Вы находитесь на странице: 1из 95

SIFAT DASAR KAYU SENTANG (Melia excelsa Jack) DAN

PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU


ORIENTED STRAND BOARD

APRI HERI ISWANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRACT

APRI HERI ISWANTO. Basic Properties of Sentang Wood (Melia excelsa


Jack) and Its Utilization as Oriented Strand Board Materials. Supervised by
FAUZI FEBRIANTO and IMAM WAHYUDI

Objectives of this research were to study the suitability of sentang wood as


OSB material based on its basic properties, and to evaluate pretreatments effect
of strands to the quality of OSB. The methods used were maseration and
microtom techniques for wood structure, small clear specimen test based on BS-
373 standard for physical and mechanical of wood properties, TAPPI standard for
chemical component, grave yard test for natural durability, JIS A5908 (2003)
standard for board quality and modified wood block test for evaluating the
resistance of OSB againts to termite attack. Prior to be manufactured for OSB,
the strands were immersed in cold and hot water, immersed in preservative
solution and autoclaved.
The result show that (1) Sentang wood is suitable for OSB manufacturing
since its fibre cell wall is thin to moderate. Moreover, it has a rather more of pore.
These two factors made either the adhesive process or the pressuring process
become better. (2) Pretreatment of strands resulted in the improvement on
physical, mechanical, and durability of OSB.

Key words: Sentang wood, basic properties, OSB, pretreatments strand


ABSTRAK

APRI HERI ISWANTO. Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board. Dibimbing
oleh Prof. Dr. Ir. Fauzi febrianto, MS dan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sifat dasar kayu sentang (M.
excelsa Jack) untuk menilai kesesuaiannya sebagai bahan baku OSB serta
mengevaluasi pengaruh perlakuan awal strand terhadap sifat fisis, mekanis dan
keawetan OSB yang dihasilkan. Penelitian anatomi kayu menggunakan teknik
maserasi dan mikrotom, sifat fisis dan mekanis kayu dengan teknik pengujian
contoh kecil bebas cacat, sifat kimia merujuk pada TAPPI T 257 om-85 dan
keawetan alami kayu melalui uji kubur. Sifat fisis mekanis papan merujuk pada
standar JIS A5908 (2003) dan uji keawetan papan merujuk pada teknik modified
wood block test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kayu sentang cocok
digunakan sebagai bahan baku OSB mengingat tebal dinding seratnya tergolong
tipis hingga sedang dengan jumlah pori agak banyak yang memungkinkan proses
perekatan dan pengempaan dapat berjalan dengan baik. (2) Perlakuan awal strand
berupa perebusan dan perendaman dalam bahan pengawet menghasilkan papan
dengan kualitas terbaik bila dibandingkan papan dengan perlakuan yang lain dan
kontrol.

Kata kunci: Kayu sentang , sifat dasar, OSB, perlakuan awal strand  

 
RINGKASAN

APRI HERI ISWANTO. Sifat Dasar Kayu sentang (Melia excelsa Jack) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board. Dibimbing oleh
FAUZI FEBRIANTO dan IMAM WAHYUDI

Kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dan bahan baku


meubel semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, namun
di sisi lain produksi kayu dari hutan alam cenderung menurun tiap tahunnya.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan jenis kayu cepat
tumbuh. Melalui teknologi pengolahan kayu yang tepat diharapkan kelemahan
yang ada pada kayu cepat tumbuh tersebut dapat diatasi.
Salah satu jenis kayu cepat tumbuh yang berpotensi untuk dikembangkan
adalah Melia excelsa. Menurut Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono
(1990), pada kadar air 15% kayu ini memiliki berat jenis (BJ) sekitar 0,49-0,7
(0,6). Selain dimanfaatkan sebagai kayu solid, bila ditinjau dari BJ-nya maka
kayu sentang cocok dipakai sebagai bahan baku papan komposit. Salah satu
produk komposit yang dapat berfungsi sebagai papan struktural adalah oriented
strand board (OSB).
Untuk menghasilkan OSB yang memenuhi standar sebagai bahan
konstruksi, harus diketahui sifat dasar (sifat anatomi, fisis, mekanis dan kimia)
dari kayu tersebut, sehingga dapat ditentukan perlakuan awal terhadap strand
yang akan dipergunakan. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mempelajari sifat dasar kayu sentang (M. excelsa Jack) dalam rangka menilai
kesesuaiannya sebagai bahan baku OSB serta mengevaluasi pengaruh perlakuan
awal strand terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan OSB.
Struktur anatomi kayu diteliti menggunakan teknik maserasi dan mikrotom,
sedangkan sifat fisis dan mekanisnya melalui pengujian contoh kecil bebas cacat.
Sifat kimia merujuk pada TAPPI T 257 om-85 sementara keawetan alami kayu
diteliti melalui uji kubur. Sifat fisis mekanis papan merujuk pada standar JIS
A5908 (2003) sedangkan uji keawetan papan merujuk pada teknik modified wood
block test. 
Hasil penelitian sifat dasar kayu M. excelsa menunjukkan bahwa
berdasarkan ukuran dinding seratnya, kayu sentang cocok digunakan sebagai
bahan baku pembuatan OSB karena dapat dipastikan bahwa strand kayu sentang
tidak akan mengalami kesulitan saat dikempa sehingga dapat dihasilkan papan
dengan kerapatan yang dikehendaki. Berdasarkan ukuran diameter pori dan
jumlah porinya, maka perlakuan pendahuluan yang sederhana terhadap strand
seperti perendaman dan sedikit pemanasan sudah dapat memperbaiki tingkat
penetrasi perekat ke dalam kayu.
Kondisi di atas diperkuat dengan nilai BJ kayu sentang yang tergolong
sedang, yakni berkisar antara 0,42-0,52. Terkait dengan nilai rasio kompresi yang
dipersyaratkan minimal sebesar 1,3 maka kayu sentang sangat cocok dipakai
sebagai bahan baku OSB untuk menghasilkan papan berkerapatan rendah dengan
kekuatan yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian sifat kimianya diketahui bahwa kadar ekstraktif
kayu sentang tergolong sedang. Dengan kadar ektraktif yang demikian ditambah
lagi tingkat keterawetannya yang tegolong rendah, maka perlu dilakukan
perlakuan pendahuluan terhadap strand dalam rangka meningkatkan kualitas
papan yang dihasilkan.
Hasil total skoring yang ditinjau dari nilai rata-rata dan pencapaian standar
diketahui bahwa perlakuan awal strand yang berupa perebusan dan perendaman
dalam bahan pengawet merupakan skor tertinggi sehingga direkomendasikan
sebagai papan dengan kualitas terbaik. Namun, ditinjau dari segi efisiensi teknis
dan ekonomis, maka papan tanpa perlakuan (kontrol) merupakan papan yang
layak dipertimbangkan karena secara keseluruhan, papan kontrol yang dihasilkan
telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) sebagai papan komposit struktural.
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini adalah sifat dasar dan
panel-panel kayu, dengan judul Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack)
dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor
Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara atas kesempatan yang telah diberikan untuk melanjutkan studi ke Program
Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi atas program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) T.A 2006-2008.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Keberhasilan ini juga tidak terlepas dari do’a dan dukungan kedua orang
tua, istri dan keluarga, terima kasih untuk semuanya.
Semoga dengan adanya karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Bogor, Juli 2008


Apri Heri Iswanto
 
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Dasar Kayu Sentang
(Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand
Board adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Apri Heri Iswanto


© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Judul Tesis : Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board
Nama : Apri Heri Iswanto
NIM : E051060101

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS Pror. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS
Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus: Tanggal Ujian: 09/Juni/2008


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. I Nyoman Jayawistara
LAMPIRAN
SIFAT DASAR KAYU SENTANG (Melia excelsa Jack) DAN
PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU
ORIENTED STRAND BOARD

APRI HERI ISWANTO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 21 april 1980


sebagai anak pertama dari pasangan ayah Subardi, S.Pd dan ibu Kusnanti, S.Pd.
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, IPB, lulus pada bulan Februari 2003. Kesempatan untuk melanjutkan
ke program master pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah
Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun ajaran 2006/2007. Beasiswa pendidikan
pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Beberapa mata kuliah yang pernah diasuh
antara lain Mekanika Kayu, Kayu Sebagai Bahan Bangunan dan Perlindungan
Bangunan.

Bogor, Juli 2008


Apri Heri Iswanto
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................... 3
C. Manfaat................................................................................................. 3
D. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5
A. Melia excelsa ........................................................................................ 5
B. Sifat Dasar Kayu Sentang..................................................................... 7
C. Oriented Strand Board (OSB) .............................................................. 8
D. Perlakuan Pendahuluan ........................................................................ 15
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 17
A.Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 17
B. Bahan dan Alat ..................................................................................... 17
C. Metode .................................................................................................. 18
D. Analisis Data ........................................................................................ 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 33
A. Sifar Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang ................................. 33
A.1.Anatomi kayu ................................................................................ 33
A.2.Sifat fisis kayu ............................................................................... 36
A.3.Sifat mekanis kayu ........................................................................ 42
A.4.Sifat kimia kayu............................................................................. 46
A.5.Keawetan alami kayu .................................................................... 49
B. Geometri dan Klasifikasi Penggulungan Strand .................................. 50
B.1.Geometri strand ............................................................................. 50
B.2.Klasifikasi penggulungan strand ................................................... 51
C. Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan Oriented Strand Board (OSB) ..... 52
C.1.Sifat fisis OSB ............................................................................... 52
C.2.Sifat mekanis OSB......................................................................... 58
C.3.Keawetan OSB .............................................................................. 64
D. Skoring OSB Hasil Penelitian .............................................................. 67
KESIMPULAN ................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70
LAMPIRAN ..................................................................................................... 74

ii

 
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Dimensi strand (hasil pengukuran 100 strand) 12
2 Skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah 23
3 Penilaian visual grave yard test 24
4 Klasifikasi penggulungan strand 25
5 Komposisi kebutuhan bahan untuk satu papan berdasarkan
perlakuan perendaman 26
6 Klasifikasi antifeedant 30
7 Klasifikasi tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap 30
8 Rata-rata ukuran dimensi serat 33
9 Ukuran diameter dan jumlah pori 34
10 Ukuran dimensi dan frekuensi jari-jari 35
11 Panjang, lebar, tebal, slenderness ratio dan aspect ratio strand 50
12 Klasifikasi penggulungan strand 51
13 Rekapitulasi skoring OSB hasil penelitian 67

iii

 
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Diagram kerangka pemikiran 4
2 Arah orientasi strand (structural board association 2004) 10
3 Tipe strand (Nishimura et al. 2004) 12
4 Cara pengukuran panjang dan lebar strand (Nishimura et al. 12
2004)
5 Penguburan contoh uji 23
6 Denah uji kubur (grave yard test) 24
7 a) Pori gabung radial; b) pori gabung tangensial (perbesaran 35
200x)
8 a) Sel baring; b) sel tegak pada bidang radial (perbesaran 35
200x)
9 a) Tipe jari-jari multiseriet 2-4 seri pada bidang tangensial 36
(perbesaran 200x)
10 Histogram berat jenis kayu sentang 36
11 Histogram kadar air kayu sentang 38
12 Histogram penyusutan longitudinal, radial, tangensial dan 39
nilai T/R kayu sentang
13 Histogram penyusutan volume kayu sentang 41
14 Histogram MOR kayu sentang 42
15 Histogram MOE kayu sentang 43
16 Histogram keteguhan tekan sejajar serat kayu sentang 44
17 Histogram keteguhan tarik sejajar serat kayu sentang 45
18 Histogram kekerasan kayu sentang 45
19 Histogram kelarutan zat ekstraktif kayu sentang 46
20 Histogram kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan 48
lignin kayu sentang
21 Histogram kadar abu kayu sentang 49
22 Histogram kehilangan berat akibat serangan rayap tanah pada 49
kayu sentang
23 Strand (a) datar (b) curl, quarter round (c) curl, half round 52
24 Histogram kerapatan papan 52

iv

 
25 Histogram kadar air papan 53
26 Histogram daya serap air papan 55
27 Sudut kontak strand dengan perlakuan perendaman dalam 57
bahan pengawet
28 Histogram pengembangan tebal papan 57
29 Histogram pengembangan linier papan 58
30 Histogram MOR Papan 58
31 Delaminasi pada contoh uji MOR dan MOE 60
32 Histogram MOE Papan 60
33 Histogram keteguhan rekat internal papan 62
34 Histogram kuat pegang sekrup papan 63
35 Histogram kehilangan berat papan 64
36 Histogram kehilangan antifeedant 65
37 Histogram mortalitas rayap 66

 
DAFTAR LAMPIRAN

 
Halaman
1 Pembagian posisi batang untuk pengujian sifat dasar kayu 74
2 Teknik pembuatan strand dengan menggunakan disk flaker 75
3 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia 76
4 Kerusakan contoh uji setelah dilakukan uji kubur selama 100 76
hari (3 bulan)
5 Persentase rata-rata pencapaian target kerapatan 76
 

vi

 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dan bahan baku


meubel semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Di sisi lain produksi kayu dari hutan alam cenderung menurun, sehingga
banyak industri perkayuan yang selama ini mengandalkan kayu dari hutan alam
sebagai bahan baku mengalami gulung tikar (Forest Watch Indonesia 2001).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mengeluarkan
kebijakan pembangunan dan pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Pada HTI, jenis kayu yang ditanam merupakan jenis kayu yang cepat tumbuh
(fast growing species), yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan
baku kayu bagi industri perkayuan di tanah air.
Permasalahan yang timbul pada kayu cepat tumbuh adalah kualitas kayu
yang lebih inferior dibandingkan dengan kayu dari hutan alam. Kayu cepat
tumbuh memiliki beberapa kelemahan seperti berat jenis yang lebih rendah
sehingga berpengaruh terhadap kekuatan kayu, banyak mengandung mata kayu
seperti pada Acacia mangium, tingkat keawetan alami kayunya rendah, dan
lain-lain.
Melalui perkembangan ilmu dan teknologi pengolahan kayu, beberapa
permasalahan tersebut dapat diatasi. Rendahnya berat jenis kayu dapat diatasi
dengan teknik densifikasi (staypack/ pemadatan) kayu, keberadaan cacat kayu
dengan teknik pembuatan balok laminasi/ gluelam (seperti pembuatan papan
sambung), sementara rendahnya tingkat keawetan diatasi dengan memasukkan
bahan pengawet ke dalam kayu melalui proses pengawetan. Keberadaan dari
teknologi papan komposit seperti papan partikel, papan serat, papan semen,
oriented strand board/ OSB, dan lain sebagainya juga turut berperan dalam
mengatasi permasalahan yang ada, karena papan komposit dapat dihasilkan
dari semua bahan yang berlignoselulosa baik kayu maupun limbah pengolahan
kayu.
Salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang keberadaannya belum
banyak diketahui dan diteliti khususnya di Indonesia adalah Melia excelsa Jack
atau Azadirachta excelsa Jack (sentang). Menurut Florido dan Mesa (2001),
A. excelsa Jack merupakan jenis tanaman cepat tumbuh dan multi fungsi. Jenis
ini dapat dipanen pada umur 6 -7 tahun dengan rata-rata diameter setinggi dada
24 – 30 cm sehingga tanaman ini sangat potensial sebagai alternatif pengganti
kayu dari hutan alam. Sayangnya kayu ini memiliki kelemahan dalam hal
tingkat keawetannya yang rendah sehingga mudah diserang oleh kumbang
penggerek, rayap dan jamur (Ujang et al. 2005).
Menurut Oey Djoen Seng (1961) dalam Soewarsono (1990), kayu
sentang memiliki berat jenis (BJ) sekitar 0,49 - 0,7 (0,6). Bila ditinjau dari
nilai BJ-nya, maka kayu ini dapat digunakan sebagai bahan baku papan
komposit. Salah satu produk komposit yang dapat berfungsi sebagai papan
struktural adalah OSB karena banyak dipakai sebagai komponen konstruksi.
OSB merupakan panel yang terbuat dari strand kayu, direkat dengan perekat
tipe eksterior dan dikempa panas (Structural Board Association 2005).
Menurut APA (2000), orientasi arah strand menyerupai orientasi vinir pada
kayu lapis dimana strand antar lapisan disusun saling bersilangan tegak lurus.
Hal ini bertujuan untuk memperoleh kekuatan dan kekakuan panel yang
dihasilkan.
Keberadaan OSB pada awalnya merujuk pada waferboard yang telah ada
sejak tahun 1962, baru kemudian pada tahun 1981 secara komersial muncul
OSB dan sekarang ini keberadaannya telah menggantikan waferboard. Di
Indonesia, industri OSB masih belum berkembang tidak seperti di luar negeri.
Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di Amerika
dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi 27 milyar feet2 (Structural Board
Association 2005).
Dalam rangka pemanfaatan potensi kayu sentang sebagai bahan baku
OSB, terlebih dahulu harus diketahui sifat dasar (sifat anatomi, fisis, mekanis
dan kimia) dari kayu tersebut, sehingga nantinya dapat ditentukan perlakuan
awal terhadap strand agar dapat dihasilkan OSB yang memenuhi standar untuk
bahan konstruksi dan meubel. Atas dasar pemikiran tersebut dilakukan

2
penelitian mengenai “Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board”.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain:


1. Mempelajari sifat dasar kayu sentang (M. excelsa Jack) untuk menilai
kesesuaiannya sebagai bahan baku OSB.
2. Mengevaluasi pengaruh perlakuan awal strand kayu sentang terhadap sifat
fisis, mekanis dan keawetan OSB yang dihasilkan.

C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengolahan
kayu M. excelsa Jack sebagai bahan substitusi untuk konstruksi dan meubel.
Melalui teknologi pengolahan kayu diharapkan dapat mengurangi kelemahan
yang ada pada kayu M. excelsa Jack yang tergolong sebagai jenis cepat
tumbuh.

Teknologi papan komposit salah satunya OSB diharapkan dapat


menciptakan suatu produk yang dapat dipergunakan sebagai panel struktural
dalam rangka substitusi produk kayu lapis. Dimana produk OSB ini nantinya
dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi (penyekat dinding, langit-langit,
lantai, dan lain-lain) dan bahan baku meubel (meja, kursi, lemari, dan lain-
lain).

D. Kerangka Pemikiran Penelitian


Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

3
Hutan tanaman industri Excess demand Penurunan suplai
(fast growing species) kayu kayu dari
konstruksi dan
hutan alam
meubel

Kelemahan:
Berat jenis, kekuatan Modifikasi kayu dan komposit kayu
dan keawetannya
rendah

Balok laminasi
Papan semen dan gypsum
Papan partikel
Papan serat
Oriented strand board (OSB)

Masalah:
Daya serap air dan pengembangan
tebalnya tinggi

Perlakuan awal terhadap strand


rendaman dalam air dingin, air panas,
bahan pengawet dan autoklaf

Sifat fisis, mekanis dan


keawetan papan

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian.

4
TINJAUAN PUSTAKA

A. Melia excelsa
A.1. Taksonomi
Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman Melia excelsa
sebagai berikut:
Dunia : Plantae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rutales
Suku : Meliaceae
Marga : Melia
Jenis : Melia excelsa
Nama lain : Azadirachta integrifolia Merr., Azedarach excelsa (Jack)
Kuntze, M. excelsa Jack, Trichilia excelsa (Jack) Spreng.
Nama umum : sentang (nama dagang), kayu bawang (Indonesia).

Tanaman ini berkerabat dekat dengan Azadirachta indica A. Juss yang


menyebar lebih ke barat dan lebih kering. Bastar (hibrid) diyakini terjadi
dimana dua jenis ini bertemu. Genus ini berkerabat dekat dengan Melia.

A.2. Morfologi
Joker (2000) mengemukakan bahwa M. excelsa merupakan tanaman
meranggas, tinggi mencapai 50 m, diameter sampai 125 cm, tanpa banir. Daun
majemuk dengan anak daun berpasangan, panjang 60-90 cm, dengan 7-11
pasang anak daun. Anak daun asimetris, lanset sampai elips, panjang mencapai
12,5 cm, lebar 3,5 cm, tepi daun tidak bergerigi seperti neem. Bunga kecil,
putih kehijauan, panjang malai sampai 70 cm.

A.3. Penyebaran
Joker (2000) mengemukakan bahwa tanaman ini tumbuh di hutan
sekunder tua atau hutan yang telah ditebang lama, dan juga di hutan
Dipterokarpa primer. Merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Kepulauan Aru dan Papua New Guinea.
Ditemukan sampai ketinggian 350 m dpl. Tumbuh paling baik didaerah
bercurah hujan tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22-27 °C, dan
musim kering tidak lebih 2-3 bulan. Tidak tahan dingin atau es.
Membutuhkan tanah subur, menyukai tanah geluh berpasir, drainase dan aerasi
baik. Pertumbuhan di areal datar lebih baik daripada daerah miring atau
pegunungan. Tidak ada pemuliaan atau uji provenan untuk A. excelsa. Bahan
pertanaman yang digunakan sekarang kebanyakan dari pohon tidak terseleksi.

A.4. Kegunaan
Joker (2000) mengemukakan bahwa manfaat dari kayu sentang adalah
untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya
dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas
peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya mengandung
azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestry, tanaman A.
excelsa muda ditanam secara tumpangsari dengan padi, kacang tanah, buncis,
kedelai dan sayuran.
Florido dan Mesa (2001) mengelompokkan kegunaan tanaman M.
excelsa sebagai berikut:
Kayu : Konstruksi, langit-langit, jendela, pintu, meubel dan ukir-ukiran
Biji : Ekstraksi minyak neem, sabun, produk obat-obatan, kosmetik dan
dipakai pada industri pasta gigi.
Daun : Insektisida/anti serangga, ekstrak daunnya dapat dipakai sebagai
kontrasepsi laki-laki
Bunga : Dapat dimakan, sebagai obat bagi penyakit yang berkaitan dengan
perut dan hidung
Kayu gubal : Obat untuk penyakit kantong empedu
Kayu teras : Pencegah gangguan penyakit pencernaan
Tanaman : Tanaman agroforestri, pemecah angin, tanaman pinggir jalan,
tanaman pagar dan kayu bakar.

6
B. Sifat Dasar Kayu sentang
B.1. Anatomi
Kayu sentang memiliki tekstur cukup kasar, serat berpadu (interlock
grain), dan bau menyengat seperti pohon cedar pada saat kondisi basah dan
bau berangsur-angsur hilang pada kondisi kering. Menurut Ching (2003), kayu
sentang memiliki jumlah pori lebih banyak dan ukurannya lebih besar dari
kayu karet. Kandungan getah pada kayu sentang lebih banyak ditemukan pada
kayu teras dari pada bagian gubal. Kayu gubal memiliki noktah berbentuk
tangga (schalariform) dan vestured. Tilosis ditemukan pada kayu teras tetapi
tidak ditemukan pada kayu gubal. Menurut Selamat dan Hasim (2002), kayu
sentang memiliki jari-jari biseriat sampai multiseriat.

B.2. Sifat fisis


Menurut Trockenbrodt et al. (1999), kayu sentang memiliki kadar air
awal 49,2%, kerapatan kondisi basah 0,74 g/cm3, kerapatan kering oven 0,48
g/cm3, penyusutan dari kondisi basah ke kering udara sebesar 3,1%
(tangensial), 1,7% (radial) dan 0,2% (longitudinal), sementara penyusutan dari
kondisi basah ke kering oven mencapai 5,5% (tangensial), 3,7% (radial) dan
0,4% (longitudinal). Menurut Oey Djoen Seng (1961) dalam Soewarsono
(1990), pada kondisi kadar air 15% kayu sentang memiliki kerapatan 490-700
(600) kg/m3. Menurut Budiarso (2000), kualitas pengeringan kayu sentang
relatif cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan kategori cacat akibat
pengeringan meliputi pecah ujung, pecah dalam, pecah permukaan dan
collapse yang relatif sedikit.

B.3. Sifat mekanis


Menurut Trockenbrodt et al. (1999), kayu sentang memiliki modulus of
rupture (modulus patah) 75,7 N/mm2, modulus of elasticity (modulus lentur)
7060 N/mm2, keteguhan tekan sejajar serat 39,5 N/mm2, keteguhan geser 14
N/mm2 (tangensial) dan 11,7 N/mm2 (radial), serta kekerasan 3,74 kN
(tangensial) dan 3,24 kN (radial).

7
B.4. Sifat kimia
Menurut Pari et al. (2006) kayu ki bawang (Melia excelsa) memiliki
kandungan holoselulosa sebesar 69,88%, lignin 27,31%, pentosan 16,44%;
kelarutan ekstraktif 6,94% (air dingin), 4,23% (air panas), 2,6% (alkohol
benzena), 15,18% (NaOH 1%), kadar abu 0,47%, dan kadar silika 0,14%.
Berdasarkan hasil penelitian Tamizi (2003), kadar abu dari kayu sentang tidak
dipengaruhi oleh perbedaan umur pohon. Nilai kadar abu berkisar antara 1,87-
2,33%. Ditemukan tiga unsur anorganik utama yaitu potasium, kalsium dan
magnesium. Selain itu juga terdapat unsur lain seperti natrium, tembaga, seng,
mangan, besi dan nikel.

B.5. Keawetan alami kayu


Hasil pengujian keawetan menunjukkan bahwa kayu sentang baik teras
maupun gubal tidak tahan terhadap serangan jamur pelapuk. Ketahanan kayu
teras lebih besar dibandingkan kayu gubalnya. Tingkat keparahan serangan
jamur soft rot lebih besar dari brown rot dan white rot. Kayu sentang yang
telah diawetkan dengan bahan pengawet Chrom Cupprum Arsenic (CCA)
termasuk kedalam kelas IV (Ching 2003). Keawetan alami kayu teras
termasuk sedang dan mudah terserang oleh rayap; kayu gubal sangat mudah
diserang lyctus.

C. Oriented Strand Board (OSB)


C.1. Sejarah perkembangan
Menurut Structural Board Association (2004), OSB dan pendahulunya
(waferboard) telah dikembangkan sejak tahun 1960-an. Pada awalnya OSB
dan waferboard diaplikasikan sebagai pelapis struktural pada bagian
permukaan luar rangka sebelum ditempel dinding, atap ataupun lantai
(sheating) pada bangunan rumah. Selanjutnya diaplikasikan sebagai elemen
bangunan yang memberikan kekuatan geser terhadap beban angin dan gempa
(shearwall).
Menurut Structural Board Association (2005), keberadaan OSB ini pada
awalnya merujuk pada waferboard yang telah ada sejak tahun 1962, baru
kemudian pada tahun 1981 secara komersial muncul OSB dan sekarang ini

8
keberadaannya telah menggantikan waferboard. Menurut Bowyer et al.
(2003), antara tahun 1985-1999 produksi OSB di USA meningkat hingga
300% dari 2,7 menjadi 10,3 juta m3 per tahun.
Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di
Amerika dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi 27 milyar feet2.
Kapasitas produksi OSB di Eropa pada akhir tahun 2000 mencapai
2.005.000 m3 per tahun dan tahun 2001 bertambah sebesar 1.085.000 m3 per
tahun (Bowyer et al. 2003; Nishimura et al. 2004). Di Kanada dan Amerika,
OSB sudah dikembangkan dan diaplikasikan pada konstruksi bangunan rumah
dan bangunan komersial industri. Menurut Nishimura et al. (2004), di China
sudah dikembangkan perumahan Western Style yang dibangun dengan bahan
baku kayu dan OSB.

C.2. Definisi
Menurut APA (1997), OSB adalah panil kayu struktural yang dibuat dari
strand kayu yang diikat dengan perekat menggunakan kempa panas. Orientasi
strand dibuat sebagai pusat lapisan komposit atau disusun bersilangan antar
lapisan panil.
Menurut Structural Board Association (2004), OSB adalah panel
struktural yang cocok untuk konstruksi. Lembaran panilnya terbuat dari
sayatan strand dari kayu berdiameter kecil atau kayu jenis cepat tumbuh dan
diikat dengan perekat tipe eksterior melalui proses pengempaan panas.
Kekuatan OSB berasal dari strand yang diorientasikan pada lembaran. Pada
bagian permukaan lapisan, strand diorientasikan pada arah memanjang panil.
Lapisan inti disusun secara acak atau bersilangan tegak lurus dengan lapisan
permukaan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.

9
Gambar 2 Arah orientasi strand (Structural Board Association 2004).

Gambar (A) Strand pada lapisan permukaan diorientasikan sedangkan


bagian inti disusun secara acak; (B) Strand pada lapisan permukaan dan lapisan
inti diorientasikan, dimana arah orientasi lapisan inti tegak lurus dengan
lapisan permukaan.
Menurut Forest Product Laboratory (1999); Rahim et al. (2006);
Pressnail & Stritesky (2005), OSB merupakan panel untuk penggunaan
struktural yang terbuat dari strand-strand kayu tipis yang diikat bersama
menggunakan perekat resin tahan air (waterproof) atau tipe eksterior dan
dikempa panas.
OSB adalah panel bukan vinir yang terbuat dari strand yang
diorientasikan, diikat dengan perekat penolik kemudian dikempa. Strand
disusun pada arah tegak lurus pada masing-masing lapis (biasanya 3 atau 5
lapis) yang selanjutnya akan saling berikatan silang seperti pada kayu lapis
(Rahman et al. 2006; Tsoumis (1991). OSB didesain sebagai struktural untuk
menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura et al. 2004).
Menurut Pressnail & Stritesky (2005), OSB berbentuk lembaran yang
umumnya berukuran 4 ft (1220 mm) x 8 ft (2440 mm) dan tebalnya antara 0,25
inch (6,5 mm) sampai 1,5 inch (38 mm) dan biasanya penggunaan utamanya
adalah sebagai konstruksi perumahan dan konstruksi ringan.

C.3. Penggunaan
Menurut Structural Board Association (2004) dan Forest Product
Laboratory (1999), OSB merupakan panil kayu untuk penggunaan struktural.
OSB dipergunakan untuk konstruksi rumah, pallet, display, furniture, I-joist
web. OSB digunakan untuk pelapis atap, dinding, lantai perumahan dan

10
konstruksi komersial. Menurut Structural Board Association (2005), OSB
dapat dipergunakan untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai,
panil penyekat dan I- Joist. OSB didesain sebagai panil struktural untuk
menggantikan kayu lapis yang diaplikasikan sebagai dinding, sub pelapis
lantai, balok web, dan pelapis lantai tunggal (Rahman et al. 2006).

C.4. Tahapan pembuatan OSB


Menurut Forest Product Laboratory (1999) tahapan pembuatan OSB
adalah sebagai berikut
1. Bahan baku
Menurut Caesar (1997) dalam Misran (2005), OSB dapat dibuat dengan
menggunakan kayu yang memiliki kerapatan 350-700 kg/m3. Bahan baku
yang akan dipergunakan sebagai strand harus bersih dari kulit karena kulit
kayu akan menghambat proses perekatan.
2. Pembuatan strand
Secara umum penggunaan strand berukuran kecil sebagai bahan baku dapat
memperbaiki keseragaman dan stabilitas. Pada kasus OSB, ukuran strand
yang besar akan berpengaruh pada sifat keseragaman dan stabilitas (Steiner
1995 dalam Nishimura et al. (2004). Ukuran strand dan orientasinya harus
dikontrol selama proses produksi.
Pengelompokan strand menurut Nishimura et al. (2004) sebagaimana
disajikan pada Gambar 2 adalah sebagai berikut:
a. Strand Tipe 1, bentuk panjang dan sangat lebar.
b. Strand Tipe 2, bentuk panjang namun tidak selebar tipe 1.
c. Strand Tipe 3, bentuk panjang dan sempit.
d. Strand Tipe 4, bentuknya pendek dan sempit.
e. Strand Tipe 5, bentuknya kecil-kecil.

11
Gambar 3 Tipe strand (Nishimura et al. 2004).

Berbagai tipe strand selanjutnya diambil sampel sejumlah 100 strand untuk
diukur aspect ratio, rasio kelangsingannya (slenderness ratio), lebar dan
tebal seperti yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Cara pengukuran panjang dan lebar strand


(Nishimura et al. 2004).

Keterangan: L (panjang), b1+b2 (lebar strand),

Berdasarkan hasil penelitian Nishimura et al. (2004) dilaporkan bahwa


dimensi strand dari hasil pengukuran 100 strand pada 5 tipe strand
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Dimensi strand (hasil pengukuran terhadap 100 strand)
Bentuk Panjang Lebar Tebal Aspect Slenderness
Geometri (mm) (mm) (mm) Ratio Ratio
Strand
Tipe I
Rata-rata 109,93 65,51 0,67 1,77 173
Tipe II
Rata-rata 99,6 38,75 0,61 2,75 177,11
Tipe III
Rata-rata 99,68 23,56 0,61 4,70 175,42
Tipe IV
Rata-rata 83,23 34,67 0,63 2,68 141,47
Tipe V
Rata-rata 71,10 12,54 0,62 6,25 129,40

12
3. Pengeringan
Ayrilmis et al. (2005) merekomendasikan pengeringan strand hingga
mencapai kadar air 2-3%. Menurut Structural Board Association (2004),
strand untuk OSB dikeringkan sampai kadar airnya 3% untuk perekat PF
atau seperti panil sebesar 8% dengan perekat cair.
Dalam kondisi normal, strand dikeringkan hingga mencapai kadar air 3-5%
sebelum dicampur dengan PF cair. Penggunaan PF bubuk memerlukan
pengeringan hingga mencapai kadar air 6%. Pengeringan strand dari kayu
Aspen hingga mencapai kadar air 4% untuk perekat dengan kandungan 3%
isocyanat. Kadar air strand 5-6% apabila menggunakan perekat UF (Misran
2005).
4. Pencampuran strand, perekat dan bahan aditif
Menurut Structural Board Association (2004), Liquid polymeric diphenyl
methane diisocyanate (MDI) binder merupakan alternatif binder yang
dipergunakan oleh 35% industri OSB (baik MDI sendiri ataupun dicampur
dengan fenol). Berdasarkan hasil penelitian MDI binder bereaksi dengan
molekul yang mengandung hidrogen aktif untuk menghasilkan molekul
dasar polyurethane dan polyurea. Sumber hidogen aktif dapat berikatan
dengan gugus hidroksil didalam kayu, ekstraktif kayu, dan atau resin kayu
sebagaimana halnya kadar air dalam kayu. Serbuk gergaji yang berasal dari
papan yang dibuat dengan MDI aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
Menurut Teco (2005); Marra (1993) Polydiphenylmethane diisocyanate,
pMDI atau MDI dipakai sebagai resin pada pembuatan OSB, namun
harganya lebih mahal dari PF. Seperti halnya PF, MDI merupakan perekat
tipe eksterior. Tidak seperti PF, MDI tidak membentuk ikatan mekanis
dengan kayu, namun ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia dimana ikatan
kimia ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan ikatan mekanis
sehingga membuat kinerja MDI lebih baik dibandingkan PF. Walaupun
penggunaan MDI dalam jumlah sedikit namun dapat memberikan hasil yang
lebih baik dari PF. Kayu memiliki gugus fungsi kimia yang dikenal dengan
gugus hidroksil. MDI dalam gugus isocyanat (–N=C=O) bereaksi dengan
gugus hidroksil pada kayu membentuk rantai urethane. Kombinasi faktor

13
seperti nonpolar, komponen aromatik dari MDI tahan terhadap hidrolisis.
Beberapa keuntungan menggunakan perekat MDI:
a. Lebih toleran terhadap partikel dengan kadar air yang tinggi.
b. Suhu kempa yang lebih rendah dan siklus kempa dapat lebih cepat
sehingga konsumsi energinya lebih rendah.
c. Tidak ada emisi formaldehida.
d. Pemakaian dalam jumlah sedikit dapat memberikan hasil yang
maksimal.
e. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan tinggi.
Bahan aditif yang biasanya ditambahkan pada saat pembuatan OSB adalah
lilin/parafin. Biasanya lilin/ parafin ini ditambahkan dalam jumlah yang
sedikit (besarnya kurang dari 1,5% berdasarkan berat).
5. Pembentukan lembaran
Menurut Misran (2005), pengorientasian arah strand dapat dilakukan
dengan menggunakan mechanical orienter dimana alat ini terdiri atas dua
bagian yaitu disk type orienter (mengarahkan strand kearah panjang panil)
dan star type orienter (mengorientasikan strand tegak lurus arah panjang).
Namun menurut Nishimura et al. (2004), pengorientasian strand dalam
pembentukan lembaran panil dapat dilakukan secara manual ataupun dengan
bantuan alat sederhana (former device).
6. Pengempaan panas
Tujuan pengempaan panas adalah untuk mendapatkan kerapatan dan
ketebalan sesuai yang diinginkan serta mematangkan perekat khususnya
perekat termoseting. Menurut Forest Product Laboratory (1999),
pengempaan panas pada OSB dilakukan pada suhu 177-204 0C selama 3-5
menit. Ayrilmis et al. (2005) menggunakan tekanan 3,5-4 Mpa dan suhu
210-215 0C (menggunakan resin PF cair) untuk target ketebalan 10 mm
membutuhkan waktu kempa selama 295 detik dengan rincian posisi kontrol
5 detik hingga mencapai ketebalan 20 mm, 20 detik untuk menekan hingga
ketebalan 10 mm dan 255 detik pengempaan dipertahankan pada ketebalan
10 mm, serta 15 detik terakhir untuk membuka kempa hingga 14 mm.

14
D. Perlakuan Pendahuluan
D.1. Perendaman dalam air dingin dan panas
Menurut Hadi (1991, 1998), perlakuan pendahuluan menyebabkan
perubahan sifat partikel kayu seperti keasamannya berubah, zat ekstraktifnya
berkurang atau partikel lebih stabil terhadap pengaruh air. Dengan adanya
perubahan sifat partikel tersebut, maka papan partikel yang dihasilkan akan
memiliki sifat-sifat tertentu yang lebih baik. Perendaman selumbar dengan air
panas selama 2 jam merupakan perlakuan yang optimal karena tidak berbeda
nyata dengan perendaman 3 dan 4 jam untuk meningkatkan stabilitas dimensi
papan partikelnya.
Komponen yang terlarut dalam air dingin meliputi tanin, gum, gula dan
pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang
terlarut dalam air dingin ditambah dengan komponen pati (Anonim 1995 dalam
Pari et al. 2006).

D.2. Bahan pengawet


Menurut Kamdem et al. (2004), telah terjadi peningkatan sifat kekuatan
dan sifat anti fotodegradasi pada papan partikel yang terbuat dari limbah kayu
yang telah diawetkan dengan chromated copper arsenate (CCA). Peningkatan
kekuatan disebabkan oleh peningkatan difusi panas dengan kehadiran copper
chromium dan arsenic kompleks pada kayu yang diawetkan dengan CCA.
Selain itu papan yang dihasilkan tahan terhadap organisme perusak, hal ini
dikarenakan partikel mengandung racun dari bahan pengawet CCA.

D.3. Autoklaf (pengukusan)


Menurut Boonstra et al. (2006), perlakuan pemanasan dibagi kedalam 3
kelompok: 1) Perlakuan pendahuluan kayu sebelum dikempa, 2) Steam
injection pressing dimana perlakuan steam tidak hanya pada kayu namun juga
berpengaruh pada pematangan perekat, 3) Perlakuan steam setelah menjadi
papan. Perlakuan pemanasan seperti steam dapat memperbaiki stabilitas
dimensi produk panel (Heebink and Hefty 1969, Shen 1973, Tomimura and
Matsuda 1986, Hsu et al. 1988, Subyanto et al. 1991, Sekino et al. 1997,

15
Goroyias & Hale 2002, Ohlmeyer & Lukowsky 2004 dalam Boonstra et al.
2006).
Menurut Paul et al. (2005), perlakuan panas pada kayu solid dapat
meningkatkan stabilitas dimensi dan keawetan. Penerapan perlakuan ini pada
panil-panil kayu terutama untuk penggunaan eksterior dapat memperbaiki sifat
kadar air dan daya tahan terhadap serangan jamur. Berdasarkan hasil
penelitian Paul et al. (2007), perlakuan panas terhadap strand Scots pine
memberikan pengaruh pada sifat mekanis dan penggunaan perekat. Selain itu
pengembangan tebal berkurang sehingga stabilitas dimensinya meningkat,
namun keteguhan rekat tidak terpengaruh dengan perlakuan. Menurut Highley
(1987) dalam Paul et al. (2007), karbohidrat lebih mudah didekomposisi oleh
jamur.
Kadar zat ekstraktif menurun dengan semakin meningkatnya waktu
pengukusan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan
pada saluran pembuluh. Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu akan
berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu
(Kubunsky & Itju 1972 dalam Yusfiandrita 1998). Pengaruh pengukusan
selama 3 dan 6 jam pada partikel meranti merah yang berukuran panjang, lebar
dan tebal masing-masing 10-50 mm, 2-25 mm, dan 0,2-0,5 mm menghasilkan
peningkatan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan (Priyatna
1988 dalam Yusfiandrita 1998).
Menurut Hunt & Garratt (1986), akibat dari pengukusan strand adalah
terbentuknya ikatan yang lemah antara mulut noktah dengan torus, adanya
ikatan yang lemah pada saluran noktah akan meningkatkan penetrasi perekat
terhadap kayu dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam
strand. Dengan terisinya ruang-ruang kosong tersebut dapat menghambat air
dan uap air untuk menembus dinding sel sehingga kadar air papan yang
dihasilkan lebih rendah dibanding papan tanpa perlakuan.

16
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan. Penelitian sifat dasar
dilaksanakan di Laboratorium Kayu Solid dan Laboratorium Kimia Hasil
Hutan, pembuatan Oriented Strand Board (OSB) di Laboratorium
Biokomposit, dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di Laboratorium
Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

B. Bahan dan Alat


B.1. Bahan
Bahan baku yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bahan untuk pengujian anatomi kayu: Kayu sentang yang diperoleh dari
daerah Parung Kuda, alkohol, gliserin yang diperoleh dari toko bahan kimia
di Bogor.
2. Bahan untuk pengujian sifat fisis, mekanis dan keawetan alami kayu: Kayu
sentang yang dibagi:
a. Berdasarkan arah vertikal batang meliputi bagian pangkal (P), tengah
(T) dan ujung (U)
b. Berdasarkan arah horizontal batang meliputi bagian pinggir (G),
tengah (T) dan inti (R).
Ilustrasi pembagian posisi batang disajikan pada Lampiran 1.
3. Bahan untuk pengujian sifat kimia: Serbuk kayu sentang berukuran 40
mesh, akuades, kertas saring, ethanol, benzene, natrium hidroksida (NaOH),
asam asetat (CH3COOH), natrium sulfit (NaSO3), natrium hipoklorit
(NaClO3), dan asam sulfat (H2SO4).
4. Bahan untuk pembuatan OSB: Strand dari kayu sentang, perekat isocianat
diperoleh dari PT Polychemi Asia Pasifik, Jakarta, lilin (wax) dan bahan
pengawet Chrom Copper Boron (CKB) yang diperoleh dari toko bahan
kimia di Bogor.
B.2. Alat
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi gergaji, disk flaker,
circular saw, kaliper, mikrometer sekrup, oven, neraca digital, blender, hot
press, dan alat uji mekanis (Instron).
.
C. Metode
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap:
a. Tahap I, penelitian mengenai sifat dasar kayu sentang dan keawetan
alaminya.
b. Tahap II, penelitian mengenai pembuatan dan pengujian kualitas dan
keawetan oriented strand board (OSB).

Tahap I. Penelitian sifat dasar kayu sentang dan keawetan alaminya

1. Sifat mikroskopis kayu


Pengamatan sifat mikroskopis dilakukan dengan bantuan mikroskop terhadap
preparat maserasi dan sayatan mikrotom. Beberapa parameter yang diukur dan
diamati antara lain:
a. Dimensi serat meliputi panjang dan diameter serat, diameter lumen dan
tebal dinding sel.
b. Pori meliputi ukuran pori, jumlah per-mm dan arah gabungan.
c. Jari-jari meliputi komposisi, jumlah baris sel penyusun jari-jari (uniseriate,
biseriate, dan multiseriate), ukuran dan jumlah jari-jari per-mm.

2. Sifat fisis kayu


A. Kadar air
Prosedur pengujian kadar air adalah sebagai berikut:
Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard
(BS-373). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat
awalnya (BA), kemudian dikering udarakan selama 2 minggu sampai
beratnya konstan sehingga diperoleh berat kering udara (BKU). Setelah
diperoleh berat kering udara, contoh uji dioven pada suhu 103±2 0C

18
selama 24 jam sampai beratnya konstan sehingga diperoleh berat kering
oven (BKO).
B. Berat jenis
Prosedur pengujian berat jenis adalah sebagai berikut:
Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard
(BS-373). Kemudian contoh uji diukur panjang, lebar dan tebal dengan
menggunakan kaliper untuk mendapatkan volume awal (V0). Setelah itu
contoh uji dioven pada suhu 103±2 0C selama 24 jam sampai beratnya
konstan sehingga diperoleh berat kering oven (BKO).
C. Penyusutan
Prosedur pengujian penyusutan adalah sebagai berikut:
Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard
(BS-373). Kemudian contoh uji diukur panjang (arah longitudinal), lebar
(arah tangensial) dan tebal (arah radial) dengan menggunakan kaliper
sehingga diperoleh dimensi panjang, lebar dan tebal awal. Selanjutnya
contoh uji dikering udarakan selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, contoh
uji diukur panjang (arah longitudinal), lebar (arah tangensial) dan tebal
(arah radial) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi
panjang, lebar dan tebal pada kondisi kering udara. Contoh uji dioven
pada suhu 103±2 0C selama 24 jam kemudian diukur panjang (arah
longitudinal), lebar (arah tangensial) dan tebal (arah radial) dengan
menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi pada kondisi kering
oven.

3. Sifat mekanis kayu


A. Modulus of elasticity (MOE) dan Modulus of rupture (MOR)
Prosedur pengujian MOE dan MOR adalah sebagai berikut:
Contoh uji MOE dan MOR diambil dari setiap stick dengan ukuran
(2x2 x30) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi kering
udara. Selanjutnya contoh uji dipasang sesuai tempat pengujian. Beban
tekan diberikan di tengah-tengah bentang contoh uji kemudian nilai
defleksinya dicatat. Dalam penentuan nilai MOR dicatat beban maksimum
sampai kayu patah. Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,26 inch/menit.

19
B. Keteguhan tarik sejajat serat
Prosedur pengujian keteguhan tarik sejajar serat adalah sebagai berikut:
Contoh uji sifat tarik sejajar serat diambil dari setiap stick dengan ukuran
(30x0,3x0,6) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi
kering udara. Selanjutnya contoh uji tersebut ditempatkan sesuai tempat
pengujian kemudian diberikan beban tarik sampai kayu tersebut putus.
Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,05 inch/menit.
C. Keteguhan tekan sejajar serat
Prosedur pengujian keteguhan tekan sejajar serat adalah sebagai berikut:
Contoh uji keteguhan tekan sejajar serat diambil dari setiap stick dengan
ukuran (2x2x6) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi
kering udara. Selanjutnya contoh uji tersebut dipasang sesuai tempat
pengujian kemudian diberikan beban tekan sampai kayu tersebut rusak.
Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,025 inch/menit.
D. Kekerasan
Prosedur pengujian kekerasan adalah sebagai berikut:
Contoh uji sifat kekerasan diambil dari stick dengan ukuran (2x2x6) cm
berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi kering udara.
Selanjutnya pengujian dilakukan dengan cara memasukkan setengah bola
baja yang berdiameter 0,444 inchi dengan luas penampang tekan 1 cm2 ke
dalam kayu.

4. Sifat kimia kayu


A. Kelarutan ektraktif dalam air dingin
Penetapan kelarutan kayu dalam air dilakukan berdasarkan standar TAPPI
T 207 om-88. Dalam pengujian kelarutan kayu dalam air dingin dilakukan
penimbangan serbuk sebanyak 2 ± 0,1 gram, kemudian serbuk dimasukkan
kedalam gelas piala 400 ml. Sebanyak 300 ml akuades dimasukkan
kedalam gelas piala yang telah berisi serbuk, kemudian diaduk hingga
merata diamkan selama 48 jam pada suhu kamar. Larutan serbuk dan
akuades disaring selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105±3 0C
selama 4 jam atau sampai beratnya konstan, sampel didinginkan
selanjutnya ditimbang beratnya.

20
B. Kelarutan ekstraktif dalam air panas
Dalam pengujian kelarutan kayu dalam air panas dilakukan penimbangan
serbuk sebanyak 2±0,1 gram, kemudian serbuk dimasukkan kedalam gelas
piala 400 ml. Sebanyak 100 ml air panas dimasukkan kedalam gelas piala
yang telah berisi serbuk, kemudian dipanaskan diatas penangas selama 3
jam. Larutan tersebut disaring selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
suhu 105±3 0C selama 4 jam atau sampai beratnya konstan, sampel
didinginkan selanjutnya ditimbang beratnya.
C. Kelarutan ekstraktif dalam alkohol benzene 1:2
Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 204 om-88. Serbuk
kayu ditimbang sebanyak 2±0,1 gram. Serbuk dimasukkan kedalam
timbel kertas saring yang telah ditentukan beratnya. Timbel diikat dan
diberi pemberat lalu dimasukkan kedalam tabung ekstraksi dan diatur
hingga cawan terendam dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan selama 6-8jam
dan setelah selesai timbel dikeluarkan. Selanjutnya dicuci dengan 50 ml
ethanol untuk mengeluarkan benzene, kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 105±3 0C selama 2 jam, dan timbang beratnya.
D. Kelarutan ekstraktif dalam NaOH 1%
Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 212 om-93. Serbuk
ditimbang sebanyak 2±0,1 gram. Serbuk tersebut dicampur dengan
100±1 ml larutan NaOH 1%. Campuran ditempatkan dalam water bath
paa suhu 97-100 0C selama 60 menit. Larutan diaduk masing-masing 5
detik setelah pemanasan 10, 15 dan 25 menit. Setelah 60 menit sampel
dicuci dengan air panas, kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat 10%
dan dibiarkan selama 1 menit sebelum larutan asam asetat dihilangkan. 25
ml asam asetat 10% dimasukkan kembali, kemudian sampel dicuci dengan
air panas hingga bebas asam. Sampel dikeringkan pada suhu 105±3 0C,
selanjutnya sampel ditimbang.
E. Kadar selulosa
Sebanyak 2,5 gram serbuk kayu bebas ekstraktif ditambah 125 ml larutan
asam nitrat 3,5% ditempatkan dalam Erlenmeyer 300 ml. Campuran
tersebut dipanaskan dalam waterbath selama 12 jam pada suhu 80 0C.

21
Setelah pemanasan, sampel disaring dengan air destilata hingga tidak
berwarna selanjutnya dikering udarakan. Sampel dipindahkan kedalam
erlenmeyer kembali lalu ditambahkan 125 ml larutan campuran NaOH dan
Na2SO3 (20 g : 20 g dalam 1 liter aquades) kemudian dipanaskan selama 2
jam pada suhu 50 0C. Sampel disaring dengan cawan saring dan dicuci
dengan aquades hingga filtrat tidak berwarna. 50 ml larutan sodium klorid
10% ditambahkan selanjutnya sampel dicuci dengan air hingga diperoleh
endapan berwarna putih. 100 ml asam asetat 10% ditambahkan, kemudian
sampel dicuci hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 105±3 0C,
kemudian ditimbang beratnya.
F. Kadar lignin (Lignin Klason)
Sampel kayu bebas ekstraktif ekuivalen berat kering 1±0,1 gram
dimasukkan dalam gelas piala. Larutan asam sulfat 72% sebanyak 15 ml
ditambahkan kedalamnya. Penambahan asam dilakukan secara perlahan
dan bertahap sambil diaduk dengan suhu dijaga pada 2±1 0C. Setelah
tercampur sempurna, gelas piala disimpan pada suhu 20±1 0C selama 2
jam sambil diaduk sesekali. Sekitar 300-400 ml air ditambahkan kedalam
erlenmeyer 1000 ml dan sampel dipindahkan dari gelas piala kedalam
erlenmeyer. Sampel dibilas dan diencerkan larutan dengan air hingga
dicapai konsentrasi asam sulfat 3% yaitu hingga total volume 575 ml.
Larutan dididihkan selama 4 jam dan jaga agar volume larutan konstan
dengan penambahan air panas. Lignin disaring dengan glass filter dan
dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel lignin dikeringkan
dalam oven pada suhu 105±3 0C hingga beratnya konstan, selanjutnya
ditimbang.
G. Kadar abu
Kadar abu ditetapkan menurut standar TAPPI T 211 om-93. Cawan abu
kosong dibersihkan dan dipanaskan pada suhu 525 ± 25 0C selama 30-60
menit. Setelah dipanaskan, cawan didinginkan dalam desikator kemudian
ditimbang. Sampel uji ekuivalen 1 gram kering oven dimasukkan kedalam
cawan abu. Sampel dipanaskan pada suhu 100 0C, kemudian suhu
dinaikkan sampai 525 0C secara bertahap hingga terjadi karbonisasi tanpa

22
pembakaran. Suhu pengabuan diatur pada 525±25 0C. Pembakaran
selesai jika partikel hitam telah hilang, kemudian cawan didinginkan
dalam desikator dan ditimbang.

5. Keawetan alami kayu


Pengujian dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode uji kubur
(grave yard test). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
Contoh uji dibuat berukuran (3x3x20) cm. Selanjutnya contoh uji dikering
ovenkan pada suhu 103±2 0C selama 24 jam untuk mendapatkan berat kering
sebelum pengujian (B0). Contoh uji yang telah diketahui BKT nya kemudian
ditanam didalam tanah hingga menyisakan sekitar 5 cm bagian yang diatas
permukaan sebagaimana disajikan pada Gambar 5.

5 cm
Permukaan tanah
15 cm

Gambar 5 Penguburan contoh uji.

Lama waktu pengujian sekitar 100 hari (3 bulan). Setelah 3 bulan, contoh uji
diambil dan dibersihkan dari tanah yang menempel. Kemudian contoh uji
dikering ovenkan pada suhu 103±2 0C selama 24 jam sehingga diperoleh berat
kering setelah pengujian (B1). Parameter yang diamati yaitu persen kerusakan
dan kehilangan berat. Berdasarkan Sornnuwat et al. (1995) dalam Susilowati
et al. (1998) skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah adalah
sebagai berikut:
Tabel 2 Skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah
Kehilangan berat (%) Tingkat ketahanan kayu
0 Sangat Tahan
1-3 Tahan
4-8 Sedang
9-15 Tidak Tahan
>15 Rentan

23
Tabel 3 Penilaian visual grave yard test
Kelas Penilaian kualitatif Penilaian
kuantitatif
Tingkat serangan Keterangan Nilai
A Tidak Diserang Kayu Tidak Diserang (0%) 0
B Sedikit Terserang Terdapat serangan rayap 1-10
seperti bekas-bekas gigitan
dengan kedalaman 12,5%
C Serangan Ringan Terdapat saluran dengan 11-20
kedalaman 25%
D Serangan Berat Terdapat saluran nyata sampai 21-30
kedalaman 37,5%
E Serangan Hancur Serangan mencapai kedalaman 31-40
>50% dari kayu utuh

Denah uji kubur (grave yard test) disajikan pada Gambar 6.

R2 G2 T2 Keterangan
= Jarak antar kayu 60 cm

G1 R3 G3

T1 T3 R1

Gambar 6 Denah uji kubur (grave yard test).

Tahap II. Penelitian mengenai pembuatan dan pengujian oriented strand


board (OSB)

1. Persiapan bahan baku


Secara ideal, pembuatan strand seharusnya menggunakan strander,
namun demikian menurut Nuryawan & Massijaya (2006), disk flaker dapat
dimanfaatkan untuk membuat strand dengan beberapa rekayasa diantaranya
kayu bulat yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan strand harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi kayu gergajian.

24
Log yang akan dipergunakan dalam pembuatan strand dikuliti terlebih
dahulu (debarking). Setelah log bersih dari kulit, selanjutnya digergaji
menjadi papan tangensial dengan tebal 20 mm. Papan tangensial tersebut
dipotong dengan ukuran panjang 70 mm disesuaikan dengan ukuran
maksimum dari disk flaker yang ada. Potongan-potongan kayu ini yang akan
diumpankan kedalam disk flaker untuk dikonversi menjadi strand, sehingga
diharapkan dari potongan tersebut dihasilkan strand dengan ukuran geometri
panjang sekitar 70 mm, lebar 25 mm dan tebal 0,5 mm. Teknik pengukuran
geometri berdasarkan metode Nishimura et al. (2004). Teknik konversi log
kedalam bentuk strand disajikan pada Lampiran 2. Penelitian Pembuatan dan
Pengujian OSB terdiri atas:
a. Bagian pertama: meneliti geometri dan klasifikasi penggulungan
strand.
b. Bagian kedua: pembuatan OSB dengan menggunakan strand yang
telah diberi perlakuan perendaman air dingin dan panas, bahan
pengawet (Chrom cupprum boron/ CCB) dan autoklaf.
c. Bagian ketiga: pengujian sifat fisis, mekanis dan daya tahan OSB
terhadap serangan rayap tanah.

2. Geometri dan klasifikasi penggulungan strand


Diambil sampel secara acak sebanyak 100 strand, kemudian diukur
panjang, lebar tebal, slenderness ratio dan aspect ratio strand. Penentuan
klasifikasi penggulungan strand (100 sampel) yang dihasilkan sesuai dengan
klasifikasi penggulungan strand yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi penggulungan strand
Kelas Deskripsi
1 Flat
2 Curl, quarter round
3 Curl, half round
4 Curl, round
5 Curl, rolled
Sumber: Misran (2005)

25
3. Perlakuan awal terhadap strand
• Rendaman dingin dan rendaman panas
Strand direndam dalam air dingin selama 72 jam dan direndam dalam air
panas selama 2 jam. Setelah direndam, strand dikeringkan.
• Rendaman dalam bahan pengawet CKB
Konsentrasi CKB yang dipergunakan sebesar 2,5%. Lama perendaman 48
jam. Setelah direndam, strand dikeringkan.
• Autoklaf
Strand di masukkan dalam autoklaf pada suhu 1260C, tekanan 1,4 kg/cm2
selama 1 jam.

4. Pembuatan OSB
Sebelum masuk pada proses pembuatan papan, harus diketahui terlebih
dahulu solid content (SC) dari perekat yang dipergunakan. Pada penelitian ini,
nilai SC dari perekat isocianat sebesar 97%. Nilai SC perekat dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut:

BKT Perekat
SC (%) = ----------------------- x 100%
Berat Awal Perekat

Komposisi kebutuhan campuran strand yang diperlukan untuk membuat


satu papan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi kebutuhan bahan untuk satu papan berdasarkan


perlakuan perendaman

Kebutuhan bahan (gram)


Target
Bahan kerapatan Air dingin Air panas CCB
papan Kontrol Autoklaf
(72 jam) (2 jam) 2,5%

Strand 546 546 546 546 546


0,7
Perekat 43 43 43 43 43

Parafin 6 6 6 6 6

Total 595 595 595 595 595

26
Keterangan:
1. Ukuran papan yang dibuat adalah 30 x 30 x 0,9 cm
2. Kadar air strand sebesar 3%
3. Kadar perekat sebesar 7% berdasarkan berat kering strand
4. Kadar parafin 1%
5. Face layer: 25%; core layer: 50%; back layer: 25%
6. Jumlah papan yang dibuat sebanyak 15 papan
7. Kondisi pengempaan:
Suhu 160 0C, waktu pengempaan 6 menit, dan tekanan 25 kg/cm2

Proses pembuatan
a. Strand dicampur perekat dengan menggunakan rotary blending machine.
b. Strand disusun dengan arah bersilangan antar lapisan pada alat pencetak
lembaran berukuran 30x30x0,9 cm. Komposisi strand didalam lapisan
dibagi menjadi 3 bagian yaitu surface layer (25%), core layer (50%) dan
back layer (25%).
c. Selanjutnya cetakan diletakkan di antara dua plat kempa dan dilakukan
pengempaan panas hingga mencapai ketebalan 0,9 cm sesuai dengan
kondisi pengempaan yang telah dikemukakan sebelumnya.
d. Papan yang telah dikempa selanjutnya dikondisikan selama 2 minggu
sebelum dilakukan pengujian.

5. Pengujian OSB

Sifat fisis
a. Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume
kering udara. Contoh uji berukuran (10x10x0,9) cm berdasarkan standar
JIS A 5908 (2003) ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang,
lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji.
b. Kadar air (KA)
Contoh uji berukuran (10x10x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908
(2003) yang digunakan adalah bekas contoh uji kerapatan. Kadar air
papan dihitung berdasarkan berat awal (BA) dan berat kering oven
(BKO) selama 24 jam pada suhu 103±2 0C.

27
c. Daya serap air (DSA)
Contoh uji berukuran (5x5x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908
(2003) ditimbang berat awalnya (B1). Kemudian direndam dalam air
dingin selama 2 dan 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya (B2).
d. Pengembangan tebal (PT)
Contoh uji pengembangan tebal berukuran (5x5x0,9) cm sama dengan
contoh uji daya serap air. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal
sebelum (T1) yang diukur pada keempat sudut dan dirata-ratakan dalam
kondisi kering udara dan tebal setelah perendaman (T2) dalam air dingin
selama 2 jam dan 24 jam.

Sifat mekanis

a. MOR (Modulus of rupture)


Pengujian keteguhan patah dilakukan dengan menggunakan Instron
dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal
nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Contoh uji yang digunakan
berukuran (5x20x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) pada
kondisi kering udara dan basah.
b. MOE (Modulus of elasticity)
Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan
patah dengan memakai contoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang
terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu.
c. Keteguhan rekat internal (IB)
Contoh uji berukuran (5x5x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908
(2003) direkatkan pada dua buah blok alumunium dengan perekat dan
dibiarkan mengering. Kedua blok ditarik tegak lurus permukaan contoh
uji sampai beban maksimum.
d. Kuat pegang sekrup (KPS)
Contoh uji berukuran (5x10x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908
(2003). Untuk kuat pegang sekrup permukaan dibuat pada sisi
permukaan panil yang disajikan Gambar 7. Sekrup yang digunakan
berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm dimasukkan hingga mencapai

28
kedalaman 8 mm. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya
beban maksimum yang dicapai dalam kilogram.

Daya tahan terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus


Holmgren)
Pengujian terhadap rayap tanah dilakukan dengan menggunakan metode
modified wood block test. Aspek yang diamati adalah persen kehilangan berat,
penghambatan aktifitas makan (antifeedant) dan mortalitas rayap. Pengujian
ini dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan awal strand terhadap
keawetan papan yang dihasilkan.
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Contoh uji berukuran (2x2x1) cm dikeringkan pada suhu 103±2 0C
untuk mendapatkan berat kering tanurnya (BKT)
b. Contoh uji masing-masing ditempatkan dalam botol pengujian
c. Masukkan rayap masing-masing sebanyak 50 ekor (45 rayap pekerja
dan 5 ekor rayap prajurit)
d. Simpan di tempat gelap dan pengumpanan dilakukan selama 4 minggu
e. Pada akhir pengujian, contoh uji dibersihkan, dikeringkan dan dihitung
BKT-nya
f. Kehilangan berat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Kehilangan Berat = [(BKTa – BKTt)/BKTa] x 100%
BKTa = Berat kering kayu awal (gram)
BKTt = Berat kering kayu setelah pengumpanan (gram)

g. Nilai penghambatan aktivitas makan (antifeedant) dihitung dengan


menggunakan persamaan berikut:
A = (KK – KT) / (KK + KT) x 100%

KK = Kehilangan bobot papan kontrol (gram)


KT = Kehilangan bobot papan dengan perlakuan (gram)

29
Tabel 6 Klasifikasi antifeedant

Kelas Nilai Antifeedant (%) Tingkat Ketahanan Kayu


IV 75 ≤ x < 100 Sangat Kuat
III 50 ≤ x < 75 Kuat
II 25 ≤ x < 50 Sedang
I 0 ≤ x < 25 Lemah

h. Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:


Mortalitas rayap = (N2/N1) x 100%
N1 = Jumlah rayap awal
N2 = Jumlah rayap yang mati

Tabel 7 Klasifikasi tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap

Mortalitas (%) Tingkat Ketahanan


≥ 95 Sangat kuat
75 ≤ x < 95 Kuat
60 ≤ x < 75 Cukup kuat
40 ≤ x < 60 Sedang
25 ≤ x < 40≤ Agak lemah
5 ≤ x < 25 Lemah
<5 Tidak lktif

D. Analisis Data
D.1. Penelitian mengenai sifat dasar kayu sentang
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola
faktorial 2 faktor dengan faktor A adalah arah vertikal batang terdiri dari
pangkal, tengah, ujung dan faktor B adalah arah horizontal batang terdiri dari
tepi, tengah, dalam dengan menggunakan 5 kali ulangan.

Model rancangan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :


Yijk = μ + αi+ βj + (αβ)ijk + εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan faktor ketinggian taraf ke-i dan faktor kedalaman taraf ke-j pada
ulangan ke-k
μ = nilai rata-rata harapan.
αi = pengaruh sebenarnya dari macam ke-i faktor arah vertikal batang.
βj = pengaruh sebenarnya dari taraf ke-j faktor arah horizontal batang.
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor arah vertikal batang dan taraf ke-j faktor
arah horizontal batang
εijk = galat

30
Hipotesis yang digunakan adalah :
1. Pengaruh utama faktor A :
H0 : Arah vertikal batang tidak berpengaruh terhadap variasi sifat fisis
dan mekanis.
H1 : Arah vertikal batang berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan
mekanis.

2. Pengaruh utama faktor B :


H0 : Arah horizontal batang tidak berpengaruh terhadap variasi sifat fisis
dan mekanis .
H1 : Arah horizontal batang berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan
mekanis.

3. Pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B :


H0 : Arah vertikal dan arah horizontal batang tidak berpengaruh terhadap
variasi sifat fisis dan mekanis.
H1 : Arah vertikal dan arah horizontal batang berpengaruh terhadap
variasi sifat fisis dan mekanis.

Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan terhadap sifat fisis dan


mekanis kayu sentang dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika
Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, dan jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak. Untuk
mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh di antara faktor A dan
faktor B maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji beda jarak nyata
Duncan (Duncan multiple range test).

D.2. Penelitian mengenai pembuatan dan pengujian OSB

Penelitian ini menggunakan analisis dengan RAL. Perlakuan terhadap


strand terdiri dari kontrol, perendaman air dingin, perendaman air panas,
perendaman bahan pengawet, dan autoklaf masing-masing terdiri dari 3
ulangan. Model statistik linier dari rancangan percobaan ini dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut:

31
Yij = μ + αi + Σij

Keterangan : Yij = Respon pengamatan pada perlakuan perendaman strand taraf ke-i
dan ulangan ke-j
μ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh perlakuan perendaman strand taraf ke-i
Σij = Sisaan acak dari satuan percobaan ulangan ke-j yang dikenai
perlakuan perendaman strand taraf ke-i
i = 1,2,3,…
j = 1,2,3,…

Adapun hipotesis yang digunakan adalah :


H0 : Perendaman terhadap strand tidak berpengaruh terhadap sifat fisis
mekanis dan keawetan OSB
H1 : Perendaman terhadap strand berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis dan
keawetan OSB

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman terhadap sifat fisis


mekanis dan keawetan OSB maka dilakukan analisis keragaman (analysis of
variance). Analisis keragaman tersebut menggunakan kriteria uji sebagai
berikut:
a. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima atau perlakuan tidak memberikan
pengaruh pada suatu selang kepercayaan tertentu
b. Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak atau perlakuan memberikan
pengaruh pada suatu selang kepercayaan tertentu.

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka


dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uji wilayah berganda Duncan
(DMRT). Selanjutnya setelah data hasil pengujian untuk setiap respon yang
diuji dianalisis, lalu dibandingkan dengan persyaratan JIS A 5908 (2003)
dengan maksud untuk mengetahui apakah sifat-sifat papan yang dibuat
memenuhi standar atau tidak.

32
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang


A.1. Anatomi kayu
Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut
bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun lebar lainnya, sel
penyusun kayu sentang terdiri dari sel serabut (serat), sel pembuluh (pori-pori),
jari-jari, dan sel parenkim. Dalam kaitannya sebagai bahan baku OSB, maka
struktur anatomi yang harus diperhatikan adalah struktur yang mempengaruhi
kualitas perekatan kayu terutama dalam hal kemudahan masuknya perekat
(penetrasi) kedalam struktur kayu (Ruhendi et al. 2007). Dalamnya penetrasi
perekat tersebut dipengaruhi oleh diameter lumen serat dan diameter pori-pori,
serta banyak-sedikitnya pori-pori, jari-jari dan parenkim kayu. Diameter pori-
pori dan serat akan mempengaruhi tingkat kehalusan permukaan kayu (tekstur).
Tekstur kayu akan mempengaruhi besaran sudut kontak antara perekat dengan
permukaan kayu.
A.1.1. Serat
Nilai rata-rata panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal
dinding hasil penelitian disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rata-rata ukuran dimensi serat
Parameter Perbesaran Rata-rata
Panjang serat (μm) 100x 1323,93±112,77
Diameter serat (μm) 450x 48,18±5,62
Diameter lumen (μm) 450x 41,57±5,63
Tebal dinding (μm) 450x 3,30±0,56

Berdasarkan klasifikasi menurut Priasukmana dan Silitonga (1972)


dalam Anggraini (2005), maka panjang serat kayu sentang yang diteliti
termasuk kedalam kelas sedang, sedangkan diameter serat maupun tebal
dindingnya tergolong tipis hingga sedang. Dibandingkan dengan diameter
seratnya, maka diameter lumen kayu sentang tergolong sedang.
Berdasarkan ukuran dinding seratnya, maka kayu sentang cocok
digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit termasuk OSB
karena dapat dipastikan bahwa BJ kayu sentang tergolong rendah hingga
sedang. Hal ini juga berkaitan dengan nilai rasio kompresi dan kerapatan papan
sebagaimana yang diharapkan.
A.1.2. Pori / Pembuluh
Nilai rata-rata diameter dan jumlah pori disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Ukuran diameter dan jumlah pori
Parameter Perbesaran Rata-rata Keterangana
Diameter pori (μm) 100x 110,00±16,42 Agak kecil
Jumlah pori per-mm2 100x 10,92±2,27 Agak banyak
Keterangan: a) Penggolongan menurut Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al. (1981)

Berdasarkan klasifikasi Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al.


(1981), maka diameter pori kayu sentang yang diteliti termasuk kedalam agak
kecil, sedangkan jumlah porinya agak banyak. Berdasarkan ukuran diameter
pori tersebut, maka permeabilitas kayu sentang dapat dipastikan rendah. Hal
ini sesuai dengan Ching (2003) yang mengatakan bahwa kayu sentang sulit
dimasuki oleh bahan pengawet (keterawetannya rendah) meski mampu
mengikat bahan pengawet yang masuk. Dalam rangka memperbaiki
permeabilitas sekaligus meningkatkan kemampuan penetrasi perekat ke dalam
kayu, maka perlu dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap strand-nya.
Dengan jumlah pori yang tergolong agak banyak, maka perlakuan pendahuluan
yang sederhana terhadap strand seperti perendaman dan sedikit pemanasan
dirasa dapat memperbaiki tingkat penetrasi perekat ke dalam kayu.
Hasil pengamatan mikroskopis memperlihatkan bahwa pori-pori kayu
sentang tersusun secara tata baur dimana pori dengan berbagai macam ukuran
tersebar pada seluruh permukaan lintang kayu. Pori sebagian soliter, namun
ada juga yang bergabung dimana pori bergabung radial lebih banyak
dibandingkan pori bergabung tangensial (Gambar 7). Parenkim ditemukan
dalam bentuk parenkim paratrakeal jarang yaitu parenkim yang berbentuk
selubung sebagian atau berupa sel tunggal dibeberapa tempat disekeliling
pembuluh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu (Selamat dan Hasim,
2002; Ching, 2003). Perbedaan yang ada terkait dengan perbedaan sampel yang
digunakan.

34

 
b
a

G
Gambar 7 a)) Pori gabung radial; b)
b Pori gabu
ung tangenssial
(p
perbesaran 2200x)

A.1.33. Jari-jari
Nilai rata-rata dimensi
d dan frekuensi jaari-jari disajikkan pada Taabel 10.
Tabel 10 Ukuran diimensi dan frekuensi jaari-jari
P
Parameter Perb
besaran R
Rata- Rata ngana
Keteran
Lebar (μm
m) 100x 664,29±7,53 Agak lebar
Tinggi (m
mm) 100x 0
0,49±0,05 Luar biasa peendek
Frekuensii (jml/mm) 332x 5
5,80±1,23 Agak jarang
Keterangan:: a) Penggolongan menurut Denn Berger (1926) dalam
d Martawijjaya et al. (1981
1)

Berrdasarkan kllasifikasi Den Berger (1926)


( dalaam Martawijjaya et al.
(1981), maka
m jari-jarri kayu senttang tergolong agak lebbar, luar biaasa pendek,
dan agakk jarang. Pengamatan
P mikroskopis memperlihhatkan bahw
wa jari-jari
tergolongg heteroselullar dimana jari-jari
j kayyu tersusun atas sel teg
gak dan sel
baring (G
Gambar 8), seerta multiserriet 2-4 sel (G
Gambar 7 daan 9).

Gambar 8. a) Sel baring; b) Sel teegak pada b


bidang radiaal
(perbesaraan 200x)

35
Gambar 9. a) Tipe jari-jari multiseriet 2-4 seri pada
bidang tangensial (perbesaran 200x)

Diameter pori, jumlah pori dan frekuensi jari-jari berpengaruh pada


kemampuan kayu untuk menyerap perekat. Menurut Vick (1999), sel jari-jari
yang orientasinya radial dapat memberikan aliran dan penetrasi yang
berlebihan. Penetrasi yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya rekatan
miskin perekat.

A.2. Sifat fisis kayu


A.2.1. Berat jenis (BJ)
Histogram rata-rata BJ disajikan pada Gambar 10.
1,00
G T R
0,80
Berat Jenis

0,60

0,40

0,20

0,00
Pangkal Tengah Ujung

Gambar 10 Histogram berat jenis kayu sentang

Nilai BJ kayu sentang berkisar 0,42-0,52 (0,46±0,04). Nilai tertinggi


berada pada posisi batang pangkal bagian tepi (PG), sedangkan terendah pada
posisi batang ujung bagian dalam (UR). Nilai BJ ini menurut klasifikasi kelas
kuat kayu Indonesia, termasuk kedalam kelas kuat III. Kayu sentang hasil

36

 
penelitian termasuk kedalam kategori kayu dengan BJ sedang. Ditinjau dari BJ-
nya, kayu sentang cocok untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan
komposit, hal ini berkaitan dengan pencapaian kompresi rasio dari papan yang
dihasilkan. Dengan kisaran BJ ini akan dapat dihasilkan papan ringan dengan
kekuatan yang tinggi.
Berkaitan dengan proses perekatan, kayu dengan BJ tinggi akan sulit
untuk merekat karena dinding selnya lebih tebal dan lumennya kecil sehingga
menyebabkan perekat tidak dapat berpenetrasi dengan baik, akibatnya aksi
bersikunci hanya sebatas pada lapisan sel pertama atau kedua (Ruhendi et al.
2007). Menurut Bowyer et al. (2003), kerapatan kayu yang rendah akan lebih
mudah dipadatkan pada saat dikempa dan menghasilkan kontak strand yang
lebih baik sehingga meningkatkan ikatan antar strand dan menghasilkan
kekuatan yang tinggi.
Secara keseluruhan pada arah batang secara vertikal, semakin ke ujung
BJ kayu semakin rendah. Pada arah horizontal batang, semakin kedalam BJ
semakin rendah. Menurut Bowyer et al. (2003), kayu bulat pangkal cenderung
memiliki BJ yang lebih tinggi daripada kayu bulat yang dipotong lebih tinggi
dalam batang utama. Menurut Brown et al. (1952), BJ kayu bervariasi dimana
variasi tersebut disebabkan oleh jumlah zat penyusun dinding sel dan
kandungan zat ekstraktif per unit volume. Ketebalan dinding sel berpengaruh
besar terhadap BJ kayu.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai BJ pada selang kepercayaan 95%
dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal (P, T, U) dan
horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Sedangkan
interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal tidak berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
pada posisi batang secara vertikal, batang bagian pangkal berbeda nyata
dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan antara batang bagian
tengah dengan ujung tidak berbeda nyata. Pada posisi batang secara
horizontal, batang bagian tepi berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan
dalam, sedangkan antara batang bagian tengah dengan dalam tidak berbeda
nyata.

37

 
A.2.2. Kadar air (KA)
Menurut Tsoumis (1991), pada kayu daun jarum (softwood), kayu teras
memiliki KA yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu gubal, namun pada
kayu daun lebar (hardwood) fenomena tersebut tidak pasti: terkadang ada yang
kondisinya bisa berkebalikan. Hal tersebut juga terjadi pada arah batang secara
vertikal. Histogram nilai rata-rata KA disajikan pada Gambar 11.
100
90
G T R
80
Kadar Air (%)

70
60
50
40
30
20
10
0
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung

KA KU KA Basah

Gambar 11 Histogram kadar air kayu sentang.

Nilai KA kondisi segar berkisar 54,80-80,15 (64,71±9,93)%, sedangkan


nilai KA kondisi kering udara 15,12-15,70 (15,45±0,27)%. KA kondisi segar
tertinggi berada pada posisi batang tengah bagian dalam (TR), sedangkan yang
terendah pada batang pangkal bagian tepi (PG). KA kondisi kering udara
tertinggi berada pada posisi batang ujung bagian tepi (UG) dan terendah pada
posisi batang pangkal bagian tepi (PG). Secara umum dari hasil penelitian
memperlihatkan bahwa KA kayu akan bertambah dari pangkal ke ujung dan
dari tepi ke pusat batang.
Berkaitan dengan proses perekatan, KA kayu akan mempengaruhi
kualitas garis rekatan, kedalaman penetrasi perekat, dan waktu pematangan
perekat (Ruhendi et al. 2007). KA kayu yang ideal untuk menghasilkan
kualitas ikatan perekatan bervariasi sesuai dengan jenis perekat dan proses
perekatan yang dilakukan. Pada umumnya ikatan perekat yang baik terjadi
pada selang nilai KA 6-14% tetapi bisa juga terjadi dibawah atau diatas batas
ini, apabila perekat diformulasi untuk proses tertentu.  
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai KA pada selang kepercayaan
95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal (P, T, U) dan
38

 
horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada KA
kondisi segar, sedangkan pada KA kondisi kering udara tidak berbeda nyata.
Interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal memberikan
pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap KA kondisi segar.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% untuk KA kondisi segar
memperlihatkan bahwa pada posisi batang secara vertikal, batang bagian
pangkal berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan
antara batang bagian tengah dengan ujung tidak berbeda nyata. Pada posisi
batang secara horizontal, batang bagian dalam berbeda nyata dengan batang
bagian tepi dan tengah, sedangkan antara batang bagian tepi dengan tengah
tidak berbeda nyata.

A.2.3. Penyusutan
Menurut Skaar (1972), besarnya penyusutan tergantung oleh beberapa
faktor diantaranya hilangnya air dari dinding sel, arah serat, kerapatan atau BJ
kayu, suhu, dan tingkat pengeringan. Menurut Tsoumis (1991), beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan dan penyusutan kayu
diantaranya adalah KA, kerapatan, struktur anatomi, ekstraktif dan komposisi
kimia.
A.2.3.1. Penyusutan longitudinal, radial, tangensial dan nilai
T/R rasio
Histogram nilai rata-rata penyusutan longitudinal, radial,
tangensial dan T/R rasio disajikan pada Gambar 12.
6,0
KU KT
5,0
4,0
Penyusutan (%)

3,0
2,0
1,0
0,0
Longitudinal Radial Tangensial T/R

Gambar 12 Histogram penyusutan longitudinal, radial,


tangensial dan nilai T/R kayu sentang.

39

 
Nilai penyusutan dimensi secara berurutan untuk bidang
tangensial > radial > longitudinal. Penyusutan bidang tangensial
lebih besar dari radial ini dikarenakan oleh susunan jari-jari yang
memanjang kearah radial, akibatnya penyusutan pada bidang radial
tertahan. Penyebab lainnya adalah tipisnya dinding sel dan jumlah
noktah yang lebih banyak pada bidang radial (Brown et al. 1952).
Menurut Forest Product Laboratory (1999), pengembangan dan
penyusutan kayu besarnya tidak sama pada masing-masing arah
sumbu utama kayu. Nilai pengembangan dan penyusutan terbesar
terjadi pada bidang tangensial selanjutnya radial dan longitudinal.
Penyusutan bidang longitudinal pada kondisi kering tanur
tergolong tinggi, hal ini diduga karena keberadaan kayu juvenil.
Menurut Bowyer et al. (2003), pertumbuhan pohon yang cepat
menyebabkan proporsi kayu juvenilnya meningkat sehingga
kekuatannya rendah serta penyusutan longitudinalnya tinggi.
Perbandingan penyusutan tangensial dan radial (T/R) untuk
kondisi penyusutan kering udara dan kering tanur masing-masing
sebesar 1,25 dan 1,17. Hal ini menunjukkan bahwa kayu sentang
memiliki kestabilan dimensi yang cukup baik karena menurut
Phansin & de Zeeuw (1980), nilai T/R yang makin mendekati 1,00
berarti stabil. Menurut Budiarso (2000), kualitas pengeringan kayu
sentang relatif cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan kategori cacat
akibat pengeringan meliputi pecah ujung, pecah dalam, pecah
permukaan dan collapse yang relatif sedikit.
Berkaitan dengan proses perekatan, perubahan dimensi
menandai adanya perubahan kadar air yang besar dan berakibat
nyata pada kinerja ikatan perekat. Saat kayu disatukan akan
mengalami penyusutan dan pengembangan yang menimbulkan
tegangan yang cukup kuat untuk mematahkan ikatan antara perekat
dengan kayu (Ruhendi et al. 2007).

40

 
A.2.3.2. Penyusutan volume
Histogram nilai rata-rata penyusutan volume disajikan pada
Gambar 13.
20
18
16
G T R
14

Susut Volume (%)


12
10
8
6
4
2
0
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung

Susut Vol KU Susut Vol KT

Gambar 13 Histogram penyusutan volume kayu sentang.

Nilai penyusutan volume kering udara berkisar 3,37-5,11


(4,17±0,84)%, sedangkan nilai penyusutan volume kering tanur
berkisar 15,12-15,70 (10,85±0,95)%. Nilai penyusutan volume
kering udara tertinggi berada pada posisi batang ujung bagian tengah
(UT), sedangkan terendah pada posisi batang tengah bagian tepi
(TG). Nilai penyusutan volume kering tanur tertinggi berada pada
posisi batang tengah bagian dalam (TR) dan terendah pada posisi
batang tengah bagian tepi (TG).
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai penyusutan
pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi
batang secara vertikal (P, T, U) dan horizontal (G, T, R) tidak
berbeda nyata pada penyusutan kering udara dan kering tanur,
sedangkan interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal
memberikan perbedaan yang sangat nyata pada penyusutan kering
tanur.

41

 
A.3. Sifat mekanis kayu
A.3.1. Modulus of rupture (MOR)
Histogram nilai rata-rata MOR disajikan pada Gambar 14.
1000
G T R
800

MOR (kg/cm2)
600

400

200

0
Pangkal Tengah Ujung

Gambar 14 Histogram MOR kayu sentang.

Nilai MOR berkisar 405,69-581,90 (454,39±58,91) kg/cm2. Nilai MOR


tertinggi berada pada posisi batang pangkal bagian tepi (PG), sedangkan
terendah pada posisi batang tengah bagian dalam (TR). Nilai keteguhan patah
kayu sentang ini menurut klasifikasi kekuatan kayu termasuk kedalam Kelas
Kuat IV-III.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara vertikal nilai MOR tertinggi
pada bagian pangkal dan secara horizontal nilai MOR tertinggi pada bagian
tepi. Hal ini dikarenakan kayu pada bagian pangkal dan tepi memiliki berat
jenis lebih tinggi dibandingkan bagian yang lain.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai MOR pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal
(P, T, U) dan horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang nyata dan
sangat nyata. Kemudian interaksi antara batang pada posisi horizontal dan
vertikal juga berbeda sangat nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
pada posisi batang secara vertikal, batang bagian pangkal berbeda nyata
dengan batang bagian tengah, sedangkan antara batang bagian tengah dengan
ujung tidak berbeda nyata. Pada posisi batang secara horizontal, batang bagian
tepi berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan dalam, sedangkan antara
batang bagian tengah dengan dalam tidak berbeda nyata.

42

 
A.3.2. Modulus of elasticity (MOE)
Histogram nilai rata-rata MOE disajikan pada Gambar 15.
100000
G T R
90000
80000

MOE (kg/cm2)
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Pangkal Tengah Ujung

Gambar 15 Histogram MOE kayu sentang.

Nilai MOE berkisar 24559,82-48678,78 (31424,96±7045,31) kg/cm2.


Nilai MOE tertinggi berada pada posisi batang pangkal bagian tepi (PG),
sedangkan terendah pada posisi batang ujung bagian tepi (UG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara vertikal nilai MOE tertinggi
pada bagian pangkal dan secara horizontal nilai MOE tertinggi pada bagian
tepi. Hal ini dikarenakan kayu pada bagian pangkal dan tepi memiliki berat
jenis pada lebih tinggi dibandingkan bagian yang lain. Menurut Forest
Products Laboratory (1999) MOE berbanding lurus dengan berat jenis kayu.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai MOE pada selang kepercayaan
95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal (P, T, U) dan
horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Kemudian
interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal juga berbeda sangat
nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
pada posisi batang secara vertikal, batang bagian pangkal berbeda nyata
dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan antara batang bagian
tengah dengan ujung tidak berbeda nyata. Pada posisi batang secara
horizontal, batang bagian tepi berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan
dalam, demikian juga antara batang bagian tengah dengan dalam.

43

 
A.3.3. Keteguhan tekan sejajar serat
Histogram nilai rata-rata keteguhan tekan sejajar serat disajikan pada
Gambar 16.
1000
G T R
900

Keteguhan Tekan
800
700

(kg/cm2)
600
500
400
300
200
100
0
Pangkal Tengah Ujung

Gambar 16 Histogram keteguhan tekan sejajar serat kayu sentang.

Nilai keteguhan tekan sejajar serat kayu sentang berkisar 144,34-182,98


(171,10±21,63) kg/cm2. Nilai keteguhan tekan sejajar serat tertinggi berada
pada posisi batang ujung bagian tengah (UT), sedangkan terendah pada posisi
batang pangkal bagian dalam (PR). Nilai keteguhan tekan kayu sentang ini
menurut klasifikasi kekuatan kayu termasuk kedalam kelas kuat V.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara horizontal nilai keteguhan
tekan sejajar serat tertinggi pada bagian tepi. Hal ini dikarenakan kayu pada
bagian pangkal dan tepi memiliki berat jenis lebih tinggi dibandingkan bagian
yang lain.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai keteguhan tekan sejajar
serat pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi
batang secara vertikal (P, T, U) tidak berbeda nyata sedangkan posisi batang
secara horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.
Interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal juga sangat berbeda
nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
pada posisi batang secara horizontal, batang bagian tepi berbeda nyata dengan
batang bagian dalam, sedangkan antara batang bagian tepi dengan tengah serta
batang batang bagian tengah dengan dalam tidak berbeda nyata.

44

 
A.3.4. Keteguhan tarik sejajar serat
Histogram nilai rata-rata keteguhan tarik sejajar serat disajikan pada
Gambar 17.
1000
900 G T R

Keteguhan Tarik
800
700

(kg/cm2)
600
500
400
300
200
100
0
Pangkal Tengah Ujung

Gambar 17 Histogram keteguhan tarik sejajar serat kayu sentang.

Nilai keteguhan tarik sejajar serat kayu sentang berkisar 397,48-465,75


(422,81±54,21) kg/cm2. Nilai keteguhan tarik sejajar serat tertinggi berada
pada posisi batang pangkal bagian tepi (PG), sedangkan terendah pada posisi
batang pangkal bagian tengah (PT).
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai keteguhan tarik sejajar
serat pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi
batang secara vertikal (P, T, U), horizontal (G, T, R) serta interaksi antara
batang pada posisi horizontal dan vertikal tidak berbeda nyata.

A.3.5. Kekerasan
Histogram nilai rata-rata kekerasan disajikan pada Gambar 18.
1000
900
G T R
Kekerasan (kg/cm2)

800
700
600
500
400
300
200
100
0
Pangkal Tengah Ujung

Gambar 18 Histogram kekerasan kayu sentang.

45

 
Nilai kekerasan berkisar 256,50-350,17 (296,93±37,44) kg/cm2. Nilai
kekerasan tertinggi berada pada posisi batang pangkal bagian tengah (PT),
sedangkan terendah pada posisi batang tengah bagian tepi (TG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara vertikal nilai kekerasan
tertinggi pada bagian pangkal dan secara horizontal nilai kekerasan tertinggi
pada bagian tepi, hal ini dikarenakan kayu pada bagian pangkal dan tepi
memiliki berat jenis pada lebih tinggi dibandingkan bagian yang lain.
Berdasarkan nilai kekerasan hasil penelitian, pembuatan strand sebaiknya
dilakukan pada saat kayu masih basah karena pada saat kondisi kadar air kering
udara (14-16%), tingkat kekerasan semakin meningkat sehingga akan sulit
untuk dibuat strand pada kondisi ini.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai kekerasan pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal
(P, T, U) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata sedangkan posisi batang
secara horizontal (G, T, R) tidak berbeda nyata. Interaksi antara batang pada
posisi horizontal dan vertikal menunjukkan perbedaan yang nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
pada posisi batang secara vertikal, batang bagian pangkal berbeda nyata
dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan antara batang bagian
tengah dengan ujung tidak berbeda nyata.

A.4. Sifat kimia kayu


A.4.1. Kelarutan zat ekstraktif
Histogram rata-rata kelarutan zat ekstraktif disajikan pada Gambar 19.
20
G T R
Kelarutan Zat Ekstraktif

18
16
14
12
10
(%)

8
6
4
2
0
Air Dingin Air Panas Ethanol NaOH 1%
Benzena 1:2

Gambar 19 Histogram kelarutan zat ekstraktif kayu sentang.

46

 
Nilai kelarutan dalam air dingin, air panas, ethanol benzena dan NaOH
masing-masing berkisar 4,25-5,07%; 7,39-7,83%; 2,09-2,64%; dan 9,29-
11,19%. Komponen yang terlarut dalam air dingin meliputi tanin, gum, gula
dan pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang
terlarut dalam air dingin ditambah dengan komponen pati. Komponen yang
terlarut dalam ethanol benzena meliputi lemak, resin, bahan-bahan yang larut
dalam pelarut organik non polar atau sedikit memiliki polaritas. Kelarutan
dalam NaOH 1% dapat memberikan gambaran adanya kerusakan komponen
kimia dinding sel kayu yang diakibatkan oleh serangan jamur pelapuk kayu
atau terdegradasi oleh cahaya, panas dan oksidasi (Anonim 1995 dalam Pari et
al. 2006). Semakin tinggi kelarutan dalam NaOH 1%, tingkat kerusakan kayu
juga meningkat (Tsoumis 1991).
Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia
sebagaimana yang disajikan pada Lampiran 3 terutama untuk kelarutan dalam
ethanol benzena, maka kayu sentang termasuk kedalam kelas yang
mengandung kadar ekstraktif sedang.
Menurut Maloney (1993), ekstraktif berpengaruh pada konsumsi perekat
dan laju pematangannya, menghalangi pembasahan, mengakibatkan terjadinya
blowing pada saat pengempaan. Menurut Ruhendi et al. (2007), ekstraktif
berpengaruh terhadap perekatan kayu dalam hal ini mempengaruhi pH,
kontaminasi dan penetrasi. Dalam proses perekatan masalah mulai timbul pada
tahap pengeringan atau pengkondisian kayu sebelum direkat. Cairan yang
meninggalkan kayu pada saat pengeringan akan membawa sejumlah kecil
ekstraktif yang kemudian tertinggal dipermukaan kayu. Proses ikatan akan
terhambat ketika terdapat sejumlah kandungan ekstraktif pada permukaan.

A.4.2. Kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan lignin


Histogram nilai rata-rata kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa dan
lignin disajikan pada Gambar 20.

47

 
100
G T R
80

60

40

20

0
Holoselulosa Selulosa Hemiselulosa Lignin

Gambar 20 Histogram kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan


lignin kayu sentang.

Nilai kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa dan lignin masing-


masing berkisar 73,13-76,77%; 49,30-56,66%; 20,11-23,83%; dan 23,49-
25,65%.
Pada molekul polisakarida dalam dinding sel, terutama selulosa juga
memperlihatkan efek menonjol pada sifat fisis dan mekanis setiap sel bahkan
sifat kayu secara keseluruhan. Bahan kimia kayu terutama selulosa dan
hemiselulosa sangat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis kayu, bagian ini
menyebabkan dinding sel bersifat higroskopis. Gugus hidroksil pada molekul
selulosa dan hemiselulosa bertanggung jawab atas afinitas air dan tingginya
potensi untuk membentuk ikatan hidrogen, sebaliknya lignin hanya memiliki
sedikit gugus hidroksil bebas, karena itu lignin tidak bersifat higroskopis
(Ahmadi 1990).
Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia
sebagaimana disajikan pada Lampiran 3, maka kayu sentang termasuk kedalam
kelas yang mengandung kadar selulosa tinggi dan kadar ligninnya termasuk
kelas sedang.

A.4.3. Kadar abu


Histogram nilai rata-rata kadar abu disajikan pada Gambar 21.

48

 
1,5

Kadar Abu (%)


1,2

0,9

0,6

0,3

0,0
G T R

Gambar 21 Histogram kadar abu kayu sentang

Nilai kadar abu berkisar 0,70-0,91%. Berdasarkan klasifikasi komponen


kimia kayu daun lebar Indonesia sebagaimana disajikan pada Lampiran 9,
maka kayu sentang termasuk kedalam kelas yang mengandung kadar abu
sedang. Komponen yang terdapat dalam abu diantaranya adalah K2O, MgO,
CaO, Na2O (Pari et al. 2006).

A.5. Keawetan alami kayu


Histogram nilai rata-rata kehilangan berat disajikan pada Gambar 22.
100
90
Kehilangan Berat (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
G T R

Gambar 22 Histogram kehilangan berat akibat serangan rayap tanah


pada kayu sentang
Nilai kehilangan berat kayu sentang berkisar 32,90-55,52%. Nilai
kehilangan berat tertinggi pada posisi batang bagian tepi (G), sedangkan
terendah pada posisi batang bagian dalam (R). Berdasarkan klasifikasi
ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah, kayu sentang tergolong rentan
dalam hal ini memiliki tingkat keawetan yang rendah. Berdasarkan penilaian
secara visual terhadap contoh uji yang telah dikubur selama 100 hari (3 bulan),
sebagian besar contoh uji mengalami kerusakan yang sangat parah dimana

49

 
serangan mencapai kedalaman lebih dari 50% dari kayu utuh sehingga kayu
sentang termasuk dalam kelas E/ kategori hancur (Lampiran 4 ).
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai kehilangan berat pada
selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara
horizontal (G, T, R) tidak berbeda nyata.
Nilai kehilangan berat tertinggi terdapat pada kayu sentang bagian tepi,
hal ini dikarenakan pada analisis sifat kimia terutama kandungan selulosa dan
keberadaan zat ekstraktif. Kandungan selulosa kayu sentang pada posisi
batang bagian tepi lebih tinggi dibanding bagian tengah dan dalam, sedangkan
zat ekstraktif pada posisi batang bagian tepi lebih rendah dibandingkan bagian
tengah dan dalam. Selulosa merupakan sumber makanan bagi rayap dan
organisme perusak kayu yang lain. Menurut Bowyer et al. (2003), rayap tanah
memanfaatkan kayu sebagai tempat tinggal atau untuk mendapatkan selulosa
sebagai sumber makanan.

B. Geometri dan Klasifikasi Penggulungan Strand


B.1. Geometri strand
Nilai rata-rata panjang, lebar, tebal, slenderness ratio dan aspect ratio
strand yang dipergunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Panjang, lebar, tebal, slenderness ratio dan aspect ratio strand

Parameter Rata-rata Minimum Maksimum


Panjang (mm) 70,52±1,01 64,15 71,74
Lebar (mm) 23,68±1,10 21,45 25,33
Tebal (mm) 0,87±0,17 0,34 1,20
Slenderness Ratio (SR) 85,59±23,33 55,06 208,12
Aspect Ratio (AR) 2,99±0,16 2,73 3,43

Menurut Maloney (1993), beberapa faktor yang berpengaruh terhadap


hasil flake antara lain ukuran kayu, kadar air, kecepatan pengumpanan, jenis
kayu dan kerapatan kayu. Geometri partikel berperan penting dalam
menentukan kekuatan papan yang dihasilkan. Untuk OSB, strand harus
berbentuk seperti empat persegi panjang (rectangular), tipis, panjang dan
sempit. Menurut Natus (1996); Anonim (1997) dalam Misran (2005) bahwa

50

 
ukuran strand biasanya antara 60-150 mm (panjang), 25-35 mm (lebar) dan
0,5-0,8 mm (tebal).
Slenderness ratio merupakan rasio antara panjang partikel dan tebalnya.
Rasio ini menggambarkan orientasi partikel dan kekuatan papan (Maloney
1993). Partikel dengan slenderness ratio yang tinggi akan lebih mudah
diorientasikan sehingga kekuatan papan yang dihasilkan akan meningkat serta
memerlukan sedikit perekat per luasan permukaan untuk mengikat strand.
Aspect ratio merupakan rasio antara panjang partikel dan lebarnya.
Partikel akan sulit terorientasi apabila memiliki nilai aspect ratio sebesar satu
(partikel berbentuk persegi). Untuk memperoleh orientasi papan yang bagus
maka besarnya nilai aspect ratio minimal tiga (Maloney 1993). Shuler et al.
(1976) & Kuklewski et al. (1985) dalam Misran (2005), aspect ratio sebesar 2
cukup untuk menghasilkan papan dengan sifat-sifat yang bagus.

B.2. Klasifikasi penggulungan strand


Nilai Persentase klasifikasi penggulungan strand yang dipergunakan
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Klasifikasi penggulungan strand
Kelas % Strand Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm)
1 33 70,58 23,65 0,92
2 55 70,50 23,71 0,88
3 12 70,46 23,61 0,70

Strand yang paling bagus untuk dipergunakan dalam pembuatan papan


adalah strand yang lurus dan rata (tidak menggulung). Semakin tinggi tingkat
penggulungan strand menyebabkan distribusi perekat tidak merata sehingga
kondisi ini dapat memperlemah ikatan dan berpengaruh terhadap kualitas
papan yang dihasilkan.
Berdasarkan Tabel 12, strand yang dipergunakan dalam pembuatan
papan ini sebagian besar termasuk dalam kelas penggulungan dua (curl,
quarter round) dan kelas satu (datar). Ketebalan strand sangat menentukan
tingkat penggulungan. Strand yang tebal cenderung lebih datar dibandingkan
dengan yang tipis. Klasifikasi penggulungan strand pada penelitian ini
disajikan pada Gambar 23.

51

 
a b c
Gambar 23 Strand (a) Flat (b) Curl, quarter round (c) Curl, half round

C. Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan OSB


C.1. Sifat fisis OSB
C.1.1. Kerapatan
Histogram nilai rata-rata kerapatan papan disajikan pada Gambar 24.
1
0,9
Kerapatan (g/cm3)

0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
K AD AP BP AU

Gambar 24 Histogram kerapatan papan

Nilai kerapatan papan berkisar 0,58-0,60 (0,59±0,02) g/cm3. Perlakuan


terhadap strand berupa perendaman dalam air dingin, bahan pengawet dan
autoklaf menghasilkan nilai kerapatan papan tertinggi, sedangkan kerapatan
terendah pada perlakuan strand yang direbus.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai kerapatan papan pada
selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal strand
tidak berbeda nyata.
Besar kecilnya kerapatan panil dipengaruhi oleh besarnya kerapatan kayu
dan kadar perekat serta bahan aditif yang digunakan. Kerapatan akhir papan
partikel dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis kayu (kerapatan kayu),
besarnya tekanan kempa, jumlah partikel kayu dalam lapik, kadar perekat serta
bahan tambahan lainnya (Kelley 1997 dalam Yusfiandrita 1998).

52

 
Kerapatan kayu yang rendah akan lebih mudah dipadatkan pada saat
dikempa dan menghasilkan kontak strand yang lebih baik sehingga
meningkatkan ikatan antar strand dan menghasilkan dengan kekuatan yang
tinggi. Dalam memproduksi papan partikel, kerapatan tinggi bukanlah target
utama melainkan bagaimana memproduksi panil dengan kerapatan serendah
mungkin tetapi kekuatannya memenuhi persyaratan standar (Bowyer et al.
2003). Menurut Maloney (1993), acuan rasio kompresi yang sesuai untuk
kerapatan minimal suatu papan adalah 1,3. Nilai rasio kompresi rata-rata untuk
semua papan hasil penelitian sebesar 1,3.
Nilai kerapatan yang dihasilkan dari masing-masing papan belum
mencapai target kerapatan yang diharapkan (0,7 g/cm3). Persentase rata-rata
pencapaian target kerapatan hasil penelitian adalah 84,86% sebagaimana
disajikan pada Lampiran 5.
Papan yang dihasilkan pada penelitian ini dikategorikan kedalam papan
berkerapatan sedang. Menurut Maloney (1993) bahwa papan berkerapatan
sedang adalah papan yang memiliki kerapatan antara 0,59-0,80 g/cm3.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003), standar kerapatan papan berkisar
antara 0,4-0,9 g/cm3, nilai kerapatan papan hasil penelitian ini seluruhnya
memenuhi standar tersebut.
C.1.2. Kadar air
Histogram nilai rata-rata kadar air papan disajikan pada Gambar 25.
20
18
16
Kadar Air (%)

14
12
10
8
6
4
2
0
K AD AP BP AU

Gambar 25 Histogram kadar air papan.

Nilai kadar air papan berkisar 8,26-12,80 (9,86±1,85)%. Strand tanpa


perlakuan menghasilkan nilai kadar air papan tertinggi, sedangkan kadar air
papan terendah terdapat pada perlakuan strand yang direbus.

53

 
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai kadar air papan pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal pada strand
memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
perlakuan awal strand menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kontrol, sedangkan pengujian antar perlakuan awal strand tidak berbeda nyata.
Pemberian perlakuan awal terhadap strand yang meliputi perendaman
dalam air dingin, perebusan, perendaman dalam bahan pengawet dan autoklaf
pada dasarnya untuk mengeluarkan keberadaan zat ektraktif pada kayu
sehingga dengan berkurangnya zat ektraktif akan menyebabkan proses
perekatan berjalan dengan sempurna. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian
perlakuan awal terhadap strand dapat menurunkan kadar air papan
dibandingkan dengan papan kontrol.
Perendaman strand dalam air dingin dan air panas akan menurunkan
kadar ekstraktif pada kayu sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan
perekat untuk menembus dinding sel, akibatnya proses perekatan berlangsung
dengan baik sehingga penyerapan airnya dapat berkurang. Pelarutan zat-zat
ekstraktif dapat meningkatkan daya ikat antar partikel kayu dengan bahan
pengikatnya.
Kadar zat ekstraktif menurun dengan semakin meningkatnya waktu
pengukusan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan
pada saluran pembuluh. Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu akan
berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu
(Kubunsky & Itju 1972 dalam Yusfiandrita 1998). Pengaruh pengukusan
selama 3 dan 6 jam pada partikel meranti merah yang berukuran panjang, lebar
dan tebal masing-masing 10-50 mm, 2-25 mm, dan 0,2-0,5 mm menghasilkan
peningkatan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan (Priyatna
1988 dalam Yusfiandrita 1998).
Menurut Hunt & Garratt (1986), akibat dari pengukusan strand adalah
terbentuknya ikatan yang lemah antara mulut noktah dengan torus. Adanya
ikatan yang lemah pada saluran noktah akan meningkatkan penetrasi perekat
terhadap kayu dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam

54

 
strand. Dengan terisinya ruang-ruang kosong tersebut dapat menghambat air
dan uap air untuk menembus dinding sel sehingga kadar air papan yang
dihasilkan lebih rendah dibanding papan tanpa perlakuan.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar kadar air papan 5-13%, maka nilai kadar air papan hasil penelitian ini
seluruhnya memenuhi standar.

C.1.3. Daya serap air (DSA)


Histogram nilai rata-rata DSA papan disajikan pada Gambar 26.
50
DSA 2 Jam DSA 24 Jam
45
Daya Serap Air (%)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
K AD AP BP AU

Gambar 26 Histogram daya serap air papan.

Nilai daya serap air papan selama 2 dan 24 jam masing-masing berkisar
5,02-11,18 (7,37±2,26)% dan 22,30-42,24 (30,66±7,52)%. Strand tanpa
perlakuan menghasilkan nilai daya serap air papan (selama 2 dan 24 jam)
tertinggi, sedangkan perlakuan perendaman strand dalam bahan pengawet
menghasilkan daya serap air papan terendah. Sampel masih menyerap air
ketika direndam dalam air, hal ini disebabkan karena keberadaan air bebas dan
terikat. Air bebas terletak pada rongga sel, ruang interselular dan celah pada
ikatan rekat perekat dengan kayu. Air terikat terdapat pada dinding sel dan
mungkin juga terdapat pada jaringan kayu-perekat (Boonstra et al. 2006).
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai daya serap air papan selama 2
dan 24 jam pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa
perlakuan awal pada strand tidak berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
daya serap air papan selama 2 jam memperlihatkan bahwa perlakuan awal
strand (perendaman dalam air dingin, perebusan, perendaman dalam bahan
pengawet dan autoklaf) menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
55

 
kontrol. Perlakuan perendaman strand dalam bahan pengawet berbeda nyata
dengan perebusan dan autoklaf. Perlakuan awal antara perendaman strand
dalam air dingin dengan bahan pengawet, perebusan dan autoklaf tidak berbeda
nyata. Kemudian perlakuan awal perebusan strand dengan autoklaf tidak
berbeda nyata.
Untuk daya serap air papan selama 24 jam memperlihatkan bahwa
perlakuan awal strand (perendaman dalam air dingin, perebusan, perendaman
dalam bahan pengawet dan autoklaf) menghasilkan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kontrol, demikian juga pada perlakuan awal antara perendaman
strand dalam bahan pengawet dengan autoklaf. Selanjutnya perlakuan awal
antara perendaman strand dalam air dingin dengan perebusan, bahan pengawet
dan autoklaf tidak berbeda nyata.
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian perlakuan awal terhadap strand
dapat menurunkan daya serap air papan dibandingkan dengan papan kontrol.
Perendaman strand dalam air dingin dan air panas akan menurunkan kadar
ekstraktif pada kayu sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan perekat
untuk menembus dinding sel, akibatnya proses perekatan berlangsung dengan
baik sehingga penyerapan airnya dapat berkurang. Pelarutan zat-zat ekstraktif
dapat meningkatkan daya ikat antar partikel kayu dengan bahan pengikatnya.
Perlakuan bahan pengawet menghasilkan nilai daya serap air yang
rendah. Keberadaan bahan pengawet tidak memberikan pengaruh yang negatif
terhadap proses perekatan, hal ini dapat dibuktikan dengan nilai sudut kontak
yang rendah (rata-rata 35,40) untuk strand dengan perlakuan bahan pengawet
sebagaimana disajikan pada Gambar 27. Kemampuan perekat untuk
berpenetrasi kedalam kayu berlangsung dengan baik, dimana keberadaan gugus
hidroksil bebas pada kayu terisi oleh perekat akibatnya sifat higroskopis dari
papan dapat diminimalisasi.

56

 
Gambar 27 Sudut kontak strand dengan perlakuan perendaman dalam
bahan pengawet.

C.1.4. Pengembangan tebal (PT)


Histogram nilai rata-rata pengembangan tebal papan disajikan pada
Gambar 28.
10
PT 2 Jam PT 24 Jam
9
Pengembangan Tebal

8
7
6
(%)

5
4
3
2
1
0
K AD AP BP AU

Gambar 28 Histogram pengembangan tebal papan.

Nilai pengembangan tebal papan selama 2 dan 24 jam masing-masing


berkisar 1,48-2,02 (1,72±0,42)% dan 6,54-7,63 (7,11±1,21)%. Strand tanpa
perlakuan menghasilkan nilai pengembangan tebal papan (selama 2 dan 24
jam) tertinggi, sedangkan perlakuan perendaman strand dalam bahan pengawet
dan air dingin menghasilkan pengembangan tebal papan terendah.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai pengembangan tebal
papan selama 2 dan 24 jam pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh
hasil bahwa perlakuan awal terhadap strand tidak berbeda nyata.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar pengembangan tebal papan maksimal 25% nilai pengembangan tebal
papan hasil penelitian ini seluruhnya memenuhi standar.

57

 
C.1.5. Pengembangan linier (PL)

Histogram nilai rata-rata PL disajikan pada Gambar 29.


2,0
PL 2 Jam PL 24 Jam
1,8

Pengembangan Linier
1,6
1,4
1,2

(%)
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
K AD AP BP AU

Gambar 29 Histogram pengembangan linier papan.

Nilai pengembangan linier papan selama 2 dan 24 jam masing-masing


berkisar 0,39-0,45 (0,42±0,07)% dan 0,72-1,04 (0,89±0,16)%. Perlakuan
perendaman strand dalam air dingin dan perebusan menghasilkan nilai
pengembangan linier papan (selama 2 dan 24 jam) tertinggi, sedangkan
perlakuan strand dalam autoklaf dan perendaman dalam air dingin
menghasilkan pengembangan linier papan terendah.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai pengembangan linier
papan selama 2 dan 24 jam pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh
hasil bahwa perlakuan awal terhadap strand tidak berbeda nyata.

C.2. Sifat mekanis OSB

C.2.1. Modulus of Rupture (MOR)


Histogram nilai rata-rata MOR papan disajikan pada Gambar 30.
1000
Kering Basah
900
800
MOR (kg/cm2)

700
600
500
400
300
200
100
0
K AD AP BP AU

Gambar 30 Histogram MOR papan.

58

 
Nilai MOR papan untuk kondisi pengujian kering dan basah berkisar
395,60-618,71 (457,32±136,45) kg/cm2 dan 60,75-216,83 (166,63±62,56)
kg/cm2. Perlakuan awal terhadap strand berupa perebusan menghasilkan nilai
tertinggi untuk MOR pada kondisi kering, sedangkan kontrol (strand tanpa
perlakuan awal) menghasilkan nilai terendah untuk MOR pada kondisi kering.
Kemudian MOR pada kondisi basah tertinggi dihasilkan oleh strand yang
diberi perlakuan perendaman dalam air dingin sedangkan nilai terendah untuk
MOR pada kondisi basah dihasilkan oleh strand dengan perlakuan perebusan.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai MOR pada kondisi kering pada
selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal
terhadap strand tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk MOR pada kondisi
basah perlakuan awal terhadap strand memberikan pengaruh yang sangat
berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
nilai MOR pada kondisi basah memperlihatkan bahwa perlakuan perebusan
strand menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol,
perendaman dalam air dingin, perendaman dalam bahan pengawet dan
autoklaf. Perlakuan awal strand berupa perendaman dalam air dingin,
perendaman dalam bahan pengawet dan autoklaf tidak berbeda nyata terhadap
kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian, MOR dan MOE dengan perlakuan
perebusan pada uji kering menghasilkan nilai tertinggi sedangkan pada saat uji
basah menghasilkan nilai terendah. Nilai MOR dengan perlakuan perebusan
pada pengujian dalam kondisi basah tidak memenuhi standar. Pada saat
pengujian dalam kondisi basah, contoh uji dengan perlakuan perebusan telah
mengalami delaminasi/terbukanya ikatan rekat antara strand dengan perekat
seperti yang disajikan pada Gambar 31. Kelarutan dengan air panas dapat
menimbulkan hidrolisis beberapa lignin dan resin. Kelarutan dalam air panas
tersebut akan menghasilkan asam organik bebas (Riyadi 2004). Menurut
Boonstra et al. (2006), perlakuan panas menyebabkan derajat keasaman dari
partikel menurun sehingga membentuk asam asetat dan asam format. Asam-

59

 
asam ini mengakibatkan terhidrolisanya selulosa dan hemiselulosa sehingga
berakibat terhadap perlemahan pada sifat mekanis.

Gambar 31 Delaminasi pada contoh uji MOR dan MOE.

Menurut Maloney (1993) bahwa nilai MOR dipengaruhi oleh kandungan


dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan panjang serat.
Faktor yang mempengaruhi nilai MOR panil adalah BJ kayu, geometri partikel,
orientasi partikel, kadar perekat, kadar air lapik dan prosedur kempa.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar MOR papan pada kondisi kering dan basah masing-masing minimal
244,8 dan 122,4 kg/cm2, nilai MOR papan hasil penelitian ini sebagian besar
memenuhi standar kecuali MOR pada pengujian kondisi basah ada salah satu
nilai yang dihasilkan oleh perlakuan perebusan yang tidak memenuhi standar.

C.2.2. Modulus of elasticity (MOE)

Histogram nilai rata-rata MOE papan disajikan pada Gambar 32.


100000
Kering Basah
90000
80000
MOE (kg/cm2)

70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
K AD AP BP AU

Gambar 32 Histogram MOE papan

Nilai MOE papan untuk kondisi pengujian kering dan basah berkisar
45513,60-65905,32 (58106,62±10768,30) kg/cm2 dan 9756,04-26500,80

60

 
(20433,63±6333,03) kg/cm2. Perlakuan terhadap strand berupa perebusan
menghasilkan nilai tertinggi untuk MOE pada kondisi kering, sedangkan
kontrol (strand tanpa perlakuan awal) menghasilkan nilai terendah untuk MOE
pada kondisi kering. Kemudian MOE pada kondisi basah, nilai tertinggi
dihasilkan oleh strand yang diberi perlakuan perendaman dalam air dingin
sedangkan nilai terendah untuk MOE pada kondisi basah dihasilkan oleh
strand dengan perlakuan perebusan.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai MOE pada kondisi kering
pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal
terhadap strand tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk MOE pada kondisi
basah perlakuan awal terhadap strand memberikan pengaruh yang sangat
berbeda nyata.
Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang
kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa nilai MOE pada kondisi basah
memperlihatkan bahwa perlakuan perebusan strand menghasilkan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap kontrol, perendaman dalam air dingin,
perendaman dalam bahan pengawet dan autoklaf. Antara kontrol dengan
perlakuan perendaman dalam bahan pengawet tidak berbeda nyata, demikian
juga antara autoklaf dengan perendaman dalam air dingin. Kemudian
perlakuan awal Strand berupa perendaman dalam air dingin dan autoklaf
berbeda nyata terhadap kontrol dan perendaman bahan pengawet.
Menurut Maloney (1993) bahwa nilai MOE dipengaruhi oleh kandungan
dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan panjang serat.
Perbedaan kadar resin perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap sifat-sifat mekanik bahan yang direkat.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar MOE papan pada pengujian dalam kondisi kering minimal 40800
kg/cm2, nilai MOE papan hasil penelitian ini seluruhnya memenuhi standar.
Sedangkan MOE pada kondisi basah tidak dipersyaratkan dalam standar JIS A
5908 (2003).

61

 
C.2.3. Keteguhan rekat internal / internal bond (IB)

Histogram nilai rata-rata IB papan disajikan pada Gambar 33.


20
18
16

Internal Bond
14

(kg/cm2)
12
10
8
6
4
2
0
K AD AP BP AU

Gambar 33 Histogram keteguhan rekat internal papan.

Nilai IB papan berkisar 5,71-19,43 (9,97±5,93) kg/cm2. Perlakuan


terhadap strand berupa autoklaf, menghasilkan nilai keteguhan rekat internal
papan tertinggi, sedangkan IB papan terendah terdapat pada kontrol.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai IB papan pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal terhadap
strand sangat berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
nilai IB memperlihatkan bahwa perlakuan awal strand berupa autoklaf
menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol, perendaman
dalam air dingin, perebusan dan perendaman dalam bahan pengawet.
Sedangkan perlakuan awal strand berupa perendaman dalam air dingin,
perebusan dan perendaman dalam bahan pengawet tidak berbeda nyata
terhadap kontrol.
Sutigno (2000) menyatakan bahwa zat ekstraktif adalah zat yang terdapat
didalam rongga sel yang dapat mengurangi keteguhan rekat karena
menghalangi perekat untuk bereaksi dengan komponen dalam dinding sel.
Makin tinggi kandungan zat ekstraktif dalam suatu bahan, makin banyak pula
pengaruhnya terhadap keteguhan rekat.
Nilai IB papan tertinggi dihasilkan melalui perlakuan autoklaf terhadap
strand karena menurut Rowell et al. (2002) bahwa perlakuan steam dapat
merubah keberadaan gula bebas menjadi furan intermediate, dimana furan
intermediate ini dapat dikonversi menjadi furan resin untuk meningkatkan
keteguhan rekat internal dan stabilitas dimensi papan serat. Menurut
62

 
Kubunsky & Itju (1972) dalam Yusfiandrita (1998), akibat pengukusan dapat
menurunkan zat ekstraktif sehingga dapat meningkatkan ikatan internal panil
yang dihasilkan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya
pengembangan pada sel pembuluh. Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu
akan berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu.  
Menurut Hunt & Garratt (1986) bahwa waktu pengukusan dianjurkan tidak
lebih dari 6 jam, waktu pengukusan yang berlebihan dapat menurunkan
kekuatan panil.
Menurut Maloney (1993), dengan semakin meningkatnya kerapatan
lembaran, partikel akan mengalami kehancuran pada waktu pengempaan
sehingga akan meningkatkan penyebaran perekat per satuan luas, yang
akhirnya akan menghasilkan keteguhan rekat internal yang baik. Keteguhan
rekat internal papan partikel dipengaruhi oleh sifat adhesi spesifik kayu yang
digunakan, penyebaran perekat dan waktu pengempaan (Shuler & Kelly 1976
dalam Peniyati 1992).
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar IB papan minimal 3,06 kg/cm2, nilai keteguhan rekat internal papan
hasil penelitian ini seluruhnya memenuhi standar.

C.2.4. Kuat pegang sekrup (KPS)

Histogram nilai rata-rata KPS papan disajikan pada Gambar 34.


200
Kuat Pegang Sekrup (kg)

180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
K AD AP BP AU

Gambar 34 Histogram kuat pegang sekrup papan.

Nilai KPS papan berkisar 85,93-126,28 (111,31±39,81) kg. Perlakuan


terhadap strand berupa autoklaf, menghasilkan nilai KPS papan tertinggi,
sedangkan KPS papan terendah terdapat pada papan kontrol.

63

 
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai KPS papan pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal terhadap
strand tidak berbeda nyata.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar KPS papan minimal 51 kg, sehingga papan hasil penelitian ini
seluruhnya memenuhi standar.

C.3. Keawetan OSB


C.3.1. Kehilangan berat akibat serangan rayap tanah
Histogram nilai rata-rata kehilangan berat disajikan pada Gambar 35.
10
Kehilangan Berat (%)

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
K AD AP BP AU

Gambar 35 Histogram kehilangan berat papan.

Nilai kehilangan berat papan berkisar 0,61-8,90 (5,66±3,08)%.


Perlakuan terhadap strand berupa perendaman dalam bahan pengawet
menghasilkan nilai kehilangan berat papan terendah, sedangkan kehilangan
berat papan tertinggi terdapat pada papan dengan perlakuan autoklaf.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai kehilangan berat papan pada
selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal
terhadap strand memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
perlakuan awal strand berupa autoklaf menghasilkan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap perendaman dalam air dingin, perebusan dan perendaman dalam
bahan pengawet. Sedangkan perlakuan awal strand berupa perendaman dalam
air dingin, perebusan dan autoklaf tidak berbeda nyata terhadap kontrol.
Rayap tanah memanfaatkan kayu sebagai tempat tinggal atau untuk
mendapatkan selulosa sebagai sumber makanan (Bowyer et al. 2003).
Perlakuan awal strand yang direndam dengan menggunakan bahan pengawet

64

 
CCB selama 2 hari terbukti efektif dalam meningkatkan daya tahan papan yang
dihasilkan terhadap serangan rayap tanah. Bahan pengawet efektif sebagai
racun yang dapat mematikan rayap sehingga papan dengan perlakuan ini
memiliki persentase kehilangan berat yang terendah. Bahan pengawet jenis ini
mampu melindung kayu ataupun papan terhadap serangan rayap kayu kering,
bubuk kayu kering, rayap tanah, jamur pelapuk kayu, dan organisme perusak
kayu lainnya.
Nilai kehilangan berat untuk papan dengan perlakuan awal strand berupa
autoklaf tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Menurut Boonstra
et al. (2006), perlakuan panas pada temperatur rendah dalam jangka waktu
yang lama tidak berdampak terhadap kehilangan berat. Pengaruh temperatur
lebih dominan bila dibandingkan dengan waktu. Lamanya waktu pemanasan
pada temperatur yang rendah tidak berdampak pada derajat dekomposisi.

C.3.2. Nilai penghambatan aktifitas makan (antifeedant)


Histogram nilai rata-rata penghambatan aktifitas makan (antifeedant)
disajikan pada Gambar 36.
100
90
Antifeedant (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
AD AP BP AU

Gambar 36 Histogram antifeedant.

Nilai penghambatan aktifitas makan (antifeedant) berkisar 8,10-85,13%.


Perlakuan terhadap strand berupa perendaman dalam bahan pengawet
menghasilkan nilai antifeedant tertinggi, sedangkan antifeedant terendah
terdapat pada papan dengan perlakuan autoklaf. Berdasarkan klasifikasi
antifeedant, papan yang dihasilkan termasuk golongan lemah sampai sangat
kuat.
Perlakuan awal strand melalui perendaman dalam bahan pengawet
memberikan nilai tertinggi pada antifeedant berarti menandakan bahwa papan
65

 
dengan perlakuan tersebut tidak disukai oleh rayap. Bahan pengawet ini efektif
sebagai racun yang dapat mematikan rayap.

C.3.3. Nilai mortalitas rayap


Histogram nilai rata-rata mortalitas rayap disajikan pada Gambar 37.
120

100

Mortalitas (%)
80

60

40

20

0
K AD AP BP AU

Gambar 37 Histogram mortalitas rayap.

Nilai mortalitas rayap berkisar 40-100 (64,13±26,26)%. Perlakuan


terhadap strand berupa perendaman dalam bahan pengawet menghasilkan nilai
mortalitas rayap tertinggi, sedangkan mortalitas rayap terendah terdapat pada
papan tanpa perlakuan (kontrol). Berdasarkan klasifikasi ketahanan kayu
terhadap serangan rayap tanah, papan yang dihasilkan termasuk golongan
sedang sampai sangat kuat.
Berdasarkan sidik ragam terhadap mortalitas rayap pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal terhadap
strand memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
perlakuan awal strand berupa perendaman dalam bahan pengawet
menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol, perendaman
dalam air dingin, perebusan dan autoklaf.
Perlakuan awal strand melalui perendaman dalam bahan pengawet
memberikan nilai tertinggi pada mortalitas rayap berarti menandakan bahwa
papan dengan perlakuan tersebut mengandung racun yang menyebabkan
tingginya jumlah rayap yang mati. Bahan pengawet ini efektif sebagai racun
yang dapat mematikan rayap.

66

 
D. Skoring OSB Hasil Penelitian

Tabel 13 Rekapitulasi skoring OSB hasil penelitian


Sifat Fisis, Mekanis K AD AP BP AU
dan Keawetan OSB
Kerapatan
• Nilai Rata-Rata 2 1 3 1 1
• JIS A5908(2003) 1 1 1 1 1
Kadar Air
• Nilai Rata-Rata 1 2 5 4 3
• JIS A5908(2003) 1 1 1 1 1
Daya Serap Air
• Nilai Rata-Rata 1 4 3 5 2
• JIS A5908(2003) - - - - -
Pengembangan Tebal
• Nilai Rata-Rata 1 5 2 3 4
• JIS A5908(2003) 1 1 1 1 1
Pengembangan Linier
• Nilai Rata-Rata 3 5 1 4 2
• JIS A5908(2003) - - - - -
MOR
• Nilai Rata-Rata 1 2 5 3 4
• JIS A5908(2003) 1 1 1 1 1
MOE
• Nilai Rata-Rata 1 2 5 4 3
• JIS A5908(2003) 1 1 1 1 1
Internal Bond
• Nilai Rata-Rata 1 2 4 3 5
• JIS A5908(2003) 1 1 1 1 1
Kuat Pegang Sekrup
• Nilai Rata-Rata 1 2 4 3 5
• JIS A5908(2003) 1 1 1 1 1
Durability
• Nilai Rata-Rata 2 3 4 5 1
• JIS A5908(2003) - - - - -
Total Skor 21 35 43 42 37
Keterangan:
Nilai Rata-Rata: 1-5
Standar JIS A 5908 (2003): Memenuhi= 1 Tidak memenuhi=0
K=Kontrol; AD=Rendam air dingin; AP=Rebus; BP=Rendam bahan pengawet; AU=Autroklaf

Berdasarkan Tabel 13, hasil total skoring yang ditinjau dari nilai rata-rata
yang dihasilkan dan pencapaian standar dari sifat fisis, mekanis dan keawetan
papan memperlihatkan bahwa perlakuan awal strand berupa perebusan dan
perendaman dalam bahan pengawet mendapatkan skor tertinggi sehingga

67

 
direkomendasikan sebagai papan dengan kualitas terbaik bila dibandingkan
dengan karakteristik sifat papan dengan perlakuan yang lain dan kontrol.
Bila ditinjau dari segi efisiensi teknis dan ekonomis papan tanpa
perlakuan (kontrol) merupakan papan yang layak dipertimbangkan karena
secara keseluruhan, papan yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi
standar kelayakan sebagai papan komposit struktural dalam hal ini standar JIS
A 5908 (2003) kelas papan partikel dasar tipe 24-10 khusus untuk oriented
strand board (OSB).

68

 
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil penelitian terhadap sifat dasar kayu sentang menunjukkan bahwa


berdasarkan karakteristik anatomi dan sifat fisis kayunya, kayu ini layak
untuk dipergunakan sebagai bahan baku OSB.

2. Oriented strand board (OSB)


a. Sifat fisis dan mekanis papan: Perlakuan awal terhadap strand berupa
perendaman dalam air dingin, perebusan, perendaman dalam bahan
pengawet dan autoklaf memberikan respon positif terhadap sifat fisis
dan mekanis papan yang dihasilkan
b. Keawetan papan: Perlakuan awal terhadap strand berupa perendaman
dalam bahan pengawet menghasilkan papan dengan tingkat keawetan
yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan lain dan kontrol.

3. Berdasarkan hasil skoring, perlakuan awal strand berupa perebusan dan


perendaman dalam bahan pengawet mendapatkan skor tertinggi sehingga
direkomendasikan sebagai papan dengan kualitas terbaik.

4. Bila ditinjau dari segi efisiensi teknis dan ekonomis papan tanpa perlakuan
(kontrol) merupakan papan yang layak dipertimbangkan karena secara
keseluruhan, papan yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi
standar kelayakan sebagai papan komposit struktural dalam hal ini standar
JIS A 5908 (2003)

B. Saran
Berdasarkan pertimbangan secara ekonomis, perekat yang digunakan
dengan konsentrasi sebesar 7% masih relatif cukup besar dan papan yang
dihasilkan semuanya masih berada diatas standar maka disarankan untuk
melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh kadar perekat terhadap
kualitas papan yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat,
IPB.

Anggraini SE. 2005. Sifat-sifat Anatomi Kayu Jati (Tectona grandis L.f) Plus
Perhutani Dari Beberapa Seedlot Di KPH Ngawi Pada Kelas Umur I.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

APA. 1997. Panel Handbook and Grade Glossary. The Engineer Wood
Association, USA.

APA. 2000. Oriented Strand Board. The Engineer Wood Association, USA.

Awoyemi L, Westermark U. 2005. Effects of borate Impregnation on the


Response of Wood Strength to Heat Treatment. J Holz als Roh-und Werkstoff
39: 6.

Ayrilmis N, Kartal SN, Winandy JE, White RH. 2005. Physical and Mechanical
Properties and Fire, Decay, and Termite Resistance of Treated Oriented
Strand Board. J Forest Product 55: 5.

Boonstra MJ, Pizzi A, Zomers F, Ohlmeyer M, Paul W. 2006. The Effects of a


Two Stage Heat Treatment Process on the Properties of Particleboard. J Holz
als Roh-und Werkstoff 64: 157-164.

Bowyer JL, Shmulsky, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science -
An Introduction, Fourth edition. Lowa: Lowa State University Press.

British Standard. 1957. Methods of Testing Small Clear Specimens of Timbers BS


373. Inggris.

Brown HP, Panshin AJ and Forsaith CC. 1952. Text Book of Wood Technology
Vol. II. New york: McGraw-Hill Book Company Inc.

Ching TS. 2003. Keboleh Awetan Kayu Sentang (Azadirachta excelsa).


[Thesis]. Malaysia.

Budiarso E. 2000. Analisis Kualitas Pengeringan Kayu Gergajian Pada Beberapa


Perusahaan di Kalimantan Timur. FRONTIR: 32.

Florido, Mesa. 2001. Marango: Azadirachta excelsa (Jack) Linn. Research


Information Series on Ecosystem. Vol. 13 no. 3 (September-December
2001).

Foerst Product Laboratory. 1999. Wood Hand Book: Wood as an Engineering


Material. Agric Handbook 72. Washington DC. US department.
Forest Watch Indonesia. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor: Forest
watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch.

Hadi YS. 1988. Pengaruh Perendaman Panas Partikel Kayu terhadap stabilitas
Dimensi papan Partikel Meranti Merah. J. Teknologi Hasil Hutan 2 (1): 16-
24.

-------------. 1991. Pengaruh Perendaman Panas dan Asetilasi selumbar Terhadap


Sifat Papan Partikel [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.

Hunt GM, Garratt GA. 1986. Pengawetan Kayu. Terjemahan. Jakarta:


Akademika Presindo.

Johnson R, Jayawickrama K. 2002. Genetics of wood specific gravity in coastal


Douglas-fir. PNWTIRC / NWTIC workshop on Genetic Improvement of
Wood Quality in coastal Douglas-fir and western hemlockî, June 27, 2002.
Oregon State University, Corvallis, OR.

Japanese Standard Association. 2003. Japanesse Industrial Standard Particle


Board JIS A 5908. Japanese Standard Association. Jepang.

Joker D. 2000. Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs. Seed leaflet No. 13


(September 2000). Danida Forest Seed Centre. Denmark.

Kamdem DP, Jiang H, Cui W, Freed J, Matuana LM. 2004. J of Elsevier.


Composites: Part A 35: 347-355.

Maemuna A. 1994. Pengaruh Perlakuan Natrium Hidroksida Terhadap Sifat


Kimia dan Fisis-Mekanis Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.).
[Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard


Manufacturing. San Francisco: Miller Freeman Inc.

Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding Principles in Practise. New


York: Van Nostrand Reinhold.

Martawijaya AI, Kartasujana, Mandang YI, Prawira SA dan Kadir K. 1981.


Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan.

Misran S. 2005. Evaluation of Oriented Strand Board Made From Rubber Wood
Using Phenol Formaldehyde As a Binder. [Thesis]. Malaysia: Universiti
Putra Malaysia.

Nishimura T, Ansell MP, Ando N. 2002. Evaluation of the arrangement of wood


strands at the surface of OSB by image analysis. Wood Sci. Technol. 36: 93-
99.

71
Nishimura T, Amin J, Ansell MP, Ando N. 2004. Image Analysis and Bending
properties of Model OSB Panels as A Function of Strand Distribution, Shape
and Size. Wood Sci. Technol. 38 (4-5): 297 - 309

Nuryawan, Massijaya MY. 2006. Mengenal Oriented Strand Board. Kerjasama


Fakultas Pertanian USU Medan dan Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Pandit IKN. 1995. Diktat anatomi: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku.
Fahutan IPB.

Panshin AJ, de Zeeuw C. 1980. Text Book of Wood Technology. Structure,


Identification, Properties and Uses of The Commercial Woods of The United
States and Canada. New york: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Pari Gustan, Roliadi H, Setiawan D, Saepuloh. 2006. Komponen Kimia Sepuluh


Jenis Kayu Tanaman Dari Jawa Barat. J Penelitian Hasil Hutan 24: 89-97.

Paul W, Ohlmeyer M, Leithoff H. 2005. Optimising the properties of OSB by a


one-step heat pre-treatment process. J Holz als Roh-und Werkstoff 64: 227-
234.

---------------------------------------------. 2007. Thermal modification of OSB-


strands by a one-step heat pre-treatment-Influence of temperature on weight
loss, hygroscopicity and improved fungal resistance. J Holz als Roh-und
Werkstoff 65: 1.

Peniyati D. 1992. Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin selumbar Pada Empat
Tingkat Umur Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen).
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pressnail KD, Stritesky VF. 2005. Moisture Related Properties of Oriented


Strand Board (OSB). 10DBMC International Conférence On Durability of
Building Materials and Components LYON [France] 17-20 April 2005.

Riyadi C. 2004. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Serat dari Limbah Batang Pisang
(Musa sp.) pada Berbagai Perlakuan Pendahuluan dan Kadar Parafin.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Rowell R, Lange S, McSweeny J, Davis M. 2002. Modification of Wood Fiber


Using Steam. Proceeding of 6th Rim Bio-Based Composites Symposium.
Oregon, USA.

Selamat S, Hasim S. 2002. Treatibility of Acacia mangium and Sentang


(Azadirachta excelsa) in Relation to Wood Structure. Report of Forest
Research Institute Malaysia.

Skaar C. 1972. Water in Wood. Syracuce Wood Science Series. University


Press New york.

72
Soewarsono. 1990. Specific Gravity of Indonesian Woods and its Significance
for Practical Use, FRDC, Forestry Department, Bogor, Indonesia p:134.

Structural Board Association. 2004. OSB Design Manual: Construction


Sheathing And Design Rated Oriented Strand Board. Canada.

---------------------------------------. 2004. OSB Performance Under High Humidity


Conditions. Technical Bulletin nomor 113. Canada.

---------------------------------------. 2004. Oriented Strand Board in Landfills.


Technical Bulletin nomor 110. Canada.

---------------------------------------. 2004. Binders and Waxes In Osb. Technical


Bulletin nomor 114. Canada.

---------------------------------------. 2004. Oriented Strand Board and Waferboard.


Technical Bulletin nomor 104. Canada.

---------------------------------------. 2005. OSB in Wood Frame Construction. USA.

Susilowati RS, Tarumingkeng RC, Nandika D. 1998. Keawetan Alami Kayu


Akasia (Acacia mangium Willd) dan Keterawetannya Bagi Senyawa Boron
Secara Vakum Tekan. J Teknologi Hasil Hutan XI (1): 13-17.

Sutigno P. 2000. Perekat dan Perekatan. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Tamizi M. 2003. Sifat-Sifat Asas dan Kualiti Kayu Sentang (Azadirachta


Excelsa) Pada Umur Yang Berbeza. Thesis. Malaysia.

Teco. 2005. Resins Used In The Production Of Oriented Strand Board. Tech tips
No. 14. USA.

Trockenbrotd M, Misalam K, Lijangga J. 1999. Physical and Elasto-Mechanical


Wood Properti of Young Sentang (Azadirachta excelsa) Planted Sabah,
Malaysia. J Holz als Roh-und Werkstoff 57: 210-214.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,


Utilization. Van Nostrand Reinhold, New York.

Ujang S, Hasim S, Kadir R, Selamat S. 2005. Performance of Treated Sentang


in Aboveground Exposure. Forest Research Institute Malaysia.

Yusfiandrita. 1998. Pengaruh Pengukusan Strand Terhadap Sifat Fisis dan


Mekanis Oriented Strand Board (OSB) Dari Jenis Kayu Terap (Artocarpus
elasticus Reinw) dan Kayu Weru (Albizia procera Benth). [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

73
Lampiran 1 Pembagian batang untuk pengujian sifat dasar kayu

G  T  R 

sampel fisis sampel mekanis

 
Lampiran 2 Teknik pembuatan strand dengan menggunakan disk flaker

Papan 
Tangensial

70 mm 

70 mm 

70 mm 
Disk flaker    

Log 

Strand  
Panjang : 70 mm 
Lebar : 25 mm  
Tebal     : 0,5 mm  

  
  

75

 
Lampiran 3 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia
Komponen kimia Kelas komponen
(%) ringgi redang rendah
Selulosa >45 40-45 <40
Lignin >33 18-33 <18
Pentosan >24 21-24 <21
Zat ekstraktif >4 2,0-4,0 <2
Abu >6 0,2-6 <0,2

Lampiran 4 Kerusakan contoh uji setelah dilakukan uji kubur selama 100
hari (3 bulan)

Lampiran 5 Persentase rata-rata pencapaian target kerapatan


Perlakuan Kerapatan target Kerapatan hasil Persen pencapaian
Kontrol (K) 0,7 0,59 84,29
Air dingin (AD) 0,7 0,6 85,71
Rebus (AP) 0,7 0,58 82,86
Bahan pengawet (BP) 0,7 0,6 85,71
Autoklaf (AU) 0,7 0,6 85,71
Rata-rata 84,86

76

Вам также может понравиться