Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Tety Susiandari
NIM : E420163318
JURUSAN S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di masyarakat tentunya sering kita jumpai kasus Tuberculosis atau TB paru.
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit yang sudah dikenal sejak dahulu kala dan
telah melibatkan manusia sejak zaman purbakala, seperti terlihat pada peninggalan
sejarah. TB paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi
jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dan bahkan seumur hidup serta dapat
menular dari penderita kepada orang lain. Penderita yang sakit tanpa adanya
pengobatan setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan
pertahanan tubuh yang baik dan 25% lagi menjadi kronik dan infeksius (Manurung,
2009).
Berdasarkan Global Report TB WHO (World Health Organization) tahun 2013,
prevalensi TB diperkirakan sebesar 169 kasus per 100.000 penduduk, insidensi TB
Paru sebesar 122 kasus per 100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 13
kasus per 100.000 penduduk. Kemudian angka kesembuhannya mencapai target
sebesar 83,7% (target minimal 85%) dan angka keberhasilanpengobatan pada tahun
2013 mencapai target sebesar 90,3% (target minimal 85%), dari data tersebut
menjadikan Indonesia sebagai Negara ke-4 terbanyak setelah India, China, dan Afrika
Selatan.
Di Beberapa daerah di Indonesia Target case detection rate (penemuan kasus
baru) untuk pulau Sumatera 160/100.000 penduduk, sedangkan untuk pulau Jawa dan
Bali sebesar 200/100.000 penduduk. Berdasarkan WHO tahun 2010 prevalensi TBC di
Indonesia 285/100.000 penduduk dan melebihi dari target yang ditetapkan, sedangkan
angka kematian menurun menjadi 27/100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Sejak tahun 2005 sampai dengan 2010 angka penemuan penderita dan angka
kesembuhan TBC di Jawa Tengah cenderung mengalami peningkatan, meskipun masih
dibawah target nasional (CDR= 70%; CR = 85%; dan Angka sukses pengobatan =
96%). Akan tetapi mulai tahun 2011 mengalami penurunan. Sedangkan angka sukses
pengobatan mempunyai trend naik turun dari tahun 2005 sampai tahun 2010, dan masih
dibawah target nasional (Profil Dinkes Jateng, 2011).
Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Blora Tahun 2016 dari 26 Puskesmas
se Kabupaten Blora didapatkan hasil penemuan kasus TB sebanyak 346 Laki-laki dan
250 Perempuan dengan total kasus TB sebanyak 596 pasien. Sedangkan pada tahun
2017 sampai bulan Januari - Juli 2017 didapatkan kasus penemuan TB sebanyak 221
laki-laki dan 159 perempuan sehingga total menjadi 380 pasien.
Penderita Tuberculosis paru yang tertinggi berada pada kelompok usia produktif
(15-50 tahun) yaitu berkisar 75%. Seorang penderita Tuberculosis dewasa diperkirakan
akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3-4 bulan sehingga berakibat pada kehilangan
pendapatan rumah tangganya yaitu sekitar 20-30%. Jika seseorang meninggal akibat
Tuberculosis , maka dia akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain
merugikan secara ekonomis, Tuberculosis juga memberikan dampak buruk lainnya,
yaitu dikucilkan oleh masyarakat (stigma) (WHO, 2012).
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang
lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan sosial (pergaulan,
pengakuan dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaanr
eligiusitas), tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang
tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat. Pada saat itu
seseorang akan mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitarnya, sehingga dirinya
merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai (Jurnal Tuberculosis Indonesia Vol.8, 2012)
Tuberculosis merupakan penyakit dengan implikasi sosial karena stigma yang
melekat padanya yang terlihat dari hasil penelitian yang didapat dalam domain psikologis
dan sosial. Secara keseluruhan tampak bahwa dukungan sosial yang positif berkualitas
tinggi dapat meningkatkan ketahanan terhadap stres, membantu melindungi terhadap
pengembangan trauma terkait psikopatologi dan gangguan stres pasca trauma (Ozbay et
al., 2007).
Menurut Tamher (2009) bahwa dukungan dari keluarga merupakan unsur
terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Adanya dukungan
keluarga akan meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi untuk menghadapi
masalah. Keluarga merupakan faktor penting dalam memberikan dukungan agar
penderita TB Paru rutin dalam pengobatannya.
Berdasarkan hasil penelitian Juliandari, dkk (2014). Indikator yang mewakilkan
hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup dalam penelitiannya mendapatkan
hasil tingkat presentase dukungan sosial sedang dengan kualitas hidup baik (16,67%)
dan yang terbanyak adalah presentase dukungan sosial sedang dengan kualitas hidup
sedang (20,18%). Menurut hasil penelitiannya menunjukkan semakin sedikit dukungan
sosial yang didapat atau dirasakan oleh pasien maka semakin kuat dalam
mempengaruhi penurunan kualitas hidup pasien Tb paru.
Kualitas hidup merupakan salah satu kriteria utama untuk mengetahui intervensi
pelayanan kesehatan seperti morbiditas, mortalitas, fertilitas, dan kecacatan. Di negara
berkembang pada beberapa dekade terakhir ini insidensi penyakit kronis mulai
menggantikan dominasi penyakit infeksi di masyarakat. Sejumlah orang dapat hidup
lebih lama, namun dengan membawa beban penyakit menahun atau kecacatan,
sehingga kualitas hidup menjadi perhatian pelayanan kesehatan. (Ina, 2014)
Dalam hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nita Yunianti Ratnasari di BP4
Yogyakarta Unit Minggiran menyatakan bahwa 68% penderita TB mempunyai kualitas
hidup baik, 30% penderita mempunyai kualitas hidup sedang dan 2% penderita TB
mempunyai kualitas hidup jelek ( Jurnal Tuberculosis Indonesia Vol.8 , 2012). Penelitian
sebelumnya tentang dukungan sosial 84% total skor penderita TB paru mendapat
dukungan sedang. Selain itu 51% berdasarkan subjek yang memberikan dukungan soial
yang sedang didapat pada penderita TB paru diperoleh dari keluarga, medis, dan teman
(Herry E, 2011).
Peneliti telah melakukan studi pendahuluan, dan didapatkan hasil, bahwa dari 10
orang penderita TB sejumlah 6 orang merasa dirinya tidak mendapat dukungan dari
keluarganya sedangkan 4 orang mendapat dukungan dari keluarganya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Pasien Tuberculosis di Puskesmas Kabupaten Blora”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut “Adakah Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien
Tuberculosis di Puskesmas Kabupaten Blora?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup
Pasien Tuberculosis di Puskesmas Kabupaten Blora”.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, anggota keluarga) pasien tuberculosis di Puskesmas Kabupaten
Blora.
b. Untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga pasien tuberculosis di
Puskesmas Kabupaten Blora.
i Puskesmas
c. Untuk mengetahui karakteristik kualitas hidup pasien tuberculosis d
Kabupaten Blora.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Kesehatan
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan referensi
bagi Puskesmas untuk melakukan upaya dalam meningkatkan kualitas hidup
penderita TBC dan pencegahan penularan TBC.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan institusi dapat mendorong
peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang kejadian TBC.
3. Bagi Peneliti
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, peneliti dapat menerapkan hasil
penelitian di lapangan dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang
upaya penyembuhan & pencegahan TBC.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang sejenis dengan judul “ Hubungan Antara Dukungan Keluarga
dengan Kualitas Hidup Pasien Tuberculosis di Puskesmas Kabupaten Blora” sudah
pernah diteliti sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
Peneliti Judul Jenis Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Ni Hubungan antara Penelitian non Hasil uji menunjukkan Jumlah
Made dukungan sosial dan eksperimental bahwa dukungan sampel
Juliand coping stres dengan dengan design sosial dan kualitas penelitian
ari, dkk kualitas hidup pasien tb penelitian hidup mempunyai adalah 30
paru di puskesmas Perak korelasional hubungan yang positif orang pasien
timur Surabaya tahun signifikan dengan nilai Tb paru di
2014 (r) = 0,899 dan (p) = Puskesmas
0,000. Antara coping Perak Timur
stres dan kualitas Surabaya dari
hidup juga bulan
mempunyai hubungan Desember
yang positif namun 2013 hingga
tidak sekuat dukungan bulan Januari
sosial, koefisien 2014.
korelasinya (r) = 0,497 Variabel
dengan nilai penelitian ini
signifikansi (p) = adalah
0,005. dukkungan
sosial, coping
stres dan
kualitas
hidup.
Ina Dwi Hubungan dukungan Jenis penelitian Hasil penelitian Penelitian
Hastuti sosial dengan kualitas menggunakan menunjukkan bahwa dilakukan di
, dkk hidup pada penderita rancangan lebih dari setengah balai
studi potong responden atau 24
Tuberculosis paru di kesehatan
lintang dengan responden (75,0 %)
balai kesehatan kerja populasi 46 mempunyai kualitas kerja
masyarakat provinsi orang, sampel hidup rendah dan masyarakat
Jawa Barat tahun 2014 berjumlah 32 sebagian kecil provinsi
orang dengan responden atau 8 Jawa Barat
teknik responden ( 25.0% ) tahun 2014.
purposive mempunyai Sedangkan,
sampling. kualitas hidup tinggi. populasi 46
Tehnik Dukungan sosial orang,
pengumpulan penderita sampel
data dengan Tuberculosis dilihat berjumlah 32
kuesioner. dari lima indikator orang
Analisa yang yaitu emosional,
digunakan penghargaan,
univariat fasilitas, informasi dan
dengan tabel jaringan sosial. Pada
distribusi analisis korelasi
frekuensi dan didapatkan adanya
bivariat dengan hubungan
uji Chi-Square. antara dukungan
sosial dengan kualitas
hidup (P-value =
0,000 dan α 0,05)
F. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang Lingkup Materi
Masalah yang dikaji mengenai Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Pasien Tuberculosis
2. Ruang Lingkup Waktu
Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 – September
2017.
3. Ruang Lingkup Tempat
Tempat penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Kabupaten Blora
G. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
1. Sasaran penelitian hanya tertuju pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas.
2. Waktu penelitian hanya terbatas 2 bulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kualitas Hidup
1. Pengertian
Renwinck dan Brown (Angriyani, 2008) mendefinisikan kualitas hidup
sebagai tingkat dimana seseorang dapat menikmati segala peristiwa penting dalam
kehidupannya atau sejauh mana seseorang merasa bahwa dirinya dapat menguasai
atau tetap dapat mengontrol kehidupannya dalam segala kondisi yang terjadi.
B. Tuberculosis (TBC)
1. Definisi
Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat kita. Penyakit tuberkulosis paru
dimulai dari tuberkulosis, yang berarti suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis.
Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang
mengandung tuberkulosis paru (Naga, 2012).
2. Penyebab
dalah bakteri penyebab terjadinya penyakit
Mycobacterium tuberculosis a
tuberkulosis, bakteri ini pertama kali di deskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh
Robert Koch, bakteri ini juga sering disebut Abasilus Koch (Naga, 2012).
M. tuberculosis merupakan kuman berbentuk batang, berukuran panjang 5μ
dan lebar 3μ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob, pada pewarnaan
gram maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu M.
tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Pada dinding sel M.
Tuberculosis lapisan lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan
yang ada dibawahnya, hal ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, yaitu suatu molekul lain
dalam dinding sel M. tuberculosis, yang berperan dalam interaksi antara inang dan
patogen, sehingga M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag (Mochtar,
2008).
3. Gejala
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih
dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut dapat juga dijumpai pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Prevalensi
TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang sebagai tersangka
(suspek) pasien TB paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskospis
langsung (Depkes, 2007).
Sedangkan menurut Naga (2012) Ada beberapa tanda saat seseorang terjangkit
tuberculosis paru, diantaranya :
a. Batuk-batuk berdahak lebih dari 2 minggu
b. Batuk-batuk dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah
c. Dada terasa sakit atau nyeri, dan
d. Dada terasa sesak waktu bernafas.
4. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).
5. Perjalanan Penyakit
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya
ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi
ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan
paru. Partikel ini dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman
menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini
akan terbawa masuk ke organ lainnya. Kuman yang bersarang di dalam paru akan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau
sarang (fokus) Ghon. Sarang ini bisa terdapat di seluruh bagian jaringan paru. Bila
menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk
melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi
lomfodenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menajalar
ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB sekunder).
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas
menurun, diabetes, AIDS, malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, gagal ginjal (Amin &
Bahar, 2009).
6. Klasifikasi/ Kategori TBC
Klasifikasi/ kategori TBC menurut Mochtar (2008) adalah sebagai berikut:
a. TB paru
1) BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks
menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB.
2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen dan klinis
sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB (initial
therapy). Pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat.
b. TB paru tersangka
Diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan di dapat
(paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum
ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rontgen
dan klinis sesuai TB paru.
c. Bekas TB (tidak sakit)
Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu atau tanpa pengobatan atau gambaran
rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-).
Kelompok ini tidak perlu diobati.
7. Program Penanggulangan Tuberkulosis
Pada tahun 1995, WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse) sebagai strategi dalam penanggulangan TB. Bank
Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang
paling efektif. Integrasi strategi DOTS ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat
dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan
oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi
DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB,
akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun (Depkes, 2007).
a. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci (Depkes, 2007) :
1) Komitmen politis
2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
b. Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB, kemitraan
global dalam penanggulangan TB (stop TB partnership) mengembangkan
strategi sebagai berikut (Depkes, 2007) :
1) Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2) Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3) Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4) Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta.
5) Memberdayakan pasien dan masyarakat
6) Melaksanakan dan mengembangkan riset
1. Pengobatan TB (Depkes, 2007)
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
C.
Dukungan Keluarga
1. Pengertian
Menurut Setiadi (2008), Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang
bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,
sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, dan
menghargai.
Sementara itu menurut Hawari (2009) dukungan sosial merupakan terapi yang
bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang
bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari
di lingkungan sosial.
2. Tipe Keluarga
Dukungan keluarga terhadap seseorang dapat dipengaruhi oleh tipe keluarga.
Tipe keluarga yang dianut oleh masyarakat di Indonesia adalah tipe keluarga
tradisional. Menurut Allender & Spradley (2001) dalam Achjar (2010). Tipe keluarga
tradisional dapat dikelompokkan manjadi:
a. Keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan
anak (anak kandung atau anak angkat).
b. Keluarga besar (extended family), yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga
lain yang masih mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman dan
bibi.
c. Keluarga dyad yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri tanpa anak.
d. Single parent yaitu keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak
kandung atau anak angkat.
e. Keluarga usia lanjut yaitu keluarga yang terdiri dari suami istri yang berusia
lanjut.
Menurut Friedman (1998), individu yang yang tinggal dalam keluarga besar
(extended family) akan mendapatkan dukungan keluarga yang lebih besar
dibandingkan dengan individu yang tinggal dalam keluarga inti (nuclear family).
3. Bentuk Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga menurut Friedman dalam Saragih (2010), dibagi dalam 4 bentuk,
yaitu;
a. Dukungan Penilaian
Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian
depresi dengan baik dan strategi koping yang dapat digunakan dalam
menghadapi stressor. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara
tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif kepada
individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan
seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu.
b. Dukungan Instrumental
Dukungan ini melipui dukungan jasmaniah meliputi pelayanan, bantuan
finansial, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support Material
Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu
memecahkan masalah termasuk didalamnya bantuan langsung seperti
seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan
sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan
merawat saat sakit.
c. Dukungan Informasi
Jenis dukungan ini meliputi komunikasi dan tanggung jawab bersama
termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat
pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh
seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan
tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi
individu dalam melawan stressor.
d. Dukungan Emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional,
sedih dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan
seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan
individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami stress, bantu
dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya perhatian sehingga individu
yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga
menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.
E.
Kerangka Teori
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli dan Asril Bahar. 2009. Pengobatan TB Termutakhir. In : Buku ajar. IPD. Jakarta:
Interna Publishing
Angriyani, D. (2008). Kualitas Hidup pada Orang dengan Penyakit Lupus Erythematotus
(Odapus). Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Armen, Muchtar. 2008. Farmakologi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) sekunder. Jurnal
Tuberkulosis Indonesia
Dinkes Jateng. 2011. Profil Kesehatan Jawa Tengah. Semarang: Dinkes Jateng
Fitriani, A. Nimas & Ambarini, K. Tri. (2012). Kualitas Hidup Pada Penderita Kanker
Serviks yang Mengalami Pengobatan Radioterapi. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesmen. Vol. 1,
Hawari, Dadang., 2009, Peran Keluarga Dalam Gangguan Jiwa. Edisi 21, Jurnal
Psikologi, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Bandung.
Herry, E. (2011). Tingkat Kecemasan, Dukungan Sosial, Dan Mekanisme Koping Terhadap
Kelentingan Keluarga Pada Keluarga Dengan TB Paru Di Kecamatan Ciomas
Bogor.Skripsi, Program Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Ina, dkk (2014). Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup pada penderita
Tuberculosis paru di balai kesehatan kerja masyarakat provinsi Jawa Barat tahun
2014. Bhakti Kencana Medika, Volume 4, No. 1, Maret 2014
Juliandari, dkk. (2014) Hubungan antara dukungan sosial dan coping stres dengan kualitas
hidup pasien tb paru di puskesmas Perak timur Surabaya tahun 2014. Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.
Kemenkes Rl. 2011. Penanggulangan TB Kini Lebih Baik. Ditjen PP&PL -Departemen
Kesehatan R.l. Jakarta: Depkes Rl
Lase, W. N. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal
Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.Skripsi
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Manurung, Santa, dkk. 2009. Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi, Cetakan
Pertama CV. Trans Info Media : Jakarta.
Ozbay et al, 2007, Social support and resilience to stress, Psychiatry (Edgmont) MMC,
Volume 4, pp. 35-40
Saragih R. 2010. Peranan Dukungan Keluarga dan Koping Pasien Dengan Penyakit
Kanker Terhadap Pengobatan Kemoterapi di RB 1 Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan Tahun 2010. Universitas Darma Agung: Medan.
Setiadi. 2008. Konsep & keperawatan keluarga. Yogyakarta : Graha ilmu. Azwar, s. 2010,
Metodologi penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sholeh. S. Naga. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Pertama.
Diva Press. Jogjakarta.
Silitonga, Robert. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita
Penyakit Parkinson Di Poliklinik Saraf Rs Dr Kariadi. Program pascasarjana magister
ilmu
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: Bentang
Pustaka
Tamher, S., & Noorkasiani. (2009). Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan
keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Unalan, Demet., Soyuer, Ferhan., Ceyhan, Osman., Basturk, Mustafa., and Ozturk, Ahmet.,
2008, Is The Quality of Life Diferrent in Patients with Active and Inactive Tuberculosis
?, Indian Journal of Tuberculosis, 2008
WHO. (2012). ‘’Tuberculosis Control’.New Delhi, WHO Regional For South East Asia.
World Health Organization, 2008, Global Tuberculosis Control 2008. Geneve. WHO.