Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pembimbing :
Penyusun :
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Otitis Media Akut” tepat pada
waktunya. Penyusunan referat ini ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan
dalam menempuh kepaniteraan klinik di bagian Ilmu THT-KL. Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar besarnya kepada dr. Fahmi Novel Sp.THT-KL, Msi. Med. Penulis menyadari
bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut tidak lepas dari segala keterbatasan
kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu bimbingan dan kritik yang membangun dari
semua pihak sangatlah diharapkan
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL
ii
DAFTAR ISI
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .................................................................................................................... 1
BAB II ............................................................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 2
2.1 Anatomi................................................................................................................................. 2
2.1.1 Telinga Luar................................................................................................................2
2.1.2 Telinga Tengah...........................................................................................................3
2.1.3 Telinga Dalam............................................................................................................4
2.2 Epidemiologi ......................................................................................................................... 6
2.3 Etiologi .................................................................................................................................. 7
2.4 Patofisiologi .......................................................................................................................... 8
2.5 Diagnosis............................................................................................................................... 9
2.5.1 Anamnesis .................................................................................................................... 10
2.5.2 Pemeriksaan fisik dan Penunjang ................................................................................ 10
2.6 Penatalaksanaan .................................................................................................................. 11
2.6.1 Antibiotik ..................................................................................................................... 11
2.6.2 Analgetik ...................................................................................................................... 12
2.6.3 Intervensi Bedah .......................................................................................................... 12
2.7 Pencegahan ......................................................................................................................... 13
2.8 Komplikasi .......................................................................................................................... 13
BAB III......................................................................................................................................... 15
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media merupakan penyakit yang dapat diterapi dan merupakan penyakit urutan
kedua yang sering ditemukan pada anak-anak, dan merupakan sumber morbiditas yang
signifikan pada anak. Otitis media merupakan suatu kondisi infalamasi dan infeksi yang
kompleks yang mempengaruhi telinga tengah.1,2
Otitis media secara umum sering ditemukan, dimana studi menunjukkan sebanyak 80%
anak-anak mengalami sekurangnya satu episode otitis media pada usia tiga tahun. Prevalensi
otitis media bervariasi dari tiap bagian negara.3 Bayi dan anak-anak memiliki risiko yang tinggi
untuk mengalami otitis media, dengan puncak prevalensi pada usia 6 bulan dan 36 bulan.3 Otitis
media juga sering ditemukan pada anak-anak dengan defek kraniofasial dan pada anak-anak
yang berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah.3 Komplikasinya dapat
menyebabkan gangguan pendengaran, dimana otitis media merupakan penyebab gangguan
pendengaran urutan kedua yang mendapatkan peringkat ke lima sebagai penyakit beban global
yang mempengaruhi 1,23 juta orang pada tahun 20132.1-3
Otitis media secara umum diklasifikasikan kedalam dua tipe utama, yaitu otitis media
akut dan otitis media kronik.4 Otitis media memiliki spectrum penyakit yang luas yang
mencakup otitis media akut, rekuren otitis media, otitis medis efusi, kronik otitis media dengan
efusi, dan otitis media kronik. Dimana agen penyebab utama pada kasus supuratif adalah bakteri.
Otitis media terutama otitis media supuratif kronik merupakan penyakit infeksi kronik yang
paling sering menginfeksi anak-anak. Gangguan pendengaran merupakan salah satu komplikasi
tersering, dimana gangguan pendengaran ini dapat menyebabkan dampak negatif bagi
perkembangan bicara anak, edukasi dan perilaku anak.4 Kematian paling sering ditemukan pada
kasus otitis media supuratif kronik dibandingkan dengan kasus otitis media lainnya, dimana
penyebab kematian tersering adalah komplikasi seperti abses otak dan meningitis.1-4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga terdiri atas tiga bagian dasar, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan
telinga bagian dalam. Setiap bagian telinga bekerja dengan tugas khusus untuk mendeteksi dan
menginterpretasikan bunyi.6
2
sekitas 65 mm2. Gendang ini menyalurkan getaran di udara ke tulang-tulang kecil telinga tengah.
Membran timpani berada pada perbatasan telinga luar dan tengah. Area tekanan tinggi dan
rendah pada gelombang suara akan menyebabkan membran timpani bergetar ke dalam dan
keluar. Supaya membran tersebut dapat secara bebas bergerak kedua arah, tekanan udara istirahat
pada kedua sisi membran timpani harus sama. Membran sebelah luar terekspos pada tekanan
atmosfer yang melewati meatus akustikus ekterna sedangkan bagian dalam menghadapi tekanan
atmosfer dari tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Secara normal, tuba
ini tertutup tetapi dapat dibuka dengan gerakan menguap, mengunyah dan menelan.6
Tuba Eustachius
Tuba Eustachius menghubung- kan telinga tengah ke bagian belakang mulut kita. Saluran
3
ini berfungsi sebagai jalur drainase untuk cairan yang dihasilkan di telinga tengah. Sewaktu
terbuka sesaat, saluran ini memungkin- kan tekanan di telinga tengah menjadi sama dengan
tekanan atmosfer.6
Saluran ini hampir selalu dalam keadaan tertutup. Apabila saluran tersebut menutup atau
membuka terus-menerus selama beberapa jam, akan dapat timbul masalah-masalah fisiologis.
Penyamaan tekanan dapat terjadi secara spontan tanpa gerakan rahang apabila tekanan udara
sekitar berkurang. Udara di telinga tengah biasanya secara perlahan diserap ke dalam jaringan
sehingga tekanan di bagian dalam gendang teinga berkurang.6
Apabila karena suatu hal tuba Eustachius tidak membuka, perbedaan tekanan akan
menyebabkan gendang telinga cekung ke dalam dan mengurangi kepekaan telinga. Perbedaan
tekanan sekitar 8kPa atau 1/12 atmosfer di gendang telinga menyebabkan nyeri. Penyebab umum
gagalnya sistem untuk menyamakan tekanan ini adalah tersumbatnya tuba Eustachius oleh cairan
kental akibat flu dan pembengkakan jaringan di sekitar pintu masuk tuba.6
4
dengan skala timpani. Membran basilaris ini sangat penting karenadidalamnyaterdapatorgankorti
yang merupakan organ perasa pendengaran.6
5
rambut juga bergetar naik-turun sewaktu membran basilaris bergetar.6
Angka-angka menunjukkan frekuensi (dalam siklus perdetik) getaran maksimal berbagai
bagian membran basilaris. Resonansi frekuensi tinggi dari membran basilaris terjadi dekat basis,
tempat gelombang suara memasuki koklea melalui jendela oval dan resonansi frekuensi rendah
terjadi dekat apeks, terutama karena perbedaan dalam kekakuan serat (serat kaku dan pendek
dekat jendela oval koklea bergetar pada frekuensi tinggi sedangkan serat panjang dan lentur
dekat ujung koklea/helikotrema mempunyai kecendrungan untuk bergetar pada frekuensi rendah)
tetapi juga karena peningkatan pengisian membran basilaris dengan massa cairan ekstra yang
semestinya bergetar bersama membran pada apeks.6
Peran Sel Rambut Dalam
Sel rambut dalam adalah sel yang mengubah gaya mekanik suara (getaran cairan koklea)
menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang menyampaikan pesan pendengaran ke
korteks serebri). Karena berkontak dengan membran tektorium yang kaku dan stasioner, maka
stereosilia sel-sel reseptor ini tertekuk maju-mundur ketika membran basilaris mengubah posisi
relatif terhadap membran tektorium. Deformasi mekanis maju- mundur rambut-rambut ini secara
bergantian membuka dan menutup saluran ion berpintu mekanis di sel rambut sehingga terjadi
perubahan potensial depolarisasi dan hiper- polarisasi yang bergantian.6
Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan ujung serat-serat saraf
aferen yang membentuk nervus auditorius (kokhlearis). Lintasan impuls auditori selanjutnya
menuju ganglion spiralis korti, saraf VIII, nukleus koklearis di medula oblongata, kolikulus
superior, korpus genukulatum medial, korteks auditori di lobus temporalis serebri.6
Peran Sel Rambut Luar
Sementera sel-sel rambut dalam mengirim sinyal auditorik ke otak melalui serat aferen,
sel rambut luar tidak memberi sinyal ke otak tentang suara yang datang. Sel-sel rambut luar
secara aktif dan cepat berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan potensial membran,
suatu perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas. Sel rambut luar memendek pada
depolarisasi dan memanjang pada hiperpolarisasi.6
2.2 Epidemiologi
6
Otitis media akut (OMA) dianggap sebagai penyakit inflamasi yang paling umum dan
merupakan indikasi paling umum dari resep antimikroba pada anak-anak. Amerika Serikat
menghabiskan $ 2-3,5 miliar per tahun untuk perawatan kondisi ini. Secara umum, OMA adalah
penyakit anak-anak, yang memiliki insiden puncak 6-11 bulan, 59% anak-anak akan memiliki
satu episode OMA pada usia 2 tahun dan 30% akan memiliki 2 atau lebih episode. Pria memiliki
insiden kondisi tinggi OMA dengan tingkat kejadian 10,8 / 100 orang per tahun.2
Sejarah alami untuk cairan telinga tengah pada anak adalah salah satu dari pemulihan
spontan bertahap dalam waktu 3 bulan, dengan durasi rata-rata 17 hari per episode. Namun,
cairan dapat kambuh secara episodik pada 30% hingga 40% anak-anak atau bahkan bertahan
selama lebih dari setahun dalam 5% hingga 10% anak-anak. Anak-anak paling rentan terhadap
efusi sedang dari lahir hingga usia 2 tahun dengan 60% kejadian, yang menurun menjadi 1 dari 8
anak usia 5 hingga 6 tahun. Setidaknya seperempat cairan paa telinga tengah bertahan selama
lebih dari 3 bulan. 7
7
2. Infeksi saluran pernapasan atas (rinitis, nasofaringitis). adanya rhinitis dan nasofaringitis
menyebabkan infeksi telinga tengah yang memungkinkan penyebaran organisme patogen
dari nasofaring ke telinga tengah melalui tabung Eustachius. Kehadiran infeksi virus telah
terbukti meningkatkan adhesi bakteri dalam jaringan nasofaring.3
3. Adanya tempat penitipan anak. Peningkatan signifikan dalam jumlah anak yang
menghadiri pusat penitipan anak dikaitkan dengan peningkatan prevalensi otitis media di
negara berkembang. pada penelitian di Nigeria sehubungan dengan peran tempat
penitipan anak sebagai faktor risiko untuk otitis media, dilaporkan terdapat rasio risiko
1,09 (95% CI, 0,23 - 5,11) di antara subjek mereka.3
4. Kecenderungan keluarga: Ini termasuk rinitis alergi, asma, alergi susu sapi, atopi orang
tua, riwayat otitis media orang tua. Patogenesis yang disimpu;kan adalah bahwa mereka
menyebabkan pembesaran limfoid nasofaring dan adenoid yang secara mekanis dapat
memblokir tabung eustachius dan menyebabkan disfungsi tabung eustachius dan
akhirnya menjadi otitis media.3
5. Durasi menyusui dan pemberian botol yang singkat. Menyusui dikenal dapat mengurangi
kejadian infeksi pernapasan akut. selain itu juga dapat mencegah kolonisasi dengan
patogen otitis melalui antibodi IgA selektif dan juga mengurangi jumlah sekresi
terkontaminasi yang disedot ke ruang telinga tengah.3
2.4 Patofisiologi
OMA biasanya terjadi bersamaan atau tepat setelah ISPA. Pada 94% pasien ISPA
menghasilkan OMA.2 Lebih dari 90% anak-anak dengan OMA mengalami keluhan yang
bersamaan dengan ISPA. Tiga bakteri patogen yang paling umum adalah S. pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis yang menjajah di nasofaring bayi sejak usia
dini dan tidak menginfeksi saluran pernapasan atau menimbulkan gejala hingga virus ISPA
(nasofaringitis) terjadi yang menyebabkan perubahan dalam lingkungan nasofaring. Koeksistensi
dari otopatogen bakteri dan interaksi yang kompleks antara bakteri dan virus akan berujung pada
terjadinya OMA.8
ISPA menyebabkan nasofaringitis yang dapat mempengaruhi tuba Eustachius yang
mebgakibatkan terbentuknya tekanan negatif dan akan menyebabkan pengisapan lendir
nasofaring di dalam telinga tengah. Hal ini menjelaskan mengapa pada aspirasi OMA didapatkan
8
bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis
yang merupakan bakteri komensal di nasofaring.2
Perjalanan awal penyakit diperkirakan berasal dari virus dengan superinfeksi bakteri yang
terjadi setelah itu. Banyak virus telah diimplementasikan sebagai agen penyebab yang ditemukan
pada 90% kasus OMA, seperti rhinovirus, coronavirus, enterovirus , respiratory syncytial virus
(RSV), parainfluenza tipe 1, 2 atau 3, influenza A atau B, dan adenovirus. Di antara semua RSV
ini diyakini memiliki keterikatan terbaik dengan OMA. Virus-virus ini dianggap meningkatkan
menetapnya bakteri pada epitel dan dengan ini dapat meningkatkan kolonisasi bakteri.. Namun,
terdapat bukti bahwa virus dapat menyebabkan OMA tanpa superinfeksi bakteri pada 10-15%
kasus, suatu poin yang harus diingat saat merawat pasien OMA dengan antibiotik.2
Faktor genetika berperan penting dalam kerentanan seseorang terhadap OMA. Penduduk
asli Amerika Maori atau Aborigin Australia memiliki lebih banyak prevalensi kejadian OMA
dibandingkan dengan populasi kulit putih. Beberapa peneliti telah mengaitkan kerentanan ini
dengan fungsi ET yang buruk. Polimorfisme spesifik dari sitokin telah dihubungkan dengan
kerentanan individu terhadap OMA dan tingkat keparahan penyakit. IL-1, IL-6 dan TNFα
ditemukan dalam sekresi nasofaring selama ISPA dan peningkatan kadar IL-1 terkait dengan
transisi ke OMA. Polimorfisme TNFα-308 dikaitkan dengan OMA yang mengikuti terjadinya
ISPA. Selain itu beberapa pasien OMA berulang ditemukan memiliki TNFα-308 dan IL-6-174
Polimorfisme. Gen untuk reseptor Fcg IIa (FcgRIIa), IL-10, CD14, toll-like receptor4 (TLR 4),
surfaktan, dan interferon gamma (IFNg) diyakini bertanggung jawab atas risiko OMA.2
Pentingnya faktor lingkungan lainnya tidak dapat diremehkan dalam patogenesis OMA.
Ayah yang merokok adalah salah satu faktor risiko OMA. Hal itu menyebabkan peradangan
mukosa, hiperplasia sel goblet, dan peningkatan produksi lendir, dengan ini merusak imunitas
mukosa dan meningkatkan kolonisasi bakteri dengan meningkatkan ikatan bakteri pada epitel
saluran pernapasan. Anak-anak dari ibu yang merokok selama kehamilan dan berhenti setelah
melahirkan masih memiliki insiden OMA yang lebih tinggi.2
Pemberian susu botol pada anak-anak merupakan salah satu faktor risiko yang terkenal
diyakini bahwa kekebalan pasif melalui ASI memberikan perlindungan. Bayi yang diberi susu
botol memiliki prevalensi Haemophilus influenzae yang lebih tinggi dan antibodi imunoglobulin
G yang lebih rendah. Beberapa penelitian menemukan peran penyakit Gastroesophageal reflux
9
(GERD). GERD ditemukan pada 62,9% pasien dengan OM rekuren. Bahkan pepsin / pepsinogen
dapat ditemukan di telinga tengah pada 85,3% pasien OM, sebuah temuan yang dapat dijelaskan
oleh refluks. Namun hubungan sebab dan akibat tidak dapat dibangun. Kekurangan vitamin dan
diet tertentu dapat ditemukan pada kasus OMA dan OM rekuren seperti vitamin A, seng, dan
defisiensi selenium.2
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
pada penderita OMA biasanya didapatkan riwayat otalgia, gosokan atau penarik telinga,
disertai pendengaran yang menurun. Otalgia adalah salah satu dari beberapa gejala yang dapat
membantu dalam mendiagnosis OMA. Suatu penelitian telah menggunakan assessment untuk
menilai nyeri non-verbal dari anak-anak preverbal. adanya cairan yang keluar dari telinga
menandakan bahwa perforasi telah terjadi. dalam hal ini, rasa sakit akan berhenti. adaya demam,
penurunan nafsu makan dan muntah dapat disebabkan oleh gangguan sistemik.9
Tanda-tanda klinis memainkan peran penting dalam menegakkan diagnosis OMA karena
penyakit ini terjadi terutama pada anak-anak non-verbal. Faktanya, diagnosis OMA tidak dapat
dibuat tanpa tanda-tanda klinis efusi telinga tengah.2
Kriteria diagnosis Otitis media akut (AOM) didefinisikan sebagai kombinasi efusi telinga
tengah, adanya tanda-tanda peradangan seperti purulensi, eritem, atau membran timpani yang
menonjol, serta gejala demam, otalgia, atau iritabilitas pada anak kecil.2
10
kemerahan pada membran timpani tidak cukup untuk mendiagnosis OMA, karena nilai prediktif
positifnya hanya 7%. diagnosis OMA purulen dapat ditegakkan apabila terdapat membran
timpani yang buldging dan manubrium mallei yang mendatar.10 Penonjolan MT adalah satu-
satunya tanda terpenting dalam mendiagnosis OMA dengan nilai prediktif positif yang tinggi dan
akan meningkat jika dikombinasikan dengan perubahan warna membran timpani serta mobilitas
yang berkurang. Namun, mobilitas yang buruk, kekeruhan , penonjolan MT hanya ditemukan
pada 19% kasus.2
2.6 Tatalaksana
2.6.1 Antibiotik
Antibiotik harus diresepkan pada penderita OMA (bilateral atau unilateral) pada anak-
anak 6 bulan dan lebih tua dengan otitis media berat. antibiotik harus diresepkan duntuk
penderita otitis media akut pada anak usia 6 hingga 23 bulan.11
Terapi antibiotik dapat dipertimbangkan pada OMA unilateral yang tidak berat pada anak
yang lebih muda (6-23 bulan) dan pada OMA bilateral atau unilateral ringan pada anak yang
11
lebih besar (lebih dari 24 bulan). Pilihan antibiotik lini pertama adalah amoksisilin dosis tinggi.
Pedoman The National Institute of Health and Care Excellence (NICE) menyarankan dosis 40
mg / kg per hari, dibagi 3 dosis dan disarankan untuk memberi eritromisin atau klaritromisin
pada pasien dengan alergi penisilin. Pertimbangkan untuk mengganti antibiotik jika gejala
menetap melebihi 48-72 jam dari terapi antibakteri awal.11
Pada kegagalan terapi awal, sebaiknya antibiotik diganti dengan amoksisilin-klavulanat
sefalosporin generasi kedua atau generasi ketiga bila alergi penisilin. Durasi pengobatan yang
optimal tidak jelas dengan rekomendasi selama 10 hari pada anak-anak di bawah 2 tahun atau
dengan gejala berat dan 5 sampai 7 hari pada anak-anak di atas 2 tahun dengan gejala ringan-
sedang. Panduan NICE menyarankan durasi 5 hari di awal dan ditingkatkan jika gejalanya
muncul. 11
2.6.2 Analgetik
Pemberian antibiotik tidak dapat menghilangkan gejala penyakit dalam waktu 24 jam,
maka dari itu dibutuhkan pemberian analgetik untuk meredakan rasa nyeri. Analgetik yang
direkomendasikan adalah Ibuprofen atau paracetamol.11
12
2.6.3 Intervensi Bedah
Intervensi bedah dapat diperlukan pada anak-anak dengan OMA berulang. Ini melibatkan
miringotomi (membuat lubang di membran timpani) saja atau dengan penusukan tabung ventilasi
(grommet). Sebuah tinjauan dari Cochrane yang melihat dua studi menemukan penurunan
episode 1,5x untuk enam bulan setelah penusukan grommet. Sejumlah besar anak-anak tidak
memiliki serangan selama periode awal ini. Pedoman terbaru dari Amerika serikat menyarankan
untuk tidak memasukkan tabung ventilasi pada pasien dengan OMA berulang kecuali terdapat
efusi pada saat pemeriksaan. Sebagian besar penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa hanya
terdapat sedikit manfaati dari penusukan dan menganjurkan pengobatan antibiotik sebagai lini
pertama.9
2.7 Pencegahan
Secara umum OMA adalah penyakit simptomatik dan skrining sebenarnya tidak
diindikasikan. Pemberian air ASI harus diaplikasikan dalam 6 bulan pertama dan lebih baik
untuk dilanjutkan selama 1 tahun pertama. Menghindari merokok dan vaksinasi adalah tindakan
pencegahan lainnya.11
Beberapa produk alami dapat digunakan dalam perawatan OMA misalnya, beberapa
ekstrak herbal naturopatik dapat digunakan sebagai agen anestesi tetes telinga lokal. Akar
Echinacea pallidum dan Echinacea purpurea telah menunjukkan beberapa manfaat untuk
mencegah flu biasa. Xylitol adalah gula alami yang terdapat dalam buah-buahan dan dapat
ditemukan dalam permen karet. Xylitol didapatkan dpat mencegah OMA dengan menurunkan
ekspresi gen cpsB (pneumococcal capsular locus) yang menyebabkan perubahan ultrastruktural
dari kapsul pneumokokus.12
Vaksin juga berperan penting dalam mencegah OMA. CDC merekomendasikan bahwa
semua anak muda seharusnya mendapatkan Vaksin Konjugasi Pneumokokus 7. pemberian
vaksin dapat menyebabkan menurunnya kejadian otitis media akibat pneumokokus dan
menurunnya jumlah tindakan timpanopasti untuk penyakit yang rekuren. Imunisasi pada bayi
sehat dalam mencegah terjadinya berjuta episode dari OMA setiap tahunnya. jenis vaksin yang
lebih baru, yaitu Vaksin Konjugasi Pneumokokus 13 yang dirilis dengan dihilangkannya efek
residual penyakit pneumokokus seperti yang terdapat pada Vaksin versi 7. pencegahan penyakit
akibat virus seperti influenza juga dapat menurunkan kejadian OMA. 2,12
13
2.8 Komplikasi
Komplikasi OMA dibagi menjadi lokal atau ekstrakranial dan intrakranial. Komplikasi
OMA disimpulkan pada tabel berikut9
Perforasi membran timpani terjadi pada 7% dari OMA. Ini sembuh sempurna sekitar 1-2
minggu dalam 98% kasus.9
Pembentukan abses dapat terjadi di area lain saat abses mastoid berkembang. Ini
termasuk abses Bezold, Citelli dan Luc yang memengaruhi sternokleidomastoid, perut posterior
kanal telinga digastrik dan posterior. Abses ini jarang terjadi sejak munculnya antibiotik.9
Salah satu komplikasi otitis akut lainnya yang paling umum adalah mastoiditis.
Mastoiditis akut adalah hasil pemusnahan aditus ad antrum. ini adalah suatu kondisi peradangan
yang menyebabkan kerusakan pada pembentukan tulang temporal. Pasien mengalami nyeri
postauricular. Selain temuan tipikal dari pemeriksaan otoskop, edema biasa ditemukan pada
regio postauricular.13
Kelumpuhan nervus fasialis dapat dilihat sebagai komplikasi otitis media akut. Infeksi
pada Nervus Fasialis bisa disebabkan karena efek langsung, osteitis dalam perjalanan edema,
demielinisasi yang diinduksi oleh toksin bakteri, atau karena adanya trombosis vasa nervorum.13
Labirinitis akut sebagian besar muncul dengan gangguan pendengaran,pusing, mual dan
muntah. hal Itu bisa dihasilkan oleh penyebaran langsung dari racun atau mikroorganisme itu
sendiri dan akhirnya mengakibatkan labirinitis serosa atau purulen. Penyebaran infeksi melalui
dari kanal semisirkularis dan dapat menyebabkan pusing, mual, dan muntah. Menyebar ke ruang
14
subarachnoid juga dapat menyebabkan meningitis. Gangguan pendengaran sensorineural
biasanya reversibel. Selain itu juga dapat terjadi petrositis yang merupakan infeksi dan inflamasi
pada bagian apikal dari tulang temporal petrous dan biasanya merupakan komplikasi dari
mastoiditis supuratif.13
15
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut dapat disebabkan oleh berabagai hal maka dari itu diperlukan evaluasi
yang teliti kepada pasien terutama pada anak-anak yang tidak dapat memberikan jawaban dari
pertanyaan saat anamnesis dengan akurat. Salah satu penyebab OMA yang paling sering adalah
penyakit infeksi saluran napas atas (ISPA) dimana adanya ISPA akan menyebabkan
penyumbatan pada Tuba Eustachius dan menyebabkan perubahan tekanan di dalam salurannya.
Terapi yang tepat untuk OMA adalah dengan pemberian antibiotik, namun terkadang tidak kalah
penting untuk memberi terapi antivirus yang adalah penyebab dari ISPA. Pemberian analgetik
juga penting antibiotik tidak dapat menghilangkan gejala dalam waktu 24 jam.
Otitis Media dapat menyebabkan komplikasi seperti abses, mastoiditis, labirinitis, bahkan
sampai ke Intrakranial. Maka dari itu diperlukan tindakan untuk mencegah dengan pemberian
ASI selama 6 bulan sampai 1 tahun pertama, menghindari asap rokok, atau dengan pemberian
Vaksin Konjugasi Pneumokokus
\
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Emmanuel NC, Atanga LC, Nansseu JR, Djomu F. Effectiveness of amoxicillin
alone in the treatment of uncomplicated acute otitis media: a systematic review
control. BMJ Open.2018;8:1-4
2. Mittal R, Lisi CV, Gerring R, Mittal J, Mathee K, Narasimhan G, et al. Current
concepts in the pathogenesis and treatment of chronic suppuratvie otitis media.
Journal of Medical Macrobiology.2015;64:1103-16
3. Ilechukwu GC, Ilechukwu CGA, Ubesie AC, Ojinnaka CN, Emechebe GO, Illoh
KK. Otitis Media in Children: Review Article. Open Journal of
Pediatrics.2014;4:47-53
4. Shawabkeh MA, Haidar H, Larem A, Albu-Mahmood Z, Alsaadi A, Alqahtani A.
Acure otitis media- An Update. J Otolaryngol ENT Res.2017;8(4):1-6
5. MedlinePlus.2018. Ear Anatomy. Available from:
https://medlineplus.gov/ency/article/002077.htm [Accessed on March 23rd 2019]
6. Irawati L. Fisika Medik Proses Pendengaran. Majalah Kedokteran Andalas.
2012;36(2):157-62
7. Kirk LA. Pediatric Otitis Media. Physician Assistant Clinics.2018;3(2):207–22.
8. Koivisto Jn, Marom T, Chonmaitree T. Importance of viruses in acute otitis
media. Current Opinion in Pediatrics.2015;27(1):110–15
9. Atkinson H, Wallis S, Coatesworth AP. Acute otitis media. Postgraduate
Medicine.2015;127(4):386–90
10. Thomas Jp, Berner R, Zahnert T, Dazert S. Acute Otitis Media. Dtsch Arztebl
Int.2014;111(9):151−60
11. Siddiq S, Grainger J. The diagnosis and management of acute otitis media:
American Academy of Pediatrics Guidelines 2013. Archives of Disease in
Childhood - Education & Practice Edition.2014;100(4):193–7
12. Levi JR., Brody RM., McKee CK, Pribitkin E, OReilly R. Complementary and
alternative medicine for pediatric otitis media. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology.2013;77(6):926–31.
17
13. Kucur C, Özbay I, Erdoğan O, Oğhan F, Güvey A, Yıldırım N. Complications of
Acute Otitis Media: A Single Center Experience. Journal of Clinical and
Experimental Investigations.2017;8(4):120-3.
18