Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRACT
APRI HERI ISWANTO. Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board. Dibimbing
oleh Prof. Dr. Ir. Fauzi febrianto, MS dan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sifat dasar kayu sentang (M.
excelsa Jack) untuk menilai kesesuaiannya sebagai bahan baku OSB serta
mengevaluasi pengaruh perlakuan awal strand terhadap sifat fisis, mekanis dan
keawetan OSB yang dihasilkan. Penelitian anatomi kayu menggunakan teknik
maserasi dan mikrotom, sifat fisis dan mekanis kayu dengan teknik pengujian
contoh kecil bebas cacat, sifat kimia merujuk pada TAPPI T 257 om-85 dan
keawetan alami kayu melalui uji kubur. Sifat fisis mekanis papan merujuk pada
standar JIS A5908 (2003) dan uji keawetan papan merujuk pada teknik modified
wood block test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kayu sentang cocok
digunakan sebagai bahan baku OSB mengingat tebal dinding seratnya tergolong
tipis hingga sedang dengan jumlah pori agak banyak yang memungkinkan proses
perekatan dan pengempaan dapat berjalan dengan baik. (2) Perlakuan awal strand
berupa perebusan dan perendaman dalam bahan pengawet menghasilkan papan
dengan kualitas terbaik bila dibandingkan papan dengan perlakuan yang lain dan
kontrol.
Kata kunci: Kayu sentang , sifat dasar, OSB, perlakuan awal strand
RINGKASAN
APRI HERI ISWANTO. Sifat Dasar Kayu sentang (Melia excelsa Jack) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board. Dibimbing oleh
FAUZI FEBRIANTO dan IMAM WAHYUDI
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini adalah sifat dasar dan
panel-panel kayu, dengan judul Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack)
dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor
Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara atas kesempatan yang telah diberikan untuk melanjutkan studi ke Program
Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi atas program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) T.A 2006-2008.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Keberhasilan ini juga tidak terlepas dari do’a dan dukungan kedua orang
tua, istri dan keluarga, terima kasih untuk semuanya.
Semoga dengan adanya karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Dasar Kayu Sentang
(Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand
Board adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS Pror. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................... 3
C. Manfaat................................................................................................. 3
D. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5
A. Melia excelsa ........................................................................................ 5
B. Sifat Dasar Kayu Sentang..................................................................... 7
C. Oriented Strand Board (OSB) .............................................................. 8
D. Perlakuan Pendahuluan ........................................................................ 15
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 17
A.Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 17
B. Bahan dan Alat ..................................................................................... 17
C. Metode .................................................................................................. 18
D. Analisis Data ........................................................................................ 30
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 33
A. Sifar Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang ................................. 33
A.1.Anatomi kayu ................................................................................ 33
A.2.Sifat fisis kayu ............................................................................... 36
A.3.Sifat mekanis kayu ........................................................................ 42
A.4.Sifat kimia kayu............................................................................. 46
A.5.Keawetan alami kayu .................................................................... 49
B. Geometri dan Klasifikasi Penggulungan Strand .................................. 50
B.1.Geometri strand ............................................................................. 50
B.2.Klasifikasi penggulungan strand ................................................... 51
C. Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan Oriented Strand Board (OSB) ..... 52
C.1.Sifat fisis OSB ............................................................................... 52
C.2.Sifat mekanis OSB......................................................................... 58
C.3.Keawetan OSB .............................................................................. 64
D. Skoring OSB Hasil Penelitian .............................................................. 67
KESIMPULAN ................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70
LAMPIRAN ..................................................................................................... 74
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Dimensi strand (hasil pengukuran 100 strand) 12
2 Skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah 23
3 Penilaian visual grave yard test 24
4 Klasifikasi penggulungan strand 25
5 Komposisi kebutuhan bahan untuk satu papan berdasarkan
perlakuan perendaman 26
6 Klasifikasi antifeedant 30
7 Klasifikasi tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap 30
8 Rata-rata ukuran dimensi serat 33
9 Ukuran diameter dan jumlah pori 34
10 Ukuran dimensi dan frekuensi jari-jari 35
11 Panjang, lebar, tebal, slenderness ratio dan aspect ratio strand 50
12 Klasifikasi penggulungan strand 51
13 Rekapitulasi skoring OSB hasil penelitian 67
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram kerangka pemikiran 4
2 Arah orientasi strand (structural board association 2004) 10
3 Tipe strand (Nishimura et al. 2004) 12
4 Cara pengukuran panjang dan lebar strand (Nishimura et al. 12
2004)
5 Penguburan contoh uji 23
6 Denah uji kubur (grave yard test) 24
7 a) Pori gabung radial; b) pori gabung tangensial (perbesaran 35
200x)
8 a) Sel baring; b) sel tegak pada bidang radial (perbesaran 35
200x)
9 a) Tipe jari-jari multiseriet 2-4 seri pada bidang tangensial 36
(perbesaran 200x)
10 Histogram berat jenis kayu sentang 36
11 Histogram kadar air kayu sentang 38
12 Histogram penyusutan longitudinal, radial, tangensial dan 39
nilai T/R kayu sentang
13 Histogram penyusutan volume kayu sentang 41
14 Histogram MOR kayu sentang 42
15 Histogram MOE kayu sentang 43
16 Histogram keteguhan tekan sejajar serat kayu sentang 44
17 Histogram keteguhan tarik sejajar serat kayu sentang 45
18 Histogram kekerasan kayu sentang 45
19 Histogram kelarutan zat ekstraktif kayu sentang 46
20 Histogram kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan 48
lignin kayu sentang
21 Histogram kadar abu kayu sentang 49
22 Histogram kehilangan berat akibat serangan rayap tanah pada 49
kayu sentang
23 Strand (a) datar (b) curl, quarter round (c) curl, half round 52
24 Histogram kerapatan papan 52
iv
25 Histogram kadar air papan 53
26 Histogram daya serap air papan 55
27 Sudut kontak strand dengan perlakuan perendaman dalam 57
bahan pengawet
28 Histogram pengembangan tebal papan 57
29 Histogram pengembangan linier papan 58
30 Histogram MOR Papan 58
31 Delaminasi pada contoh uji MOR dan MOE 60
32 Histogram MOE Papan 60
33 Histogram keteguhan rekat internal papan 62
34 Histogram kuat pegang sekrup papan 63
35 Histogram kehilangan berat papan 64
36 Histogram kehilangan antifeedant 65
37 Histogram mortalitas rayap 66
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pembagian posisi batang untuk pengujian sifat dasar kayu 74
2 Teknik pembuatan strand dengan menggunakan disk flaker 75
3 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia 76
4 Kerusakan contoh uji setelah dilakukan uji kubur selama 100 76
hari (3 bulan)
5 Persentase rata-rata pencapaian target kerapatan 76
vi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
penelitian mengenai “Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board”.
B. Tujuan
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengolahan
kayu M. excelsa Jack sebagai bahan substitusi untuk konstruksi dan meubel.
Melalui teknologi pengolahan kayu diharapkan dapat mengurangi kelemahan
yang ada pada kayu M. excelsa Jack yang tergolong sebagai jenis cepat
tumbuh.
3
Hutan tanaman industri Excess demand Penurunan suplai
(fast growing species) kayu kayu dari
konstruksi dan
hutan alam
meubel
Kelemahan:
Berat jenis, kekuatan Modifikasi kayu dan komposit kayu
dan keawetannya
rendah
Balok laminasi
Papan semen dan gypsum
Papan partikel
Papan serat
Oriented strand board (OSB)
Masalah:
Daya serap air dan pengembangan
tebalnya tinggi
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Melia excelsa
A.1. Taksonomi
Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman Melia excelsa
sebagai berikut:
Dunia : Plantae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rutales
Suku : Meliaceae
Marga : Melia
Jenis : Melia excelsa
Nama lain : Azadirachta integrifolia Merr., Azedarach excelsa (Jack)
Kuntze, M. excelsa Jack, Trichilia excelsa (Jack) Spreng.
Nama umum : sentang (nama dagang), kayu bawang (Indonesia).
A.2. Morfologi
Joker (2000) mengemukakan bahwa M. excelsa merupakan tanaman
meranggas, tinggi mencapai 50 m, diameter sampai 125 cm, tanpa banir. Daun
majemuk dengan anak daun berpasangan, panjang 60-90 cm, dengan 7-11
pasang anak daun. Anak daun asimetris, lanset sampai elips, panjang mencapai
12,5 cm, lebar 3,5 cm, tepi daun tidak bergerigi seperti neem. Bunga kecil,
putih kehijauan, panjang malai sampai 70 cm.
A.3. Penyebaran
Joker (2000) mengemukakan bahwa tanaman ini tumbuh di hutan
sekunder tua atau hutan yang telah ditebang lama, dan juga di hutan
Dipterokarpa primer. Merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Kepulauan Aru dan Papua New Guinea.
Ditemukan sampai ketinggian 350 m dpl. Tumbuh paling baik didaerah
bercurah hujan tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22-27 °C, dan
musim kering tidak lebih 2-3 bulan. Tidak tahan dingin atau es.
Membutuhkan tanah subur, menyukai tanah geluh berpasir, drainase dan aerasi
baik. Pertumbuhan di areal datar lebih baik daripada daerah miring atau
pegunungan. Tidak ada pemuliaan atau uji provenan untuk A. excelsa. Bahan
pertanaman yang digunakan sekarang kebanyakan dari pohon tidak terseleksi.
A.4. Kegunaan
Joker (2000) mengemukakan bahwa manfaat dari kayu sentang adalah
untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya
dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas
peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya mengandung
azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestry, tanaman A.
excelsa muda ditanam secara tumpangsari dengan padi, kacang tanah, buncis,
kedelai dan sayuran.
Florido dan Mesa (2001) mengelompokkan kegunaan tanaman M.
excelsa sebagai berikut:
Kayu : Konstruksi, langit-langit, jendela, pintu, meubel dan ukir-ukiran
Biji : Ekstraksi minyak neem, sabun, produk obat-obatan, kosmetik dan
dipakai pada industri pasta gigi.
Daun : Insektisida/anti serangga, ekstrak daunnya dapat dipakai sebagai
kontrasepsi laki-laki
Bunga : Dapat dimakan, sebagai obat bagi penyakit yang berkaitan dengan
perut dan hidung
Kayu gubal : Obat untuk penyakit kantong empedu
Kayu teras : Pencegah gangguan penyakit pencernaan
Tanaman : Tanaman agroforestri, pemecah angin, tanaman pinggir jalan,
tanaman pagar dan kayu bakar.
6
B. Sifat Dasar Kayu sentang
B.1. Anatomi
Kayu sentang memiliki tekstur cukup kasar, serat berpadu (interlock
grain), dan bau menyengat seperti pohon cedar pada saat kondisi basah dan
bau berangsur-angsur hilang pada kondisi kering. Menurut Ching (2003), kayu
sentang memiliki jumlah pori lebih banyak dan ukurannya lebih besar dari
kayu karet. Kandungan getah pada kayu sentang lebih banyak ditemukan pada
kayu teras dari pada bagian gubal. Kayu gubal memiliki noktah berbentuk
tangga (schalariform) dan vestured. Tilosis ditemukan pada kayu teras tetapi
tidak ditemukan pada kayu gubal. Menurut Selamat dan Hasim (2002), kayu
sentang memiliki jari-jari biseriat sampai multiseriat.
7
B.4. Sifat kimia
Menurut Pari et al. (2006) kayu ki bawang (Melia excelsa) memiliki
kandungan holoselulosa sebesar 69,88%, lignin 27,31%, pentosan 16,44%;
kelarutan ekstraktif 6,94% (air dingin), 4,23% (air panas), 2,6% (alkohol
benzena), 15,18% (NaOH 1%), kadar abu 0,47%, dan kadar silika 0,14%.
Berdasarkan hasil penelitian Tamizi (2003), kadar abu dari kayu sentang tidak
dipengaruhi oleh perbedaan umur pohon. Nilai kadar abu berkisar antara 1,87-
2,33%. Ditemukan tiga unsur anorganik utama yaitu potasium, kalsium dan
magnesium. Selain itu juga terdapat unsur lain seperti natrium, tembaga, seng,
mangan, besi dan nikel.
8
keberadaannya telah menggantikan waferboard. Menurut Bowyer et al.
(2003), antara tahun 1985-1999 produksi OSB di USA meningkat hingga
300% dari 2,7 menjadi 10,3 juta m3 per tahun.
Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di
Amerika dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi 27 milyar feet2.
Kapasitas produksi OSB di Eropa pada akhir tahun 2000 mencapai
2.005.000 m3 per tahun dan tahun 2001 bertambah sebesar 1.085.000 m3 per
tahun (Bowyer et al. 2003; Nishimura et al. 2004). Di Kanada dan Amerika,
OSB sudah dikembangkan dan diaplikasikan pada konstruksi bangunan rumah
dan bangunan komersial industri. Menurut Nishimura et al. (2004), di China
sudah dikembangkan perumahan Western Style yang dibangun dengan bahan
baku kayu dan OSB.
C.2. Definisi
Menurut APA (1997), OSB adalah panil kayu struktural yang dibuat dari
strand kayu yang diikat dengan perekat menggunakan kempa panas. Orientasi
strand dibuat sebagai pusat lapisan komposit atau disusun bersilangan antar
lapisan panil.
Menurut Structural Board Association (2004), OSB adalah panel
struktural yang cocok untuk konstruksi. Lembaran panilnya terbuat dari
sayatan strand dari kayu berdiameter kecil atau kayu jenis cepat tumbuh dan
diikat dengan perekat tipe eksterior melalui proses pengempaan panas.
Kekuatan OSB berasal dari strand yang diorientasikan pada lembaran. Pada
bagian permukaan lapisan, strand diorientasikan pada arah memanjang panil.
Lapisan inti disusun secara acak atau bersilangan tegak lurus dengan lapisan
permukaan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.
9
Gambar 2 Arah orientasi strand (Structural Board Association 2004).
C.3. Penggunaan
Menurut Structural Board Association (2004) dan Forest Product
Laboratory (1999), OSB merupakan panil kayu untuk penggunaan struktural.
OSB dipergunakan untuk konstruksi rumah, pallet, display, furniture, I-joist
web. OSB digunakan untuk pelapis atap, dinding, lantai perumahan dan
10
konstruksi komersial. Menurut Structural Board Association (2005), OSB
dapat dipergunakan untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai,
panil penyekat dan I- Joist. OSB didesain sebagai panil struktural untuk
menggantikan kayu lapis yang diaplikasikan sebagai dinding, sub pelapis
lantai, balok web, dan pelapis lantai tunggal (Rahman et al. 2006).
11
Gambar 3 Tipe strand (Nishimura et al. 2004).
Berbagai tipe strand selanjutnya diambil sampel sejumlah 100 strand untuk
diukur aspect ratio, rasio kelangsingannya (slenderness ratio), lebar dan
tebal seperti yang disajikan pada Gambar 4.
12
3. Pengeringan
Ayrilmis et al. (2005) merekomendasikan pengeringan strand hingga
mencapai kadar air 2-3%. Menurut Structural Board Association (2004),
strand untuk OSB dikeringkan sampai kadar airnya 3% untuk perekat PF
atau seperti panil sebesar 8% dengan perekat cair.
Dalam kondisi normal, strand dikeringkan hingga mencapai kadar air 3-5%
sebelum dicampur dengan PF cair. Penggunaan PF bubuk memerlukan
pengeringan hingga mencapai kadar air 6%. Pengeringan strand dari kayu
Aspen hingga mencapai kadar air 4% untuk perekat dengan kandungan 3%
isocyanat. Kadar air strand 5-6% apabila menggunakan perekat UF (Misran
2005).
4. Pencampuran strand, perekat dan bahan aditif
Menurut Structural Board Association (2004), Liquid polymeric diphenyl
methane diisocyanate (MDI) binder merupakan alternatif binder yang
dipergunakan oleh 35% industri OSB (baik MDI sendiri ataupun dicampur
dengan fenol). Berdasarkan hasil penelitian MDI binder bereaksi dengan
molekul yang mengandung hidrogen aktif untuk menghasilkan molekul
dasar polyurethane dan polyurea. Sumber hidogen aktif dapat berikatan
dengan gugus hidroksil didalam kayu, ekstraktif kayu, dan atau resin kayu
sebagaimana halnya kadar air dalam kayu. Serbuk gergaji yang berasal dari
papan yang dibuat dengan MDI aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
Menurut Teco (2005); Marra (1993) Polydiphenylmethane diisocyanate,
pMDI atau MDI dipakai sebagai resin pada pembuatan OSB, namun
harganya lebih mahal dari PF. Seperti halnya PF, MDI merupakan perekat
tipe eksterior. Tidak seperti PF, MDI tidak membentuk ikatan mekanis
dengan kayu, namun ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia dimana ikatan
kimia ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan ikatan mekanis
sehingga membuat kinerja MDI lebih baik dibandingkan PF. Walaupun
penggunaan MDI dalam jumlah sedikit namun dapat memberikan hasil yang
lebih baik dari PF. Kayu memiliki gugus fungsi kimia yang dikenal dengan
gugus hidroksil. MDI dalam gugus isocyanat (–N=C=O) bereaksi dengan
gugus hidroksil pada kayu membentuk rantai urethane. Kombinasi faktor
13
seperti nonpolar, komponen aromatik dari MDI tahan terhadap hidrolisis.
Beberapa keuntungan menggunakan perekat MDI:
a. Lebih toleran terhadap partikel dengan kadar air yang tinggi.
b. Suhu kempa yang lebih rendah dan siklus kempa dapat lebih cepat
sehingga konsumsi energinya lebih rendah.
c. Tidak ada emisi formaldehida.
d. Pemakaian dalam jumlah sedikit dapat memberikan hasil yang
maksimal.
e. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan tinggi.
Bahan aditif yang biasanya ditambahkan pada saat pembuatan OSB adalah
lilin/parafin. Biasanya lilin/ parafin ini ditambahkan dalam jumlah yang
sedikit (besarnya kurang dari 1,5% berdasarkan berat).
5. Pembentukan lembaran
Menurut Misran (2005), pengorientasian arah strand dapat dilakukan
dengan menggunakan mechanical orienter dimana alat ini terdiri atas dua
bagian yaitu disk type orienter (mengarahkan strand kearah panjang panil)
dan star type orienter (mengorientasikan strand tegak lurus arah panjang).
Namun menurut Nishimura et al. (2004), pengorientasian strand dalam
pembentukan lembaran panil dapat dilakukan secara manual ataupun dengan
bantuan alat sederhana (former device).
6. Pengempaan panas
Tujuan pengempaan panas adalah untuk mendapatkan kerapatan dan
ketebalan sesuai yang diinginkan serta mematangkan perekat khususnya
perekat termoseting. Menurut Forest Product Laboratory (1999),
pengempaan panas pada OSB dilakukan pada suhu 177-204 0C selama 3-5
menit. Ayrilmis et al. (2005) menggunakan tekanan 3,5-4 Mpa dan suhu
210-215 0C (menggunakan resin PF cair) untuk target ketebalan 10 mm
membutuhkan waktu kempa selama 295 detik dengan rincian posisi kontrol
5 detik hingga mencapai ketebalan 20 mm, 20 detik untuk menekan hingga
ketebalan 10 mm dan 255 detik pengempaan dipertahankan pada ketebalan
10 mm, serta 15 detik terakhir untuk membuka kempa hingga 14 mm.
14
D. Perlakuan Pendahuluan
D.1. Perendaman dalam air dingin dan panas
Menurut Hadi (1991, 1998), perlakuan pendahuluan menyebabkan
perubahan sifat partikel kayu seperti keasamannya berubah, zat ekstraktifnya
berkurang atau partikel lebih stabil terhadap pengaruh air. Dengan adanya
perubahan sifat partikel tersebut, maka papan partikel yang dihasilkan akan
memiliki sifat-sifat tertentu yang lebih baik. Perendaman selumbar dengan air
panas selama 2 jam merupakan perlakuan yang optimal karena tidak berbeda
nyata dengan perendaman 3 dan 4 jam untuk meningkatkan stabilitas dimensi
papan partikelnya.
Komponen yang terlarut dalam air dingin meliputi tanin, gum, gula dan
pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang
terlarut dalam air dingin ditambah dengan komponen pati (Anonim 1995 dalam
Pari et al. 2006).
15
Goroyias & Hale 2002, Ohlmeyer & Lukowsky 2004 dalam Boonstra et al.
2006).
Menurut Paul et al. (2005), perlakuan panas pada kayu solid dapat
meningkatkan stabilitas dimensi dan keawetan. Penerapan perlakuan ini pada
panil-panil kayu terutama untuk penggunaan eksterior dapat memperbaiki sifat
kadar air dan daya tahan terhadap serangan jamur. Berdasarkan hasil
penelitian Paul et al. (2007), perlakuan panas terhadap strand Scots pine
memberikan pengaruh pada sifat mekanis dan penggunaan perekat. Selain itu
pengembangan tebal berkurang sehingga stabilitas dimensinya meningkat,
namun keteguhan rekat tidak terpengaruh dengan perlakuan. Menurut Highley
(1987) dalam Paul et al. (2007), karbohidrat lebih mudah didekomposisi oleh
jamur.
Kadar zat ekstraktif menurun dengan semakin meningkatnya waktu
pengukusan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan
pada saluran pembuluh. Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu akan
berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu
(Kubunsky & Itju 1972 dalam Yusfiandrita 1998). Pengaruh pengukusan
selama 3 dan 6 jam pada partikel meranti merah yang berukuran panjang, lebar
dan tebal masing-masing 10-50 mm, 2-25 mm, dan 0,2-0,5 mm menghasilkan
peningkatan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan (Priyatna
1988 dalam Yusfiandrita 1998).
Menurut Hunt & Garratt (1986), akibat dari pengukusan strand adalah
terbentuknya ikatan yang lemah antara mulut noktah dengan torus, adanya
ikatan yang lemah pada saluran noktah akan meningkatkan penetrasi perekat
terhadap kayu dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam
strand. Dengan terisinya ruang-ruang kosong tersebut dapat menghambat air
dan uap air untuk menembus dinding sel sehingga kadar air papan yang
dihasilkan lebih rendah dibanding papan tanpa perlakuan.
16
METODOLOGI PENELITIAN
18
selama 24 jam sampai beratnya konstan sehingga diperoleh berat kering
oven (BKO).
B. Berat jenis
Prosedur pengujian berat jenis adalah sebagai berikut:
Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard
(BS-373). Kemudian contoh uji diukur panjang, lebar dan tebal dengan
menggunakan kaliper untuk mendapatkan volume awal (V0). Setelah itu
contoh uji dioven pada suhu 103±2 0C selama 24 jam sampai beratnya
konstan sehingga diperoleh berat kering oven (BKO).
C. Penyusutan
Prosedur pengujian penyusutan adalah sebagai berikut:
Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard
(BS-373). Kemudian contoh uji diukur panjang (arah longitudinal), lebar
(arah tangensial) dan tebal (arah radial) dengan menggunakan kaliper
sehingga diperoleh dimensi panjang, lebar dan tebal awal. Selanjutnya
contoh uji dikering udarakan selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, contoh
uji diukur panjang (arah longitudinal), lebar (arah tangensial) dan tebal
(arah radial) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi
panjang, lebar dan tebal pada kondisi kering udara. Contoh uji dioven
pada suhu 103±2 0C selama 24 jam kemudian diukur panjang (arah
longitudinal), lebar (arah tangensial) dan tebal (arah radial) dengan
menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi pada kondisi kering
oven.
19
B. Keteguhan tarik sejajat serat
Prosedur pengujian keteguhan tarik sejajar serat adalah sebagai berikut:
Contoh uji sifat tarik sejajar serat diambil dari setiap stick dengan ukuran
(30x0,3x0,6) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi
kering udara. Selanjutnya contoh uji tersebut ditempatkan sesuai tempat
pengujian kemudian diberikan beban tarik sampai kayu tersebut putus.
Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,05 inch/menit.
C. Keteguhan tekan sejajar serat
Prosedur pengujian keteguhan tekan sejajar serat adalah sebagai berikut:
Contoh uji keteguhan tekan sejajar serat diambil dari setiap stick dengan
ukuran (2x2x6) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi
kering udara. Selanjutnya contoh uji tersebut dipasang sesuai tempat
pengujian kemudian diberikan beban tekan sampai kayu tersebut rusak.
Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,025 inch/menit.
D. Kekerasan
Prosedur pengujian kekerasan adalah sebagai berikut:
Contoh uji sifat kekerasan diambil dari stick dengan ukuran (2x2x6) cm
berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi kering udara.
Selanjutnya pengujian dilakukan dengan cara memasukkan setengah bola
baja yang berdiameter 0,444 inchi dengan luas penampang tekan 1 cm2 ke
dalam kayu.
20
B. Kelarutan ekstraktif dalam air panas
Dalam pengujian kelarutan kayu dalam air panas dilakukan penimbangan
serbuk sebanyak 2±0,1 gram, kemudian serbuk dimasukkan kedalam gelas
piala 400 ml. Sebanyak 100 ml air panas dimasukkan kedalam gelas piala
yang telah berisi serbuk, kemudian dipanaskan diatas penangas selama 3
jam. Larutan tersebut disaring selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
suhu 105±3 0C selama 4 jam atau sampai beratnya konstan, sampel
didinginkan selanjutnya ditimbang beratnya.
C. Kelarutan ekstraktif dalam alkohol benzene 1:2
Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 204 om-88. Serbuk
kayu ditimbang sebanyak 2±0,1 gram. Serbuk dimasukkan kedalam
timbel kertas saring yang telah ditentukan beratnya. Timbel diikat dan
diberi pemberat lalu dimasukkan kedalam tabung ekstraksi dan diatur
hingga cawan terendam dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan selama 6-8jam
dan setelah selesai timbel dikeluarkan. Selanjutnya dicuci dengan 50 ml
ethanol untuk mengeluarkan benzene, kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 105±3 0C selama 2 jam, dan timbang beratnya.
D. Kelarutan ekstraktif dalam NaOH 1%
Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 212 om-93. Serbuk
ditimbang sebanyak 2±0,1 gram. Serbuk tersebut dicampur dengan
100±1 ml larutan NaOH 1%. Campuran ditempatkan dalam water bath
paa suhu 97-100 0C selama 60 menit. Larutan diaduk masing-masing 5
detik setelah pemanasan 10, 15 dan 25 menit. Setelah 60 menit sampel
dicuci dengan air panas, kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat 10%
dan dibiarkan selama 1 menit sebelum larutan asam asetat dihilangkan. 25
ml asam asetat 10% dimasukkan kembali, kemudian sampel dicuci dengan
air panas hingga bebas asam. Sampel dikeringkan pada suhu 105±3 0C,
selanjutnya sampel ditimbang.
E. Kadar selulosa
Sebanyak 2,5 gram serbuk kayu bebas ekstraktif ditambah 125 ml larutan
asam nitrat 3,5% ditempatkan dalam Erlenmeyer 300 ml. Campuran
tersebut dipanaskan dalam waterbath selama 12 jam pada suhu 80 0C.
21
Setelah pemanasan, sampel disaring dengan air destilata hingga tidak
berwarna selanjutnya dikering udarakan. Sampel dipindahkan kedalam
erlenmeyer kembali lalu ditambahkan 125 ml larutan campuran NaOH dan
Na2SO3 (20 g : 20 g dalam 1 liter aquades) kemudian dipanaskan selama 2
jam pada suhu 50 0C. Sampel disaring dengan cawan saring dan dicuci
dengan aquades hingga filtrat tidak berwarna. 50 ml larutan sodium klorid
10% ditambahkan selanjutnya sampel dicuci dengan air hingga diperoleh
endapan berwarna putih. 100 ml asam asetat 10% ditambahkan, kemudian
sampel dicuci hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 105±3 0C,
kemudian ditimbang beratnya.
F. Kadar lignin (Lignin Klason)
Sampel kayu bebas ekstraktif ekuivalen berat kering 1±0,1 gram
dimasukkan dalam gelas piala. Larutan asam sulfat 72% sebanyak 15 ml
ditambahkan kedalamnya. Penambahan asam dilakukan secara perlahan
dan bertahap sambil diaduk dengan suhu dijaga pada 2±1 0C. Setelah
tercampur sempurna, gelas piala disimpan pada suhu 20±1 0C selama 2
jam sambil diaduk sesekali. Sekitar 300-400 ml air ditambahkan kedalam
erlenmeyer 1000 ml dan sampel dipindahkan dari gelas piala kedalam
erlenmeyer. Sampel dibilas dan diencerkan larutan dengan air hingga
dicapai konsentrasi asam sulfat 3% yaitu hingga total volume 575 ml.
Larutan dididihkan selama 4 jam dan jaga agar volume larutan konstan
dengan penambahan air panas. Lignin disaring dengan glass filter dan
dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel lignin dikeringkan
dalam oven pada suhu 105±3 0C hingga beratnya konstan, selanjutnya
ditimbang.
G. Kadar abu
Kadar abu ditetapkan menurut standar TAPPI T 211 om-93. Cawan abu
kosong dibersihkan dan dipanaskan pada suhu 525 ± 25 0C selama 30-60
menit. Setelah dipanaskan, cawan didinginkan dalam desikator kemudian
ditimbang. Sampel uji ekuivalen 1 gram kering oven dimasukkan kedalam
cawan abu. Sampel dipanaskan pada suhu 100 0C, kemudian suhu
dinaikkan sampai 525 0C secara bertahap hingga terjadi karbonisasi tanpa
22
pembakaran. Suhu pengabuan diatur pada 525±25 0C. Pembakaran
selesai jika partikel hitam telah hilang, kemudian cawan didinginkan
dalam desikator dan ditimbang.
5 cm
Permukaan tanah
15 cm
Lama waktu pengujian sekitar 100 hari (3 bulan). Setelah 3 bulan, contoh uji
diambil dan dibersihkan dari tanah yang menempel. Kemudian contoh uji
dikering ovenkan pada suhu 103±2 0C selama 24 jam sehingga diperoleh berat
kering setelah pengujian (B1). Parameter yang diamati yaitu persen kerusakan
dan kehilangan berat. Berdasarkan Sornnuwat et al. (1995) dalam Susilowati
et al. (1998) skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah adalah
sebagai berikut:
Tabel 2 Skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah
Kehilangan berat (%) Tingkat ketahanan kayu
0 Sangat Tahan
1-3 Tahan
4-8 Sedang
9-15 Tidak Tahan
>15 Rentan
23
Tabel 3 Penilaian visual grave yard test
Kelas Penilaian kualitatif Penilaian
kuantitatif
Tingkat serangan Keterangan Nilai
A Tidak Diserang Kayu Tidak Diserang (0%) 0
B Sedikit Terserang Terdapat serangan rayap 1-10
seperti bekas-bekas gigitan
dengan kedalaman 12,5%
C Serangan Ringan Terdapat saluran dengan 11-20
kedalaman 25%
D Serangan Berat Terdapat saluran nyata sampai 21-30
kedalaman 37,5%
E Serangan Hancur Serangan mencapai kedalaman 31-40
>50% dari kayu utuh
R2 G2 T2 Keterangan
= Jarak antar kayu 60 cm
G1 R3 G3
T1 T3 R1
24
Log yang akan dipergunakan dalam pembuatan strand dikuliti terlebih
dahulu (debarking). Setelah log bersih dari kulit, selanjutnya digergaji
menjadi papan tangensial dengan tebal 20 mm. Papan tangensial tersebut
dipotong dengan ukuran panjang 70 mm disesuaikan dengan ukuran
maksimum dari disk flaker yang ada. Potongan-potongan kayu ini yang akan
diumpankan kedalam disk flaker untuk dikonversi menjadi strand, sehingga
diharapkan dari potongan tersebut dihasilkan strand dengan ukuran geometri
panjang sekitar 70 mm, lebar 25 mm dan tebal 0,5 mm. Teknik pengukuran
geometri berdasarkan metode Nishimura et al. (2004). Teknik konversi log
kedalam bentuk strand disajikan pada Lampiran 2. Penelitian Pembuatan dan
Pengujian OSB terdiri atas:
a. Bagian pertama: meneliti geometri dan klasifikasi penggulungan
strand.
b. Bagian kedua: pembuatan OSB dengan menggunakan strand yang
telah diberi perlakuan perendaman air dingin dan panas, bahan
pengawet (Chrom cupprum boron/ CCB) dan autoklaf.
c. Bagian ketiga: pengujian sifat fisis, mekanis dan daya tahan OSB
terhadap serangan rayap tanah.
25
3. Perlakuan awal terhadap strand
• Rendaman dingin dan rendaman panas
Strand direndam dalam air dingin selama 72 jam dan direndam dalam air
panas selama 2 jam. Setelah direndam, strand dikeringkan.
• Rendaman dalam bahan pengawet CKB
Konsentrasi CKB yang dipergunakan sebesar 2,5%. Lama perendaman 48
jam. Setelah direndam, strand dikeringkan.
• Autoklaf
Strand di masukkan dalam autoklaf pada suhu 1260C, tekanan 1,4 kg/cm2
selama 1 jam.
4. Pembuatan OSB
Sebelum masuk pada proses pembuatan papan, harus diketahui terlebih
dahulu solid content (SC) dari perekat yang dipergunakan. Pada penelitian ini,
nilai SC dari perekat isocianat sebesar 97%. Nilai SC perekat dihitung dengan
menggunakan formula sebagai berikut:
BKT Perekat
SC (%) = ----------------------- x 100%
Berat Awal Perekat
Parafin 6 6 6 6 6
26
Keterangan:
1. Ukuran papan yang dibuat adalah 30 x 30 x 0,9 cm
2. Kadar air strand sebesar 3%
3. Kadar perekat sebesar 7% berdasarkan berat kering strand
4. Kadar parafin 1%
5. Face layer: 25%; core layer: 50%; back layer: 25%
6. Jumlah papan yang dibuat sebanyak 15 papan
7. Kondisi pengempaan:
Suhu 160 0C, waktu pengempaan 6 menit, dan tekanan 25 kg/cm2
Proses pembuatan
a. Strand dicampur perekat dengan menggunakan rotary blending machine.
b. Strand disusun dengan arah bersilangan antar lapisan pada alat pencetak
lembaran berukuran 30x30x0,9 cm. Komposisi strand didalam lapisan
dibagi menjadi 3 bagian yaitu surface layer (25%), core layer (50%) dan
back layer (25%).
c. Selanjutnya cetakan diletakkan di antara dua plat kempa dan dilakukan
pengempaan panas hingga mencapai ketebalan 0,9 cm sesuai dengan
kondisi pengempaan yang telah dikemukakan sebelumnya.
d. Papan yang telah dikempa selanjutnya dikondisikan selama 2 minggu
sebelum dilakukan pengujian.
5. Pengujian OSB
Sifat fisis
a. Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume
kering udara. Contoh uji berukuran (10x10x0,9) cm berdasarkan standar
JIS A 5908 (2003) ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang,
lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji.
b. Kadar air (KA)
Contoh uji berukuran (10x10x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908
(2003) yang digunakan adalah bekas contoh uji kerapatan. Kadar air
papan dihitung berdasarkan berat awal (BA) dan berat kering oven
(BKO) selama 24 jam pada suhu 103±2 0C.
27
c. Daya serap air (DSA)
Contoh uji berukuran (5x5x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908
(2003) ditimbang berat awalnya (B1). Kemudian direndam dalam air
dingin selama 2 dan 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya (B2).
d. Pengembangan tebal (PT)
Contoh uji pengembangan tebal berukuran (5x5x0,9) cm sama dengan
contoh uji daya serap air. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal
sebelum (T1) yang diukur pada keempat sudut dan dirata-ratakan dalam
kondisi kering udara dan tebal setelah perendaman (T2) dalam air dingin
selama 2 jam dan 24 jam.
Sifat mekanis
28
kedalaman 8 mm. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya
beban maksimum yang dicapai dalam kilogram.
29
Tabel 6 Klasifikasi antifeedant
D. Analisis Data
D.1. Penelitian mengenai sifat dasar kayu sentang
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola
faktorial 2 faktor dengan faktor A adalah arah vertikal batang terdiri dari
pangkal, tengah, ujung dan faktor B adalah arah horizontal batang terdiri dari
tepi, tengah, dalam dengan menggunakan 5 kali ulangan.
30
Hipotesis yang digunakan adalah :
1. Pengaruh utama faktor A :
H0 : Arah vertikal batang tidak berpengaruh terhadap variasi sifat fisis
dan mekanis.
H1 : Arah vertikal batang berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan
mekanis.
31
Yij = μ + αi + Σij
Keterangan : Yij = Respon pengamatan pada perlakuan perendaman strand taraf ke-i
dan ulangan ke-j
μ = Nilai rata-rata umum
αi = Pengaruh perlakuan perendaman strand taraf ke-i
Σij = Sisaan acak dari satuan percobaan ulangan ke-j yang dikenai
perlakuan perendaman strand taraf ke-i
i = 1,2,3,…
j = 1,2,3,…
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
34
b
a
G
Gambar 7 a)) Pori gabung radial; b)
b Pori gabu
ung tangenssial
(p
perbesaran 2200x)
A.1.33. Jari-jari
Nilai rata-rata dimensi
d dan frekuensi jaari-jari disajikkan pada Taabel 10.
Tabel 10 Ukuran diimensi dan frekuensi jaari-jari
P
Parameter Perb
besaran R
Rata- Rata ngana
Keteran
Lebar (μm
m) 100x 664,29±7,53 Agak lebar
Tinggi (m
mm) 100x 0
0,49±0,05 Luar biasa peendek
Frekuensii (jml/mm) 332x 5
5,80±1,23 Agak jarang
Keterangan:: a) Penggolongan menurut Denn Berger (1926) dalam
d Martawijjaya et al. (1981
1)
35
Gambar 9. a) Tipe jari-jari multiseriet 2-4 seri pada
bidang tangensial (perbesaran 200x)
0,60
0,40
0,20
0,00
Pangkal Tengah Ujung
36
penelitian termasuk kedalam kategori kayu dengan BJ sedang. Ditinjau dari BJ-
nya, kayu sentang cocok untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan
komposit, hal ini berkaitan dengan pencapaian kompresi rasio dari papan yang
dihasilkan. Dengan kisaran BJ ini akan dapat dihasilkan papan ringan dengan
kekuatan yang tinggi.
Berkaitan dengan proses perekatan, kayu dengan BJ tinggi akan sulit
untuk merekat karena dinding selnya lebih tebal dan lumennya kecil sehingga
menyebabkan perekat tidak dapat berpenetrasi dengan baik, akibatnya aksi
bersikunci hanya sebatas pada lapisan sel pertama atau kedua (Ruhendi et al.
2007). Menurut Bowyer et al. (2003), kerapatan kayu yang rendah akan lebih
mudah dipadatkan pada saat dikempa dan menghasilkan kontak strand yang
lebih baik sehingga meningkatkan ikatan antar strand dan menghasilkan
kekuatan yang tinggi.
Secara keseluruhan pada arah batang secara vertikal, semakin ke ujung
BJ kayu semakin rendah. Pada arah horizontal batang, semakin kedalam BJ
semakin rendah. Menurut Bowyer et al. (2003), kayu bulat pangkal cenderung
memiliki BJ yang lebih tinggi daripada kayu bulat yang dipotong lebih tinggi
dalam batang utama. Menurut Brown et al. (1952), BJ kayu bervariasi dimana
variasi tersebut disebabkan oleh jumlah zat penyusun dinding sel dan
kandungan zat ekstraktif per unit volume. Ketebalan dinding sel berpengaruh
besar terhadap BJ kayu.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai BJ pada selang kepercayaan 95%
dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal (P, T, U) dan
horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Sedangkan
interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal tidak berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
pada posisi batang secara vertikal, batang bagian pangkal berbeda nyata
dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan antara batang bagian
tengah dengan ujung tidak berbeda nyata. Pada posisi batang secara
horizontal, batang bagian tepi berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan
dalam, sedangkan antara batang bagian tengah dengan dalam tidak berbeda
nyata.
37
A.2.2. Kadar air (KA)
Menurut Tsoumis (1991), pada kayu daun jarum (softwood), kayu teras
memiliki KA yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu gubal, namun pada
kayu daun lebar (hardwood) fenomena tersebut tidak pasti: terkadang ada yang
kondisinya bisa berkebalikan. Hal tersebut juga terjadi pada arah batang secara
vertikal. Histogram nilai rata-rata KA disajikan pada Gambar 11.
100
90
G T R
80
Kadar Air (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung
KA KU KA Basah
horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada KA
kondisi segar, sedangkan pada KA kondisi kering udara tidak berbeda nyata.
Interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal memberikan
pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap KA kondisi segar.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% untuk KA kondisi segar
memperlihatkan bahwa pada posisi batang secara vertikal, batang bagian
pangkal berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan
antara batang bagian tengah dengan ujung tidak berbeda nyata. Pada posisi
batang secara horizontal, batang bagian dalam berbeda nyata dengan batang
bagian tepi dan tengah, sedangkan antara batang bagian tepi dengan tengah
tidak berbeda nyata.
A.2.3. Penyusutan
Menurut Skaar (1972), besarnya penyusutan tergantung oleh beberapa
faktor diantaranya hilangnya air dari dinding sel, arah serat, kerapatan atau BJ
kayu, suhu, dan tingkat pengeringan. Menurut Tsoumis (1991), beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan dan penyusutan kayu
diantaranya adalah KA, kerapatan, struktur anatomi, ekstraktif dan komposisi
kimia.
A.2.3.1. Penyusutan longitudinal, radial, tangensial dan nilai
T/R rasio
Histogram nilai rata-rata penyusutan longitudinal, radial,
tangensial dan T/R rasio disajikan pada Gambar 12.
6,0
KU KT
5,0
4,0
Penyusutan (%)
3,0
2,0
1,0
0,0
Longitudinal Radial Tangensial T/R
39
Nilai penyusutan dimensi secara berurutan untuk bidang
tangensial > radial > longitudinal. Penyusutan bidang tangensial
lebih besar dari radial ini dikarenakan oleh susunan jari-jari yang
memanjang kearah radial, akibatnya penyusutan pada bidang radial
tertahan. Penyebab lainnya adalah tipisnya dinding sel dan jumlah
noktah yang lebih banyak pada bidang radial (Brown et al. 1952).
Menurut Forest Product Laboratory (1999), pengembangan dan
penyusutan kayu besarnya tidak sama pada masing-masing arah
sumbu utama kayu. Nilai pengembangan dan penyusutan terbesar
terjadi pada bidang tangensial selanjutnya radial dan longitudinal.
Penyusutan bidang longitudinal pada kondisi kering tanur
tergolong tinggi, hal ini diduga karena keberadaan kayu juvenil.
Menurut Bowyer et al. (2003), pertumbuhan pohon yang cepat
menyebabkan proporsi kayu juvenilnya meningkat sehingga
kekuatannya rendah serta penyusutan longitudinalnya tinggi.
Perbandingan penyusutan tangensial dan radial (T/R) untuk
kondisi penyusutan kering udara dan kering tanur masing-masing
sebesar 1,25 dan 1,17. Hal ini menunjukkan bahwa kayu sentang
memiliki kestabilan dimensi yang cukup baik karena menurut
Phansin & de Zeeuw (1980), nilai T/R yang makin mendekati 1,00
berarti stabil. Menurut Budiarso (2000), kualitas pengeringan kayu
sentang relatif cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan kategori cacat
akibat pengeringan meliputi pecah ujung, pecah dalam, pecah
permukaan dan collapse yang relatif sedikit.
Berkaitan dengan proses perekatan, perubahan dimensi
menandai adanya perubahan kadar air yang besar dan berakibat
nyata pada kinerja ikatan perekat. Saat kayu disatukan akan
mengalami penyusutan dan pengembangan yang menimbulkan
tegangan yang cukup kuat untuk mematahkan ikatan antara perekat
dengan kayu (Ruhendi et al. 2007).
40
A.2.3.2. Penyusutan volume
Histogram nilai rata-rata penyusutan volume disajikan pada
Gambar 13.
20
18
16
G T R
14
41
A.3. Sifat mekanis kayu
A.3.1. Modulus of rupture (MOR)
Histogram nilai rata-rata MOR disajikan pada Gambar 14.
1000
G T R
800
MOR (kg/cm2)
600
400
200
0
Pangkal Tengah Ujung
42
A.3.2. Modulus of elasticity (MOE)
Histogram nilai rata-rata MOE disajikan pada Gambar 15.
100000
G T R
90000
80000
MOE (kg/cm2)
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
Pangkal Tengah Ujung
43
A.3.3. Keteguhan tekan sejajar serat
Histogram nilai rata-rata keteguhan tekan sejajar serat disajikan pada
Gambar 16.
1000
G T R
900
Keteguhan Tekan
800
700
(kg/cm2)
600
500
400
300
200
100
0
Pangkal Tengah Ujung
44
A.3.4. Keteguhan tarik sejajar serat
Histogram nilai rata-rata keteguhan tarik sejajar serat disajikan pada
Gambar 17.
1000
900 G T R
Keteguhan Tarik
800
700
(kg/cm2)
600
500
400
300
200
100
0
Pangkal Tengah Ujung
A.3.5. Kekerasan
Histogram nilai rata-rata kekerasan disajikan pada Gambar 18.
1000
900
G T R
Kekerasan (kg/cm2)
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Pangkal Tengah Ujung
45
Nilai kekerasan berkisar 256,50-350,17 (296,93±37,44) kg/cm2. Nilai
kekerasan tertinggi berada pada posisi batang pangkal bagian tengah (PT),
sedangkan terendah pada posisi batang tengah bagian tepi (TG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara vertikal nilai kekerasan
tertinggi pada bagian pangkal dan secara horizontal nilai kekerasan tertinggi
pada bagian tepi, hal ini dikarenakan kayu pada bagian pangkal dan tepi
memiliki berat jenis pada lebih tinggi dibandingkan bagian yang lain.
Berdasarkan nilai kekerasan hasil penelitian, pembuatan strand sebaiknya
dilakukan pada saat kayu masih basah karena pada saat kondisi kadar air kering
udara (14-16%), tingkat kekerasan semakin meningkat sehingga akan sulit
untuk dibuat strand pada kondisi ini.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai kekerasan pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal
(P, T, U) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata sedangkan posisi batang
secara horizontal (G, T, R) tidak berbeda nyata. Interaksi antara batang pada
posisi horizontal dan vertikal menunjukkan perbedaan yang nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
pada posisi batang secara vertikal, batang bagian pangkal berbeda nyata
dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan antara batang bagian
tengah dengan ujung tidak berbeda nyata.
18
16
14
12
10
(%)
8
6
4
2
0
Air Dingin Air Panas Ethanol NaOH 1%
Benzena 1:2
46
Nilai kelarutan dalam air dingin, air panas, ethanol benzena dan NaOH
masing-masing berkisar 4,25-5,07%; 7,39-7,83%; 2,09-2,64%; dan 9,29-
11,19%. Komponen yang terlarut dalam air dingin meliputi tanin, gum, gula
dan pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang
terlarut dalam air dingin ditambah dengan komponen pati. Komponen yang
terlarut dalam ethanol benzena meliputi lemak, resin, bahan-bahan yang larut
dalam pelarut organik non polar atau sedikit memiliki polaritas. Kelarutan
dalam NaOH 1% dapat memberikan gambaran adanya kerusakan komponen
kimia dinding sel kayu yang diakibatkan oleh serangan jamur pelapuk kayu
atau terdegradasi oleh cahaya, panas dan oksidasi (Anonim 1995 dalam Pari et
al. 2006). Semakin tinggi kelarutan dalam NaOH 1%, tingkat kerusakan kayu
juga meningkat (Tsoumis 1991).
Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia
sebagaimana yang disajikan pada Lampiran 3 terutama untuk kelarutan dalam
ethanol benzena, maka kayu sentang termasuk kedalam kelas yang
mengandung kadar ekstraktif sedang.
Menurut Maloney (1993), ekstraktif berpengaruh pada konsumsi perekat
dan laju pematangannya, menghalangi pembasahan, mengakibatkan terjadinya
blowing pada saat pengempaan. Menurut Ruhendi et al. (2007), ekstraktif
berpengaruh terhadap perekatan kayu dalam hal ini mempengaruhi pH,
kontaminasi dan penetrasi. Dalam proses perekatan masalah mulai timbul pada
tahap pengeringan atau pengkondisian kayu sebelum direkat. Cairan yang
meninggalkan kayu pada saat pengeringan akan membawa sejumlah kecil
ekstraktif yang kemudian tertinggal dipermukaan kayu. Proses ikatan akan
terhambat ketika terdapat sejumlah kandungan ekstraktif pada permukaan.
47
100
G T R
80
60
40
20
0
Holoselulosa Selulosa Hemiselulosa Lignin
48
1,5
0,9
0,6
0,3
0,0
G T R
80
70
60
50
40
30
20
10
0
G T R
49
serangan mencapai kedalaman lebih dari 50% dari kayu utuh sehingga kayu
sentang termasuk dalam kelas E/ kategori hancur (Lampiran 4 ).
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai kehilangan berat pada
selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara
horizontal (G, T, R) tidak berbeda nyata.
Nilai kehilangan berat tertinggi terdapat pada kayu sentang bagian tepi,
hal ini dikarenakan pada analisis sifat kimia terutama kandungan selulosa dan
keberadaan zat ekstraktif. Kandungan selulosa kayu sentang pada posisi
batang bagian tepi lebih tinggi dibanding bagian tengah dan dalam, sedangkan
zat ekstraktif pada posisi batang bagian tepi lebih rendah dibandingkan bagian
tengah dan dalam. Selulosa merupakan sumber makanan bagi rayap dan
organisme perusak kayu yang lain. Menurut Bowyer et al. (2003), rayap tanah
memanfaatkan kayu sebagai tempat tinggal atau untuk mendapatkan selulosa
sebagai sumber makanan.
50
ukuran strand biasanya antara 60-150 mm (panjang), 25-35 mm (lebar) dan
0,5-0,8 mm (tebal).
Slenderness ratio merupakan rasio antara panjang partikel dan tebalnya.
Rasio ini menggambarkan orientasi partikel dan kekuatan papan (Maloney
1993). Partikel dengan slenderness ratio yang tinggi akan lebih mudah
diorientasikan sehingga kekuatan papan yang dihasilkan akan meningkat serta
memerlukan sedikit perekat per luasan permukaan untuk mengikat strand.
Aspect ratio merupakan rasio antara panjang partikel dan lebarnya.
Partikel akan sulit terorientasi apabila memiliki nilai aspect ratio sebesar satu
(partikel berbentuk persegi). Untuk memperoleh orientasi papan yang bagus
maka besarnya nilai aspect ratio minimal tiga (Maloney 1993). Shuler et al.
(1976) & Kuklewski et al. (1985) dalam Misran (2005), aspect ratio sebesar 2
cukup untuk menghasilkan papan dengan sifat-sifat yang bagus.
51
a b c
Gambar 23 Strand (a) Flat (b) Curl, quarter round (c) Curl, half round
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
K AD AP BP AU
52
Kerapatan kayu yang rendah akan lebih mudah dipadatkan pada saat
dikempa dan menghasilkan kontak strand yang lebih baik sehingga
meningkatkan ikatan antar strand dan menghasilkan dengan kekuatan yang
tinggi. Dalam memproduksi papan partikel, kerapatan tinggi bukanlah target
utama melainkan bagaimana memproduksi panil dengan kerapatan serendah
mungkin tetapi kekuatannya memenuhi persyaratan standar (Bowyer et al.
2003). Menurut Maloney (1993), acuan rasio kompresi yang sesuai untuk
kerapatan minimal suatu papan adalah 1,3. Nilai rasio kompresi rata-rata untuk
semua papan hasil penelitian sebesar 1,3.
Nilai kerapatan yang dihasilkan dari masing-masing papan belum
mencapai target kerapatan yang diharapkan (0,7 g/cm3). Persentase rata-rata
pencapaian target kerapatan hasil penelitian adalah 84,86% sebagaimana
disajikan pada Lampiran 5.
Papan yang dihasilkan pada penelitian ini dikategorikan kedalam papan
berkerapatan sedang. Menurut Maloney (1993) bahwa papan berkerapatan
sedang adalah papan yang memiliki kerapatan antara 0,59-0,80 g/cm3.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003), standar kerapatan papan berkisar
antara 0,4-0,9 g/cm3, nilai kerapatan papan hasil penelitian ini seluruhnya
memenuhi standar tersebut.
C.1.2. Kadar air
Histogram nilai rata-rata kadar air papan disajikan pada Gambar 25.
20
18
16
Kadar Air (%)
14
12
10
8
6
4
2
0
K AD AP BP AU
53
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai kadar air papan pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal pada strand
memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
perlakuan awal strand menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kontrol, sedangkan pengujian antar perlakuan awal strand tidak berbeda nyata.
Pemberian perlakuan awal terhadap strand yang meliputi perendaman
dalam air dingin, perebusan, perendaman dalam bahan pengawet dan autoklaf
pada dasarnya untuk mengeluarkan keberadaan zat ektraktif pada kayu
sehingga dengan berkurangnya zat ektraktif akan menyebabkan proses
perekatan berjalan dengan sempurna. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian
perlakuan awal terhadap strand dapat menurunkan kadar air papan
dibandingkan dengan papan kontrol.
Perendaman strand dalam air dingin dan air panas akan menurunkan
kadar ekstraktif pada kayu sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan
perekat untuk menembus dinding sel, akibatnya proses perekatan berlangsung
dengan baik sehingga penyerapan airnya dapat berkurang. Pelarutan zat-zat
ekstraktif dapat meningkatkan daya ikat antar partikel kayu dengan bahan
pengikatnya.
Kadar zat ekstraktif menurun dengan semakin meningkatnya waktu
pengukusan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan
pada saluran pembuluh. Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu akan
berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu
(Kubunsky & Itju 1972 dalam Yusfiandrita 1998). Pengaruh pengukusan
selama 3 dan 6 jam pada partikel meranti merah yang berukuran panjang, lebar
dan tebal masing-masing 10-50 mm, 2-25 mm, dan 0,2-0,5 mm menghasilkan
peningkatan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan (Priyatna
1988 dalam Yusfiandrita 1998).
Menurut Hunt & Garratt (1986), akibat dari pengukusan strand adalah
terbentuknya ikatan yang lemah antara mulut noktah dengan torus. Adanya
ikatan yang lemah pada saluran noktah akan meningkatkan penetrasi perekat
terhadap kayu dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam
54
strand. Dengan terisinya ruang-ruang kosong tersebut dapat menghambat air
dan uap air untuk menembus dinding sel sehingga kadar air papan yang
dihasilkan lebih rendah dibanding papan tanpa perlakuan.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar kadar air papan 5-13%, maka nilai kadar air papan hasil penelitian ini
seluruhnya memenuhi standar.
40
35
30
25
20
15
10
5
0
K AD AP BP AU
Nilai daya serap air papan selama 2 dan 24 jam masing-masing berkisar
5,02-11,18 (7,37±2,26)% dan 22,30-42,24 (30,66±7,52)%. Strand tanpa
perlakuan menghasilkan nilai daya serap air papan (selama 2 dan 24 jam)
tertinggi, sedangkan perlakuan perendaman strand dalam bahan pengawet
menghasilkan daya serap air papan terendah. Sampel masih menyerap air
ketika direndam dalam air, hal ini disebabkan karena keberadaan air bebas dan
terikat. Air bebas terletak pada rongga sel, ruang interselular dan celah pada
ikatan rekat perekat dengan kayu. Air terikat terdapat pada dinding sel dan
mungkin juga terdapat pada jaringan kayu-perekat (Boonstra et al. 2006).
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai daya serap air papan selama 2
dan 24 jam pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa
perlakuan awal pada strand tidak berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
daya serap air papan selama 2 jam memperlihatkan bahwa perlakuan awal
strand (perendaman dalam air dingin, perebusan, perendaman dalam bahan
pengawet dan autoklaf) menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
55
kontrol. Perlakuan perendaman strand dalam bahan pengawet berbeda nyata
dengan perebusan dan autoklaf. Perlakuan awal antara perendaman strand
dalam air dingin dengan bahan pengawet, perebusan dan autoklaf tidak berbeda
nyata. Kemudian perlakuan awal perebusan strand dengan autoklaf tidak
berbeda nyata.
Untuk daya serap air papan selama 24 jam memperlihatkan bahwa
perlakuan awal strand (perendaman dalam air dingin, perebusan, perendaman
dalam bahan pengawet dan autoklaf) menghasilkan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kontrol, demikian juga pada perlakuan awal antara perendaman
strand dalam bahan pengawet dengan autoklaf. Selanjutnya perlakuan awal
antara perendaman strand dalam air dingin dengan perebusan, bahan pengawet
dan autoklaf tidak berbeda nyata.
Berdasarkan hasil penelitian, pemberian perlakuan awal terhadap strand
dapat menurunkan daya serap air papan dibandingkan dengan papan kontrol.
Perendaman strand dalam air dingin dan air panas akan menurunkan kadar
ekstraktif pada kayu sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan perekat
untuk menembus dinding sel, akibatnya proses perekatan berlangsung dengan
baik sehingga penyerapan airnya dapat berkurang. Pelarutan zat-zat ekstraktif
dapat meningkatkan daya ikat antar partikel kayu dengan bahan pengikatnya.
Perlakuan bahan pengawet menghasilkan nilai daya serap air yang
rendah. Keberadaan bahan pengawet tidak memberikan pengaruh yang negatif
terhadap proses perekatan, hal ini dapat dibuktikan dengan nilai sudut kontak
yang rendah (rata-rata 35,40) untuk strand dengan perlakuan bahan pengawet
sebagaimana disajikan pada Gambar 27. Kemampuan perekat untuk
berpenetrasi kedalam kayu berlangsung dengan baik, dimana keberadaan gugus
hidroksil bebas pada kayu terisi oleh perekat akibatnya sifat higroskopis dari
papan dapat diminimalisasi.
56
Gambar 27 Sudut kontak strand dengan perlakuan perendaman dalam
bahan pengawet.
8
7
6
(%)
5
4
3
2
1
0
K AD AP BP AU
57
C.1.5. Pengembangan linier (PL)
Pengembangan Linier
1,6
1,4
1,2
(%)
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
K AD AP BP AU
700
600
500
400
300
200
100
0
K AD AP BP AU
58
Nilai MOR papan untuk kondisi pengujian kering dan basah berkisar
395,60-618,71 (457,32±136,45) kg/cm2 dan 60,75-216,83 (166,63±62,56)
kg/cm2. Perlakuan awal terhadap strand berupa perebusan menghasilkan nilai
tertinggi untuk MOR pada kondisi kering, sedangkan kontrol (strand tanpa
perlakuan awal) menghasilkan nilai terendah untuk MOR pada kondisi kering.
Kemudian MOR pada kondisi basah tertinggi dihasilkan oleh strand yang
diberi perlakuan perendaman dalam air dingin sedangkan nilai terendah untuk
MOR pada kondisi basah dihasilkan oleh strand dengan perlakuan perebusan.
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai MOR pada kondisi kering pada
selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal
terhadap strand tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk MOR pada kondisi
basah perlakuan awal terhadap strand memberikan pengaruh yang sangat
berbeda nyata.
Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa
nilai MOR pada kondisi basah memperlihatkan bahwa perlakuan perebusan
strand menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol,
perendaman dalam air dingin, perendaman dalam bahan pengawet dan
autoklaf. Perlakuan awal strand berupa perendaman dalam air dingin,
perendaman dalam bahan pengawet dan autoklaf tidak berbeda nyata terhadap
kontrol.
Berdasarkan hasil penelitian, MOR dan MOE dengan perlakuan
perebusan pada uji kering menghasilkan nilai tertinggi sedangkan pada saat uji
basah menghasilkan nilai terendah. Nilai MOR dengan perlakuan perebusan
pada pengujian dalam kondisi basah tidak memenuhi standar. Pada saat
pengujian dalam kondisi basah, contoh uji dengan perlakuan perebusan telah
mengalami delaminasi/terbukanya ikatan rekat antara strand dengan perekat
seperti yang disajikan pada Gambar 31. Kelarutan dengan air panas dapat
menimbulkan hidrolisis beberapa lignin dan resin. Kelarutan dalam air panas
tersebut akan menghasilkan asam organik bebas (Riyadi 2004). Menurut
Boonstra et al. (2006), perlakuan panas menyebabkan derajat keasaman dari
partikel menurun sehingga membentuk asam asetat dan asam format. Asam-
59
asam ini mengakibatkan terhidrolisanya selulosa dan hemiselulosa sehingga
berakibat terhadap perlemahan pada sifat mekanis.
70000
60000
50000
40000
30000
20000
10000
0
K AD AP BP AU
Nilai MOE papan untuk kondisi pengujian kering dan basah berkisar
45513,60-65905,32 (58106,62±10768,30) kg/cm2 dan 9756,04-26500,80
60
(20433,63±6333,03) kg/cm2. Perlakuan terhadap strand berupa perebusan
menghasilkan nilai tertinggi untuk MOE pada kondisi kering, sedangkan
kontrol (strand tanpa perlakuan awal) menghasilkan nilai terendah untuk MOE
pada kondisi kering. Kemudian MOE pada kondisi basah, nilai tertinggi
dihasilkan oleh strand yang diberi perlakuan perendaman dalam air dingin
sedangkan nilai terendah untuk MOE pada kondisi basah dihasilkan oleh
strand dengan perlakuan perebusan.
Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai MOE pada kondisi kering
pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal
terhadap strand tidak berbeda nyata. Sedangkan untuk MOE pada kondisi
basah perlakuan awal terhadap strand memberikan pengaruh yang sangat
berbeda nyata.
Hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada selang
kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa nilai MOE pada kondisi basah
memperlihatkan bahwa perlakuan perebusan strand menghasilkan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap kontrol, perendaman dalam air dingin,
perendaman dalam bahan pengawet dan autoklaf. Antara kontrol dengan
perlakuan perendaman dalam bahan pengawet tidak berbeda nyata, demikian
juga antara autoklaf dengan perendaman dalam air dingin. Kemudian
perlakuan awal Strand berupa perendaman dalam air dingin dan autoklaf
berbeda nyata terhadap kontrol dan perendaman bahan pengawet.
Menurut Maloney (1993) bahwa nilai MOE dipengaruhi oleh kandungan
dan jenis bahan perekat yang digunakan, daya ikat perekat dan panjang serat.
Perbedaan kadar resin perekat memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap sifat-sifat mekanik bahan yang direkat.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar MOE papan pada pengujian dalam kondisi kering minimal 40800
kg/cm2, nilai MOE papan hasil penelitian ini seluruhnya memenuhi standar.
Sedangkan MOE pada kondisi basah tidak dipersyaratkan dalam standar JIS A
5908 (2003).
61
C.2.3. Keteguhan rekat internal / internal bond (IB)
Internal Bond
14
(kg/cm2)
12
10
8
6
4
2
0
K AD AP BP AU
Kubunsky & Itju (1972) dalam Yusfiandrita (1998), akibat pengukusan dapat
menurunkan zat ekstraktif sehingga dapat meningkatkan ikatan internal panil
yang dihasilkan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya
pengembangan pada sel pembuluh. Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu
akan berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu.
Menurut Hunt & Garratt (1986) bahwa waktu pengukusan dianjurkan tidak
lebih dari 6 jam, waktu pengukusan yang berlebihan dapat menurunkan
kekuatan panil.
Menurut Maloney (1993), dengan semakin meningkatnya kerapatan
lembaran, partikel akan mengalami kehancuran pada waktu pengempaan
sehingga akan meningkatkan penyebaran perekat per satuan luas, yang
akhirnya akan menghasilkan keteguhan rekat internal yang baik. Keteguhan
rekat internal papan partikel dipengaruhi oleh sifat adhesi spesifik kayu yang
digunakan, penyebaran perekat dan waktu pengempaan (Shuler & Kelly 1976
dalam Peniyati 1992).
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar IB papan minimal 3,06 kg/cm2, nilai keteguhan rekat internal papan
hasil penelitian ini seluruhnya memenuhi standar.
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
K AD AP BP AU
63
Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai KPS papan pada selang
kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa perlakuan awal terhadap
strand tidak berbeda nyata.
Berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang mensyaratkan bahwa
standar KPS papan minimal 51 kg, sehingga papan hasil penelitian ini
seluruhnya memenuhi standar.
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
K AD AP BP AU
64
CCB selama 2 hari terbukti efektif dalam meningkatkan daya tahan papan yang
dihasilkan terhadap serangan rayap tanah. Bahan pengawet efektif sebagai
racun yang dapat mematikan rayap sehingga papan dengan perlakuan ini
memiliki persentase kehilangan berat yang terendah. Bahan pengawet jenis ini
mampu melindung kayu ataupun papan terhadap serangan rayap kayu kering,
bubuk kayu kering, rayap tanah, jamur pelapuk kayu, dan organisme perusak
kayu lainnya.
Nilai kehilangan berat untuk papan dengan perlakuan awal strand berupa
autoklaf tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Menurut Boonstra
et al. (2006), perlakuan panas pada temperatur rendah dalam jangka waktu
yang lama tidak berdampak terhadap kehilangan berat. Pengaruh temperatur
lebih dominan bila dibandingkan dengan waktu. Lamanya waktu pemanasan
pada temperatur yang rendah tidak berdampak pada derajat dekomposisi.
80
70
60
50
40
30
20
10
0
AD AP BP AU
dengan perlakuan tersebut tidak disukai oleh rayap. Bahan pengawet ini efektif
sebagai racun yang dapat mematikan rayap.
100
Mortalitas (%)
80
60
40
20
0
K AD AP BP AU
66
D. Skoring OSB Hasil Penelitian
Berdasarkan Tabel 13, hasil total skoring yang ditinjau dari nilai rata-rata
yang dihasilkan dan pencapaian standar dari sifat fisis, mekanis dan keawetan
papan memperlihatkan bahwa perlakuan awal strand berupa perebusan dan
perendaman dalam bahan pengawet mendapatkan skor tertinggi sehingga
67
direkomendasikan sebagai papan dengan kualitas terbaik bila dibandingkan
dengan karakteristik sifat papan dengan perlakuan yang lain dan kontrol.
Bila ditinjau dari segi efisiensi teknis dan ekonomis papan tanpa
perlakuan (kontrol) merupakan papan yang layak dipertimbangkan karena
secara keseluruhan, papan yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi
standar kelayakan sebagai papan komposit struktural dalam hal ini standar JIS
A 5908 (2003) kelas papan partikel dasar tipe 24-10 khusus untuk oriented
strand board (OSB).
68
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
4. Bila ditinjau dari segi efisiensi teknis dan ekonomis papan tanpa perlakuan
(kontrol) merupakan papan yang layak dipertimbangkan karena secara
keseluruhan, papan yang dihasilkan dari penelitian ini telah memenuhi
standar kelayakan sebagai papan komposit struktural dalam hal ini standar
JIS A 5908 (2003)
B. Saran
Berdasarkan pertimbangan secara ekonomis, perekat yang digunakan
dengan konsentrasi sebesar 7% masih relatif cukup besar dan papan yang
dihasilkan semuanya masih berada diatas standar maka disarankan untuk
melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh kadar perekat terhadap
kualitas papan yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat,
IPB.
Anggraini SE. 2005. Sifat-sifat Anatomi Kayu Jati (Tectona grandis L.f) Plus
Perhutani Dari Beberapa Seedlot Di KPH Ngawi Pada Kelas Umur I.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
APA. 1997. Panel Handbook and Grade Glossary. The Engineer Wood
Association, USA.
APA. 2000. Oriented Strand Board. The Engineer Wood Association, USA.
Ayrilmis N, Kartal SN, Winandy JE, White RH. 2005. Physical and Mechanical
Properties and Fire, Decay, and Termite Resistance of Treated Oriented
Strand Board. J Forest Product 55: 5.
Bowyer JL, Shmulsky, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science -
An Introduction, Fourth edition. Lowa: Lowa State University Press.
Brown HP, Panshin AJ and Forsaith CC. 1952. Text Book of Wood Technology
Vol. II. New york: McGraw-Hill Book Company Inc.
Hadi YS. 1988. Pengaruh Perendaman Panas Partikel Kayu terhadap stabilitas
Dimensi papan Partikel Meranti Merah. J. Teknologi Hasil Hutan 2 (1): 16-
24.
Misran S. 2005. Evaluation of Oriented Strand Board Made From Rubber Wood
Using Phenol Formaldehyde As a Binder. [Thesis]. Malaysia: Universiti
Putra Malaysia.
71
Nishimura T, Amin J, Ansell MP, Ando N. 2004. Image Analysis and Bending
properties of Model OSB Panels as A Function of Strand Distribution, Shape
and Size. Wood Sci. Technol. 38 (4-5): 297 - 309
Pandit IKN. 1995. Diktat anatomi: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku.
Fahutan IPB.
Peniyati D. 1992. Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin selumbar Pada Empat
Tingkat Umur Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen).
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Riyadi C. 2004. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Serat dari Limbah Batang Pisang
(Musa sp.) pada Berbagai Perlakuan Pendahuluan dan Kadar Parafin.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
72
Soewarsono. 1990. Specific Gravity of Indonesian Woods and its Significance
for Practical Use, FRDC, Forestry Department, Bogor, Indonesia p:134.
Teco. 2005. Resins Used In The Production Of Oriented Strand Board. Tech tips
No. 14. USA.
73
Lampiran 1 Pembagian batang untuk pengujian sifat dasar kayu
G T R
Lampiran 2 Teknik pembuatan strand dengan menggunakan disk flaker
Papan
Tangensial
70 mm
70 mm
70 mm
Disk flaker
Log
Strand
Panjang : 70 mm
Lebar : 25 mm
Tebal : 0,5 mm
75
Lampiran 3 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia
Komponen kimia Kelas komponen
(%) ringgi redang rendah
Selulosa >45 40-45 <40
Lignin >33 18-33 <18
Pentosan >24 21-24 <21
Zat ekstraktif >4 2,0-4,0 <2
Abu >6 0,2-6 <0,2
Lampiran 4 Kerusakan contoh uji setelah dilakukan uji kubur selama 100
hari (3 bulan)
76