Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Soebandi
Periode Maret 2018 – Maret 2019
Oleh :
Dokter Pembimbing:
2019
BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 PREEKLAMPSIA
2.1.1 Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan
adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem
organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan
(new onset hypertension with proteinuria) (Canadian Hypertensive Disorders of
Pregnancy Working Group, 2014).
2.1.2 Epidemiologi
Preeklampsia dapat ditemui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan
pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda.
Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan
obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia.
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
daripada di negara maju (Osungbade, 2011). Prevalensi preeklampsia di negara maju
sebesar 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang sebesar 1,8% - 18%. Insiden
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.7
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
2.1.3 Faktor Risiko Preeklampsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah factor yang
mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi :
Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita
hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
Primigravida
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat karena pada primigravida
pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna
sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan
preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan
dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai + 25%
Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Hipertensi kronik
Penyakit Ginjal
Sindrom antifosfolipid (APS)
Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
Obesitas sebelum hamil
2.1.4 Kriteria Diagnosistik PEB
Kriteria Minimal Preeklampsia
Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
Dan
Protein urin :Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik >
positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:
Trombositopeni :Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal :Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar
kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya
Gangguan Liver :Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi
Uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Kriteria Preeklampsia berat (diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika didapatkan
salah satu kondisi klinis dibawah ini :
Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
Trombositopeni :Trombosit < 100.000 / mikroliter
Gangguan ginjal :Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar
kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
lainnya
Gangguan Liver :Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya
nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
Edema Paru
Gejala Neurologis :Stroke, nyeri kepala, gangguan visus
Gangguan Sirkulasi
Uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
2.2.2 Etiologi
Menurut Tabrani, 1996. Faktor – factor penyebab dapat diklasifikasikan kedalam
dua kelompok yakni :
Nonkardiogenik yang identik dengan ARDS atau disebut pula dengan idiopatik,
yakni dengan sebab yang tidak diketahui. Umumnya dapat disebabkan oleh :
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. Pada ARDS, integritas dari
alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang
mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi
dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluhpembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orangorang dengan gagal ginjal yang
telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
c. High altitude pulmonary edema
High altitude pulmonary edema yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
d. Trauma otak
Perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah,
atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-
paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
e. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling
paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari
paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang
terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
f. Overdosis pada heroin atau methadone
Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis
dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema. Penyebab-penyebab lain yang
lebih jarang dari noncardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk
pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka
paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusionrelated acute
lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
Kardiogenik
Kardiogenik yang selalu dihubungkan dengan penyebab utama dari edema
paru, yakni dekompensasi jantung kiri. Penyebab-penyebab cardiogenic dari
pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-
penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau
klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih
dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru.
Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh
darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak (EPNK)
EPK EPNK
Anamnesis
Acute cardiac event (+) Jarang
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow meter)
Nadi kuat
S3 gallop/kardiomegali (+) (-)
JVP Meningkat Tak meningkat
Ronki Basah Kering
Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP > 18 mmHg < 18 mmHg
Shunt intra pulmoner Sedikit Hebat
Protein cairan edema < 0.5 > 0.7
2.2.4 Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan
dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area
yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang
sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli
kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli
dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai
ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika menggambarkan kondisi
ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh
darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh
Starling.
Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡
Qf = aliran cairan transvaskuler;
Kf = koefisien filtrasi;
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;
σ = koefisien refleksi osmosis;
πmv = tekanan osmotic protein plasma;
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Menurut Lippincott Wiiliams & Wilkins (2008) tanda dan gejala pada edema
pulmoner dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu tanda gejala awal dan tanda gejala di kemudian
hari.
1) Tanda dan gejala awal
a. Batuk
b. Dedas dependen
c. Kekencangan diastolik (S3)
d. Dispnea saat mengerahkan tenaga
e. Distensi vena jugular
f. Ortopnea
g. Dispnea noktural paroksimal
h. Takikardi
i. Takipnea
2) Tanda dan gejala di kemudian hari
a. Aritmia
b. Kulit dingin, lembab, diaforetik, dan sianotik
c. Konfusi
d. Output Cardiac berkurang
e. Tingkat kesadaran menurun
f. Dedas menyebar
g. Sputum berbusa atau berdarah
h. Hipotensi
i. Takikardi meningkat
j. Respirasi sulit dan cepat
k. Denyut nadi sangat halus dan nyaris tidak tampak.
3) EKG
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau
infark pada infark miokard akut dengan edema paru.Pasien dengan krisis hipertensi
gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel
kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya
menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang
yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum
diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab,
antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan
elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin.
4) Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T)
5) Echocardiografi transtorakal
Ekokardiogram bisa memperlihatkan otot jantung yang lemah, katup jantung yang
bocor atau sempit, atau cairan yang mengelilingi jantung.
6) Angiografi koroner
7) Kateterisasi arteri pulmoner
Mengidentifikasi gagal jantung sisi kiri yang ditunjukkan dengan kenaikan tekanan
baji arteri pulmoner (pulmonary artery wedge pressure) (Lippincott Wiiliams &
Wilkins, 2008).
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah gagal napas. Selain itu kebanyakan
komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-
komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik,
pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara
parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial
menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,
seperti otak (Panji, 2008).
BAB 3. HASIL PENELITIAN
Gambar 3.1 Perbandingan Usia pada Pasien PEB dengan ALO di RSD Soebandi tahun
2018-2019
8
7
6
5
4 <35 th
3 >35 th
2
1
0
Usia
Gambar 3.2 Perbandingan Usia Kehamilan pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
9
5 Posterm
4 Aterm
Preterm
3
0
Usia Kehamilan
Gambar 3.3 Perbandingan Riwayat Obstetri pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
4.5
3.5
3 G1
2.5 G2
2 G3
G4
1.5
G5
1
0.5
0
Gravida
Gambar 3.4 Perbandingan Proteinuri pada Pasien PEB dengan ALO di RSD Soebandi
tahun 2018-2019
6
4
+1
3 +2
+3
2 +4
0
Proteinuri
Gambar 3.5 Perbandingan Kadar Albumin pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
9
0
Kadar Albumin
Gambar 3.6 Perbandingan Outcome bayi pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
6
4
Abortus
3 IUFD
Asfiksia
2 Normal
0
Outcome Bayi
P0010Ab000 PP SC
H 12
+ eklampsia
+ ALO
Partial HELLP
syndr.
4 Nurhay 35 th G3P2002/ab000 gr 1. 12th/♀/ 1. 11th 163 +3 3,2 Telah lahir bayi ♂ dengan LSCS
ati 34-35 mgg RS/2,5 kg/2. 2,5th cm/ g/dl AS 0-0
+ PEB eklampsia 70kg
2. 7th/♂/
P2102 post SC + RS/3,4 kg/
MOW H 2 PEB
+ PEB 3. Hamil ini
+ ALO
+ hipokalsemia
+ hipoglikemia
5 Ferdian 33th G3P2002Ab000 gr 1. 10th/♀/ 1. 2th 147 +1 3,0 Telah lahir bayi ♂ dengan LSCS
a 38-38mgg bidan/2,8 kg cm/ g/dl AS 7-8
+ K1FL 2. 7th/♀/ bidan 84kg PB/BB 49cm/ 3100g
+ PEB di RS/ 3,2 kg Ketuban jernih
+ ALO cardiogenic 3. Hamil ini
dd non cardiogenic
6 Eli 21th P1001 PP spontan B 1. Hamil ini 1. 1th 143 +1 1,3 Telah lahir bayi ♀
Safitri H0 early HPP ec cm/ g/dl AS 6-7
atonia uteri + 42 kg
retensio plasenta +
anemia + syok
hipovolemik
4.1 Faktor Resiko Edem Paru Pada Pasien Dengan Preeklamsia Berat
Preeklamsia berat adalah keadaan yang ditandai dengan disfungsi sel endotel
sistemik, peningkatan resistensi vaskular sistemik dan peningkatan permeabilitas kapiler,
semuanya mengarah pada ekstravasasi berlebihan dan dengan demikian meningkatkan
risiko edema paru. Proteinuria dan peradangan sistemik akan menyebabkan penurunan
albumin serum dan tekanan plasma onkotik. Oliguria dan peningkatan kreatinin serum
karena kerusakan ginjal juga akan meningkatkan retensi natrium dan air. Semua
perubahan ini menyebabkan peningkatan faktor predisposisi edema paru pada pasien
dengan preeklampsia1
1. Nultipara
Nultipara dikaitkan dengan peningkatan terjadinya preeklamsia hampir 3 kali lipat
dan wanita yang mengembangkan preeklampsia, 2,4 kali lebih mungkin
merupakan nulipara daripada wanita yang tidak preeklampsia2. Penelitian yang
dilakukan oleh The Pulmonary Edema Preeclampsia Evaluation (PEPE) Study
mengatakan multipara berhubungan dengan penuruan resiko terjadinya edem
paru. Namun hal ini masih belum dapat dijelaskan mengepa demikian?3
2. Trombositopenia
Setiap pengurangan 10 × 10 9 / L trombosit dari batas minimal dikaitkan dengan
resiko berkembang edema paru sebesar 1,32. Satu penjelasan yang mungkin untuk
hal ini adalah jumlah trombosit yang rendah merupakan indikator tidak hanya
keparahan preeklampsia4, tetapi juga dari disfungis mikrovaskuler5. Cedera
1
Manggala Pasca Wardhana, Erry Gumilar Dachlan & Gustaaf Dekker (2017): Pulmonary edema in
preeclampsia: an Indonesian case–control study, The Journal of MaternalFetal & Neonatal Medicine
2
Duckitt K, Harrington D. Risk factors for pre-eclampsia at antenatal booking: systematic review of
controlled studies. BMJ 2005;330:565
3
The Pulmonary Edema Preeclampsia Evaluation (PEPE) Study. Gandhi et al. J Obstet Gynaecol Can. 2014
Dec;36(12):1065-1070.
4
Yang SW, Cho SH, Kwon HS, Sohn IS, Hwang HS. Signifcance of the platelet distribution width as a
severity marker for the development of preeclampsia. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2014;175:107–11.
5
Hladunewich M, Karumanchi SA, Lafayette R. Pathophysiology of the clinical manifestations of
preeclampsia. Clin J Am Soc Nephrol 2007;2:543–9.
endotelial dapat menyebabkan arteriolar vasopasme dalam sirkulasi jantung,
menyebabkan transien disfungsi miokard2.
3. Penggunaan beta-agonis sebagai tokolitik
Penelitian pada manusia dan hewan telah menunjukkan bahwa kecenderungan
fisiologis terhadap edema paru pada kehamilan diperburuk oleh penggunaan beta-
agonis, yang menghasilkan perubahan dalam variabel-variabel persamaan
Starling, yang semakin meningkatkan kemungkinan edema akan terjadi. Selama
terapi beta-agonis, terjadi peningkatan kadar vasopresin arginin plasma. Selain
itu, Betamimetik juga telah terbukti mengaktifkan sistem renin angiotensin, yang
meningkatkan reasorbsi natrium pada ginjal. Retensi natrium dan air yang
dihasilkan telah dicatat pada primata dan manusia, dengan penurunan yang
signifikan pada hemoglobin, hematokrit dan albumin serum dan, oleh karena itu,
tekanan osmotik koloid plasma. Keseimbangan cairan positif ini karena
peningkatan retensi natrium, menghasilkan peningkatan tekanan kapiler paru6.
4. MgSO4 intravena
Pemberian MgSO4 intravena juga dapat berkontribusi terhadap komplikasi paru
melalui penurunan tekanan osmotik koloid dan efek inotropik negatif. Efek ini
hanya telah terbukti terjadi dalam hubungannya dengan penggunaan cairan
parenteral yang tidak dibatasi dan hanya setelah pemberian MgSO4 yang
diperpanjang (> 44 jam)7. Sejalan dengan hal tersebut, menurut The Pulmonary
Edema Preeclampsia Evaluation (PEPE) Study, pemberian magnesium sulfat
intravena dikaitkan dengan peningkatan lebih dari 10 kali lipat dalam
kemungkinan mengembangkan
6
Lamont R. The pathophysiology of pulmonary oedema with the use of beta-agonists. BJOG
2000;107:439–44.
7
Thornton, C. E., von Dadelszen, P., Makris, A., Tooher, J. M., Ogle, R. F., & Hennessy, A. (2009). Acute
Pulmonary Oedema as a Complication of Hypertension During Pregnancy. Hypertension in Pregnancy,
30(2), 169–179. doi:10.3109/10641950902972140