Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Gambar 1
Akan muncul window seperti Gambar 2. Pilih folder untuk menyimpan model, lalu ketikkan File name. Klik [Save].
Gambar 2
1
Project Outline
Gambar 3
Pada window Project Outline (Gambar 3), isikan deskripsi model (jika perlu). Ubah Units yang sesuai dengan data yang
dimiliki. Jika ingin melakukan pemodelan Comtaminant Transport, klik Yes pada bagian Transport Simulation. Klik [Next
>].
Flow Option
Gambar 4
Pada window Flow Option (Gambar 4), ubah Start Date dan Start Time jika diperlukan. Untuk pertama kali, gunakan Run
Type “Steady-State Flow”, lalu isikan Steady-State Simulation Time. Pada bagian Default Parameters, biarkan saja apa
adanya, karena parameter-parameter tersebut dapat kita ganti nantinya. Klik [Next >].
2
Model Domain
Gambar 5
Pada window Model Domain (Gambar 5), anda dapat menentukan ukuran dan jumlah Grid (Column, Row, dan Layer).
Sesuaikan nilai-nilai inputnya dengan map (*.dxf atau *.grd) yang anda miliki. Klik [Finish].
Buka program Surfer, pilih menu Grid Data (Gambar 6), lalu pilih file *.dxf yang akan digunakan untuk model anda.
Gambar 6
3
Yang perlu diperhatikan, anda harus memastikan terlebih dulu spacing (lebar grid) yang akan anda gunakan pada model.
Setelah anda menentukan spacing, masukkan nilai tersebut pada field Spacing di Surfer, lalu anda dapat memasukkan
nilai-nilai pada gambar di bawah pada field Model Domain (Gambar 7).
Gambar 7
Klik [Finish] pada Modflow. Sekarang saatnya anda meng-convert file *.dxf anda menjadi *.grd. Anda akan
membutuhkan file detil untuk topografi, maka ubah nilai Spacing di Surfer menjadi lebih kecil (misalkan: 10, 5, atau lebih
kecil). Uncheck kotak Grid Report, lalu klik [OK]. File *.grd yang sudah ter-convert akan tersimpan sesuai dengan nama
file *.dxf anda (Gambar 8).
4
Gambar 8
Gambar 9
Jika window sudah seperti Gambar 9, maka anda sudah bisa untuk menginput Properties, Boundary Conditions, dan
sebagainya.
5
Grid
Import Elevation
Import Elevation berguna untuk mengimport topografi ke model, bisa juga untuk mengimport litologi untuk layer-layer
di bawahnya (jika model anda menerus, missal: sedimen).
Gambar 10
Klik Import Elevation, lalu window “Create grid elevation” akan terbuka (Gambar 10). Pada dropdown Layer surface,
pilih Ground Surface Pada dropdown Options pilih Import Data. Browse file yang akan diimport pada Data Source. Lalu
akan muncul window “Coordinate System and Units”.
Pada window “Coordinate System and Units” disarankan anda selalu memilih Coordinate System = World dan Elevation
Units = Meters (Gambar 11). Klik [OK].
6
Gambar 11
Gambar 12
Akan muncul window Match Fields. Samakan X-coordinate = 1, Y-coordinate = 2, Elevation = 3 (atau samakan dengan
field yang sesuai dengan input file anda) (Gambar 12). Klik [Next>>], lalu [Finish].
7
Gambar 13
Pada window “Coordinate System and Units” disarankan anda selalu memilih Coordinate System = World dan Elevation
Units = Meters (Gambar 13). Klik [OK].
Gambar 14
8
Mengubah Grid untuk Litologi
Gambar 15
Klik Import Elevation, lalu ganti dropdown Layer Surface ke Bottom of Layer “X” (Gambar 15). Pada dropdown Options
ada beberapa pilihan (Gambar 16).
Gambar 16
Import data = mengimport data *.grd atau format lain yang mendukung
Specified Elevation = menentukan elevasi yang diinginkan untuk bottom layer yang dipilih
9
Specified Thickness = menentukan ketebalan untuk layer yang dipilih
Constant Slope = membuat layer dengan slope tertentu (menggunakan strike & dip)
Edit Grid
Edit Rows & Edit Columns
Gambar 17
Pada pilihan Edit Rows maupun Edit Columns memiliki opsi yang sama (Gambar 18).
Gambar 18
Add = menambah
10
Delete = menghapus
Move = memindah
Refine by = memperkecil grid (membagi 1 grid menjadi jumlah angka yang diinputkan pada field)
Coarsen by = memperbesar grid (menggabungkan beberapa grid menjadi jumlah angka yang diinputkan pada field)
Edit Layers
Gambar 19
Jika kita berada pada tampilan Column atau Row, maka akan muncul pilihan Edit Layers seperti Gambar 19. Opsi yang
ada pada pilihan Edit Layers sama dengan Edit Columns maupun Edit Rows.
Contouring
Contouring digunakan untuk membuat kontur elevasi pada layer yang telah diinput topografi/litologinya. Kontur yang
dapat ditampilkan bisa mengambil nilai dari Layer Top, Layer Thickness, maupun Layer Bottom (yang biasanya
ditampilkan adalah Layer Top) (Gambar 20).
11
Gambar 20
Jika kita memilih Options, maka anda dapat menyesuaikan interval kontur, warna, ukuran garis kontur, dan sebagainya
(Gambar 21).
Anda juga bisa memberikan warna pada kontur tersebut jika ingin menunjukkan elevasi berdasarkan gradasi warna,
melalui tab Color Shading (Gambar 22).
Gambar 21
12
Gambar 22
Gambar 23
13
Wells
Observation Wells
Observation wells wajib di assign untuk mengkalibrasi model. Yang dimaksud dengan kalibrasi adalah membandingkan
kondisi yang terhitung oleh model dengan kondisi yang ada di lapangan. Ada dua jenis observation wells, yaitu Head
Observation Well dan Concentration Observation Well.
Untuk menambahkan observation well secara manual, pilih Add lalu klik lokasi yang anda inginkan di model anda. Maka
window “New Well” akan muncul seperti gambar di bawah. Tuliskan kode/nama sumur, lalu inputkan koordinat sumur
tersebut. Klik [OK] (Gambar 24).
Gambar 24
Klik Screen Elevation lalu isikan posisi tengah screen. Jika screen lebih dari 1, maka klik baris di bawahnya untuk
menambahkan screen baru.
Pada tabel Observations di bawahnya, isikan waktu pengukuran sumur dan head (elevasi muka airtanah) yang terukur di
lapangan (Gambar 25). Andaikan anda tidak mengisi tabel Observations, maka Observation Wells tidak dapat digunakan
untuk kalibrasi, melainkan hanya untuk mengetahui posisi muka airtanah pada model setelah dijalankan (fungsi
“Prediksi”).
Secara umum, untuk menambahkan Concentration Observation Well pada model menggunakan cara yang sama dengan
Head Observation Well. Yang berbeda pada Concentration Observation Well adalah pada table Observation, dimana
parameter yang diinput ke dalam tabel adalah konsentrasi kontaminan.
14
Gambar 25
1. Buat observation well pada posisi random, isi tabel Observation Points dan Observations secara random juga.
2. Klik [OK]
3. Klik Export lalu Export di window yang baru muncul
4. Pilih posisi menyimpan file *.txt
5. Save
6. Buka Microsoft Excel, open file *.txt yang tadi di export (ubah file type menjadi “All Files (*.*)” untuk
memunculkan file *.txt tersebut) (Gambar 26)
15
Gambar 26
7. Klik [Next] jika muncul window baru (Gambar 27), lalu [Finish] pada window selanjutnya
Gambar 27
8. Anda mendapatkan format (header) untuk isian yang anda butuhkan dalam mengimport observation well, pada
Head Observation Well adalah: Well Name, X [m], Y [m], Screen ID, Screen Elev. [m], Obs. Time [day], dan HEAD
(Gambar 28)
16
Gambar 28
Jika anda sudah mendapatkan format seperti di atas, isikan data-data yang anda miliki. Setelah selesai menginputkan
data yang baru, Save As. Pilih file type “Text (Tab Delimited) (*.txt)”.
Selanjutnya anda bisa mengimport file tersebut ke dalam Modflow. Klik Import, lalu pilih file yang sudah memiliki data
baru (Gambar 29).
Gambar 29
Isikan “Match to column number sesuai” dengan Column # yang ada di bawahnya. Jika anda sudah mengikuti format
kolom yang tersedia, anda langsung isikan 1 hingga 7 untuk tiap Required Data (Gambar 30).
17
Gambar 30
Pastikan centang “Ignore empty/invalid entries” dan “Update existing wells” (Gambar 31). Klik [Finish].
Gambar 31
CATATAN: Cara ini dapat anda gunakan untuk mengimpor property maupun boundary condition yang lain. Yang akan
berbeda hanyalah format isian dan required datanya.
Pumping Wells
Pumping wells atau sumur pompa digunakan jika pada model anda memiliki – atau akan ditambahkan – sumur pompa.
Caranya adalah dengan klik menu Wells Pumping Wells. Klik Add Well untuk menambahkan sumur pompa, lalu klik
pada model. Isikan nama sumur dan koordinatnya (Gambar 32).
18
Gambar 32
Isikan Screened Intervals dan Pumping Schedule (Gambar 33). Jika lebih dari 1 baris, maka klik baris di bawahnya. Lalu
klik [OK].
Gambar 33
CATATAN: Pastikan Rate pada tabel Pumping Schedule bernilai negatif untuk sumur pompa. Jika angka yang anda
masukkan bernilai positif, maka sumur tersebut merupakan sumur injeksi.
19
Properties
Conductivity & Storage
Kedua property ini penting untuk pemodelan airtanah, karena kedua property ini menunjukkan kondisi dari litologi yang
ada pada model. Jika anda masih belum mengetahui nilai property ini untuk litologi yang ada pada model, anda dapat
menggunakan link berikut untuk referensi: http://www.aqtesolv.com/aquifer-tests/aquifer_properties.htm.
Cara untuk meng-assign Conductivity & Storage adalah dengan klik Assign, lalu pilih yang diinginkan: Single, Polygon,
atau Window (Gambar 34).
Gambar 34
Gambar 35
20
Maka window seperti Gambar 35 akan muncul (untuk Conductivity) atau seperti di bawah (untuk Storage).
Gambar 36
Pilih [New] untuk membuat Zone baru. Zone ini dapat digunakan berulang-ulang. Perlu diingat untuk mencatat nilai-nilai
yang anda input untuk setiap Zone. Jika anda sudah, klik [OK].
Setelah data dari lapangan tersebut anda kumpulkan, anda menuliskan koordinat x dan y serta elevasi water table pada
Microsoft Excel, dengan format seperti pada Gambar 37.
21
Gambar 37
Lalu Save as menggunakan file type “Text (Tab Delimited) (*.txt)” atau bisa juga menggunakan *.xls / *.xlsx. Anda dapat
mengimport file ini secara langsung maupun mengubah file tersebut menjadi *.grd dengan Surfer (dengan cara yang
sama seperti yang telah dijelaskan di atas). Mengubah menjadi *.grd direkomendasikan jika anda memiliki data yang
sangat banyak.
Untuk mengimport data pada model, klik Import. Maka akan muncul window “Importing data for Initial heads from
File”. Klik [Browse>>] untuk mencari file initial head yang sudah anda buat tadi (Gambar 38). Jika sudah terbuka filenya,
klik [Next>>].
Gambar 38
22
Petakan X-Coordinate, Y-Coordinate, dan Initial Head ke kolom yang ada (Gambar 39). Lalu klik [Next>>].
Gambar 39
Gambar 40
Centang “Ignore empty/invalid entries”. Jika ada data yang invalid, dia akan di blok dengan warna merah (seperti pada
Gambar 40). Pada hal ini, invalid data terjadi karena data tersebut bukan angka melainkan header untuk kolom. Klik
[Next>>].
23
Gambar 41
Pada window “Interpolation Options” (Gambar 41), anda dapat memilih untuk mengimport Initial Head sebagai Layer
maupun sebagai Zone pada bagian “Import Options”. Jika [Next>>] masih berwarna abu-abu, maka anda harus klik
[Interpolate] terlebih dahulu. Anda juga bisa menginterpolasi menggunakan log dengan mencentang “Interpolate”. Jika
sudah klik [Next>>]. Lalu [Finish].
Gambar 42
24
Gambar 43
Tampilan seperti pada Gambar 43 menandakan bahwa Initial Head sudah berhasil di import.
Initial Concentration
Secara garis besar, Initial Concentration sama dengan Initial Head, namun parameter yang digunakan adalah
konsentrasi.
Dispersion
Parameter isian yang ada pada Dispersion akan mempengaruhi seberapa jauh kontaminan menyebar. Anda bisa meng-
assign manual ataupun langsung mengubah nilai parameternya pada Database (Gambar 44) dan Layer Option (Gambar
45).
25
Gambar 44
Gambar 45
Boundaries
Boundaries/Boundary Condition merupakan input yang diperlukan oleh Modflow untuk menjalankan simulasi. Minimal 1
boundary condition harus di inputkan untuk menjalankan simulasi.
CATATAN: jika anda mengalami error saat menginput boundary condition, centang pilihan “Assign to appropriate layer”.
Biasanya ini akan menghentikan error tersebut.
26
Constant Head
Constant head merepresentasikan badan air yang ada di lapangan, misarnya: laut, waduk, atau danau. Jika diterapkan
dalam pertambangan, constant head dapat digunakan untuk settling pond, sump, tailing storage facility, dan badan air
lain yang memiliki head konstan.
Cara untuk meng-assign constant head pada model adalah melalui Assign lalu anda bisa memilih Single, Line, Polygon,
maupun Window (Gambar 46).
Gambar 46
Isikan Start Time dan Stop Time, serta Start Time Head dan Stop Time Head (Gambar 47). Sebagai contoh:
- Jika constant head yang anda assign adalah laut, maka tidak ada perubahan head pada Start & Stop Time Head
(nilainya = 0 untuk keduanya)
- Jika constant head yang anda assign adalah TSF atau suatu badan air yang memang mengalami fluktuasi head
terhadap waktu, maka anda dapat memasukkan nilai Start & Stop Time Head pada jangka waktu yang anda
masukkan di Start & Stop Time
CATATAN: anda dapat mengisikan nilai constant head yang berbeda-beda untuk tiap jangka waktu Start-Stop Time.
27
Gambar 47
River
River merepresentasikan sungai yang ada pada model. Umumnya map sungai harus diinputkan dulu pada model, lalu
anda dapat men-digitasi sungai tersebut dengan Assign Line.
Gambar 48
Setelah anda meng-assign river tersebut, akan muncul window seperti Gambar 48.
28
Riverbed Thickness = tebal endapan pada dasar sungai
Dalam mengimport River, kita akan mengetahui bahwa sungai yang kita assign tidak mungkin memiliki elevasi yang datar
(sungai akan mengikuti bentuk topografi). Oleh karena itu, digunakan suatu rumus untuk menginput variabel elevasi ke
model, yaitu: $DZ + $BOT. $DZ + $BOT menghasilkan nilai yang sama dengan elevasi topografi di grid River tersebut. Jadi
untuk sungai yang sejajar dengan topografi, anda dapat mengisi River Stage dengan $DZ + $BOT. Lalu untuk Riverbed
Bottom, anda dapat mengisi dengan $DZ + $BOT – [x], dimana [x] merupakan kedalaman sungai.
Drain
Berikut merupakan teori yang digunakan untuk pemodelan menggunakan Drain. Sumber:
http://inside.mines.edu/~epoeter/583/08/discussion/hdfs/drn.htm
Drain menggunakan variabel elevasi untuk mengatur aliran airtanah, dan air hanya diijinkan untuk mengalir keluar dari
sistem airtanah. Gambar 49 adalah grafik untuk menggambarkan cara kerja drain.
Gambar 49
h = head
d = drain
CD = conductance
Tampak dari Gambar 49 bahwa flow akan berhenti jika h di atas elevasi drain bertemu dengan h pada elevasi drain
(ditunjukkan pada arsiran abu-abu). Dengan kata lain, aliran pada drain akan terus terjadi hingga tercapai kondisi dimana
h airtanah sudah sama dengan h pada drain.
Modflow membutuhkan variabel conductance dalam pembuatan drain. Secara skematik, drain di lapangan diilustrasikan
pada Gambar 50.
29
Gambar 50
Pada Modflow, drain ini hampir sama dengan perhitungan aliran airtanah akibat adanya sungai (Gambar 51)
Gambar 51
Q = KA dh/dl
Conductance = KA / dl
Sehingga, conductance dihitung dengan cara = Kmaterial x area aliran / ketebalan material
Maka conductance pada drain = Kbackfill material x luas selubung screen drain / tebal backfill material
Nilai Recharge bergantung dari koefisien limpasan. Koefisien limpasan nilainya berbeda-beda, bergantung pada tata
guna lahan, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Anda dapat meng-assign nilai Recharge yang berbeda-beda untuk tiap
zona.
30
Gambar 52
Evapotranspiration
Gambar 53
Secara garis besar, Evapotranspiration merepresentasikan jumlah airtanah yang menguap akibat evapotranspirasi
(mengurangi airtanah). Anda dapat meng-assign nilai yang berbeda untuk tiap area dengan tata guna lahan yang
berbeda. Yang perlu diperhatikan adalah Extinction Depth (Gambar 53), yang menunjukkan kedalaman terjadinya
evapotranspirasi. Umumnya, evapotranspirasi terjadi pada lapisan soil. Jadi Extinction Depth dapat diisi dengan
ketebalan soil pada daerah yang di-assign.
31
Constant dan Recharge Concentration
Constant Concentration menunjukkan adanya kontaminan konstan yang tertampung pada luasan tertentu pada model.
Sedangkan Recharge Concentration menunjukkan adanya kontaminan yang masuk ke dalam luasan tertentu secara
konstan. Jika diaplikasikan dalam pertambangan, Constant & Recharge Concentration merepresentasikan TSF. Nilai
Constant Concentration diketahui dengan melihat hasil pengujian kimia TSF, sedangkan Recharge Concentration
diketahui dari konsentrasi kontaminan yang ditambahkan pada TSF.
Gambar 54
Setelah anda assign cell menggunakan boundary Constant/Recharge Concentration, anda isikan Start & Stop Time dan
Conc001 (Gambar 54).
Zone Budget
Zone Budget digunakan untuk mengetahui aliran ke satu atau beberapa zona yang di assign. Setelah anda meng-assign
zona tersebut akan muncul window Assign Zone (Gambar 55). Klik [New] untuk membuat zona baru. Lakukan langkah
assign yang sama jika anda ingin membuat zona yang lain. Lakukan cara yang sama untuk membuat zona yang lain. Jika
perlu, ganti Short Name maupun Description supaya zona-zona tidak tertukar.
32
Gambar 55
Steady-state Model
Steady-state model digunakan untuk mengkalibrasi model. Yang dimaksud dengan kalibrasi model adalah suatu langkah
yang digunakan untuk mencocokkan kondisi airtanah yang ada pada model dengan kondisi yang ada di lapangan. Secara
singkat, hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai head “calculated” (= yang terhitung oleh model) dan “observed”
(= data yang diambil di lapangan) pada grafik kalibrasi.
Pertama-tama anda harus memastikan apakah engine yang anda set di awal sudah dalam Steady-state. Caranya adalah
dengan klik Setup Edit Engine (Gambar 56).
Gambar 56
33
Pastikan juga Steady-state Simulation Time sudah terisi (Gambar 57).
Gambar 57
Menjalankan Engine
Setelah anda memasukkan property dan boundary pada model, anda haru mengkalibrasi model tersebut. Pada Main
Menu klik Run untuk masuk ke menu Run.
Gambar 58
34
Gambar 59
Pada window Solver Settings ini, anda disarankan untuk mengganti nilai “Max outer iterations (MXITER)” dan “Max inner
iterations (ITER1)” menjadi 1000 (Gambar 59). Hal ini supaya nantinya saat anda menjalankan engine, engine tersebut
bisa menjalani sampai 1000 iterasi. Jika nilai tidak diperbesar, nantinya engine akan berhenti jika iterasi sudah mencapai
angka default.
Klik Run, maka window “Engines to Run” akan muncul seperti Gambar 60.
Gambar 60
35
Kalibrasi dapat dilakukan menggunakan head saja, atau bisa juga menggunakan head & concentration. Jika anda ingin
melakukan kalibrasi concentration, maka centang MT3DMS. Selanjutnya klik [Translate & Run], maka window VMEngine
akan keluar seperti pada Gambar 61.
Gambar 61
CATATAN:
Pada window VMEngine, anda harus memperhatikan Outer iter dan Max. Change. Jika Outer iter sudah mendekati nilai
yang kita tuliskan pada MXITER namun Max. change belum mencapai HCLOSE. Maka anda harus “menghentikan” step
yang sedang dikerjakan oleh engine dengan mengganti HCLOSE menjadi lebih besar dari Max. change.
Max. change = 1.527E+2 ; HCLOSE = 0.01 step masih di-iterasi oleh engine karena nilai Max. change > HCLOSE
Max. change = 2.341E-3 ; HCLOSE = 0.01 step berhenti di-iterasi oleh engine karena nilai Max. change < HCLOSE
Hal ini juga dapat dilakukan pada Transient Model jika model lama mencapai konvergensinya.
Hasil Kalibrasi
Gambar 62 menunjukkan calibration plots.
36
Gambar 62
Nantinya titik-titik sumur observasi bisa dicentang di kotak sebelah kiri. Dan hasil Observed-Calculatednya akan muncul
pada grafik di tengah. Jika model sudah mendekati kondisi lapangan, maka titik-titiknya akan muncul di dekat garis biru
(KALIBRASI IDEAL). Namun jika tidak mendekati garis tersebut, maka ada property model yang harus diubah.
CATATAN:
- Jika anda sudah mendapatkan kalibrasi ideal, cari file dengan ekstensi *.hds dalam folder kerja anda, lalu copy
atau buat folder baru untuk menyimpan file *.hds tersebut.
- Kalibrasi juga bisa dilakukan secara transient, dengan data observation well secara time-series. Kalibrasi
transient akan lebih baik untuk merepresentasikan kondisi lapangan. Namun akan lebih sulit untuk mencapai
kalibrasi ideal.
Transient Model
Setelah anda mendapatkan kalibrasi ideal dari model steady-state, anda dapat mengganti engine menjadi transient
melalui Main Menu Setup Edit Engine. Jika window “Edit Engine” sudah muncul (Gambar 63), anda tinggal
mengganti Run Type menjadi Transient Flow. Klik [OK].
37
Gambar 63
- Topografi
- Drain
- Pumping Well
- Dll.
Output
Pada bagian ini, akan dijabarkan secara singkat beberapa contoh output Modflow yang dapat diterapkan pada
pertambangan. Anda dapat menggunakan output Modflow untuk menginterpretasi kondisi yang lain, tidak hanya
terbatas pada yang dijabarkan di bawah ini.
38
Gambar 64
Perubahan Posisi (Elevasi) Muka Airtanah akibat Dewatering serta Perencanaan Posisi Dewatering
Gambar 65 merupakan salah satu contoh output Modflow pada tambang batubara. Garis berwarna biru muda
merupakan posisi muka airtanah. Tampak bahwa posisi muka airtanah dengan skenario pemasangan dewatering akan
menjadi lebih rendah.
Gambar 65
Selain dengan memperlihatkan section (seperti Gambar 65), untuk menunjukkan perubahan head airtanah anda bisa
menggunakan kontur Drawdown.
39
Gambar 66
Anda juga bisa menerapkan skenario lain untuk pemodelan TSF, misalkan:
Continuous Modeling
Untuk melakukan pemodelan berkesinambungan, anda dapat melihat flowchart pada Gambar 67.
Gambar 67
40
Selanjutnya:
Untuk pemodelan 3rd Term Project, anda dapat menggunakan Output *.hds File(Steady) maupun Ouput *.hds File(Transient2)
Untuk pemodelan 4th Term Project, anda dapat menggunakan Output *.hds File(Steady) maupun Ouput *.hds File(Transient3)
Untuk pemodelan 5th Term Project, anda dapat menggunakan Output *.hds File(Steady) maupun Ouput *.hds File(Transient4)
Dan seterusnya.
Untuk langkah paling mudah adalah dengan menggunakan Output *.hds File(Steady) untuk setiap kemajuan tambang
(referensi: Agathon, 2016).
41