Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan
cara menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance
(GCG) merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan
terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.
Hal mengenai Good Corporate Governance mulai terdengar di Indonesia sejak tahun
1997, dimana pada saat itu bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Untuk bangkit dari krisis ekonomi tersebut bangsa Indonesia butuh waktu yang lama. Lamanya
perbaikan ni disebabkan karena masih lemah dan kurangnya perusahaan di Indonesia dalam
menerapkan Good Corporate Governance. Ditambah lagi dengan adanya kasus Kimia Farma
pada tahun 2002 yang terjadi akibat adanya manipulasi laporan keuangan. Hal ini semakin
menambah perhatian para pelaku dunia usaha dan pihak regulator akan penerapan Good
Corporate Governance di Indonesia. Para pelaku dunia usaha diharapkan dapat mengubah cara
mereka dalam melakukan dan mengelola bisnis mereka untuk lebih transparan dan menciptakan
korporat yang sehat. Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam dunia usaha
di Indonesia merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan aktivitas bisnis, agar perusahaan-
perusahaan yang ada di Indonesia dapat terus bersaing dan bertahan dalam
persaingan pasar globalisasi yang semakin kompetitif sehingga perusahaan dapat mencapai
tujuannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Menurut Bank Dunia, Good
Corporate Governance (GCG) adalah kumpulan dari hukum, regulasi dan peraturan yang
mengisi dan mendorong kinerja sumber daya perusahaan agar berfungsi secara efisien.
Sementara itu, menurut keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No:
KEP/117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance (GCG)
pada badan usaha milik Negara maka ditetapkan bahwa GCG adalah suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya (Sedarmayanti:2007)
Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah,
governance kerap diterjemahkan sebagai ‘pengaturan’. Adapun dalam konteks GCG,
governance sering juga disebut ‘tata pamong’ atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi
orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu.
Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola
perusahaan, meskipun masih rancu dalam terminologi manajemen. Masih diperlukan
kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.
Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem dan proses
yang digunakan oleh organisasi perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai
tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang,
dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
dan norma yang berlaku.
Dari definisi tentang Corporate Governance diatas, maka dapat diketahui
adanya aspek-aspek penting dari Corporate Governance yang perlu dipahami oleh
perusahaan agar dapat bersaing dalam dunia bisnis adalah:
1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan diantaranya yaitu
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan Direksi.
2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam
masyarakat kepada seluruh stakeholder.
3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar
pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan.
2
4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang
saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang
materiil dan relevan.
3
ada pihak yang dirugikan dalam berbisnis. Penerapan Good Corporate Governance
(GCG) di lembaga keuangan islam perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan yang
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku secara spesifik di suatu negara maupun nilai-nilai
GCG yang berlaku umum didalam mejaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
َ ٰۤيـاَيُّ َها الَّذِيۡنَ ا َمنُوۡ ٰۤۤا اِذَا تَدَايَنۡتُمۡ ِبدَيۡ ٍن اِلۡى ا َ َج ٍل ُّم
س ًّمى فَاكۡتُبُوۡهُ َولۡيَكۡتُب
ٰ ُعلَّ َمه
..…ّۡللاُفَلۡ َيكۡتُب َ ُ ب َكاتِب اَنۡ يَّكۡت
َ ب َك َما َ ۡبَّيۡنَ ُكمۡ َكاتِبۡ ِبال
َ ۡعدۡ ِل َو ََل يَا
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu
urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu masa yang
tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar). Dan
janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah
mengajarkannya…..”. (Q.S. Al-Baqarah:282)
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku. Prinsip ini sangat dianggap sebagai suatu perbuatan
yang baik dalam islam, sehingga setiap individu dalam perusahaan harus memiliki
rasa pertanggungjawaban yang tinggi dalam pekerjaan mereka sebagaimana yang
dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an berikut:
4
َ﴾۲۷﴿ سوۤ َل َوت َ ُخوۤنُوۤ ٰۤۤا اَمنتِ ُكمۤ َواَنۤـتُمۤ ت َعۤلَ ُموۤن
ُ الر ٰ ٰۤيـاَيُّ َها الَّذِيۤنَ ا َمنُوۤا ََل ت َ ُخوۤنُوا
َّ ّللاَ َو
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Q.S. Al Anfaal:27)
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku. Dalam Al-Qur’an, prinsip fairness ini dijelaskan dalam
surat An-Nisaa ayat 58 :
5
tidak menyebabkan timbulnya kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam korelasi
antara implementasi prinsip-prinsip GCG didalam suatu perusahaan dengan kepentingan
para pemegang saham, kreditor, manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan
tentunya para anggota masyarakat, merupakan indikator tercapainya keseimbangan
kepentingan.
6
menurunkan tingkat kepercayaan investor, lemahnya praktik Good Governance
merupakan salah satu faktor yang memperpanjang krisis ekonomi di negara kita.
Esensi Good Corporate Governance adalah peningkatan kinerja perusahaan
melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas
manajemen terhadap shareholder dan pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan
kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003). Disamping hal tersebut
Corporate Governance juga mempunyai manfaat. Menurut FCGI (2001) manfaat dari
penerapan GCG adalah sebagai berikut :
Manfaat Good Corporate Governance (GCG) ini bukan hanya untuk saat ini,
tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh
kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.
7
tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas ekonomi perusahaan. Pelanggaran atas kode
etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori yang melanggar
hukum.
- Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan
dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak.
Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila informasi tersebut berharga
bagi pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk
melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu
harus melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Kekayaaan
Intelektual (HKI) serta harus member respek terhadap hak yang sama dari pihak
lain.
- Conflict of Interest
Seluruh karyawan dan pimpina perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas
dari suatu benturan kepentingan dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan
dapat timbul bila karyawan dan pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung
maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan,
dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-
raguan dan demi kepentingan perusahaan.
- Sanksi
Setiap karyawan dan pemimpin perusahaan yang melanggar ketentuan dan kode
etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan atau
8
peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi
pemecatan. Beberapa tindakan karyawan dan pimpinan perusahaan yang termasuk
kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau
menyalahkan asset milik perusahaan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi,
secara fisik mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai
dan menghilangkan asset perusahaan.
Tahap Persiapan
9
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG
assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah awal
untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli
independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur
atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini.
Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk
mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan
struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain,
GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa yang perlu
mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil
untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG
assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan
upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman
implementasi GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan
tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual
untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan,
mencakup berbagai aspek seperti:
Kebijakan GCG perusahaan
Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
Pedoman perilaku
Audit commitee charter
Kebijakan disclosure dan transparansi
Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
Roadmap implementasi
Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai
implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai
aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman
10
penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang
dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah
satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang
ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down
approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi
hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna
mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan
kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa
penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang
bersifat superficial, tetapi benar benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke
waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan
meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG
yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang
demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi
dalam bentukassessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory
misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu
perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam
implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu
berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
11
sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-
negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit
kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-
chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun
Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai
dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan,
pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha
(Bakrie,2003).
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan
beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi
kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan
komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur
pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan
pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para
kreditor. Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-
prinsip dan praktek good corporate governance oleh komunitas bisnis dan publik pada
umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan
Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh
Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.
Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah diperkuat dengan
kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan perundangan antara lain :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan
Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang
Pengembangan Praktek Good Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan
Perseroan.
12
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus
2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha
Milik Negara.
5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 17
April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate Governance yang baik di semua
BUMN.
6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia No.
37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal Intensifikasi dan Percepatan
Pemberantasan KKN.
7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-KU/2000 tanggal 2
Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG dan Instruksi Untuk Pembentukan Tim
Perumus Panduan Penerapan GCG.
8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Perseroo) Nomor. 520/S-KU/2000 tanggal 2
Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit. 9. Keputusan Direksi PT Pos
Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201 tanggal 27 Desember 2001 Tentang Gerakan
Moral Pos Indonesia. BTP (Bersih, Transparan dan Profesional).
13
Adapun pengertian inti dari Muamalat Spirit adalah semangat yang didalamnya
terdapat prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
professional atau independensi, fairness dan sikap kepedulian yang dijalankan secara
Islami.
Kewajiban untuk melaksanakan serta menyampaikan laporan GCG kepada Bank
Indonesia, telah dilakukan Bank Muamalat secara berkesinambungan dengan pelaksanaan
yang semakin baik. Hal ini merupakan wujud dari komitmen Bank Muamalat dalam
melaksanakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember
2009 dan Surat Edaran (SE) BI No.12/13/DPbS tanggal 30 April 2010 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit
Usaha Syariah (UUS) terutama Pasal 62 dan Pasal 63 mengenai kewajiban Bank untuk
menyampaikan Laporan Pelaksanaan GCG kepada Bank Indonesia (BI) dan pemangku
kepentingan lainnya.
Dalam melaksanakan GCG, Bank Muamalat tidak hanya berpedoman pada
ketentuan dan peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan GCG sebagaimana
disebutkan di atas, namun juga berpedoman pada ketentuan internal dan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku lainnya.
14
Sejauh ini, untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme auditor,
Pertamina telah melakukan pelatihan, seperti IT Audit, Risk Base Audit, dan Sertifikasi
Internasional. Dengan demikian, SPI ke depannya diharapkan mampu memberikan
kontribusi konkret dalam rangka membangun integritas Pertamina menjadi perusahaan
publik (non listed).
15
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/5420752/Good_Corporate_Governance_GCG_dalam_Islam
16