Вы находитесь на странице: 1из 15

Jumat, 20 Januari 2012

BATUBARA

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan


pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary dan
post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat
(rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi.

Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Potensi batubara
Indonesia masih memungkinkan untuk lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan prioritas yang
lebih besar pada pengembangan dan pemanfaatannya untuk meningkatkan peranan batubara.

Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang
terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batubara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur
Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar
Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Di Indonesia produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar 44 juta ton. Sekitar 33 juta
ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton untuk konsumsi dalam negeri. Dari jumlah 11 juta
ton tersebut 60 % atau sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik, 30 % untuk
industri semen dan sisanya digunakan untuk rumah tangga dan industri kecil.

Materi Pembentuk Batubara

Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk
batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
•Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Hasil endapan batubara
dari periode ini sangat sedikit.

•Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan
batubara dari periode ini.

•Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur
Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tumbuh-tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak
dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.

•Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan
heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin)
tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama
batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

•Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang
menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Potensi batubara di Indonsia masih memungkinkan untuk lebih ditingkatkan lagi dengan
memberikan prioritas yang lebih besar pada pengembangan dan pemanfaatannya untuk
meningkatkan peranan batubara menjelang tinggal landas pada awal Pelita VI. Salah satu
dukungan yang disarankan adalah pemantapan perencanaan dan pelaksanaan produksi secara
terpadu, sehingga kapasitas produksi selalu dapat memenuhi peningkatan permintaan batubara
baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang lama
(puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi.
Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui di mana
batubara terbentuk dan factor-faktor yang akan mempengaruhinya, serta bentuk lapisan batubara.
Pembentukan Batubara

Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama dari cellulose. Proses
pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh factor fisika, kimia alam akan
mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumine dan antrasite. Gas-gas yang terbentuk selama
proses pembentukan batubara akan masuk ke dalam celah-celah vein batulempung dan ini sangat
berbahaya. Gas metan yang sudah terakumulasi di dalan celah vein, terlebih-lebih apabila terjadi
kenaikan temperature, karena tidak dapat keluar, sewaktu-waktu dapat meledak dan terjadi
kebakaran. Oleh karena itu, mengatahui bentuk deposit batubara dapat menentukan cara
penambangan yang akan dipilih dan juga meningkatkan keselamatan kerja.

Tempat Terbentuknya Batubara

Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang
mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung
selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil.
Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan
(coalification).

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi
tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi)
tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung
kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh
karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan
lapisannya (coal seam).
Gambar 1. Proses Terbentuknya Batubara

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) --


dikenal sebagai zaman batu bara pertama-- yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta
tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta
lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses awalnya, endapan
tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda
(lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal). Batubara muda adalah batu bara dengan
jenis maturitas organik rendah.

Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka
batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous).
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan
warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite).

Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung
hingga membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya
menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk batubara. Berikut ini
ditunjukkan contoh analisis dari masing --masing unsur yang terdapat dalam setiap tahapan
pembatubaraan.

Tabel 1. Contoh Analisis Batubara (daf based)


Dalam pembentukan batubara, semakin tinggi tingkat pembatubaraan,maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan
secara umum dapat diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan
tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah-- seperti lignite dan sub-
bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah,
memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga
kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras
dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan
berkurang sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga
semakin besar.

Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara, dikenal dua macam teori yaitu :

a. Teori Insitu

Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara, terbentuknya ditempat
dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian maka setelah tumbuhan tersebut
mati, belum mengetahui proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami
proses coalification. Jenis batubara yang terebentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas
dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil. Batubara yang terbentuk
seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Muara Enir – Sumatera Selatan.

b. Teori Drift

Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya ditempat yang
berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan berkembang. Dengan demikian tumbuhan
yang telah mati di angkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat, tertutupoleh batuan
sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi di jumapi dibeberapa tempat, kualitas kurang baik
karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses
pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti
ini di Indonesia didapatkan dilapangan batubara delta Mahakam Purba – Kalimantan Timur.

Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara

Cara terbentuknya batubara merupakan proses yang komples, dalam asti harus dipelajari dari
berbagai sudut yang berbeda. Terdapat serangkaian factor yang diperlukan dalam pembentukan
batubara yaitu

a. Posisi Geotektonik

Adalah suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Dalam
pembentukan cekungan batubara, posisi geotektonik merupakan factor yang dominan. Posisi ini
akan mempengaruhi iklim local dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun
kecepatan penurunannya. Pada fase terakhir, posisi geotektonik mempengaruhi proses
metamorfosa organic dan struktur dari lapangan batubara melalui masa sejarah setelah
pengendapan akhir.

b. Topografi (Morfologi)

Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan
penyebaran rawa-rawa di mana batubara tersebut terbentuk. Topografi mungkin mempunyai efek
yang terbatas terhadap iklim dan keadaannya bergantung pada posisi geotektonik.

c. Iklim

Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan factor
pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Iklim tergantung pada posisi geografi dan
lebih luas lagi dipengaruhi oleh posisi geotektonik. Temperature yang lembab pada iklim tropis
dan sub tropis pada umumnya sesuai untuk pertumbuhan flora dibandingkan wilayah yang lebih
dingin. Hasil pengkajian menyatakan bahwa hutan rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan
setipa 7 – 9 tahun dengan ketinggian pohon sekitar 30 meter. Sedangkan pada iklim yang lebih
dingin, ketinggian pohon hanya mencapai 5 – 6 meter dalam selang waktu yang sama.

d. Penurunan

Penurunan cekungan batubara dipengaruhi oleh gaya-gaya tekonik. Jika penurunan dan
pengandapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal. Pergantian transgresi
dan regresi mempengaruhi pertumbuhan flora dan pengendapannya. Hal ini menyebabkan
adanya infiltrasi material dan mineral yang mempengaruhi mutu dari batubara yang terbantuk.

e. Umur Geologi

Proses geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan.


Dalam masa perkembangan geologi secara tidak langsung membahas sejaran pengendapan
batubara dan metamorfosa organic. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang
terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai
umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur
perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. Disamping itu factor erosi akan merusak semua
bagian dari endapan batubara.

f. Tumbuhan

Flora merupakan unsure utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada
suatu lingkungan dan zona fisografi dengan iklim dan topografi tertentu. Flora merupakan factor
penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Evolusi dari kehidupan menciptakan kondisi yang
berbeda selama masa sejarah geologi. Mulai dari Paleozoic hingga Devon pertamakali terbentuk
lapisan batubara di daerah lagon yang dangkal. Periode ini merupakan titik awal dari
pertumbuhan flora secara besar-besaran dalam waktu singkat pada setiap kontinen. Hutan
tumbuh dengan subur selama masa Karbon. Pada masa tersier merupakan perkembangan yang
sangat luas dari berbagai jenis tanaman.

g. Dekomposisi

Dekomposisi flora yang merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organic merupakan
titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami
perubahan, baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia
lebih berperan. Proses pembusukan akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob).
Kecepatan pertumbuhan gambut bergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan
proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar oleh
proses pembusukan, tetapi terjadi proses desintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila
tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembusukan
gambut akan berkurang sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan
penguraian oleh mikribiologi.

h. Sejarah Sesudah Pengendapan

Searah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi
perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan
metamorfosa organic setelah pengendapan gambut. Di samping itu sejarah geologi endapan
batubara bertanggung jawab terhadap terbentuknya struktur cekungan batubara, berupa
perlipatan, persesaran, intrusi magmatic dan sebagainya.

i. Struktur Cekungan Batubara

Terbentuknya batubara pada cekungan, umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik yang
menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk-bentuk tertentu. Disamping itu adanya erosi yang
intensif menyebabkan bantuk lapisan batubara tidak menerus.
j. Metamorfosa Organik

Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau pengaburan oleh sedimen
baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh
proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadninya perubahan gambut menjadi batubara
dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang
serta bertambahnya prosentas karbon pada, belerang dan kandungan abu. Tekanan dapat
disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Hal ini
menyebabkan bertambahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organic. Proses ini
akan dapat mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan sifat kimia, fisik, dan
optiknya.

Terbentuknya Lapisan Batubara Tebal

Lapisan batubara tebal merupakan deposit batubara yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Salam satu syarat yang dapat membentuk lapisan batubara tebal adalah apabila terdapat suatu
cekungan yang oleh karena adanya beban pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara di
atasnya mengakibatkan dasar cekungan tersebut turun secara perlahan-lahan.

Cekungan ini umumnya terdapat didaerah rawa-rawa (hutan bahaku) di tepai pantai. Dasar
cekungan yang turun secara perlahan-lahan dengan pembentukan batubara memungkinkan
permukaan air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil. Apabila karena proses geologi dasar
cekungan turun secara cepat, maka air laut akan masuk ke dalam cekungan sehingga mengubah
kondisi rawa menjadi kondisi laut.
Akibatnya di atas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan lapisan sedimen laut antara lain
batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terjadi kembali pengendapan batulempung yang
memungkinkan untuk kembali terbentuk kondisi rawa. Proses selanjutnya akan terkumpul dan
terendapkan bahan-bahan pembentuk batubara (sisa tumbuhan) di atas lapisan batulempung.
Demikian seterusnya sehingga terbentuk lapisan batubara dengan diselingi oleh lapisan antara
yang berupa batugamping dan batulempung. Tidak jarang dijumpau lapisan batubara sering
terbentuk lapisan antara yang berupa batulempung yang disebut sebagai clay band atau clay
parting.

Bentuk Lapisan Batubara

Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah proses pembentukan
batubara akan menentukan bentuk lapisan batubara. Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat
menentukan dalam menghintung cadangan dan merencanakan cara penambangannya. Beberapa
bentuk lapisan batu baru, yaitu :

a. Bentuk Horse Back

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupnya melengkung kea rah
atas akibat gaya kompresi. Ketebalan kea rah lateral lapisan batubara kemungkinan sama
ataupun menjadi lebih kecil atau menipis.

b. Bentuk Pinch

Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada umumnya dasar dari
lapisan natubara merupakan batuan yang plastis, misalnya batulempung. Sedang di atas lapisan
batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu
alur.
c. Bentuk Clay Vein

Bentuk itu terjadi apabila di antara dua bagian deposit batubara terdapat urat lempung. Bentukan
ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang
patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir.

d. Bentuk Burried Hill

Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana batubara semula terbentuk terdapat suatu kulminasi
sehingga lapisan batubara seperti “terintrusi”.

e. Bentuk Fault

Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami beberapa seri patahan.
Keadaan ini akan mengacaukan di dalam perhitungan cadangan, akibat adanya perpindahan
perlapisan akibat pergeseran kea rah vertical. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah
yang banyak gejala patahan harus dilakukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi.

f. Bentuk Fold

Bentuk ini terjadi apabila di daerah di mana deposit batubara mengalami perlipatan. Makin
intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin komplek. Dalam melakukan
eksplorasi batubara di daerah tersebut juga terjadi patahan harus dilakukan dengan tingkat
ketilitian yang tinggi.

Klasifikasi Dan Kualitas Batubara


Mutu setiap batubara akan ditentukan oleh faktor suhu, tekanan, serta lama waktu pembentukan.
Semua faktor tersebut, kemudian dikenal dengan istilah maturitas organik. Semakin tinggi
maturitas organiknya, maka semakin bagus mutu batubara yang dihasilkan, begitu juga
sebaliknya. Berdasarkan hal tersebut, maka kita dapat mengidentifikasikan batubara menjadi 2
golongan, yaitu:

1. Batubara dengan mutu rendah.

Batubara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta kandungan karbon
dan energi yang rendah. Biasanya batubara pada golongan ini memiliki tekstur yang lembut,
mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah. Jenis batubara pada golongan ini diantaranya
lignite (batubara muda) dan sub-bitumen.

2. Batubara dengan mutu tinggi.

Batubara pada golongan ini memiliki tingkat kelembaban yang rendah, serta kandungan karbon
dan energi yang tinggi. Biasanya batubara pada golongan ini memiliki tekstur yang keras, materi
kuat, serta berwarna hitam cemerlang. Jenis batubara pada golongan ini diantaranya bitumen dan
antrasit.

Pembahasan masing-masing jenis batubara dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Lignite, disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah dari batubara, berupa
batubara yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari beratnya. Batubara ini berwarna
hitam, sangat rapuh dan seringkali menunjukkan struktur serat kayu. Nilai kalor rendah karena
kandungan air yang sangat banyak (30-75 %), kandungan karbon sangat sedikit (60-68&),
kandungan abu dan sulfur yang banyak (52.5-62.5). Batubara jenis ini dijual secara eksklusif
sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Lignite dijumpai pada kondisi
yang masih muda, berkisar Cretaceous sampai Tersier.

2. Sub-Bituminous: karakteristiknya berada di antara batubara lignite dan bituminous, terutama


digunakan sebagai bahan bakar untuk PLTU. Sub-bituminous coal mengandung sedikit carbon
dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang tidak efisien

3. Bituminous: batubara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang cokelat tua.
Bituminous coal mengandung 68 - 86% karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur
yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk
pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu
karbon berbentuk padat.

4. Antrasit: peringkat teratas batubara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di rumah
dan perkantoran. Batubara antrasit berbentuk padat (dense), batu-keras dengan warna jet-black
berkilauan (luster) metalik dengan struktur kristal dan konkoidal pecah. Mengandung antara 86%
- 98% karbon dari beratnya, 9,3% abu, dan 3,6% bahan volatile. Antarasit terbakar lambat,
dengan batasan nyala api biru (pale blue flame) dengan sedikit sekali asap. Antrasit terbentuk
pada akhir Karbon oleh pergerakan bumi yang menyebabkan pemanasan dan tekanan tinggi yang
merubah material berkarbon seperti yang terdapat saat ini.
Batubara menurut waktu pembentukannya di Indonesia terdapat mulai skala waktu Tersier
sampai Recent. Pembagiannya dapat dijelaskan sebagai berkut:

1. Batubara paleogen, merupakan batubara yang terbentuk pada cekungan intranmontain,


contohnya yang terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara serta Sulawesi Selatan.

2. Batubara neogen, yakni batubara yang terbentuk pada cekungan foreland, contohnya terdapat
di Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

3. Batubara delta, yakni endapan batubara yang terdapat di hampir seluruh Kalimantan Timur

Brown Coal vs Hard Coal menurut SNI 1998

1. Batubara coklat (Brown coal)

Batubara coklat (Brown coal) adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat
lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang tinggi (10-70%), terdiri atas batubara coklat
muda lunak (soft brown coal) dan batubara lignitik atau batubara cokelat keras (lignitik atau hard
brown coal) yang memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya < 5700 kal/gr (dry mineral
matter free).

2. Batubara keras (Hard coal)

Batubara keras (Hard coal) adalah semua jenis batubara yangperingkatnya lebih tinggi dari
brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kompak, mengandung kadar air yang
relatif rendah, umumnya struktur kayunya tidak tampak lagi, relative tahan terhadap kerusakan
fisik pada saat penanganan (coalhandling). Nilai kalorinya > 5700 kal/gr (dry mineral matter
free).
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi
kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta
oleh derajat pembatubaraan. Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa
kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis
proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter),
karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk
menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen,
sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.

Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan
untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian. Untuk
menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing and Material
(ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat
dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried
(adb) menjadi dry, mineral matter free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op
cit Wood et al., 1983).

Вам также может понравиться