Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu: Solihin, M.Ag
oleh :
FAKULTAS USHULUDDIN
BANDUNG
2016
1. Apa yang saudara ketahui tentang hermeneutika (pengertian dan
sejarah)?
Pengertian :
Istilah hermeneutika berasal dari kata Yunani; hermencuein, yang
artinya diterjemahkan"menafsirkan", kata bendanya: hermeneia artinya "tafsiran".
Dalam tradisi Yunani kuno kata hermeneuein dipakai dalam tiga makna, yaitu
mengatakan (to say), menjelaskan (to explain), dan menerjemahkan (to
translate). Dari tiga makna ini, kemudian dalam kata Inggris diekspresikan dengan
kata: to interpret. Dengan demikian perbuatan interpretasi menunjuk pada tiga hal
pokok: pengucapan lisan (an oral recitation), penjelasan yang masuk
akal (areasonable explanation), dan terjemahan dari bahasa lain (a translation from
another language), atau mengekspresikan.1
Menurut istilah, hermeneutika biasa dipahami sebagai : "the art and science of
interpreting especially authoritative writings; mainly in application to sacred scripture,
and equivalent to exegesis" (seni dan ilmu menafsirkan khususnya tulisan-tulisan
berkewenangan, terutama berkenaan dengan kitab suci dan sama sebanding dengan
tafsir). Ada juga yang memahami bahwa hermeneutika merupakan sebuah filsafat
yang memusatkan bidang kajiannya pada persoalan "understanding of
understanding (pemahaman pada pemahaman)'' terhadap teks, terutama teks Kitab
Suci, yang datang dari kurun, waktu, tempat, serta situasi sosial yang asing bagi para
pembacanya.
Istilah hermeneutika sering dihubungkan dengan nama Hermes, tokoh dalam
mitos Yunani yang bertugas menjadi perantara antara Dewa Zeus dan
manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya definisi hermeutika ini mengalami
perkembangan, yang semula hermeneutika dipandang sebagai ilmu tentang penafsiran
(science of interpretation). Dalam perkembangan selanjutnya definisi hermeneutika
menurut Richard E. Palmer dibagi menjadi enam, yakni:2
1. Teori penafsiran Kitab Suci (theory of biblical exegesis)
2. Sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology).
1
Palmer,R.E.1969. Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer. Evanston, III:Northwestern Univ. Press. hal. 23.
2
Ibid, hal. 25.
3. Sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic
understanding).
4. Sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological
foundation of Geisteswissenschaften).
5. Sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of
existence dan of existential understanding).
6. Sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).
Sejarah
Sudah umum diketahui bahwa dalam masyarakat Yunani tidak terdapat suatu
agama tertentu, tapi mereka percaya pada Tuhan dalam bentuk mitologi. Sebenarnya
dalam mitologi Yunani terdapat dewa-dewi yang dikepalai oleh Dewa Zeus dan Maia
yang mempunyai anak bernama Hermes. Hermes dipercayai sebagai utusan para dewa
untuk menjelaskan pesan-pesan para dewa di langit. Dari nama Hermes inilah konsep
hermeneutic kemudian digunakan.
Kata hermeneutika yang diambil dari peran Hermes adalah sebuah ilmu dan
seni menginterpretasikan sebuah teks. Hermes diyakini oleh Manichaeisme sebagai
Nabi. Dalam mitologi Yunani, Hermes yang diyakini sebagai anak dewa Zeus dan
Maia bertugas menyampaikan dan menginterpretasikan pesan-pesan dewa di gunung
Olympus ke dalam bahasa yang dipahami manusia. Hermes mempunyai kaki
bersayap dan dikenal dengan Mercurius dalam bahasa Latin. Menurut Abed al-Jabiri
dalam bukunya Takwīn al-‘Aql al-‘Ârabi, dalam mitologi Mesir kuno, Hermes/Thoth
adalah sekretaris Tuhan atau orisin Tuhan yang telah menulis disiplin kedokteran,
sihir, astrologi dan geometri. Hermes yang dikenal oleh orang Arab sebagai Idris as,
disebut Enoch oleh orang Yahudi. Baik Idris as, Hermes, Thoth, dan Enoch adalah
merupakan orang yang sama.
Sosok Hermes ini oleh Sayyed Hossein Nasr kerap diasosiasikan sebagai Nabi
Idris as. Menurut legenda yang beredar bahwa pekerjaan Nabi Idris adalah sebagai
tukang tenun. Jika profesi tukang tenun dikaitkan dengan mitos Yunani tentang peran
dewa Hermes, ternyata terdapat korelasi positif. Kata kerja “memintal” dalam bahasa
latin adalah tegree, sedang produknya disebut textus atau text, memang merupakan isu
sentral dalam kajian hermeneutika. Bagi Nabi Idris as atau Dewa Hermes, persoalan
yang pertama dihadapi adalah bagaimana menafsirkan pesan Tuhan yang memakai
“bahasa langit” agar bisa dipahami oleh manusia yang menggunakan bahasa “bumi”.
Di sini barangkali terkandung makna metaforis tukang pintal, yakni memintal atau
merangkai kata dan makna yang berasal dari Tuhan agar nantinya pas dan mudah
dipahami (dipakai) oleh manusia.
Hermeneutika (Indonesia), hermeneutics (Inggris), dan hermeneutikos (Greek)
secara bahasa punya makna menafsirkan. Seperti yang dikemukakan Zygmunt
Bauman, hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneutikos berkaitan dengan
upaya “menjelaskan dan memelusuri” pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan
atau tulisan yang tidak jelas, kabur, dan kontradiksi, sehingga menimbulkan keraguan
dan kebingungan bagi pendengar atau pembaca.3
Sebatang pohon besar, berdiri kokoh, dan berdaun rindang dulunya adalah sebutir benih
atau tunas kecil dan kemudian tumbuh. Begitulah perumpamaan pertumbuhan Hermeneutika
yang dari zaman-kezaman semakin progresif. Zaman hermeneutika klasik adalah zaman
dimana pohon hermeneutika masih berbentuk benih belum berdiri kokoh dan masih
menantikan para pemikir untuk mengembangkannya. Maka dari itu terminologi hermeneutika
sekarang tidak bisa mutlak disamakan dengan termenologi hermeneutika klasik.
3
Zaid, N. H. Hermeneutika Inklusif : Mengatasi Problematika Bacaan dan Cara-Cara Pentakwilan atas
Diskursus Keagamaan,( Jakarta Selatan: ICIP, 2004).
Sebagaimana filsafat, kemunculan benih-benih hermeneutika klasik juga berkiblat pada
tradisi peradaban Yunani kuno. Selain Yunani kuno memiliki tradisi filsafat yang tinggi,
alasan lain adalah kata hermeneutika itu sendiri identik dengan kata ermeneutike yang pernah
disinggung Plato dan Aristoteles dalam bukunya.
Untuk menemukan pemikiran hermaneutika tokoh klasik Yunani, Jean Grondin
merumuskan tiga perspektif yaitu, alegoris, religious dan logis. 4 Adapun tokoh-tokoh Yunani
Klasik yang bisa dikaitkan dengan hermeneutika diantaranya adalah:
2. Para Filosof
a. Sokrates (469-399)
Sokrates sering disebut filosof pertama yang terlahir di Athena. Ia berasal dari
keluarga sederhana, ayahnya seorang pemahat patung dan ibunya seorang bidan. Ia
juga warga Negara yang sering ikut pertempuran. Dari segi pendidikan ia juga
mendapatkan pendidikan yang baik bahkan dengan cepat memberikan pelajaran-
pelajaran di mana-mana di kota Athena. Pada tahun 399 Ia dihukum mati karena
dianggap mengenakan dewa-dewa baru pada kaum muda.
Dengan perspektif logis Sokrates sebenarnya telah melakukan tindak
hermeneutika. Hal ini bisa diketahui dari metode maieutiknya dalam berfilasafat.
4
Perspektif alegoris maksudnya, menelusuri asumsi tentang hermeneutika dengan tradisi
alegoris yunani, persektif teologis maksudnya menelusuri asumsi tentang hermeneutka dengan tradisi
interpretasi dan ramalan dalam agama Yunani kuno, dan perspektif logis maksudnya adalah mencari
hal ihwal yang bisa dianggap sebagai hermeneutika dalam teks-teks klasik.(Lihat: Jean Grodin,
Sejarah Hermeneutik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hal. 48).
Metode maieutik5 adalah metode dimana dalam mencari kebenaran, tidak berfikir
sndiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan Tanya jawab.
Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan kawannya
yang diajak bersama-sama mencari kebenaran. Kebenaran harus lahir dari jiwa teman
dialog itu. Ia tidak mengajarkan melainkan mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam
jiwa seseorang.6 Dengan demikian maksud Sokrates dengan metode ini adalah agar
lawan bicaranya mampu menginterpretasikan asumsi-asumsi yang masih mengendap
dalam jiwanya.
b. Plato (427 – 347 SM)
Plato lahir pada tahun 427 dari keluarga bangsawan Athena. Ia adalah murid
Sokrates yang setia. Setelah gurunya meninggal, ia masih meneruskan perjuangan
gurunya tersebut. Bahkan, dalam mengemukakan pandangannya ia sering
menggunakan nama gurunya.7 Asumsi pemikiran Plato Tentang hermeneutika sering
dikaitkan dengan kata ermeneutike. Kata tersebut terdapat dalam tiga karya plato yaitu
pada Definitione, Politicus, dan Epinomis. Dalam Definitione Plato menggunakan
ermeneutika sebagai adjektiva ketika mendefinisikan kata benda. Dari situ terihat
bahwa ermeneutike berarti “yang menunjukkan sesuatu” Sedangkan dalam
Epinomis dan Politicus menurut Leon Robin sebagaimana yang di kutip Jean
Grondin ermeneutike diartikan dengan “interpretasi sabda para dewa(orakel)”.
Dalam cara penyampaian pemikirannya Plato sebenarnya lebih memilih
menggunakan dialog daripada tulisan.8 Hal ini sering dinilai karena kesetiaannya pada
gurunya yang dulu sering menggunakan dialog dalam berfilsafat. Akan tetapi abih dari
itu, Jean Gordin menjeaskan bahwa ketika Plato membahas wacana tertulis
dalam Phaedrus, dia menegaskan bahwa wacana tertulis yang paling baik sekalipun
tetap saja berfungsi sebagai “re-memorasi”. Artinya kata tertulis hanya dapat
digunakan untuk membantu kita mengingat kesertamertaan dan kepenuhan makna
yang jadi milik wacana lisan yang pada gilirannya menggemakan kembali wacana tulis
5
Metode ini juga sering disebut dengan metode dialektik yang selanjutnya dikembangkan oleh
murid Sokrates, yaitu Plato.
6
Sejauh data yang kami dapat memang tujuan dari metode maietik Sokrates tersebut bukanlah
tertuju untuk interpretasi (menafsirkan) melainkan untk mengajari lawan bicaranya berpikiran
kritis.Teguh, Filsafat Umum, (Surabaya: elKAF, 2005), hal. 37-38
7
Teguh, Pengantar Filsafat Umum, Ibid.., h. 30
8
Dalam tulisanpun, plato menilai tulisan yang menggunakan bahasa dialog itu lebih baik.
dalam jiwa. Pemikiran hermeneutis dari Pato yang khas adalah bahwa tidak ada
jaminan tulisan akan bisa dipahami dengan tepat oleh pembaca.9
c. Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles lahir pada tahun 384 di Sageria, suatu kota di yunani Utara.
Bapaknya bernama Nicomachus, salah seorng dokter pribadi di Amytas II, raja
Macedonia. Aristoteles belajar di Akademia Plato di Athena lebih dari 20 tahun. Lima
tahun sesudah kematian Plato, pada tahun 342, ia dipanggil oleh Philippos, raja
Macedonia untuk mengajar anaknya, yaitu Alexander. Tidak lama setelah Alexander
menjadi raja, Aristoteles kembali ke Athena dan mendirika sekolah yang namanya
lykon. Sesudah kematian Alexander Agung, ia harus melarikan diri dari Athena,
karena dituduh menyebarkan paham Atheisme. Ia meninggal tahun 322 di Khakes.10
Sebagaimana Plato, Aristoteles juga menggunakan kata-kata yang di
indikasikan sebagai akar kata hermeneutika. Kata tersebut digunakan pada judul
karyanya yaitu Peri Hermenies. Kata tersebut oleh orang latin diartikan dengan De
elocutione (Tentang Gaya). Kemudian karena “gaya” adalah cara memaksudkan,
mengungkapkan dan menyampaikan sesuatu kepada orang lain, sehingga bahasa itu
sendiri merupakan “gaya”sebab bahasa adalah sarana mengungkapkan sesuatu
sekaligus sebagai sesuatu yang akan dipahami orang lain. Orang-orang yunani juga
menggunakan kata (ermenia) untuk mendeskripsikan dengan apa yang kita sebut
dengan penafsiran.11
Menurut Miftahudin Dalam Peri Hermeneias tersebut Aristoteles memandang
kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita dan kata-kata
yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan itu. Aristoteles
mengasumsikan bahwa tidak ada yang benar-benar hilang dalam rangkaian transmisi
dari jiwa (pengalaman mental) ke pengucapan dan dari pengucapan ke penulisan.
Tanda tertulis berfungsi sebagai “tanda (mark)” yang dengan persis mewakii suara dan
kesan-kesan jiwa.12 Inilah yang jelas membedakan pendapat Aristoteles dengan
pendapat plato di atas.
d. Tokoh Stoicisme (300 SM)
9
Jean Grondin, Sejarah Hermanautika.., Ibid.., h. 62-63
10
Teguh, Pengantar Filsafat Umum, Ibid.., h.42-43
11
Jean Grondin, Sejarah Hermanautika.., Ibid.., h.56
12
Jean Grondin, Sejarah Hermanautika.., Ibid.., h. 63
Stoisisme adalah semacam madzhab flsafat yang didirikan di Athena oleh Zeno
(340-264) dari Kition tahun 300 SM. Stoicisme (dalam kaitannya dengan
kehermeneutikaan) kemudian mengembangkan hermeneutika sebagai ilmu intepretasi
alegoris, yaitu metode memahami teks dengan cara mencari makna yang lebih dalam
dari sekedar pengertian literal. Sejalan dengan itu maka untuk intepretasi alegoris
terhadap mitologi, Stoic menerapkan doktrin inner logos dan outer logos (inner word
and outer word).
13
E. Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2009) h. 35-37
14
Kaelan, Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika,(Yogyakarta: Paradigma) 2009, h. 266
15
Ibid.
psikologi pengarang, akan semakin lengkap pula interpretasinya. Kompetensi linguistik dan
kemampuan mengetahui seseorang akan menentukan keberhasilanya dalam bidang seni
interpretasi. Schleiermacher menyatakan bahwa tugas hermeneutik adalah “memahami teks
sebaik atau lebih baik daripada pengarangnya sendiri dan memahami pengarang teks lebih
baik daripada memahami diri sendiri”.16
Ada beberapa taraf memahami, demikian juga dengan interpretasi. Taraf pertama ialah
interpretasi dan pemahaman mekanis: pemahaman dan interpretasi dalam kehidupan kita
sehari-hari, di jalan-jalan, bahkan di pasar, atau di mana saja orang berkumpul bersama untuk
berbincang-bincang tentang topik umum. Taraf kedua ialah taraf ilmiah dilakukan di
universitas-universitas, dimana diharapkanadanya taraf pemahaman dan interpretasi yang
lebih tinggi. Taraf keduanya ini dasarnya adalah kekayaan pengalaman dan observasi. Taraf
ketiga ilalah taraf seni; disini tidak ada aturan yang mengikat atau membatasi imajinasi. Bila
kita mengerti, kita tidak menyadari pada taraf mana pengertian atau pemahan kita. Jika kita
membuat interpretasi terhadap ayat-ayat kitab suci, suatu dokumen historis, kita sangat sering
mencacaukan penggunaan ketiga taraf interpretasi tersebut diatas.17
16
E. Sumaryono, Hermeneutika…, h. 41.
17
Ibid., h.43
misalnya dapat ditangkap lewat keseluruhannya. Kemudian sebaliknya keseluruhannya dapat
ditangkap lewat bagian-bagiannya. Setiap bagian suatu karya sastra dapat mempunyai arti
yang tidak terbatas. Setiap kata selain istilah-istilah teknik tertentu, senantiasa lebih dari satu.
Ekuivokasi kata atau arti bermacam ragam yang ditimbulkan kata dapat memberi berbagai
macam kemungkinan.
Berdasarkan prinsip-prinsip hermeneutika menurut Dilthey bahwasanya bahasa
memiliki peranan sentral, karena proses dan dimensi hidup manusia tercover oleh bahasa.
Kompleksitas kehidupan manusia dapat dipahami dan diintrepretasi melalui kacamata bahasa,
yang diungkapkan oleh Dilthey bahwa keseluruhan dapat dipahami melalui bagian-
bagiannya, sedangkan bagian-bagiannya dapat dipahami melalui keseluruhannya.18
18
Ibid, h. 270-272.
tradisional tentang makna. Habermas membicarakan tentang ‘pemahaman monologis tentang
makna’, yaitu pemahaman yang tidak melibatkan hubungan-hubungan faktual tetapi
mencakup bahasa-bahasa ‘murni’, seperti misalnya bahasa simbol. Pemahaman hermeneutik
melibatkan tiga kelas ekspresi kehidupan yaitu lingusitik, tindakan dan pengalaman. Dalam
hermeneutik, penafsir mengalami dilema antara tetap objektif dan bersifat subjektif atau
antara tetap subjektif dan harus menjadi objektif. Dilema ini merupakan pertanyaan ‘eksklusif
linguistik atau analisis empiris’. Menurut Habermas, objektivasi pemahaman hanya mungkin
bila interpreter menjadi partner dalam dialog komunikatif. Ini berarti interpreter harus
mengadakan interaksi, sebagaimana terjadi dialog atau dialektika antara yang umum dan
yang individual. Bahasa dan pengalaman, dalam logika Habermas, harus masuk ke dalam
dialektik dengan tindakan.
Minat diterjemahkan oleh Habermas sebagai orientasi dasar yang berakar dalam
kondisi fundamental khusus dari reproduksi yang mungkin dan kelangsungan hidup spesies
manusia yaitu ‘kerja’ atau karya dan ‘interaksi’. Alasan Habermas memasukan minat dalam
hermeneutik adalah karena menurutnya pengetahuan dan minat pada dasarnya satu. Ia
menyebut pengetahuan tentang manusia dengan istilah ersatz. Berdasarkan perbandingan dan
kritiknya terhadap Karl Marx dan Dilthey, Habermas mengatakan bahwa ‘membuka rahasia
interpretasi terhadap diri sendiri adalah tugas hermeneutik’. Habermas lebih lanjut
mengatakan bahwa minat mendahului refleksi diri sesaat sesudah minat menyadari dirinya
sendiri dalam daya atau kekuatan emansipasinya (pembebasan). Habermas mencemooh
model hermeneutik dari ilmu-ilmu kemanusian karena dianggapnya tidak dapat bekerja untuk
interpretasi psikoanalitik. Hermeneutik memperoleh fungsinya dalam proses genesus
kesadaran diri. Habermas sebenarnya ingin berada di antara dua kutub metodologis yaitu di
antara hermeneutik yang subjektif dan hukum-hukum sains yang objektif, untuk selanjutnya
ia ingin menggabungkan kedua hal tersebut dan menerapkannya pada sains.
19
Ibid, h.307
kita tidak memproyeksikan diri kedalam teks, melainkan membuka diri terhadapnya,
(Sumaryono, 1933; 102) dengan demikian berarti kita mengizinkan teks untuk memberikan
kepercayaan kepada diri kita untuk menginterpretasinya dengan cara yang obyektif.20
Pada dasarnya apabila kita sedang melakukan suatu interpretasi pada sesuatu,
tentunya disitu harus didukung oleh adanya syarat yang harus dipenuhi. Ada dua syarat yang
harus terpenuhi sebelum orang tersebut melakukan suatu interpretasi. Syarat tersebut ialah
syarat secara fisik dan syarat secara non fisik. Syarat fisik yang harus kita penuhi adalah
adanya landasan indera yang baik. Pada dasarnya apabila kita melakukan suatu interpretasi
disitu membutuhkan alat indera; mata, hidung, telinga, pikiran/otak, dan alat-alat indera yang
lain. Syarat yang kedua ialah kita harus terlebih dahulu memunyai pengertian dan
pemahaman akan sesuatu yang ingin kita beri interpretasi, ialah kita harus terlebih dahulu
memunyai pengertian dan pemahaman akan sesuatu yang ingin kita beri interpretasi.
Sebenarnya sebelum seseorang melakukan suatu interpretasi terhadap sesuatu, sebelumnya
orang tersebut harus benar-benar mengerti dan memahami dengan sesuatu yang ingin di
interpretasi tersebut. Apabila kita belum mengerti sekaligus memahami maka yang terjadi
adalah interpretasi tidak akan jalan. Mengerti, memahami, dan interpretasi merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Ketepatan pemahaman dan penjabaran yaitu ketepatan dalam kita memahami dan
menjabarkan sesuatu, apabila kita dapat memahami dan menjabarkan suatu hal dan
pemahaman juga penjabaran kita dapat diterima oleh orang lain, pemahaman dan penjabaran
kita logis, dan bermanfaat bagi orang lain maka kita sudah dianggap sebagai orang yang
mampu memahami dan menjabarkan dengan baik dan benar. Setelah kedua hal tersebut dapat
kita penuhi maka kita dapat pula menerapkan ilmuhermeneutik dalam segala aspek
kehidupan ini, untuk dapat melakukan hermeneutika kita terlebih dahulu harus mengerti dan
memahami objek yang akan kita beri interpretasi, sebelum timbul suatu pengertian terlebih
dahulu kita harus melakukan pengamatan, penafsiran, dan juga evaluasi. Untuk bisa
mengamati, melakukan penafsiran, dan evaluasi yang sesuai dengan yang diharapkan terlebih
dahulu kita harus memunyai suatu pengetahuan yang benar (correct). Dengan kata lain untuk
20
Kaelan, Filsafat…, h.307-310
dapat melakukan suatu interpretasi yang benar kita harus memunyai pengetahuan yang benar
pula.21
Dari satu sisi hermeneutika mempunyai hubungan dengan teks, sedangkan di sisi lain
keberadaan teks tergantung pada bahasa. Maka, kedua ilmu ini memiliki hubungan yang kuat.
Masalah ini juga dalam hermeneutika klasik dan juga dalam hermeneutika modern, lebih
khusus pada hermeneutic Gadamer sampai Gadamer memandang bahwa bahasa tidak hanya
sebagai wasilah pindahnya pemahaman tetapi juga pemberi keberadaan pemahaman, dengan
kata lain dia memandang esensi pemahaman adalah bahasa.
Oleh sebab itu, ilmu hermeneutika dan ilmu bahasa mempunyai hubungan kuat, tetapi
tetap keduanya merupakan ilmu yang berbeda sebab masing-masing mempunyai subyek,
metode, dan tujuan khusus. Pada hakikatnya ilmu hermeneutika mengambil pendapat dari
ilmu bahasa, dengan kata lain ilmu bahasa terutama bagian yang membahas penggunaan dan
struktur bahasa mempunyai hubungan dengan ilmu hermeneutika.
Fungsi Hermeneutika
1. Membantu mendiskusikan bahasa yang digunakan teks
2. Membantu mempermudah menjelaskan teks, termasuk teks kitab suci.
3. Memberi arahan untuk masalah yang terkait dengan hukum.
Sebagaimana fungsi dari hermeneutika yaitu untuk mempermudah pemahaman teks kitab
suci maka begitu pula ketika kita akan memhahami ayat-ayat dalam Al-Qur’an
Dua langkah mengoperasionalkan metode hermeneutika :
1. Berpegang teguh pada prinsip umum kandungan Al-Qur’an
2. Mempertimbangkan latar belakang masalah turunnya Al-Qur’an.
21
Sumaryono, E. 2009. Hermeneutika; sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kedua hal ini merupakan batasan dan arahan dalam menggunakan metode hemeneutika
dalam memahami ayat Al-Qur’an agar tidak terjadi penyelewengan dan pembiasan makna
yang pada akhirnya akan menyesatkan manusia.
. Manfaat Hermeneutika
Sebagai teknik untuk memperoleh pemahaman yang benar, hermeneutika berguna dan
berfungsi untuk :
1. Membantu mendiskusikan bahasa yang digunakan teks.
Bahasa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas hermeneutika. Lingkup
bahasa yang membantu hermeneutika dapat mencakup masalah bahasa, makana kata,
masalah semantik, semiotik, pragmatik, masalah expression danindikation serta masalah
logika yang terkandung dalam teks.
2. Membantu mempermudah menjelaskan teks, termasuk teks kitab suci.
Membantu mengandaikan hubungan teks dengan waktu, hubungan teks dengan situasi
atau lingkungan di mana teks disusun. Masalah lain adalah masalah teks dengan teks yang
lain yang sudah ada dan sudah didiskusikan tema tertemtu. Masalah ini memunculkan
persoalan mengenai ciri khas yang membedakan seorang pengarang dengan pengarang yang
lain yang membahas tema yang sama.
3. Memberi arahan untuk masalah yang terkait dengan hukum.
Poin ini menjelaskan bahwa penafsiran terhadap teks hukum dapat dilakukan secara
hermeneutika bagi mereka yang memiliki dasar dan penguasaan terhadap masalah hukum.
Sedangkan analisis hukum atau teks hukum tetap diambil dari kaidah-kaidah hukum yang
berlaku dalam tradisi hukum Islam.22
Edi Mulyono, dkk., editor Nafisul Atho’ dan Arif Fahrudin, 2013, Belajar
22
Edi Mulyono, dkk., editor Nafisul Atho’ dan Arif Fahrudin. 2013. Belajar Hermeneutika.
Yogyakarta: IRCiSoD.