ushul Fiqh: Metode Istinbath Dan Istidal”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset, 2013), cet-ke. I, hlm. 107.
10
Lihat dalam, (Husain Hamid Hasan: “Nadzriyyahal-Maslahah fial-Fiqh al-Islamy”). Dikutip dalam Pusat
Perpustakaan Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim.
11
Dalam buku berjudul “Kajian Fiqh Kontemporer” edisi revisi karya Dr. Kutbuddin Aibak, M.Hi
dipaparkan dalam materi kajian mengenai permasalahan yang berkaitan dengan zaman sekarang dikorelasikan
dengan dalil-dalil Hukum Islam terkhusus metode Istinbath hukum pada Maslahat Mursalah. Terdapat 14 Bab
Permasalahan kajian fiqh kontemporer yang dihadirkan. Diantaranya, bab munakahat; bab jinayah; bab adab
dan bab muamalah.
Akad mudharabah (bagi hasil) yang dikenal selama ini, dalam konsep
Islam adalah hubungan personal (bukan lembaga seperti bank) antara dua
orang atau lebih berupa akad kerja, dimana pemilik modal menyerahkan
uangnya kepada orang yang dipercaya untuk digunakan sebagai modal kerja
dan hasilnya dibagi sesuai kesepakatan. Akan tetapi dengan pendirian bank
tersebut manfaatnya semakin besar dan dapat dirasakan banyak orang..
b. (Intervensi Harga)
Jumhur ulama sepakat bahwa harga yang adil adalah harga yang
terbentuk karena interaksi kekuatan penawaran dan permintaan (mekanisme
pasar), bahkan mayoritas ulama sepakat tentang haramnya campur tangan
pemerintah dalam menentukan harga pasar, karena melindungi kepentingan
pembeli sama pentingnya dengan melindungi penjual.
12
Hadits yang dijadikan sebagai sandarannya adalah: Dari Anas bin Malik ia berkata, "Pernah terjadi
kenaikan harga pada masa Rasulullah Saw, maka orang-orang pun berkata, "Wahai Rasulullah, harga-harga
telah melambung tinggi, maka tetapkanlah setandar harga untuk kami." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya
Allah yang menentukan harga, yang menyempitkan dan melapangkan, dan Dia yang memberi rizki. Sungguh,
aku berharap ketika berjumpa dengan Allah tidak ada seseorang yang meminta pertanggungjawaban dariku
dalam hal darah dan harta)." Lihat hadis ini dalam Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan at-Tirmizi al-
Jami„ as-Sahih (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 2002), h.553, dan penjelasan dalam perspektif ekonomi dalam Isnaini
Harahap, et.al. Hadis-Hadis Ekonomi. (Jakarta: Kencana, 2015).
c. (Larangan Dumpling)
Dumping merupakan sistem penjualan barang di pasar luar negeri
dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah dibandingkan dengan
harga di dalam negeri dengan tujuan agar dapat menguasai pasar luar negeri
dan menguasai harga komoditas tertentu. Menurut kamus istilah
perdagangan internasional, dumping merupakan praktek penjualan produk
di negara tujuan ekspor dengan harga di bawah harga normal atau harga
produsennya yang bertujuan untuk menguasai pasar di luar negeri.13
13
Eddie Rinaldy. Kamus Istilah Perdagangan Internasional. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000),
hlm. 74.
14
Tentang analisis hukum Islam terhadap dumping lihat Nita Anggraeni. “Dumping Dalam Perspektif
Hukum Dagang Internasional dan Hukum Islam.” Mazahib, Jurnal Pemikiran Hukum Islam. Vol. XIV, No. 2
(Desember 2015)
b. Hadits
Terdapat hadits yang menguatkan larangan wanita menjadi pemimpin.17
Artinya: “Menceritakan kepada Utsman bin Husaem dan Auf dari Hasan dari
Abi Bakrah, beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah telah memberikan
manfaat kepada saya dengan suatu kalimat pada waktu perang Jamal, (bahwa
Nabi Muhammad Saw) ketika ada berita sampai kepada Nabi Muhammad
Saw, bahwa bangsa persia telah mengangkat anak perempuan rajanya untuk
menjadi penguasa, maka Nabi Muhammad Saw bersabda “Sesuatu kaum tidak
akan mendapatkan kemenangan kalau mereka menyerahkan urusan mereka
kepada wanita.” (HR. Al-Bukhori)
15
Abdul H Mahmudi, “Skripsi: Konsep Maslahah Mursalah Pada Kasus Presiden Wanita Menurut Imam
Malik Dan Imam Najmuddin Al-Thufi”, (UIN Syarif Hidayatullah, 2009), hlm. 74.
16
Terdapat pula didalam QS. Al-Baqarah ayat 228 ”…. “ ول ِِّّلرجَا َِّل علي ِّْهَنََّ درجةlaki-laki (suami) satu
tingkat lebih dari perempuan (istri)”.
17
Lihat, Fiqh Politik Perempuan karya Cahyadi T dikutip oleh Abdul H Mahmudi bahwasannya, (Aisyah.
r.a merupakan pemimpin pasukan saat Perang Jamal dengan keputusannya mengambil arah Basrah menuju
Madinah. Meskipun mendapat nasihat dan sindiran keras tetap melanjutkan ke medan Perang dan berkata:
“Tak ada celanya aku tinggal di rumah, tetapi yang aku lakukan ini adalah untuk kebaikan manusia”).
10 | K E L 0 6 – F I Q H K O N T E M P O R E R
c. Qiyas
Dasar pengqiyasan antara lain dengan melihat perbedaan yang ada antara lain:
1. Perempuan tidak diperbolehkan mengimami sholat khalayak umum
2. Perempuan tidak mempunyai hak untuk putusan cerai
3. Perempuan tidak diwajibkan untuk sholat Jum’at berjamaah
5. Eugenetika
Istilah (eugenetika) berarti seleksi ras unggul, dengan tujuan agar janin
yang dikandung oleh ibu dapat diharapkan lahir sebagai bayi yang normal dan
sehat baik fisik, mental dan intelektual nya. Pengecekkan janin yang ada dalam
kandungan dari pemeriksaan medis yang canggih, untuk mengetahui apakah
calon janin menderita cacat atau penyakit yang sangat berat. Jika, diketemukan
seperti itu maka digugurkan janin tersebut dengan alasan hidup anak yang
demikian menjadi beban keluarga dan masyarakat setempat.
Apakah hanya akan dilakukan terbatas pada janin yang menderita down
syndrome saja. Ataukah misalnya pengguguran juga dilakukan atas permintaan
ibu atau keluarga yang tidak sesuai dengan harapan jika berbeda jenis kelamin.
Hal ini sejalan dengan pendapat Masjfuk Zuhdi, apabila dengan alasan
pengguguran janin dilakukan dikarenakan down syndrome maka masih tolerable
atau diperbolehkan mengingat madarat/resikonya jauh lebih besar daripada
maslahahnya jika mempertahankan hidup janin itu.18
18
Kutbuddin Aibak, “Kajian Fiqh Kontemporer” (Yogyakarta: Kalimedia, 2017) cet. ke-1, hlm. 92. (Lihat
penjelas dalam Mahjuddin Masailul Fiqhiyah h. 27-28).
11 | K E L 0 6 – F I Q H K O N T E M P O R E R
6. Abortus Dan Menstrual Regulation
Istilah abortus dikenal sebagai cara pengguguran kandungan yang sudah tua
atau telah bernyawa. Sedangkan, menstrual regulation cara pengguguran
kandungan yang masih muda. Metode yang dipakai untuk abortus biasanya
dengan cara:
a. Curratage and Dilatage (C & D)
b. Aspirasi, yakni penyedotan isi rahim dengan pompa kecil
c. Hysterotomi (melalui operasi)
d. Dengan alat khusu, mulut rahim dilebarkan kemudian janin di-curet (dikiret)
dengan alat seperti sendok kecil.
19
Kutbuddin Aibak, “Kajian Fiqh Kontemporer” (Yogyakarta: Kalimedia, 2017) cet. ke-1, hlm. 89.
12 | K E L 0 6 – F I Q H K O N T E M P O R E R
7. Masturbasi (Onani)
Istilah masturbasi berasal dari bahasa Inggris, masturbation. Ahli hukum
Islam menyebutnya dengan istilah al-Istimna’ yang berarti onani atau perancapan.
Dalam kata-kerja (fi’il) yaitu istamna-yastamni menjadi istimna’ yang artinya
mengeluarkan air mani. Maksudnya ialah mengeluarkan air mani dengan cara
menggunakan salah satu anggota badan (tangan misalnya) atau istimna’ bi al-yad
untuk mendapatkan kepuasan seks. Islam memandang sebagai suatu perbuatan
yang tidak etis dan tidak pantas. Namun, dalam kalangan ahli hukum fiqh
terdapat perbedaan pendapat antara lain:
13 | K E L 0 6 – F I Q H K O N T E M P O R E R
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Melihat begitu banyak permasalahan yang harus dihadapi saat ini. Terutama
masa-masa kini (zaman) sekarang yang dipengaruhi atas adanya perkembangan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan sosial, ta’arud yang difasilitasi
juga didasari oleh fanatisme suatu golongan dan berbagai faktor lainnya yang membuat
multi-tafsir konsep-konsep kontemporer menjadi carut marut.
Dengan melihat metode Istinbath hukum dalam syara’ yang relevan dengan
situasi dan kondisi saat ini ialah mencapai suatu tujuan demi kebaikan dan manfaat
bersama tanpa terlalu banyak berdasarkan atas asas, dalil dan hukum yang lainnya.
Maka, lebih tepat apabila dengan menggunakan konsep Istinbath dalam metode
Maslahat Mursalah.
14 | K E L 0 6 – F I Q H K O N T E M P O R E R
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim.
Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh: metode isntinbath dan istidlal. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Usman. M. 2009. Buku Daras. Filsafat Hukum Islam. Fakultas Syari’ah: STAIN Surakarta.
Mahmudi. H. Abdul. 2009. Skripsi: "Konsep Maslahah Mursalah Pada Kasus Presiden
Wanita Menurut Imam Malik Dan Imam Najmuddin Al-Thufi". Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
15 | K E L 0 6 – F I Q H K O N T E M P O R E R