Вы находитесь на странице: 1из 4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hemoptisis

Hemoptisis atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak


berdarah berasal dari saluran napas di bawah pita suara.2

2.2 Klasifikasi Hemoptisis

Banyaknya jumlah batuk darah yang dikeluarkan sangat penting diketahui


untuk menentukan klasifikasi hemoptisis nonmasif atau masif. Batuk darah ringan
apabila jumlah darah yang dikeluarkan kurang dari 25 ml/24 jam, batuk darah
sedang apabila jumlah darah 25-250 ml/24 jam. Batuk darah masif bila darah
yang dikeluarkan adalah 100-600 cc dalam 24 jam.2

Kriteria yang digunakan pada rumah sakit Persahabatan Jakarta (1974).

- Bila perdarahan lebih dari 600 cc/24 jam.


- Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc/24 jam, akan
tetapi Hb kurang dari 10 g%.
- Bila perdarahan lebih dari 600 cc/24 jam dan Hb kurang dari 10g%,
tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.3

2.3 Etiologi Hemoptisis

Penyebab dari batuk darah (hemoptisis) dapat dibagi atas:

- Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverna


oleh karena jamur dan sebagainya.
- Kardiovaskular, stenosis mitralis, dan aneurisma aorta.
- Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
- Sebab-sebab defek (kerusakan) pada pembekuan darah.
- Benda asing.3

2
2.4 Terapi Hemoptisis

Terapi yang dilakukan dapat ditujukan untuk:

- mencegah terjadinya asfiksia.

- menghentikan perdarahan.

- memperbaiki faal paru

- mencegah terjadinya pneumonia aspirasi.

- mengobati penyakit yang mendasarinya.3

2.5 Diagnosis Hemoptisis

 Beda hemoptisis dengan hematemesis antara lain adalah pada hemoptisis,


darah yang dibatukkan akan berbuih dan berwarna merah segar,
pemeriksaan laboratorium akan memberikan reaksi alkali atau dengan tes
Guaiac memberikan hasil nrgatif. Sedangkan pada hematemesis darah
yang dimuntahkan tidak berbuih dan disertai dengan sisa-sisa makanan
yang berwana hitam, biasanya sering terjadi melena pada pemeriksaan
laboratorium memberikan reaksi asam atau hasil tes Guaiac memberikan
hasil yang positif. Perdarahan ini perlu dibedakan dengan perdarahan yang
berasal dari epistaksis dan gusi. Perbedaan antara hemoptisis dan
hematemesis dapat pula dilakukan dengan membantu menegakan
diagnosis pada hematemesis. Biasanya hematemesis menyertai penyakit
ulkus peptikum, sedangkan hemoptisis biasanya terdapat pada penyakit
paru maupun kelainan-kelainan sirkulasi, antara lain stenosis mitralis.
 Foto rontgen
Bertujuan untuk menegakkan diagnosis adanya kelainan pada paru.
 Bronkoskopi.
Walaupun tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan
diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu
yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih

3
kontroversial. Hal ini mengingat bahwa selama masa perdarahan,
bronkoskopi, akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat
memperhebat perdarahan, di samping memperburuk fungsi pernapasan.
Bronkoskopi yang dilakukan pada fase akut akan sulit untuk menilai
perdarahan yang terjadi, di samping itu aspirasi pada saluran pernapasan
menyebabkan sulitnya menentukan asal perdarahan tersebut. Dari segi lain
lavase dengan bronkoskop fiberoptik dapat menilai asal perdarahan secara
tepat, di samping suction yang dilakukan dengan baik. Bila perlu
dilakukan operasi, maka bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk
menentukan lokasi perdarahan. Bronkoskopi juga diperlukan untu
membuat diagnosis setelah perdarahan berhenti dan keadaan umum
menjadi lebih baik.3

2.6 Penatalaksanaan Hemoptisis


Pada prinsip terapi yang dilakukan dapat dibagi dua, yakni:
1. konservatif
pada tindakan konservatif ini alat-alat yang digunakan antara lain:
1. alat pengisap (suction)
2. pipa endotrakeal
3. trakeostomi
4. respirator

Penatalaksanaan konservatif

- pasien harus dalam keadaan istirahat, yakni dengan posisi miring,


dimana posisi paru-paru yang mengalami perdarahan berada pada
posisi yang bebas. Hal ini untuk mencegah terjadinya aspirasi kedalam
paru-paru yang sehat.
- Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
- Pemberian sedatif dan antitusif dengan dosis yang dianjurkan, yakni
sebesar 30-40 mg kodein intramuskular setiap 3-6 jam.

4
- Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan
yang terjadi.
- Pemberian oksigen agar PaO2 lebih besar dari 55%.
- Pemberian vasopresin.

2. Mengatasi perdarahan dengan bronkoskopi


Beberapa cara untuk mengatasi perdarahan:
Selain untuk menentukan lokasi perdarahan maka bronkoskopi juga dapat
dipakai sebagai usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang
mungkin digunakan adalah sebagai berikut:
- Dengan menyuntikkan epinefrin 1/ 20.000 mg/cc. Disuntikkan secara
perlahan secara intravena. Bila hal ini tidak berhasil, maka dapat
dilakukan metode yang kedua.
- Dengan cara memberikan cairan es garam. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan bronkoskop yang kaku dengan posisi pada
lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl fisiologi pada
suhu 40C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini
kemudian dihisap dengan mulut. Dengan cara ini perdarahan akan
berhenti dan dengan cara ini dapat pula dibuat keputusan untuk
mengatasi perdarahan dengan operasi atau obat-obatan.
- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 200cm
penampangnya 8,5 mm. Mikrovasif sebagai modifikasi dari kateter
fogarty dibersihkan sepanjang bronkus, dimana fiberoptik diinsersikan
ke dalam bronkus yang berdarah, baik lobus maupun segmental. Bila
telah masuk, maka balon kemudian dikembangkan melalui penglihatan
dengan FOB dan setelah dikembangkan balon yang terpasang dari
FOB dicabut dan membiarkan balon tetap di kateter forgaty. Kateter
ini dibiarkan selama 24 jam.3

Вам также может понравиться