Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ruang Kota
EPILOG
Purnawan Basundoro
Status Sosial-Ekonomi Warga sebagai Basis Pembagian Ruang Kota-- 205
Indeks - - 221
p
Tentang Penulis - - 235
Dari Penerbit
Tentang EKSPRESI - - 239
x Melipat Kota dalam... Anna Nurlaila Kurniasari x
8 9
x Melipat Kota dalam... Anna Nurlaila Kurniasari x
Pertemuan ruang dan kota tersebut disusul dengan hadirnya isinya disuguhi dengan wacana-wacana tentang kota, tapi pem
defin isi-definisi, konsep serta teori yang berkembang. Zaman baca juga diajak menjelajahi tiap detail kota, seakan kita bisa
dahulu, kota adalah pusat pemerintahan. Seiring waktu berlalu, sama-sama hendak membaca kota itu sendiri dengan berbagai
ia luruh dan sudi mencipta definisi-defisnisi lain tentang kota ciri yang kerap kita hiraukan.
dengan ruang memesona. Kota telah menulis riwayat hidupnya Mula-mula, buku kami menyuguhkan konsep ruang dan
sendiri, lewat masyarakat sebagai pelaku sekaligus pembentuk. lika-liku lanskap ruang kota di Indonesia. Cukup dua dahu
Jilidan yang Anda sibak kala ini, adalah buah pikir yang bu lu. Sekadar bekal awal pembaca menjelajah bagian yang akan
tuh tumbuh lama; 5 bulan. Sebulan melambat dari jadwal awal. menjelang. Mereka berupaya membukakan jalan supaya pem
Sejak berupa ide mentah sampai jalinan pikir yang coba kami bacajangan sampai tersesat menyerap maksud-maksud tulisan
selaraskan. Sekumpulan ide-ide itu telah melalui proses 'pepe selanjutnya.
rangan' dengan lainnya, bermula dari bank tema, presentasi Mari kita sejenak tinggalkan konsep dan lanskap ruang ko
tema, pengadilan tema hingga dipilihnya tema ini; Ruang Kota. ta Indonesia barusan tadi. Fenomena-fenomena ruang kota
Teristimewa lebih, ia tergarap disela-sela "euforia" praben Indonesia kekinian, tidak boleh diceraikan dari pembentuknya
cana-pascabencana erupsi Gunung Merapi sejak Oktober 2010 di kalalewat. Renik-renik itu misalnya; mal, sungai, kampung,
silam. Sepintas kami merenung dan mewajibkan diri vakum makam, baliho, sampai peta kota yang hanya terpancang di
selama beberapa waktu, dan membutuhkan upaya yang tidak perempatan jalan atau depan pos polisi. Barangkali deretan-
sebentar guna menumbuhkan dan menempatkan kami ke rel se deretan bangunan dan area tadi bagi sebagian kalangan sebatas
mula. Tak ayal, prioritas kami terbelah. Kerja 'intelektual' yang rupa itu. Tapi siapa kira ternyata mereka semua membentuk
sudah separuh jalan, tiba-tiba ditantang oleh kerja kemanusiaan. dan terbentuk oleh warga kota.
Susah payah, mereka berdua sanggup kami gauli. Sesudah pembaca berplesir dengan renik-renik itu, serasa
Menyinggung wacana ruang kota, tentu bukanlah sesuatu perlu tertuntaskan pada penyikapan warga kota terhadap ruang
yang sama sekali baru. Perbincangan kota, sudah berulangkali nyasendiri. Pembacaan yang lebih tepat adalah memakai peng
di tulis di berbagai pengumuman. Satu lagi PR kami; janganme amatan langsung dengan terjun ke lapangan. Menanyai mereka
ngulang.Sempat mestinya pembaca yang budiman mendengar satu-satu. Menggali apa yang dirasa dan diperbuat sesungguh
istilah 'kota mati', namun kota sendiri tak akan pernah mati nya.Catatan perjalanan ini sengaja di letakkan pada bab terakhir,
hingga zaman berakhir kelak. Dan, itulah titik anjaknya. Tidak sebagai pelengkap konsep dan wacana kota. Sehingga tak hanya
ada kematian untuk kota, wacana ruang kota apalagi. Begitu mewacanakan dan meneorikan ruang kota, namun di “Ruang
dahsyatnya istilah kota, hingga kota tetap saja menjadi patokan Kota” ini ada ruang tersendiri tentang perilaku masyarakat me
tempat dengan segala sesuatu yang tersedia di sana. Untuk nyingkapi habitatnya, misalnya saja tentang adanya PKL modern.
beberapariwayat, sering diperdengartuliskan terma bedol desa, Akan terkuak bagaimana masyarakat sebagai pelaku menyikapi
namun belum sempat terjumpai oleh kami istilah bedol kota. keberadaan kota dengan segala tetek-bengeknya, dan menjadi
Jika Anda pecandu buku-buku EKSPRESI, mesti merasai be kan hal-hal tersebut menjadi bagian dari pola hidupmereka. Dan
da besar dengan terbitan-terbitan kami yang telah lewat. Kasat semua itu terjadi di sebuah tempat istimewa, bernama kota.
mata, ukurannya lebih besar dari yang sudah-sudah. Tidak se Terimakasih kami terucap mantap terhadap jajaran rektorat;
mena-mena alasan mengapa harus terjadi perubahan ukuran. Bapak Rochmad Wahab, Bapak Herminarto Sofyan, Ibu
Diskusi alot dengan kawan-kawan dan evaluasi sebelumnya, me Nurfina Aznam dan Bapak Sutrisna Wibawa. Tak boleh terlu
minta kami perlu merevisi luaran buku EKSPRESI. Imbasnya, pa, Bapak Budi Sulistya dan Bapak Hermanto. Mereka semua
pembaca tidak butuh lagi sebentar-bentar memicingkan mata selain bertanggungjawab atas tindak-tanduk kami sebagai ba
karena mininya ukuran buku. gian kecil dari Universitas Negeri Yogyakarta, juga sekaligus
Untuk isi, pembaca tidak perlu risau. Kami masih menyedia di beberapa kesempatan menjadi pembimbing yang amat
kan tiga bab untuk mengulas jalinan pikir kami. Tidak melulu berharga. Juga selaksa hormat kepada Bu Ari Kusmiatun yang
10 11
x Melipat Kota dalam... Anna Nurlaila Kurniasari x
dengan sabar menemani, membimbing, mengarahkan dan juga casekalian. Anggap saja buku ini sejumput proses belajarkami
memberi banyak masukan yang berarti kepada kami. Ia selalu di EKPRESI. Sekiranya kalau pandangan pembaca terwakilkan
sedia meluangkanwaktunya untuk kami berkeluh kesah. di sini? Atau malah sungguh bertolak belakang dengan isi ke
Selama proses belajar kami melahirkan buku, beragam dis palapembaca?Maka sampaikan dengan bernas kritik itu! 3
kusi terlaksanakan dengan beberapa pemerhati wacana per
kotaan.Salam hangat buat Yosi Fajar Kresno Mukti dari IVAA
(Indonesian Visual Art Archive) dan Revianto Budi Santoso,
Dosen Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta, yang sudi me
lenggangkan waktunya menemanidiskusiguna memahamkan
akan wacana ruang kota Indonesia.
Lain daripada itu, sejenak juga haturan hormat bagi para
kontributor. Revianto Budi Santoso sudi menulis prolognya
untuk menjembatani awal isi buku dengan pembaca. Purnawan
Basundoro memungkasinya dengan epilog yang menggugah
selera baca. Terimakasih bagi dua senior intelektual kami itu.
Durhaka amat apabila kami yang masih belia ini tidak meng
hamburkan kasih dan hormat teruntuk; Muhidin M. Dahlan,
Zen RS, Mustaqim, M. Iqbal, M. Safrinal Lubis, Sismono La
Ode, M. Thobroni, Antok Priyo W, M. Faiz Ahsoul, Agung DH,
Nur Iswarso, Iswarta Bima PL, Islahuddin, Ana Novianti, dan
sederet nama tak tersebut yang telah membelajarkan EKSPRESI.
Mungkin mereka tidak butuh terimakasih, tapi itu kewajiban
bagi kami yang sudahberulangkali merecoki kehidupan mereka
dengan kerja-kerja EKSPRESI, serta bantuan dan saran yang tak
hendak surut.
Serta para alumni lainnya yang terus saja dirusuhi untuk
membantu menjadi editor buku meskipun di tengah-tengah kesi
bukan masing-masing, tetap mau meluangkan waktunya; Kalam
Jauhari, Budi Mulyono, Iswara N. Raditya, Fadila F. Armadhita,
M. Rodhi As’ad, serta Mindiptono Akbar. Masukan dan sentuhan
mereka kiranya menyelematkan buku jadi 'lebih'terbaca.
Pungkasnya, jalinan hormat dan salut mesti tersampaikan
bagi kawan-kawan EKSPRESI kepengurusan 2010. Kerja sama
nya,yang selama ini telah berproses diawali dengan bank tema
dan sudahi dengan launching hingga evalusi buku ini kelak.
Apa lacur, deadline telah melangkahi kami beberapa waktu.
Tapi,inilah buahnya, meski tidak amat manis.
Selalu ada ruang dalam setiap celahnya. Buku ini juga diha
rapkanmampu menempati ruang tersendiri di hati para pemba
12 13
x Status Sosial-Ekonomi... Purnawan Basundoro x
p
Prolog
14
x Berkediaman di Simpang...
Berkediaman di Simpang
Revianto B.
Santoso Raya: Ruang Urban dan
Dinamikanya
16 17
x Berkediaman di Simpang... Revianto B. Santoso x
Kota memang dibentuk, dihayati dan digagaskan pertama- dipertuan yang berkediaman di utara pasar. Secara keruangan
tama sebagai ruang. Sebagaimana rumah, kota adalah ruang pasar ini terletak di simpang yang menghubungkan istana dan
yang dilahirkan dari hasrat berkediaman, memapankan keber pusat kota dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Kini, para
adaan di sepenggal bentang alam. Namun demikian, Alberti raja pendiri wangsa telah berabad berlalu, alun-alun dan istana
juga mengingatkan bahwa relasi antara keduanya tak pernah Mataram telah berubah menjadi kampung yang sesak, para pe
sederhana sehingga kita tak dapat semata memahaminya sebagai ziarah makam leluhur junjungan pun tak lagi seberapa banyak,
rumah besar yang berisi rumah kecil. tapi Pasar Kotagede tak surut menunjukkan vitalitasnya. Dua
Manusia telah ada sejak seratus ribu tahun yang lalu, dan mu puluh empat jam pasar ini hidup dengan dinamikanya.
lai membentuk kota sejak lima ribu tahun yang lalu. Namun de Pasar (market) dan permukiman (settlement) adalah dua per
mikian abad yang kita jalani adalah masa ketika peradaban me kara yang berbeda secara mendasar. Yang pertama mendasar
netapkan bahwa manusia lebih baik berkediaman di kota, dengan kan pada pergerakan dan dinamika sehingga memungkinkan
segala konsekuensinya. Pada awal abad kedua puluh hanya 10 sesumber yang berasal dari berbagai tempat dihimpun dan di
persen manusia tinggal di kota, sedangkan saat ini lebih dari 50 pertukarkan. Yang kedua mengandalkan pada kemenetapan
persen manusia memilih ataupun terpaksa berkediaman di kota. dan kestabilan yang memungkinkan kita untuk memapankan
Persentase manusia tinggal di kota meningkat pesat berjalan keberadaan dalam suatu lingkungan binaan. Berkota adalah
berbarengan dengan penurunan kualitas lingkungan hidup di bermukim di simpang raya.
perkotaan sebagaimana ditengarai dengan peningkatan secara Ketegangan dan kontras antara kemapanan dan pergerakan
tajam persentase mereka yang tinggal di lingkungan kumuh. inilah yang banyak mencirikan perkembangan suatu kota, baik
Bertambahnya jumlah dan meningkatnya skala kota secara sig dalam pemikiran, pengalaman maupun fisik. Secara simbolis
nifikan menbangkitkan masalah dan konflik yang sebelumnya kondisi ini acapkali dirayakan dalam bentuk-bentuk monu
tak pernah terjadi. Rumah besar nan damai dan teratur yang di mental. Tugu yang menjadi penanda utama Kota Yogyakarta
bayangkan pun acapkali kian jauh dari impian. misalnya, adalah sosok tegak yang difahami sebagai perwuju
Kota ada lantaran manusia ingin berkumpul, berbagi dan me dan kemanunggalan kawula-gusti yang mapan di kota, terlebih
lakukan pertukaran. “In the meaning of the word here, the city pada wujudnya semula yang golong gilig (bola dan silinder).
is a market settlement,” simpul Weber (1958: 67) yang merumus Namun demikian, Tugu ini ditegakkan di perempatan yang
kan hakikat kota sebagai permukiman pasar tempat pertukaran terentang ke timur menuju Surakarta dan ke barat untuk ke
diselenggarkan. Dari berbagai penjuru manusia menuju kota mudian membelok ke utara menuju Semarang tempat Loji
untuk menyelenggarakan pertukaran barang, jasa dan bahkan Kumpeni berada. Sementara arah utara menuju ke Merapi
pemikiran dan spiritalitas. Dari pertukaran intensif ini muncul dan ke selatan menuju ke Kraton yang menjadi rujukan statis
kepadatan, keragaman, dinamika, dominasi dan kendali yang se bentukan kota. Hal serupa terbentuk di Monumen Plengkung
cara meruang terwujud dalam kota. Kota adalah tempat sejarah Kejayaan yang secara simbolis menjadi kubur para pahlawan
diruangkan, sekaligus sebagai tempat ruang disejarahkan. perang tegak di kota Paris tepat di simpang dua belas jalan raya
Pasar Kotagede adalah perwujudan yang sempurna dari yang dibangun Baron Hausmann.
riwayat permukiman pasar yang menjadi pangkal tolak pem Permukiman berpagar yang bebentuk cluster adalah per
bentukannya. Penduduk setempat dan sekitarnya sering menye wujudan pragmatis yang paling mencolok belakangan ini.
but Kotagede dengan nama Sargede akronim dari Pasar Gede, Yang pertama adalah permukiman ini terbentuk sebagai ha
yang merupakan strategi pars-pro-toto yang meringkas keselu sil komodifikasi wantah ruang kota dengan menyingkirkan
ruhan kawasan dengan menyebut bagian yang paling esensial semua pengguna lain yang berpotensi sebagai intruder. Yang
nya. Panembahan Senapati sebagai penguasa berdaulat pertama kedua permukiman ini selalu ditawarkan dengan dua tawaran
atas Mataram yang beribu negeri di Kotagede memiliki julu penting, yakni terlindungi dan akses yang cepat ke jalan raya.
kan masa mudanya sebagai Ngabehi Saloring Pasar, alias yang Dua hal yang sebenarnya dikotomis antara menyingkir dari
18 19
x Berkediaman di Simpang... Revianto B. Santoso x
perjumpaan dengan ketidakpastian kota dan bergabung den teori-teori urban, Simon Parker (2006) menyimpulkan dalam
gan laju dinamika kota. suatu generalisasi bahwa semua teori urban berkaitan den
Dengan logika yang sama, mal-mal pun dibangun. Semula gan satu atau lebih dari 4-C: culture, consumption, conflict dan
mal berarti jalan dan ruang terbuka memanjang tempat warga community dalam arti yang luas.
khususnya yang berjalan kaki bersua. Tapi sekarang mal menjadi Culture atau budaya berkenaan dengan sistem simbol da
ruang dalam tempat komodifikasi intensif diselenggarakan. Ke lam ranah yang luas, termasuk seni dan kepercayaan serta
tentraman dan kenyamanannya didapatkan dengan meletak harapan-harapan kontemporer yang berkembang dalam ma
kannya di tengah keramaian kota sembari menyingkirkan para syarakat perkotaan dan terwujud secara fisik dalam ruang-
penyelonong yang potensial mengusuik kenyamanan mereka ruangnya. Consumption atau konsumsi meliputi pertukaran
yang sedang menikmati kota ber-AC ini. Hanya warga pembe barang dan jasa serta sistem relasi sosial yang memproduksi
lanja dan para penjaja yang hadir di dalamnya. barang dan jasa tersebut. Selain berkaitan dengan pertikaian
Dalam wujud yang jauh lebih sederhana, trotoar pun melem dan perebutan secara fisik yang melibatkan kekerasan, conflict
bagakan konflik yang serupa. Ruang membujur sepanjang jalan atau konflik berkenaan juga dengan perebutan sumber daya
menjadi perebutan antara mereka yang melintas berjalan kaki yang abstrak dan persaingan antar kelompok sosial dan kepen
dengan mereka yang bermukim di tepi jalan yang memandang tingan. Komunitas atau community berkaitan dengan nilai-nilai
ruang trotoar sebagai bagian dari halaman depan mereka serta yang mengikat suatu masyarakat serta mengungkapkan kebera
para pengambil keuntungan mendadak yang menduduki ruang daan mereka dalam ruang.
ini dengan lapak-lapak mereka. Kerangka ini tampaknya dapat juga menjangkau semua ra
Pertukaran intensif dan kompleks menjadi mungkin karena, gam tulisan yang tersaji di sini sebagai manifestasi dari kesenja
di mata Henri Lefebvre, kota pada hakikatnya adalah tempat ni ngan dan ketegangan antara pemukim dan penjaja yang sama-
lai guna dan nilai tukar dipertemukan dan dikombinasikan da sama menghuni simpang raya yang bernama kota. 3
lam suatu “sistem relasi produksi”. Secara umum, nilai guna ber
kaitan kemanfaatan yang didapatkan dari suatu lingkungan fisik.
Sementara nilai tukar berkaitan dengan ‘harga’ yang ditentukan
oleh sistem kapitalisme. Dengan peningkatan intensitas kapitalis
me, transformasi ruang kota yang berkonsekuensi pada penga
lokasian kegiatan, kemanfaatan dan kenyamanan di lingkungan
perkotaanpun kian dikomodifikasikan. Kawasan komersial ge
merlap, perumahan mewah berpagar, lingkungan kumuh tanpa
layanan, adalah di antara dampak nyata dari sistem relasi ini.
“Right to the City” yang diajukan Lefebvre bukan hanya ber
kait semata dengan penggunaan ruang kota, tapi juga berkaitan
dengan hak warga kota untuk bermain, mengembangkan diri,
mengungkapkan gagasan dan memiliki kebanggaan di dalam
kotanya dan terhadap kotanya. Ruang kota menjadi hak bagi
semua warga untuk memenuhi kebutuhan dan menyatakan ke
beradaan mereka.
Simpang raya tempat bermukim itu kian lama kian hiruk
pikuk. Berbagai kepentingan melintas dan meninggalkan jejak
nya yang memerlukan kerangka teoretik yang lebih kompleks
untuk menjelaskannya. Menjelajahi kisaran yang luas tentang
20 21
x Melipat Kota dalam... Anna Nurlaila Kurniasari x
p
Sketsa Ruang
22
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
Ruangmu
Ardyan M.
Erlangga Belum Tentu
Istanamu
24 25
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
Si bapak tampak kelimpungan merapikan ruang tamunya Demikianlah ritus yang biasanya terjadi kala keluarga saya
dan berkali-kali meminta maaf karena merasa ruang yang ia menerima tamu. Rangkaian tersebut begitu terekam dalam
persiapkan untuk saya masih tampil "berantakan". Padahal bagi benak sehingga mau tak mau saya membandingkannya dengan
saya pribadi tak ada masalah sama sekali. Ruang yang ia sebut cara saya diperlakukan di kediaman bapak yang tak saya kenal
berantakan itu tak jauh beda dengan ruang tamu kebanyakan; sama sekali itu. Baik keluarga saya maupun si bapak memiliki
terdiri dari meja utama yang dikelilingi kursi, berukuran tak kesamaan. Tak sama persis memang, tapi yang jelas tindakan-
terlalu luas, tergantung lampu tepat di atas meja tamu, dan di tindakan yang coba saya gambarkan barusan mencerminkan
tambah beberapa wadah camilan. Lantainya bahkan sudah be adanya kesamaan persepsi soal ruang tamu.
rupa keramik putih mengkilap. Saya tak menemui satu hal pun Yang paling kasat mata adalah kehendak untuk menampilkan
yang bisa disebut berantakan dari kondisi semacam itu. ruang tamu sebagai wilayah persinggungan antara tuan rumah dan
Meski sebisa mungkin tak hendak merepotkan, ternyata tamu dengan sesempurna mungkin. Sebuah rumah memang me
saya harus bersedia disuguhi beberapa makanan ringan serta miliki banyak ruang, namun mengingat pengalaman saya pribadi
minuman hangat. Padahal saya sepenuhnya orang asing, kami —dan bisa jadi anda juga— ada lebih banyak aturan yang melekat
tak saling mengenal sebelumnya. pada pemanfaatan ruang tamu dibanding ruang-ruang lain dalam
Peristiwa tersebut tak ayal membuat saya teringat dengan satu kesatuan bangunan rumah tesebut. Contohnya, sewaktu
pengalaman pribadi dalam memperlakukan tamu. Masih cu kanak-kanak saya dilarang bermain-main dengan benda-benda
kup jelas terekam bagaimana urusan menerima tamu dalam yang terdapat di ruang tamu, seperti sofa, vas bunga, lukisan-
keluarga saya memerlukan beberapa rangkai prosedur tetap. lukisan di dinding, dan juga karpetnya.
Saya biasanya bertugas membuka pintu ketika bel rumah ber Sebaliknya, aturan melonggar saat saya dan anggota keluarga
bunyi. Sekiranya tidak mengenal tamu yang datang, saya segera lain beraktivitas di ruang keluarga atau di kamar tidur masing-
tanyakan keperluannya. masing. Ada cukup keleluasaan buat saya untuk memperlaku
Jika ia atau mereka hanya meminta sumbangan, saya sudah kan kasur, meja belajar, atau rak buku di dalam kamar. Kamar
paham dan tak perlu mempersilakan masuk ke ruang tamu. terkesan menghadirkan keintiman antara saya dan benda-benda
Lain soal bila tamu yang bertandang menyampaikan keterang di dalamnya, apalagi orang asing tidak diperkenankan masuk.
an yang jelas. Jika itu yang terjadi, maka prosedurnya pun ber Situasi yang serba intim dan privat itu tampak kontras dengan
ubah. Teras rumah akan menjadi tempat menunggu terlebih ruang tamu yang terasa berjarak, penuh aturan, dan cenderung
dahulu, sementara saya memberitahu orang tua saya yang se artifisial.
gera bersiap-siap; ayah akan masuk ke kamar untuk berganti “Ada banyak peristiwa kolektif dalam hidup ini yang di
baju yang biasa ia kenakan untuk menemui tamu, sedangkan anggap sebagai situasi terberi (given) dan sudah semestinya
ibu langsung menuju dapur guna menyiapkan suguhan. (necessary), sehingga jarang kita pertanyakan lagi,” tulis
Tak jauh beda dengan tindakan bapak sepuh yang menjamu Wendy James dalam The Ceremonial Animal: A New Portrait
saya kala kehujanan, saya dan para saudara juga ikut sibuk. of Anthropology. Aktivitas menerima tamu dan menampilkan
Kami bergegas membereskan meja tamu dari berbagai benda ruang tamu sebagai wilayah paling artifisial dari sebuah
yang dirasa tak pantas hadir seperti kertas yang berserakan, rumah—menilik kepentingan sang pemilik untuk menghadir
koran yang tak tertata rapi, atau barangkali bungkus permen kankondisi yang dirasa sempurna, termasuk penataan barang,
yang dibuang sembarangan. hiasan,hingga suguhan bagi tamu—dapat kita kategorikan se
bagai situasi terberi, dan karena itu tipis kemungkinannya un
Ketika ayah siap, si tamu dipersilakan masuk ke ruang tamu.
tuk kita pikirkan lebih lanjut.
Saya sendiri siap sedia untuk menghaturkan suguhan-suguhan
bagi mereka sekiranya ibu telah tuntas menyiapkan. Bila keadaan Padahal, sebagaimana yang dibahas Anthony Giddens dalam
makin gayeng, maka ibu akan menyusul dan turut bercengkrama. The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration,
Sementara saya baru akan hadir apabila memang dibutuhkan. fenomena yang telah saya uraikan sebetulnya merupakan
26 27
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
konsekuensi logis dari adanya konstruksi sosial pada ruang. dan berbeda dengan benda, maka mungkin saja sebuah benda
Menyitir pemikiran Giddens, segala ruang tak mungkin luput atau obyek tidak akan dapat dibedakan meski berada di ruang
dari aktivitas pemaknaan yang dilakukan manusia di dalamnya. yang berbeda.
Setiap kebudayaan bisa saja berlainan dalam memperlakukan Untuk itulah Leibniz menyediakan solusi melalui konsepnya
ruang-ruang yang mereka temui. Tapi satu hal yang pasti, manu bahwa ruang sebaiknya diasumsikan sebagai "proyeksi" barang-
sia akan selalu memaknai ruang. barang yang saling terhubung satu sama lain. Seperti tercantum
Jika ditilik lebih lanjut, persoalan ruang tampaknya berpe dalam suratnya yang keempat, ia memos isikan penanda ruang
ngaruh besar dalam menghadirkan situasi-situasi sosial yang sebagai batas sebagaimana halnya dinding yang mengakhiri
akrab kita jumpai. Namun sebelum membahasnya lebih dalam, relasi antarbenda.
saya akan coba mengurai makna atas konsep "ruang" terlebih Filsuf asal Jerman lainnya, Immanuel Kant, meneruskan sis
dahulu. tem pemikiran Leibniz. Ia bahkan secara lebih tegas menyatakan
bahwa "ruang" pertama-tama hadir dalam pikiran, yakni sema
Pemantik Aktivitas Sosial cam proses mental untuk menghubungkan beberapa obyek dan
Ruang sebagai konsep harus diakui cukup jarang kita pi lantas mengonfigurasikannya dalam berbagai kategori untuk
kirkan relevansinya dalam kehidupan sehari-hari. Keberada dimaknai konteks keberadaannya.
an bangunan, jalan, kamar, hingga taman hampir-hampir tak
langsung menyulut rasa ingin tahu. Mengapa bisa seperti itu?
dok. istimewa
Jawabannya mudah, karena kita hidup di dalamnya.
Manusia sebagai sebuah entitas di alam ini tidak mungkin
hadir di luar ruang. Menyadari fakta tersebut, ilmuwan seperti
Isaac Newton yang didukung oleh sahabatnya, Samuel Clarke,
merumuskan bahwa ruang memiliki sifat absolut. Menurut sudut
pandang keduanya, ruang tak pernah berubah karena bila ber
ubah berarti kita mengandaikan bahwa alam ini bergerak secara
relatif dan karenanya tidak dapat diukur maupun dipahami.
Analogi "ember" adalah salah satu rumusan kondang untuk
membumikan postulat tersebut. Newton mencontohkan, jika
kapal kecil diletakkan di ember yang penuh dengan air, tidak
jadi soal apakah kapal itu menjauhi atau bahkan bergerak men
dekati tepian ember. Yang penting menurutnya adalah menen
tukan seperti apa wujud penampang yang membentuk ruang
gerak (space of flow) kapal tersebut—yang berarti tentu saja
dengan cara memahami diameter ember dan juga mengamati
geometri penampang ember.
Pada tahun 1715 sampai 1716, argumen Newton ditentang
Gottfried Wilhelm Leibniz melalui serangkaian surat-menyurat Jika merujuk pada pola pemikiran Leibniz maupun Kant, tak
dengan Clarke. Sang filsuf menyebutkan bahwa relasi antarben mungkin ruang hadir tanpa diartikan sifat hubungannya dengan
da merupakan awal terciptanya ruang, berkebalikan dengan ar benda lain. Karena ada meja, kursi, lantai, lampu, alat tulis, serta
gumen Newton yang menekankan kepastian sifat ruang. Menu lemari, hadirlah konsep ruang yang disebut ruang kerja. Begitu
rutnya, apabila ruang memang absolut, yakni bersifat mandiri pula dalam kasus lain, ketika ada mobil, jalan beraspal, taman
28 29
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
di pinggir jalan, trotoar, dan juga dipenuhi manusia yang mau Sebagai sebuah produk, ruang hadir laiknya fakta terberi, se
tak mau harus melewati rangkaian persinggungan tadi, ruang misal kontur tanah atau keberadaan sungai yang memang tidak
tersebut kita namai "jalan protokoler". bisa direncanakan sebelumnya. Pada kasus tersebut, ilmu te
Tradisi pemikiran Kant dan Leibniz agaknya memang me rapan seperti geometri yang mempelajari sifat-sifat bentuk dan
landasi nalar ruang sebagai “fakta eksistensial”, menyitir uca objek berperan lebih besar. Sebagai produk, maka ruang bersifat
pan Massey dalam Space, Place, and Gender. Artinya, kita pasti. Dan sesuai faktanya, ia bisa menjadi terbatas. Karena itulah
sudah merasa hidup sepaket dengan ruang itu sendiri. Dengan ruang bukan hal yang bersifat relatif bagi para ilmuwan alam dan
mengembangkan teori relativitas yang ditemukan fisikawan pada titik ini gagasan absolut Newton amat relevan.
Albert Einstein, Massey mengidentifikasi ruang sebagai kon Di sisi lain, kehadiran ruang sebagai proses sosial terwujud
sep yang tercipta melalui hubungan antarobyek. Dan sebagai dalam bentuk rekayasa ruang seperti jalan raya atau jembatan.
implikasi dari pemikiran semacam itu, kita dapat menyim Ruang semacam ini muncul sebagai proses manusiawi untuk
pulkan bahwa manusia beserta segala aktivitasnya merupakan memaknai ruang sekaligus meresponsnya. Dalam pengertian
penyebab munculnya ruang-ruang di sekitar kita. inilah ilmuwan sosial beroperasi, yakni untuk menakar relasi-
Tak heran bila dalam banyak kasus sebuah ruang memiliki relasi yang tercipta dari dan oleh keberadaan ruang serta akti
nilai sekaligus makna yang berbeda-beda di setiap tempat. vitas pemaknaannya. Di samping itu, wujud ruang hasil proses
Seperti ilustrasi ruang tamu yang saya hadirkan sebelumnya, sosial ini juga memungkinkan terlibatnya pendekatan keilmuan
situasi tersebut bisa jadi hanya bisa terjadi di kebudayaan ter lain, mulai dari filsafat, sosiologi, hingga kajian budaya.
tentu, jadi tak dapat kita pukul rata untuk semua tempat. Ambil contoh jembatan. Ia dibangun oleh manusia untuk
Lewat karya seminal-nya, The Sociology of Space, Georg menghapuskan konsep jarak yang biasanya mengemuka dari
Simmel menegaskan makna relasi sosial sebagai “Interaksi sebuah ruang terberi yaitu sungai. Sebagaimana tercantum
antarmanusia yang mengisi ruang; keberadaan bermacam in dalam esai "Bridge and Door", Simmel memandang jembatan
dividu menandakan aktivitas berbagai ruang.” Pandangan sebagai manifestasi hal-hal yang sanggup dilakukan manusia
Simmel menggarisbawahi bahwa ruang sesungguhnya terbatas terhadap ruang, semacam mukjizat pemaknaan ruang dalam
serta perlu dibatasi. Di samping itu, ruang juga mewadahi seka konteksnya selaku proses sosial.
ligus mengawali interaksi sosial antar-individu. "...(keajaiban aktivitas manusia tersebut) mencapai puncaknya da
lam pembangunan sebuah jembatan. Dalam kasus itu, kehendak
Yang menjadi soal adalah belum teratasinya perbedaan manusia untuk terhubung dengan satu sama lain serta menghadir
mendasar dalam memandang ruang. Konsep ruang absolut ala kan interaksi sosial terhadang oleh pemisahan yang muncul akibat
Newton tidak sepenuhnya salah, sementara pemikiran Leibniz ruang, sehingga kadang hanya mampu bersikap pasif menerima
dan Kant juga masih dapat dipertanyakan lebih lanjut ihwal nya. Jembatan pada akhirnya menyimbolkan kemauan kita untuk
penerapan praktisnya di kehidupan sehari-hari. Misalnya, kita melampaui penghalang tersebut. Hanya bagi manusialah sebuah
dua sisi tepian sungai bermakna “keterpisahan”. Jika tidak menghu
mungkin bertanya apakah konsep ruang melulu hadir karena bungkan kedua tepi itu dalam pikiran praktis mereka, melekatkan
keberadaan interpretasi manusia yang hidup di dalamnya? nilai fungsionalitas (jembatan) dalam fantasi mereka, maka konsep
Atau dapat pula muncul pertanyaan, bila ruang lebih berupa “keterpisahan” barangkali tidak ada maknanya sama sekali."
persepsi mental, apakah berarti persoalan ruang hanya perkara
relatif? Bila demikian, mengapa kerap muncul sengketa lahan Penjelasan Simmel secara tersirat mengajak kita untuk mem
dengan dalih terbatasnya tanah yang tersedia? bangun kesadaran akan ruang. Sebab terbukti banyak sekali
Henry Lefebvre memberi penjelasan alternatif yang dapat ruang yang nyatanya memang hadir semata-mata berasal dari
menengahi perdebatan tersebut. Menurutnya, konsep ruang per upaya manusia untuk menciptakan interaksi dengan sesama
lu dibagi menjadi dua, yakni sebagai sebuah benda (produk) dan nya. Jika kembali ke soal ruang tamu yang dibahas sebelumnya,
sebagai proses mengada yang berkelanjutan (tindakan sosial). tentu kita mafhum bahwa urusan memaknai ruang tamu dan
ruang-ruang lainnya di sebuah rumah berakar dari pemahaman
30 31
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
akan ruang dan lantas menjadi benih munculnya kebudayaan. rumah susun di Pejompongan (Jakarta), atau bahkan di rumah-
Tak bijak rasanya bila kita kini tetap meremehkan atau bahkan rumah yang berderet sepanjang pinggir rel kereta api Jatinegara
mengabaikan konsepsi ruang. (Jakarta). Padahal, contoh-contoh perumahan tersebut berada
di kota, dan bisa saja penghuni merupakan etnis Jawa pula. Tak
heran bila dalam penjelasannya Ronald memberi tajuk sebagai
Persinggungan "Tradisional" dan "Kota" “rumah tradisional Jawa”, bukan “rumah” saja. Namun, bukan
Kebudayaan Jawa mengenal kaidah keruangannya sendiri. Me
kah telah dijelaskan oleh Giddens bahwa setiap budaya memi
nurut Arya Ronald dalam Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisional
liki alokasi maknanya sendiri terhadap ruang?
Jawa, rumah dalam budaya Jawa dibangun mengikuti prinsip
Vastu Shastra, prinsip yang berakar pada pengetahuan zaman Rupanya ada faktor yang perlu juga kita perhitungkan dalam
Hindu kuno yang dahulu diterapkan dalam perancangan candi- menilai kondisi tersebut. Dan dari sana kita akan bersinggungan
candi Hindu. Pengetahuan ini berguna untuk menyelaraskan dengan tipologi khas ruang kota yang menyulap hunian menjadi
bentuk dan tata letak suatu bangunan dengan lima unsur alam: makna yang sama sekali lain dari wilayah spasial lainnya.
prithivi (tanah), agni (api), tej (cahaya), vayu (angin), dan akash
(angkasa). Seluruhnya sengaja dipelajari agar relasi antara manusia Menegosiasikan (Nyaris) Semuanya
dan material di sekitarnya dapat berjalan seimbang. Kini kita dapat memahami ruang sebagai sebuah wacana yang
Susunan ruang dalam rumah Jawa mengenal pembagian ber meliputi hampir seluruh aspek kehidupan, tak peduli di mana
dasarkan situasi kuadran, yaitu kuadran depan kanan, depan pun kita berada. Sebab sebagaimana halnya waktu, ruang adalah
kiri, belakang kanan, serta belakang kiri. Ruang yang berada di faktor fundamental yang melatari alam semesta. Untuk beberapa
kuadran depan kanan berkualifikasi sebagai ruang umum (public hal, ruang kota memiliki sifat yang tak jauh beda dengan ruang-
space), depan kiri untuk ruang setengah umum (semi-public ruang lain sehingga tak salah bila kita dapat mempertimbangkan
space), belakang kanan untuk ruang setengah privat (semi-pri potensi keruangannya ketika mengkaji kota.
vate space), sedangkan kuadran belakang kiri untuk ruang privat Hari-hari ini kita sudah terbiasa mendengar disiplin ilmu
(private space). perencanaan kota. Namun tahukah Anda bahwa perspektif
Dari sistem ini terlihat bahwa bagian kanan dari sisi pemilik baru untuk mempertimbangkan perencanaan kota tanpa mena
rumah menjadi bagian yang lebih utama daripada sebelah kiri fikan analisis terhadap potensi keruangannya baru benar-benar
sehingga bagian kanan disediakan untuk orang luar (public) muncul pada awal abad ke-20? Pencetus tradisi intelektual yang
sementara bagian kiri untuk diri sendiri (private). Konsep itu menekankan pada ruang dan segala turunan wacananya adalah
menegaskan fakta bahwa setiap budaya mendesain rumah de para pemikir sosiologi asal Amerika Serikat yang dikenal de
ngan caranya masing-masing, tergantung pada alokasi makna ngan sebutan Mazhab Chicago. Dengan ciri khas pendekatan
atau bentuk-bentuk tindakan yang dianggap tepat. gekologi manusia, kelompok ini memberi pengaruh besar pada
Jika saya tilik kembali penjelasan Ronald kebetulan saya te hampir semua ahli perencanaan kota, termasuk di Indonesia.
mui pula di rumah yang saya singgahi kala hujan. Ruang tamu Diawali oleh artikel klasik Ernest Burgess—sering juga di
nya terletak di sebelah kanan sisi rumah, sementara satu-satu sebut bapak pendiri Mazhab Chicago—pada tahun 1925, di
nya pintu untuk menuju kamar terletak di sebelah kiri. Ruangan rumuskan bahwa sebuah kota baru bisa berkembang secara
tersebut juga betul-betul berfungsi untuk khalayak, termasuk ideal jika ditata berdasarkan pemanfaatan ruangnya. Menurut
saya yang terhitung bukan penghuninya. Dan yang tak kalah Burgess, sebuah kota yang ideal harus terwujud dalam bentuk
menarik, fenomena yang sama tidak mudah saya temukan di lingkaran konsentris, di mana sentra bisnis menjadi jantung
kawasan yang lebih padat penduduk. utama yang menggerakkan kota dan kemudian dikelilingi oleh
Mencari rumah yang masih menerapkan kaidah Vasthu zona transisi yang semakin melebar dari pusat. Pada wilayah
Sastra sebagaimana digambarkan Ronald memang sulit dite transisi itulah pemukiman penduduk berdiri. Diktum Burgess
mukan di pemukiman daerah Klitren (Yogyakarta), di sebuah tampaknya tak hanya menemui kecocokan pada kota-kota
32 33
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
Amerika Utara atau Eropa. Pada sejumlah kota yang mewa bagi studi humaniora maupun sains, sehingga mampu memper
risi pengaruh kolonialisme seperti Jakarta (atau lebih tepatnya kaya cara pandang kita ketika membahas persoalan kota.
Batavia), pola pengembangannya masih sejalan dengan apa yang Terobosan lebih lanjut datang dari Henry Lefebvre lewat
diandaikan Burgess. buku The Production of Space. Pemikir Marxis itu menilai bah
Hal itu dapat kita simak dari pemaparan Bedjo Riyanto wa ruang bukanlah sebuah wadah kosong yang tak berarti dan
yang menyoroti perkembangan kota-kota Indonesia pada diisi oleh aktivitas manusia, melainkan hasil produksi dan re
periode 1870-an. Dalam Iklan Surat Kabar dan Perubahan produksi relasi sosial itu sendiri. Ia membagi ruang ke dalam
Masyarakat di Jawa Masa Kolonial, kota-kota besar Hindia tiga kategori.
Belanda semisal Surabaya, Semarang, ataupun Batavia mulai Yang pertama adalah espace perçu (ruang yang dirasakan).
berkembang menjadi kota modern dengan keberadaan in Dalam kategori ini, ruang hadir sebagai fenomena material, se
dustri manufaktur serta kehadiran mesin-mesin bertenaga uap. perti kehadiran gedung tinggi, pagar besi, maupun jalan raya
Seiring proses industrialisasi, masyarakat Eropa kian banyak dengan bahan dasar aspal hotmix. Kategori kedua adalah espace
mengalir masuk dan lantas menghendaki penataan ulang kota conçu (ruang yang diandaikan), atau sederhananya ruang
agar serupa dengan kota-kota di negeri asal mereka, termasuk dengan makna yang hendak direpresentasikan oleh sang pe
pola pemukiman beserta fasilitasnya. rancang (arsitek, ahli tata kota, maupun pemerintah), semisal
Tapi ada satu hal yang membuat analisis Burgess berbeda, monumen, tugu, ataupun taman kota. Ruang dalam konteks
yakni tak sekadar membahas kota berdasarkan karakter geo ini sarat pesan, serta ingin menabalkan makna melebihi fung
grafis semata. Menurutnya, perbedaaan fundamental kota dari sinya sebagai sebuah realitas material. Kategori ketiga, Lefebvre
sistem keruangan lain adalah kompetisi tanpa akhir untuk menyebut ruang sebagai espace vécu (ruang yang dialami).
menguasai ruang (dalam hal ini biasanya dipersempit pada soal Pada konteks ini, sebuah ruang diberi makna tidak hanya oleh
tanah). Setiap etnis kemudian terpaksa membangun ruang-ru sang kreator tapi juga oleh manusia kota kebanyakan yang
ang khasnya sendiri, sebab konsolidasi dibutuhkan agar mere menghidupinya. Persepsi masyarakat kota terhadap keberadaan
ka dapat bertahan dari persaingan tak kunjung usai guna mem ruang dan respons mereka dalam menyikapinya masuk dalam
peroleh lahan di kawasan perkotaan. Perebutan itulah yang kerangka berpikir yang satu ini.
menjadi penanda pola persebaran serta pengorganisasian ruang Memanfaatkan pemikiran Lefebvre, kalangan posmodernis
sebuah kota. melebarkan pengamatan mereka pada sifat ruang kota yang
Meski demikian, pemikiran Burgess bukannya tak sepi dari kapitalistik dan kental intervensi politik, terutama dengan
kritik. Banyak kalangan menilai pemikirannya terlalu reduk meminjam pemahaman Lefebvre mengenai sifat ruang yang
sionis, terutama bila dikaitkan dengan kondisi keruangan di dialami. Mengutip Tajbakhsh (2001), cara pandang posmo
kota-kota di luar Amerika Serikat. Salah seorang pengkritik dernisme itu melihat ruang kota sebagai kerumunan ruang
Burgess adalah Ulf Hannerz di bukunya, Exploring the City: yang padat makna dan juga saling melindas satu sama lain
Inquiries Toward an Urban Anthropology. Ruang perkotaan (overlapping).
sebetulnya tidak melulu sama dengan komoditas. Selain itu, Kota agaknya direpresentasikan menurut citra yang hendak
pola persebaran etnis tak selalu bernuansa rasional-ekonomis dibangun oleh pihak yang berkepentingan dengan kota tersebut,
seperti yang Burgess bayangkan. dalam hal ini tentunya pemerintah dan pemilik modal. Contoh
Mazhab Chicago pun kemudian sering dipahami sebagai kasat mata dari pemikiran tersebut adalah keberadaan taman hi
corak pemikiran berdimensi tunggal yang terlalu menggenera buran seperti Disneyland di beberapa kota besar dunia. Dalam
lisasi kondisi masyarakat perkotaan, dengan melulu membahas kasus Indonesia, Monumen Nasional, Taman Mini Indonesia
ruang kota sebagai sebuah entitas yang sifatnya fisik dan artifi Indah, atau Bandara Internasional Soekarno-Hatta coba diba
sial. Akan tetapi, bagaimana pun juga kita harus mengakui justru ngun menjadi penanda yang melengkapi mozaik citra sebuah
berkat Burgess-lah persoalan ruang akhirnya dipandang krusial kota bernama Jakarta.
34 35
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
Dari penjabaran di atas, kita setidaknya mampu menilai kan menjadi sentra perniagaan. Tak keliru bila dikatakan bahwa
mengapa pengaruh etnisitas dan tradisi budaya masing-masing ruang kota merupakan jenis ruang yang menerapkan nilai-nilai
seakan tidak berarti apa-apa ketika sudah menjejakkan kaki di dengan dampak bernegosiasinya hampir seluruh kepercayaan
wilayah kota. Sebab, sebelum manusia bisa mengedepankan asli seseorang. Kota terbukti memiliki nalarnya sendiri. Jika de
apa yang dipercayai, mereka sudah harus berhadapan dengan mikian, apakah dampak praktis pelaksanaan politik ruang ter
jenis ruang yang menyesap mereka pada sekumpulan tanda sebut bagi masyarakat kota sehari-hari?
yang harus dipatuhi.
Observasi mengenai persebaran etnis Cina di Jakarta, seperti Menghadapi Politik Ruang Kota
tergambar dalam artikel Harald Leish "Perception and Use of Anthony Giddens memperkenalkan konsep wilayah depan
Space by Ethnic Chinese in Jakarta" (2002), menunjukkan contoh dan wilayah belakang. Ruang depan bisa kita analogikan se
kasus masyarakat etnis Cina yang hendak melakoni pola migrasi rupa panggung di mana pertunjukan ditampilkan di hadapan
Huashang—bermigrasi untuk kemudian berdagang di titik-titik publik. Bisa dikatakan pula bahwa ruang depan hanya akan
pertemuan transaksi ekonomi yang muncul di kota pelabuhan— menampung aktivitas formal dan yang bisa diterima secara
belum tentu dapat memiliki ruang tinggal (baca: rumah) yang sosial-aktivitas (perbedaan fundamental dalam aktivitas sosial)
sesuai kehendaknya. Muncul peraturan legal-formal—yang untuk mengilustrasikan perbedaan spasial.
berarti diakomodir oleh pemerintah—agar mereka menempati
kawasan tertentu, alih-alih memperjuangkannya sendiri seba Sementara itu, wilayah belakang adalah ruang yang tak ter
gaimana dibayangkan oleh Burgess. Mereka bisa saja berdagang lihat, lebih berfungsi untuk bersantai. Di sana, perilaku dan
di Glodok, tapi rumah tinggal mereka belum tentu berpusat di pembicaraan yang kurang formal dimungkinkan untuk hadir.
sana pula. Menurut Giddens, pembedaan antara wilayah depan dan bela
kang—sebagaimana diilustrasikan di awal tulisan mengenai
Itulah sebabnya, boro-boro membangun rumah yang sesuai konvensi sosial atas cara memperlakukan ruang tamu, ruang
dengan kaidah-kaidah kepercayaan mereka, belum apa-apa makan, dan kamar tidur—semuanya bersifat kultural.
mereka harus disibukkan untuk menegaskan eksistensi terlebih
dahulu yang terlihat jelas dalam hal kepemilikan tanah (yang Kesenjangan alokasi kebijakan penguasa dapat kita masuk
pada zaman sekarang ditandai dengan surat sakti bernama kan sebagai penyebab awal hadirnya kesenjangan antara '"ruang
IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Keberadaan faktor-faktor kota depan" dan "ruang kota belakang". Salah satu faktanya ada
eksternal itulah yang sejak masa pemerintahan kolonial Hindia lah kondisi ironis yang bisa kita saksikan pada lanskap perkam
Belanda hingga rezim Orde Baru membuat mereka tidak bisa pungan kumuh di balik ruko-ruko mewah di kawasan Jalan
seenaknya membangun rumah. Antasari, Cipete, Jakarta. Beberapa waktu lalu juga sempat mun
cul usulan untuk membangun ulang Bandara Soekarno-Hatta
Fenomena tersebut dialami oleh semua warga kota, tak hanya menjadi konsep terintegrasi Aeropolis, sebuah wilayah tinggal
terbatas pada etnis Cina. Di kota, hunian tidak bisa hadir secara temporal bagi penumpang pesawat yang menanti keberang
tulus, yakni sebagai tempat berteduh yang memunculkan cita katan. Apa yang salah kemudian?
rasa romantis. Konflik tiada akhir akan selalu mengemuka dan
itulah yang membuat kota senantiasa bersifat dinamis—walau Yang bermasalah bagi saya adalah nalar perkotaan (termasuk
pun beberapa pihak beranggapan kota bisa dibikin jadi ideal, yang kita alami di Indonesia) sekarang coba diseragamkan un
utopia yang rasanya jauh dari mungkin. tuk mengakomodir nalar '"ruang tamu". Istilah itu tentu saya
ciptakan sendiri, namun pada dasarnya saya memanfaatkan isti
Karenanya, muncullah sebuah faktor utama yang menggejala lah tersebut untuk menggambarkan fenomena sistem perekono
dalam karakteristik ruang kota, yaitu penerapan politik ruang mian terintegrasi (lebih akrab disebut globalisasi), yang menurut
yang coba dihadirkan oleh mereka yang memiliki kuasa. Kita Michael Sorkin “...(menciptakan) kota baru yang menggantikan
bisa mengamati sendiri bagaimana suatu kawasan tidak boleh anomali dan kelokalan, lantas menggantinya dengan sebuah
dijadikan hunian, sementara ada beberapa ruang yang diwajib kekhasan universal, sebuah penerapan paham kota generik.”
36 37
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
Masih merujuk Sorkin, jenis kota masa kini memiliki karakter Lefebvre. Mereka menemukan adanya ketidaksamaan persepsi
seragam, yaitu “peningkatan manipulasi dan pengawasan...ser ruang antara penduduk Margonda Depok dengan pemerintah
ta pemunculan pola segregasi sosial baru.” Orientasi penataan kotanya. Pangkal persoalan yang mereka teliti adalah kebutuhan
ruang kota pun dititikberatkan pada simulasi, infrastruktur te akan ruang publik untuk kegiatan berjalan kaki, yang memenuhi
levisi, dan pewujudan kota sebagai taman rekreasi (theme park). ekspektasi sesuai dengan representasi persepsi masyarakat.
Sirkuit kapital masa kini kemudian digenjot untuk kepentingan Masalahnya, Pemerintah Kota Depok menempatkan pem
menjamu "tamu", tidak hanya terbatas pada wisatawan, namun bangunan ruang untuk pejalan kaki pada prioritas yang rendah,
juga setiap orang yang bertandang. serta tidak memiliki persepsi yang dibangun berdasarkan suatu
Penekanan pembangunan dan penanganan ruang tidak ber konsep perencanaan yang jelas. Hal ini terlihat dari peralihan
orientasi untuk kepentingan penghuninya, tapi lebih condong fungsi trotoar menjadi lahan usaha dan parkir. Kondisi tersebut
pada kepentingan estetika dan kebutuhan mereka yang sama rasanya jamak terjadi di hampir seluruh kota Indonesia.
sekali tak kita kenal. Bagi saya, kota yang memusatkan perha Berangkat dari kondisi itu, wajar bila kita harus merumuskan
tian berlebih pada penataan "ruang tamu", yang artifisial, tapi sudut pandang baru dalam memahami ruang, khususnya
kemudian meminggirkan "ruang tidur" penghuninya, adalah ruang kota. Mengapa ruang kota diutamakan? Sebab tak bisa
kota yang sama sekali tidak manusiawi. dipungkiri bahwa ruang kota merupakan ruang-ruang terberi
Jakarta mulai menampakkan fenomena seperti itu. Meski yang biasanya diterima manusia dengan ikhlas. Bagi saya, me
pun luas tanah di sana terus berkurang, bukan berarti pem mahami ruang kota merupakan upaya yang perlu, sebuah sikap
bangunan kawasan hunian ikut menurun. Buktinya, di sejum untuk membangun kesadaran partisipatif warga kota.
lah sudut kota ada saja proyek pembangunan kawasan hunian Mempercayakan sepenuhnya usaha untuk memahami ru
baru. Seperti dilansir oleh Studi Properti Indonesia pada tahun ang kota hanya pada "ahlinya" (seperti kampanye gubernur
2010, terjadi peningkatan pembangunan rumah berharga mi DKI tempo hari), rasanya kini tak bijak lagi. Sebab kita melulu
liaran lebih yang umumnya ditawarkan di Kelapa Gading, akan mengeluh ketika menghadapi jalanan yang macet, peru
Pondok Indah, Pantai Indah Kapuk, Sunter, Puri Indah, Pluit, mahan yang banjir, atau sampah yang menggunung. Faktanya,
dan Ancol. Karena itu, perumahan-perumahan seperti Kelapa setiap aktor dalam politik ruang kota, pemerintah, pemilik ta
Gading dan Pondok Indah yang semula hanya memasarkan nah, perencana ruang, masyarakat akar rumput, hingga copet
harga Rp700 jutaan pada 1990-an sekarang mulai menjual ru dan maling memiliki persepsinya masing-masing dalam me
mah di atas Rp3 miliaran. mandang kota. Tawaran Freek Colombijn dan Aygen Erdentug
Pemerintah DKI Jakarta hingga saat ini pun tampak men barangkali perlu kita pertimbangkan.
dukung pembangunan masif perumahan maupun apartemen Menurut mereka, “Ada berlapis-lapis makna yang saling
di berbagai sudut kota. Dalam Cities and Visitors: Regulating berkelindan mengenai ruang, khususnya ruang kota. Tapi fak
People, Markets, and City Spaces, Dennis Judd menilai bahwa tanya jelas, hanya ruang fisik yang tetap satu adanya. Karena
kebijakan perencanaan ruang semacam itu disebabkan oleh itu, keseimbangan kuasa antara tiap-tiap aktor akan sangat me
peredaran sirkuit kapital yang bertujuan untuk menopengi nentukan bagaimana sebuah ruang diproduksi secara sosial.”
ruang lokal. Hal itu terlihat dalam bentuk perumahan cluster Atas dasar itulah buku ini disusun, yakni untuk menajamkan
berportal dan bersatpam yang disebut hunian ideal masa kini, sensibilitas kita pada sifat-sifat khas ruang kota kontemporer
hingga mal yang kini disebut ruang publik baru. yang berpijak pada pengamatan langsung.
Nalar timpang tersebut juga terekam pada hasil penelitian Pastinya, memandang kota dari sudut pandang keruangan
gabungan Universitas Indonesia yang bertajuk Persepsi Peme akan terasa parsial dan tidak menyentuh keseluruhan akar ma
rintah Kota dan Masyarakat Pengguna tentang Ruang Publik salah yang mungkin kita rasakan sebagai warga sebuah kota.
Pejalan Kaki di Depok (Indonesia) dan Kitakyushu (Jepang): Akan tetapi, cukup banyak pula kasus yang menunjukkan ba
Sebuah Analisis Ruang Kota dengan Konsep Spatial Triad dari gaimana sikap abai pada ruang dapat menyebabkan kacaunya
38 39
x Ruangmu Belum Tentu... Ardyan M. Erlangga x
pembangunan. Sebagai contoh, kebanyakan mal di Jabodetabek RegulatingPeople, Markets, and City Spaces. London: Blackwell.
tidak memikirkan akses kendaraan umum. Atau kalau di James, W. (2005). The Ceremonial Animal: A New Portrait of Anthropology.
Yogyakarta, sebuah kampus yang mengaku "kampus kerakyat Oxford: Oxford University Press.
an" malah membangun jalan di samping masjid kampus tanpa Lefebvre, Henry. “La Production de l’espace”. a.b. Donald Nicholson-Smith.
menyediakan trotoar. (1991). The Production of Space. Massachusetts: Blackwell.
Dua ilustrasi tersebut timpang karena meminggirkan kebu Nataliwati, S. dkk. (2009). Persepsi Pemerintah Kota dan Masyarakat Pengguna
tuhan manusia untuk berjalan. Atau dengan kata lain, hanya tentangRuang Publik Pejalan Kaki di Depok (Indonesia) dan
yang mengendarai kendaraan bermotor saja yang nyaman me Kitakyushu (Jepang): Sebuah Analisis Ruang Kota dengan Konsep
lakukan mobilitas di dalamnya. Spatial Triad dari Lefebvre. Jakarta: Universitas Indonesia.
Kumpulan tulisan ini memang dilandasi kadar subyektivitas, Riyanto, B. (2000). Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di Jawa
terutama pada unsur pemilihan angle. Namun pembahasannya Masa Kolonial (1870-1915). Yogyakarta: Tarawang.
tetap berakar pada dasar pemikiran yang telah dinukil sebelum Ronald, A. (2005). Nilai-nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa. Yogyakarta:
nya. Pengamatan ini digerakkan oleh keingintahuan empiris pa Gadjah Mada University Press.
da fenomena-fenomena kota sesuai dengan yang dirasakan oleh Simmel, G. “Bridge and Door”. dalam Frisby, D. dan Featherstone, M. (1997).
tiap-tiap penulis. Mengamati "ruang yang dialami" adalah misi Simmel on Culture. London: Sage.
utama buku ini, yang dihadirkan dalam bentuk pengamatan _________. “The Sociology of Space”. dalam Frisby, D. dan Featherstone, M.
terhadap mal, penamaan jalan, cara baru masyarakat kota me (1997). Simmel on Culture. London: Sage.
lakukan aktivitas rekreasi, aspek pemaknaan lintas sudut pan Sorkin, M. (ed.). (1992). Variations on a Theme Park. New York: Hill and
dang penghuni kota, serta lain sebagainya. Wang.
Jika Lefebvre pernah berseru bahwa untuk mengubah kota, Tajbakhsh, K. (2001). The Promise of the City: Space, Identity, and Politics in
kita harus mengubah ruang, rasa-rasanya membiasakan diri Contemporary Social Thought. Berkeley: University of California
meninjau kembali kondisi ruang kota dalam tataran permu Press.
kaan perlu dilakukan terlebih dulu agar kesadaran akan pen Zieleniec, A. (2007). Space and Social Theory. London: Sage.
tingnya ruang dapat terbentuk. Semoga pengantar yang hanya
menyediakan sejumput pembacaan serta keseluruhan bunga
rampai ini dapat memberi secercah panduan untuk membangun
kesadaran serupa. Sehingga kita dapat berharap agar wajah kota
menjadi lebih manusiawi melalui partisipasi warganya.3
Daftar Pustaka
Alexander, H (ed.). (1956). The Correspondence with Clarke. Manchester:
Manchester University Press.
Erdentug, A. dan Colombijn, F. (Ed.). (2002). Urban Ethnic Encounters: The
Spatial Consequences. London: Routledge.
Gidden, A. (1984). The Constitution of Society: Outline of the Theory of
Structuration.Oxford: Basil-Blackwell.
_________. 1990. The Consequences of Modernity. Oxford: Basil-Blackwell.
Hannerz, Ulf. (1980). Exploring the City: Inquiries Toward an Urban
Anthropology.New York: Columbia University Press.
Hoffman, L., Fainstein, S dan Judd, D. (ed.). (2003). City and Visitors:
40 41
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
Berebut Ruang:
Khairul Anam Ikhtisar Kota
(Indonesia)
S etidaknya jika mengacu pada bukti-bukti yang dapat ditelusuri Mpu Prapanca, memberi porsi 5 pupuh untuk sekadar mengurai
danbukan melulu mitologi. Nagarakretagama, pujasastra—ca deskripsi istana (kota) Majapahitdalam pujasastranya. Memula
tatanpuja-puji bagi Hayam Wuruk dan perjalanannya ke peda inya di pupuh 8 dan mengakhirinya di pupuh 12.
lamanMajapahit—karangan Mpu Prapanca itu memaparkannya Menganut pada teori vorstendomein ciptaan Rouffer yang di
sebanyak 5 pupuh, di pupuh 63-67.1 Hajatan selama tujuh siang nukil oleh Suhartono, sejarawan yang menaruh minat istimewa
tujuh malam itu memang dihelat di sekeliling tembok tinggi pada studi sejarah sosial itu, lewat karyanya, Apanage dan Be
berbahan batu-bata merah sebagai tapal batas pusat Kerajaan kel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920, bahwa
Majapahit, atau ibukotanya. Pada gilirannya, tiap-tiap peneri setiap jengkal tanah yang berada dalam radius kuasa raja ada
matitah menyiapkan sesembahan tadi, dipersilakan untuk me lah mutlak milik raja, dan penggunaannya atas petunjuk raja.
nyembulkan suguhan mereka. Slamet Muljana, profesor yang Lahan, apakah itu yang di dalam atau luar benteng, mutlak
menafsirkan Nagarakretagama bilang, “Setiap hari disajikan milik raja. Bagi siapa-siapa yang hendak menduduki diharap
makananyang sedap-sedap,” (Muljana, 2005: 264). untuk sudi mendapat perkenan dari sang raja.
Tanpa adanya pesta tadi, mustahil orang dari segala pelosok Makin mendekati lingkar istana, rasa kuasa raja tambah kuat.
negeri mampu mencicip aroma kota. Kota, di era kerajaan- Identitas kota (kuasa) tradisional tersebut tidak banyak beru
kerajaan tradisional adalah pusat pemerintahan. Tempat ber bahsampai Ki Ageng Pemanahan membabat Alas Mentaokdan
mukim sang raja serta seperangkat rumah tangga yang me melegitimasi dirinya sebagai penguasa kerajaan baru, Mataram
ngurusi kerajaan. Untuk wilayah di luar khutanegara, cukup (yang Islam). Pola ruang kota masa kerajaan Jawa dipahami se
berbesar hati disebut sebagai manchanegara. Toh beberapa ka bagai jalin hubungan antara lapis terjauh sampai terdekat,me
wasanyang manchanegara justru melebihi keramaian dan ten wakilkan nilai-nilai paling sakral hingga profan, ruang yang
tunya keragaman yang dipunyai oleh khutanegara, Tuban dan sedikit-dikit mampu dijamah oleh kawula hingga semutlak-
Gresik misalnya, yang menjadi kota dagang bagi Majapahit. mutlaknya berada dalam kuasa raja. Pola itu lebih dalam me
Kota Majapahit amat terkonsep dengan fungsional masing- ngatur perilaku, sistem pertanahan, perpajakan dan lain-lain.
masing komunitas pemukim. Makin mendekati istana Raja Sri Rasa ruang kota semacam ini mewakilkan satu masa saat
Nata Rajasanegara (gelar Hayam Wuruk), dapat dipastikan hu ada sosok atau kelompok yang dianggap dan menganggap diri
bungan kekerabatannya kian erat. Adalah saudara-saudara raja menjadi yang 'paling' terhadap yang lainnya. Yang 'paling' itu
yang menempati wilayah itu, dan tentunya berada di dalam ben adalah raja/sultan/susuhan di wilayah kuasanya. Ia, sekali la
teng. Para menteri, juga menemani istana raja lewat beberapa gi, menganggap dan dianggap sebagai ejawantah dari Tuhan
bangunan yang menjadi pemukimannya. Menteri-menteri ini (Dewa). Itulah yang terjadi pada Ken Arok, yang kata mitologi
bukan menteri sembarangan. Merekalah yang mengetuai para Pararaton sebagai buah karya Brahma. Walaupun nilai-nilai
penghadap yang hendak beratur sembah kepada raja. Mereka Islam sudah menyusup kemudian, tetap saja rasa raja sebagai
sehariannya bertindak sebagai sesepuh penangkil. yang punya hubungan intim dengan Tuhan masih dielu-elu. Hal
Melintasi benteng tembok bata, barulah dapat dijumpai ini disajikan pada gelar-gelar Raja Mataram dan keturunannya,
golongan-golongan pemukim lain yang bukan kerabat dekat raja Sayidin Panatagama (penata agama).
dan para sesepuh penangkil. Tempat mereka, walaupun di luar Forbidden (yang terlarang) bagi bukan hak. Keadaan kota
benteng, tetap amat dekat, kalau tidak mau dibilangberhimpitan raja-raja tradisional itu mirip-mirip atau bahkan di banyaksisi
dengan tembok. Mahapatih, patih, menteri, punggawa, prajurit, mendapati kesamaannya, tatkala Kim Dovey melihat keberada
pendeta Sivha dan Budha menyebar rata dipenjuru mata angin. anforbidden space (ruang terlarang) di Beijing (yang 'juga' ter
lindungioleh tembok benteng), pusat kekaisaran Cina sebelum
1
Tentang pergunjingan apakah Prapanca itu nama asli atau samaran, saya memilih
untuk undur diri saja. Yang sudah terang, Prapanca bukan termasuk dari pujangga istana
revolusi 1948. Katanya, Beijing merupakan satu ruang yang pa
yang digajioleh rumahtangga kerajaan. Prapanca hanya pujangga biasa penghasil karya lu ling tertutup dan satu bagian dari pusat kekuasaan di sejarah
arbiasa. Pemicu Prapanca menyusun Nagarakratagama, yang sampaikini diamini oleh para
ahli filologi atau sejarawan, adalah kecintaannya terhadap prabu Hayam Wuruk.
Kota Cina, (Dovey, 1999: 71). Jika Cina punya Tiananmen se
44 45
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
bagai pintu gerbang bagi rakyatnya untuk sedikit-sedikit melo Jakarta sekarang, yang menyisakan kota tua dan beberapasi
ngokke dalam pusat kuasa, Yogyakarta dan Solo ada alun-alun tuslain di bibir tanjung Ancol, sebagai mula-mula kota kolonial
yang menjadi pelayan kawula di beberapa kesempatan. diHindia, memang jerih payah Coen. Tidak ada siapa yang da
Alun-alun, Utara menyimbolkan pesona halaman depandan pat mengelak dari kepiawaian Jan Pieterszoon Coen, Gubernur
Selatan menjadi pekarangan belakang istana. Para kawula2, un Jenderal VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie; Persekutuan
tuk dapat menjejakkan kaki di lapangan berpasir itu, patutlah Dagang Hindia Timur).
mendapat restu dari raja. Minimal, ada hajatan yang sedang di Markas VOC di Banten dulu, ia geser kantor dagangnya
helat. Setonan, sekaten, dan rampogan adalah ketiga contoh ritu sedikit ke Timur. Titik perjumpaan sungai dan laut, muara
al yang melibatkan massal. Maka semua daya dapat dikerahkan. Sungai Ciliwung. Di muara Sungai Ciliwung itu, ia sulap
Tidak ada batasan. Selain berfungsi sebagai tontonan, ia juga nassau huis3 yang semula ada. Saking buruknya huis4, seorang
menjadi semacam pelambang digdaya raja. Dan biasanya, cuma Indonesianis yang tidak amat murahan, mengejeknya sebagai
Alun-alun Utara saja yang dipakai. “Suatu bangunan yang agak bermutu rendah dengan susunan
Apabila kebetulan sedang tidak ada repot kerajaan, maka terdiri dari batu, adukan semen (plesteran), kayu, bambu dan
patutlah perihal-perihal kawula yang penting saja. Tapa pepe jerami,” (Hanna, 1988: 19). Oleh Coen, nassau huis diberi te
barangkali. Tatkala kawula dari sang raja merasai diri terzalim man,mauritius huis. Si Kembar huis inilah yang kelak menjadi
i, ia boleh-boleh mengadu, menyampaikan ketimpangan yang Kastil Jakatra. Menjalarke Jakatra Landen (wilayah pedalaman
ia alami. Caranya? Bersila saja di tengah alun-alun lengkap Jakatra) dengan menyusuri Ciliwung, mengevolusi nama dan
dengan uba rampe sembari menunduk khusuk dan berharap- bentuk; Jakarta.
harap cemas menunggu keadilan yang diturunkan oleh raja Oh ya, jangan harap di masa itu, menjumpai pribumi men
nya.Semacam mengadu barangkali. Tentu di siang bolong saat diamikota. Mereka yang berhak atas tanah di dalam kastil, ha
mataharisedang terik. nyasaudagar dan petugas bangsa Eropa. Beranjak ke luar kastil
Ya, gerak-gerik kawula di kota (kerajaan) berada di bawah namunmasih dalam tembok kota, berdiri campuran bangunan
simbol kuasa raja, karena setiap jengkal tanah, milik raja, dan gaya Eropa-Cina (yang ditinggali oleh Eropa totok, Cina, hingga
raja,adalah sosok Tuhan yang menjelma di dunia atau yang da Indo) dan sebagian, walau amat kecil, pemukim-pemukim
patintim dengan Tuhan. Jawa, Ambon, Bali, Sunda dan Makassar yang memencar tak
terencana, yang bekerja sebagai nelayan, pembantu perkebu
nan, dan buruh-angkut di perkapalan.
Dari Benteng Turun ke Jalan: Kuasa Kota Kolonial Belum puas sebatas mencipta '"kota benteng". Mulailah pem
“Hei, kamu perempuan Melayu, berani bicara-bicara sama lelaki,
apa kamu orang sundel, hei?,” bedaan mana budak mana tuan. Para tuan (orang Eropa), yang
-Y.B. Mangunwijaya, Rara Mendut- berjalan kaki, sudah disediakan lintasan khusus. Jalan-jalan
buat mereka diperkeras dengan lapisan batu bata merah. Untuk
Perempuan baik-baik akan tiba-tiba menjadi sundel, jika budak (pribumi atau non Eropa) wajib menapaki tanah tanpa
salah laku di jalanan kota. Pastur-pekerja sosial-arsitek Romo alas kaki dan jangan coba-coba menjejakkan telapak kaki ba
Mangun, merawinya di roman Rara Mendut, kalau Puan rang sesentuh kalau tidak hendak pisah kepala dari badan. Pe
Buchoridan Lusi Lindri, sudah merasai jadi sundel selamase negasan Eropa dengan Non-Eropa itu, tulis Christopher Silver,
puluh detik. Saat itu, seorang opsir kulit hitam penjaga jalan sebagai bentuk “… Sistem pemisahan dan stratifikasi berasas
(sepertinya Ambon), baru sadar diri jika ia sedang tanya-jawab ras yang ditentukan dalam semua level interaksi,” (Silver, 2008:
dengan dua perempuan dalam kereta, sejurus si opsir tiba-tiba 45).
membentak (kutipan di atas adalah bentakan si opsir).
3
Kantor dagang VOC mulai terbangun sejak 1607
4
Sederhananya: rumah. Huis punya beberapa saudara kembar-identik, misalnya;
2
Kaum papa, saat itu; petani. factorij dan lodge. Ketiganya mengerucut pada satu arti; rumah atau kantor dagang.
46 47
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
Sekisaran abad ke- 17 dan 18, Batavia terlekati julukannya Dari benteng (kastil) turun ke jalan. Makna kota ditanamkan
sendiri; Koningin van het Oosten (Ratu dari Timur) sekaligus oleh kolonial, sebagai lanjutan makna terberi dari kompeni.
Graf der Hollanders (kuburan orang Belanda). Menjejak abad Makna penguasa. Seberapa besar kereta bagi pribumi atas,
18, mulai bergelimpang mayat sebagai akibat dari kebusukan dan paling besar pun tidak dapat melebihi kereta yang dimiliki
udara dan saluran airnya yang amat mengerikan. Sering mun oleh Eropa. Inilah yang sempat dikata Mas Marco via Doenia
culledekan yang amat menyayat, “Tak seorangpun akan merasa Bergerak sebagai “Jawa dijadikan seperempat manusia”, kaum
heran, bila mendengar bahwa teman dengan siapa ia kemarin kecil “si setengah, seperempat dan seperdelapan manusia” bagi
makanmalam bersama, akan dikubur besoknya,” (Hanna, 1988: Pramoedya Ananta Toer dalam versi sejarah ilmiah tetralogi
109).Beberapa pejabat Kompeni dan para tokoh berduitmulai Pulau Buru, Sang Pemula.
menjauhi Kastil Jakarta, dan mendapati satu wilayah yang le
bihnyaman, Weltevreden (Puas Hati). Pramoedya Ananta Toer,
dalam bagian magnum opus-nya, Jejak Langkah, menyebut Coen Turun, Monas Naik!
Weltevreden, yang sudah ada stasiunnya, di satu dialog dalam Hari itu, 6 Maret 1943. Segerombolan orang (kebanyakan
trem, antara Minke dengan seorang nenek Indo. Weltevreden, pemuda) makin mendekat ke Lapangan Banteng. Di samping
kata orang Betawi; Gambir, terang si nenek pada Minke. pemuda-pemuda tadi, ada beberapa (tidak terlalu banyak) bala
tentara Dai Nippon, yang menganggap dirinya sebagai kakak
Tahun 1809. Tujuh puluh empat tahun sebelum pantai Anyer sulung di Asia. Mereka datang ke lapangan, tidak untuk latihan
di Banten luluh oleh terjangan tsunami akibat letupan Gunung baris-berbaris; kebiasaan Jepang kelak. Tidak pula balatentara
Krakatau, Daendels tiba. Ia menganggap, Jakarta Coen sudah Dai Nippon hendak mengeksekusi pemuda-pemuda tadi. Me
tidak patut huni. Siasatnya pertama kali adalah berteguh hati reka bukan tawanan perang, karena bukan musuh (incaran)
untuk mengalihkan pusat kekuatan dari kastil ke Weltevreden. Dai Nippon. Balatentara dan balapemuda itu hendak menemui
Dan menghubungkannya dengan jalan; Jalan Daendels. Jan Pieterszoon Coen, arsitek Kota Jakarta. Tapi, Coen yang ini,
Ya, ribuan pribumi pergi dari bumi karena dirodikan untuk dalam bentuk batu, yang sudah bertahun-tahun berdiri walau
membikinnya. Pramoedya, meratapinya di novel ringkas, Jalan terikmatahari menyuluh dan hujan lebat mengguyur. Hari itu,
Raya Pos, Jalan Daendels, dengan kesaksian memilu, “Dalam sebagai petanda hilangnya Belanda di Indonesia.
pembikinan memantai Laut Jawa dari Karangsembung ke Sema Perlahan, Coen diturunkan dari pedestalnya; tidak dihancur
rang, pekerja paksa bukan saja diserang oleh kelelahan, juga kan. Pelungsuran Coen, menampakkan masyarakat sudah tidak
oleh malaria. Sedang waktu menggarap ruas Demak-Kudus “... sabar 'menunggu' sampai tahun 1945, ketika proklamasidiumum
Para pekerja berkaparan ... karena kelelahan, perlakuan keras kan oleh Soekarno-Hatta, untuk memoles ruang kota diIndonesia,
...” (Toer, 2009 : 26). Jakarta misalnya. Seketika Belanda terusir oleh Jepang, sontak
Jalan pos mengundang hunian-hunian mendekati jalan. Ke identitas Belanda coba dihilangkan warga dengan sokongan bala
beradaanderet-deret rumah di pinggir jalan itu, paling tidak ber tentara Jepang tentu.
hasil menggiring saya untuk mengamini Rudolf Mrazek. Engineers Gejala demikian dinamai Kusno sebagai “politik memori”, tu
of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di lisnya, “Pemaknaan terhadap ruang publik adalah suatu kegiatan
Sebuah Koloni, adalah percobaan sukses baginya untuk menulis yang melibatkan wacana pengingatan, pengabaian, dan pelupaan,”
renik-renik sejarah di tanah kolonial, sekaligus melepas predikat (Kusno, 2009: 3). Penting membentuk ingatan bersama masyarakat
sebagai sejarawan biografi. Katanya di buku baik itu: akan sebuah zaman baru, zaman tanpa Belanda.
“Senantiasa ada kesadaran, dalam arsitektur dan perencanaan Belanda,
akan ketegangan antara luar rumah dan dalam rumah ... adalah model Pierra Nora, berupaya menjelaskan “politik memori”, seba
keselarasan energetik antara kedua wilayah itu (luar dan dalam rumah gaisecarik “dialektika antara kenangan (souvenir) dan amnesia
-Pen.)... Rumah contoh dalam tradisi Belandaitu, dengan kata lain, cukup (amnesie),” (Gouda, 2007: 414). Pelupaan dan pengenangan,
berani untuk menghadapi pihak luar, jalanan, lapangan, dan kota ...” sama-sama vital pengaruhnya membentuk imajinasi kolektif
(Mrázek, 2006: 103)." bangsa. Tetapi, yang teramat vital lebihnya, justru kapankah
48 49
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
waktu yang disepakati untuk memulai pelupaan itu dan berjanji lapangan adalah solusi. Tidak ada kecuali bertatap wajah lang
menghapus bersih dari memori. sungdengan rakyatnya. Bukan ketidakwajaran apabila di setiap
Terselip pesan, masyarakat di hari itu—penurunan Coen— kota yang punya alun-alun, pastilah pernah digunakan sebagai
sebagai kesepakatan bahwa inilah hari mula pelupaan terha ajang temu massa dengan pemimpinnya. Di setiap kota yang
dap kolonial, sebagai pembentuk bayang-bayang bangsa yang mempunyai jalan raya, pastilah dilalui serombongan pawai re
utuh (walau masih ada Jepang). Patung Coen, tidak hanya se volusioner. Kebiasaan penguasa-penguasa di daerah itu teril
batas penghormatan yang disematkan oleh pemerintah kolo hamioleh Soekarno.
nial. Ia simbol kuasa atas tanah jajahan. Memajang satu sosok Alun-alun Tiananmen Beijing dan Alun-alun Merah Moscow
yang dianggap paling berjasa dalam tahap kolonialisasi paling pun serupa. Ia menjelma menjadi tempat bertemunya rak
masyhur, tepat di ruang publik yang maha ramai, Lapangan q
doc. istimewa
Banteng. Maka, Coen (patungnya) a d alahsimbol kolonial. Soekarno bicara
dengan massa
Lazim sudah simbol-simbol terdokumentasi oleh benda atau di alun-alun
monumen yang dapat diamati tuntas. Candi-candi yang berja Yogyakarta pada
tahun 1947.
jar dan mengeliling di sekujur Jawa adalah simbol kuasa raja,
tepatnya lagi simbol kemasyhuran raja dan ketaatan kawula.
PatungCoen pun begitu.
Permainan simbol di masa lewat, tampak digemari Soekarno,
yang tentu ditambahi sendiri olehnya. Soekarno gemar sangat
akan permainan simbol-simbol.5 Simbol kemegahan sebagai
bangsa merdeka sebagaimana terlihat di Senayan atau Tugu
Pancoran. Simbol revolusioner pembiaran ruang-ruang publik
yang dapat diakses oleh massa (Lapangan Banteng) dan jalan-
jalan lebar untuk pejalan kaki.
Seperti Senayan dan Pancoran, Monas ditampilkan oleh
Soekarno sebagai identitas kota (Negara?) yang merdeka. Da yat dengan pemimpin, atau sekadar aduan kepada pemimpin.
lam angan Soekarno, Monas nanti, dipucuknya akan terla Alun-alun Tiananmen, yang semula adalah kota terlarang,oleh
pis emas anti karat. Dengan perwajahan kota tadi, “Soekarno visi Mao Tse Tung, diubah menjadi ruang luas yang demokra
mempresentasikan rakyat, dan rakyat dipresentasikan oleh tis. Dan, alun-alun Merah Moscow lebih dari sekadar lantai
bangunan-bangunan dan kota yang ia bangun,” (Kusno, 2009: parade rakyat. Tesis “ruang terbuka” ini, oleh Dovey, ditekan
46). Integrasi pertautan manunggal tercipta antara rakyat dan kan sebagai anti tesis dari “forbidden space”, bahwa “alun-alun
negara, demikian kata Kusno saat mengamati Jakarta. untuk rakyat, tanpa tembok (benteng), tanpa sudut-sudut,
Selain Monas (sebagai simbol kemegahan bangsa yang atau petanda-petanda tingkatan manusia,” (Dovey, 1999: 80).
merdeka), satu rasa khas ruang kota era Bung Karno adalah Walaupun, nantinya selepas kala Mao, Tiananmen menjadi
kota pengerahan. Menggerakkan massa. Proses bicara antara Forbidden Space jilid II.
pemimpin-rakyat dengan rakyat-terpimpin. Soekarno butuh Imajinasi, bayangan-bayangan yang telah diciptakan oleh
wadah untuk bicara dengan rakyatnya. Ia melihat, jalan dan Soekarno, berhasil merantai ruang-ruang sosial baru yang ter
5
Simbol-simbol Soekarno ini sempat jadi obrolan akrab antara dua sejarawan cipta. Lefebvre, menjelaskan tentang “ruang sosial”ini, dengan
muda-hebat, Ong dan dan Gie. Diskusi yang terjadi beberapa hari sebelum Sabtu, 16 Maret
1964 itu, juga jadi ajang debat antar keduanya, yang diabadikan Gie dalam diarinya, sebelumnya menukil dari Henri Lefebrve bahwa, “Hubungan
CatatanSeorangDemonstran. Ong bilang ke Gie, tentang simbol (gelar) Soekarno, “Panglima antara identitas dan tempat bukanlah perkara identifikasi wi
Tertinggi Angkatan Perang” (Senapati ing ngalaga) dan “Pemimpin Besar Revolusi” (Syekh
Sahidin Ngbadulrachmad). Ada lagi simbol Soekarno di daftar tunggu sebut: Penyambung layah belaka tapi juga tentang aliran imajinasi yang terkait de
Lidah Rakyat.
50 51
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
ngan praktik sosial yang mengakar dalam ruang,” (Lefebvre, undi uang demipengembanganusaha mereka dan percepatan
p
1991: 148). pembangunan nasional. Lajur yang selalu dihindari betul oleh
Monas dan Lapangan Banteng misalnya, berhasil menghi Soekarno,sehingga ia jadi rival utama bagi Amerika Serikat.
dupi impian warga akan kota (bangsa) yang merdeka, walau Oleh Kusno, yang sempat mengamati Jakarta dari dekat pasca
hanya sementara. Kefanaan itu, masyarakat sadari ketika harga- Orde Baru, melihat jika kota masanya Soeharto (masih) punya
harga pokok sehari-hari membumbung di saat monumen- cita rasa kuat terhadap sekali lagi, pelupaan dan pengenangan.
monumen, proyek impi Soekarno bertaburan. “Jual emas Pelupaan tertuju atas mencipta sebuah keadaan bahwa jalan,
Monasbuat bayar gaji pegawai,” kata selebaran-tempel bikinan lapangan, alun-alun, yang menjadi lalulintas warga adalah area
gerakan mahasiswa 1966. yang jauh dari aman. Banyak kejahatan. Dan, itu adalah corak
hidup sosialis-komunis yang sukanya mengerahkan massa.
Tempat-tempat itu, “Berbahaya dan perlu dijaga oleh kekuatan
Menghias Kota dengan Kuasa militer,” (Kusno, 2009: 47).
Authority with high levels of legitimation,
institutional power which is hihgly secure, Pengenangan, era baru dibangun dari pondasi-pondasi tiang
has less need for the trappings of power pancang berderet-deret jalan layang misalnya. Sebagai petanda
-Kim Dovey- era pembangunan yang tidak stagnan nan penuh pengharapan.
Dari mal-mal yang menjadi, meminjam isitilahnya Kusno;
Kepemilikan jamaah masyarakat atas kotanya lantas pupus “ruang publik swasta,” sebagai penyedia hiburan, kebutuhan
perlahan berbareng dengan Orde Baru naik. Jalan-jalan di ma konsumsi, dan lahan refreshing warga. Dari atas jalan layang itu,
sa telah lewat nikmat jadi lalu-lalang pejalan kaki mulai tiada. kalangan menengah ke atas dapat melempar pandang bebas ke
Lapangan-lapangan yang berpeluang sebagai pusat-pusat kum papa-papa yang berada di bawahnya. Lewat etalase-etalase mal,
pul massa lambat-lambat terpangkas tuntas. Gerak-gerik massa kaum berada dapat memamer rupa kepada pengemudi dan
mulai dihias. pejalan-pejalan kaki minoritas yang tidak mampu mengakses
Upaya mengendalikan laju khalayak khas Orde Baru itu seo pintu mal.
lahmenerakan tiru-laku Charles De Gaulle yang diteruskanla Meruyup dasatahun 1980- an, beberapa cita rasa kota
gioleh Francois Maurice dan Adrien Marie Mitterand terhadap Indonesia juga mengalami polesan baru lagi. Sebagai imbas
Paris. Walaupun tidak sedetil mereka berdua, toh Soeharto, me langsung dari deraian modal, warga yang berada, ditawari
nerapkan kuasa kota atas masyarakatnya tatkala citra Jakarta untuk menjauhi kampung-kampung. Mereka dikenalkan de
sebagai kota mobilisasi di habisi. ngan konsep pemukiman yang lebih menjamin keamanan dan
Tapi rupa kota khas Orde Baru, bukan melulu seputar pe kenyamanan; perumahan. Mendasarkan pada ujaran Michel
ngebirian demokrasi. Ekonomi, terutama yang disokong oleh Foucault di Dicipline and Punish: The Birth of Prison, praktek
modal kuat (asing) turut memolesnya. Prolog era Soeharto, dikotomi kampung dan perumahan, bukan hanya berkisar se
tertandai oleh keterbukaan terhadap modal asing. UU pertama putar penguasaan sosial ruang kota atas si miskin, lebih jauh
yang dibubuhi tandatangannya adalah Undang-Undang Pena juga untuk mendisiplinkan si berada. Itulah, kontrol sosial
naman Modal Asing Tahun 1967. dengan pendisiplinan tertera pada kelenturannya, untuk "si
papa" dan "si berada" sekaligus.
Hong Lan Oei, menulis implikasi kebijakan itu di jurnal
Indonesia, satu diantara tiga jurnal yang serius menulis perka Yang spesial dari "kontrol sosial" Soeharto terhadap kota tentu
ra tentang Indonesia6. Artikelnya, "Implications of Indonesia’s berkenaan dengan jalan. Marco Kusumawijaya, aktivis urban
New Foreign Investment: Policy for Economic Development", alumni SMA De Brito Yogyakarta, mengenang kota tempatia be
menandai era yang menyilakan pihak asing menanam pundi- lajar silam dengan kesan "jalanan" di media "jalanan" maya. "Jalan",
ia unggah di blog pribadi ber-url kusumawijaya.wordpress.com.
6
Selain Indonesia, masih ada BKI (Bijdragen tot de Taal-, land- en Volkenkunde),dan
Archipel, jurnal lainnya yang rajin menulis segala rupa Indonesia.
"Jalan" dan "pejalan kaki" baginya; kota itu sendiri. Dia bilang:
52 53
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
“Pejalan kaki adalah ahli kota yang sesejatinya. Mereka mendiami kota g ara sering memancing banjir. Sebelum penggusuran, dua warga
secara sepenuhnya, menghirup hawanya, mengarungi relung,rongga dan menawarkan jalan tengah. Mula-mula mereka mengajak tatap-
lorong-lorongnya. Pejalan kaki menawarkan perlawananpuitis terhadap
tatanan waktu dan ruang paksaan yang kuasa, justrudengan mengalami muka dengan warga bantaran kali. Mereka menyampaikanapa
ruang dan waktu secara zig-zag, senang dan tenang, berhenti dimana yang akan diperbuat guna mereka tidak mesti pindah dengan
hati minta, berkelok di mana suka. Pejalan kaki memperlambat segala berat hati dari kediaman. Walkisah, warga-warga tadi tetap
hal, membentangkan jeda dan jarak kepada diri sendiri, kepada kota mendiami bantaran sungai itu sampai kini.
akhirnya.”
Apa jadinya jika warga-warga dan “dua warga” itu tidak ter
Soeharto si pengidap komunistophobia, memandang jalan libat dalam perkara Kali Code Yogyakarta puluhan tahun si
sebagai inti gerakan massa. Lantas ia paras jalan-jalan kota agar lam?Ya, seperti sudah dapat diterka, warga bantaran Kali Code
bebas dari pejalan kaki. Tidak ia sediakan trotoar mula-mula, mesti sudi terlipur sejak tahun 1983. Andai Youesef Bilyarta
tapi kemudian ia sediakan walau kecil. "Bapak" telah berhasil Mangunwijaya dan si ketua RT, Willi Prasetya, tidak merayu
dengan gilang-gemilang memberi "hiasan-hiasan" kuasa "pem Pemerintah Kota Yogyakarta dan mengajak warga untuk
bangunannya". mengubah keadaan hunian dengan menawari konsep, yang
bagi anggapan Kusno, “Ruang kehidupan adalah sebuah bahasa
sosial yang terus berubah tapi bisa ditampilkan dengan luhur,”
Ruang Kota=Ruang Warga (Kusno, 2009: 167).
DOYOK
“Dibelokkan!” Kisah Kali Code menegaskan jika (tidak) semua partisipa
“Ditemukan bukti bahwa sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 telah si aktif warga membentuk ruang kotanya baru dimulai benar-
dengansengaja dibelokkan oleh Soeharto...!!” benar pasca-Soeharto. Padahal di saat berbarengan, tetangga
“Sejarah oleh Soeharto mau dibikin seenak jidatnya sendiri ‘ngkali?!” Kali Code di sebelah baratnya, Kali Winongo, menjadi sasaran
“Puluhan tahun menindas, KKN dan membelokkan sejarah pula ...!!”
MUS
utama Petrus (penembak misterius); Kampung Badran. Yang
“Oalah ... To... Soeharto...Rusak amat luh jadi orang!!” masa-masa itu awam kenal sebagai gudang gali, memancing
-“Lembergar”, Pos Kota, 3 Maret 2001- operasi utama pasukan-pasukan eks operasi Timor Timur.
Kota bukan sekadar lahan sempit yang punya banyak pen
Dialog antara Doyok dan Mus itu menyebar ke pembaca ti duduk. Tidak melulu gedung-gedung penyunduk awan. Kota
ga tahun pasca lungsurnya Soeharto. Andai ia keluar tiga ta adalah adukan manusia. "Si berada", mengail untung dari usa
hun mendahului, mesti Pos Kota bakal menyusul koleganya, ha-kerja mereka. "Si papa", juga mengail untung dari usaha-kerja
IndonesiaRaya; terbredel. mereka. “Dekade terakhir dalam sejarah urban Indonesia ditan
Selepas Soeharto, tidak mampu dipungkiri jika kelonggaran dai secara signifikan oleh masuknya kaum papa dalam lingkup
pusat (Negara) terhadap kota-kota makin menganga. Pusat, su kehidupan urban … Mereka bukan hanya tidak dapat dihenti
dah teramat sulit misalnya, memesan nama jalan di salah sa kan … tapi memang tidak ada gunanya untuk menghentikan
tu kota dengan dalih nasionalisme. Teristimewa sekali adalah, mereka,” bilang Marco Kusumawijaya di esai panjangnya dalam
awam sudah tidak terlalu takut untuk bicara atau sekadar men CP Bienalle 2005 bertajuk “Urban Culture”, UrbanitasIndonesia:
dongkolapabila menjumpai ketaksesuaian atas harapan mereka Sebuah Proyek yang Berjalan tanpa Cetak Biru. Namun kota
terhadap kenyataan. Tapi tidak semua partisipasi aktif warga tidak hanya tentang'si papa'. Sehingga, sekarang kalanya tarung
baru menggelora pasca Orde Baru. terbuka antara makna ruang kota yang coba ditebarkan oleh
Belasan tahun mundur dari 26 Mei 1998. 300 kilometer le yang mampu, dan dilawan oleh yang kurang mampu.
bih ke arah timur dari Gedung MPR-RI, bukan lagi ditemui Ruang-ruang publik, plesiran misalnya, menjadi kesahihan
berbaris-baris longmarch mahasiswa, namun hanya deretan tarung terbuka tersebut. Di Yogyakarta, kelas menengah punya
'sampah' di sepanjang bantaran sungai. Rumah-rumah amat ruangnya: Ambarukmo Plaza, Kid Fun, sampai Kaliurang.
sangat sederhana itu terancam tergusur oleh pemerintah gara- Saudara-saudara mereka yang biasanya berpenghasilan cukup
54 55
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
Daftar Pustaka
Dovey, Kim. (1999). Framing Places: Mediating Power in Built From. London and New
York: Routledge.
Gouda, Frances. “Dutch Culture Overseas: Colonial Practice in the NetherlandIndies
1900-1942”. a.b. Jugiarie Soegiarto dan Suma Riella Rusdiarti. (2007).
Dutch Culture Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda 1900-1942.
Jakarta: Serambi.
Hanna, Willard. (1988). Hikayat Jakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kusno, Abidin. (2009). Ruang Publik, Identitas dan Memori Kolektif: Jakarta Pasca-
Soeharto. a.b. Lilawati Kurnia. Yogyakarta: Ombak.
Lefebvre, Henri. “La Production de l’espace”. a.b. Donald Nicholson-Smith.
(1991). The Production of Space. Massachusetts: Blackwell.
Mrázek, Rudolf. “Engineers of Happy Land: Technology and Nationalism in a Colony”.
a.b. Hermojo. (2006). Engineers of Happy Land: PerkembanganTeknologi
dan Nasionalisme di Sebuah Koloni. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
p
Muljana, Slamet. (2005). Menuju Puncak Kemegahan Majapahit: Sejarah Kerajaan
Majapahit. Yogyakarta: LkiS. Fenomena Kota Kekinian
Parker, Simon. (2004). Urban Theory and the Urban Experience: Encountering the City.
London and New York: Routledge.
Silver, Christhoper. (2008). Planning the Megacity: Jakarta in the Twentieth Century.
London and New York: Routledge.
Toer, Pramoedya Ananta.(2009). Jalan Raya Pos, Jalan Daendels. Jakarta: Lentera
Dipantara.
56
x Berebut Ruang: Ikhtisar... Khairul Anam x
Azwar Anas
Mal dan
Raut Wajah Kota
(Social) space is a (social) product ... the space thus produced also serves
as a tool of thought and of action ... in addition to being a means of pro-
duction it is also a means of control, and hence of domination, of power.
usaha yang menggiurkan. Mereka menyadari bahwa para pe Sarinah adalah ikon kota. Sebuah identitas Kota Jakarta menuju go
ngunjungakan membutuhkan sesuatu untuk dimakan sehingga international.
mereka memutuskan untuk membuka toko di sekitar pall malls.
Akan tetapi, lambat laun permainan ini mulai dilupakan. Wajah Baru Kota
Merekatidak memainkan palle maille lagi. Meskipun begitu, toko-
toko di sekitar area permainan palle maille masih tetap dikun "Jakarta sekarang, tampak sangat berbeda dengan dulu. Kota ini pe
jungi orang. Bahkan orang-orang lebih girang berjalan-jalan dari nuh dengan bangunan tinggi. Pada tahun 1967 sebagian besar dari
Anda belum lahir, Hotel Indonesia adalah salah satu bangunan tinggi
satu toko ke toko lain sehingga membentuk pusat perbelanjaan. dan hanya ada satu department store besar bernama Sarinah"
Usai Perang Dunia II, pusat perbelanjaan ini mulai digagas Pidato Obama, di Indonesia. November 2010. Tempointeraktif.com
dengan serius. Di dunia barat, Amerika mengonsep mal serupa
'kotak besar' tertutup, di tahun 1950-an. Di dalamnya, secara in Di tahun 1980-an, keberadaan mal semakin melegitimasi
dividual terdapat toko-toko kecil. Tujuannya, guna memudahkan kota. Bahkan, jangan pernah berharap wilayah Anda dibilang
pembeli untuk berjalan kaki dari unit ke unit tanpa terganggu kota kalau belum terdapat mal yang mentereng di sana. Akhir
lalu lintas kendaraan. nya,sampai saat ini pertumbuhan mal semakin melejit. Hampir
Ide lahirnya pusat perbelanjaan tertutup sebenarnya tidak di setiap kota di wilayah Indonesia berlomba-lomba untuk
berinduk dari Amerika. Pada abad ke-10, dunia Islam Timur mendandani kotanya dengan mal.
Tengah sudah lebih dulu mencacakkan bangunan besar yang Contohnya Yogyakarta, kota yang kental dengan budaya
berfungsi sebagai pusat perbelanjaan. Hanya saja, bangunan lokal ini pelan-pelan telah menanggalkan baju kekhasannya.
seperti itu dikenal dengan istilah bazaar, seperti di Suriah, Tanah hadiningrat dengan ikon Tugu Yogya-nya ini nampaknya
Turki, dan Iran. mulai tergiur mendandani kotanya dengan simbol bangunan
Rancangan standar sebuah bazaar terdiri dari jaringan ekonomi yang megah seperti Mal Ambarrukmo Plaza, Saphir
blok-blok berupa pasar yang berada dalam satu bangunan. Ter Square, Ramayana Mall, dan lain sebagainya.
kadang, dengan sebuah kubah utama di pusat bangunan. Se Generasi mudanya pun dibuat kian menggandrungi pusat
perti halnya pola pusat perdagangan masa kini. Toko-toko yang perbelanjaan tersebut, ketimbang harus mengenal kembali
menjual barang sejenis berkelompok dalam satu blok sehingga ikon kota yang menyimpan memori kolektif itu. Kota yang se
membentuk lorong. Pola ini dapat ditemukan hampir pada mula akrab dijuluki kota pelajar ini kian bertransformasi men
kebanyakan bazaar di beberapa dunia Islam, seperti Bazaar jadi pusat kegiatan belanja meskipun tidak sepadat Kota Jakarta
Aleppo, di Republik Arab Suriah. dan Surabaya.
Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, mulai me Robert B. Bawollo, dalam Deskontruksi Ruang Sebagai Mindset
lirik model "pusat perbelanjaan" di awal tahun 1960-an. Dengan Postmodernisme merinci, ada tiga penanda yang dihadapi pada
celengan dana pampasan perang dari Jepang, akhirnya berdirilah model tata kota pasca revolusi industri ini. Pertama, tuntutan
Pertokoan Besar Serba Lengkap (Toserba) Sarinah pada 1965 di kualitatif baru pada tata arsitektonis,kedua penggunaan material
Jakarta. Meski pada namanya belum melekat kata mall, Toserba dan teknik di dalam bangunan, dan ketiga kalahnya bangunan dari
Sarinah cukup memenuhi syarat menjadi mal kala itu. imperatif fungsional, terutama dari tuntutan dunia ekonomi.
Setiap gerai atau tempat menjual barang di semua lantai Sarinah, Bawollo secara frontal menukil istilah yang ketiga dari pe
terhubung oleh jalan yang tidak terganggu oleh lalu-lintas kendaraan. mikiran Habermas itu. Bangunan dikatakannya mempunyai
Begitu masuk di lantai pertama menuju ke gerai mana pun Anda andil besar dalam membentuk identitas dan raut wajah kota.
akan terlindungi dari g angguan h
ujan dan sengatan matahari. Kehadiran bangunan yang mempunyai karakter akan mampu
Gedung bertingkat dengan fasilitas eskalator dan lift ini, bisa tampil sebagai penanda suatu kawasan sebagai landmark baru.
dikatakan cikal bakal tumbuhnya mal di Indonesia. Bagi Soekarno, Kota yang sengaja dipoles dengan mengadopsi budaya luar ne
geri tutur Bawollo, sebagai hajatan ekonomi.
60 61
x Mal dan Raut... Azwar Anas x
Fajar
warsaterakhir. Pertumbuhan dengan motivasi ekonomi sema
ta,telah memicu dan memacu perkembangan fisik yang semau
gue. Melupakan kepentingan aspek kehidupan yang lain, baik
secara sosial ataupun budaya. Sehingga terjadi pengabaian se
cara ekologis, sebagaimana tampak pada bangunan-bangunan
yang tumbuh dan berkembang secara egois, bukan dalam satu
kesatuan jaringan atau kawasan. Akibatnya, identitas kota pun
menjadi pudar.
Pertumbuhan serta perkembangan kota sebagai akibat dari
meningkatnya aktivitas ekonomi seharusnya juga diimbangi q
dengan pembangunan kesadaran berkebudayaan. Namun pe Ambarukmo
Plaza. Pusat
luang ini agaknya terlewatkan untuk dikembangkan. Perbelanjaan
Rencana kota yang ditetapkan menjadi tidak efektif, tidak dan retail yang
menjadi Wajah
mampu mengantisipasi kebutuhan publik jangka panjang. Iro baru kota
nisnya justru mengesankan tertinggal dari dinamika yang terja Yogyayakarta.
di, tidak antisipatif bahkan mengancam posisi keberadaan ruang
publik yang menyimpan sejuta memori kolektif di dalamnya.
Rahardjo Adisasmita dalam Pembangunan Ekonomi Perkota Hal ini mengakibatkan kota-kota yang ada semakin diko
an, menyebut upaya semacam ini sebagai proses peremajaan ko tak-kotakkan. Unsur pusat kota, ibarat medan magnet yang me
ta.Sebuah trik dari pemerintah untuk memompa, mengalirkan, narik biji besi yang terdapat di sekitarnya dengan sangat kuat.
dan menciptakan kegiatan produktif bagi perkembangan dan Sehingga dampak baru kota kian "sempit" menjadi semacam
pertumbuhan sebuah kota. penyakit akut yang sukar diobati, taruh saja Kota Jakarta.
Pada dasarnya, peremajaan kota dianggap menarik. Karena
dengan sendirinya keadaan ini, akan dapat memperbaiki dan Mengimitasi Ruang Publik
menambah hasil pendapatan kota, salah satunya lewat perpa Ruang publik merupakan sebuah ruang di mana masyarakat
jakan. Bagi pengusaha atau investor, dan pemilik modal akan me bisa beraktivitas secara bebas tanpa dibatasi jangkauan kelas
nganggap peremajaan kota ini sebagai prospek stagnasi dalam pen sosial. Aktivitas dalam ruang ini tidak ada unsur diskriminasi,
jualan dan dalam milik kekayaan. Akan tetapi, dalam prakteknya karena semua orang bisa mengakses termasuk kelas menengah
kerap terjadi konflik antara hak sosial dengan pemerintah sebab ke bawah.
peremajaan kota ini malah menghancurkan ciri sosial kota itu sen Kehadiran mal di tengah-tengah kota telah mengelimi
diri, seperti perebutan ranah ruang publik yang ada sebelumnya. nasi ruang publik yang sebenarnya dan memasukkannya ke
Arsitektur kota kemudian tidak ubahnya hanya sederet topeng- dalam mal. Namun pengalihan ruang publik ke dalam mal, ti
topeng bentuk luar bahkan hanya komposisi elemen-elemen di dak sepenuhnya mengadopsi nilai-nilai egaliter yang menjadi
mensional. Arsitektur hanya menjadi sekadar komoditas. Kalau karakter khas ruang publik. Saat memasuki mal, masyarakat
kita perhatikan maraknya suasana bisnis properti dan menju secara tidak sadar kian diatur sedemikian rupa.
langnya harga tanah di perkotaan maka pertanyaan yang dapat Ketika hendak berjalan-jalan ke taman kota, Anda bebas
diajukan adalah, apakah ada yang masih hirau dengan perihal mengenakan pakaian apapun (selama batas kesopanan yang di
identitas kota atau budaya? Agaknya yang terjadi justru pada anut masyarakat setempat masih ditaati), mengenakan sandal
perlombaan menegasikan karakter lokal dan upaya meremaja jepit, dengan kaos oblong yang dibeli di pasar murah. Ataupun
kankota dengan induk "kebarat-baratan".
62 63
x Mal dan Raut... Azwar Anas x
bercengkrama dengan keluarga dengan membawa peralatan Timezone yang selalu tersedia di sudut-sudut mal. Remaja janji
dan makanan sendiri, tidak akan menjadi masalah. andengan teman sebayanya di mal meski hanya sekedar jalan-
Hal-hal semacam ini tidak akan pernah terjadi pada ruang jalan.
publik bernama mal. Ruang publik bentukan mal, adalah ruang Bahkan pengalaman mereka menjadi simbol modernitas.
publik yang menyeleksi pengunjung secara halus. Saat kita ma Jika seumur hidupnya belum pernah merasakan dinginnya AC
sukke dalamnya, bukan ukuran sopan dan tidak sopan pakaian mal maka label cupu, udik dan kurang pergaulan akan melekat
yang kita kenakan, melainkan seberapa bernilai pakaian atau padanya.
pun aksesori yang kita pakai. Sulit kita temui ada orang yang Lantas, jangan dikata mal menyediakan itu semua bukan
mengenakan kaos oblong murahan dengan sandal jepit bebas tanpa pamrih. Ada harga di balik tersedianya segala kebutuhan
berkeliaran dalam mal, meskipun tidak ada aturan yang me itu. Motif untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya
larangnya. memacu ruang mal untuk menampung segala kebutuhan.
Indonesian Companies News (ICN), situs online yang gemar Abidin Kusno, mempunyai definisi yang jeli untuk memak
menyoroti kewirausahaan politik dan kebijakan Indonesia, per nairuang publik ini. Ia menyebut ruang publik yang secara fisi k
nahmenyebut hal ini sebagai pertarungan besar antara dua ru bisa ditunjuk dan ditempati sekaligus sebagai pengkontur me
ang publik. Dalam terbitan 1 Januari 2010, ICN menggambarkan mori kolektif masyarakatnya. Mal, kata Abidin, merupakan ru
bagaimana mal-mal itu kemudian mengimitasi ruang publik ang swasta yang telah mengambil alih ruang publik dan kini
dengan meniru istilah yang biasa dipakai dalam ruang publik menjadi bagian penting dari memori kolektif generasi muda.
seperti plaza, square, bahkan town square.
Dalam bukunya Ruang Publik, Identitas dan Memori Kolektif
Pertarungan itu, tentu saja tidak berhenti pada penamaan Jakarta Pasca-Soeharto, Kusno mengisbatkan kalau mal itu telah
semata. Mal dirancang menjadi ruang publik serba guna. Ia me merajut memori kolektif masyarakatnya. Meskipun memori
nyediakan diri sebagai lahan untuk semua kegiatan termasuk tersebut tidaklah selalu berhasil menyeragamkan pengalaman
menjadi situs aneka aktivitas, dari festival makanan, musik, pa sosial, mal ini akan tetap menjadi wajah baru kota. Oleh karena
meran, hingga lomba ketangkasan binatang. itu segencar apapun kritik terhadap mal, ruang-ruang publik
Mal telah menyerupai ruang publik sebenarnya. Dikonsep macam ini tidak akan pernah sepi dengan penghuni karena
dengan lebih menarik dan nyaman sehingga masyarakat cen kandungan memori generasi muda telah menggeser atau mem
derung meninggalkan ruang publik sebenarya seperti taman beri makna baru pada ruang publik sebenarnya.
kota.
Ruang publik yang semula bermakna luas sebagai wahana hi Pusat Gaya
dupbersama, bercengkerama, ngobrol, menghirup udara segar, Josh Poag dan Terry McEwen, penggawang perusahaan retail
serta rekreasi dan relaksasi untuk hidup lebih lanjut lagi, pelan- di Amerika menyebut Mal sebagai pusat gaya di akhir 1980-an.
pelan mendapatkan makna khususnya sebagai ruang publik Argumen mereka dikenal dengan Transfer Gruen yang diadopsi
politik ekonomi. Mal membuat ruang bersama menjadi fungsi dari seorang arsitek pusat perbelanjaan modern Amerika, Victor
ekonomis pasar dengan kepentingan kelas-kelas ekonomis se Gruen. Ketika konsumen memasuki pusat perbelanjaan modern
jakkapitalisme menjadi penentu hidup manusia. dan dikelilingi oleh unit pertokoan yang kompleks maka mereka
Beberapa dekade lalu akan sangat mudah melihat segerom akan kehilangan jejak pada niat aslinya untuk bertransaksi
bolan anak kecil berlarian dan bermain bola di lapangan terbu ekonomi.
ka.Ataupun sekelompok remaja yang asik menghabiskan wak Mal merupakan bentuk ruang ekonomi yang lahir dari rahim
tu sore di areal taman kota, stadion, ataupun di ruang publik kapitalis. Ia mempunyai daya pikat yang kuat untuk mengubah
lainnya. Namun pemandangan semacam ini lambat laun telah atmosfer di dalamnya. Temasuk ruang sosial dan konstruksi
beralih ke mal. Anak akan merengek minta diajak bermain ke sosial yang kompleks. Namun dengan fasilitas yang berorientasi
64 65
x Mal dan Raut... Azwar Anas x
pada masyarakat menengah ke atas. nostalgia kaum modernis maju yang damba akan komunitas
Bangunan komersil yang menggabungkan fungsi retail dan otentik yang khas sesuai stratifikasi sosial dan pemilikan.
pusat perbelanjaan ini, diprakarsai oleh kelas-kelas hegemonik Mal sangat gencar menyuguhi konsumen dengan serang
untuk mengukuhkan kekuasaan. Eksistensi sosial menjadi ko kaian produk dan pelayanan, serta suasana lingkungan yang di
moditi utama, sehingga pusat perbelanjaan ini, kian menjelma remajakan. Suasana yang selalu berubah, bak sebuah teater yang
menjadi jantung kehidupan urban. selalu menampilkan lakon yang berbeda. Konsep perancangan
Michel Foucault, seorang filsuf Perancis yang tajam dalam interior sebuah pusat perbelanjaan masa kini selalu menawar
bidang institusi sosial dan psikologi, melihat masyarakat kon kan hal-hal baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.
sumer yang lahir dari wacana kapitalis tidak lagi sekadar obyek Banyak tema-tema ditawarkan yang akhirnya mengantar
dan subyek, akan tetapi "diferensi", perubahan konstan produk, anggota masyarakat untuk merasakan suasana yang di luar ba
dan penampakan gaya hidup. Diferensi telah menjadi kata tas realitas. Sebagai contoh, suasana hari kasih sayang atau di
kunci dalam masyarakat konsumer saat ini. Manusia berlomba- kenal dengan Valentine Day telah dimanfaatkan oleh para kapi
lomba dalam segala aktivitasnya agar tampil berbeda dengan talis untuk menangguk keuntungan yang berlipat.
sesama dalam lingkup sosialnya. Indonesia secara tradisi tidak mengenal perayaan ini. Namun,
Diferensi menjadi komoditi yang paling dicari oleh ma secara berangsur-angsur kapitalis mendandani ruang publik me
syarakat konsumer. Dalam posisi masyarakat yang demikian, reka dengan warna-warna kasih sayang, yakni warna merah
mal dan pusat-pusat perbelanjaan telah menjadi panggung muda yang menyelimuti suasana pusat-pusat perbelanjaan saat
pertunjukan yang strategis. Tempat pelaku-pelaku budaya mendekati Hari Valentine.
saling bertukar peran dengan masyarakatnya sendiri sebagai Kesenangan ini pun ternyata telah menjadi kesenangan ba
penontonnya. Bila mereka tidak melakukannya mereka merasa nyak orang dan telah disepakati bersama sehingga orang akan
tidak dapat menjadi anggota sejati masyarakat konsumer dan merasa nyaman dan betah dalam suasana tersebut. Maka konsu
tersingkir. men yang telah di-setting sebagai penonton dan pemain dapat sa
Mencermati fenomena ini, antropolog Akbar S. Ahmed ling menikmati sesamanya dan dalam perannya sendiri-sendiri.
mempunyai sebutan yang menarik. Mal bukan hanya sebagai Mal telah menjadi wadah kegiatan mengekspresikan posisi
sebuah panggung tontonan melainkan sebuah kuil manusia dan identitas diri masyarakatnya. Kecenderungan masyarakat
modern. Mal, mengajarkan dan menyebarkan citra konsumtif ke arah pembentukan identitas melalui gaya hidup sebagai ko
yang kuat. Sehingga dalam teorinya muncul istilah “Saya ber munikasi simbolik dan makna-makna personal dihadirkan da
belanja maka saya ada,” yang meruncing pada budaya konsu lam panggung yang diidentitaskan sebagai Mal ini. Gaya hidup
merisme yang tidak mengenal ruang dan waktu. masyarakat layaknya pemain teater di atas panggung yang ter
Mal adalah mesin ajaib untuk belanja yang dimanipulasi ha hadirkan melalui gaya busana, pakaian, sepatu, mode rambut,
sratnya dengan arsitektur, desain lokasi, dan lanskap simbolik aksesoris, model tas, telepon genggam, bahkan cara berbahasa
yang berfantasi. Hasrat belanja, jalan-jalan, nonton dan menam yang kian beraneka macam.
pilkan diri sebagai identitas dengan menaruh mal di lanskap
budaya pop yang menyatukan kepuasan pemenuhan hasrat Menggeser Tradisi
ruang privat dan ekspresi citra ruang publik yang gaul dan mam Perubahan-perubahan mendasar terasa pada dekade akhir
pu membeli gaya hidup modern. ini yang ditandai pula oleh bergeraknya berbagai hal pada titik-
Dari sisi politik ekonomi, tempat seperti mal merupakan titik akhir. Perubahan ini memang terasa amat mengejutkan
political fact. Artinya, sebuah ruang di kontrol kelas yang sedang dan hampir tidak terbayangkan sebelumnya. Banyak realitas
berkuasa secara birokratis dan pemilik modal. Untuk mem yang hilang di hadapan masyarakat, baik realitas-realitas so
bangun tempat eksotis pusat belanja, pengembang memanipulasi sial yang arif dari masa lampau, maupun realitas-realitas fisik
66 67
x Mal dan Raut... Azwar Anas x
s eperti hilangnya flora dan fauna. Konsep-konsep tradisional komplek pusat perbelanjaan cenderung menjadi sok luar negeri.
telah lebur dalam budaya kontemporer yang mengakhiri se Misalnya menghadirkan sensasi fantasi Itali palsu atau Spanyol
muanya dalam konsep-konsep baru munculnya mal. palsu sebagai tumpuan target keberhasilan penjualan komoditas.
Proses jual-beli merupakan tindak-tanduk tradisional yang Plaza, square, town square adalah fenomena pengadopsian nama
sudah terjadi demikian lama. Bahkan terjadinya sebuah kota dari negara-negara Eropa.
salah satunya berawal dari proses jual-beli yang dulu dikenal Perancangan arsitektur tidak bisa dilepaskan kaitannya de
sebutan barter. Tempat bertemu antara penjual dan pembeli ngan situasi dan kondisi yang terjadi pada masyarakatya. Ke
inilah yang kemudian berangsur-angsur berkembang menjadi butuhan akan fasilitas atau wadah untuk menampung kegiatan
tempat yang lebih lengkap dari sekadar aktivitas ekonomi be masyarakat tersebut merupakan bagian yang tidak bisa dilepas
laka, bertumbuh setelah melengkapi dirinya dengan fasilitas-fa kan dari analisis-analisis perancangan arsitektur dalam langkah
silitas lain. Perkembangan ekonomi sebagai akibat kejelian ka awal rancang bangunnya. Studi tentang kondisi budaya yang
pitalis telah menyulap konsep ekonomi sebuah pasar menjadi berkembang, dapat dimungkinkan sebagai bagian kunci dari
panggung pertunjukkan. perancangan bangunan.
Kapitalisme telah mengantar konsumen masuk dalam Perancangan arsitektur sebuah pusat perbelanjaan kiranya
jeratan suatu lingkungan jual-beli yang berbeda dibandingkan harus disikapi dengan lebih dewasa. Sebab, wadah ini bukan
konsep pasar tradisional. Di pasar tradisional, kegiatan transaksi hanya menampung kegiatan yang bersifat transaksi secara tra
jual beli tidak lepas dari budaya tawar-menawar. Harga sebuah disional (jual-beli) saja, tetapi telah menjadi bagian dari kehi
barang dapat dikatakan tergantung kecerdikan dan kelihaian dupan masyarakat kota metropolitan.
pembeli. Di pusat perbelanjaan modern teknik model kearifan Kebudayaan berbelanja tidak sekadar pemenuhan kebutuhan
macam itu mutlak dilarang. Harga yang berlaku adalah harga primer saja, tetapi di balik itu kebudayaan ini telah menghadir
pas. Bila cocok silakan bayar di kasir sesuai harga tercantum. kan gaya-hidup penggunanya. Di dalam sebuah mal tidak lagi
Bila tidak silakan pergi, tidak akan ada yang menahan. dibaca sebagai satu lalu-lintas kebudayaan benda saja, akan te
*** tapi telah menjadi teater-sosial di mana masyarakat pengguna
Realitas perkotaan seakan-akan telah terakomodasi oleh se nya menjadi pemeran pemerannya. Perancang bangunan harus
buah pusat perbelanjaan berselimut penghawaan yang nyaman, menyikapi hal ini dengan membuka kemungkinan ruang-ruang
sistem pengudaraan yang diatur, anti hujan, apalagi sengatan terbuka yang memfasilitasi kecenderungan tersebut. 3
matahari. Realitas elemen kota semisal restoran, bioskop,
warunginternet, salon kecantikan, pusat permainan anak-anak Daftar Pustaka
(Timezone), penjual hewan piaraan dan fasilitas-fasilitas lain Adisasmita, Rahardjo, H. (2005). Pembangunan Ekonomi Perkotaan.Yogyakarta:
yang serba lengkap dan menyenangkan ada dalam satu kotak Graha Ilmu.
besar, mal. Bawollo, Robert. (2010). Deskontruksi sebagai Mindset Postmodernism.
Usaha mendandani kota, yang paling menguntungkan secara Yogyakarta:Kanisius.
ekonomi adalah membikin mal. Ia lamat-lamat mendefinisikan Hartanto, Freddy. (2011). “Pengaruh Kebudayaan Kontemporer dalam
ulang identitas kota yang selama ini dikenal. Kota mendadak Perancangan Arsitektur Mal”. Tersedia pada http://puslit.petra.
berubah wajah menjadi modis, penuh bangunan berlanggam ac.id/journals/architecture/01/05/2011. Diakses pada 10 Januari
campur baur. Maka, saat ini cukup sulit membedakan suasana 2011, 22.31 WIB.
di satu kota dengan kota lain. Nyaris seragam, dengan landmark Kusno, Abidin. (2009). Ruang Publik, Identitas dan Memori Kolektif: Jakarta
baru bangunan komersial yang modis serta egois itu. Pasca-Suharto. Yogyakarta: Ombak.
Akan tetapi, semakin ke sini, agaknya yang terjadi justru “Mall dan Ruang Publik yang Hilang”. Tersedia pada www.regional.roll.co.id/
pada perlombaan yang menegasikan karakter lokal. Penamaan Mall dan Ruang Publik yang Hilang/01/17/2011. Diakses pada 20
68 69
x Nama Jalan di... Prima Sulistya Wardhani x
70 71
x Nama Jalan di... Prima Sulistya Wardhani x
Merunut pada liriknya, lagu Naik Delman berkisah tentang se jalan ini memang merupakan kuburan bagi lima ribu buruh
orang anak yang gembira hatinya karena diajak ayahnya pergi ke pekerjanya, itulah mengapa jalan ini menjadi proyek berdarah-
kota.Jika menuruti kebiasaan masyarakat dengan biasa membagi darah yang sia-sia. Jalan raya tanpa roda, perjalanan jauh yang
wilayah spasial menjadi dikotomi desa dan kota, maka bisa disim masih mengandalkan kuda, maka usaha mempertahankan diri
pulkanbahwa rumah si anak berada di desa. Karena si anak mela dari Inggris gagal. Tahun 1811 Inggris berhasil menguasai Hindia
falkan kota dengan sebutan “kota”, bukan “pulang”, “rumah”, atau Belanda.
kosakatalain yang menunjukkan dari mana ia berasal. Meskipun demikian, Jalan Raya Pos tetap menjadi perubahan
Pada era 1960-an itu, beragam kendaraan “aneh” yang kini telah paling penting dalam bentuk fisik dan struktur Jawa, (Kusno,
langka masih bisa ditemui di mana-mana. Delman dan helicakmi 2007: 52). Setiap 16 1/3 menit di sepanjang jalan raya itu, kata
salnya, masih lazim digunakan sebagai alat transportasi.Sekarang, Mrázek, ada sebuah pancang untuk menunjukkan jarak. “Pada
delman lebih sering menjadi kendaraan wisata ketimbang diber setiap pancang ke lima, ada bangsal untuk mengganti kuda
dayagunakan untuk sarana angkut sehari-hari, sedangkan nasib kereta surat pemerintah,” lanjut Mrázek dalam tulisannya,
helicak lebih tragis: tamat riwayatnya. (Mrázek, 2006: 8).Bangsal atau gardu itu lalu memunculkan se
Menerjemahkan Naik Delman, barangkali si bocah dan buah keramaianbaru berupa hotel-hotel tempat peristirahatan,
sang ayah menumpang kereta kuda itu untuk pergi dari rumah (Mrázek, 2006: 55). “Ini adalah situasi jalanan kota,” tulis Eliza
merekadidesa menuju ke kota. Namun, bisa pula mereka naik Ruhamah Scidmore, seorang travel writer berkebangsaan
delman setelah tiba di kota. Bagi si anak, yang paling menarik Amerika Serikat yang melintasi jalan itu di tahun 1890. “ … Di
dalam perjalananitu bukanlah derum mobil atau desing motor. sana banyak laki-laki, perempuan, dan anak-anak berkumpul.
Sesuatu yang lebih dekat dan berirama ternyata jauh lebih Jalan utama terlihat ramai seperti jalanan kota dan di sekitar
berkesan, yaitu bunyi tapal kuda berbahan besi yang beradu mereka yang berseliweran itu jalan raya dengan suara hiruk-
dengan jalanan keras secara terus-menerus. pikuk,” lanjutnya, (Mrazek, 2006: 55).
Terlepas dari konteks situasi mana yang benar, “sebuah Sinonim antara kota dan jalan adalah sebuah hubungan
perjalanandari desa ke kota”, atau “sebuah situasi pelesir di kota”, perubahan.Perubahan dari sebuah kota Jawa dengan penanda
terdapatsinonim di dalam keduanya: pasangan “jalan” dan “kota”. feodalistisnya (alun-alun, pusat kerajaan, tempat ibadah, dan
Jalan keras yang hanya dijumpai di kota, inilah jalan modern. pasar), menjadi kota yang modern (jalan raya, pusat produksi
hilir, dan konsumsi).
Jalan modern, tulis Rudolf Mrázek dalam Engineers of Happy
Land, adalah “Sesuatu baru yang keras dan bersih,” (Mràzek, 2006: Jalan Raya Pos adalah jalan yang membentuk kota-kota.
13). Hindia Belanda (cikal-bakal negara Indonesia) untuk pertama Di Bandung, jalan raya itu menjadi muara bagi jalan-jalan
kalinya mengenal jalan modern dan beraspal baru pada awal abad protokol, seperti Jalan Jenderal A. Yani, Jalan Asia Afrika,
ke-19.Jalan perdana itu adalah Jalan Raya Pos atau Groote postweg dan Jalan Jenderal Sudirman. Keberadaan Jalan Raya Pos juga
yang mulai dibuat tahun 1808 atas instruksi Gubernur Jenderal menjadi perhitungan ketika pemerintah kolonial memulai
Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Oleh karena itu, orang pembangunan kota-kota garnizun2 dan kota-kota lainnya
lebih suka menyebutnya dengan nama Jalan Daendels. setelah usainya Perang Jawa (1825-1830).
Jalan Raya Pos selesai di tahun 1811, empat tahun setelah Jalan dengan aspalnya yang lantas dilewati roda-roda ken
cangkulan pertama diayunkan di Anyer. Jalan raya pos berfungsi daraan, kemudian lalu-lalang manusia yang memunculkan ke
untuk menghubungkan antarkaresidenan di Jawa dalam rangka ramaian dan membentuk kehidupan baru, membuat “kota” dan
mengantisipasi serangan Inggris. “jalan” ibarat duet simbol modernitas yang tak terpisahkan.
Kini, di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Jalan Raya Pos
seperti kuburan. Sebuah jalan negara, jalur alternatif yang diapit ***
kebun tebu yang tak habis-habisnya nan sepi lagi gelap. Lagipula 2
Kota garnizun adalah istilah untuk menyebut kota sentra produksi, distribusi dan
perdagangan,serta kota peristirahatan.
72 73
x Nama Jalan di... Prima Sulistya Wardhani x
lain sebagainya. Ada juga jalan yang dinamai dengan nama-na yang berangkat dari identifikasi sederhana.
ma buah, tumbuhan, hewan, atau unsur-unsur cerita legenda Sebagai penanda, nama Pasarkembang tidak lagi menjadi
(misalnya nama-nama tokoh dalam kisah Mahabarata) yang gambaran mental untuk sebuah jalan yang melintas di seberang
banyak dipakai di jalan-jalan perumahan tanpa memperhi selatan Stasiun Tugu beserta segala jenis perabotannya. Nama
tungkan secara serius nilai historis dan politisnya. itu kemudian malah menyempit menjadi sekadar penanda
untuk sebuah gang beserta aktivitasnya. Maknanya pun
Nama Jalan sebagai Simulakrum mengalami peyorasi. Mengatakan Sarkem di hadapan siapapun
The simulacrum is never that which conceals the truth —it is the truth which yang mengenal gang 3 akan menimbulkan sebuah gambaran
conceals that there is none. The simulacrum is true. mental: Yogyakarta, gang, perempuan, dan seks komersial.
-Ecclesiastes-3 Apalagi adanya kebetulan bahwa kata kembang punya dualitas
yang koheren dengan Jalan Pasarkembang dulu dan sekarang.
Nama jalan menjadi semacam “jalan penghubung” antara
sebuah ruang asing bernama “jalan” dengan orang kebanyakan Pasarkembang dalam konteks wujudnya, yakni jalan beraspal
yang hidup di dalamnya, yakni rakyat. Mengutip istilah yang membentang di selatan Stasiun Tugu dan berdekatan dengan
antropolog James Dananjaya, “jalan penghubung” itu dibungkus Jalan Malioboro, tentunya lebih dahulu hadir ketimbang sebagai
dalam sebuah bahasa rakyat, karena pada nama jalan tersebut, se penanda alias nama Pasarkembang itu sendiri. Sebuah jalan tentu
bagai nama tradisional, tercermin sejarah terbentuknya, sejarah saja eksis terlebih dulu baru kemudian diidentifikasi penamaannya.
yang dialami rakyat. Nama itu, memperhatikan kebiasaan-kebiasaan konsep pe
Tapi ada kalanya bahasa rakyat itu membentuk hiperrealitas namaan jalan di Yogyakarta yang telah dipaparkan sebelumnya,
bagi penduduk asli dan pendatang yang tidak mengenal sejarah. dibentuk oleh ruang dan kultur jalan. Namun kemudian, penge
Pengetahuan yang salah ini terbentuk semisal ketika mendengar lanaan nama jalan tersebut mandek pada sebuah realitas lain.
nama Jalan Pasarkembang yang terletak di sebelah selatan Sta Merujuk pada konsep hiperrealitas Jean Baudrillard, nama itu
siun Tugu Yogyakarta. Bila datang dari arah timur, perhatikan telah menjadi sebuah “simulakrum”.
gang ke tiga di kiri jalan, di situlah inti dari Sarkem–demikian Sebuah kebetulan, ketika Pasarkembang dalam makna harfiah,
orang menyingkat Pasarkembang–berada. menjadi tetap relevan meskipun tidak ada orang berjualan kem
Kira-kira setelah tahun 1884, Sarkem mulai identik sebagai bang lagi. Nama ini tetap identik dengan konotasi yang sekarang
area lokalisasi. Hingga medio 1960-1970, lokasi gang 3 lebih di menjadi acuan, bukan sebagai sebuah jalan lagi, melainkan lebih
kenal dengan nama Balokan. Namun kemudian nama Balokan terfokus selaku nama gang. Tapi nama itu sudah putus hubung
tenggelam dan muncullah nama Pasarkembang. Sebelumnya, an dengan makna harfiahnya atau sejarah mengapa jalan itu di
Balokan dan Pasarkembang biasa digunakan untuk mengacu namai begitu, juga dengan apa yang seharusnya ia tandai, yakni
pada satu tempat, yang tidak lain adalah gang 3 itu. sebuah jalan.
Asal-usul Pasarkembang sebagai nama jalan bermula dari Nama itu menjadi simulakrum karena ia mendahului realitas
banyaknya pedagang berjualan bunga (kembang) di sepanjang yang ia tandai (jalan), dan malah “berjalan-jalan”, lalu menandai
jalan itu.4 Nama Pasarkembang hanyalah sebuah nama jalan sesuatu yang sama sekali lain (meskipun masih berada dalam
ruang jalan Pasarkembang). Proses ketika orang-orang terus-
3
Jean Baudrillard, “Simulacra and Simulations” dalam Jean Baudrillard, Selected
Writings, ed Mark Poster (Stanford University Press: 1998), pp.166-184, diakses dari http://
menerus menyebut Pasarkembang bukan sebagai jalan namun
www.egs.edu/faculty/jean-baudrillard/articles/simulacra-and-simulations/ pada 22 Januari sebagai tempat lokalisasi itulah yang dinamakan simulasi. Ini
2011, pukul 18.20 WIB.
4
Sumber diambil dari tulisan A. Barata yang berjudul “Toponimi Jalan di Yogya”
merupakan dampak dari kerja simulakrum dan pemaknaan
di http://www.tembi.org/yogjamu-prev/toponim_jalan.htm. Tulisan itu mengacu pada data kembang yang konotatif.
dalam buku tulisan Salamun, Mengenal Bangunan Bersejarah dan Nama-nama Jalan di
Kotamadya Yogyakarta. Meski begitu, keterangan dalam tulisan A. Barata masih dangkal, Situasi finalnya adalah bila pertanyaan “Apa itu Sarkem?”
sementara saya tidak menemukan buku yang ia acu tersebut. Dalam karya Moedjijono diajukan kepada seseorang yang telah mengenal Sarkem. Orang
denganjudul Sarkem: Reproduksi Sosial Pelacuran, lebih banyak membahas asal-usul nama
Balokan dan tidak menyinggung Pasarkembang sama sekali.
76 77
x Nama Jalan di... Prima Sulistya Wardhani x
78 79
x Nama Jalan di... Prima Sulistya Wardhani x
nama jalan bisa membentuk bahasa rakyat? Jalan Ahmad Yani juga dinafikkan karena jalan ini merupakan
Sebelum menjawabnya, barangkali apa yang diharapkan oto jalur lurus yang semuanya dianggap sebagai Jalan Malioboro.
ritas sama dengan apa yang digambarkan Mrázek dengan bahasa Jalanan di depan Benteng Vredeburg beserta trotoarnya pun
sebagai aspal. Bahasa bisa disebarkan dengan cepat, dan bahkan selalu dianggap sebagai Jalan Malioboro, padahal penggal jalan
mampu merekatkan bersama segala sesuatu yang paling tidak itu sudah termasuk “wilayah kekuasaan” (Jalan) Ahmad Yani.
akur, (Mrázek, op.cit, : 28). Bahasa itu seperti jalanan, hanya per Ini boikot dari sebuah anarkisme yang sama sekali tidak
lu menjadi rata. Dan bila ada masalah, sedikit lebih rata lagi. anarkis. Gerakan —kalau bisa disebut gerakan— antistruktur
Yogyakarta dengan tradisi tuanya yang terus hidup beser yang kalem saja. Bukan sebuah kesepakatan komunal yang
ta suasana feodalistis yang masih terasa, ruang kota tak sepe terucap apalagi tertulis dari kelompok-kelompok masyarakat.
nuhnya bersifat urban. Rakyat lokal punya sesuatu yang dirasa Para pendatang pun hanya menjadi epigon dari yang dicontohkan
masih perlu dipertahankan. Bahkan untuk sebuah nama jalan, penduduk lokal. Dalam dokumen tertulis, nama-nama besar itu
sebuah ikatan asal-usul tetap penting untuk dikaitkan dengan tetap diakui. Di kehidupan lisan, nama itu juga tetap dikenali.
nama jalan. Perubahan nama jalan-jalan menggunakan nama Apakah ini gerakan yang memiliki tujuan tertentu?
pahlawan dibalas penduduk lokal dengan seruan untuk me Entahlah. Bila iya pun, ini sebuah fakta yang baru bisa diketahui
ngembalikannya ke nama semula untuk menegaskan identitas setelahnya (postfactum). Yang jelas, ada kalanya otoritas
kultural. Nama jalan yang hadir seperti jatuh dari langit, bukan kalah dan mengakui supremasi bahasa rakyat. Saat itu adalah
bagian dari bahasa rakyat. Apalagi bahasa aspal. Sehingga ia tak di hari ketika tonggak plang jalan Pasarkembang ditanam.
akan menciptakan kultur apa-apa, tak ada hiperrealitas. Pasarkembang telah diakui sebagai nama, dengan posisinya
sebagai simulakrum atas objek wisata seksual.
Memboikot Nama-nama Besar Padahal, Sarkem tidak pernah diakui ada di atas kertas dan
Otoritas bisa menciptakan nama, namun bahasa dihidu oleh otoritas. serangkaian peraturan dari tahun 1924, 1954, 1974,
pi oleh penggunanya. Tiga tahun lebih setelah Jalan Gejayan 1976, 1977, 1993, dan akhirnya 1997, menegaskan pemberantasan
Yogyakarta diganti namanya menjadi Jalan Affandi, sang prostitusi di jalan Pasarkembang. Namun Sarkem tetap hidup
pelukis legendaris tetap saja hanya hidup di dalam tulisan. hingga hari ini. Plang nama jalan menjadi paradoks untuk
Bahkan, beberapa toko di sepanjang jalan itu masih mencan peraturan-peraturan tersebut.
tumkan Jalan Gejayan pada plang toko mereka. Kekalahan otoritas terhadap bahasa rakyat adalah penegasan
Meskipun begitu, otoritas bukannya kurang sosialisa atas apa yang dikatakan de Certau dalam, Walking in The City;
si, sebab di pangkal utara Jalan Gejayan alias Jalan Affandi “Sebuah kota, terencana atau bagus seperti apapun, tak akan
sempat terpampang sebuah plang besar bergambar wajah berarti apa-apa tanpa manusia. Kota itu tidak akan pernah ada
Affandi dengan senyum ompongnya di mana di situ tertera karena manusialah yang menciptakan kota.”6
seruan, “Panggil saya Jalan Affandi!”, yang ditulis dalam bahasa Nama jalan adalah ruang itu sendiri beserta orang-orang
Inggris. yang berkehidupan di dalamnya. 3
Ngeyelnya si penghuni ruang untuk mengganti kebiasaan
adalah bentuk boikot diam-diam, dan cenderung bawah sadar. Daftar Pustaka
Dan ini tak hanya terjadi di pada Affandi. Bila mencari Jalan MT Barata, A. (t.t). “Toponimi Jalan di Yogya”. Tersedia pada http://www.tembi.
Haryono dengan jurus tanya-tanya sepanjang jalan, akan lebih org/yogjamu-prev/toponim_jalan.htm. Diakses tanggal 24
mudah dengan mengatakan “pojok benteng (jokteng) kulon” Januari2011, 15.55 WIB.
yang mengacu pada sudut sebelah barat bangunan benteng yang Baudrillard, Jean. “Simulacra and Simulations” dalam Mark Poster. (Ed.). Jean
mengelilingi bekas lingkungan keraton. Hal serupa juga terjadi pada Baudrillard, Selected Writings. California: Stanford University
Jalan Brigjen Katamso yang nama populernya Gondomanan. 6
http://www.cyberartsweb.org/cpace/politics/wodtke/DeCerteau.html, diakses
tanggal 24 Januari 2011, pukul 15.34 WIB.
80 81
x Masa Lalu Sungai,... Anna Nurlaila Kurniasari x
membuat talut sederhana di bantaran sungai dengan karung Banjir kiriman yang secara periodik diberikan Sungai Nil,
berisikan pasir. Longgarnya aturan pemerintah tentang jarak misalnya, merupakan anugerah bagi peradaban Mesir Kuno
hunian dibibir sungai selama ini mengakibatkan menjamurnya karena lumpur subur yang tertinggal setelah banjir surut sangat
hunian sampai hanya satu meter dari bibir Kali Code. Kondisi berguna bagi pertumbuhan gandum, makanan pokok mereka.
yang padat tersebut menciptakan kebingungan dan kepanikan Sungai Nil dan tanah suburnya merupakan oase dengan lebar
yang sangat tinggi terutama ketika munculnya ancaman lahar mencapai 50 km di tengah ribuan kilometer luas gurun di se
dingin Merapi seperti saat ini. Pertaruhannya adalah jiwa dan kelilingnya. Tidak salah bila Herodotus, filsuf dan sejarawan
harta benda ratusanribu orang. Yunani dari abad ke-5 SM, dalam salah satu perjalanannya ke
Peristiwa yang terjadi di Kali Code tersebut dapat menjadi Mesirmengatakan,“Mesir adalah hadiah dari Sungai Nil!”
pelajaranbetapa kehadiran sungai di tengah-tengah kota dapat Contoh lain tentang peradaban besar tepi sungai dapat kita
menjadisangat krusial. Keberadaannya tak mungkin diabaikan. ambil dari Sungai Kuning di Cina. Perjalanan Sungai Kuning
Letak sungai yang berada di tengah-tengah kota bukanlah bermula dari puncak-puncakpegunungan Kwen-Lun di Tibet.
suatu kebetulan. Umur sungai itu jelas lebih tua dari kota. Ia Sungai panjang yang membawa lumpur berwarna kuning ini
telah lama ada di sana dalam segala kebisuan ketika tiba-tiba melintasi dataran rendah di Cina dan bermuara di Teluk Tsii-
kota mengusiknya dengan semua kegaduhan dan kebisingan. Li di Laut Kuning. Sepanjang perjalanannya ia memuntahkan
Sudah selayaknya kita merefleksikan kembali hubungan sungai lapisan-lapisantanah subur di wilayah-wilayahyang dilaluinya.
dan kota. Wilayah-wilayah ini kemudian menjadi lahan pertanian yang
sangat potensial untuk menanam gandum, padi, teh, jagung,
Sungai dan Kota dalam Masa Lalu dan Masa Kini dan kedelai sejak kurang lebih 5000 tahun lalu. Pada masa
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa sungai-sungai Dinasti Chin (221-206 SM), wilayah ini menjadi lumbung
telah digunakan manusia sejak zaman purba. Dahulu sungai pangan yang menopang kebesaran Kekaisaran Chin.
merupakanpusat dari peradaban manusia, yang juga bisa berarti Selain sungai-sungai dan berbagai peradaban besar dunia
bahwa sungaiadalah tempat terbentuknya sejarah manusia untuk yang telah secara familiar dikenal tersebut, di Nusantara juga di
pertama kali. Pada bekas aliran sungai-sungai purba banyak kenalbanyak sekali peradaban tepi sungai seperti Sungai Musi
ditemukan jejak panjang peradaban berupa alat-alat berburu, di Sumatera Selatan, Sungai Siak di Riau, Sungai Mahakam di
perangkat rumah tangga, serta alat-alat untuk upacara. KalimantanTimur, Sungai Kapuas di Kalimantan Barat, Sungai
Pada masa ribuan tahun lalu, banyak peradaban besar yang Brantas di Jawa Timur, dan Sungai Bengawan Solo di Jawa
muncul dari tepi-tepi sungai. Sungai-sungai besar di masa lalu Tengah. Contoh-contoh sungai tersebut kebanyakan merupa
telahdigunakan sebagai pusat pembentukan kota dan peradaban kan sungai besar dengan aliran air yang panjang dan tenang
seperti Sungai Nil bagi peradaban Mesir Kuno, Sungai Eufrat sehingga memiliki tipikal yang mirip dengan sungai-sungai
dan Tigris bagi perad aban Babilonia, Sungai Indus dan Gangga pembangun peradaban besar dunia yang telah dicontohkan
bagi peradaban India Kuno, dan Sungai Hwang Ho (Sungai sebelumnya.
Kuning) danYang-Tze Kiang bagi peradaban Cina Kuno. Model sungai lain yang agak berbeda dapat kita lihat
Secara naluri, manusia tentu akan membangun kehidupan pada Kali Code dan Kali Opak di wilayah Daerah Istimewa
dekat dengan sumber mata air yang dapat memberinya Yogyakarta. Kedua sungai itu khas tipikal sungai pegunungan
penghidupan, dan dekat dengan sungai merupakan salah satu yang berkonturterjal dan berarus deras serta beraliran pendek.
pilihan untuk menentukan tempat tinggal. Sejak lama sungai Kota Yogyakartamerupakan salah satu pusat peradaban utama
merupakan kawan bagi manusia. Oleh karena itu, seperti halnya yang didirikan bersandingan dengan kedua sungai tersebut.
kawan yang baik, manusia pun mengenal tabiat sungai. Kali Code tepat membelah Kota Yogyakarta sedangkan Kali
Opak mengaliri sisi timurnya, bersandingan dengan Candi
Manusia mengambil keuntungan dari sungai melalui Prambanan. Hal yang menarik adalah bila saat ini Kali Code
pertanian, perikanan, perniagaan hingga masalah kebersihan.
84 85
x Masa Lalu Sungai,... Anna Nurlaila Kurniasari x
culnya sebuah peradaban maka saat ini fungsi sungai sebagai tempat limbah dan para gelandangan. q
pembangun kota pun terus berlanjut. Bila pada masa kerajaan Ada beda konsep yang mencolok antara sungai dalam Salah satu ba
dulu banyak bangunan candi dibuat di pinggir-pinggir sungai masyarakat Jawa dan luar Jawa. Konsep tersebut langsung gianKali Code
dengan pertimbanganmudah mendapatkan bahan baku utama berkenaan langsung dengan fungsi sungai. Konsep-konsep yang tersapu
pembuatan candi berupa batu, maka saat ini pun para warga banjir lahar
tersebut di antaranya mengenai konsep sungai sebagai dingin berupa
kota juga mendapatkan bahan baku utama untuk membangun pengairan atau irigasi. Di luar Jawa, sungai-sungai didesain de endapan ma
sebuah kota dari sungai, yaitu pasir. ngan mempertimbangkan sungai sebagai hal yang mendasar terial vulkanik
Merapi tahun
Perkembangan zaman dan kondisi perkotaan ikut menentu dalam kehidupan mereka, yakni sebagai sarana penghubung 2011
kankondisi sungai. Pada masa lalu, sekitar tahun 1800-an, ketika dan juga pengairan. Itu berbeda dengan sungai-sungai yang
kepadatanpenduduk tidak seperti sekarang, sungai mempunyai ada di Jawa, karena di Jawa sarana jalan raya dan rel kereta api
peran yang cukup penting. Sebut saja Sungai Ciliwung di Jakarta telah lama menjadi lebih populer ketimbang sungai.
yang digunakan sebagai sumber air minum, memasak, mencuci, Wijanarka dalam bukunya, Desain Tepi Sungai: Belajar
dan mandi. Namun kini fungsi Sungai Ciliwung hanya sebagai dari Kawasan Tepi Sungai Kahanan Palangkaraya, telah
tempat membuang hajat, sampah, dan limbah industri. Kondisi memberikan uraian secara terperinci tentang situasi sungai-
air yang hitam dan kotor sudah tidak memungkinkan lagi untuk sungai di Kota Palangkaraya kiranya dapat dijadikan contoh.
mencuci dan mandi, apalagi untuk dikonsumsi. Sebelumnya sungai di Palangkaraya belum menjadi titik pusat
Masyarakat yang terbentuk pun tak lagi masyarakat yang pertumbuhanekonomi. Hal itu terjadi karena sungai-sungai
menggantungkan dirinya pada sungai. Sungai hanyalah seba di Palangkaraya belum sepadat sekarang. Tepian sungai di
gai kenyataan alam yang tidak penting. Sudah jarang sekali kita Palangkaraya belum dijadikan sebagai pusat perkotaan dan
melihat rumah-rumah yang menghadap ke sungai di Jakarta. hanya beberapa bangunan yang tampak.
Sungai selalu di tempatkan di belakang, karena fungsinya ha Seiring dengan perkembangannya, kini Palangkaraya bisa
nyalah untuk saluran pembuangan. Bagi para warga Jakarta, dijadikan alternatif desain tepi sungai bagi kota-kota dengan
86 87
x Masa Lalu Sungai,... Anna Nurlaila Kurniasari x
sungai besar lainnya. Karakter sungai Palangkaraya sendiri -sungai besar lebih dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan
adalah sungai pasang surut. Artinya, apabila musim hujan tiba, untuk menghubungkan daerah satu ke daerahyang lain juga se
air sungai tersebut akan meluap ke daer ah aliran sungainya. bagai alat transportasi menuju pusat pemukiman lain ataupun
Apabila musim kemarau tiba, terjadi pendangkalan aliran menuju sawah.
sungai karena air sungai surut. Penduduk yang semakin padat, tingkah laku masyarakat,
Sementara Kali Code telah mendapat tempat khusus penebangan liar, serta keberadaan perusahaan-perusahaan air
di hati warga Yogyakarta. Hal ini terlihat ketika Kali Code minum ikut mempengaruhi perubahan sungai baik keadaan
digunakan sebagai tempat pariwisata bagi yang ingin menik maupun fungsinya. Penggunaan air yang secara berlebihan
mati kehidupan di pinggiran Kali Code. Keelokan Kali Code untuk memenuhi kehidupanmasyarakat seperti sumber air mi
dapat menjadi hiburan sekaligus membuka peluang untuk me num, mencuci, memasak,dan kebutuhan hidup lainnya mem
ngais rejeki. Saat ini kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan buat debit air yang mengalir semakin hari semakin berkurang.
tempat makan dan minum di pinggiran Kali Code yang buka Pada saat Kota Palangkaraya dibangun, pada embrio kota
dari sore hingga menjelang pagi.Melepas lelah dengan mengo tersebut terdapat Dermaga Gubernuran. Dermaga Gubernuran
brol santai dan tentunya sambil mengisi perut menjadi lebih ini merupakan dermaga untuk pemerintahan dalam rangka
asyik ditemani pemandangan aliran sungai dan lampu-lampu kunjungan kerja pemerintah menuju ke seluruh wilayah
kota yang berpendar di permukaannya. Pesona Kali Code telah Kalimantan Tengah.Dengan adanya pemukiman pada kawasan
menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat KotaYogyakarta. tepi sungai tersebut, Sungai Kahayan menjadi tidak terlihat
sebagai embrio Kota Palangkaraya. Dalam perkembangannya,
Sungai dan Tata Ruang Kota kawasan tepi sungai ini menjadi kawasan pemukiman yang
Bila kita amati secara seksama, kemunculan sungai, arah, padat. Bangunan-bangunan dalam kawasan ini pada dasarnya
bentuk aliran, dan debit air yang ada di dalamnya akan bisa tidak permanen dengan bahan dasar kayu.
membentukkebudayaan masyarakat di sekitarnya. Misalnya saja Perlunya belajar dari negara tetangga untuk merevitalisasi pe
sungai di Kota Banjarmasin. Wilayah perairan Banjarmasin ter ransungai menjadi sungai kota yang ideal. Banyak negara di du
diri dari sungai,terusan, dan daerah rawa. Iklim musim dengan niaini yang telah sukses merevitalisasi sungai-sungai besar yang
curah hujan yang cukup, keadaan permukaan tanah yang rendah sebelumnya merupakan salah satu permasalahan, misalnya saja
dan datar, serta pasang surut air yang kuat mengakibatkan Kota Venesia, Amsterdam, Singapura, dan Bangkok. Kita bisa
keadaan perairandiwilayah Banjarmasin cukup tenang. Sarana mengambil contoh kasus dari Singapura yang awal mulanyame
transportasi air yang dikayuh, didorong dengan galah, ataupun ngalami masalah desain kota di tepi sungai.
dengan mesin, mudah hilir mudik untuk mencapai berbagai Seperti yang dipaparkan oleh Wijanarka, Singapura awal
tempat, (Colombijn, 2005: 338). nya berupa pemukiman yang multietnik yang berada di tepian
Dengan keadaan yang seperti itu, yakni sungai sebagai alat sungai maupun di tepi laut. Dalamperkembangannya, kawasan
trasportasi utama dan pusat perekonomian, hampir semua tepi sungai yang sekarang dinamakan Boat Quay berkembang
tempat yang dituju seperti sekolahan, pasar, kantor, dan menjadi kawasan komersil yang padat, selain itu dermaga di
tempat-tempat publik lainnya bahkan untuk menghubungkan sepanjang Boat Quay menjadi penuh sesak dengan perahu-
satu kota dengan kota lainnya dapat dicapai melalui sungai. perahu tradisional, (Wijanarka, 2008: 151).
Masyarakat yang terbentuk pun masyarakat yang tidak bisa Di era Singapura menuju kebangsaan (1941-1965) Boat
melepaskan diri dari sungai. Quay tetap menjadi kawasan ramai. Selain ramai oleh adanya
Masyarakat sungai yang berada di daerah-daerah perairan kegiatan perdagangan, Boat Quay juga ramai dengan hadirnya
sungai besar lebih memanfaatkan sungai sebagai sarana perhu perahu-perahu. Karena kekumuhannya sendiri, Pemerintah
bungandaripada digunakan sebagai sarana produksi, semisal su Kota Singapura memikirkan keberadaan Boat Quay sebagai
ngai yang menghasilkan ikan, (Budhisantoso, 1995: 13). Sungai salah satu embrio kota. Sebagai salah satu pemecahannya
88 89
x Masa Lalu Sungai,... Anna Nurlaila Kurniasari x
adalah dengan memindahkan dermaga perahu tradisional ke tepi sungai dapat dicari melalui lima cara, yaitu pembentukan
pelabuhan yang sebelumnya telah ada. Langkah berikutnya identitas fisik, pembentukan identitas budaya, pembentukan
adalah merubah landusekawasan. Kawasan Boat Quay ini pada struktur kawasan,pembentukan ruang kawasan, dan pelestarian
awalnya merupakan kawasan yang sengaja dirancang. Konsep air. Namun desain pemecahan pelestarian dan pengembangan
awalnya adalah waterfront,yakni adanya arah hadap bangunan kawasan sungai tersebut adalah desain yang diterapkan untuk
-bangunan di Boat Quay yang mengarah ke air. sungai-sungai besar diluar Jawa.
Dalam perkembangannya terutama dengan adanya per Dari kelima bentuk desain tersebut, kita akan mengambil
kembangankota secara menyeluruh, kawasan Boat Quay men contoh Kali Code untuk penerapannya. Dari desain tersebut
jadi kawasan bangunan-bangunan bertingkat. Hadirnya ba nantinya akan dapat diketahui sejauh mana desain tersebut
ngunan-bangunan bertingkat tersebut merupakan hasil dari dapat mengembalikan fungsi sungai di masa lalu sebagai
adanya kebutuhan dan tuntutan Singapura. Oleh karena itu, pusat kehidupan dan kesejahteraan kota. Penawaran un
bagian belakangdari Boat Quay diubah dengan menghadirkan tuk desain yang pertama adalah pembentukan identitas fisik.
bangunan-bangunan bertingkat. Untuk sungai-sungai besar Pembentukan identitas fisik sendiri ada dua cara, yakni yang
yang sejenis dengankawasan Boat Quay, kita dapat belajar dari sengaja dirancang dan secara organik.
Singapura. Kita dapat mengamati bahwa Kali Code membentuk iden
Penataan Kali Code oleh Romo Mangun (panggilan akrab dari titasfisik dengan cara organik, yakni dengan desain tepi sungai
rohaniawan,budayawan, dan arsitek Y.B. Mangunwijaya) juga dapat yang merupakan produk masyarakat setempat. Hal tersebut
dijadikan referensi yang berharga. Wajah sungai ikut menentukan bisa dimungkinkan daripada dengan cara dirancang, karena
wajah kota, maka tidak salah bila Kampung Code Utara yang ter di tepian Kali Code secara tidak langsung menjadi kawasan
letak di Kelurahan Kota Baru, Gondokusuman, KotaYogyakarta, pemukiman. Oleh penduduk tepi Kali Code, di lahan yang
yang dulunya kumuh pada tahun 1984 mendapat perhatian ser tidak bertuan tersebut masyarakat setempat membangun
ta binaan dari Romo Mangun sehingga menjadi lingkungan yang rumah s ebagai tempat tinggalnya.
asri dengan bangunan-bangunan berarsitektur unik. Selanjutnya adalah pembentukan identitas budaya. Pemben
Romo Mangun mengonsep pemukiman di Kali Code dari tukanidentitas budaya dapat dicapai dengan cara melestarikan
yang sebelumnya pemukiman kumuh berbahan triplek atau kehidupan dan kegiatan masyarakat tradisionalnya. Kali Code
pun kardus seadanya menjadi pemukiman berarsitektur unik mampu melestarikan budaya masyarakat setempat, yakni
dari bahan bambu dan kayu. Selain itu, Romo Mangun juga denganmenjadikan Kali Code sebagai sungai pariwisata dengan
melengkapi pemukiman baru itu dengan berbagai fasilitas segala kelebihannya. Kali Code mempunyai upacara Merti
sosial dan kebersihan seperti WC umum, ruang bermain, Code yang bisa menjadi cara tersendiri dalam melestarikan
rumah susun, dan aula serta perpustakaan tempat berkumpul budaya dan pariwisataKota Yogyakarta.
warga dan anak-anak. Pada tahun 1992, buah karya Romo Pembentukan ruang kawasan Kali Code perlu mempertim
Mangun dan warga Kampung Code Utara itu memperoleh bangkan fungsi alami Kali Code sebagai saluran pembuangan
penghargaan internasional di bidang arsitektur, Aga Khan lahar Gunung Merapi. Bahaya lahar dingin berupa timbunan
Award for Architecture. pasir dan bongkahan batu dapat membahayakan jiwa dan
harta benda penduduk yang bermukim di bantaran sungai.
Desain Tepi Sungai Oleh karena itu, pembentukan ruang kawasan bisa dilakukan
Masa lalu sungai sebagai pusat kehidupan kota sudah selayak dengan cara membuat garis pengatur yaitu berupa garis pem
nyadibangkitkan kembali. Sungai sebagai pusat kehidupan warga batas pinggiran sungai dengan bangunan di mana ada jarak
kota perlu ditata dan didesain ulang dengan memperhatikanun sekian mater dari sungai. Garis pembatas itu mempunyai be
sur-unsur ekologis dan artistiknya. Menurut Wijanarka, desain berapa fungsi, yakni membuat ruang disepanjang sungai men
pemecahan pelestarian sungai dan pengembangan kawasan jadi sedap di pandang karena tak lagi terlihat rumah yang ber
90 91
x Masa Lalu Sungai,... Anna Nurlaila Kurniasari x
92 93
x Mari Melebur Bersama... Moh. Habib Asyhad x
untuk perhelatan kali ini terasa istimewa. Faktor utama yang mencari bentuk terbaiknya. Tidak hanya Pecinan, mungkin
menjadikan melancong kali ini berbeda adalah karena berte juga Kampung Arab, Kampung India, dan yang lainnya.
patan dengan peringatan satu tahun Melancong Petjinan. ***
Oleh karenanya, untuk menghiasi momen istimewa ini Sebenarnya kalau mau menilik lebih lanjut lagi, banyak
panitia pelaksana membuat rangkaian acara berbeda dengan sekali kegiatan-kegiatan yang serupa di atas. Tidak lain dan
acara-acara melancong sebelumnya. Mulai dari membuat tidak bukan tujuannya adalah untuk melestarikan budaya-
wedang ronde, bedah buku memoar Prof. Dr. Han Hwie yang budaya lokal warisan leluhur yang semakin tergerus pergeseran
merupakan salah seorang tokoh Tionghoa Surabaya, dan zaman seiring dengan laju dinamika masyarakat (per)kota(an).
dipungkasi dengan deklarasi pembentukan Sketsa (Sejarah Wilayah perkotaan—kalau dilihat dari karakteristik
Kebudayaan Tionghoa Surabaya). manusianya—cenderung bersifat heterogen dan bercampur
Untuk memulai rangkaian acara, panitia memilih Jalan Bibis baur. Seolah tidak ada lagi tembok pembatas yang membedakan
—yang merupakan salah satu kawasan Pecinan di Surabaya— per individu berdasar latar belakang apapun. Baik itu agama,
sebagai awal permulaan start. Di Jalan Bibis, peserta Melancong ras, suku, bangsa, dan bahasa. Meskipun demikian, itu tidak
Pecinan dianjurkan untuk mengikuti praktik pembuatan we serta merta menjadikan warga kota secara sadar memunculkan
dang ronde, sebuah minuman khas yang mempunyai makna karakter-karakter toleransi yang seharusnya dijunjung tinggi.
mendalam bagi sebagian besar komunitas Tionghoa. Setelah Dengan kata lain, benih-benih individualistik cenderung me
puas dengan nikmatnya minuman hangat wedang ronde, peser nganga sangat lebar.
ta melancong diarahkan menuju Jalan Karet, menuju rumah Berbicara mengenai masyarakat Tionghoa, selalu dibentur
keluarga Han Hwie. kan dengan sejarah panjang kedatangan, dan keberadaannya.
Penggagas acara Melancong Pecinan, Paulina Mayasari, se Belum jelas kapan kedatangan mereka pertama kali di Surabaya.
perti yang dilansir oleh Jawa Pos Senin, 26 Desember 2010, Ricklefs menjelaskan bahwa kedatangan mereka ke Surabaya
mengatakan bahwa acara tersebut ditujukan untuk membuka ketika masih berbentuk kerajaan. Sekitar abad ke-14 telah dite
kembali budaya-budaya Tionghoa yang sudah banyak tergerus mukan sebuah sumber yang menyatakan bahwa telah ada per
oleh arus modernisasi, yang nantinya ditakutkan sedikit demi q
sedikit hilang oleh zaman. Kembang Jepun
tahun 1940
Kalau dihubungkan dengan konsep tata ruang kota, maka
(dulu bernama
penyelenggaraan acara ini akan memunculkan perspektif yang Handel-Straat).
lebih bervariasi. Menurut Lefebvre, ruang selalu diperantarai Daerah Pecinan
oleh sistem pemaknaan dan simbol yang bekerja melalui di Surabaya
yang meru
imajinasi, (Lefebvre, 1974: 45). Dengan demikian ada semacam
pakan daerah
“ruang representasi” yang mengatasi “ruang fisik” yang secara perdagangan.
langsung dihidupi melalui citra dan simbol-simbol dan yang Di tempat itulah
mau diubah dan diapropriasi oleh kerja imajinasi. banyak didapati
Wanita Tuna
Pun halnya dengan kasus di atas. Melancong Petjinan Susila.
adalah sebuah ruang representasi terhadap budaya Tionghoa
yang tujuannya adalah untuk memberi warna baru bahkan
menyelamatkan kepunahan yang mungkin terjadi terhadap
ruang fisik yang telah ada. Dalam hal ini adalah pecinan itu
sendiri. Melancong Pecinan yang bisa diartikan sebagai sebuah
doc istimewa
kampungan orang-orang Tionghoa di Muara Kali Brantas Kiri merupakan salah satu kampung kota yang sangat dinamis.
(sekarang Kali Porong) yang beraktivitas sebagai pedagang hasil Masyarakat Tionghoa awalnya jauh sekali dari kesan Tionghoa
bumi. Disinyalir inilah tempat di mana mereka membentuk sekarang: pengusaha sukses, hidup makmur, menguasai pasar
sebuah perkampungan Tionghoa untuk pertama kalinya dan dan ekonomi, dan seterusnya. Melainkan masyarakat yang juga
tentunya mempraktikkan kebudayaan asli mereka. mempunyai nasib yang tidak jauh berbeda dengan pribumi.
Banyak sekali makna yang dapat dikeruk dan dinikmati Demikian pula dengan keadaan kaum Tionghoa di masa
dari perhelatan wisata melancong budaya Tionghoa Surabaya Jepang. Alih-alih berharap mendapat kesejahteraan yang me
itu, terutama yang terkait dengan pelestarian budaya. Sebagai madai, orang-orang Jepang di Indonesia bahkan menjadikan
kampung yang terintegrasi dengan kota, pecinan mencoba pemukiman Cina Indonesia sebagai ajang senang-senang. Salah
memaknai dan mengapresiasikan diri sebagai entitas. Apapun satunya adalah sebagai tempat untuk menyalurkan hasrat seks
keadaannya, ketika mereka memutuskan untuk berada dalam mereka. Remy Silado dan Lan Fang dalam buku-bukunya secara
satu kesatuan —kampung Pecinan— berarti ada dua buah tugas detail menggambarkan bagaimana keadaan kawasan Pecinan
besar yang harus diemban, yaitu menjaga homogenitas dan Surabaya pada masa Jepang. Kembang Jepun—objek tulisan
keseragaman kampungnya. Kedua adalah ikut serta berdialekti Remy dan Lan—yang pada masa Belanda menjadi sentra dan
ka dengan ciri umum masyarakat kota yang kebanyakan adalah ekonomi yang dan juga menjadi salah satu wilayah komunitas
heterogen alias beraneka ragam. Tionghoa Surabaya, pada masa Jepang disulap menjadi arena
Kampung Pecinan Surabaya, yang telah banyak diekspos senang-senang dan hiburan. Serdadu-serdadu Jepang yang
oleh beberapa media, baik cetak maupun elektronik, memang tidak membawa turut serta istri dan keluarga mereka lebih
memilih gadis-gadis Cina sebagai teman tidurnya.
doc istimewa
***
Perkampungan pertama di Amerika diduga banyak menonjolkan kota-
kota baru orang Eropa. Model lapangan hijau lebih dominan, tetapi
dalambeberapa hal juga dibutuhkan model radikal, di lain sisi atau dalam
hubungannyadengan pola jaringan ... sejak ekspansi kolonial dan revolusi
pembangunan kota baru yang berkelanjutan di wilayah-wilayah yang
diperoleh secara gradual.
-Donald C. Klein-
Enam Juni tahun 1866 Pemerintah Hindia-Belanda membuat Masyarakat Eropa Yogyakarta ditempatkan di kawasan Loji
peraturan tentang pembagian wilayah pemukiman dalam tata Kecil, sekarang berada di seputaran Benteng Vredeburg dan
kota rancangan mereka, yaitu wijkenstelsel yang ditujukan se Taman Budaya Yogyakarta. Selain di Loji Kecil, masyarakat
bagai pemusatan pemukiman Tionghua dan etnik asing lainnya. Eropa Yogyakarta juga bisa dijumpai di seputaran Kota Baru.
Dalam lembaran peraturan itu, pemerintah setempat meme Untuk saat ini kawasan Loji Kecil tidak terlalu kentara kalau
rintahkan untuk menunjuk tempat-tempat di mana dapat di dulunya adalah kampung Eropa, berbeda halnya dengan Kota
gunakan sebagai wilayah penempatan golongan Tionghoa dan Baru. Di sana kita masih bisa menjumpai sisa-sisa peninggalan
Timur Asing lainnya. Tujuannya jelas, supaya keberadaan mereka bangunan Eropa yang sangat elok. Sepanjang jalan terdapat
dan gerak-gerik mereka dapat dipantau semudah mungkin. taman yang memperindah tatanan kota, sehingga bangunan-
Peraturan ini jelas sangat menguntungkan Pemerintah Hindia- bangunannya pun terlihat linier dengan jalannya. Bangunan-
Belanda sebagai penentu kebijakan, (Suryadinata, 1994: 21). bangunan yang sebagian besar menghadap ke jalan itu nampak
Peraturan ini akhirnya menimbulkan semacam dikotomi mempunyai ciri-ciri tersendiri dan seakan-akan berkata “saya
dan pembedaan-pembedaan tiap-tiap etnik, dan membentuk adalah warisan Eropa di Yogyakarta”.
sebuah kampung-kampung sendiri. Ada Kampung Cina, Terkait dengan keberadaan Kota Baru, sebenarnya Kota Baru
Kampung Arab, Kampung Jawa, dan kampung-kampung yang awalnya bukanlah kota utama masyarakat Eropa Yogyakarta,
lain. Sudah barang tentu sedikit banyak kebijakan ini meng karena yang lebih dulu terkenal adalah Loji Kecil. Kota Baru
hambat pola interaksi antar individu, terutama mereka yang dibangun sekitar tahun 1917. Alasan utama dibangunnya Kota
mempunyai latar belakang etnik yang berbeda. Baru adalah karena Loji Kecil tidak mampu lagi menampung
Pola interaksi mungkin dapat berlangsung hanya terjadi ke jumlah pendatang Eropa yang terus bertambah dan berkembang.
tika dalam ranah-ranah formal saja, semisal perdagangan dan Dan keputusan itu nampaknya berjalan sukses dan lancar, Kota
pemerintahan, selain itu jarang. Kondisi ini pada akhirnya me Baru bahkan berkembang jauh lebih pesat dari pada Loji Kecil,
maksa kampung-kampung itu berdinamika ke dalam, dalam bahkan masih bisa eksis sampai sekarang.
artian pola-pola interaksi hanya terjadi dalam lingkaran kampung- Tidak hanya kampung Eropa, Yogyakarta —yang juga besar
kampung itu sendiri. Kampung Cina berpola dan berinteraksi pada masa kolonial— juga terdapat kampung Tionghoa dan
sesuai dengan kebiasaan asli mereka. Para pendatang dari Arab kampung Arab. Berbeda dengan Kota Baru, Kampung Tionghoa,
yang mendiami perkampungan Arab melakukan hal yang sama. dan Kampung Arab tidak mempunyai jejak-jejak sejarah yang
Dan ini semua hampir terjadi di seluruh negara poskolonial, tak cukup detail, semisal bangunan. Kampung Tionghoa Jogja bisa
terkecuali Indonesia. kita jumpai di sepanjang daerah Kranggan dan Pecinan.
Mengacu pada pernyataan yang diungkapan Klein dalam Kalau kita jalan-jalan di seputaran Tugu Yogyakarta, di
Psikologi Kota bahwa perkembangan kota-kota di Amerika diawali sebelah utara, tepatnya daerah Jalan AM. Sangaji, kita akan
oleh kemunculan kampung-kampung yang bercirikan Eropa menemukan sebuah pasar. Orang-orang setempat biasa menye
sentris. Pun halnya di Indonesia. Kalau kita berkeliling ke hampir but pasar itu dengan Pasar Kranggan. Ternyata pasar itu mem
seluruh kota besar di Indonesia pasti akan menemui bangunan- punyai nilai historis yang cukup tinggi karena di tempat itulah
bangunan tua khas Eropa. Perkampungan-perkampungan Eropa dulunya orang-orang Tionghoa membentuk komunitas. Seperti
biasanya dulu digunakan sebagai pusat pemerintahan. halnya Pecinan di pelbagai daerah di kota-kota besar Indonesia,
pecinan Yogyakarta alias Kranggan juga menjadi pusat ekonomi
Kampung (unik) Kota Yogyakarta kota kala itu bahkan sampai sekarang. Meskipun yang berjualan
Sebagai salah satu kota besar masa kolonial, sebenarnya di sana tidak lagi warga Tionghoa melainkan p enduduk asli.
Yogyakarta juga tidak lepas dari kebijakan wijkenstelsel Keadaan Pecinan juga unda-undi (hampir sama) dengan
pemerintah Kolonial Hindia-Belanda, yang membagi-bagi Kranggan. Artinya untuk saat ini kita sulit mengidentifikasi
kawasan Yogyakarta menurut etnik-etnik yang mendiaminya. bahwa dulu keduanya adalah kampung Tionghoa Yogyakarta.
98 99
x Mari Melebur Bersama... Moh. Habib Asyhad x
Semuanya sudah membaur menjadi satu. Mungkin ini yang Semua tempat-tempat itu terletak di kawasan dalam benteng.
membedakan pecinan Yogyakarta dengan pecinan-pecinan Keadaan di luar benteng juga tidak jauh berbeda dengan yang
di kota lainnya, Surabaya dan Semarang misalnya. Kedua kota di dalam. Nama-nama kampung di sesuaikan dengan siapa
ini sampai sekarang masih mempunyai penduduk keturunan yang tinggal di situ. Kalau di dalam banyak didiami oleh para
Tionghoa dengan jumlah yang sangat besar. Tentunya saat ini bangsawan dan para juru kraton, di luar benteng kebanyakan
mereka sudah tidak lagi terbatas oleh aturan-aturan wijkenstelsel didiami oleh para prajurit dan tentara kraton. Selain itu ada
bikinan Pemerintah Belanda itu. pula tenaga administrasi, tukang dan pengrajin. Sebelah barat
Selain Kampung Eropa dan Tionghoa, di Yogyakarta kraton ada kampung Wirobrajan, yang dulunya merupakan
juga terdapat kawasan yang dikhususkan untuk masyarakat tempat tinggal prajurit Wirabraja. Sebelah selatannya ada
pendatang dari Arab—mereka menyebutnya keturuan para kampung Patangpuluhan, tempat para prajurit Patangpuluh,
Sayid—yang berada di kawasan Sayidan. Namun sayang, jejak- ada juga Jogokaryan, Prawirotaman, dan Mantrijeron.
jejak peninggalannya tidak berbekas sama sekali. Kawasan Tidak hanya sesuai dengan nama prajurit, nama-nama
Sayidan sekarang berbeda dengan Sayidan pada masa kolonial kampung luar benteng juga disesuaikan dengan para tenaga
Hindia Belanda. Kawasan ini sekarang lebih terkenal sebagai adiministrasi, tukang dan pengrajin. Jika pernah mendengar
tempat mangkalnya para musisi jalanan Kota Yogyakarta— Kampung Pajeksan, maka di tempat itulah dulu para jaksa
seperti yang didendangkan grup band Shaggy Dog. kraton tinggal. Begitu pula dengan Jlagran, yang merupakan
Sebenarnya ada yang unik dengan penataan tata kota di tempat para tukang batu.
Yogyakarta, terlepas dari keberadaan kampung Eropa, kampung Pembagian nama-nama itu menjadi unik dan menarik
Cina dan Arab. Secara historis—menurut Joko Suryo—kota lantaran masih dipertahankan sampai sekarang. Namun jangan
Yogyakarta berawal dari kota istana atau kota kraton yang membayangkan keadaannya sama persis dengan dahulu. Teru
bernama Ngayogyokarto Hadiningrat yang terletak di daerah tama kampung-kampung prajurit. Kita baru bisa menyaksikan
agraris di pedalaman Jawa, (Suryo, 2004: 4). Sebagai sebuah keberadaan para prajuri —yang berasal dari kampung-kam
kerajaan, tentunya Kraton Ngayogyokarto memosisikan diri pung tersebut— ketika dilaksanakannya upacara kraton, kirab
sebagai pusat kota dengan alun-alun sebagai pusat kota dan budaya ataupun ketika memperingati bulan suro.
benteng sebagai pembatas kota itu sendiri. Selain membangun
alun-alun dan benteng, kraton juga membuat kebijakan ihwal Pemanfaatan Kampung Kota sebagai Ruang
pemukiman warganya. Pengelompokan pemukiman ini secara Perencanaan kota adalah salah satu upaya untuk
umum dibagi menjadi dua bagian. Dalam benteng, lazim memanipulasi ruang perkotaan secara terencana dan terarah
disebut jero benteng kelompok pertama dan kelompok kedua guna mendapat sebuah kondisi ruang yang lebih baik. kondisi
adalah luar benteng atau jaba benteng. yang baik dalam perencanaan kota memang terkesan sangat
Yang menarik adalah bahwa penamaan kampung-kampung subjektif dan terkadang menjurus ke arah utopis. Namun
itu disesuaikan dengan siapa dan apa profesi masyarakat yang demikian, dalam kajian lingkungan-perilaku (invorenment
tinggal di daerah itu. Daerah dalam benteng meliputi alun-alun— behavior study) kondisi ini didefinisikan sebagai: ruang atau
selatan dan utara, Pagelaran, Sitihinggil, Prabayaksa, Kraton se lebih khusus, lingkungan bermukim yang suportif terhadap
bagai tempat tinggal raja. Masih di kawasan jero benteng juga budaya inti s etempat.
terdapat sejumlah kampung tempat para abdi dalem kraton yang Dengan demikian, perancangan kota berusahan mencip
bertugas sehari melayani kraton. Semisal Siliran, yang merupakan takan kondisi ideal interaksi antara manusia dengan budaya
tempat tinggal para silir, yaitu tukang urus lampu keraton. Ada dan lingkungannya. Oleh sebab itu, perancangan kota adalah
juga kampung Patehan, yang merupakan tempat para pateh, sebuah proses sosiospasial dam strategi keruangan untuk men
yiatu mereka yang ditugaskan untuk mengurusi minuman teh di ciptakan lingkungan bermukim yang benar-benar suportif,
kraton. Selain itu ada pula Gamelan, Kemitbumen, dan Nagan. (Samadhi, 2003:48).
100 101
x Mari Melebur Bersama... Moh. Habib Asyhad x
Nampaknya konsep tersebut sangat bisa untuk dijadikan sebu beraneka bentuk. Hal ini memungkinkan terjadinya gesekan-
ah tolak ukur dalam pengembangan dan perencaan ruang kota, gesekan pada kota yang nantinya akan menimbulkan sebuah
termasuk bagaimana menata keberadaan kampung kota sebagai kompleksitas bahkan kontradiksi. Kemungkinan ini terjadi
salah satu kesatuan ruang kota. Kampung kota yang selama ini karena adanya homogenitas yang kaku dan kolot namun
begitu getol dengan kegiatan-kegiatan berbasis tradisi lokal pun seragam dengan heterogenitas yang kenyal dan beragam.
sepertinya bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan, Hambatan lain yang mungkin muncul adalah proses per
pariwisata misalnya. Di samping bisa dijadikan tempat berkumpul kembangan kota yang tidak statis, alias terus bergerak dinamis.
dan liburan keluarga setiap akhir pekannya, pemanfaatan itu juga Hal ini dikarenakan pergerakan penduduk yang terus bergerak
bisa menambah kas masing-masing daerah. sepanjang waktu. Meskipun demikian, hal ini tidak serta merta
Kya-kya Kembang Jepun Surabaya mungkin bisa dijadikan menjadi halangan untuk mewujudkan sebuah kota yang teratur.
salah satu contoh pemanfaatan kampung kota. Seperti yang Asalkan tidak terlalu memperketat pola tata ruang kota, karena
telah dibahas sebelummnya, bahwa Kembang Jepun merupakan tata ruang kota yang terlalu ketat dan kaku tidak bisa tanggap
salah satu kawasan Pecinan di Surabaya, yang kemudian dengan perubahan kota itu sendiri (Budiharjo, t.t:1).
sekarang disulap menjadi area jalan-jalan keluarga. Tentunya, Akhirnya untuk mengatasi permasalah semacam itu
selain sebagai wahana rekreasi, proyek ini juga dianggap mampu diperlukan sebuah perencanaan kota yang terbuka dan
menyelematkan warisan-warisan Tiongkok di Surabaya. toleran. Hal tersebut yang menentukan bagian-bagian tertentu
Memang, untuk membuat konsep yang benar-benar ideal dari sistem kota memberikan peluang bagi bagian-bagian lain
untuk perencanaan suatu kota adalah sesuatu yang utopis, untuk bergerak secara spontan. Perencanaan kota yang terbuka
lantaran tata ruang kota bukanlah sesuatu yang diam dan dan toleran akan menciptakan lingkungan yang memberikan
stagnan. Dinamika tata ruang kota selalu bergerak cepat, ada tingkat kebebasan dan tindakan yang lebih bervariasi. Dan
kalanya konsep yang nampaknya matang untuk hari ini belum yang paling penting adalah memberi kebebasan dan peran
tentu berhasil diterapkan untuk pola perencanaan esok harinya. yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat untuk bervariasi
Apalagi ini terkait dengan keberadaan kampung kota yang dan beradaptasi aktif, kreatif serta modifikatif. 3
masih sangat homogen.
Pariwisata, bisa dijadikan sebagai solusi paling jitu untuk Daftar Pustaka
membangun dan menghidupkan esksistensi kampung kota. Kita Budiharjo, Eko. (t.t). “Tata Ruang Perkotaan dengan Pendekatan Aspek
bisa berkaca dengan apa yang dilakukan oleh warga keturunan Masyarakat”. Sejarah Penataan Ruang Indonesia. Jakarta:
DepartemenPermukiman dan Prasarana Wilayah.
Tionghoa di Kampung Pecinan Surabaya dan kesadaran
Damayanti, Rully. (2005). “Kawasan “Pusat Kota” dalam Perkembangan
Pemerintah Kota Surabaya dengan keadaan mengenaskan, SejarahPerkotaan di Jawa”. Dimensi Teknik Arsitektur. Vol.33, No.
Kembang Jepun yang sebenarnya penuh dengan nilai historis. 1,Juli 2005. Surabaya: Univeristas Kristen Petra.
Namun demikian kita harus memperhatikan beberapa hal Jawa Pos. 25 Desember 2010.
terkait kota itu sendiri. Kota pada dasarnya adalah merupakan Klein, Donald. C. (2005). Psikologi Tata Kota. Yogyakarta: Alenia.
pengejawantahan budaya, dengan beraneka ragam karakter,
Lefebvre, Henri. “La Production de l’espace”. a.b. Donald Nicholson-Smith.
sifat, kekhasan, keunikan, dan kepribadian. Oleh sebab itu (1991). The Production of Space. Massachusetts: Blackwell.
yang perlu diperhatikan adalah budaya dari pelbagai kelompok Samadhi, Nirarta. (2003). “Merevitalisasi Tradisi: Mengadopsi Desa Adat di
dan pengaruh dari tata nilai, norma, gaya hidup, kegiatan dan Bali Sebagai Unit Perancangan Kota”. Jurnal Antropologi Indonesia.
simbol-simbol yang mereka anut dalam pola penataan tata kota XXVII No. 70 Tahun 2003. Jakarta: FISIP UI.
mereka sendiri. Suryadinata, Leo. (1994). Politik Tionghoa dan Peranakan di Jawa. Jakarta:
Sinar Harapan.
Budhiharjo mengatakan bahwa kota merupakan melting
Suryo, Joko. (2004). “Penduduk dan Perkembangan Kota Yogyakarta 1900-
plot yang di dalamnya selalu tercampur kebudayaan yang 1990”. Makalah tidak dipublikasikan dalam The First International
Conference on Urban History Surabaya.
102 103
x Baliho dan Politik... Jihan Riza Islami x
104 105
x Geliat Makam di... Nor Islafatun x
Kata “keramat” didengung-dengungkan menjadi kunci per apa-apa pada akal sehat-, ternyata masih memegang keperca
lawanan itu. Karena menjadi sentral dari penyebab bentrok ter yaan pada hal-hal abstrak seperti mitos dan keramat.
sebut, maka tak ada salahnya jika kita kenali dulu makna kata Fenomena kemarahan warga Koja kemudian memunculkan
keramat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menyebutkan pertanyaan; apa dan seberapa besar arti makam bagi masyarakat
keramat adalah suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar ke kota? Lalu jika kita lihat minimnya lahan karena kepadatan
mampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan; penduduk muncul lagi satu pertanyaan, bagaimana bisa makam
Suci dan bertuah yang dapat memberikan efek magis dan tetap dibangun di tengah kota?
psikologis kepada pihak lain. Dari definisi tersebut dapat dika
Kemudian, kaitannya sebagai ruang publik, bagaimana wa
takan, sesuatu disebut keramat jika sesuatu itu mempunyai nilai
jah-wajah makam di perkotaan? Apakah ia benar-benar diper
lebih ‘magis’. Sesuatu itu dihormati, karena ia dianggap sebagai
untukkan bagi publik?
sesuatu yang suci.
Jika Makam Mbah Priok disebut sebagai makam keramat,
artinya Makam Mbah Priok bukanlah makam sembarangan. Ia Makam; Jembatan Pemanggil Ingatan
adalah tempat terhormat yang bisa memberikan dampak psikis Manusia telah mengenal makam sejak zaman purba. Secara
pada orang-orang yang mengimaninya. harfiah, makam dimaknai sebagai ruang yang digunakan untuk
Yang menarik dan perlu dicatat dari kasus tersebut adalah menempatkan jasad.
“keberadaan” Makam Mbah Priok yang terletak di Jakarta Makam merupakan satu produk kebudayaan. Definisi kebu
Utara. Sebuah kota, yang sering kali dianggap sebagai simbol dayaan tentu sangatlah beragam. Dalam bukunya Kebudayaan
peradaban, kemajuan, kemewahan, dan tempat modernisme Mentalitas dan Pembangunan, Koentjaraningrat menyebut
bertumpu. Modernisme secara sederhana dapat diartikan se kan terdapat lebih dari 179 definisi mengenai kebudayaan.
buah upaya meraih kemajuan dengan cara berkiblat pada rasio, Sebagai konsep, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
menjadi titik pangkal atas semua perkembangan yang ada. karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, be
Setelah memahami definisi kota tersebut, sekarang mari kita serta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya, (Koentjara
kembali pada “Tragedi Koja”. Di tengah modernitas kota di ma ningrat; 2004). Koenjtaraningrat membagi wujud kebuda
na masyarakatnya identik sebagai budak rasio -mengembalikan yaan menjadi tiga, yang pertama adalah wujud kebudayaan
sebagai satu kesatuan dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma,
peraturan, dan sebagainya. Kedua, wujud kebudayaan sebagai
doc istimewa
106 107
x Geliat Makam di... Nor Islafatun x
associated with times of transition in power, a transition frequently triggered etika membicarakan kota, kita tak bisa lepas dari bahasan me
K
by the death of a ruler. (Arsitektur makam memiliki sifat eklektis yang ngenai bangunan fisik yang ada di dalamnya. Karena bangunan-
seringkalimeminjam bentuk-bentuk dari sistem kepercayaan masyarakat
lampau untuk menampilkan nilai-nilai kewibawaan di masa kini. Nisan bangunan itu adalah pembentuk kota itu sendiri.
adalah wujud langsung upaya mendirikan kuasa dan stabilitas. Desain "Pada dasarnya, kelahiran suatu kota melalui proses yang panjang den
nisan tidak dipengaruhi oleh nilai pranata sosial atau politik pada waktu gan memperlihatkan perkembangan dan perubahan baik pada kondisi
itu, namun lebih pada upaya menampilkan kembali simbol kekuasaan fisik maupun nonfisik. Perubahan fisik kota dapat dilihat dari bangunan
pada masa lampau. Dan perubahan nisan lebih sering hadir sebagai dan perkampungan lama masyarakat. Sementara perubahan nonfisik
penanda transisi kekuasaan yang menandakan penguasa yang telah kota dapat dilihat pada perkembangan politik masyarakat kota," (Co
mati).” lombijn, 2005: 314).
Dalam artikel tersebut, Munawar Ahmad menjelaskan bah Makam atau pemakaman secara kasat mata masuk ke dalam
wa Arkeologi, sebagai sub dari antropologi meletakkan budaya kategori ruang yang berorientasi pada kondisi spasial. Banyak
yang berwujud materi merupakan jendela memahami per kita temui kasus-kasus terkait makam di perkotaan. Mulai dari
adaban masa lalu, termasuk makam. Arsitektur makam meru sengketa, ketersediaan lahan, penggusuran, sampai pada konflik
pakan arsitektur yang utuh menjelaskan kekuatan peradaban, yang berkepanjangan. Kebetulan atau tidak, penggusuran ma
kekuasaan hingga rasa sentimental manusia dalam sebuah per kam tak jarang mengatasnamakan penataan ruang kota.
adabannya, (Ahmad, 2010). Makam dimaknai sebagai artefak Tragedi Koja pun tak lain merupakan sebuah aksi perebutan
kebudayaan mempunyai peranan sebagai jembatan memahami ruang, antara PT Pelindo (PT. Pelabuhan Indonesia II) dan
peradaban masa silam. Tidak dimaknai sekadar bangunan atau warga yang bersikeras mempertahankan keberadaan makam
nisan, melainkan sebuah simbol, penghubung antara manusia tersebut.
hidup dan yang telah mati. Ditinjau dari kepemilikan tanah, lahan tersebut adalah milik
Sejalan dengan pernyataan tersebut, kaitannya sebagai ruang PT Pelindo II. Di sisi lain ahli waris Mbah Priok mengklaim ta
publik, makam pun berperan dalam pembentukan memori ko nah tersebut adalah milik keluarga berdasarkan verklaring no
lektif masyarakat. Dalam bukunya Ruang Publik, Identitas dan mor 1268/RB pada 19 September 1934.
Memori Kolektif: Jakarta Pasca Soeharto, Abidin Kusno men Sengketa tanah sudah berlangsung sejak lama. Bahkan pada
jelaskan bahwa memori kolektif hadir secara tidak stabil karena tahun 2001 ahli waris pernah melayangkan gugatan kepada PT
muncul tergantung pada keberadaan ruang tersebut. Masalah Pelindo II melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun pe
yang muncul ketika ruang publik beserta artefak-artefaknya hi ngadilan menolak gugatan tersebut. Penggugat atau ahli waris
lang adalah yang bersangkutan akan kehilangan tempat untuk tidak mengajukan banding sampai batas waktu pengajuan ban
merajut memori kolektif tersebut. ding atas keputusan tersebut, (Ahmad, 2010).
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa makam tidak hanya Jika kita lihat, masa bentrok rencana penggusuran tersebut
dimaknai sebagai sebuah nisan, melainkan simbol yang di da berangkat dari latar belakang yang berbeda, mulai dari umur,
lamnya menyimpan nilai sejarah peradaban masa silam. Makam pendidikan, dan latar keadaan sosial ekonomi. Tentang masa,
menjadi sarana pengantar menuju masa lalu. Maka dapat dipa bisa kita lihat dari sudut pandang psikologi. Le Bon, psikolog
hami mengapa masyarakat Koja secara mati-matian melawan berkebangsaan Perancis mengemukakan suatu teori klasik ten
aksi penggusuran tersebut. Ada semacam ketakutan akan kehi tang massa. Menurutnya, individu-individu yang tergabung da
langan tempat untuk menjalin memori kolektif mereka. Selain lam massa kehilangan kepribadiannya sendiri dan jiwanya ber
makam tersebut dianggapnya suci dan keramat. ada di bawah suatu jiwa bersama (collective mind). Jiwa bersama
inilah yang selanjutnya mengatur perilaku individu-individu itu.
Konflik Perebutan Ruang Masa dalam Tragedi Koja dikendalikan oleh jiwa bersama; rasa
Mengenang kota sama kiranya dengan mengingat gedung, memiliki dan semangat mempertahankan Makam Mbah Priok.
mal, apartemen, dan bangunan-bangunan megah lainnya.
108 109
x Geliat Makam di... Nor Islafatun x
Makam dan Diskriminasi Ruang Publik satu area. Namun demikian, harapan ini terhapus karena mun
Ketersediaan lahan huni di kota ternyata tidak berbanding culnya sektarianisme dan makam-makam mewah.
lurus dengan laju pertumbuhan penduduk. Sementara jumlah Ada makam dibangun layaknya real estate bagi manusia hi
kematian dengan tanah yang tersedia berbanding terbalik. Se dup. Makam tersebut dibangun sedemikian megah lengkap de
lain akibat angka kelahiran yang tidak terkontrol dengan rapi, ngan beberapa fasilitas tambahannya. Satu contoh adalah ma
urbanisasi juga menjadi faktor penyebab meledaknya jumlah kam San Diego Hills Memorial Park and Funeral Homes yang
penduduk perkotaan. Kota, seringkali dianggap sebagai simbol terletak di Karawang Barat, Jawa Barat. Makam seluas lima
peradaban dan kemakmuran yang menjanjikan, sehingga ratus hektar dengan gaya arsitektur Mediteranian ini mena
membuat orang-orang pedesaan berbondong menyerbu kota warkan beberapa fasilitas tambahan seperti restoran bergaya
untuk meraih peruntungan. Italia, ruang olah raga (lapangan basket, sepak bola, dan kolam
Perkembangan penduduk bersifat dinamis dan cenderung renang), toko, dan arena bermain. Bahkan ada juga gedung
meningkat jumlahnya. Berkebalikan dengan lahan atau tanah serba guna.
yang bersifat statis. Hal ini membuat kota kian terasa menyempit. Mereka yang ingin memakamkan kerabatnya di San Diego
Hukum ekonomi mengatakan, semakin banyak permintaan se Hills, harus membayar tiga sampai tiga puluh juta rupiah per
makin mahal pula harga barang yang ditawarkan. Imbasnya, ka meter perseginya. Dengan biaya setinggi itu maka jelaslah un
um miskin kota tak mampu menjangkau harga tanah yang kian tuk siapa makam ini dibangun.
meninggi. Gelandangan menjadi sangat akrab dengan wajah
Jika ditelisik sektarianisme dan bangunan makam-makam
kota dan pemukiman liar dapat ditemukan dimana-mana.
mewah ternyata sudah muncul sejak zaman kerajaan. Dahulu,
Kata "individualis" pun begitu dekat dengan gambaran ma makam raja dan bangsawan dibangun sesuai dengan statusnya.
syarakat kota. Kaum miskin kota semakin tertatih mengejar ke Bahkan jauh sebelum dikebumikan para raja telah menunjuk di
tertinggalan, sedang yang mapan acuh tak acuh. Diskriminasi mana kelak ia ingin dikebumikan. Makam para raja dibangun
pun muncul, bahkan pada ranah ruang-ruang publik perkota dengan sektarian yang berisi makam raja beserta keluarga besar
an. nya. Sebagai contohnya, adalah kompleks makam “Asia Tinggi”
"Jika ruang publik adalah gambaran dari jiwa warga kota, di kecamatan Sumenep, Kabupaten Sumenep, Madura. Di Asia
maka gambaran itu adalah keterasingan dan diskriminasi. Tinggi ini, dimakamkan beberapa penguasa Madura timur
Jelajahilah ruang-ruang publik di kota kita dan rasakanlah sekat- (Sumenep), di antaranya Panembahan Sumala (1762-1811) dan
sekat yang akan merangkap kita dalam kelas-kelas sosial. Sekat puteranya Sultan Abdul Rahman atau Sultan Paku Nataningrat
yang akan mengasingkan diri dengan kemanusiaan kita sendiri," (1811-1854).
(Arif, 2010). Dalam artikelnya, Ahmad Arif “Diskriminasi dalam Dari tulisan di atas, dapat dikatakan bahwa kekuasaan dan
Ruang Publik Kota” menyorot beberapa ruang publik yang kehi modal seringkali mendominasi ruang publik, bahkan pada ra
langan esensi maknanya sebagai ruang bersama dan nirsekat. nah pemakaman sekalipun. Wajah kota nampak semakin miris
Mal, jalan raya, dan transportasi adalah tiga diantara ru karena bahkan untuk menempati ruang sebagai tempat per
ang-ruang yang ia maksud. Sejatinya, ruang-ruang tersebut di istirahatan terakhirnya sekalipun, manusia harus dibedakan
peruntukkan ke semua kalangan. Namun pada kenyataannya, berdasar status sosial. Melihat kebermunculan makam-makam
ruang-ruang itu tidak serta merta dapat digunakan oleh setiap mewah di perkotaan menguatkan bahwa gagasan masyarakat
individu, melainkan kelas-kelas tertentu. Akibatnya terjadi pe tanpa kelas semakin jauh dari harapan. Karena sebaiknya, ru
nyempitan interaksi sosial. ang publik, sebagaimana dikatakan Jurgen Habermas dalam
Ahmad Arif juga memunculkan “pemakaman umum” se bukunya The Structural Transformation of the Public Sphere: an
bagai satu-satunya tempat yang memungkinkan masyarakat Inquiry into a Category of Borjouis Society dan Civil Society and
berkumpul dalam satu ruang tanpa mengenal status sosial. Di the Political Public Sphere, yang disampaikan Ahmad Arif adalah
makam inilah, semua elemen masyarakat bisa berkumpul dan ruang yang mampu menjadi jembatan interaksi antara pengu
110 111
x Geliat Makam di... Nor Islafatun x
asa dan masyarakat dari beragam kelas. Melalui ruang publik agama datang dan mengajarkan pelarangan memuja selain
inilah terwujud manusia yang dewasa, bebas penindasan, dan Tuhan, manusia berusaha untuk menghapus kepercayaannya
mampu menanggulangi krisis. pada roh-roh atau hal gaib lainnya. Namun demikian, keperca
Jika diperhatikan lebih lanjut, letak makam mewah San yaan tersebut belum dapat benar-benar dihilangkan.
Diego Hills ini berada di Karawang Barat, Jawa Barat, berada di Masyarakat percaya bahwa berdoa di makam leluhur atau
pinggiran kota. Hal ini memunculkan asumsi bahwa kota, se wali, cepat dikabulkan karena mereka dianggap sosok yang
akan hanya diperuntukkan bagi yang hidup. Sedangkan orang- mempunyai kedekatan dengan Tuhan, sehingga bisa menjadi
orang yang mati sengaja diletakkan jauh dari pusat kota karena perantara untuk menyampaikan doa-doanya kepada Tuhan.
dianggap tidak penting. Para wali dan leluhur yang telah meninggal diyakini lebih dekat
Dari pemaparan dua contoh kasus di atas, Tragedi Koja dan dengan Tuhan. Ritual-ritual seperti pembakaran kemenyan dan
munculnya pemakaman mewah, dapat kita lihat bahwa satu sisi, tabur bunga di makam yang dilakukan oleh manusia pada saat
makam mewah sekarang menjamur sebagai lahan bisnis kaum ini, juga dilakukan oleh manusia primitif dalam pemujaan atas
dominan. Namun, di sisi lain ternyata justru makam jugalah yang roh-roh nenek moyangnya yang dilakukan di candi-candi.
menumbangkan kekuatan dominan atau ekspansi kapitalisme. Dari ulasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat
(kota)masih ada yang mempercayai mitos. Dalam definisinya,
mitos dalam strukturalisme tidak lain adalah dongeng.
Mitos dan Tradisi yang Berlanjut
Kubur batu dan menhir menjadi bukti bahwa manusia Menurut Levi Strauss, seperti halnya mimpi menurut pan
telah mengenal makam sejak zaman prasejarah. Seiring berja dangan Sigmund Freud, mitos pada dasarnya adalah ekspresi
lannya peradaban, semakin pula makam mendapat perhatian atau perwujudan dari unconsiousness wishes, keinginan-ke
serius dalam pembangunannya. Bahkan di beberapa kebuda inginan yang tidak disadari, yang sedikit banyak tidak kon
yaan, ia dibangun lengkap dengan meletakkan dasar-dasar filo sisten, tidak sesuai, tidak klop dengan kenyataan sehari-hari.
sofis di dalamnya. Sebagai contoh adalah bangunan termashur Mengacu pada definisi ini, sekali lagi makam membuktikan
Piramida, Mesir. Makam Firaun ini dibangun sekitar tahun 2560 bahwa dalam kiprahnya, ia menghapus paradigma kota se
SM dengan rentan waktu pembangunan yang tak tanggung- bagai pusat modernitas yang selalu bertumpu pada rasionali
tanggung, 14-20 tahun. Pada waktu itu, tidak ada bangunan yang tas. Pada kenyataannya, masyarakat kota masih mempercayai
bisa menandingi kemasyhuran makam tersebut, bahkan istana- mitos-mitos tersebut.
istana Mesir sekalipun. Dari fisik bangunannya, Piramida diba
ngun dengan bentuk pucuk runcing menjulang ke langit. Hara “Baik-Buruk” Wajah Makam Perkotaan
pannya, agar memudahkan perjalanan sang raja menuju surga. Beberapa kota dikenal mempunyai makam-makam yang
Kita mengenal tradisi ziarah, aktivitas mengunjungi makam kerap dikunjungi para peziarah. Sebut saja Demak, Kudus,
keluarga atau tokoh yang dianggap punya pengaruh (wali). Tra Jombang, dan Tuban, yang ikut terdongkrak popularitasnya.
disi ini pun bisa kita temukan pada masyarakat perkotaan. Satu Makam para wali itu menjadi komoditas wisata religi dan wisata
yang menarik dari aktivitas ini masih sering ditemui orang- studi. Satu sisi, keberadaan makam-makam tersebut memberi
orang yang berziarah tidak untuk mendoakan arwah yang di keuntungan bagi penduduk sekitar karena mampu menyerap
kuburkan namun mengharap berkah dari para leluhur terse ratusan tenaga kerja.
but. Maka dampak baik dari keberadaan makam-makam besar ini
Tradisi ziarah merupakan warisan leluhur purba. Jauh sebe adalah warga bisa membuka warung atau toko dan penyediaan
lum manusia mengenal agama, masih berpegang pada animis jasa transportasi di daerah pemakaman. Namun demikian, ke
me-dinamisme, manusia mengenal candi dan tempat-tempat beradaan makam-makam besar ini juga melahap space yang be
suci sebagai tempat pemujaaan roh nenek moyang. Baru setelah gitu besar. Akibatnya, lahan tersita mulai dari untuk lahan parkir,
112 113
x Geliat Makam di... Nor Islafatun x
Daftar Pustaka
Ahmad, Munawar. (t.t). "Makam mbah Priok dan Revitalitas Kapitalis
(Makam dalam Perspektif Antropologi Politik Orang Asia)".
Tersedia pada http://ushuluddin.uin-suka.ac.id. Diakses pada 9 Epos sekarang mungkin terutama
Februari 2010, 21.09 WIB. akan berupa epos tentang ruang.
-Michel Foucault-
Arif, Ahmad. (2010). "Diskriminasi dalam Ruang Publik Kota". Kompas. 1
Maret 2010.
Colombijn, Freek, dkk. (2005). Kota Lama Kota Baru, Sejarah Kota-Kota di Pernahkah Anda membaca atau melihat iklan cluster yang
Indonesia. Yogyakarta: Ombak. terpampang di koran maupun tayangan televisi? Bagi Anda
Hermin A.M, Kusmayati. (2000). Arak-arakan: Seni Pertunjukan dalam Up- yang belum tahu mengenainya, baik kita mencari asal mula kata
acara Tradisional di Madura. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indone cluster dulu. Dalam kamus Inggris-Indonesia, cluster diartikan
sia. Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan Mentalitas dan Pem- sebagai kelompok atau kerumunan. Istilah cluster dalam tulisan
bangunan. Jakarta: PT Gramedia.
ini akan terfokus pada kelompok perumahan eksklusif yang
Putra, Heddy-Sry Ahimsa. (2006). Stukturalisme Levi Strauss: Mitos dan terdiri dari sedikit bangunan dengan sistem keamanan ketat.
Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press.
Iklan-iklan cluster tersebut dikemas dengan cukup menarik.
Misalnya dengan dibumbui buaian semacam ini: “Hunian ba
ru terpadu dengan gerbang indah bergaya Romawi berlantai
tiga dengan panjang 72 meter serta obelisk setinggi 27 meter
114 115
x Imajinasi Ruang dalam... Nisrina Muthahari x
menyambutpara penghuni serta pengunjung kawasan ini yang narkan bahwa benda-benda tersebut memang dibutuhkan oleh
kiri kanannya juga diperindah dengan adanya dua danau kecil manusia. Rumah juga menjadi area di mana manusia menya
yang indah.”1 lurkan rasa seninya dalam bentuk-bentuk yang mereka ingin
Sistem pembelian yang mudah membuat perkembangan kan.Maka tak heran apabila daya cipta manusia menghasilkan
cluster seperti jamur di musim hujan. Para pengembang dengan aneka rupa bentuk rumah karena manusia mempunyai rasa
orientasi keuntungan berusaha mengembangkan cluster dengan yang berbeda-beda.
syarat-syarat pembelian yang gampang. Banyak kita jumpai ik Sedangkan fungsi laten rumah adalah alasan manusia mem
lan di media cetak maupun elektronik menawarkan konsep bangun rumah. Mungkin saja naluri yang membuatnya. Ke
rancangan cluster yang akan dibuat pengembang, kemudian di mauan yang merupakan naluri pada setiap makhluk manusia
suguhkan dengan animasi cluster dalam bentuk visual. yang disebut sebagai dorongan. Misalnya dorongan untuk
Membicarakan cluster maka harus pula membicarakan ru mempertahankan hidup yang bisa jadi adalah doronganbiolo
mah. Tempat tinggal diilhami manusia sebagai kebutuhan po gis dari dalam diri manusia hingga mampu mempertahankan
kok yang harus dipenuhi. Sesuai dengan tingkatan dan kebu hidupnyadi bumi.
tuhannya terhadap rumah, manusia akan menentukan sendiri Fungsi laten bukan hanya terkait dengan persoalan dorongan
rumah seperti apa yang pantas untuk mereka tinggali. semata, namun juga segala sesuatu yang berhubungan dengan
dayapsikologis manusia. Bagi Hayward, dorongan sosial sebagai
Konsep Rumah wadah keakraban, tempat menyendiri, akar kesinambungan,
Awalnya manusia hidup dengan cara berpindah-pindah. dan pusat jaringan sosial adalah beberapa cakupan konsep so
Ketika sudah memperoleh kenyamanan, manusia mulai hidup sialdari rumah, (Budihardjo, 2005: 138). Parahnya, konsep me
menetap di satu tempat. Berawal dari kehidupan menetap itulah ngenai rumah dalam bentuk fisik selalu memperoleh perhatian
manusia membuat rumah tinggal, misalnya di gua yang berlu besar dibanding konsep rumah yang menyangkut aspek sosial
bang besar yang aman dari serangan hewan buas. Hal itu di danpsikologis.
buktikan dengan ditemukannya lukisan-lukisan di dinding gua Semula kita mengenal satu rumah yang berdiri sendiri, da
yang seolah-olah menjadi penghias rumah manusia purba. tanglahkemudian manusia lain dan mendirikan rumah, datang
Seir ing dengan perkembangan dunia, manusia mulai me lagi terus-menerus mendirikan rumah lantas terbentuklahapa
nganggap rumah menjadi hal pokok yang wajib dipenuhi. Ke yang disebut sebagai pemukiman. Istilah pemukiman dan peru
mudian muncul konsep kebutuhan primer; sandang, pangan, mahanseringkali disamakan meskipun sebenarnya mempunyai
dan papan. Pemenuhan kebutuhan primer dianggap sebagai makna berbeda.
standar ketuntasan kehidupan manusia, namun bukan berarti Perumahan merupakan kelompok rumah untuk tempat
mapan karena soal kemapanan adalah hal yang relatif. tinggal yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana. Se
Kita mengenal rumah hanya sebatas benda yang berwujud dangkan pemukiman adalah kawasan yang didominasi ling
bangunan. Namun jika kita renungkan, rumah tidak hanya kungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal
bermakna sekadar itu. Merenungkan rumah, kita bisa jadi akan yang dilengkapi sarana dan prasarana serta tempat kerja yang
kembali kepada fungsi manifes dan laten. terbatas, (Adisasmita, 2005: 138).Keterbelakangan pemukiman
dikota-kota menyebabkan keadaan perumahan yang tidak se
Manifestasi ihwal rumah tercermin dari detail bangunan itu hat.Ini kemudian yang menjadi dasar tumbuhnya perumahan-
sendiri. Genting, dinding, jendela, pintu, dan anggota bangun perumahan dengan fasilitas dan keamanan terjamin berskala
an rumah lainnya mempunyai peran dan fungsi yang membe kecil, medium, atau besar.
1
Iklan kawasan hunian terpadu yang diluncurkan paramount serpong yang dinama-
kan II Lago yang berarti danau, dalam kawasan ini memang terdapat danau seluas 37 hektar.
Lihat, “II Lago: Kawasan Hunian Baru dengan Danau 37 Ha dan Hutan Pinus”, tersedia pada
Antara Hasrat dan Kebutuhan Rasa Aman
http://properti.kompas.com. 4 Januari 2011, 23.11 WIB. Sebenarnya, embrio munculnya perumahan sudah ada se
116 117
x Imajinasi Ruang dalam... Nisrina Muthahari x
jak zaman penjajahan Belanda. Kawasan Menteng misalnya, tadinya dibangun tanpa sekat yang mengelilingi, kini tumbuh
memangdisiapkan sebagai kawasan hunian mewah oleh peme menjadi perumahan dengan sekat-sekat pembatas. Kebutuhan
rintahkolonial dan menafikan sisi bahwa di Menteng juga ada akan tempat tinggal yang nyaman dan aman dari gangguan me
pemukiman biasa. Menteng menjadi sebuah contoh nyata kota rupakan hal alamiah dalam sifat dasar manusia. Dituliskan oleh
dengan sistem taman yang menggunakan sepenuhnya mobil Sigmund Freud bahwa manusia hidup dengan kecemasan atau
dalam tata kota modern, perumahan mewah komersial perta kekhawatiran yang memaksa dirinya untuk bertahan, kecemas
ma yang menandai kebebasan ekonomi dan merupakan salah anini muncul sebagai akibat dari realitas yang membahayakan
satu contoh rancangan kota modern pertama di negeri ini. ego. Ia membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu kecemasan re
Era 1970-an, pemerintah sedang gencar-gencarnya menata alitas atau objektif, kecemasan neurosis, dan kecemasan moral.
ruang perkotaan dengan mendirikan kawasan biasa maupun Dan dalam gambaran di atas termasuk kecemasan realitas.
kawasan elit. Proyek pembangunan dipacu agar perekonomian Realitas yang ada menunjukkan bahwa angka kriminalitas
bergerak. Banyak kawasan yang tadinya berbanderol murah bi cenderung naik karena situasi ekonomi yang memburuk. Hal
sa berkali lipat dari harga sebelumnya. Semisal perkebunan ka ini kemudian menimbulkan berbagai tindak kejahatan seperti
ret yang telah lama bersalin menjadi perumahan mewah macam perampokan, pencurian, pembunuhan, dan semacamnya seba
Pondok Indah. Bahkan, survei peneliti di Yogyakartamenemu gaicara untuk bertahan hidup. Kecemasan akan kejahatan yang
kanadanya pertumbuhan cluster, baik skala kecil, medium,atau mewabah membuat otak manusia memikirkan cara untuk ber
besar yang dipagari sekelilingnya mencapai lebih dari 380 peru tahan maupun mengantisipasi datangnya kejahatan. Bersama
mahan baru hanya dalam kurun tahun 2000 sampai 2005.2 andengan itu, muncullah perumahan yang menawarkan sistem
Gerak kota adalah gerak kehidupan kerja, waktu menjadi keamanan satu pintu dengan penjagaan ketat dalam menyikapi
kunci menentukan keberhasilan. Terkait dengan hal itu, kota respons kondisi lingkungan yang tidak kondusif.
merupakan komposisi antara kehidupan kerja dan tempat Manusia membutuhkan rasa aman dan pihak pengembang
tinggal, di mana efisiensi dan efektivitas waktu menjadi obsesi menyiapkan kebutuhan manusia itu. Tingkah-polah manusia
warga kota. Perumahan dan kantor menjadi simbol-simbol seperti inilah yang disebut sebagai mekanisme pertahanan yang
identitas kota. Seperti desa dengan sawah dan ladang yang merupakan cara untuk menghilangkan maupun mengurangi
menjadi ciri kontur desa. kecemasan secara alami. Manusia memilih tinggal di cluster de
Pemisahan tempat kerja dan tempat tinggal menjadi kebu ngan sistem keamanan ketat agar terbebas dari kecemasan dan
tuhanbagi orang yang mencari kenyamanan, sedang jarak pe ancaman agar ketenangan bisa didapat.
misah antara keduanya dapat dijangkau dengan transportasi Penentu lain munculnya perumahan mewah, didorong oleh
yang memadai. Sebisa mungkin jarak yang jauh bisa ditempuh tumbuhnya kelas menengah yang menempati kota-kota besar.
dengan waktu yang seminimal mungkin. Latar belakang inilah Golongan kelas menengah tergerak untuk bekerja keras demi
yang kemudian memunculkan ide mendekatkan tempat kerja mendapatkan apa yang bagi kebanyakan manusia dianggap
dengan tempat tinggal. bagus. Dalam 10 tahun terakhir ini, kaum kelas menengah
Pengembang dapat melihat adanya peluang dengan fenome Indonesiatumbuh pesat dan diperkirakan berjumlah sekitar 40
na semacam itu hingga menciptakan perumahan-perumahan % dari total jumlah penduduk.3 Gaya hidup ala kota menjadi
baru dengan memanfaatkan lahan-lahan yang kurang produktif. acuan suatu keberhasilan. Kota besar mengajarkan gaya hidup
Bahkan, dalam perkembangannya, lahan-lahan yang seharus konsumtif dan penuh pencitraan dan inilah yang membuat
nyadigunakan sebagai lahan resapan beralih fungsi sebagai la cluster laris terjual karena pencitraannya yang menyilaukan.
hanbaru perumahan. Sasaran pengembang tidak lain dan tidak bukan adalah kaum
kelas menengah ini.
Pada perkembangan selanjutnya, perumahan mewah yang
Jean Baudrilard menyebutkan bahwa gravitasi dunia kini te
2
Ilya Fadjar Maharika, “Kriminalitas dan Ruang Kota”. Tersedia pada maharika.
wordpress.com. Diakses pada 4 Januari 2011, 21.34 WIB. 3
“Masih Sebatas Macan Kertas”, Kompas, 14 Januari 2011.
118 119
x Imajinasi Ruang dalam... Nisrina Muthahari x
lah digantikan oleh apa yang disebutnya sebagai ekonomi libi pentingan,termasuk para pedagang yang ingin menawarkan da
do berkaitan dengan pengembangbiakan hawa nafsu, (Piliang, gangan.Penjual sayur yang bisa masuk ke dalam hanyalah mere
2006: 110). Berbagai macam model cluster terus ditawarkan. kayang mendapat izin dari petugas keamanan, itu pun dibatasi.
Bujuk rayu iklan terus digaungkan agar individu tertarik untuk Relasi antara penduduk cluster dan penduduk luar terhalang oleh
ber-cluster ria. Tidak hanya sampai di situ, dalam sistem ekono tembok dan pagar yang mengelilingi kawasan cluster.
mi bebas, hawa nafsu dimunculkan terus-menerus agar selalu Perumahan dengan jalan lebar beserta bangunan megah
timbul ketidakpuasan. Dengan begitu, orang-orang semakin menjadi petanda status sosial para penghuninya. Sedangkan
bernafsu untuk membeli cluster model terbaru. mereka yang hanya punya rumah kecil dan halaman sempit
menjadi terpinggirkan. Jika dirasakan, cluster memberi kesan
Ruang-Ruang Eksklusif penciptaan ruang eksklusif dengan memberikan batasan-ba
Manusia memang selalu berada dalam lingkupan. Sejak ia diciptakan tasan fisik antara perumahan mewah dengan perumahan
dalam rahim sampai berada di ruang-ruang sosial biasa atau kampung. Padahal, dulu di daerah Kebayoran Baru,
-Peter Sloterdijk- rumah-rumah besar dan kecil mengintegrasi di setiap blok. Ru
mah besar di tepi jalan besar, sedang yang kecil di dalam me
Perumahan macam cluster menciptakan ruang-ruangnya ngelilingitaman lingkungan.
sendiri dengan sarana prasarana yang diciptakan dan dinikmati Ruang publik yang hilang adalah harga yang harus dibayar
oleh kalangan terbatas saja. Portal yang sengaja dipasang di pin dari proyek-proyek pembangunan model cluster. Menyempitnya
tu cluster memang bukan hanya pajangan semata, namun ber ruang publik salah satunya karena proyek tanpa kontrol. Konsep
fungsi sebagai pengendali. Orang yang hendak masuk cluster cluster tidak mengajarkan untuk berbagi ruang publik dengan
disaring, ditanyai keperluannya, terkecuali orang itu mengenal mereka yang berada di luar kawasan. Privatisasi ruang publik
dan punya janji dengan pemilik rumah dalam cluster. Barang yang seharusnya menjadi milik bersama bukan tak mungkin
tentu kita harus meninggalkan identitas diri ketika kita lewat akan menimbulkan kecemburuan sosial dari mereka yang
portal tidak bersama dengan si penghuni. tak pernah merasakan. Kecemburuan sosial ini yang semakin
Sebagai contoh, Perumahan Casa Grande di Yogyakarta. Pe memperjelas jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Tak
rumahanini termasuk kawasan cluster skala besar dengan sistem heran jika kota-kota besar menjadi minim ruang publik yang
portal dan tidak mengizinkan masuk siapapun yang tidak berke digunakan sekadar untuk berkumpul, tentu dengan embel-
q
embel gratis.
Fajar
Salah satu Cluster dibuat oleh pengembang dengan bentuk dan ukuran
perumahan yang sama, terkecuali pemilik mengubah atau memperlebarben
atau Cluster di
daerah Seturan, tuk rumahnya sendiri. Bisa dibilang proyek cluster adalahsebuah
Yogyakarta. homogenisasi perkotaan. Proses penyamaan bentuk bangunan
terjadi dalam konsep cluster dengan tujuan mempermudahpro
ses pembangunan karena pengembang tidak harus membuat ba
nyak rancangan. Kondisi penyamaan inilah yang menimbulkan
kesan monoton pada setiap rumah dan berujung pada tumbuh
nya kota tanpa karakter.
Bangunan-bangunan rumah dalam cluster juga banyak yang
menawarkan replika dari bangunan klasik, sering pula diguna
kan bentuk-bentuk minimalis hingga menarik mata yang me
mandang. Sedangkan mereka yang memakai tidak begitu pa
ham mengenai segi historis suatu bangunan beserta dampak
120 121
x Imajinasi Ruang dalam... Nisrina Muthahari x
lingkungan yang ditimbulkan karena tidak pernah ikut campur tikaia berjumpa dan berhubungan dengan orang lain.
dalam proses pembangunan. Dengan kata lain, pengembang ha Penafsiran perilaku atas orang-orang yang berada di dalam
nya menjual mimpi kepada calon penghuni cluster. cluster barangtentu dilakukan oleh mereka yang berada di luar
Melebarnya jarakantara pengembang dan calon penghuni ru komunitas cluster. Tidak adanya jembatan yang menjembatani
mah menyebabkan tidak sinkronnya kehendak calon penghuni kedua kelompok masyarakat untuk berdiskusi agar tidak terpe
dengan bangunan yang sudah jadi. Pengembang terlibat dalam rangkap dalam prasangka bisa jadi berujung pada stigma ne
proses pembuatan rumah, sedangkan penghuni kurang men gatif. Dikotomi antara warga cluster dengan luar cluster tidak
dapat peluang untuk berperan serta di dalamnya. Akibatnya, akan selesai jika interaksi tidak dibentuk.
calon penghuni hanya memiliki sedikit rasa untuk menjaga Jika ditelisik, pembentuk adanya patologi antarwarga berasal
lingkungannya. dari terbatasnya ruang publik. Ruang publik yang nyaman ha
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, terjadi nyadipunyai oleh masyarakat cluster dan diklaim sebagai ruang
ketimpangan antara kawasan kumuh dan kawasan eksklusifdari eksklusif mereka. Maka,pada saat itulah eksistensi ruang publik
54 hektar pada 2008 menjadi 57 hektar pada 2009.4 Ini menun terancam. Saskia Sassen yang sosiolog asal Belanda, mengemu
jukkan bahwa semakin banyak lahan yang beralih fungsi menja kakanpentingnya ruang publik bagi masyarakat kota yang ter
di kawasan eksklusif ditambah banyaknya manusia yang meng buka.5 Ruang publik dalam bentuk prasarana khalayak sangat
inginkan cluster. penting sebagai strategi pencapaian integrasi perkotaan, dalam
Cluster dengan bangunan tembok dan pagar, mewakili peng pengertian hubungan antar anggota masyarakat, bukan dalam
huninya membuat simbol pertentangan semakin jelas. Masya pengertian penyatuan dalam penyeragaman. Pada perkembang
rakat menengah kebawah tidak akan berani mendekat ke tem annya,ruang publik menjadi hilang, dialihfungsikan, dan selan
bok cluster kecuali dengan maksud-maksud tertentu. Menandai jutnya akan terjadi kapitaliasasi atas nama ruang publik.
dengan batasan fisik juga berarti mengisyaratkan kepemilikan
yang tentunya bukan milik bersama. Pemisahan ini juga akan Interaksi Minim
menciptakan batas fisik dan budaya, tidak ada peleburan antara Bagi Anda yang menyukai ketenangan, barangkali pilihan te
budaya masyarakat dalam dengan masyarakat luar cluster. pat untuk tinggal di sebuah cluster yang menawarkan suasana te
Barangkali inilah yang disebut sebagai sebuah gejala patologi nang dan pribadi. Bagi Anda yang ingin hidup tidak ingin digun
sosial. Para sosiolog mendefinisikan patologi sosial sebagai jing tetangga, cluster juga merupakan pilihan tepat untuk hidup
tingkah-laku yang bertentangan dengan stabilitas lokal, moral, bebas dari kicauan warga sekitar. Kesadaran kolektif di dalam
pola kesederhanaan, dan lebih lanjut mengenai ilmu tentang lingkungan cluster tidak tampak karena masing-masing individu
gejala-gejala sosial yang dianggap sakit, (Kartono, 1983: 1). penghuni cluster sibuk dengan aktivitas hariannya. Jadi, jangan
Lantas, apakah bangunan cluster dengan fasilitas ruang publik harap Anda akan mendapat perlakuan istimewa dari tetangga
di dalamnya yang disertai tembok pembatas merupakan gejala kalau Anda tidak benar-benar mengenalnya secaradekat.
patologi sosial? Sedikit mengingat perjalanan beberapa waktu lalu ketika
Tergantung dari masing-masing masyarakat mengartikan bertandang ke rumah kerabat di sebuah cluster daerah
patologi sosial, tolok ukur yang dipakai tentu berbeda-beda di Tangerang Selatan. Di kompleks cluster tersebut kira-kira hanya
tiap masyarakat. Pikiran yang serba apriori mengenai kota yang ada duapuluhanrumah dengan tembok dan pagar yang menu
tidak aman menyebabkan proteksi atas rasa ketidakamanan tupitiap-tiap rumah. Sesuai dengan kebiasaan ketika di rumah,
muncul. Sesungguhnya, mereka yang merasa aman di dalam
cluster tidak akan mendapat keamanan serupa ketika berada di 5
Marco kusumawijaya, Mujtaba Hamdi dan Felicia Hutabarat “Tantangan dan
Kemajuan Kebebasan Berekspresi di Indonesia untuk Mendorong Terwujudnya Masyarakat
luar cluster. Orang cenderung hidup dalam ketidakamanan ke Terbuka: Merawat Khalayak dan Ruang Khalayak”. Diskusi yang disampaikanpada Tanggal
8 Desember 2010 di Bidakara. Tersedia pada mkusumawijaya.wordpress.com. Diakses pada
4
Anjar Fahmiarto “ Agar Perumahan Perkotaan Berkualitas”, tersedia pada batavi- 4 Januari 2011, 23.12 WIB.
ase.co.id. Diakses pada 4 Januari 2011, 22.31 WIB.
122 123
x Imajinasi Ruang dalam... Nisrina Muthahari x
saya menyempatkan untuk keluar rumah, sekadar untukjalan- kotaan yang tinggal dalam petak-petak cluster. Kodrat manusia
jalan sembari olahraga pagi ditemani saudara sepupu saya yang sebagai makhluk sosial tidak bisa dilepaskan begitu saja. Mes
tinggal di sana. kipun solidaritas organik dapat dimiliki masyarakat perkotaan,
Beberapa kali putaran dalam area cluster, kami bertemu be tapi interaksi antar tetangga tidak boleh dihilangkan. Masih in
berapa tetangga yang kebetulan berada di luar rumah. Sepupu gatkasus pabrik narkotika dengan omset milyaran rupiah yang
saya,yang sudah lima tahun tinggal di sana, ketika berpapasan beroperasi di perumahan macam cluster? Para tetangga menge
dengan tetangganya hanya melemparkan senyum, tanpa me tahuinya baru setelah polisi menggrebek rumah yang menjadi
nyapadan menyebut nama, kami pun berlalu begitu saja. Saya pabrik narkotika tersebut.
heran dengan fenomena yang barusan terjadi. Bertolak bela Kelalaian terhadap apa yang ada di sekitar kita menggolong
kang dengan kondisi di kampung rumah tinggal saya, ketika kankita pada sikap asosial yang berujung pada sikap antisosial.
bertemu tetangga, kami bukan hanya saling melempar senyum Manusia menjadi makhluk autis yang hanya memikirkan ke
namun juga saling menyapa dan sesekali menanyakan kabar senangannya semata tanpa memikirkan orang lain yang ter
atau keadaan. kena kesusahan. Freud mengemukakan bahwa akan terjadi
Perihal itu, sepupu saya menjelaskan bahwa pada dasarnya ketegangan-ketegangan yang terus-menerus antara manusia
ia memang tidak mengenal banyak tetangganya, apalagi untuk dan lingkungannya. Karena selama manusia hidup ia akan me
menjadi akrab karena sebagian dari penduduk cluster jarang ke respon apa saja yang ada pada sekitarnya. Tapi benarkah teori
luar rumah. Menilik kehidupan masyarakat perkotaan yang ter Freud tersebut jika kita melihat interaksi antar penghuni cluster
cermin dari warga cluster maka saya sedikit memukul rata bahwa yang minim?
yang terbentuk dalam lingkungan cluster adalah sebuah masyara ***
katdengan integrasi rendah. Rendahnya integrasi terbentukdari Batas-batas fisik antara kota dengan desa hampir-hampir ti
pola perilaku dan kehidupan masyarakat yang hanya memikir dak terlihat karena kini cluster-cluster bukan hanya terdapat di
kan apa yang menjadi kebutuhannya semata tanpa memikirkan tengah kota, namun juga terdapat di pinggiran kota yang nota
lingkungan sekitar. Tumbuhnya egoisme itu barangkali karena bene merupakan wilayah fisik dari desa. Cluster menciptakan
mereka tidak pernah berinteraksi secara intensif. sebuah pengkotaan di wilayah pedesaan, sehingga urbanisasi
Jikapun terjadi integrasi, itu mungkin disebabkan karena bukan lagi menjadi perpindahan manusia dari desa ke kota da
latar belakang dan tujuan hidup yang sama. Menyitir ucapan lam hal fisik semata, namun menjadi perpindahan hawa dan
yang dilontarkan Emile Durkheim bahwa masyarakat kota cen iklim kota ke desa.
derung mempunyai solidaritas organik dan merupakan sebu Perkembangbiakan cluster di desa menyerobot tanah-tanah
ah tingkat keer atan dalam masyarakat yang terbentuk karena yang semula difungsikan sebagai sawah, hutan, sungai, laut,
faktor-faktor tertentu. Faktor yang menjadi embrio terbentuk ataupun daerah yang dijadikan tumpuan lingkungan untuk
nya solidaritas ini karena ikatannya yang semata didasarkan keseimbangan. Tak heran jika banjir dan tanah longsor adalah
pada ikatan kerja saja. bencana rutin yang kerap menyambangi penduduk di luar cluster
Kehidupan yang berbeda-beda pada tiap individu yang ting karena lahan keseimbangan sudah diserobot untuk lahancluster.
galdi cluster menyebabkan tidak adanya ikatan untuk menjalin Eko Prawoto, seorang arsitek sekaligus murid Romo Mangun,
hubungan erat. Spesialisasi pekerjaan pada masyarakat perkota bahkan mengatakan bahwa arsitektur tidak seharusnya memi
anyang heterogen menjadi awal terbentuknya kedekatan yang sahkan diri dari ekosistem. Pembangunan harus menyesuaikan
berasal dari kesamaan pekerjaan. Dibandingkan dengan soli diri dengan kontur alam dan ekosistem yang ada pada suatu la
daritas yang dibangun oleh masyarakat pedesaan, solidaritas han sehingga terjadi pembangunan yang berkelanjutan.
ini lebih kendur ikatannya. Kebanyakan pengembang maupun pengelola cluster tidak
Manusia pasti membutuhkan manusia lain dalam usaha un mampu menyelesaikan persoalan-persoalan ke arah sosial mau
tukmencapai tujuan hidup, begitu juga dengan masyarakat per punlingkungan. Tapi bukan tidak mungkin pengembang mam
124 125
x Imajinasi Ruang dalam... Nisrina Muthahari x
Daftar Pustaka
Adisasmita, Rahardjo. (2005). Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta: Jihan Riza Baliho dan Politik Ruang:
Graha Ilmu. Islami Pertarungan antara Warga, Pemerintah,
Fahmiarto, Anjar. “ Agar Perumahan Perkotaan Berkualitas”. Tersedia pada dan Kapitalis
bataviase.co.id. Diakses pada 4 Januari 2011, 22.31 WIB.
Hayward, PG. “Home as an Environmental and Psychological Concept,” dalam
Eko Budihardjo. (2006). Arsitektur dan Perumahan Perkotaan.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Kartono, Kartini. (1983). Patologi Sosial. Jakarta: Rajawali.
Kusumawijaya, Marco, Mujtaba Hamdi dan Felicia Hutabarat. “Tantangandan
Kemajuan Kebebasan Berekspresi di Indonesia untuk Mendorong
Terwujudnya Masyarakat Terbuka: Merawat Khalayakdan Ruang
Khalayak”. Tersedia pada mkusumawijaya.wordpress.com. Di Waktu, ruang, uang, dan kecepatan merupakan empat unsur yang tidak
akses pada 4 Januari 2011, 23.12 WIB. bisa dilepaskan dari wacana kapitalisme global.
Maharika, Ilya Fadjar. “Kriminalitas dan Ruang Kota”. Tersedia pada mahari -Yasraf Amir Piliang-
ka.wordpress.com. Diakses pada 4 Januari 2011, 21.34 WIB.
“Wader... wader!“ teriak seorang perempuan penjual ikan
Virilio, Paul. “The last Vehicle”. dalam Yasraf Amir Piliang. (2006). Dunia
yang Dilipat. Bandung: Jalasutra.
wader goreng. Beberapa minggu terakhir dia menjajakkan
ikan-ikan kecil yang digoreng di kampung ini. Perempuan itu
“Masih Sebatas Macan Kertas”. Kompas. 14 Januari 2011. berjalan mengitari kampung dengan setia meneriakkan kata
“II Lago: Kawasan Hunian Baru dengan Danau 37 Ha dan Hutan Pinus”. “wader” berulang kali. Bukan sekadar kata biasa, wader di be
Tersedia pada http://properti.kompas.com. Diakses pada 4 nakwarga kampung ini adalah penanda bahwa ada seorang pe
Januari2011, 23.11 WIB. rempuan menjual ikan wader yang digoreng tepung dan rasa
nya sangat gurih.
Sama halnya ketika mendengar “sayur-sayur” atau “payung
rusak”.Bagi warga di sini, “sayur-sayur” artinya ada penjual sayur
membawa sayuran. Kemudian “payung rusak” artinya ada seseo
rang yang menawarkan jasa perbaikan payung yang telah rusak.
126 127
x Baliho dan Politik... Jihan Riza Islami x
Model bujuk rayu tradisional semacam ini memang masih maunya bersolek, tapi kok jadinya clemongan! (maaf Pak Wa
sering digunakan di daerah perkampungan terutama oleh likota), make up-nya tumpuk-menumpuk dan enggak rata lagi.
pedagang-pedagang kecil. Terbayang jika penjual wader goreng Karena kenyataan yang ada papan-papan iklan tersebut waton
tersebut tiba-tiba memiliki pelanggan dari seluruh kampung guede waton magrong-magrong di tempat strategis. Akibatnya
bahkan seluruh kecamatan, pasti dia kesusahan membawa pe papan-papan tersebut berdesakkan enggak karuan (tepatnya
sanan semua pelanggan karena saking banyaknya. Dalam kon enggak kebaca!) karena masing-masing punya kepentingan
disi seperti itu, menjadi penjual yang menunggu pelanggan di “menjual diri”.
rumah atau membuka warung di pasar sepertinya merupakan Prilla merasakan bahwa kota kelahirannya ini mengalami
langkah yang tepat. perubahan hanya dalam waktu dua tahun. Ambil contoh Jalan
Namun berjualan secara menetap tentu akan mengubah pola Gejayan, baru keluar rumah saja sudah disuguhi papan besar.
interaksi antara si penjual wader dan para pembelinya. Bukan Dia benar-benar stres ketika menyadari bahwa tak ada lagi
hanya ruang gerak yang berubah tapi juga media publikasinya. pohon-pohon di sepanjang jalan, ada pun cuma sedikit. Kini
Bisa jadi yang dulunya sudah cukupdengan berkeliling kampung yang tampak adalah baliho-baliho dan papan reklame yang
sambil berseru, “Wader…wader!”kini harus memasang plakat lain.
bertuliskan “Wader Goreng Yu Jum: Enak, Gurih, dan Sehat” di Jalan Gejayan itu sempit. Namun pihak pengiklan produk
depan rumah atau warungnya. Bila di lingkungan sekitar tem dan toko-toko tidak tanggung-tanggung dalam memasang pa
pat ia berjualan sudah banyak plakat bertebaran, ia juga perlu pan reklamenya. Semua berlomba-lomba membuat papan yang
memikirkan posisi dan desain plakatnya agar tetap dapat me paling besar dan kinclong. “Nama toko gue kudu lebih terlihat
narik perhatian di antara plakat-plakat yang lain. Bahkan sean kinclong daripada toko eloe!” Demikian istilah yang dipakai
dainya itu masih kurang berhasil, mungkin ia juga harus berpi oleh Prilla.
kiruntuk membuat baliho yang lebih besar.
Sebagai warga asli Yogyakarta, Prilla merasa sangat terganggu
Ambil contoh model usaha yang serupa yakni Ayam Goreng dengan pemandangan papan-papan reklame itu. Bukan berarti
Ny. Suharti di Kota Yogyakarta. Tidak hanya plakat tapi juga kita wajib melihat tapi bagaimanapun juga, mau tak mau papan
baliho yang terpampang di depan restorannya. Bila kita ber reklame itu akan tetap terlihat oleh mata kita. Bukankah itu sa
tandang keKota Yogyakarta, kita juga menemukan bahwa bu ngat mengganggu? Prilla hanyalah satu dari ribuan penduduk
kanhanya Ayam Goreng Ny. Suharti saja yang memiliki baliho Kota Yogyakarta yang mengeluhkan tata kota yang semrawut.
di depan tempat usahanya karena hampir semua toko, hotel, Dia adalah bagian dari masyarakat yang mendambakan sebuah
produsen, bahkan instansi-instansi pendidikan memiliki ruang kota yang indah ketika keluar dari rumah.
publikasi semacam itu. Papan-papan reklame berukuran besar
Nada perlawanan juga disuarakan oleh para seniman terha
itu ada di setiap ruas jalan, tikungan, bundaran, dan titik-titik
dap papan-papan reklame yang kerap menguntungkan para
lain yang menurut pihak pengiklan dianggap strategis. Saking
kapitalis dan pencari kekuasaan. Seperti yang dituturkan oleh
banyaknya, kesan semrawut akhirnya tak terhindarkan se
Seno Joko Suyono, wartawan senior Majalah Tempo, di tempoin
hingga makin banyak masyarakat yang mengeluhkan ketidak
teraktif.com tanggal 16 Februari 2009, ketika menceritakan ten
nyamanan kota karena penempatan baliho-baliho itu.
tang pagelaran seni urban yang diselenggarakan di teras Galeri
Nasional di Jakarta. Dari sekian karya yang ada, yang benar-
Wajah Kotaku benar menyentuh problem kota kekinian adalah karya seputar
Protes masyarakat terhadap penempatan dan penggunaan billboard yang dikuratori Ardi Yunanto. Maraknya pemasangan
baliho-baliho kota dilakukan melalui banyak cara dan media. spanduk dan baliho di Jakarta yang centang-perenang merupa
Salah satunya adalah melalui blog seperti apa yang ditulis oleh kanpersoalan kota kontemporer. Apalagi setiap menjelang pe
Prilla di Blog Eltigo “Clay and Drawing Class”, 4 Januari 2007 milihan umum. Tak ada aturan jelas yang mengatur pemasangan
silam: “Kalo Yogya diumpamakan sebagai seorang wanita… spanduk maupun baliho di pinggir jalan.
128 129
x Baliho dan Politik... Jihan Riza Islami x
Menurut Ardi, pemasangan billboard Biennale bukan dimak Pada masa Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (1587-
sudkan untuk tujuan kampanye, ini lebih kepada penyadaran 1629),di Indonesia (ketika itu masih Hindia-Belanda) reklame
terhadap masyarakat. Seperti yang dilakukan Angki Purbando. pertama kali digunakan untuk mengumumkan perpindahan
Dia memasang billboard besar bergambar wanita berkebaya di pejabat terasnya di beberapa wilayah. Pengumuman itu dulu di
depan Sarinah. Ia ingin mempertanyakan apakah masyarakat muat dalam surat kabar terbitan pertama. Seiring perkembangan
masih mengenal sosok Sarinah atau sudah melupakannya. mesin cetak dan desain grafis, muncullah media-media visual
Ada satu lagi ide yang menarik namun gagal terealisasi ya baru terutama media luar ruang. Mulai dari pamflet, banner,
itu sebuah running text karya Ari Dina Krestyawan. Waktu itu spanduk,hingga yang paling menjamur di kota, baliho. Saat ini
Ardi Yunanto beserta kawannya itu bermaksud meminjam pihak pengiklan banyak yang menggunakan media luar ruang
running text milik pemerintah yang pada jam-jam tertentu ti tersebut, terutama baliho.
dak digunakan. Namun ternyata tidak diizinkan. Padahal kalau Alasan pertama mengapa baliho dipilih adalah masalah pe
bisa menggunakan media tersebut, karya dari Ari Dina itu pasti nanaman merek dagang di benak konsumen. Bila merek dagang
bisa memberi hiburan segar bagi pengendara yang terjebak sudah dikenal dan menancap di benak khalayak, maka yang di
kemacetan di daerah Thamrin. Semisal teks, “Jagung Manis butuhkan kemudian adalah upaya memelihara merek dagang
Bangkok asli Bogor Mas Kartono Rp.2.000 di Pengkolan depan tersebut agar tidak meredup. Tidak ada merek dagang yang bisa
McDonald,” yang bisa menjadi hiburan tersendiri. kuat dan menancap di benak khalayak bila ia tidak pernah terli
Seniman merupakan orang yang mempunyai kemampuan hat di ruang publik. Kedua, baliho memiliki keunggulan dalam
olah rasa yang baik. Mereka akan dengan cepat tanggap terha hal durasi tayang yang relatif panjang. Baliho dapat bertahan
dapfenomena-fenomena urban yang sekiranya menarik, unik, selama berbulan-bulan. Kemudian yang ketiga adalah soal le
atau justru fenomena yang merusak keindahan dan fungsi ru taknya yang berada pada jalur pergerakan manusia sehingga
ang kota. Salah satu fenomena yang dianggap merusak kein unggul dalam jumlah orang yang berkemungkinan membaca
dahan dan fungsi ruang kota adalah media-media iklan yang pesan.
semrawut di jalanan. Salah satu contohnya adalah iklan rokok. Ketika pemerintah
mulai membatasi iklan rokok di televisi, para produsen rokok
Baliho Sebagai Ruang Visual Kapitalis semakin gencar memakai baliho sebagai alternatif iklan visual.
Ernst Mandel dalam pengantarnya untuk buku Karl Marx, Class Mild misalnya, dengan pencitraannya sebagai “rokok
Das Capital jilid II menyatakan bahwa munculnya kaum pekerja orang-orang dengan karya besar” pun turut merambah jalan.
semata-mata adalah sebagai pembeli barang-barang konsumsi. Baliho Class Mild berdiri megah di Jalan Solo (Jalan Laksda
Ernst Mandel juga menjelaskan bahwa terdapat kesatuan yang Adisucipto) dekat jalan layang Janti. Jalan Solo merupakan ja
tak mungkin terbagi antara produksi nilai dan nilai-lebih disa lan yang menghubungkan Kota Yogyakarta dengan Kota Solo.
tu pihak dan sirkulasi barang-dagangan (perwujudan nilai) di Dengan menempatkan iklan di ruas jalan tersebut, maka peng
lain pihak. Demi terwujudnya nilai di lain pihak (konsumen) iklan telah memberikan kesempatan kepada pengendara dari
itulah para produsen berusaha mengenalkan produknya mela Solo dan Yogyakarta untuk melihatnya.
lui iklan. Dengan harapan setelah melihat iklan tersebut, para Selain itu, tak jarang ketika saya melintas di jalanan Kota
konsumen akan tertarik untuk membelinya. Yogyakarta saya tertarik membeli barang yang diiklankan lewat
Dalam sejarahnya, papan reklame dapat ditelusuri jauh se baliho. Misalnya saja laptop atau iklan buah-buahan di depan
kitar tahun 1100 SM di Cina. Masa itu masyarakat Cina meng Plaza Ambarukmo. Hasrat untuk membeli itu memang sering
alami kemajuan dalam bercocok tanam dan perdagangan yang sekali muncul. Iming-iming yang menggiurkan dari iklan-iklan
didukung oleh media promosi. Bukti-bukti menunjukkan bah itu selalu menggugah gairah konsumsi. Kondisi semacam ini
wa telah ada transaksi baik barter maupun dengan uang yang lah yang kemudian dimanfaatkan kaum kapitalis untuk meng
hanya bisa dimulai jika menunjukkan semacamselebaran. hipnotis khalayak melalui bujuk rayu iklan.
130 131
x Baliho dan Politik... Jihan Riza Islami x
Baliho sebagai wujud kekuasaan kaum kapitalis atas jalan kontemporer. Karya ini juga termasuk karya yang ditampilkan
seolah-olah telah menjadi hal yang biasa. Produsen butuh dalam perhelatan seni urban di teras Galeri NasionalJakarta.
mempromosikan barang, konsumen butuh informasi terkait Koridor-koridor Kapital
barang yang akan mereka beli. Seakan-akan keduanya adalah Ada fenomena menarik ketika kawasan semakin menjadi kota: fasilitas
hubungan timbal-balik yang selalu menguntungkan. Padahal di komersial tumpah ke jalanan. Ke tepi-tepi ruang linear kota yang men
sini jelas-jelas konsumen hanya dijadikan objek para kapitalis. dadak jadi ajang perebutan, jadi kawasan komersial.
Menjamurnya papan reklame di jalanan adalah dampak -Mahatmanto-
dari produksi dan konsumsi tadi. Semakin padat suatu kota, Mahatmanto, Dosen Sejarah Arsitektur di Universitas
maka semakin kuat pula hasrat belanjanya. Yogyakarta adalah Kristen Duta Wacana Yogyakarta dan salah satu pengurus
salah satunya. Hampir setiap tahun ratusan ribu mahasiswa ba Indonesian Visual Art Archive (IVAA) di Yogyakarta, dalam
ru masuk ke kota ini. Selain itu, Yogyakarta juga merupakan tulisannya yang berjudul “Tanda-Tanda dan Wajah Kota” men
tujuan wisata baik turis domestik maupun mancanegara. Di jelaskan bahwa tepian jalan adalah kawasan dengan tegangan
kota inilah kemudian berkumpul manusia dengan berbagai ke yang kadang setipis garis pagar dan kadang selebar trotoar.
pentingan. Menurutnya, kawasan itu kemudian menjadi lahan pertarun
Membaca keadaan masyarakat Kota Yogyakarta yang he gankepentingan dengan menempatkan tanda-tanda yang oleh
terogen ini, biro-biro iklan berbondong-bondong ingin me Herman Hertzberger dinamai sebagai ruang ketiga (the third
nanamkan brand produk mereka di jalanan kota. Mereka place) dan ruang antara (in between space). Suatu kawasan pem
berlomba-lomba mendapatkan titik strategis di tengah mobi batas antara privat dan zona publik di mana orang mendapatkan
litas masyarakat. Bagi mereka dunia periklanan adalah arena tanda-tanda kehadirannya. Semakin panjang jaringan jalan
pertarungan yang menegangkan. Agar tidak kalah dalam per yang lambat di kota-kota, semakin padat pula intensitas yang
tarungan, mereka tak segan-segan membuat iklan dengan terjadi di tepiannya.
ukuran yang kalau bisa lebih besar dari lawan. Sementara itu, Kirk R. Bishop dalam buku Designing Urban
Saking banyaknya perusahaan yang ingin mengiklan, Kota Corridors telah membagi ruang (koridor) urban menjadi dua
Yogyakarta kini dipadati oleh baliho. Mereka ada di setiap ruas macam. Pertama adalah urban commercial corridor, meliputi
jalan, persimpangan, tikungan, dan tempat-tempat perhentian. jalan bagi kendaraan yang melewati kota. Biasanya dimulai dari
Tak jarang masyarakat mengeluhkan kehadiran mereka yang area-area komersial menuju pusat sub-urban yang baru yang
membuat Kota Yogyakarta terkesan kumuh dan semrawut. padat dengan perkantoran dan pusat pelayanan.
Selain itu masyarakat juga mengeluhkan ruang hijau kota yang Jalan Affandi —yang oleh masyarakat Yogyakarta lebih akrab
semakin berkurang karena dipakai oleh baliho. disebut dengan Jalan Gejayan— adalah salah satunya. Jalan ini
Jika Yogyakarta memang telah menjadi kota yang semrawut, merupakan koridor yang menghubungkan Jalan Solo (Jalan
itu pasti ada sebabnya. Salah satunya adalah kebijakan pemerin Laksda Adisucipto) dengan Ring Road Utara. Selain dilalui
tahyang kurang tegas dalam mengatur tata ruang kota terutama masyarakat pada umumnya, Jalan Gejayan juga merupakan
dalam penentuan titik strategis bagi pengiklan. Pemerintah ku jalur menuju beberapa universitas besar di Yogyakarta seperti
rang memperhatikan apa yang disebut sebagai ruang publik Universitas Atma Jaya, Universitas Sanata Dharma, Universitas
danruang privat. Negeri Yogyakarta, dan Universitas Gadjah Mada.
Iswanto Hartono, arsitek yang mengajar di Universitas Atma Bagi pengiklan, jalur dengan konsentrasi massa adalah ka
Jaya Jakarta mengisyaratkan bahwa sejak zaman Jan Pieterszoen wasan empuk yang cocok untuk menancapkan baliho-baliho
Coen sampai Susilo Bambang Yudhoyono tidak ada kebijakan mereka. Perhatikan pertigaan Colombo (pertemuan antara Ja
yang saling menyambung untuk mengatur negeri ini. Pendapat lan Gejayan dan Jalan Colombo), jika kita berjalan dari arah Ja
itu ia ungkapkan dalam sebuah karya berupa kapal-kapal yang lan Colombo pasti akan disuguhi berbagai macam iklan di sana.
berputar-putar di tempat dengan sentuhan masa lampau dan Kebanyakan iklan acara anak muda, publikasi universitas, iklan
132 133
x Baliho dan Politik... Jihan Riza Islami x
136 137
Ruang yang
Miftahul
Fawaid Rapuh Bernama
Pendidikan
Pendidikan dan Kekuasaan menumbuhkan semangat konfrontasi budaya yang dimiliki oleh
Ruang pendidikan tidak ubahnya seperti ruang-ruang sosial komponen pesantren. Kolonialisasi Belanda telah menyingkir
lain yang implementasinya dipenuhi dengan relasi-relasi subjek kan pesantren sedemikian rupa sehingga persebarannya hanya
kekuasaan. Institusi pendidikan yang dibangun oleh institusi berada di daerah-daerah terpencil.
negara, adalah ruang penumpahan nilai-nilai kemanusiaan Zamakhsari dalam Tradisi Pesantren : Studi tentang Panda
kedalam ruang subjektifitas kekuasaan. Nilai-nilai tersebut di ngan Hidup Kyai menilai, setelah kehadiran pemerintahan ko
bangun dengan skema doktrinasi dan rekayasa sesuai pihak lonial Belanda, pesantren menjadi terasingkan sampai akhirnya
yang berkuasa. Hal ini dibangun atas dasar kekuasaan itu sen menyingkir dari pusat-pusat pemerintahan dan setelah itu me
diri, di mana peran penting dari kekuasaan adalah menjaga ek nepi di pedesaan. Penyingkiran ini tidak lain karena baik me
sistensi. tode maupun ideologi yang berbeda dengan sistem pendidikan
Pendistribusian ideologi tersebut terselubung melalui pen Belanda. Pesantren menanamkan semangat anti kolonialisme
distribusian wacana. Antara wacana dan kekuasaan memiliki sehingga memunculkan laskar-laskar perlawanan sedangkan
hubungan timbal balik. Foucault menyebutnya sebagai “elemen yang dibutuhkan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda ada
taktis” yang sangat terkait dengan kajian strategis dan politis, lah kader-kader yang menyokong Pemerintahan Kolonial
tapi tentu saja istilah politik di sini tidak selalu berarti faktor- Belanda.
faktor pemerintahan. Segala sesuatu yang menghegemoni, baik Akhirnya keberadaan pesantren di pusat-pusat pemerintahan
itu secara kultural maupun secara ideologis, sebenarnya memi disingkirkan dan digantikan dengan sekolah-sekolah yang ber
liki konstruksi politisnya sendiri. corak pendidikan barat seperti STOVIA (School Tot Opleiding
Proses produksi dan reproduksi kekuasaan dalam ruang Van Inlansche Artsen), dan MULO (Meer Uitgebreid Lager
pendidikan ini diistilahkan Louis Althusser sebagai ideological Onderwijs). Meskipun sekolah kreasi Belanda ini didirikan dan
state apparatus. Sebagai bagian aparatus yang penting bagi diperuntukkan bagi priyai-priyai pribumi, akan tetapi yang di
negara, sektor pendidikan selalu dibangun dan diorientasikan sekolahkan disana bakal dipekerjakan di kantor-kantor milik
untuk menopang gagasan-gagasan kekuatan yang dominan. Pemerintahan Belanda.
Apabila pendidikan memos isikan berhadapan dengan yang Masa kolonial menggambarkan bagaimana pendidikan ti
berkuasa maka bersiaplah untuk disingkirkan atau direduksi dak ubahnya merupakan cara penanaman kesadaran kolonial
kedalam kekuasaan itu sendiri. sebagai pemenuhan dari mekanisme pendisiplinan pribumi.
Sejarah panjang pendidikan di Indonesia menunjukkan Pendidikan adalah upaya kekuasaan yang lebih halus untuk
bagaimana ruang pendidikan telah menjadi sarana kekuasan mentransfer gagasan dan kepentingan penguasa kolonial. Ki
untuk menaklukan rakyat. Pendidikan pesantren, yang menga Hajar Dewantara sebagai pemikir awal pendidikan Indonesia
dopsi sistem pendidikan pada masa Hindu-Budha, merupakan bahkan sudah jauh-jauh memperingatkan bahwa ”Pendidikan
instusionalisasi lembaga pendidikan awal pada masa kerajaan Kolonial bertujuan mendidik rakyat kita supaya mereka cakap
Islam mulai berkembang di Nusantara. Pada masa ini pesantren menjadi pembantunya kekuasaan Kolonial”.
menemukan masa kejayaannya dengan dukungan yang kuat Persinggungan antara pedidikan dan kekuasaan tersebut
dari kerajaan sehingga turut memberikan sumbangsih corak menempatkan pendidikan berada pada dua posisi yang saling
kepemimpinan pada masa itu. berlawanan sampai pada akhirnya pendidikan ditaklukkan oleh
Keberadaan pesantren pada awalnya berlokasi dekat dengan kekuasaan. Posisi ini tidak hanya terjadi pada masa kolonial
pusat kekuasaan. Akan tetapi, Lambat laun keberadaan pesan Belanda saja. Masa-masa setelah kemerdekaan pun terjadi
tren semakin tersingkirkan ke daerah pedalaman. Salah satu persinggungan luar biasa antara kekuasaan dengan pendidik
faktor yang menyebabkan peta pesantren tergusur ke daerah an. Puncaknya pada saat terjadi peristiwa Malari (Malapetaka
pedalaman dan kampung-kampung adalah faktor kolonialisme Lima Januari) tahun 1974.
yang sangat panjang. Penjajahan yang dilakukan bangsa Eropa Peristiwa ini sendiri dimotori oleh para mahasiswa yang
140 141
x Ruang yang Rapuh... Miftahul Fawaid x
merasa gerah ketika kekuatan kapital asing semakin menguasai tidak diberi kesempatan yang adil dalam relasi-relasi yang lebih
setiap lini bangsa Indonesia. Karena peristiwa ini, institusi pen manusiawi. Mandat emansipasi bagi setiap subjek pendidikan
didikan pada masa itu dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas masih berhenti.
kekuasaan Orde Baru. Sehingga penguasa pada waktu itu me Menurut Paulo Freire di dalam buku yang berjudul
rasa perlu untuk melakukan antisipasi secara birokrasi dengan PendidikanMasyarakatKota, diterangkan bahwasanya hakikat
pemberlakuan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ praktik pendidikan tersebut (kemestian sifatnya yang menga
Badan Koordinasi Kampus). Melalui kebijakan yang dikeluar rahkan, tujuan dan impian yang selalu mengikuti praktik) tidak
kan oleh Menteri Pendidikan Daoed Yusuf ini pemerintah ber akan membiarkan dirinya bersifat netral, tetapi (justru) selalu
usaha untuk ‘mengkondisikan’ semua sivitas pendidikan untuk politis. Paulo Freire menyebut ini semua sebagai “politisitasi”
kembali ke kampus. pendidikan, bahwa pendidikan pasti bersifat politis. Masalah
Maksud dari pengkondisian ini mempunyai banyak arti, yang dihadapi adalah untuk mengetahui warna politik pendi
meskipun pada intinya yaitu ingin menjauhkan para pelaku dikan yang sekarang ini berlaku, untuk kepentingan apa dan si
pendidikan untuk tidak ikut dalam panggung perpolitikan da apa, serta melawan apa dan siapa. Hal ini mempunyai indikasi
lam negeri. Karena jika dibiarkan para penguasa takut kekua bahwa pendidikan memang selalu mempunyai sifat politis.
saannya akan terganggu dan stabilitas pemerintahannya akan
goyah oleh aktivitas para akademisi.
Komoditas Ekonomi
Melalui kebijakan NKK/BKK, Pemerintahan Orde Baru Kesadaran menjadi salah satu tujuan pendidikan. Sebagai
memaksa pada akademisi untuk keluar dari panggung perpoli mana diterangkan oleh Freire (1970) dalam Pedagogy of the
tikan,dan kembali ke tujuan awalnya yaitu sebagai pelaku aka Oppressed bahwa perlu adanya kesadaran transformasi yang di
demik yang hanya belajar dan tidak ikut campur masuk dalam jalani oleh seorang peserta didik. Freire menginginkan adanya
ranah politik. Meskipun pada dasarnya hal ini diberlakukan pendidikan yang memberikan penggabungan antara alfabet
sebagai bentuk antisipasi terhadap gerakan-gerakan dari ma dengan kesadaran faktual baik dalam fakta sosial, budaya, po
hasiswa yang ditakutkan dapat mengganggu stabilitas peme litik dan sebagainya. Tetapi tujuan pendidikan tersebut telah
rintahan. Sejak masa itu institusi perguruan tinggi persebaran tereduksi ketika mekanisme pasar ikut menentukan arah ke
nya diperluas ke daerah-daerah dan di jauhkan dengan pusat bijakan pendidikan.
kekuasaan itu sendiri. Penarikan ke daerah pinggiran ini tentu
mempunyai maksud tertentu. Diantaranya untuk menghindari Atas kepentingan pasar pula, maka sejak “neoliberalisme”
konfrontasi ideologis dengan penguasa negara tersebut. menjadi landasan bagi pembangunan pendidikan saat ini, pen
didikan di dorong menjadi komoditas yang diharapkan dapat
Yang menjadi sorotan dalam hal ini adalah adanya hubung memperoleh keuntungan dalam pelaksanaannya. Pertimbang
an pertentangan antara pendidikan dan kekuasaan, dimana an itu mempengaruhi kepentingan pasar untuk memaksakan
kekuasaan melihat bahwa pendidikan dapat menjadi suatu an agenda-agendapenting dalam “komersialisasi” sektor ilmu pe
caman yang dapat mengganggu kestabilan kekuasaan pemerin ngetahuan ini. Pendidikan kemudian menjadi jembatan bagi
tah jika pendidikan tidak bisa ditaklukkan oleh penguasa. Fe masuknya ide-ide dan gagasan bagi kepentingan neoliberal. Ti
nomena ini sudah muncul sejak masa pesantren sampai masa dak heran jika kepentingan pasar telah berhasil memasukkan
Orde Baru. Karena memang pada dasarnya pendidikan adalah pendidikan sebagai salah satu ”sektor jasa” yang disepakati da
sesuatu yang membebaskan, membebaskan dari ketidaktahuan lam forum perdagangan dunia (WTO) untuk bisa dijual dan
dan membebaskan dari ketertindasan. diperdagangkan.
Negara telah menentukan pengetahuan yang sah dan pe Yasraf Amir Piliang dalam Dunia yang Dilipat: Tamasya
ngetahuan yang tidak sah menggambarkan siapa yang sesung MelampauiBatas-BatasKebudayaanmenyatakan, bahwasanya
guhnya berkuasa. Pendidikan tidak ubahnya sebagai bangunan dunia pendidikan yang terperangkap di dalam mekanisme pa
kekuasaan dan kekerasan sekaligus. Subjek-subjek pendidikan sar menjadikan prinsip-prinsip pasar sebagai prinsip dasarnya.
142 143
x Ruang yang Rapuh... Miftahul Fawaid x
Pendidikan kemudian dikemas sebagai sebuah komoditi untuk engetahuan agar kelak dapat mendatangkan hasil dengan
p
dikonsumsi. Pendidikan berkembang menjadi sebuah institu berlipat-ganda. Anak menjadi objek investasi dan sumber depo
si yang mencari nilai tukar (exchange value), lewat penciptaan sito potensial. Mereka tidak berbeda dengan komoditi ekonomis
berbagai citra (image). Dalam rangka memperoleh nilai keun lainnya yang lazim dikenal. Depositor atau investornya adalah
tungan (profit) pendidikan kemudian dimuati dengan tanda- para guru yang mewakili lembaga-lembaga kemasyarakatan
tanda (sign) sebagai upaya untuk menciptakan nilai tukar ter mapan dan berkuasa. Sementara depositonya berupa ilmu pe
sebut. Citra-citra seperti gedung-gedung yang nyaman, lokasi ngetahuan yang diajarkan kepada anak didik.
yangstrategis, peralatan dan labotarium yang modern, jaringan Jika dibuat sebuah piramida untuk menggambarkan skema
yang bersifat global digunakan sebagai nilai jual (nilai tukar) citra pendidikan tersebut maka akan nampak adanya pembagian-
dari institusi yang bersangkutan. Citra tersebut dikembangkan pembagian seperti sebuah kasta. Hal ini karena meliputi kelas
habis-habisan (misalnya citra sekolah prestise), yang pada titik atas, kelas menengah dan kelas bawah. Jadi sekarang ruang
tertentu melupakan mereka akan kesesuaian antara citra terse pendidikan sudah terkotak-kotakkan dalam sebuah pencitraan
but dengan kondisi yang sesungguhnya. untuk membagi-bagi pangsa pasar mana yang akan dituju. Se
Bagi Yasraf Amir Piliang, melihat hal ini sebagai sebuah citra- hingga, secara tidak langsung konsumen yang notabeneadalah
citra antifisial, luks atau semu, yang sebenarnya tidak merupa kaum akademis diarahkan untuk mengikuti konstruksi sosial
kan halyang esensial bagi institusi pendidikan itu sendiri, seperti yang dibuat oleh lembaga pendidikan tersebut.
World Class University, sekolah berstandar internasional, sekolah Munculnya sekolah-sekolah internasional maupun sekolah
global,dan sebagainya. Masyarakat akademis kemudian dikons Islam terpadu dengan biaya melangit yang selalu muncul di
truksi secara sosial untuk mengelilingi diri mereka dengan citra- tengah-tengah perkotaan sedikit banyak menggambarkan pola
citra semu tersebut, yang melupakan mereka akan hakikat pen industri pendidikan yang sedang berjalan. Selain itu, pengkotak-
didikan yang lebih dalam. Dikelilingi oleh tanda dan citra, dunia kotakan juga berlaku pada jenis ilmu pengetahuan yang dipe
pendidikan menjelma menjadi sebuah dunia, yang didalamnya lajari. Jurusan yang tersedia adalah jurusan-jurusan yang men
tidak lagi terjadi pertukaran pengetahuan (exchange), akan tetapi jadi kebutuhan pasar. Akhirnya bukan kesadaran yang menjadi
pertukaran tanda dan citra-citra yang bersifat semu. tujuan, tetapi pasar yang dipuaskan. Dunia pendidikan hanya
Jika dunia pendidikan sudah masuk kedalam ranah kapitalis
me, maka hal itu tidak bisa dilepaskan dari komersialisasi pen
Azwar Anas
didikan. Pendidikan sekarang sudah dikemas menjadi sebuah
komoditi yang tujuan utamanya adalah untuk dikonsumsi oleh
masyarakat. Bukan kesadaran sebagaimana disampaikan oleh
Paulo Freire diatas. Masyarakat pun mengikuti dan menerima
pendidikan ini sebagai sebuah komoditi yang dapat dijadikan q
sebagai pemuas kebutuhan. Karena penerimaan masyarakat Swalayan Mirota
yang welcome, maka pendidikan berkembang menjadi sebuah Kampus di Jl.
institusi yangtujuan utamanya adalah untuk mendapatkan ke C. Simanjuntak
Yogyakarta,
untungan (profit). Jalan untuk mendapatkan keuntungan ini yang mendekati
didapatkan melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan kampus dan
menjual citra. Karena memang pada kenyataannya, Pendidikan menggunakan
telah menjadi sebuah komoditas kapitalisme yang didalamnya "kampus"
sebagai merek
menjual citra dan tanda. dagang.
Dengan teori Banking Concept of Education Paulo Freire
menyatakan bahwa, dengan sistem ini, pelajar diberi ilmu
144 145
x Ruang yang Rapuh... Miftahul Fawaid x
bertugas menciptakan mesin-mesin hidup yang siap pakai yang Potensi ekonomi ini menggiurkan para pemilik modal uintuk
selalu harus siap bersaing didalam bursa kerja, dan profesi- mendirikan pusat-pusat ekonomi di wilayah sekitar kampus.
profesi popular lainnya. Jika pun dia berlari dari profesi popu Akhirnya muncul pusat-pusat ekonomi yang menawarkan ko
ler ini maka jangan harap ada bentuk penghargaan yang keluar moditasnya langsung di hadapan para pembeli. Contohnya ka
secara baik kepada dirinya. Semuanya harus sama sesuai de wasan di sekitar UGM (Universitas Gadjah Mada). Kampus yang
ngan kesamaan bentuk ideal yang hidup di dalam ruang sosial berdampingan dengan UNY (Universitas Negeri Yogyakarta)
dan relasi-relasinya. ini dikelilingi oleh komoditas-komoditas ekonomi yangmena
warkan berbagai produk kepada mahasiswa. Swalayan Mirota
Kampus berdiri dengan angkuhnya di halaman depan kampus
Menciptakan Kota tersebut mengiming-imingi modernitas kepada setiap maha
Kaitan antara pendidikan dan pasar mempunyai hubung siswa yang keluar kampus. Selain itu, di sisi yang lain muncul
an yang sangat luas sekali. Hal ini tidak terlepas dari peranan berbagai bidang usaha yang menawarkan entertainment mulai
ruang pendidikan yang selalu dapat mempengaruhi lingkung dari tempat karaoke, pusat kebugaran, penyewaan film, hingga
an disekitarnya. Tentu saja hubungan-hubungan yang ada di tempat dugembagi mahasiswa yang menginginkan hiburan. Di
dalam ruang tidak hanya berhubungan dengan ekonomi saja, sebelah utaranya berdiri kos yang dikelola warga setempat de
akan tetapi juga berhubungan dengan komponen-komponen ngan berbagai tipe.
lainnya. Sebagai sebuah ruang, pendidikan tidak bisa berdiri
sendiri, ada ruang-ruang lain yang mengikutinya. Tidak kalah ramainya, sejak tahun 2006 muncul berbagai
warung kopi yang menjadi pusat aktivitas mahasiswa setelah
Filsuf Leibniz berpendapat bahwa ruang adalah hubungan kampus. Aneka usaha ini muncul tentu karena besarnya poten
sebuah objek dengan objek lainnya, sehingga tercipta sebuah si ekonomi yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan. Dengan
hubungan atau koneksi. Sebuah objek individual tanpa relasi banyaknya sentra-sentra usaha ini mencirikan bahwa ruang
dengan obyek lainnya tidak dapat dikatakan memiliki ruang. pendidikan menjadi sebuah daya tarik untuk membuat ruang-
Ruang sebagai sebuah objek dengan material yang nyata bukan ruang mengelilinginya menjadikan kota yang lengkap dengan
hanya menyangkut ukuran dimensi saja, objek dalam ruang ti segala infrastrukturnya. Ruang pendidikan menjadi identitas
dak bisa tidak memiliki relasi dengan objek lainnya sehingga tersendiri bagi eksistensi kota, ditambah dengan adanya pu
dengan demikian memiliki parameter untuk dikatakan sebagai sat perbelanjaan yang mengelilingi ruang pendidikan menjadi
sebuah ruang. pelengkap bahwasanya ruang pendidikan menciptakan suatu
Ruang pendidikan ibarat gula yang akan selalu di datangi kondisi penciptaan kota.
dan dikelilingi oleh semut-semut yang memanfaatkan gula ter ****
sebut. Dari ruang pendidikan ini akan tercipta sebuah kondisi
yang mana akan membentuk pusat ruang-ruang disekitar sen Ruang pendidikan adalah ruang yang sangat luas, namun
tral ruang pendidikan. Contoh kasus adalah Yogyakarta. Kota memiliki struktur yang sangat rapuh sehingga keberadaannya
pendidikan ini memiliki puluhan perguruan tinggi yang tiap menjadi alat bagi kekuasaan untuk melanggengkan dominasinya.
tahunnya didatangi ribuan mahasiswa yang berasal dari nu Meskipun kekuasaan tersebut telah dikendalikan oleh hasil dari
santara. Secara tidak langsung kehadiran para pendatang ini pendidikan yaitu pengetahuan, maka sesungguhnya pengeta
mempengaruhi ruang-ruang disekitar pusat pendidikan, pro huan tersebut telah menciptakan penguasa baru atas dirinya.
ses mempengaruhi ini menyebabkan terciptanya ruang-ruang ruang pendidikan telah menarik eksistensi nilai kemanusian
baru sebagai pelengkap bagi ruang pendidikan tersebut. Karena yang bergeser jauh dari keharusan. Di dalam ruang perilaku
secara simultan akan muncul sentra-sentra usaha seperti mal individu telah terjadi keharmonisan kerja antara sistem kerja
atau pusat perbelanjaan, penginapan, rumah kos, laundry, toko individu dengan sistem kerja negara. Namun sistem kerja ini ti
buku dan lain sebagainya. Sentra-sentra usaha ini menjadi pe dak akan bertahan lama karena pada akhirnya akan saling me
menuh kebutuhan kaum pelajar ini. naklukkan. Tidak akan mungkin suatu bentuk bangunan yang
146 147
x Ruang yang Rapuh... Miftahul Fawaid x
kuat dari kondisi yang rapuh. Yang ada adalah proses peman
faatan dan eksploitasi, baik itu dalam bentuk produk sampai
pada dominasi nilai yang telah direkayasa demi skenario pe
langgengan.
Rapuhnya pendidikan juga tercermin dari isi dari pendidik
an itu sendiri. Mekanisme pasar telah menggusur tujuan da
ri pendidikan menjadi pencetak mesin siap pakai. Kenyataan
ini menjadi semakin ironis karena pendidikan juga menyeleksi
penggunanya. Dengan merias dirinya menjadi barang jualan
sambil menunggu penawar paling tinggi. Terlepas dari rapuh
nya struktur ruang pendidikan, ruang ini ternyata memiliki da
ya yangmumpuni dalam menciptakan kota. Dengan segudang
potensinya, ruang-ruang ekonomi yang diciptakannya turut
serta mendefinisikan ciri kota yang dibuatnya.3
dominan (penguasa) dan kelas bawah (rakyat kecil). Memori proses terbentuknya wacana tersebut. Ketidaktahuan akan
kolektif adalah salah satu dari sekian banyak kepentingan yang proses terbentuknya wacana dapat menghalangi pandangan
dipertarungkan. kita terhadap sebuah fenomena dan menghasilkan sesuatu yang
Bersisalak kepentingan itulah yang kerapkali menyebabkan berbeda, tetapi dalam batas-batas yang telah ditentukan.
sekelompok orang berpindah tempat. Tetapi perpindahan itu Dalam episteme, memang terdapat pertautan antara bahasa
lebih sering dialasi oleh kemauan orang-orang di luar kelompok dengan realitas. Namun, Foucault menolak pendapat bahwa
yang pindah. Praktik ini kita kenal dengan istilah relokasi. bahasa merupakan medium yang transparan. Bahasa bukan
Tulisan ini berfokus pada relokasi sebagai upaya penciptaan cerminan realitas. Ia merupakan alat yang dipergunakan
dan pelupaan memori kolektif. episteme untuk mengatur, menyusun, bahkan mengubah
“kenyataan” sesuai dengan tabiat episteme itu sendiri.
Memaknai Relokasi dan Memori Kolektif Itulah sebabnya saya tidak bersepakat dengan pemaknaan
Sebelum mengulas masalah ini lebih jauh, ada baiknya kita relokasi tersebut di atas. Jelas pengertian itu menyembunyikan
telusuri terlebih dahulu makna relokasi itu sendiri. Kamus Besar suatu realitas. Memang, relokasi adalah soal pemindahan
Bahasa Indonesia dan sejumlah situs internet mengartikan tempat. Namun, dalam praktiknya, relokasi tidak jarang
relokasi sebagai proses pemindahan tempat yang berkaitan menjadikan pihak yang direlokasi sebagai korban. Ada banyak
dengan kegiatan industri. Tetapi ada yang mengatakan bahwa ketidakadilan dalam proses relokasi; mulai dari tidak layaknya
pemindahan tempat itu tidak hanya soal kegiatan industri. Istilah lokasi baru, tidak sepadannya uang pengganti lokasi yang lama,
ini juga dapat dipakai untuk pemindahan bangunan, secara fisik hingga adanya unsur paksaan. Tidak jarang suatu aksi yang
maupun mental, ke tempat yang baru karena adanya beberapa sebenarnya lebih tepat disebut sebagai penggusuran justru
kondisi, seperti bencana alam atau penataan ruang kota. dikatakan sebagai relokasi.
Saya melihat makna relokasi dari beberapa sumber di atas Sedangkan yang dimaksudkan dengan memori kolektif
menyesatkan. Relokasi seakan-akan menjadi suatu hal yang adalah kumpulan ingatan individual yang terikat pada
netral. Padahal, pengertian itu hanya bertolak dari satu sudut representasi ruang-waktu dan menciptakan kelompok pemilik
pandang saja. Yaitu sudut pandang penguasa (lebih tepat; memori. Istilah ini dikarang oleh Maurice Halbwach, seorang
pemerintah) terhadap suatu realitas yang tengah terjadi. Realitas sosiolog murid Emile Durkheim. Menurutnya, memori kolektif
yang dirangkumkan dalam sebuah bahasa, lalu menjadi wacana memiliki dampak yang luas pada manusia. Memori kolektif
dengan label-label kerakyatan. bukanlah gambaran akurat tentang peristiwa, melainkan
Wacana-wacana tersebut tidak lebih dari sebuah konsep campuran antara kenangan masa lalu, kebutuhan masa kini,
yang disebut Michel Foucault sebagai episteme (sistem wacana). dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu
Episteme ialah suatu kondisi yang memungkinkan bagi memori kolektif bukanlah fakta keras, melainkan fakta yang
terbitnya pelbagai pengetahuan atau teori pada masa tertentu. dimaknai.
Teori dan pengetahuan ini merupakan hasil interpretasi Pemaknaan atas fakta itulah yang mendefinisikan identitas
penguasa terhadap masyarakat, dengan tujuan melanggengkan suatu kolektif, sekaligus membuatnya di antara kolektif-
kekuasaannya. Sebab itu penguasa cenderung mengunggulkan kolektif lain. Identitas berisi ingatan, baik dalam level personal
wacana pihaknya dan menindas wacana tandingan. maupun sosial. Keduanya dibentuk dan dilestarikan oleh praktik
Kita tahu, bahwa wacana yang dimaksud Foucault bukanlah sosial, atau yang disebut Halbwach sebagai “cara hidup”. “Cara
sekadar rangkaian kata atau preposisi dalam teks saja. Wacana hidup” di sini dapat dimengerti sebagai sekumpulan kebiasaan,
pasti akan melahirkan sesuatu yang lain. Akan tetapi dalam kepercayaan, dan cara hidup yang muncul dari pekerjaan biasa
prosesnya, wacana tersebut tidak mudah untuk kita baca. Hal serta bagaimana semua itu terbentuk. Pendek kata, seluruh
ini, menurut Foucault, karena kaitan antara wacana dan realitas identitas, kebiasaan, dan kebudayaan manusia terbentuk dari
sekitar tidak mungkin dijelaskan jika kita tidak menelusuri ingatan akan masa lalunya dalam lingkungan yang didiaminya.
150 151
x Relokasi Dan Kuasa... Swadesta Aria Wasesa x
Ketika penguasa merelokasi atau “mengusir” masyarakat ke Dalam hal ini, simbol itu berupa makam. Dengan demikian re
tempat yang berbeda, maka ketika itu pula mereka kehilangan lokasi makam tersebut bisa diartikan sebagai upaya peminggiran
memori akan tempat tinggal sekaligus identitas. Oleh karena atau penghapusan memori kolektif kelompok pemiliknya.
itu, bila istilah serta pemaknaan atas relokasi yang kita temukan Maraknya relokasi sebagai upaya penciptaan dan pengha
merujuk pada kepentingan penguasa, maka kepentingan itu pusan memori di Indonesia sebenarnya bisa dilacak sampai za
adalah penciptaan dan penghapusan memori kolektif. man kolonial Belanda. Misalnya, ketika Pemerintah Kolonial
membuat Undang-undang Agraria Tahun 1870, yang mengatur
Paksaan untuk Lupa masalah batas antara tanah dan hutan negara dan rakyat. Di
Salah satu contoh penggunaan wacana relokasi yang menye atas tanah dan hutan negara tidak ada bangunan atau aktivitas
satkan ialah kasus makam Mbah Priok, pertengahan 2010 lalu. pribumi yang boleh dijalankan. Implikasinya, rakyat pribumi
Kasus tersebut bermula dari pernyataan sebuah perusahaan yang terlanjur memiliki rumah dan lahan pertanian di lahan
yang membidani pelabuhan Tanjung Priok; keadaan di sekitar negara “direlokasikan” ke tempat-tempat marjinal, seperti pe
pelabuhan menjadi semrawut karena adanya keberadaan makam sisir, bantaran sungai, atau di lereng pegunungan. Apa yang di
dan maraknya pedagang yang berjualan di sekitar makam. lakukan Pemerintah Kolonial itu bisa disebut paksaan untuk
Perusahaan itu juga menganggap kondisi demikian diper lupa. Pribumi dipaksa melupakan ingatan tentang kehidupan
parah dengan munculnya beberapa perumahan warga di sekitar sosial -yang turun-temurun- di lingkungan mereka.
makam. Tentu saja locus pelupaan dan penciptaan memori di negara
Ketika Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) hendak Indonesia tidak berhenti sampai di situ. Pembangunan yang
membongkarmakamdanmenertibkanpedagangsertaperumahan diusung Soekarno dan Soeharto dapat diambil sebagai contoh
warga, masyarakat sekitar makam melakukan perlawanan. Aksi yang tepat tentang bagaimana relokasi digunakan sebagai
menolak keras relokasi makam itu mengakibatkan puluhan sarana penciptaan memori kolektif.
orang luka-luka. Agar masyarakat melupakan memori tentang segala macam
Insiden ini terjadi karena warga tidak ingin kehilangan me penjajahan dan memulai sebuah era baru di bawah tampuk
mori kolektif mereka atas makam, dengan demikian juga atas kekuasaannya, Soekarno banyak membangun bangunan
tokoh yang mereka puja—ditambah penggunaan kekerasan yang kental dengan identitas sosialis. Maksudnya, bangunan-
oleh petugas. Ini cukup dapat dipahami mengingat semasa bangunan yang cocok untuk agitasi atau pertemuan antara diri
hidupnya, Mbah Priok, atau yang lebih dikenal dengan Habib nya dengan rakyat. Salah satu contohnya adalah pembangunan
Hasan, dianggap warga sebagai tokoh penyebar agama Islam di GBK (Gelora Bung Karno). Pembangunan gelanggang olahraga
Batavia, Jakarta sekarang. Para peziarah berbondong-bondong ini mesti merelokasi hampir seluruh warga yang ada di kawasan
mengunjungi makam Mbah Priok setiap harinya, kemudian Senayan ke kawasan Tebet.
diikuti dengan kemunculan pedagang dan perumahan warga di Lain lagi dengan Soeharto. Ia, yang ingin menandingi po
sekitarnya. pularitas Soekarno, melakukan upaya secara represif agar
Pentingnya keberadaan makam Mbah Priok bagi komunitas masyarakat melupakan Soekarno. Bangunan dan monumen-
pemilik memori kolektif itu memunculkan penolakan atas monumen yang identik dengan “sosialisme” Soekarno diberangus
rencana pemindahannya. Komunitas memori kolektif Mbah tanpa ampun. Meski bangunan fisik GBK tetap ada, Soeharto
Priok tidak ingin ritual mereka yang sudah berjalan puluhan, merasa perlu mengubah namanya menjadi Senayan.
bahkan ratusan tahun, menjadi terganggu oleh relokasi. Sebab Soeharto juga membuat beberapa bangunan sebagai ba
jika direlokasi, maka komunitas itu akan kehilangan tempat gian dari penciptaan memori kekuasaannya. Misalnya pem
yang sudah dianggap mempunyai nilai sakral. bangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 1971.
Kenyataan ini sejalan dengan pendapat Halbwach bahwa me Untuk pembangunan monumen itu, pemerintah menggusur
mori kolektif sering diinterpretasikan melalui simbol-simbol. perkampungan warga yang berada di lokasi tanpa ganti rugi
152 153
x Relokasi Dan Kuasa... Swadesta Aria Wasesa x
yang pantas. Tentu saja, penggusuran itu juga diwacanakan subjek kekuasaan, tetapi ia juga menyediakan ruang bagi
oleh rezim Orde Baru sebagai relokasi. resistensi dan negosiasi terhadap kekuasaan tersebut.
Selanjutnya, mari kita telaah mengapa penguasa (baca: pe Jalanan, bangunan, dan desain ruang menuturkan kisah-
merintah) menggunakan relokasi sebagai alat untuk melegalkan kisah yang menarik, kompleks, dan penuh ketegangan tentang
kekuasaannya dan sebagai upaya pelupaan dalam realitas kon bagaimana mereka dipaksa memainkan peran protagonis
temporer perkotaan. maupun antagonis oleh tangan-tangan kuasa yang saling
berebut untuk menorehkan narasi di atas teks kehidupan urban.
Berebut Ruang dalam Relokasi Di sini, bangunan, desain dan infrastruktur dikaitkan dengan
Kota adalah selubung ideologis. Perencanaan kota dengan konstruksi identitas dan memori kolektif.
tipologi dan morfologinya merupakan representasi sebuah re Monumen tidak lagi dimaknai sebagai sekadar sebuah
zim yang menaunginya. Persis sebagaimana dinyatakan Aldo tugu batu yang berfungsi untuk mengingatkan warga pada
Rossi: “Kota merupakan memori kolektif yang bercerita tentang suatu peristiwa di masa lampau, tetapi juga untuk menghapus
kekuasaan. Sejarah kota sebagai bagian dari sejarah kelas yang atau mengubah suatu memori kolektif sesuai dengan kepen
berkuasa, mengindikasikan adanya catatan sejarah kota yang tingan yang sedang berkuasa. Hal yang demikian berlaku pula
selalu berkaitan dengan pergantian kekuasaan”. bagi bangunan-bangunan serta infrastruktur akbar lainnya.
Setiap kekuasaan memerlukan simbol untuk mempertegas Inilah yang menyebabkan setiap rezim kekuasaan merasa
keberadaannya. Kota merupakan wujud nyata dimana simbol- perlu membangun monumen-monumen dan bangunan serta
simbol tersebut bisa dimunculkan. Sejak awal abad ke 19, infrastruktur akbar lain sedini mungkin dalam masa kekuasaan
kota-kota di Indonesia telah menganut paham modernisme, mereka, dengan biaya yang tidak kecil.
dimana bentuk kota disesuaikan dengan struktur dominan Apa yang dijelaskan oleh Abidin Kusno tersebut dipertajam
yang berkuasa. Seperti yang dijelaskan oleh Abidin Kusno dengan penemuannya yang menunjukkan hubungan erat antara
dalam bukunya, Ruang Publik, Identitas, dan Memori Kolektif: kekuasaan dengan tata ruang yang ada. Ia menggarisbawahi
Pasca Soeharto, kota menjadi gelanggang utama tempat para banyaknya obyek-obyek arsitektur yang menjadi sarana re
pemain bertemu, identitas dibentuk, dan memori-memori ko presentasi para penguasa dalam menyampaikan maksud dan
lektif dipersandingkan dan dipertandingkan. Kota menjadi sak keinginannya. Dengan kata lain, seorang penguasa tentu akan
si yang tidak sepenuhnya bisu atas pertarungan-pertarungan menggunakan ruang sesuai dengan ideologinya, hingga eksis
yang terjadi dalam dinding-dindingnya. Ia berbicara melalui tensinya diakui oleh semua kalangan yang ditandai dengan
lanskap fisik yang dibangun manusia di atasnya. Ia menjadi simbol-simbol bangunan yang berdiri.
Dalam perebutan ruang, relokasi dianggap sebagai mo
doc istimewa
tempat tinggal suku Indian. Akan tetapi, sejak ditemukannya untuk mengetahui lokasi makam dari gerbang pemakaman.
tambang emas, mereka dipaksa pindah ke lain tempat oleh para Sikap Sabeni itu dapat menjadi cerminan terhadap bernilainya
penambang dan peternak. Suku Indian di Mazanar ini semakin ingatan bagi manusia. Adegan itu juga menjadi contoh tentang
menghilang tergerus oleh keberadaan para pendatang. bagaimana relokasi diterapkan secara semena-mena.
Para penambang emas dan peternak itu kemudian menga Selama ini, penerapan relokasi yang ideal oleh pemerintah
lami nasib yang sama dengan suku Indian sejak Los Angeles memang masih jauh api dari panggang. Yang saya maksudkan
membeli hak penguasaan air di seluruh kota Mazanar. Perang dengan relokasi yang ideal di sini merujuk pada empat hal yang
Dunia II sekali lagi mengubah keadaan Mazanar menjadi ditawarkan F. Davidson, dalam buku Relocation and Resettlement
daerah hunian tawanan perang, khususnya orang Jepang. Manual: A Guide to Managing and Planing Relocation. Yaitu,
Apa yang terjadi di Manzanar menjadi pemantik bagi pertama, pemilihan lokasi harus melibatkan penduduk
Dr. James Hirabayashi, dekan Studi Etnik Universitas San setempat (yang direlokasi). Kedua, lokasi baru yang akan dibe
Francisco, untuk mengasumsikan bahwa istilah relokasi buat rikan haruslah mempunyai kesamaan ekologis dengan tempat
menggambarkan keadaan di Manzanar merupakan sebuah eufi yang lama. Ketiga, penyusunan rancangan pemukiman harus
misme; penggantian ungkapan yang lebih halus untuk ungkapan melibatkan warga yang akan direlokasi. Keempat, pemukiman
yang dianggap tidak menyenangkan. Dalam artikelnya yang atau lokasi baru harus sudah memiliki sarana dan prasarana
bertajuk "Concentration Camp or “Relocation Center”—What in fisik dan sosial sebelum penduduk diminta pindah ke lokasi.
a Name", ia menyatakan alasan dipakainya eufimisme untuk Kemiripan lokasi yang baru dengan yang lama sangatlah
menggambarkan kamp-kamp seperti Manzanar. penting. Sebab kesamaan tempat, secara geomorfologis dan
Hirabayashi menulis bahwa hanya korban bencana alam saja psikologis, dapat membantu korban relokasi “mengurangi” rasa
yang pantas disebut sebagai relokasi karena tujuannya untuk kehilangan memori kolektif yang sudah mengakar di tempat
menyelamatkan dan melindungi yang direlokasi dari bahaya. tinggal yang lama.
Kata “relokasi” yang digunakan pejabat pembuat kebijakan Apa yang saya paparkan dalam tulisan ini hanya akan
terkait Mazanar jelas sebuah eufemisme. Karena istilah tersebut menjadi klise jika penguasa tetap melakukan tindakan-
tidak mencakup pemindahan secara paksa atau penawanan di tindakan represif dan memaksa sebuah kolektif untuk lupa
lokasi yang dikelilingi oleh pagar dan patroli penjaga bersenjata. demi kepentingan mereka melalui relokasi. Kiranya tulisan ini
Penghalusan ini tentunya disengaja. Eufemisme digunakan oleh dapat menjadi bacaan wajib mereka yang bercita-cita menjadi
penguasa sebagai alat pembenaran atas tindakannya. seorang penguasa. Semoga! 3
Saya lupa dialognya seperti apa. Namun, Sabeni tetap Mràzek, Rudolf. “Engineers of Happy Land: Technology and Nationalism
in a Colony”. a.b. Hermojo. (2006). Engineers of Happy Land:
bersikukuh, bahwa di sanalah makam kakeknya. Sebab ia hafal Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni.
betul dengan bau udara, jalan, dan hitungan langkah kaki
156 157
x Ruang dan Inovasi... Rhea Yustitie x
Nurdini
Dyah E.
Peta yang Tersisih
jalan yang berliku. Film kartun untuk anak-anak itu seolah banyak dilirik jika ia dikemas dan disosialisasikan dengan baik.
mengatakan bahwa peta sangat penting; anak-anak harus di Kemasan peta, terutama desain dan tata-letaknya, begitu
didik membaca peta.Tulisan ini akan membahas karakteristik penting karena menyangkut keterbacaan. Keterbacaan di sini
peta yang seharusnya ada di ruang kota kita. tentu saja berkaitan dengan bagaimana simbol-simbol diha
dirkan dalam peta. Bagaimana simbol-simbol (seperti kantor
Merangkai Kota dalam Peta polisi, terminal, bandar udara, mal, dan seterusnya) dipilih, di
Membuat peta bukanlah perkara gampang. Ada pelbagai bentuk, dan ditata di samping simbol jalan dalam skala perban
aturan yang mesti dituruti. Bagi ICA (Internasional Cartographic dingan yang sesuai dengan kenyataan.
Association) peta harus mewakili ciri-ciri pilihan dari kenyataan Seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi membuat peta terca
geografis. Sedang bagi Sukwardjono dan Mas Kuncoro dalam kup dalam apa yang disebut sebagai kartografi. Ilmu kartografi
Kartografi, peta merupakan representasi atau penyajian mengharuskan setiap peta grafikal mempunyai tiga unsur mi
gambaran secara riil dari ruang geografis. Singkatnya, sebuah nimal. Pertama, melaporkan (recording). Setiap peta menyim
peta harus dapat menjadi petunjuk lokasi yang jitu bagi peng bolkan informasi yang akan disampaikan. Dengan demikian
gunanya. Jika tidak, ia akan menyesatkan banyak orang. informasi ini haruslah informasi yang diperlukan oleh pembaca
Kenyataannya, peta-peta kota dari beton kita yang umumnya yang dimaksud. Di samping itu, informasi itu mesti yang
dibuat oleh pemerintah kota jarang digunakan oleh warganya. terbaru. Kedua, memperagakan (displaying). Sebuah informasi
Ia lebih mirip sebagai hiasan kota—kalau bukan sebagai pe dikatakan penting jika ia dapat memperagakan realitas. Infor
lengkap yang asal ada—agar dikategorikan sebagai kota yang masi yang terdapat dalam peta seharusnya merupakan infor
baik. Peta di depan Monumen Serangan Umum Sebelas masi yang telah teruji kebenarannya. Jika tidak, ia akan men
Maret, Yogyakarta, contohnya. Peta itu jarang digunakan oleh celakakan banyak orang. Terakhir, menganalisis (analyzing).
yang melintasinya. Padahal, peta itu sudah strategis: di pusat Penggunaan simbol yang ada harus jelas. Peta harus disajikan
kota, pusat keramaian, banyak dikunjungi pelancong. Bagi dengan sederhana tetapi mampu menyampaikan informasinya.
saya, persoalannya adalah karena peta itu kurang memenuhi Peta yang baik adalah peta yang mudah dianalisis (dicerna)
beberapa faktor: kebutuhan, sosialisasi, dan kemenarikan, le oleh pembacanya yang paling awam sekalipun.
genda, lokasi dan manusianya. Ada delapan komponen yang harus dipenuhi agar peta mu
Peta haruslah dibutuhkan oleh warganya, atau sekurangnya dah dibaca oleh masyarakat awam. Pertama judul peta. Peta
terletak di tengah-tengah orang yang membutuhkan. Sebuah umumnya memiliki identitas. Jika tidak memiliki identitas,
peta tidak lagi berguna bagi mereka yang sudah mengenal baik maka pembacanya tidak dapat mengetahui gambar tersebut
wilayah yang digambarkan peta itu. Demikian sebaliknya. Ibarat merupakan peta apa. Kedua, skala peta. Skala penting dalam
telepon umum yang begitu penting ketika jarang orang yang membantu pembaca peta memperkirakan seberapa jauh per
memilikinya, tetapi tidak ketika semua orang telah memiliki jalanan yang akan ditempuh. Keempat, legenda. Legenda me
telepon pribadi. rupakan suatu keterangan yang digunakan sebagai acuan pen
carian lokasi tempat. Kelima, orientasi (tanda arah). Tanda
Saya teringat bagaimana Eddie Purwanto menyebutkan arah harus juga terdapat di dalam suatu peta. Arah merupakan
bahwa tingkat kebutuhan akan peta suatu desa dengan desa informasi yang sangat mendasar untuk mencari lokasi tempat.
lainnya berbeda, tergantung jumlah serta permasalahan yang
dihadapinya. Dengan demikian, tergantung bagaimana kebu Keenam, simbol dan warna. Tidak ada ketentuan khusus
tuhan masyarakat pembacanya. yang digunakan dalam pewarnaan peta. Tetapi, pada umumnya
peta menggunakan pewarnaan yang sama. Sedangkan simbol
Dua kue serupa dengan rasa yang mirip bisa memiliki jum menunjukkan, misalnya, jalan kota, kota, dan lainnya. Ketujuh,
lah pembeli yang begitu senjang karena perbedaan kemasan dan sumber dan tahun pembuatan. Suatu kota dapat berkembang
pengiklanan. Demikian pula dengan peta kota. Suatu peta akan dan berubah dengan cepat. Lokasi yang termuat dalam peta
160 161
x Peta yang Tersisih Nurdini Diah Ekawati x
formasi, maka peta tersebut dapat dikatakan gagal dalam me mahasiswa baru dan calon mahasiswa yang akan mendaftar ku
laksanakan tugasnya. liah di UNY. Mereka lebih suka bertanya pada orang lain untuk
Seperti telah diungkapkan, bahwa peta kota memiliki banyak menemukan lokasi ujian masuk atau bangunan kampus tertentu.
sekali faktor penunjang. Salah satu yang penting adalah kebu Atau mereka datang bersama dan mengandalkan orang yang
tuhan para pembaca peta tersebut. Seperti dikatakan Dhya me telah mengetahui seluk-beluk UNY. Sedikit saja dari mereka
lalui tulisan dalam blognya dengan tajuk, “Karakteristik Masya yang menggunakan peta lokasi UNY. Jadinya, tak hanya peta di
rakat Indonesia 10 Tahun Terakhir”; sifat manusia adalah suka depan gerbang UNY yang sia-sia, denah lokasi ujian masuk yang
hal-hal yang mudah. Peta yang diperlukan masyarakat awam diberikan kepada setiap calon mahasiswa pun tidak berguna.
Indonesia bukanlah peta yang muluk dan rumit, melainkan Adanya fenomena seperti ini dalam masyarakat kita mung
peta yang sederhana namun dapat menuntun pada lokasi yang kin disebabkan oleh minimnya pengetahuan keruangan dan
dimaksud. mengakarnya tradisi. Kenyataan ini membuat banyak peta kota
Kenyataan yang ada, peta-peta yang berdiri tegak disekitar kesepian.
jalan kota tidak dapat dikatakan memenuhi kebutuhan masya Perlu diingat, faktor budaya pembaca peta hanya salah satu
rakatnya. Bagi warga kota kita, masih lebih jelas dan lebih dibu dari sekian faktor yang menyebabkan peta berguna dengan baik.
tuhkan petunjuk arah yang terdapat di pinggir jalan dengan Sayangnya, harus dikatakan, peta-peta kota kita kurang men
hanya berbentuk panah dan nama lokasi saja, ketimbang peta jelmakan berbagai faktor pembuatan peta yang baik tersebut.
lokasi yang hanya berfungsi sebagai peta wisata. Hemat saya, yang terpenting untuk disoroti adalah bahwa
Bagi saya pribadi, petunjuk arah yang terdapat di pinggir peta kota buatan pemerintah justru tidak menjawab kebutuhan
jalan merupakan bentuk penyederhanaan dari peta jalan yang warganya. Ia ada untuk memenuhi kebutuhan pelancong.
ada. Mengingat kebutuhan warga pengendara, maka peta per Dengan demikian juga berarti memenuhi kebutuhan finansial
lu dirancang sesederhana mungkin sehingga mudah ditangkap dan prestise si empunya peta. Hampir tak tersua lokasi-lokasi
oleh pembaca yang tengah melaju. yang menjadi kebutuhan sehari-hari warga kota seperti jasa
Penyederhanaan seperti ini mungkin dapat lebih efisien sedot wc, sekolah, atau tukang urut. Yang melulu muncul dalam
dalam penyampaian informasi. Selain itu, dapat lebih menghe peta kota pemerintah hanyalah hotel, pantai, pusat penjualan
mat biaya bila dibandingkan dengan bangunan peta yang bagus oleh-oleh, dan semacamnya.
namun miskin informasi. Tak sepenuhnya salah memang. Tapi akan jauh lebih baik
jika pemerintah kota mau menggelontorkan uangnya untuk
membangun peta yang mewakili kebutuhan warganya, di
Peta yang Kesepian samping peta wisata.3
Membaca peta memang terkait dengan kebudayaan. Ada
nya film Dora tadi, paling kurang, menunjukkan bahwa di
Barat masyarakat dididik untuk dapat menemukan lokasi yang Daftar pustaka
Dhya. (2010). “Karakteristik Masyarakat Indonesia 10 Tahun Terakhir”.Ter
mereka cari sendiri sejak kecil. Tanpa mengandalkan bantuan sediapada http://dhyva.wordpress.com/2010/01/22/karakteristik
orang lain. -masyarakat indonesia-10-tahun-terakhir/. Diakses pada 9
Jika saya amati peta lokasi kampus yang megah berdiri di Januari2011.
depan gerbang masuk, secara simbol-simbol, peta tersebut su Purwanto, Eddie. (2011). ”Belajar Arc View Mudah”. Tersedia http://freewebs.
dah memenuhi persyaratan peta yang baik. Namun, peta terse com/arcview-belajar-mudah/metodologipemetaan.htm. Diakses
pada 9 Januari 2011, 20.09 WIB.
but tetap saja sepi pengunjung. Bagi warga UNY (Universitas
Negeri Yogyakarta), saya menduga, hal itu karena mahasiswa Abdullah, Irwan. (2006). Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
UNY sendiri yang sudah mengenal seluk-beluk kampus UNY.
Suparlan, Parsudi. (1984). Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan. Jakarta:
Yang jadi soal adalah peta tersebut tetap tidak berguna bagi Rajawali.
164 165
x Peta yang Tersisih Nurdini Diah Ekawati x
p
Geliat Masyarakat Kota
166
Ruang dan Inovasi
Rhea Yustitie untuk Pedagang
“Lima Kaki”
169
x Ruang dan Inovasi... Rhea Yustitie x
tuk berjualan. Kita sering menyebut mereka sebagai pedagang pusat keramaian yang menjanjikan agar barang dagangannya
kaki lima (PKL). laku.Oleh karenanya kita kerap menjumpai mereka di tempat-
Istilah pedagang kaki lima pun ternyata muncul secara me tempat seperti trotoar, taman kota, dan alun-alun.
narik. Orang-orang umumnya akan memberikan penjelasan
bahwa istilah itu pertama-tama merujuk pada para penjual Pasca Orde Baru dan Merebaknya PKL
yang menggunakan gerobak berkaki tiga, dua ban dan satu ka Pada masa krisis moneter 1998 dan pascaruntuhnya rezim
yu pengganjal di bagian depan, yang bila ditambah dengan dua Orde Baru, menjadi pedagang kaki lima benar-benar pekerjaan
kaki penjualnya maka semuanya berjumlah lima. Contoh terse yang dipilih orang-orang dari golongan menengah ke bawah
butsaat ini dapat dirujuk pada banyak sekali para penjual yang untuk mempertahankan hidup. Saya ingat betul apa yang ditulis
masih menggunakan gerobak seperti penjual martabak, bakso, oleh Abidin Kusno dalam bukunya yang berjudul Memori
soto, angkringan, nasi/mie goreng, pecel lele, tempe penyet, Kolektif Jakarta Pasca-Soeharto, ketika dia menjelaskan bahwa
capcai, gorengan, bubur kacang ijo, dan bubur ayam. Namun mulai tahun 1998 marak sekali lapak yang berdiri di pinggir
saat ini istilah ini telah meluas pada semua jenis penjual semi jalandan bahkan di atas trotoar milik pejalan kaki. Pemerintah
permanen baik yang masih memakai gerobak ataupun yang ti pada saat itu sudah berusaha mengurangi jumlah PKL dengan
dak memakainya seperti lapak-lapak buku, pakaian, mainan mengerahkan Satpol PP untuk mengusir PKL. Bahkan isunya
anak, peralatan rumah tangga, nasi gudeg, dan nasi pecel. saat itu, —pasca-Orde Baru— pembangunan trotoar hampir
Namun, bila kita mencarinya di literatur yang ada dalam saja dihilangkanguna mengurangi jumlah PKL.
kamus dan sejarah maka kita akan menemukan bahwa da Abidin Kusno menjelaskan bahwa pascakekuasaan Presiden
lam KamusBesarBahasa Indonesia (Pusat Bahasa, Depdiknas, Soeharto menjadi pedagang kaki lima adalah wujud perjuangan
2008) istilah “kaki lima” dipadankan dengan: 1 lantai diberi atap hak hidup di dalam kota, khususnya di Jakarta pada waktu itu.
sbg penghubung rumah dng rumah; 2 serambi muka (emper) toko di PKL berpikir bahwa aparat juga pejabat pemerintah dengan be
pinggir jalan (biasanya berukuran lima kaki, biasa dipakai sbg tempat basnya bertindak korup dan semena-mena maka mereka pun
berjualan); 3 (lantai di) tepi jalan. berhak menduduki ruang publik seperti trotoar, emperan toko,
Padanan dalam kamus tersebut ternyata sangat berhubungan atau pojok-pojok taman kota untuk mendirikan lapak PKL.
dengan literatur sejarah pada masa Pemerintahan Kolonial Tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan kota semakin sem
Hindia-Belanda. Pada masa itu sudah dikenal istilah lima kaki rawut,tata letak kota yang seharusnya enak dipandang menjadi
karena untuk setiap pembangunan jalan raya, pemerintah amburadul dengan banyaknya PKL. Suasana ini tidak hanya
Hindia-Belanda memberikan aturan agar dibangun juga sarana ditemukan di Jakarta, namun juga di kota-kota besar lainnya
untuk pejalan kaki selebar lima kaki. Thomas Stamford Raflles, seperti Semarang, Surabaya, juga Yogyakarta. Hal ini menurut
Gubernur Jenderal Inggris yang pernah menjajah Hindia Antropolog UGM, Heddy-Shri Ahimsa Putra, terjadi karena
Belanda dan memperhatikan pembangunannya, dalam Town Indonesiatidak mempunyai konsepsi urban yang pasti. “Di ITB
Plan of 1822, memberlakukan peraturan yang sama (dengan ada jurusan urban planning tapi akhirnya ini hanya planningsa
istilah five feet) dalam membangun trotoar sepanjang jalan-ja ja tanpa implementasi,” ungkapnya.
lan di Singapura danMalaysia. Secara iseng saya mencoba un
tuk mengukur trotoar yang sedang saya lalui, ternyata lebarnya Yogyakarta misalnya, di Malioboro sebelum 1980 belum
memang lima kaki! nampak kumpulan pedagang yang memenuhi sepanjang
trotoar Jalan Malioboro seperti yang kita lihat sekarang. Jalan
Bila secara sederhana kita menggabungkan semua penje Malioboro hanya dikenal sebagai jalur lalu lintas perdagangan
lasan di atas, maka kira-kira kesimpulannya—dalam konteks saja. Baru sekitar tahun 1990 Malioboro mulai ramai oleh pe
kekinian—bakal seperti ini: pedagang kaki lima adalah para dagang.Banyak pedagang tertarik membuka lapak di sepanjang
pedagang semi permanen yang menggunakan ruang publik trotoar Jalan Malioboro karena turis domestik atau mancanegara
untuk berjualan. Dan ruang publik yang dituju adalah pusat- berbondong-bondong ke Yogyakarta untuk berwisata.
170 171
x Ruang dan Inovasi... Rhea Yustitie x
Dwi Fajar W
sebenarnya egois karena memang seharusnya pedagang pun
paham bagaimana ruang publik dapat digunakan sebagaimana
mestinya untuk orang banyak dan bukan hanya untuk kepen
tingan pribadi saja. Meskipun demikian, bisnis semacam PKL mengeluhkan musim hujan yang berakibat pada menurunnya
ini tidak lantas ditinggal begitu saja. Meributkan permasalahan pembelian jus di outlet-nya. Namun dia menyukai pekerjaannya.
PKL pun selalu terjadi bahkan belum menemukan titik temu “Daripada harus diam di rumah dan banyak menganggur, lebih
sampai sekarang. Bentrokan antara Satpol PP dengan PKL pun baik jadi penjual jus, Mbak,” tegas Atik. Beberapa saat kemudian
sudah jadi cerita sehari-hari. ada pembeli datang dan Atik bersiap membuat jus lagi, sedang
kan saya segera membayar jus dan beranjak untuk berjalanlagi.
Akan tetapi hal seperti ini tidak membuat orang takut untuk
membuat inovasi bisnis semacam PKL. Bahkan untuk sebagian Saya menyadari pelaku bisnis tidak hanya menyerah atau
orang ide berdagang informal ala PKL adalah hal yang kreatif dan stagnan pada konsep PKL yang itu-itu saja; mendirikan tenda,
menjanjikan asal ada di tempat yang strategis, dikemas menarik, membangun gerobak, dan berjualan. Kota Yogyakarta misal
dan tentu saja tidak menyalahi aturan yang diberlakukan pe nya, di pojok jalan, tengah kota, pinggir taman, depan mini
merintah setempat. Akhirnya pemerintah yang dituntut untuk market,sepanjang Jalan Malioboro, dan pada jalan-jalan utama
sadar dan dapat menyediakan ruang kosong bagi PKL sehingga di Yogyakarta akan terlihat banyak sekali PKL bertebaran. Se
mampu terorganisir dengan rapi tanpa mengganggu sarana pu lama itu adalah kawasan ramai pasti akan didatangi para PKL
blik semacam trotoar. namun mereka akhirnya sadar bahwa inovasi memang tetap
harus diupayakan.
Pada suatu kesempatan yang berbeda saya bertemu dengan
Inovasi Baru PKL salah satu marketing Tela-Tela, I Kadek Gede Merta Yasa, atau
Berjalan jauh ternyata cukup menguras tenaga dan membuat yang biasa disapa Kadek. Kadek menceritakan awal mula bisnis
saya haus. Saya hampiri PKL minuman yang ada di pertigaan Tela-Tela ini berjalan. Mulanya bisnis ini mencoba menawarkan
dekat salah satu waralaba di Jalan Affandi. “Raja Juss” nama pada para konsumennya berupa produk makanan olahan dari
PKL ini. Outlet-nya ternyata tidak hanya satu tapi sudah luma ketela. Lahirnya Tela-Tela ini adalah hasil iseng yang dilakukan
yanbanyak tersebar di Yogyakarta. Saya memesan jus jerukke oleh empat mahasiswa yang berkawan karib: Eko Yulianto, Fath
sukaansaya. Aulia Muhammad, Febri Triyanto, dan Asyari Tamimi. Iseng
Sambil menunggu jus selesai, saya iseng bertanya pada Atik, saja mereka mencoba mengolah singkong menjadi penganan
penjaga outlet jus ini, maka dia pun bercerita pada saya. Dia yang sedikit berkelas. Mereka mendesain sendiri dan dengan
172 173
x Ruang dan Inovasi... Rhea Yustitie x
detail segala macamnya mulai dari kemasan sampai bagaimana saya bisa bertemu dengan pemilik Jus Q-ta ini. Doddy nama
memasarkannya. Meskipun di dalam gerobak Tela-Tela ada nya,lulusan Teknik Industri Universitas Atmajaya Yogyakarta.
penggorengannya, gerobaknya didesain tidak begitu besar. Ini Dia merintis Jus Q-ta sejak 2007. Pada awalnya bisnis ini ber
mempunyai tujuan agar gerobak dapat fleksibel ditempatkan di modalkan15 juta rupiah. Dengan modal tersebut Doddy sang
tempat yang sekiranya strategis. gupuntuk membuat tiga gerobak. “Banyak halangan pada awal
Tela-Tela adalah semacam bisnis waralaba atau franchise yang menjalankan bisnis ini,” kenang Doddy.
inginnya menyerupai konsep Kentucky Fried Chicken (KFC), Dimulai pada tahun 2007, waktu itu Doddy belum lulus ku
McDonald’s (McD), atau lainnya. Siapa saja yang mau bergabung liah, tapi tekadnya sudah bulat untuk menjalankan bisnis jus
untuk bisnis Tela-Tela bisa membeli lisensi langsungdari kantor ini sekaligus kuliah. Doddy mengurus semuanya sendiri, mu
Tela-Tela. Harga buka bisnis ini antara 4 juta sampai6 juta.“Tapi lai dari membeli buah sampai distribusi buah ke outlet-outlet
kalau di Wonosari masih 2,5 juta-an karena harga buka sesuai Jus Q-ta. Seringkali dia membawa buah di dalam tas kuliahnya
dengan pembacaan tim marketing terhadap pendapatan perka sampai-sampai dia harus menerima cemoohan kawan kuliah
pita masing-masing daerah yang akan dibuka bisnis Tela-Tela,” nyahampirsetiap hari hanya karena kerap ketahuan membawa
tutur Kadek. Dia juga menjelaskan bahwa tidak ada syarat khu buah ke kampus. Bisnisnya dianggap memalukan bagi kawan-
sus dalam membeli lisensi Tela-Tela, yang palingpenting adalah kawannya. Banyak yang menolak diajak kerja sama oleh Doddy.
kemauan berbisnis dari calon penjual itu sendiri. Hampir semua kawannya ragu kalau bisnis ini dapat berjalan
Akan tetapi ketika dikonfirmasikan pada Ahimsa, dia tidak lancar saat mengetahui bahan bakunya yang cepat busuk.
sepakat jika bisnis semacam ini dinamai franchise. Ahimsa lebih Doddy bukan tipikal orang yang gampang pasrah, dia terus
sepakat jika hal ini dibilang menyerupai saja. Menurutnya bisnis berusaha dengan keras memajukan bisnis ini meskipun hanya
franchise adalah bisnis yang lisensinya sudah dipatenkan,diara seorang diri. Bisnis ini benar-benar sudah diperhitungkan
gukalau bisnis PKL di Indonesia sudah dipatenkan seperti yang olehnya. Dia mengawali bisnis ini dengan berbagai macam
dimiliki oleh KFC dan McD. Ahimsa menganggap bisnis seperti survei, mulai dari tempat sampai uji kualitas dan kuantitas. Pe
ini semata-mata adalah inovasi dari para pemrakarsanya.Meski milihan bisnis ini pun sesungguhnya ada alasan di baliknya,
pun demikian dia mengapresiasi dengan baik inovasi semacam Doddy menginginkan konsumen yang meminum produknya
itu. “Ini bagus dan patut untuk diapresiasi juga dikembangkan dapat terus sehat. Produknya yang berbahan baku buah segar
lagi karena ada pembaruan cara dagang meskipuntetap saja bis ini diharapkan berguna untuk kesehatan konsumennya tidak
nis ini bisnis informal PKL,” ungkapnya. hanya sekadar pelepas dahaga.
Bisnis PKL yang merujuk waralaba memang sedang menja Setelah survei tempat dilakukan, maka diperoleh tiga titik
murdi Kota Yogyakarta. Hampir tiap sudut kota kita dapatmen pertama: di Jalan Solo dekat salon kecantikan ternama di
jumpai bisnis PKL ini. Sepanjang Jalan Affandi saja misalnyaada Yogyakarta,di Jalan Kaliurang, dan di Jalan Magelang. Tapi ak
hampir 10 gerobak PKL semacam ini dengan tawaran produk hirnya outlet di Jalan Magelang sepi dan Doddy memilih me
yang berbeda-beda, ada makanan ringan berbahan baku jamur, nutupnya saja sehingga hanya tersisa dua outlet Jus Q-ta dan
ketela, kentang, pisang, bahkan burger. Selain itu juga terdapat satu gerobak nganggur. “Penempatan ini juga tidak asal me
aneka jus buah segar. Semuanya tidak serta-merta berdagang di nempatkan, Kriteria penempatannya adalah dekat dengan ca
atas trotoar memang, ada juga yang menempel di depan toko lonpembelinya atau dalam artian adalah penduduk, kemudian
atau di kawasan yang sekiranya dekat dengan konsumen. tidak dekat dengan selokan karena yang penting adalah tempat
Saya lalu meninggalkan Jalan Affandi, belok ke arah Deresan tersebutharus bersih,” terangnya.
dan berjalan lagi ke arah Jalan Flamboyan. Sampai depan Fa Bisnis terus berlanjut dan Doddy memilih untuk menjalan
kultasTeknik UNY saya bertemu lagi dengan gerobak jus buah, kannya sendiri, alasannya adalah penjaminan mutu produk.
kali ini berlabel Jus Q-ta. Konsepnya hampir sama dengan Raja Kalaupun harus membangun kontrak kerja sama maka Doddy
Jus yaitu menjual jus buah segar. Kebetulan di kemudian hari memilih menjalankannya bersama keluarga atau orang terde
174 175
x Ruang dan Inovasi... Rhea Yustitie x
katnya. Saat ini Doddy sudah memiliki kurang lebih 50 gerobak Namun Tela-Tela dan Jus Q-ta adalah contoh PKL yang bu
yang tersebar di Yogyakarta, Surabaya, hingga Malang. kanmenjadi sasaran Satpol PP setiap saat. Karena pada proses
penempatannya mereka masih menggunakan prosedur dengan
baik dan benar. Doddy dan Kadek sama-sama menjelaskan
Ruang dan PKL: Antara Sektor Formal dan Informal bahwa mereka pun mengusahakan gerobaknya mendapat ijin
Pedagang kaki lima tetap saja pedagang kaki lima, selalu berjualan serta tidak mengganggu ruang publik yang nantinya
memiliki persoalan yang tidak sederhana. Apalagi untuk peda akan mereka tempati.
gangkaki lima yang lapak dagangannya mengambil ruangpu
blikyang seharusnya bisa dipakai semua warga kota. Pemakaian Jarak antara outlet yang satu dengan lainnya pun diukur
ruang publik untuk kepentingan ekonomi rupanya merupakan oleh masing-masing marketer, jelas fungsinya agar penjualan
pemaknaan ekonomis atas ruang publik. Yang menjadi soal apa gerobak yang satu tidak mengganggu penjualan gerobak yang
bila pemaknaan itu sekaligus menjadi pemilikan, ruang publik lainnya. Sedangkan mereka sama sekali tidak takut tersaingi
menjadi milik dari pedagang kaki lima yang sudah bertahun- gerobak-gerobak PKL yang lain karena masing-masing dari
tahun memakainya. Saya sebagai pejalan kaki saat ini pun ikut mereka merasa menjual produk yang berbeda.
merasakan, jalan saya tak lurus sepanjang trotoar karena jika Adanya bisnis PKL merupakan sarana bisnis informal yang
menemui PKL yang ada di atas trotoar saya harus turun dari membangkitkan ekonomi kerakyatan mengingat banyak sekali
trotoar untuk mencari jalan. sektor formal yang dibangun seperti Mal atau pertokoan lain
Sebenarnya sektor informal seperti PKL ini di satu sisi ber nya. Adanya sektor informal di samping bisnis formal karena
peran sebagai pendukung ekonomi masyarakat terutama ma secara politis bisnis informal menyerap banyak tenaga kerja se
syarakat menengah ke bawah, di samping juga menimbulkan hingga sebenarnya bisnis informal membantu pemerintah me
halnegatif bagi masyarakat dan pemerintah setempat dari aspek nyelamatkanpara pengangguran.
sosial seperti terhadap lingkungan dan ketertiban umum. Ma Sempat pula saya membaca tulisan Suparwoko, Upaya
salah perizinan pun kerap kali menjadi perbincangan, karena Penataan PKL Diperkotaan: Studi Kasus Jalan Kaliurang dalam
biasanya PKL tidak melakukan izin terlebih dulu. PKL merasa Jurnal Unisia No. 59, yang mencoba memaparkan bahwa sektor
bukan bisnis yang menetap di satu tempat, maka terkadang me informal perkotaan merupakan bagian dari masyarakat yang
reka tak mengurus masalah izin tempat. Mereka biasanya me marginal yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
nempelpada bangunan atau pada tanah yang kurang terkontrol Sehingga memang perlu peran pemerintah untuk menatasektor
penggunaannya atau bahkan ada di trotoar-trotoar. informal dengan rinci atau seharusnya difokuskan menuju pola
Kebiasaan PKL untuk menempati ruang publik telah me penyusunan secara konstruktif.
nimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Terutama Stigma masyarakat tentang PKL itu hanyalah pedagang yang
disebabkan ruang publik yang mereka tempati kerap kali me melayani masyarakat menengah ke bawah sebaiknya dihilang
rupakansarana umum dengan intensitas pemakaian yang tinggi kan.Buktinya adalah PKL saat ini juga telah dinikmati oleh ka
seperti trotoar sehingga mengakibatkan terjadinya perebutan langan atas. Silahkan tengok konsep PKL di Kemang (Jakarta)
ruang antara PKL dan warga pengguna ruang lainnya. atau Semanggi (Surakarta). Keduanya menawarkan konsep
Kadek dan Doddy sebagai wakil pebisnis PKL inovasi punse PKL elite yang dikemas dengan eksklusif dan tidak kalah de
cara tidak langsung meyakini hal ini. Dalam proses pemasaran ngan restoran bintang lima. Begitu juga dengan PKL gerobak
produk mereka hal yang paling diutamakan adalah menghitung seperti Jus Q-ta, Raja Juss, Tela-tela atau lainnya yang mencoba
kepadatan dan pergerakan penduduk di tempat yang akan men menawarkan sesuatu dengan konsep baru; PKL dengankema
jadi sasaran penempatan gerobak mereka. Konsep marketingde sanyang lebih menarik.
ngan gerobak yang menyebar juga mempunyai tujuan pembeli Inovasi dan pembaruan jenis penjualan PKL yang sudah
dapat dengan mudah menjangkau produk olahan mereka ini. dilakukan Jus Q-ta juga Tela-tela seharusnya dapat memacu
semangat masyarakat untuk terus berinovasi. Penting kiranya
176 177
x Mari Bertemu di... Dian Dwi Annisa x
Daftar Pustaka
Kusno, Abidin. Ruang Publik, Identitas dan Memori Kolektif: Jakarta Pasca- Mari Bertemu
Soeharto.a.b. Lilawati Kurnia. (2009). Yogyakarta: Ombak.
Suparwoko. (2006). “Upaya Penataan PKL Diperkotaan: Studi Kasus di Jalan
Dian
Dwi Anisa di Rel
Kaliurang”. Jurnal Unisia. No. 59/XXIX/I/2006. Yogyakarta:
UniversitasIslam Indonesia.
Lempuyangan
178 179
x Mari Bertemu di... Dian Dwi Annisa x
Setelah memarkirkan sepeda motor, saya dan kawan tadi jadi pilihan publik karena semenjak ia bertugas sepuluh tahun
duduksejenak disalah satu rellokomotif yang melintang. Sem yang lalu, tempat ini sudah ramai setiap petang menjelang.
bari menunggu senja danmenunggu kereta api lewat, saya me Saya kesulitan mencari keterangan awal mula rel Lempuyangan
lihat-lihat mural dipenyangga jalan layang dari kejauhan. Ada menjadi tempat pilihan publik karena hampir semua orang
salah satu mural yang menarik, yang pernah saya baca ceritanya yang saya tanya tak pernah tahu perihal sejarah ramainya rel
ketika SD dulu, mural yang bercerita tentang Joko Tarub dan Lempuyangan. Kusmadi, alumnus Fakultas Hukum, spesialisasi
selendang bidadari (Nawangwulan) yangiacuri. HukumLingkungan,UniversitasGadjahMada,yang saat itu tak
Bagi saya, mengunjungi rel Lempuyangan merupakan sa sengaja saya temui sedang duduk di samping penjual minuman
lah satu cara menarik menghabiskan waktu. Bisa melihat per di kawasan rel Lempuyangan, juga tak pernah tahu kapan tepat
gantian sore ke malam, bisa melihat kereta api, bisa melihat nya rel Lempuyangan itu ramai.
mobil-mobil dan motor-motor berderak maju menuju ke ”Aku pertama ke Yogyakarta itu tahun 1996. Saat itu sudah
tujuan masing-masing. Saya pun jadi sibuk menerka, apakah lumayan ramai,” tutur pemuda yang saat itu mengaku sedang
kenikmatan yang didapat pengunjung lain sama dengan mencari inspirasi.
kenikmatan yang saya dapatkan? Mengapa mereka tak pergi
saja ke mal yang menyuguhkan pemandangan barang-barang
beserta harganya yang sudah dibanderol? Mengapa mereka tak Ruang Publik, Ruang Bersama
q mengunjungi alun-alun atau museum? Kunjungan saya di rel Lempuyangan kali itu sudah berlang
Area sekitar
Setelah kereta api pertama lewat, saya mengunjungi pos jaga sung selama kurang lebih satu jam. Ketika hampir Maghrib,saya
Stasiun menyambangi sebuah keluarga muda yang terlihat asyik berceng
Lempunyangan di dekat palang kereta api. Mujiyo, pegawai kereta api, saat itu
menjadi ruang tengah duduk sembari asyik memainkan handy talky, menyam krama disalah satu rel yang sudah tak terpakai. Faiz, anggota ke
publik alternatif
but kami dengan ramah di pos-nya. Pos tempatnya bekerja hanya luarga terkecil dari keluarga itu sibuk mengunyah makanan yang
sore hari oleh
berukuran2x2 meter dengan sebuah kamar mandi kecil. Ternya iadapat dari suapan ibunya dan mencari perhatian ayahnya.
warga setempat
ta Mujiyo tak pernah mengetahui awal mula rel Lempuyangan ”Papah, lihat itu keretanya. Keretanya kok banyak?” ujar
Faiz disela-sela obrolan kami.
Ayah Faiz, Alex, selalu bilang bahwa alasan ia dan sekeluarga
mengunjungi rel Lempuyangan demi memenuhi tuntutan anak
yang ingin melihat kereta api.
”Saya waktu muda mikir, ngapain orang-orang pada ke sini.
Ternyata ya memenuhi keinginan anak. Supaya anak mau ma
kan. Soalnya kalau di rumah paling cuma empat suap.”
Dulu, Alex adalah seorang mahasiswa di salah satu pergu
ruan tinggi di Yogyakarta. Dari Palembang ia datang.
Ternyata bukan hanya Faiz dan keluarganya yang mem
butuhkan tempat untuk bersantai sejenak sembari memenuhi
keinginan anak yang ingin melihat kereta api. Hartanto dan
keluarganya juga tak jarang mengunjungi Rel Lempuyangan.
Alasan yang dipaparkan hampir sama, supaya anaknya yang
terkecil, Keisha, mau makan lebih dari biasanya.
“Kalau anak susah makan ke sini Mbak. Strategi saja supaya
Azwar
180 181
x Mari Bertemu di... Dian Dwi Annisa x
Keisha sendiri hanya menggelayut manja pada ibunya. ruang publik, namun ruang publik yang tersedia tak mencukupi
TernyatarelLempuyangankali ini adalah obat bagi Keisha yang bahkan bisa dibilang tak ada. Yang kedua adalah keinginan warga
belum lama terjatuh. Sementara itu, disamping pasangan suami sendiri untuk keluar dari tempat tinggalnya yang “kemungkinan”
istri itu terlihat seorang bocah kecil menulis di buku pelajaran sumpek dan keinginan untuk relaksasi di luar rumah.
yang ia pegang. Via, nama bocah itu, putri pertama pasangan “Ya sebetulnya itu fenomena umum. Itu karena tempat terse
Hartanto danHandayani, sedang belajar untuk persiapan ujian but memungkinkan untuk menjadi tempat nongkrong. Lihat se
di sekolah esok harinya. perti itu (kereta api dan pesawat) kan eksotis. Kalau orang yang
Sore hari merupakan pilihan hampir seluruh pengunjung rel sudah sering naik sih biasa. Kalau nggak pernah, ya dengan meli
Lempuyangan. Di waktu ini biasanya pengunjung meregang hat seperti itu menjadi hiburan tersendiri,” lanjut Ahimsa.
kan pikiran setelah melakukan rutinitas yang tak ubah-ubah. Ahimsa menambahkan, di Yogyakarta memang berkembang
Bagi orang Jawa pada umumnya, seperti diamati Siegel dalam fenomena pencarian ruang publik untuk dan oleh warga karena
artikel Nuraini Juliastuti pada masyarakat Solo, mempunyai di area itu ada objek yang bisa ditonton dan ada tempat untuk
pikiran melayang berarti memiliki potensi untuk kemasukan menontonnya.
setan. Karena itu, melakukan aktivitas di sore hari merupakan
Ruang publik sebagai lingkup spasial sendiri dapat berarti
manifestasi gagasan untuk membebaskan diri dari ketegangan
suatu ruang yang dapat diakses semua orang dan membatasi
pikiran sekaligus mengisi waktu supaya pikiran tidak mela
dirinya secara spasial dari ruang privat; organisasi alamiah atau
yang, (Juliastuti, 2010).
keluarga. Hannah Arendt (1906-1975) memperlihatkan bahwa
Saat melakukan aktivitas bersantai, kadang orang-orang evolusi historis kemunculan antara yang privat dan yang publik
mengunjungi tempat-tempat yang didesain tidak untuk kebu dimulai sejak zaman Yunani kuno. Kemunculan polis (negara
tuhan tersebut. Di dalam tempat tersebut telah tersusun bebe kota) memberi manusia hidup selain di dunia privat. Yaitu hi
rapa elemen yang menciptakan kondisi yang enak dan nyaman dup politis. Dengan demikian, setiap warga negara memiliki
untuk tempat hiburan. Setidaknya tempat tersebut mengan dua macam eksistensi dalam hidupnya; apa yang miliknya pri
dung sesuatu yang menarik untuk dijadikan tontonan dan bisa badi (idion) dan apa yang menjadi milik bersama (koinon).
dijadikan obrolan santai. Mungkin inilah yang menjadi salah Arendt dalam, The Human Condition membahas bahwa polis
satu penyebab rel Lempuyangan selalu ramai, dan keramaian sebagai ruang penampakan, polis itu sendiri adalah sebuah
itu sendiri selalu berlangsung sore hari. konstruksi arsitektural yang menentukan bagaimana yang pu
Bicara ruang publik yang berfungsi untuk interaksi sosial, blik diorganisasikan secara spasial.
sepertinya hal satu ini sudah menjadi kebutuhan pokok warga Hannah Arendt memberikan skema perbedaan antara ruang
Yogyakarta. Ini ditandai dengan adanya ruang publik yang seng publik dan ruang privat kurang lebih seperti berikut:
aja dicari dan diciptakan sendiri oleh warga. Contoh lain selain
rel Lempuyangan adalah Bandara Adi Sucipto. Di bandara, objek Private Realm Publik Realm
yang diminati tak jauh berbeda dari rel Lempuyangan, yaitu alat (ranah privat) (ranah publik)
transportasi. Jika di rel Lempuyangan yang diamati adalah kereta Household (family) Political realm
api yang keluar masuk stasiun Lempuyangan. Namun di Banda Ruang
(keluarga) (ranah politik)
ra Adi Sucipto, pemandangan yang “dianggap” menarik adalah Wants+needs, law of necessity, Freedom
pesawat terbang yang mendarat dan yang lepas landas. the driving force is life it self. (Kemerdekaan)
Memenuhi rasa ingin tahu, saya menanyakan musabab (keinginan+kebutuhan,
Hukum dasar
fenomena tersebut terjadi—pencarian ruang publik oleh warga dan asas pemenuhan, kekuatan
untuk dinikmati warga sendiri—pada Antropolog dari Universitas pengendali adalah hidup itu
Gadjah Mada, Heddy-Shri Ahimsa Putra. Ia mempunyai dua pen sendiri)
dapat akan hal ini. Yang pertama adalah kebutuhan warga atas
182 183
x Mari Bertemu di... Dian Dwi Annisa x
Force+violence Speech (logos); tah dan ruang publik yang diciptakan oleh warganya sendiri,
Cara
(kekuatan, kekerasan) persuasion (kemampuan seperti dijelaskan di bawah ini.
mengatur bicara, persuasi
184 185
x Mari Bertemu di... Dian Dwi Annisa x
• Taman Kuliner: Dibagun oleh Pemda (Pemerintah Plaza. Di simpang empat samping taman parkir Abu Bakar Ali,
Daerah) Yogyakarta pada tahun 2006. Tidak ada tiket Malioboro, dahulu ada taman yang berguna sebagai hijauan,
masuknya. Namun seiring waktu tampaknya tempat namun beberapa tahun lalu DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat
ini hanya ramai pada malam Minggu dan hari Minggu Daerah) menyetujui alih fungsi lahan tersebut menjadi tempat
saja. Selebihnya sepi. Letak yang tidak strategis juga pajang iklan elektronik yang megah. Bahkan trotoar untuk pe
membuat Taman Kuliner sepi peminat. jalan kaki pun dibabat oleh pedagang kaki lima.
• Kebun Binatang Gembira Loka: Wahana menarik ini Dengan kondisi tata kota saat ini yang cukup mempriha
pun membutuhkan biaya masuk yang tidak sedikit tinkan karena minimnya ruang-ruang publik untuk warganya,
sehingga tidak dapat dikunjungi dengan bebas. maka tak heran pula jika Ahimsa akhirnya mengemukakan
pertanyaan, “Apa perkembangan ruang publik di Yogyakarta?
Mana ruang publik baru di Yogyakarta?”
Pengalaman saya selama dua tahun menjajaki Yogyakarta
adalah tak pernah menemukan tempat terbuka dan berfungsi Mari kita menengok alun-alun. Alun-alun mungkin bisa di
sosial yang paling nyaman. Walaupun di rel Lempuyangan bi katakan hampir memenuhi aspek ideal ruang publik (walau
sa menunggu senja dan kereta namun saya sedikit kasihan pada pun alun-alun bukan milik kota Yogyakarta melainkan milik
paru-paru saya yang harus menghirup Karbon monoksida (CO) Keraton). Alun-alun Keraton dalam fungsinya memiliki seja
dari motor-motor dan mobil. Pepohonan di situ pun sangat mi rah tersendiri. Dahulu fungsi utama alun-alun adalah tempat
nim, hanya ada rumput yang tak terurus. Selain itu bisa repot berlatih (gladiyudha)prajurit kerajaan dan tempat penyeleng
ketika hujan tiba-tiba datang. Kuyup jadi ancaman tersendiri. garaan sayembara dan penyampaian titah raja kepada kawula
atau rakyat. Namun, alun-alun saat itu juga digunakan sebagai
Penciptaan ruang publik yang ideal harus memenuhi bebe
pusat perdagangan rakyat dan juga hiburan seperti rampogan,
rapa aspek, antara lain Aspek etika (moral) yaitu terbuka bagi
yaitu upacara penyambutan tamu dengan melepaskan seekor
semua orang dan demokratis. Aspek berikutnya adalah aspek
harimau yang dikelilingi oleh prajurit bersenjata.
sosial yang merupakan syarat utama untuk menghidupkan
ruang publik. Ruang publik juga harus berfungsi menjaga ke Ketika saya mengunjungi alun-alun, saya mencoba mem
lestarian lingkungan karena lingkungan yang nyaman akan bandingkan antara Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan.
membantu menghidupkan suasana dalam ruang publik. Setelah puas mengelilingi Alun-alun Utara sebanyak satu
putaran, lalu motor saya arahkan menuju alun-alun Selatan
Aspek lainnya adalah aspek keindahan (estetika) yang memi
melewati Plengkung Gading.Di sini suasana terasa lebih sejuk
liki tiga tingkatan, yaitu estetika formal dimana objek keindahan
dan menyenangkan.
memiliki jarak dengan subjek (hanya bisa dilihat), estetika fe
nomenologi atau pengalaman dimana objek dinikmati dengan Di atas sebidang tanah itu-alun-alun Selatan- puluhan orang
partisipasi atau interaksi, dan estetika ekologi dimana keindahan berdiri, termasuk saya. Selalu ada keinginan yang menggelitik
atau objek dinikmati melalui proses partisipasi dan adaptasi yang untuk kembali mencoba melakukan masangin. Mitosnya, jika
memungkinkan kita berkreasi terhadap ruang tersebut. kita berhasil jalan diantara dua pohon beringin dengan lurus
maka pikiran kita pun sama lurusnya. Sayangnya, saya tak
Jika sudah mencari ke segala penjuru kota, bagaimana ke
pernah melakukan masangin dengan mulus. Selalu saja belok
simpulan saudara-saudara? Apakah Anda bisa menemukan
sebelum sempat melewati beringin kembar.
tempat dengan kriteria tersebut di Yogyakarta?
Kalau kita perhatikan seksama, tak sedikit pedagang yang
Kita tak dapat mengelak dari kenyataan bahwa tata ru
mencoba peruntungan di area alun-alun Selatan. Lihat saja, di
ang kota karut-marut. Terlebih, dalam penyediaan ruang pu
sisi jalan selalu ada pedagang. Bakso, tempura, siomay, sup buah,
blik oleh Pemerintah. Beberapa ruang strategis sebagai fasili
wedang ronde, jagung bakar, angkringan. Bukan hanya penuh
tas publik justru beralih menjadi mal, seperti berubahnya SD
dengan penjual makanan, aneka permainan pun tumplek blek
(Sekolah Dasar) Ambarrukmo menjadi Mal Ambarrukmo
di alun-alun. Becak mini, sepeda motor mini, sepeda tandem,
186 187
x Mari Bertemu di... Dian Dwi Annisa x
sepedamini, kereta mini. Asal punya nyali mengeluarkan kocek Mujiyo, pegawai kereta api, berujar bahwa belum pernah ada
banyak, tentu semua bisa dijajal. kecelakaan di kawasan tersebut. Dan berharap sama dengan sa
Saat itu tiba-tiba saya teringat percakapan saya dengan ya, semoga jangan pernah ada kejadian buruk yang terjadi.
ibunya Faiz yang saya temui di rel Lempuyangan. Ibunya Faiz Sesuai yang dituturkan Mujiyo, sebetulnya area tersebut me
pernah berkatabahwa sebelumnya ia dan keluarga lebih sering rupakan area emplasemen, area yang harus bersih atau steril
mengunjungi alun-alun Selatan. Ada objek yang menarik karena termasuk area berbahaya. Steril dari manusia tentunya.
perhatian di sana. Dua ekor gajah! Namun sekarang, alun-alun Mujiyo berdiri, lantas menunjukkan di mana peraturan menge
Selatan sudah tidak punyadaya tarik lagi baginya karena gajah- nai harus sterilnya area emplasemen di dekat palang pintu ke
gajah tadi entah hilang kemana. Beberapa hari kemudian, tak reta api. Tertulis:
sengaja saya membaca sebuah artikel di sebuah website peri “Selain Petugas Dilarang Memasuki Area Emplasemen
hal hilangnya si gajah. Berikut saya kutipkan cerita dari salah Kereta Api Stasiun Kereta Api”
seorang tim proyek Space/Scape:
"Gajah-gajah itu dipindahkan ke Kebun Binatang Gembira Loka karena Dibawahnya masih tertulis keterangan bahwa papan tersebut
satu insiden belum lama ini di sekitar kandang gajah tersebut. Jadi, waktu mengacu pada UU No. 23 Tahun 2007 BAB XV Pasal 181 dan
itu kendaraan yang ditumpangi salah seorang “petinggi keraton” yang BABXVIIPs199. Tak tanggung-tanggung bagi yang melanggar
terjebak kemacetan di depan kandang gajah. Ketika supir mobil terse
but turun untuk menegur tukang parkir yang ada di sana karena tidak akan dipidana tiga bulan penjara atau denda Rp15.000.000,00.
tertatanya parkiran di lokasi tersebut yang menyebabkan kemacetan, si Namun, papan pengumuman itu sepertinya tak berarti apa-
tukang tersebut menukas ‘Siapa kamu menyuruh saya menata kekacauan apakarena banyak pengunjung yang tak tahu-menahu menge
ini? Wong yang “punya tempat” saja tidak pernah menata!‘. Mendengar
sindiran tersebut, dari dalam mobil si petinggi keraton menurunkan jen
nai keberadaan papan tersebut. Handayani, istri Hartanto ada
dela mobilnya sambil berkata: “Ya sudah. Kalau begitu mulai besok akan lah salah satunya.
saya tata.” Dan keesokan harinya kedua gajah itu sudah tidak ada di “Nggak tau peraturannya Mbak. Lagian disana kan sudah
kandangnya lagi," (Juliastuti, 2010). ada batas, jadi nggak mungkin kereta lewat,” tangannya menun
juk pada rel yang terputus dari sambungannya.
Suatu saat jika saya kembali berkunjung ke rel Lempuyangan Namun anehnya, sebuah papan lain berdiri kokoh di ujung
dan bertemu dengan Faiz sekeluarga, walau kemungkinan rel yang terputus, berbunyi; “Buang Sampah Pada Keranjang
nya kecil, akan saya ceritakan apa yang telah saya baca dalam Sampah. Jangan di Rel KA.”
websitetadi. Tinggal ibunya Faiz dan keluarganya yang memu
tuskan siapa yang salah dan siapa yang membuat mereka ke Tentu tulisan di papan ini mengisyaratkan bahwa PT KAI
hilangan salah satu tempat favoritnya. Apakah si tukang par (PT Kereta Api Indonesia) secara tidak langsung melegalkan
kir yang tidak mau menjawab dengan sedikit pelan dan sopan, keberadaan pengunjung dan penjual yang memadati area terse
kemudian mencoba menata wilayah parkir agar tak semrawut. but dan tidak keberatan area tersebut jadi tempat publik. Papan
Atau si petinggi keraton yang punya kekuasaan “menata“ tem pengumuman tersebut juga menandai PT KAI tidak sungkan
pat tadi. melanggar aturan yang telah dibuat sendiri.
Keadaan ini membuat saya mengingat gurauan kawan-
kawan semasa SMA saat nekat menggunakan sepatu warna
Aturan Ada Untuk Dilanggar putih saat upacara bendera setiap hari Senin. Padahal pera
Sebenarnya hati saya miris melihat banyak anak kecil du turan menyebutkan bahwa saat upacara harus mengenakan
duk dan berlari-lari di sekitar rel Lempuyangan. Bayangan bu sepatu hitam dan pakaian serapi mungkin, dengan topi OSIS
ruk kadang muncul, bagaimana kalau kereta cepat muncul dan (OrganisasiSiswaIntraSekolah)bertengger di kepala masing-
orang tua mereka lalai, tak mengawasi anaknya yang berkeliar masing orang dan tak lupa sabuk hitam yang melilit pinggang.
an. Semoga saja tak ada kejadian buruk menimpa pengunjung Ya, ucapan mereka bahwa peraturan dibuat untuk dilanggar.
relLempuyangan.
188 189
x Mari Bertemu di... Dian Dwi Annisa x
Daftar pustaka
Hardiman, F. Budi. (Ed.). (2010). Ruang Publik Melacak “Partisipasi
Demokratis”dari Polis sampai Cyberspace. Yogyakarta: Kanisius
Juliastuti, Nuraini. (2010). “Studi atas Saat Bersenang-senang di Alun-alun
Kidul“. Tersedia pada http://space.kunci.or.id. Diakses tanggal 20
Desember 2010.
Manahampi, Stevanus J. (2008). “Kebutuhan Akan Ruang Ketiga”. Tersedia
Hasti Akhir Dari Realitas Dunia
Kusuma Dewi Ketika Aktivitas Manusia Beralih
pada http://jiwangga.com/index.php. Diakses tanggal 10
Desember2010. ke Ruang Maya
Pada putaran pertama, saat saya masuk ruangan itu, Fajar Sudah sejak tiga tahun yang lalu, Fajar memilih untuk hidup
memenangkan permainannya. Uang taruhan pun mengucur seperti ini. “Memang baru dua tahun terakhir ini jadi banyak
deraskekantongnya. Cloes, salah satu lawan dalam permainan di kos,” jelasnya. Sejak memakai modem, lelaki asal Gunung
itu bangkrutdan keluar dari lingkaran permainan. Kidul ini memilih bermain dengan layar laptopnya.
Tak lama, orang bernama Alai mengggantikan Cloes dalam Tidak ada bedanya bila disuruh membandingkan kehi
permainan itu. Permainan kedua pun digelar. Nampaknya dupannya sekarang atau dulu. Fajar mengaku sama-sama bisa
kali ini keberuntungan tidak memihak kepada Fajar. Fajar berkomunikasidengan kawannya. “Dari pada di luar mengha
kalah pada permainan kedua. Setelah sedikit mengumpat, biskan uang, mendingdi sini cari uang,” tuturnya bangga pada
Fajar keluar dari permainan tersebut. Kantong penyimpanan permainan yang menghasilkan uang tersebut.
uangnya hanya tinggal beberapa dolar, yang bila dirupiahkan Apa yang dilakukan Fajar dengan dunianya merupakan
hanya sekitar seratus ribu. gambaran praktis bagaimana dunia yang senyatanya telah di
Biasanya Fajar menjual dolar-dolar (chip) yang dimenangkan alihkan menjadi maya. Seperti yang disampaikan oleh Yasraf
dalam permainan pokernya pada temannya dengan cara “nge Amir Piliang, bahwa kota arsitektur (architectural city) kini
cer” (diecer).Fajar menjelaskan, transaksi biasanya dilakukan se telah berubah menjadi kota digital (digital city) atau kota in
cara langsung kepada pembeli yang memang sudah dikenalnya formasi (information city), yang di dalamnya relasi dan komu
dengan harga yang telah ditentukan tanpa menggunakan jasa nikasi antar manusia tidak lagi secara langsung, alamiah, tetapi
bank. Setidaknya tidak ada potongan dalam transaksi yang lewat t eknologi digital.
menurutnya tidak seberapa ini dibandingkan kawan-kawannya Istilah dunia maya pertama kali dikenalkan dalam novel
yang telah berhasilmembeli sepeda motor dari judi ini. Neuromancer karya William Gibson. Novel yang berlatar ta
Keluar dari permainan pokernya, Fajar beralih menyapa te hun 1960-an tersebut mengisahkan bahwa dunia maya berarti
mannya, Budie, lewat jejaring sosial facebook. Setelah sekian jaringan informasi luas yang koneksinya akan terhubung de
lama bertegur sapa, Budie menyatakan ingin tidur. Padahal ngan sistem syaraf mereka (penggunanya).
jam baru menunjukkan pukul delapan lewat beberapa menit. Paul Virilio, esais dari Prancis yang terkenal dengan tulisan
Kemudian Fajar menengurnya, “gasik men?” (awal sekali?). nya mengenai teknologi, melukiskan kondisi kota postmodern
Budie dengan sigap menjawab bahwa ini sudah pukul sebelas dalam Lost Dimension sebagai tempat yang kehilangan dimensi
malam waktu Korea. Fajar baru tersadar kalau dia sedang interaksi, tatap muka, aura, dan ingatan.
berbincang dengan temannya yang sedang tidak di Indonesia.
Bayangkan saja, ketika anda pulang dari kantor menuju ru
Fajar kembali memainkan tetikusnya dan beralih ke tempat la mah. Di jalan anda disapa oleh seorang kawan lama. Lalu saat
in.Sebuah diskusi yang sedang hangat di jurusannya. Berita yang melewati taman anda melihat anak-anak yang sedang bermain
memuat tulisan kritik mengenai pementasan drama mahasiswa kejar-kejaran. Di pertigaan jalan dekat rumah, ternyata sudah
Bahasa dan Sastra Indonesia. Selesai membaca komentar yang ada ibu yang menunggu kepulangan Anda. Namun semuanya
ditinggalkan oleh pembaca, Fajar ikut berkomentar. Namun tiba-tiba tidak ada.
dia masih memikirkan nama samaran yang cocok dengannya.
Bertegur sapa dengan kawan lama sudah digantikan dengan
Setelah berpikir lama akhirnya dia mem-posting pendapatnya.
ikut aktif di jejaring sosial facebook. Ibu anda pun tidak perlu
Identitas palsu memang sering dipakai olehnya. Hal ini berdiridipertigaan jalan untuk memastikan kapan anda pulang
untukmenghindari adanya ketegangan. Isu yang sedang ia ikuti karena dengan melihat status di twitter ibu sudah tahu posisi
ini merupakan masalah sensitif yang ada di jurusannya, maka anda sedang di mana. Sedangkan pemandangan anak yang ber
dari itu untuk menghindari adanya salah paham, Fajar memilih main ditaman sudah musnah karena mereka lebih asik bermain
memakai nama lain. Sudah dari sejak awal berita tersebut di di dunia maya (ingatan manusia tentang hal-hal tersebut pun
keluarkan, Fajarselalu mengikutinya. Menurutnya walau tidak sudah direkamkanoleh seperangkat komputernya).
terlibat langsungtetapi selalu mengawasi perkembangannya.
192 193
x Akhir Dari Realitas... Hasti Kusuma Dewi x
Gambaran Virilio mengenai kota baru ini tidak lagi me Bila ruang dilipat, maka akan terjadi perubahan pada ruang
mentingkandimensi fisik. Dimensi tersebut direbut oleh virtual tersebut. Contoh kecil jarak tempuh untuk ruang tentu akan se
(internet). Perubahan tersebut akan membawa dunia pada ke makin kecil. Artinya memperkecil jarak ruang dengan cara mem
matianarsitektur. Para arsitek ini akan digantikan oleh desainer perpendekwaktu tempuh di dalam ruang tersebut. Jadi, melipat
virtual. sebuah ruang akan secara otomatis melipat waktu, sedangkan
Aura yang ingin dimunculkan Virilio dalam pertemuan nya perubahanwaktu hanya dapat dialami di dalam ruang.
ta, menjadi kabur. Ruang virtual jelas tidak bisa memfasilitasinya Hal yang sama dikatakan oleh David Harvey dalam The
karenahilangnya momen bertatap muka di ruang tiga dimensi. Condition of Postmodernity bahwa, pemampatan ruang-
Maya atau nyata? Manusia tidak lagi mau tahu dengan waktu (time-space compression) yaitu hambatan ruang (spatial
hal tersebut. Ketika kota itu hanya sebatas pada imaji setiap barries) diatasi oleh teknologi, sehingga menciptakan semacam
manusiaatau bukan. Bahkan manusia tersebut bisa hidup nya percepatandunia kehidupan.
man di dalam hasil imajinasinya. Kehidupan sosialnya kemu Pelipatan ruang yang dialami Fajar mungkin memudahkannya
dian digantikan dengan hanya bertatap dengan layar kaca yang berkomunikasi dengan kawannya yang berada di Korea. Namun,
di dalamnya telah dibuat sesuai keinginannya. Lalu bagaimana bagaimana dengan kehidupan fisiknya yang terus berlangsung?
dengan kehidupan nyata yang telah dilaluinya terlebih dahulu? Fajar yang lebih memilih hidup di dunia maya ini jadi menghi
raukan kehidupan di dunia nyatanya. Sosialisasi dengan orang
lain yang tidak tergabung dalam dunia maya tentu akan berhenti,
Ruang yang Cepat atau setidaknyaterganggu intensitasnya.
Dalam hitungan detik Fajar bisa berkomunikasi dengan
kawannya, Budie, di Korea yang jaraknya ribuan kilometer Di kesempatan lain kehidupan Fajar memang menjadi lebih
dari tempatnya berasal. Internet telah memecahkan masalah ringkas, namun di sisi lain ia tidak beranjak dari tempatnya.
jarak yang harus ditempuh Fajar hanya untuk berkomunikasi Ini merupakan sebuah resiko perkembangan zaman yang
dengan karib lamanya itu. Fajar hanya bisa membayangkan menjadikannya konsekuensi dari teknologi ini.
lawan bicaranya ada dihadapannya meskipun mereka tidak
saling menatap. Lalu bagaimana Fajar bisa membayangkan Ruang Maya: Simulasi Ruang Nyata
Budie menjadi seolah tidakberjarak? Komunikasi melalui dunia maya bukan hal yang asing lagi.
Pertanyaan itu menuntun saya pada sebuah buku karya Tidak perlu menunggu sampai jaraknya jauh seperti yang
Yasraf Amir Piliang yang berjudul Dunia yang Dilipat. Dari dilakukan Fajar dan temannya yang berada di Korea. Dengan
buku tersebut akhirnya saya tahu bahwa ruang dan dunia jarak yang dekat pun terkadang komunikasi ini menjadi pi
merupakan kata yang memiliki arti sama. Bukunya tersebut lihan. Hal inilah yang kemudian disebut oleh banyak orang
juga membahas bagaimanadia bisa melipat dunia. dengan komunikasi dunia maya. Komunikasi yang memilih
Jika anda melihat selembar kertas, maka itulah dunia menggunakan perantara media (internet).
menurut Yasraf. Melipat kertas sama saja artinya melipat Lebih lanjut, saya mulai berselancar lewat internet untuk
dunia. Walaukeduanyamemiliki bentuk yang berbeda, namun mengetahui gambaran mengenai dunia maya. Sampailah saya
kerusakan akibat pemaksaan bentuk ini akan memudahkan pada blog seorang dosen dari Universitas Padjajaran, Dadang
pembacanya mengerti maksud akibat pelipatan dunia. Sugiana, yang memuat tulisan berjudul "Tren Komunikasi Dunia
Kembali pada selembar kertas milik Yasraf tadi, jika dilipat Maya dan Dampaknya Pada Intensitas Interaksi Tatap Muka". Da
apa yang terjadi? Tentu masalah ketebalan dan ukurannya yang lam tulisannyaDadang menunjuk komputer sebagai pengganti
lebih kecil. Namun, tidak sampai di situ saja, karena nantinya realitas fisik.
kertas tersebut juga akan rusak bahkan robek. Seperti itulah Manusia mulai terhubung dengan kehidupan di dunia nya
bila dunia dilipat. tanya melalui komputer. Jadi, pertemuan secara fisik sudah
194 195
x Akhir Dari Realitas... Hasti Kusuma Dewi x
diabaikan karena pertemuan itu bisa dilakukan hanya dengan dari modernitas yang telah mencapai titik ekstrim. Nilai-nilai
duduk di depanlayar. Akan sama nyatanya dengan pertemuan dan norma-norma sosial tidak lagi diperhatikan. Mereka ber
di dunia tiga dimensi. tindak mengikuti keinginan individu dalam proses perubahan
Dadang mengibaratkannya seperti jendela. Kita bisa me (kapitalismeglobal).
lihat orang berjalan, mendengar orang berbincang. Namun, Akhir sosial ini semakin dipercepat dengan adanya internet
untuk memegang lawan bicara atau orang yang kita dengar maupun televisi. Keduanya merupakan alat pencipta berbagai si
pembicaraannya akan sangat sulit. Mengingat fungsi jendela mulasi relasi sosial. Pembentuk masyarakat seperti batas sosial,
untuk sirkulasi udara dan mengintip. Penggunanya pun, seperti hierarkisosial sudah ikut lenyap. Alain juga menilai yang ada se
Fajar, hanya akan bisa menikmatinya dari batas layar. Dia bisa karangini bukanlah satu komunitas yang diikat oleh satu ideologi
menantang temannya bermain kartu, bisa bercakap-cakap de politik tertentu, melainkan sebuah perebutan antar individu.
ngan temannya yang jauh di Korea, bisa ikut aktif dalam disku Ruang yang diciptakan dalam dunia maya telah menjauhkan
si namun hanya sekadar melihatatau mendengar. dari realitas terdekat pemakainya, namun sebaliknya, ruang
Teman atau bahan diskusi yang dilakukan di dunia maya maya juga mendekatkan dengan realitas yang jauh dari aktivitas
memang tidak maya. Karena terkadang orang yang kita sapa orang itu. Sebagai contoh aksi dukungan facebooker terhadap
adalah orang yang kita kenal, bahkan diskusi yang kita ikuti duo pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M
merupakan isu yang nyata, yang menjadikannya maya karena Hamzah dalam rekayasa kasus yang menimpanya. Dukungan
tidak adanya pertemuan secara fisik di ruang tiga dimensi. yang besar dan meluas tak pelak memancing pemerintah dan
Kita lihat saja, ketika Fajar berhasil berkomunikasi dengan Mahkamah Agung untuk memberikan deponeering terhadap
temannyayang berada di Korea, dia hanya akan bertemu dengan kasus Bibit-Hamzah tersebut.
tulisan yang terpampang di layar. Bagaimana tingkah lakunya Ataupun dukungan facebooker terhadap Prita Mulya Sari
saat itu, sedang memakai baju apa, atau bagaimana interior dalam kasus tuntutan RS Omni Internasional terhadap Prita
tempatnya berada waktu itu hanya akan dapat dibayangkan yang didendasebesar Rp 204.000 000,00 akibat ulahnya curhat
oleh Fajar. Pertemuan seperti itulah yang disebut maya (semu). mengenai pelayanan RS. Omni Internasional di Internet.
Seperti bertemu, namun masing-masing hanya bertatap dengan Dukungan yang besar tersebut telah menggerakkan masyarakat
layar kaca. untuk mengumpulkankoin sebanyak mungkin guna membantu
pembebasan Prita.
Nilai-nilai Sosial yang Kabur Para pengguna facebook mungkin tidak mengenal Bibit,
Intensitas Fajar dengan dunia maya membuatnya tercabut Hamzah, maupun Prita sebelumnya. Mungkin juga hanya me
dari realitas kehidupan yang nyata. Dia menjadi tidak ngenalsaat dia memberi dukungannya. Tetapi pengetahuannya
peduli dengan sesuatu yang terjadi di sekelilingnya. Bahkan, yang singkat tentang ketiga orang tersebut tidak mengurangi
mungkin, Fajar tidak mengetahui jika tetangga kosnya sakit keinginannya untuk ikut terlibat dalam gerakan sosial dunia
dan membutuhkan bantuannya. maya tersebut. Meskipun tetangga maupun kerabat terdekat
juga mengalami situasi yang sama belum tentu orang itu ikut
Aktivitasnya di dunia maya telah mengaburkan batas dan tergerak dalam dukunganataupun gerakan pengumpulan koin
nilaisosial yang lama dianut Fajar dalam kehidupannya. Nilai- untuknya.
nilai tentang solidaritas, kesetiakawanan, nasionalisme, dan
nilai lokalitas lainnya semakin hilang dari realitas sosial Fajar Inilah realitas yang terbentuk dalam dunia maya. Nilai sosial
dan akhirnya hanya menjadi mitos. Nilai yang menggantikannya yang dianut, menurut Yasraf Amir Piliang, menjadi transparansi
berubah menjadinilai universal. sosial. Yaitu suatu kondisi lenyapnya kategori sosial, batas sosial,
danhierarki sosial yang sebelumnya membentuk masyarakat. Ti
Alain Touraine dalam Return of the Actor: Social Theory in dak ada lagi batas antara kaya dan miskin, penguasa dan rakyat,
Postindustrial Society, melihat proses tersebut sebagai akibat anak-anak ataupun dewasa, semuanya sejajar dan universal.
196 197
x Akhir Dari Realitas... Hasti Kusuma Dewi x
Peringkasan Ruang-Psikis q
Kumpulan
Yasraf Amir Piliang juga menulis tentang jarak-ruang lewat Kaskuser regional
teknologi transportasi, telekomunikasi, dan informasi telah Jogja. Di Jalan
mengubah persepsi dan pandangan manusia terhadap ruang Mangkubumi
dan waktu itu sendiri. Persepsi tentang jarak, tempo, lambat (emperan KR).
Komunitas ini
laun kini mengalami perubahan mendasar. Tempat yang jauh mengadakan temu
dirasa dekat, begitu juga yang dekat menjadi jauh secara psikis. antaranggota
Sama halnya dengan pandangan manusia tentang nyata atau setiap Rabu malam
fantasi, asli atau palsu, realitasatau simulasi.
Tidak puas dengan membaca buku milik Yasraf, saya
mencari seorang dosen ahli Psikologi, Pratiwi Wahyu Widarti, di
Dwi Fajar W
Universitas Negeri Yogyakarta. Namun, ternyata saya gagal me
nemuidi ruangannya. Langkah terakhir menghubunginya lewat
bertanya pada mesin pencari,Google, daripada teman ataupun
pesan singkat melalui handphone. Gayung bersambut. Dosen
dosen. Ruang maya lebih bisa membuatnya nyaman dari pada
yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial khususnya tentang
bergabung dalam obrolan dunia nyata.
anak-anak berkebutuhan khusus ini membalas pesan saya.
Pemaknaan terhadap ruang sendiri memang sudah dianggap
Sore itu, sekitar pukul empat sore, saya berhasil menemuinya
bukan kebutuhan psikis lagi, tetapi menjadi alat pemenuhan
di sebuah kafe yang terdapat di Karangmalang, UNY. Sambil
hasrat akan perbedaan dan kepuasaan. Pemaknaan ini hanya
menikmati santapan sorenya, dia berkomentar tentang
oleh manusia itu sendiri.
psikologi manusia terhadap tumbuh kembangnya teknologi,
khususnya internet. Manusia mulai diperbudak oleh teknologi. Pembicaraan ini berlanjut pada pendapatnya tentang
Alat yang harusnya diciptakan untuk membantu manusia, kejadian ini hanya sebuah euforia. Tidak ada dalam sebuah
malah membuat menjadi budaknya. “Yang ideal manusia harus euforia yang tidak akan berakhir. “Seperti dulu manusia kenal
mampu menguasai alat tersebut,” terangnya. dengan telepon genggam,euforianya berlebihan, namun lama-
lama akan bosan juga,”jelasnya.
Ruang-ruang yang tercipta di dunia nyata harusnya bisa
dikembalikan kepada manusia. Contoh kecil yang diberikan
pada perbincangan sore itu mengenai kecanduannya manusia Kembalinya Manusia ke Dunia Nyata
terhadap ruang yang tidak nyata dalam sebuah reuni. Apakah realitas yang sesungguhnya benar-benar telah tergan
Semisal reuni tersebut diadakan di sebuah rumah makan. tikan sepenuhnya dengan realitas yang terbentuk dalam dunia
Semua berkumpul dalam meja yang sama agar tercipta obrolan maya? Pertanyaan ini menggerakkan saya untuk mengetahuinya
yang hangat. Namun, yang terjadi malah peserta reuni sibuk lebih lanjut kepada para pegiat bisnis dalam dunia maya.
dengan peralatan elektroniknya, telepon genggam. Entah itu Awal perjalanan saya untuk mengetahuinya dimulai dari se
facebook-an, twitter-an atau SMS. “Akhirnya mereka berhubu buah kafe. Tepatnya di daerah Jalan Pawiro Kuat, nomor 25,
ngan dengan alat,”tegasnya. Mancasan,Sleman, Yogayakarta. Waktu itu sekitar pukul 19.30
Orang yang telah kecanduan, seperti Fajar, merupakan WIB. Saya disambut oleh seorang pria berperawakan tinggi
korban dari tumbuh kembang teknologi ini. Dimana pertemuan besar. Namanya Novian Saputra atau yang akrab disapa Ian.
secara fisik di ruang tiga dimensi sudah tidak menjadi berarti. Ian lantas mengajak saya untuk menengok lapaknya di
Ketika dia memilih menyapa teman-temannya lewat internet sebuah blog komunitas KasKus. Hanya berjalan beberapa
daripada bertatap muka langsung. Menurutnya hal tersebut langkah saja dari tempat kami duduk. Tepatnya di meja kasir,
sama saja dengan dia menyapa temannya secara langsung. di sana ada seperangkat komputer yang lantas mengantarkan
Bahkan dalam ruang kuliah pun, saat diskusi, dia lebih memilih saya dan Ian memasukilapaknya.
198 199
x Akhir Dari Realitas... Hasti Kusuma Dewi x
Dagangan kaosnya terpampang di layar. Harga dan nomor Komunitas tersebut tergabung karena keinginan dari anggo
telepon Ian pun tertera di sana. Hal tersebut untuk memudahkan tanyauntuk bertemu secara langsung di dunia nyata. Perbincang
pembelinya. Transaksinya pun cukup praktis. Tinggal mengirim an yang dilakukan pun sama dengan yang dilakukan di dunia
pesan singkat berisi kode barang yang diinginkan ke nomor Ian. maya. Hal ini karena sudah dekatnya mereka di dunia tersebut.
Lalu mengirimkan uang lewat rekening yang telah disepakati Kehidupan nyata yang ditandai dengan bertemunya
maka barang akan langsung dikirim oleh Ian. manusia secara fisik di ruang tiga dimensi, ternyata masih
Namun, berbeda jika pembeli berasal dari sesama daerah, berlaku di hukum dunia maya. Namun pertemuan ini hanya
serta ingin mengurangi biaya pengiriman barang dengan pos. sekadar perpanjangantangan dari dunia mayanya. Yang terjadi
Pembeli dan pedagang tinggal menentukan tempat bertemu justru sebaliknya. Kini dunia nyata malah menjadi ruang yang
untuk melakukan transaksi jual-beli tersebut. Jadi, internet dibuat untuk memfasilitasi untuk mereka karena keterbatas
hanya dijadikansebagai media iklan dalam hal ini. Lalu untuk an di dunia maya maka memakai ruang tiga dimensi untuk
melanjutkan perjanjianyang dilakukan di internet diadakanlah merampungkannya.
pertemuan secara rutin untuk menyelesaikannya. Petualangan Fajar dalam dunia maya mengantarkannya
Ian juga terlibat aktif dalam pertemuan rutin yang diadakan menjadi manusia yang baru. Migrasi manusia dari relitas
oleh para pegiat komunitas online. Tanpa pikir panjang saya ruang nyata menuju realitas dunia maya telah mereduksi nilai-
pun menawarkan diri untuk ikut dalam pertemuan yang nilai tradisional yang selama ini dianut dan telah membentuk
dilaksanakan tiap Rabu malam di Jalan Mangkubumi, di kesatuan masyarakat. Tetapi dunia maya juga telah memberikan
emperan kantor surat kabar Yogyakarta itu. nilai tersendiri tentang transparansi sosial yang lebih universal
Seminggu kemudian, saya baru bisa mengikuti pertemuan yang tak terbatas ruang dan waktu.
rutin tersebut. Saya kemudian bergabung dengan salah satu Ruang maya telah memberikan ruang yang tidak terbatas
kelompok kecil di sana. Setelah memperkenalkan diri dan untuk memuaskan hasrat manusia yang tidak ter-cover dalam
menyatakan maksud kedatangan saya, mereka menyambut dunia nyata. Tetapi pada akhirnya manusia akan kembali
hangat kehadiran saya. Kemudian mereka pun memperke pada realitas fisiknya. Seperti seorang yang terbangun dalam
nalkan namanya. Lelaki yang menjawab pertanyaan awal saya mimpinya, manusia tetap akan kembali dalam interaksi fisik,
tadi namanya Riyan, lengkapnya Riyan Jogja, lalu sebelahnya meskipun nilainya telah berbeda dengan saat sebelum manusia
ada Kandra, sedangkan perempuan berkaca mata yang du itu tertidur.3
duk paling utara bernama Putky. Mereka menamakan diri
Pengusaha Muda Jogja (PMJ).
Daftar Pustaka
Sedikit berteriak melawan keramaian satu persatu mencerita Gibson, Wiliam. (1993). Neuromancer. New York: Harper Collin Publisher.
kan sejarah mereka masuk kelompok tersebut. Saya kemudian
Harvey, David. (1990). The Condition of Postmodernity. Cambridge: Basil
tertarik pada Putky. Bukan karena dia satu-satunya perempuan Blackwell.
yang ada di sana, melainkan karena kisahnya. Dia merupakan
Piliang, Yasraf Amir. (2004). Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-
orang yang telah mencicipi bisnis di dunia nyata dan maya. batas Kebudayaan. Bandung: Jalasutra.
Dulunya, dia pernah memiliki sebuah rumah makan. Namun,
Sugiana, Dadang. (2010). “Tren Komunikasi Dunia Maya dan Dampaknya
diaharus segera merelakan keinginannya untuk melanjutkan ru Pada Intensitas Interaksi Tatap Muka”. Tersedia pada http://
mah makan tersebut karena bangkrut. Setelah itu, Putky ingin dankfsugiana.wordpress.com. Diakses tanggal 18 Januari 2011
belajar bisnis melalui media online. Lama-kelamaan, dia bisa jadi
Touraine, Alan. (1998). Return of the Actor: Social Theory in Postindustrial
masuk blog ini: KasKus. Setelah mengetahui banyaknya pilihan Society. Minnesota: Minnesota University Press.
dan kemenarikannya dia mulai bergabung. Tidak lama kemudian
dia ikut dalam perkumpulan ini. “Ini merupakan pengalaman Virilio, Paul. (1991). Lost Dimension. New York: Semiotext(e).
pertama saya,” terangnya kemudian.
200 201
p
Epilog
Purnawan
Status Sosial-
Basundoro Ekonomi Warga
Sebagai Basis Pembagian Ruang Kota
Beberapa saat sesudah saya tinggal di Blimbingsari, suatu yang wajar, baik dari segi tempat maupun dari segi kelayakan.1
sore saya duduk-duduk dengan beberapa kawan di depan ka Blimbingsari bukanlah satu-satunya makam yang tergusur. Di
mar kos. Tempat yang digunakan untuk duduk-duduk adalah Yogyakarta terdapat beberapa tempat laindengan kasus serupa,
sebuah tempat duduk memanjang yang terbuat dari beton cor. yaitu Badran, Kompleks Masjid KampusUGM, dan Sagan.
Semula saya mengira bahwa yang saya duduki benar-benar di Blimbingsari, Badran, Kompleks Masjid Kampus UGM,
buat untuk tempat duduk. Namun, beberapa saat kemudian sa dan Sagan adalah bagian dari sebuah kenyataan ketika kota-
ya mulai curiga karena tempat duduk tersebut salah satu ujung kota berkembang tidak terkendali akibat kenaikan jumlah
nya membentuk lingkungan, persis seperti makam untukorang penduduk yang terjadi secara simultan dan tidak dibarengi
Cina. Kecurigaan saya pun akhirnya terjawab, ketika pada su dengan kebijakan untuk membagi dan menata ruang secara
atu kesempatan saya bertanya kepada teman-teman yang lebih adil oleh pemegang otoritas kota. Ketika para penghuni kota
dahulu tinggal di tempat tersebut. Mereka menjawab bahwa atau orang-orang yang tertarik untuk tinggal di kota dibiarkan
tempat yang kita jadikan area untuk duduk-duduk memangse untuk bersaing secara bebas, maka akan terjadi proses di mana
buah bangunan makam Cina. Saya baru sadar, bahwa kampung ruang-ruang kota yang masih terbuka diperebutkan secara bebas
Blimbingsari adalah bekas makam Cina yang digusur oleh para pula.2 Bahkan tidak jarang ruang kosong yang sudah memiliki
pendatang untuk dijadikan tempat tinggal. legalitas klaim, yang mestinya bukan lagi ruang kosong karena
Beberapa tahun kemudian, setelah saya intensif mempelajari sudah ada otoritas di tempat itu, diabaikan begitu saja oleh
ruang-ruang kota, saya baru paham bahwa terbentuknya kam individu atau kelompok yang merasa memiliki kekuatan untuk
pung Blimbingsari merupakan hasil dari sebuah perebutan menduduki ruang tersebut.3
ruang. Walaupun kawasan Blimbingsari pada awalnya adalah Menilik kenyataan tersebut maka sejatinya antara kenaik
sebuah makam, bukan berarti perebutan ruang yang terjadi di an jumlah penduduk yang tidak terkendali yang berujung pada
kawasan tersebut adalah antara yang telah mati dengan yang kebutuhan akan ruang, ruang kota yang terbatas, dan kekuatan
telah hidup. Blimbingsari adalah hasil dari sebuah pertarungan (powers) yang dimiliki oleh kelompok maupun individu peng
antara para pewaris dari yang telah dimakamkan, dengan para huni kota memiliki keterkaitan yang erat yang berujung pada
pendatang yang membutuhkan tempat tinggal. Kekalahan para klaim terhadap ruang kota. Jika klaim dilawan oleh klaim yang
pewaris telah menyebabkan leluhur mereka merana di dalam lain, maka sebuah proses perebutan ruang kota tengah terjadi.
makam, karena di atas mereka telah muncul kehidupan baru Proses semacam ini hampir melanda semua kota di dunia di mana
yang tidak layak muncul di tempat tersebut. 1
Baik para penganut agama maupun para pengemban tradisi yang berakar dari
Realitas yang terjadi di Blimbingsari adalah contoh betapa kesukuan, makam biasanya dianggap sebagai tempat yang keramat dan harus dihormati
karena di tempat tersebut berbaring makhluk sejenis yang akan menghadap Sang Pencipta.
proses perebutan ruang di kota besar sudah melembaga sede Dalam agama Islam misalnya terdapat petunjuk, aturan sopan-santun, perilaku, atau adab di
mikiankeras, sehingga makam yang mestinya menjadi tempat makam, antara lain dilarang duduk-duduk di atas makam. Terdapat hadist nabi yang menga-
takan bahwa melompati atau menduduki makam adalah perbuatan yang tidak disukai atau
yang tenang untuk tempat beristirahat orang-orang yang su makruh. Masyarakat penganut tradisi Jawa sangat percaya bahwa makam adalah salah satu
dah pergi ke “alam sana” masih harus terganggu dengan ke tempat keramat yaitu tempat tinggal roh-roh nenek moyang, sehingga pada hari-hari tertentu
harus dibersihkan serta dibacakan doa-doa. Anak-anak yang tiba-tiba sakit, sering dikait-kait-
hadiran manusia-manusia kuburan. Bisa jadi mereka yang te kan dengan para “penunggu” di makam-makam keramat. Makam adalah salah satu tempat
ngah istirahat di alam lain tidak lagi RIP dalam arti Requiem yang harus dihormati selain masjid. Lihat A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maraam Berikut Kete
rangan dan Penjelasannya, Bangil: Pustaka Tamam, 2001, hlm. 261. Clifford Geertz, Abangan,
in Pacem atau rest in peace (istirahat dalam ketenangan), tetapi Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 1989, hlm. 91-103
rest in panic (istirahat dalam kepanikan) karena ruang mereka 2
Sejak merdeka, Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara khusus
mengatur penggunaan tanah di perkotaan. Undang-undang pertanahan yang telah ada be-
tergusuroleh pendatang lain. serta peraturan di bawahnya sangat dipengaruhi oleh semangat pengaturan tanah untuk
pertanian, bukan pengaturan tanah untuk tempat bermukim di perkotaan. Akibatnya pada
Blimbingsari adalah contoh perebutan ruang yang sudah setiap masa selalu muncul kasus-kasus pertanahan di perkotaan yang selalu berakhir dengan
mencapai taraf excessive (keterlaluan) karena sudah melewa konflik antar individu atau kelompok yang memperebutkan tanah tersebut.
Legalitas klaim atas tanah biasanya dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat,
ti batas-batas kewajaran moral secara umum. Jika dipandang
3
pethok D, letter C, dan lain-lain. Namun legalitas yang paling kuat dibuktikan dengan kepemi-
melalui kacamata orang-orang yang bisa memperoleh ruang likan sertifikat tanah. Sarjita, Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan dalam Era Otonomi
Daerah, Yogyakarta: Tugu Jogja Pustaka, 2005.
206 207
x Status Sosial-Ekonomi... Purnawan Basundoro x
kenaikan jumlah penduduk kota tidak terkendali dan tidak diikuti Kota-kota di Jawa mulai mengalami berbagai persoalan ke
kebijakan untuk membagi ruang kota secara adil dan legal. tika mulai terjadi perubahan yang amat drastis dari kota tradi
Pembagian ruang kota secara adil mustahil dilakukan ma sional menuju ke kota modern. Menurut Wertheim, kota-kota
nakala kota hanya memiliki ruang yang amat terbatas, semen di Indonesia mengalami loncatan perubahan yang mendasar
tara ruang tersebut tidak ubahnya sebagai sebuah komoditi.4 setelah tahun 1870. Liberalisasi ekonomi yang dimulai setelah
Dalam hukum komoditi maka siapa yang memiliki modal yang disahkannya Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang
lebih besar dan lebih baik, apapun bentuknya, maka dialah yang Gula, telah meningkatkan perdagangan dan industri, memper
akan berhasil menguasai ruang tersebut. luas administrasi sipil, dan mengakibatkan kenaikan cepat jum
lah penduduk perkotaan di Jawa.6 Sensus penduduk tahun 1920
Jika hal tersebut yang terjadi maka pertanyaan kita adalah, di
mencatat bahwa 6,63 persen penduduk Jawa tinggal di kota, dan
mana posisi rakyat miskin perkotaan memperoleh t empat? Rak
pada sensus penduduk tahun 1930 penduduk yang tinggal di ko
yat miskin adalah kelompok yang memiliki modal yang amat
ta melonjak menjadi 8,7 persen. Dari jumlah tersebut, 3,8 persen
minimal. Di kota-kota yang dikembangkan dengan mengede
tinggal di kota-kota yang berpenduduk lebih dari 100.000 jiwa.7
pankan ide-ide liberal dan kapitalis maka orang miskin adalah
beban bagi sebuah kota. Tidak ada tempat yang layak bagi orang Tingginya pertumbuhan penduduk kota sebelum Indonesia
miskin untuk menempati ruang kota. Jika kenyataannya sampai merdeka disebabkan karena tingginya arus migrasi dari desa ke
saat ini mereka masih bisa mempertahankan diri untuk tinggal kota. Penghitungan penduduk tahun 1940 mencatat bahwa lebih
di kota, maka hal ini terjadi karena beberapa alasan. dari setengah penduduk kota Bandung, Batavia, dan Surabaya
dilahirkan di luar batas kota tersebut, namun mayoritas dilahir
Pertama, kota telah menjadi tempat yang nyaman untuk hi
kan di propinsi di mana kota tersebut terletak.8 Melonjaknya
dup dan bertempat tinggal dibandingkan dengan kawasan lain,
kedatangan orang-orang Eropa ke kota-kota di Indonesia bisa
katakanlah desa. Kedua, tidak ada pilihan lain selain bertahan
jadi merupakan faktor penentu yang melahirkan modernisa
di kota dengan segala resiko yang harus terus-menerus diha
si kota. Keputusan mereka untuk memilih tinggal di sebagian
dapi, yaitu bertahan atau melawan. Eksistensi rakyat miskin di
besar kota-kota di Indonesia telah melahirkan tuntutan adanya
kota merupakan bagian dari paradoks kota, pada satu sisi kota
otonomi kota yang direalisasikan dengan dibentuknya peme
dianggap menghasilkan dan menjadi sumber dari peradaban te
rintahan kota yang otonom (gemeente).9 Modernisasi kota-kota
tapi pada saat yang bersamaan kota juga melahirkan masyarakat
itulah yang pada akhirnya memancing proses migrasi yang
yang “kurang beradab”. Kenyataan semacam ini bukanlah kenya
lebih besar. Orang-orang dari desa berbondong-bondong da
taan sesaat tetapi lahir melalui proses sejarah yang amat panjang
tang ke kota untuk mencari penghidupan baru yang lebih men
melalui persaingan antara yang “beradab” dan yang “tidak ber
adab”. Dalam proses sejarah yang panjang itulah proses bertahan ada Jalan Lain: Revolusi tersembunyi di Negara Dunia Ketiga, Jakarta: Yayasan Obor Indo-
nesia, 1991, Petrick McAuslan, Tanah Perkotaan dan Perlindungan Rakyat Jelata, Jakarta:
dan melawan dalam rangka memperoleh ruang untuk hidup te Gramedia, 1986, terutama Bab IV.
rus-menerus dilakukan.5 6
W.F. Wertheim, Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Studi Perubahan Sosial,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999, hlm. 138.
4
Dalam kasus Indonesia berbagai kebijakan yang memiliki muatan untuk membagi 7
Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel, Volkstelling 1930, Java en
ruang secara fisik hanya bisa diberlakukan di daerah pedesaan karena konteks pembagian ru- Madoera, Batavia Centrum: Landsdrukkerij, 1931. W. Brand dalam salah satu artikelnya me-
ang tersebut lebih bernuansa agraris. Beberapa undang-undang yang mengatur pembagian ru- nyodorkan data yang cukup luas sebagai perbandingan. Pada tahun 1930 jumlah penduduk
ang secara fisik (tanah) yang cukup monumental antara lain Agrarisch Wet 1870 dan Undang- Indonesia yang tinggal di kota mencapai 3,8 persen, dari jumlah tersebut penduduk yang
Undang Pokok Agraria 1960. Bahkan aturan tentang pembagian tanah (landreform) yang tinggal di kota-kota di Jawa dan Madura mencapai 4,7 persen dan di kota-kota pulau-pulau
digariskan dalam UUPA 1960 tidak pernah bisa dijalankan lagi secara wajar, walaupun di lain hanya 2 persen. Prosentase tersebut meningkat tajam pada tahun 1961. Pada tahun
pedesaan, sejak undang-undang tersebut diundangkan. Artinya, terdapat problem yang men- tersebut penduduk Indonesia yang tinggal di kota mencapai 14,8 persen, khusus kota-kota di
dasar berkaitan dengan proses pembagian ruang secara fisik, sekalipun di desa yang masih Jawa dan Madura dihuni oleh 15,6 persen dan di kota-kota pulau pulau lain melonjak sampai
memiliki ruang yang relatif luas. Lihat Andi Achdian, Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform 13,3 persen. W. Brand, “Some Statistical Data on Indonesia,” dalam Bijdragen tot de Taal-,
pada Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965, Bogor: Kekal Press, 2009. Land- en Volkenkunde, Deel 125, 1969, hlm. 308.
5
Perlawanan rakyat miskin kota dalam rangka memperoleh ruang untuk hidup mun- 8
Ibid., hlm. 259; Graeme J. Hugo, “Population Movements in Indonesia during the
cul dalam bentuk yang amat beragam, terutama di negara-negara dunia ketiga di mana Colonial Period,” dalam J.J. Fox et al. (ed.), Indonesia: Australian Perspectives, Canberra:
kemampuan negara untuk mengelola rakyat miskin di perkotaan masih amat terbatas serta Research School of Pasific Studies, ANU, 1980, hlm. 95-136.
tingginya angka urbanisasi di kota-kota besar. Kasus-kasus semacam ini banyak muncul di 9
F.W.M. Kerchman, 25 Jaren Decentralitatie in Nederlandsch-Indie 1905-1950,
Amerika Latin, Asia Selatan dan Tenggara, serta di Afrika. Lihat Hernando de Soto, Masih Semarang: Vereeniging voor Locale Belangen, 1930.
208 209
x Status Sosial-Ekonomi... Purnawan Basundoro x
janjikan sekaligus menikmati kota yang telah melahirkan ima berakhir gerakan untuk memasuki kota berlangsung kembali,
jinasi-imajinasi baru bagi kaum pendatang. bahkan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan
Terdapat beberapa alasan mengapa setelah tahun 1870 keda jumlah penduduk kota yang keluar ketika terjadi pengungsian.
tangan orang-orang Eropa ke Indonesia melonjak secara drastis. Ketika kota-kota mulai aman dan aktivitas perekonomian mulai
Pertama, politik kolonial yang sedikit demi sedikit meninggalkan bergerak kembali, kota menjadi salah satu tujuan dari masyarakat
cultuurstelsel menunjang perkembangan perkebunan milik pri pedesaan untuk mengadu dan mengubah nasib. Kondisi ini telah
badi dan menjadikan Indonesia sebagai koloni untuk pemukim menyebabkan jumlah penduduk di kota besar terutama di Jawa
an. Kedua, kelancaran transportasi antara Belanda dan Indonesia mengalami lonjakan yang cukup tajam.13
telah mempermudah kedatangan wanita-wanita Belanda, setelah Sejak zaman kolonial sampai awal kemerdekaan, baik peme
dicabutnya larangan membawa wanita Eropa ke Indonesia sejak rintah kolonial Belanda maupun pemerintah Indonesia, tidak per
awal abad ke-19.10 nah mengantisipasi kenaikan jumlah penduduk di perkotaan yang
Kedatangan wanita-wanita Eropa ke Indonesia mengakibat sangat cepat tersebut, baik yang bersifat preventif dengan cara
kan kondisi masyarakat di kota-kota besar tampak lebih homo membatasi jumlah kelahiran dan mengurangi arus migrasi mau
gen karena sejak saat itu bagian terbesarnya adalah wanita pun dengan cara menaikkan daya dukung kota. Padahal kenaikan
Eropa. Perkawinan campuran semakin hilang, dan pria-pria jumlah penduduk tersebut berakibat cukup fatal pada kondisi ke
Eropa mempunyai kesempatan untuk mengukuhkan kembali sejahteraan masyarakat terutama masyarakat kelas bawah.
ikatan perkawinan ideal dengan sesama orang Eropa.11 Dengan Kenaikan jumlah penduduk yang tidak diikuti dengan
perkawinan tersebut maka mereka membangun keluarga yang daya dukung kota yang memadai, akan memicu timbulnya
menghasilkan keturunan-keturunan di Indonesia. kemiskinan. H.F. Tillema seorang apoteker di Kota Semarang
Uraian di atas menunjukkan bahwa sudah sejak sebelum pada awal abad ke-20 amat tertegun ketika menyaksikan kota-
perang jumlah penduduk di kota-kota besar di Indonesia su kota di Indonesia ternyata dihuni oleh sebagian besar penduduk
dah sangat tinggi. Namun perubahan yang amat drastis terjadi pribumi yang amat miskin. Kemiskinan mereka terlihat dengan
setelah Indonesia berhasil keluar dari peperangan pasca prokla jelas pada kondisi pemukiman-pemukiman pribumi di berbagai
masi kemerdekaan. Selama periode perang penduduk di bebera kota di Indonesia, terutama di Kota Surabaya dan Semarang.14
pa kota besar di Indonesia dengan terpaksa harus keluar dari kota Beberapa kota besar di Indonesia harus menanggung beban
mereka ke daerah-daerah pengungsian.12 Namun, setelah perang yang lebih berat akibat kenaikan penduduk terutama yang di
sebabkan oleh arus migrasi. Hal ini disebabkan karena pada pe
VOC pernah membuat larangan keras yang diperuntukkan bagi para pegawain-
riode kolonial sampai awal kemerdekaan ketika kota yang ber
10
ya untuk tidak membawa serta wanita-wanita dari Eropa dengan alasan untuk menghemat
pengeluaran untuk membiayai pengiriman perempuan dari Eropa. Dengan adanya larangan kembang baru sedikit, arus migrasi hanya menuju ke sedikit
ini maka VOC memperbolehkan adanya pergundikkan serta perkawinan sah dengan pen-
duduk lokal. Larangan tersebut baru dicabut ketika VOC bubar. Jean Gelman Taylor, Kehidu-
kota besar sehingga terjadi penumpukan orang-orang miskin
pan Sosial di Batavia, Jakarta: Masup Jakarta, 2009, hlm. 25 di kota-kota tersebut.15
11
Data statistik tahun 1905 menunjukkan bahwa pada tahun 1900 terdapat 23.000
wanita Eropa, suatu keadaan yang menunjukkan kontras yang mencolok dengan abad-abad Penelitian demografis yang dilakukan di beberapa kota se
sebelumnya. Denys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya: Batas-batas Pembaratan, Jakarta:
Gramedia, 2000, hlm. 80
perti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Surakarta,
12
Beberapa peristiwa yang menyebabkan penduduk di beberapa kota besar harus Yogyakarta, dan Makassar setelah perang mengungkapkan
keluar dari kota mereka antara lain, pertama ketika kota Surabaya diserang oleh pasukan
Sekutu selama bulan Oktober dan Nopember tahun 1945. Perang besar yang berkobar di
keadaan yang bahkan lebih buruk dibandingkan dengan
kota ini telah menyebabkan ribuan penduduk harus menyelamatkan diri ke daerah yang
lebih aman di luar kota. Bahkan pemerintahan kota dan propinsi yang berkedudukan di
kota Surabaya juga harus mengungsi. Lihat Roeslan Abdulgani, Api Revolusi di Surabaja, 13
W. Brand, “Some Statistical Data on Indonesia,” dalam Bijdragen tot de Taal-,
(Surabaja: Ksatrya, 1964), hlm. 43, Kementrian Penerangan, Djawa Timur, Djakarta: Ke- Land- en Volkenkunde, Deel 125, 1969, hlm. 308.
mentrian Penerangan, 1952. Kedua, sebagai konsekuensi dari perjanjian Renville tentara 14
H.F. Tillema, Kromoblanda: Over ‘t Vraagstuk van “het Wonen” in Kromo’s Grote
yang masih berada di luar wilayah Republik Indonesia harus keluar dari wilayah tersebut Land, 6 Jilid, ’s-Gravenhage: uden Masman, De Atlas dan Adi Poestaka, 1915-1923.
menuju ke kantong-kantong republik. Akibatnya, kota Jakarta dan Bandung ditinggalkan oleh 15
Lihat Gavin Jones, ”Demografi dalam Kemiskinan di Kota,” dalam Dorodjatun
sebagian besar tentara dari Divisi Siliwangi beserta keluarga-keluarga mereka dalam jumlah Kuntjoro-Jakti (peny.), Kemiskinan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986, hlm.
yang cukup besar (hijrah). 38-56.
210 211
x Status Sosial-Ekonomi... Purnawan Basundoro x
kondisi di Jakarta (Batavia) pada tahun 1930-an.16 Kondisi ini Hal itu terjadi karena pemukiman miskin di perkotaan secara
terjadi karena kota-kota di Indonesia sebenarnya tidak pernah umum akan menciptakan persebaran kemiskinan dalam ben
dirancang untuk menampung lonjakan penduduk dalam tuk-bentuk yang beraneka ragam seperti sistem ekonomi per
jumlah yang demikian tinggi. Pada awal abad ke-20, para kotaan yang bersifat informal berskala kecil dalam bentuk pe
perancang kota bahkan merancang dan mengangankan Kota dagang asongan, pemulung, tukang rombeng, pedagang kaki
Batavia hanya untuk sembilan ratus ribu jiwa.17 lima, tukang sayur keliling, tukang minyak, tukang reparasi
Kecilnya jumlah penduduk yang diharapkan tinggal di kota- sepeda, dan sebagainya.
kota Jawa terkait erat dengan keterbatasan jumlah lahan yang bi Pemukiman miskin juga menghasilkan sistem transportasi
sa diakses sebagai tempat tinggal yang layak. Akibatnya, ketika yang bersifat informal seperti tukang becak, tukang ojek, taksi
tekanan penduduk semakin tinggi maka problem utama yang gelap, dan sebagainya. Keberadaan sektor informal di kalangan
timbul di kota-kota besar di Jawa adalah masalah pemukim masyarakat miskin perkotaan disebabkan karena rendahnya
an. Penduduk asli yang tidak mampu membangun pemukiman ketrampilan yang dimiliki oleh para pendatang serta jumlah
yang layak maupun para pendatang yang tidak bisa ditampung mereka yang tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan
dalam rumah-rumah yang memadai akhirnya harus rela tinggal kerja.19
di pemukiman-pemukiman miskin (low cost housing) dengan Munculnya berbagai dimensi yang bersifat informal di per
bahan seadanya dan sebagian lagi bahkan harus rela hidup tan kotaan mengindikasikan bahwa sistem yang ada tidak dirancang
pa pemukiman sama sekali (pavement dwellers). Kondisi ini te untuk menerima para pendatang dalam skala besar karena ruang
lah mengakibatkan tumbuhnya kantong-kantong kemiskinan di kota memang terbatas. Terbatasnya ruang kota membawa kon
berbagai kota di Indonesia yang nyaris tidak bisa diatasi sampai sekuensi bahwa penggunaan ruang yang berlangsung secara
saat ini. terus-menerus akan melibatkan ketegangan di antara sejumlah
Keberadaan pemukiman-pemukiman miskin di kota ke kelompok kepentingan karena tingginya permintaan akan ruang
mudian berkembang menjadi salah satu simpul dari problem baik oleh perorangan maupun oleh kelompok tertentu. Oleh
perkotaan yang lebih luas yang tidak hanya mencakup perma karena itu konflik yang menyangkut penggunaan suatu lokasi
salahan pemukiman itu sendiri tetapi juga mencakup banyak tertentu dapat timbul dengan mudah.
dimensi yang menurut Hernando de Soto bersifat informal.18 Persaingan untuk mendapatkan ruang di sini dianggap seba
gai suatu perlombaan dan hadiahnya adalah ruang tersebut. Tidak
16
Lihat misalnya studi dari The Siauw Giap, ”Urbanisatieproblemen in Indonesia”,
dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 115, 1959, untuk melihat kondisi
semua pemain atau tim dalam perlombaan ini sama pentingnya,
perkotaan di Jawa. Untuk penelitian terhadap kondisi demografi di Makassar setelah periode kelompok-kelompok yang paling strategis adalah yang paling
perang lihat R. Soemitro, “Zuigelingensterfte te Makassar,” Vol. III, 1950. Untuk kondisi Ja-
karta setelah perang lihat H.J. Heeren, ”The Urbanisation of Djakarta,” dalam Ekonomi dan
berpengaruh, sedangkan sebagian besar anggota masyarakat
Keuangan Indonesia, Vol. VIII (1955). Pada tahun 1930-an J.H. de Haas melakukan peneli- yang lainnya harus menyesuaikan diri dengan keadaan supaya
tian demografi di Jakarta (Batavia). Ia menemukan kondisi yang amat buruk bagi penduduk
pribumi di kota tersebut, dan menemukan korelasi positif antara kondisi pemukiman dengan
mereka dapat menemukan ruang (niche) untuk mereka.20
kondisi kesehatan para penghuninya. Penduduk pribumi yang rata-rata miskin dan tinggal di Buku yang ditulis kawan-kawan LPM EKSPRESI Universitas
pemukiman-pemukiman miskin pula memiliki resiko kematian paling tinggi diantara penduduk
Eropa, Cina, dan pribumi. Lihat J.H. de Haas, ”Sterfte naar leeftijdsgroepen in Batavia in het Negeri Yogyakarta merupakan gambaran dari persaingan atau
bijzonder op den konderleeftijd,” dalam Geneeskundig Tijdschrift voor Nederlandsch-Indie, perlombaan untuk memperebutkan ruang kota, sebagaimana di
Vol. VI, 1939.
17
Adolf Heuken dan Grace Pamungkas, Menteng: Kota Taman Pertama di Indone- ungkapkan oleh Colombijn tersebut. Pertanyaan kita selanjutnya
sia, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2001. Pada kenyataannya apa yang diangankan adalah, siapakah yang disebut sebagai kelompok strategis terse
oleh perancang kota tersebut tidak pernah terwujud. Kota Batavia, yang kemudian berubah
nama menjadi Jakarta, pada perkembangannya menjadi kota yang mendapat tekanan jum- but sehingga paling berpengaruh untuk mengubah ruang kota?
lah penduduk paling kuat. Pada tahun 1954 kota ini telah berpenduduk 1.800.000 jiwa, dan
pada tahun 1980 penduduk kota Jakarta telah melonjak menjadi 6,5 juta jiwa. Lihat Susan Kelompok strategis tersebut tidak lain dan tidak bukan ada
Abeyasekere, Jakarta: A History, Singapore: Oxford University Press, 1987, hlm. 245 19
Lea Jellinek, Seperti Roda Berputar: Perubahan Sosial Sebuah Kampung di Ja-
18
Menurut de Soto dimensi perkotaan yang bersifat informal antara lain peruma- karta, Jakarta: LP3ES, 1994, terutama pada bab 3.
han informal, perdagangan (ekonomi) informal, dan angkutan informal. Hernando de Soto, 20
Freek Colombijn, Paco-Paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota di Indonesia
Masih ada Jalan Lain: Revolusi Tersembunyi di Negara Dunia Ketiga, Jakarta: Yayasan Obor pada Abad ke-20 dan Penggunaan Ruang Kota, Yogyakarta: Ombak, 2006, hlm. 3
Indonesia, 1991, bab 2 sampai 4.
212 213
x Status Sosial-Ekonomi... Purnawan Basundoro x
lah orang-orang yang memiliki modal besar. Merekalah sejati dan saling menyendiri. Jarang sekali terjadi pembauran yang
nya pemenang dari pertarungan untuk memperebutkan ruang sejajar di dalam ruang kota.
di perkotaan. Hal ini sejalan dengan pemikiran dari Max Weber, Matriks di atas merupakan gambaran dari homogenitas
yang mengatakan bahwa kota adalah tempat pasar (market berdasarkan pembagian ruang kota yang berbasis pada status
place), sebuah pemukiman pasar (market settlement).21 Jika kota sosial dan ekonomi para pendukungnya. Jika suatu ketika saat
diidentikkan dengan tempat pasar, maka orang-orang berduit jalan-jalan ke mal, maka kita tidak akan melihat pedagang ber
sajalah yang bisa mendapatkan yang terbaik di kota. modal kecil menggelar dagangannya di tempat tersebut. Mal-
Buku yang merupakan hasil semi-investigasi ini secara jelas mal dikuasai oleh pedagang besar dalam skala perusahaan me
fragmentaris yang merupakan gambaran riil dari persaingan nengah ke atas, seperti Matahari, Carrefour, Giant, Lotte Mart,
antara orang-orang yang bermodal dengan orang-orang tidak dan lain-lain. Sedangkan para pedagang dengan modal yang
bermodal. Hasilnya adalah sebuah matriks dengan oposisi amat kecil hanya menempati tepi-tepi jalan yang berstatus ile
binner sebagai berikut: gal, alias menjadi pedagang kaki lima. Karena tempatnya yang
berstatus ilegal, maka para pedagang bermodal sangat kecil ter
Basis Sosial-Ekonomi sebut tidak jarang harus dikejar-kejar petugas ketertiban kota
Kategori Ruang
Orang Kaya Orang Miskin (Polisi Pamong Praja).
Ruang Jarang sekali mal di Indonesia yang membaurkan toko-toko
Mal, Pertokoan Kaki Lima berskala besar dengan para pedagang berskala kaki lima dalam
Berdagang satu tempat. Kalaupun ada pedagang kaki lima yang berjualan
Kampung, di mal, maka tempatnya bukan di dalam mal, tetapi di tepi-tepi
Ruang jalan di dekat mal. Jika dilihat dari status sosial-ekonomi para pe
Perumahan, Real Estate Tepi,
Bermukim ngunjungnya, tidak semua orang bisa berbelanja di mal. Orang-
Sungai, Makam orang miskin jarang sekali bisa membelanjakan uangnya di mal.
Tepi Rel Jangankan berbelanja di mal, untuk makan sehari-hari saja sudah
Ruang Publik Mal, Teater, Dunia Maya kesusahan. Maka antara pengunjung mal dengan pengunjung
Kereta Api pedagang kaki lima sudah berbeda secara sosial-ekonomi.
Ruang bermukim di kota juga dibedakan berdasarkan status
Selama ini kota selalu digambarkan sebagai wilayah dengan sosial dan ekonomi para penghuninya. Real estate dan kompleks
heterogenitas para penghuninya, yang dilawankan dengan desa perumahan besar dihuni oleh orang-orang berduit. Kota sejak
yang aspek-aspek homogenitasnya lebih menonjol. Heterogeni zaman kolonial, pemukiman di Kota Yogyakarta sudah dibeda
tas para penghuni kota amat beragam dan saling bersilangan, kan berdasarkan status sosial dan ekonomi penghuninya. Kota
mulai dari yang berbasis etnis (Jawa, Sunda, Batak, Minang, Baru merupakan pemukiman elite peninggalan zaman kolonial.
Madura, dan lain-lain), profesi (menejer, guru, dosen, tukang Saat ini pembagian pemukiman semacam itu terus berlanjut,
sapu, pengemis, tentara, polisi, dan lain-lain), kedudukan (wali yang meneguhkan adanya pembagian ruang bermukim berda
kota, camat, lurah, ketua RT, dan lain-lain), status sosial (orang sarkan besar-kecilnya modal yang dimiliki oleh para penghuni.
kaya, orang miskin, golongan bangsawan, golongan orang kecil, Di sepanjang Jalan Kaliurang sampai ke kawasan Wisata
dan lain-lain), dan sebagainya. Kaliurang, kanan dan kirinya dipenuhi oleh pemukiman elite
Namun demikian, heterogenitas yang tercipta secara sosial yang dimiliki oleh orang-orang berduit. Pemukiman semacam
dan ekonomi tersebut tidak serta-merta tercermin dalam pem itu biasanya ditandai dengan kavling dan bangunan yang besar,
bagian ruang kota, karena yang terjadi sesungguhnya adalah dan kebanyakan bertingkat, jalan lingkungan yang lebar, serta
penciptaan homogenitas di dalam ruang-ruang yang mandiri terdapat gardu satuan pengaman (satpam) di pintu masuk pe
21
Max Weber, The City, New York: The Free Press, 1966, hlm. 66
rumahan. Sementara, para kelas menengah ke bawah harus rela
214 215
x Status Sosial-Ekonomi... Purnawan Basundoro x
tinggal di lingkungan perumahan kecil, yang ditandai dengan kat kota mencari hiburan justru dijadikan tempat untuk bu
jalannya yang sempit, agak kumuh, kavling yang kecil, dan tidak nuh diri. Padahal pada zaman dahulu kala, bunuh diri biasanya
memiliki penjagaan khusus. dilakukan di tempat sepi dan jarang diketahui oleh masyarakat
Orang-orang yang tidak beruntung, karena tidak memiliki umum. Inilah gambaran dari paradoks kota. Kota yang hiruk-
modal, harus rela tinggal di tepi-tepi sungai. Munculnya pe pikuk dengan berbagai aktivitas dan heterogenitas para peng
mukiman di sepanjang bantaran Kali Code merupakan kisah huninya sering kali menjebak warga kota ke dalam kesepian.
terpinggirkannya kaum miskin di Kota Yogyakarta. Para pem Buku ini merupakan studi awal yang mencoba menelusuri
buka pemukiman tersebut merupakan para gelandangan dan realitas kota besar kontemporer. Melalui sebuah sejarah yang
orang-orang miksin di Kota Yogyakarta.22 Sebagian lagi harus panjang, ruang-ruang kota semakin terbagi menjadi bagian-ba
rela tinggal di tempat yang sangat tidak layak untuk orang-orang gian yang kecil, yang masing-masing bagian telah ada otoritas
yang masih hidup, yaitu tinggal di atas makam. Kisah kampung yang mengontrolnya. Buku ini bisa menjadi dasar untuk mene
Badran, di Kota Yogyakarta bagian barat adalah kisah tergusur liti lebih lanjut realitas kota-kota di Indonesia yang mengalami
nya Makam Tionghoa (Bong Cina) oleh para pengembara dan percepatan perubahan. Dengan membagi tema studi menjadi
pendatang.23 tema-tema yang lebih sempit, maka realitas yang sesungguhnya
Gambar di atas telah meneguhkan sebuah realitas, bahwa dari ruang kota akan semakin terlihat jelas.3
walaupun kota merupakan gambaran dari heterogenitas, namun
heterogenitas semu. Secara umum dalam keseharian penduduk Daftar Pustaka
kota tetap terkotak-kotak dalam basis sosial ekonomi mereka, Abdulgani, Roeslan. (1964). Api Revolusi di Surabaja. Surabaja: Ksatrya.
yang tercermin dalam pembagian ruang-ruang kota. Mereka Abeyasekere, Susan. (1987). Jakarta: A History. Singapore: Oxford University
hidup sendiri-sendiri, tidak saling kenal, dan tidak akrab. Press.
Achdian, Andi. (2009). Tanah Bagi yang Tak Bertanah: Landreform pada
Hubungan sosial mereka didasarkan atas hubungan kerja Masa Demokrasi Terpimpin 1960-1965. Bogor: Kekal Press.
yang kaku. Ruang-ruang kantor juga disekat, dibagi-bagi, un Brand, W. (1969). “Some Statistical Data on Indonesia.” Bijdragen tot de Taal-
tuk ditempati para karyawan berdasarkan status mereka. Para , Land- en Volkenkunde, Deel 125, 1969.
bos biasanya menempati ruangan yang lebih nyaman, berpen Chaplin. J.P. (2009). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: RajaGrafindo.
dingin otomatis, harum, dan paling luas. Sementara para bawah Colombijn, Freek. (2006). Paco-Paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota di
Indonesia pada Abad ke-20 dan Penggunaan Ruang Kota. Yogya
an menempati ruangan yang bersifat massal, ditempati banyak karta: Ombak.
karyawan, tidak berpendingin otomatis, dengan bau campur- Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel. (1931). Volkstelling 1930,
aduk. Kota adalah tempat yang ramai, tetapi tidak jarang para Java en Madoera. Batavia Centrum: Landsdrukkerij.
penghuninya dihinggapi rasa kesendirian atau anomi. Geertz, Clifford. (1989). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Anomi adalah disorganisasi nilai-nilai personal dan sosial Giap, The Siauw. (1959). ”Urbanisatieproblemen in Indonesia.” Bijdragen tot
selama saat-saat penuh ketegangan-ketegangan atau tekanan- de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 115, 1959.
tekanan katastrofik.24 Kasus bunuh diri di mal yang menjadi Haas, J.H. de. (1939). ”Sterfte naar leeftijdsgroepen in Batavia in het bijzonder
tren akhir-akhir ini merupakan bukti kuat bahwa banyak ma op den konderleeftijd.” Geneeskundig Tijdschrift voor Nederland-
syarakat yang tinggal di kota besar mengalami anomi. Bunuh sch-Indie, Vol. VI, 1939.
Hadi, Kusen Alipah. (2004). ”Upaya Menghadirkan ”Citra Lain” dari Ledok
diri di mal adalah sesuatu yang aneh. Mal yang sangat ramai Badran.” Kampung: Kampung Menulis Kota, Yayasan Pondok
dengan lalu-lalang manusia dan merupakan tempat masyara Rakyat.
Hassan, A. (2001). Tarjamah Bulughul Maraam Berikut Keterangan dan Pen-
22
Mengenai kisah asal mula kehidupan di pinggir sungai di Kota Yogyakarta, lihat jelasannya. Bangil: Pustaka Tamam.
Hermawan Trinugraha, ”Kali, Ruang Kota, Siasat,” dalam Kampung: Kampung Menulis Kota, Heeren, H.J. (1955). ”The Urbanisation of Djakarta.” Ekonomi dan Keuangan
Yayasan Pondok Rakyat, 2005, hlm. 67-81 Indonesia, Vol. VIII, 1955.
23
Lihat Kusen Alipah Hadi, ”Upaya Menghadirkan ”Citra Lain” dari Ledok Badran,” Heuken, Adolf dan Grace Pamungkas. (2001). Menteng: Kota Taman Pertama
dalam Kampung: Kampung Menulis Kota, Yayasan Pondok Rakyat, 2004, hlm. 39-55
24
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta: RajaGrafindo, 2009, hlm. 30 di Indonesia. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
216 217
x Status Sosial-Ekonomi... Purnawan Basundoro x
p
Index
218
x Ruang Kota Indeks x
Index Anarkis 81
Ancol 38, 47
Angki Purbando 130
Animal Farm 79
A Anthony Giddens 27, 37
Antisipatif 62
Abdi dalem 75, 100 Antropolog 66, 76
Abidin Kusno 65, 82, 108, 154, Antropologi 108
155, 171 Anyer 48, 72
Absolut 28, 30, 31 Arab 60, 95, 97, 98, 99, 100
Abstrak 21, 107 Architectural city 193
Adrien Marie Mitterand 52 Ardi Yunanto 129, 130
Aeropolis 37 Arendt 183, 184
Affandi 80, 82, 133, 169, 172, Ari Dina Krestyawan 130
174 Arsitektonis 61
Aga Khan Award for Architec- Arsitektur 48, 66, 69, 90, 108,
ture 90 111, 125, 155, 191, 193,
Agama 45, 95, 112, 113, 152, 194
207 Arsitektur 12, 32, 41, 62, 69,
Ahimsa 114, 171, 172, 174, 103, 108, 126, 133, 237
182, 183, 187 Asia 49, 73, 107, 111, 114, 208
Ahmad Arif 110, 111 Asia Tinggi 111
Akademisi 142 Ayam Goreng Ny. Suharti 128
Akbar S. Ahmed 66
Alain Touraine 196 B
Alas Mentaok 45 Babilonia 84
Alberti 17, 18 Badan Pusat Statistik 121
Aldo Rossi 154 Bali 47, 103, 236
Alun-alun Selatan 187, 188 Baliho 11, 56, 128, 129, 131,
Alun-alun Selatan 185, 187 132, 133, 135, 136
Alun-alun Utara 46, 79, 187 Baliho 6, 56, 127, 130, 131, 132
Ambarukmo Plaza 55, 63, 134, Balokan 76
186 Bandara Adi Sucipto 134, 182,
Ambon 46, 47 185
Amerika 33, 34, 53, 60, 65, 73, Bangkok 89, 130
97, 98, 155, 208 Banjarmasin 88, 92
Amerika Serikat 33, 34, 53, 73, Banten 47, 48
155 Barat 85, 111, 112, 164
Amerika Utara 34 Baron Hausmann 19
Amnesie 49 Barter 68, 130
Amsterdam 89 Batavia 34, 48, 152, 209, 210,
Analyzing 161 212, 217, 218
220 221
x Ruang Kota Indeks x
H IMB 36 41, 47, 48, 49, 50, 52, 53, Jalan Raya Pos 48, 56, 72, 73,
Immanuel Kant 29 56, 60, 61, 63, 65, 69, 82, 74
Habermas 61, 111 In between space 133 86, 92, 103, 105, 106, Jalan Rue du Chat qui pêche 74
Habib Hasan 152 India Kuno 84 108, 109, 114, 126, 129, Jalan Solo 75, 131, 133, 175
Hadiningrat 61, 75, 100 Indian 156 132, 133, 148, 152, 157, Jalan Timuran 79
Han Hwie 94 Indonesia 5, 11, 12, 33-35, 158, 165, 171, 172, 177, James Dananjaya 76
Hanna 47, 48, 56 37-39, 41, 43, 49, 52-54, 178, 209, 210, 211, 212, James Hirabayashi 156
Hannah Arendt 183 55, 56, 60, 61, 64, 67, 71, 213, 217, 218 Jan Pieterszoon Coen 47, 49,
Hannerz 34, 40 72, 75, 78, 79, 82, 92, 93, Jakarta Utara 105, 106, 109 131
Hasrat 66, 117, 131 97, 98, 99, 103, 106, 109, Jakatra 47 Jawa 25, 32, 33, 34, 41, 45, 47,
Hasrat-hasrat kapitalis 135 114, 115, 119, 123, 126, Jakatra Landen 47 48, 49, 50, 72, 73, 74, 75,
Hayam Wuruk 43, 44 131, 140, 141, 142, 150, Jalan Affandi 80, 133, 169, 172, 82, 85, 87, 91, 94, 97, 98,
Hayward 117, 126 153, 154, 158, 162, 163, 174 100, 103, 111, 112, 182,
Heddy-Shri Ahimsa Putra 171, 164, 165, 170, 171, 174, Jalan Ahmad Yani 79, 81 207, 209, 210, 211, 212,
182 178, 189, 192, 207, 208, Jalan AM. Sangaji 99 214, 217, 218, 236
Henri Lefebvre 20, 59 209, 210-213, 215, 217, Jalan Antasari 37 Jawa Barat 111, 112
Herman Willem Daendels. 72 218, 235, 236, 237, 238 Jalan Asia Afrika 73 Jean Baudrilard 119
Herodotus 85 Indonesianis 47 Jalan Bibis 94 Jean Baudrillard 76, 77, 81
Heterogen 95, 96, 124, 132 Industrialisasi 34 Jalan Brigjen Katamso 79, 80 Jejak Langkah 48
Heterogenitas 103, 214, 216, Information city 193 Jalan Colombo 133, 169 Jejak Petjinan 93
217 Inggris 72, 73, 80, 115, 170, Jalan Flamboyan 174 Jepang 38, 41, 49, 50, 60, 97,
Hindia Belanda 34, 36, 56, 72, 235, 236, 237 Jalan Gejayan 75, 80, 82, 129, 156
73, 74, 100, 131, 157, Institusi 66, 140, 142, 144 133-135, 137, 169, 173 jero benteng 100
170 Interaksi 30, 31, 47, 98, 101, Jalan Gondomanan 79 Jlagran 101
Hindu-Budha 140 110-122, 124, 125, 128, Jalan H.O.S. Tjokroaminoto 75 Jogokaryan 101
Hiperrealitas 76, 77, 78, 80 163, 182, 186, 193, 201 Jalan Jenderal A. Yani 73 Joko Suryo 100
Homogen 102, 210 Internet 68, 150, 191, 194, 195, Jalan Jenderal Sudirman 73 Jombang 113
Homogenitas 96, 103, 214, 215 197, 198, 200 Jalan Kyai Haji Ahmad Dahlan Josh Poag 65
Hong Lan Oei 52 Intervensi 35 75 Judd 38, 40
Humaniora 35 Intruder 19 Jalan Laksda Adisucipto 131, Jurgen Habermas 111
Hunian 115, 116, 126 Investor 62 133 Jus Q-ta 174, 175, 177
Invorenment behavior study Jalan Magelang 175
I K
101 Jalan Malioboro 77, 79, 81,
ICA 160 Iran 60 171, 172, 173 Kali Brantas 96
Identitas 49, 50, 51, 61, 62, 66, Isaac Newton 28 Jalan Mangkubumi 199, 200 Kali Code 55, 83, 84, 85, 87,
67, 68, 80, 91, 118, 120, Islam 12, 45, 60, 140, 145, 152, Jalan Mayjen Sutoyo 79 88, 90, 91, 92, 185, 216
147, 151-155, 161 178, 207, 237 Jalan MT Haryono 79, 80 Kali Gendol 83
Ideologi 140, 141, 197 Iswanto Hartono 132 Jalan Pangeran Diponegoro 75 Kali Kuning 83
Ideological state apparatus 140 Jalan Pawiro Kuat 199 Kalimantan Barat 85
Idiom 25 J Jalan Pugeran 79 Kalimantan Tengah 89
Image 144 Jaba benteng 100 jalan raya 19, 31, 35, 51, 73, Kalimantan Timur 85
Imajinasi 49, 51, 94, 210 Jakarta 33, 34, 35, 36, 37, 38, 74, 87, 110, 170 Kali Opak 83, 85, 86
224 225
x Ruang Kota Indeks x
Kali Porong 96 120, 122, 125, 172 Komoditas 34, 62, 69, 113, 143, L
Kali Putih 83 Kebayoran Baru 120 144, 147
Kaliurang 55, 175, 177, 178, Kebumen 72 Komunisme 78 Landmark 61, 68, 135
215 Kecemasan 119 Komunistophobia 54 Lan Fang 97
Kampung 11, 19, 53, 75, 96, Kekaisaran Chin 85 Konflik 36, 108 Lapangan Banteng 49, 50, 52
97, 98, 99, 100, 101, 102, Kelapa Gading 38 Konfrontasi budaya 141 Laten 116, 117
120, 123, 127, 128, 140, Kematian 10, 105, 110, 191, Konsolidasi 34 Laut Kuning 85
205, 206, 216 194, 212 Konsumtif 66, 119, 135 Lefebvre 20, 30, 35, 39, 40, 41,
Kampung Arab 95, 97, 98, 99 Kembang Jepun 95, 97, 102 Kontemporer 21, 39, 68, 129, 51, 52, 56, 59, 94, 103
Kampung Bugis 97 Kemitbumen 100 133, 154, 217 Leibniz 28, 29, 30, 146
Kampung Cina 97, 98 Ken Arok 45 Konvensi 37, 74 Leish 36
Kampung Code Utara 90 Kepadatan 18, 86, 107, 114, Korea 192, 194, 195, 196 Lettering 162
Kampung Gejayan 75 176 Kota 9, 10, 11, 12, 17, 18, 19, Levi Strauss 113, 114
Kampung India 95, 97 Kepentingan 20, 21, 27, 38, 62, 20, 21, 33-56, 61-65, 68, Locus 153
Kampung Madura 97 64, 129, 132, 133, 134, 69, 71-73, 75, 79, 80, 81, Loji Kecil 99
Kampung Pajeksan 101 141, 143, 149, 150, 152, 84, 86-91, 93-103, 106- Loji Kumpeni 19
Kampung Tionghoa 99 155, 157, 172, 176, 184, 114, 117-119, 121, 122, Lokalisasi 76, 77
kampus 40, 142, 145, 147, 164, 213 124, 125, 128, 129-136, Longmarch 54
165, 175, 185, 205, 240, Kerajaan 44, 56 147-150, 154, 156, 159, Los Angeles 156
243 Keramat 105, 106, 107, 108, 160- 165, 171, 173, 174, Louis Althusser 140
Kant 29, 30 207 176, 179, 183, 184, 186, Lusi Lindri 46
Kapital asing 142 Kesadaran kolektif 123 187, 190, 191, 193, 194,
M
Kapitalis 65, 66, 67, 68, 129, KFC 174 205-217, 236, 238
131, 132, 135, 208 Khutanegara 44 Kotabaru 185 Madura 97, 111, 114, 209, 214
Kapitalisme 68 Ki Ageng Pemanahan 45 Kota Baru 90, 92, 99, 114, 215 Magnum 48
Karakter 34, 38, 61, 62, 63, 68, Kid Fun, 55 Kotagede 18 Mahabarata 76
95, 102, 121 Ki Hajar Dewantara 141 KPK 197 Mahasiswa 52, 54, 132, 134,
Karawang Barat 111, 112 Kirab budaya 101 Kranggan 99 141, 142, 146, 147, 164,
Karl Marx 130 Kirk R. Bishop 133 Kraton 19, 100 165, 173, 181, 185, 192,
Kasultanan Ngayogyakarta Klitren 32 Krusial 34, 84 235, 236, 237, 239, 240,
Hadiningrat 75 Koentjaraningrat 107, 114 Kuasa 36, 39, 45, 46, 50, 52, 243
Kawasan 18, 32, 34, 36, 37, 38, Kolektif 27, 49, 61, 62, 65, 79, 54, 108, 155 Mahatmanto 133
44, 61, 62, 78, 89, 90, 91, 108, 123, 150, 151, 152, Kudus 48, 113 Maille 59, 60
92, 94, 97, 98, 99, 100, 153, 154, 155, 157 Kulonprogo 74 Majapahit 44, 45, 56
101, 102, 116, 117, 118, Koloni 48, 56, 78, 82, 157 Kulon Progo 25 Makam 6, 105, 106, 107, 108,
120, 121, 122, 133, 136, Kolonial 36, 47, 48, 49, 50, 73, Kultural 37, 74, 80, 140 109, 111, 112, 113, 114,
147, 153, 173, 174, 181, 93, 97, 98, 99, 100, 118, Kusno 49, 50, 53, 55, 56, 65, 207, 214, 216
185, 189, 206, 208, 215 141, 153, 210, 211, 215 69, 73, 82, 108, 154, 155, Makam Mbah Priok 106, 109
Kawasan eksklusif 121, 122 Kolonialisasi 141 157, 171, 178 Makassar 47, 211, 212
Kawula 19, 45, 46, 50, 187 Kolonialisme 34, 140, 141 Kwen-Lun 85 Mal 9, 11, 20, 38, 40, 53, 59,
Kawula-gusti 19 Komersial 20, 68, 77, 118, 133 Kya-kya 102 60, 61, 63, 64, 65, 66, 68,
Keamanan 53, 115, 117, 119, Komersialisasi 143, 144 69, 108, 135, 146, 180,
226 227
x Ruang Kota Indeks x
186, 215, 216 Modernitas 65, 73, 106, 113, Online 64, 200 89, 92, 98, 127, 132, 135,
Malari 141 147, 197 Orde Baru 36, 52, 53, 54, 79, 153, 163, 171, 172, 185,
Malioboro 75, 77, 78, 79, 81, Monas 49, 50, 52 142, 154, 171 186
171, 172, 173, 187 Monumen Plengkung Kejayaan Otoritas 80 Pemerintahan Belanda 141
Mancasan 199 19 Outlet 172, 173, 175, 177 Pemisahan 118, 122
Manchanegara 44 Monumen Serangan Umum Pemukiman 32, 33, 34, 53, 89,
Manifestasi 116 Sebelas Maret 160 P 90, 91, 92, 97, 98, 100,
Mantrijeron 101 Moscow 51 Pahlawan revolusi 79 110, 117, 118, 149, 157,
Manzanar 155, 156 Mrázek 48, 56, 72, 73, 74, 78, Pajak baliho 135, 136 210, 211, 212, 213, 214,
Mao Tse Tung 51 80 Palangkaraya 87, 88, 89, 92 215, 216
Marco Kusumawijaya 53, 55 Muhidin M. Dahlan 12, 79 Palle 59, 60 Pendidikan 109, 128, 139, 140,
Margonda 39 Muljana 44, 56 Panatagama 45 141, 142, 143, 144, 145,
Market 18, 19, 134, 214 MULO 141 Panembahan Sumala 111 146, 147, 148
Marxis 35 Munawar Ahmad 107, 108 Pantai Indah Kapuk 38 Pendisiplinan pribumi 141
Masa 5, 34, 41, 83, 84, 90, 105, Mural 135 Pantai Parangtritis 75 Pengelompokan 100
109, 130, 141, 208, 217 Musafir 74 Paradoks 81, 208, 217 Pengembang 66, 116, 119, 121,
Masangin 187 Pararaton 45 125
Mas Kuncoro 160 N Pengembang 118, 121
Paris 19, 52, 74
Mataram 18, 19, 45 Nagan 100 Parsudi Suparlan 163 Pengiklan 128, 129, 131, 132,
Maurice Halbwach 151 Nagarakretagama 44 Partai Komunis Indonesia (PKI) 133, 135, 136
Mauritius huis 47 Nasionalisme 54, 196 78 Pengiklan produk 129
Mazhab Chicago 33, 34 Nasionalisme 48, 56, 78, 82, Pasar Kembang 76, 77, 78, 81 Perancis 59, 66
Mbah Priok 105, 106, 109, 152 157 Pasar Kranggan 99 Perang Dunia II 60, 156
McD 174 Nasrani 93 Patangpuluhan 101 Perebutan Ruang 108
Media promosi 130 Nassau huis 47 Patehan 100 Perencana 39
Melancong Pecinan 94 Natal 93 Paulina Mayasari 94 Perencanaan 12, 101, 103, 154,
Melancong Petjinan 94 Nawangwulan 180 Paulo Freire 143, 144 237
Memori kolektif 61, 62, 65, 79, Necessary 27 Paul Virilio 191, 193 Pertarungan kepentingan 133
108, 150, 151, 152, 153, Negosiasi 56, 155 pecinan 94, 96, 99, 100 Perumahan 117, 118, 120, 121,
154, 155, 157 Neoliberalisme 143 Pecinan 94, 95, 96, 97, 99, 102 126, 214
Menhir 112 Newton 28, 30, 31 Pejompongan 33 Perumahan Casa Grande 120
Menteng 118, 212, 217 Ngabehi Saloring Pasar 18 Pelindo 109 Pesantren 140, 141, 142
Merti Code 91 Ngayogyokarto Hadiningrat Pembela Pancasila 79 Peta kota 11, 159, 160, 162,
Mesir 84, 85, 112 100 Pemerintah 35, 36, 39, 50, 54, 163, 164, 165
Mesir Kuno 84, 85 NKK/BKK 142 62, 73, 79, 83, 84, 89, 92, Peter Sloterdijk 120
Mesopotamia 149 Nuraini Juliastuti 182 98, 100, 102, 118, 130, Petrus 55
Michel Foucault 53, 66, 115, Nusantara 85, 140 131, 132, 135, 136, 142, Pierra Nora 49
139, 150 150, 153, 154, 157, 160, Piramida 112
Minke 48 O 162, 163, 165, 170, 171, PKI 78, 79
Minomartani 191 172, 173, 176, 177, 178, PKL 11, 170, 171, 172, 173,
Modernisasi 94, 209 Obama 61 174, 176, 177, 178
Obyek 29, 66, 146, 155 184, 190, 197, 211, 243
Modernisme 106 Pemerintah 6, 38, 39, 41, 55, Plaza 55, 61, 63, 69, 131, 134,
228 229
x Ruang Kota Indeks x
187 53, 55, 62, 63, 64, 65, Riyanto 34, 41, 197 Saskia Sassen 122
Plaza Ambarukmo 131 66, 67, 88, 107, 108, 110, Romo Mangun 46, 90, 92, 125 Satpol PP 105, 152, 171, 172,
Plengkung Gading 187 111, 112, 121, 122, 123, Ronald 32, 33 177
Polis 183, 184 125, 131, 132, 133, 136, Rouffer 45 Satuan Pamong Praja 105
Political fact 66 170, 171, 172, 176, 177, Ruang 9-12, 18-21, 25-40, 45, Sayidan 100
Politik 35-37, 39, 49, 64, 66, 178, 180, 181, 182, 183, 49-55, 59, 62, 63, 64, 65, Scenic corridor 135
79, 108, 109, 136, 140, 184-190 66, 67, 69, 76, 77, 78, 80, Sedot wc 165
142, 143, 183, 184, 197, Purba 84, 107, 112, 116 81, 90, 91, 93, 94, 101- Sekaten 46
210 Puri Indah 38 103, 107-115, 118, 120, Sekolah Islam 145
Politik Ruang 6, 37, 127, 135 121-123, 125, 127, 128, Sekolah-sekolah internasional
Politisitasi 143 R 130-133, 136, 139, 140, 145
Pondok Indah 38, 118 Rahardjo Adisasmita 62 145, 146,-148, 150, 151, Sektarianisme 111
Portal 56, 120 Raja 19, 43, 44, 45, 46, 50, 100, 154, 155, 160, 170-172, Semarang 19, 34, 48, 100, 171,
Posmodernisme 35 111, 112, 187 176-180, 182-187, 190, 209, 211, 218
Postfactum 81 Raja Juss 172, 177 194-199, 201, 206-208, Senapati 18, 50
Postkolonial 98 Rajapatni 43 213-17, 237 Senayan 50, 153
Postmodernisme 61 Ramayana Mal 61 Ruang pendidikan 139, 140, Seno Gumira Adjidarma 105
Pramoedya Ananta Toer 48, Rampogan 46, 187 145, 146, 147, 148 Seno Joko Suyono 129
49, 74 Rano Karno 156 Ruang Publik 38, 56, 63, 65, Sentimental 108
Prapanca 44, 45 Rara Mendut 46 69, 70, 108, 110, 114, Sequare 69
Prasejarah 86, 112 Raudal Tanjung Banua 179 154, 157, 178, 181, 184, Sesepuh penangkil 44
Pratiwi Wahyu Widarti 198 Real estate 111 190, 214 Setonan 46
Prawirotaman 101 Recording 161 Rudolf Mrázek 72, 78 Setting 67
Prestise 144, 165 Rekreasi 38, 40, 64, 102, 135 Rully Damayanti 93 Settlement 18, 19, 214
Pribumi 47-49, 74, 97, 141, Relasi 18, 20, 21, 28, 29, 30, Rumah 9, 17, 18, 25, 26, 27, 31, Sigmund Freud 113, 119
153, 211, 212 31, 32, 35, 140, 143, 146, 32, 33, 36, 38, 44, 47, 48, Sign 144
Prilla 128, 129, 137 193, 197, 240 54, 72, 84, 86, 90, 91, 94, Simbol 21, 46, 50, 61, 65, 73,
Primer 69, 116 Relatif 28, 30, 31, 116, 131, 116, 117, 120, 121, 123, 94, 102, 105, 106, 108,
Prita Mulya Sari 197 208 124, 128, 129, 146, 153, 110, 114, 118, 122, 152,
Privat 27, 32, 66, 132, 133, 183, Relativitas 30 170, 173, 181, 183, 193, 153, 154, 155, 161, 164
184 Rel kereta api 33, 87, 179 198, 200, 212, 237 Simmel 30, 31, 41
Private 32 Rel Lempuyangan 179, 180, Running text 130 Simon Parker 21
Privatisasi ruang publik 121 181, 182, 184-186, 188, Simpang 19, 21, 71, 179, 187
Profit 144 S Simulakrum 76- 78, 81
190
Proklamasi 49, 210 Relokasi 150, 151, 152, 153, Sains 35 Singapura 89, 90, 170
Prospek 62 154, 155, 156, 157 Samuel Clarke 28 Sivha 44
Prototipe 75 Remy Silado 97 San Diego Hills Memorial Park Sketsa 5, 23, 94, 203, 219
psikologi 66, 109, 198 Republik Arab Suriah 60 111 SMA De Brito 53
PT KAI 189 Republik Indonesia 60, 79, 210 Saphire Square 61 Soeharto 52, 53, 54, 56, 65, 79,
Puan Buchori 46 Riau 85 Sargede 18 108, 153, 154, 157, 171,
Public 32 Ricklefs 95 Sarinah 60, 61, 130 178
Publik 37, 38, 39, 43, 49, 50, Ritus 27 Sarkem 76, 77, 78, 81 Soekarno 35, 37, 49, 50, 51, 52,
230 231
x Ruang Kota Indeks x
Y
Yang-Tze Kiang 84
Yasraf Amir Piliang 126, 127,
143, 144, 193, 194, 197,
198
Y.B. Mangunwijaya 46, 90
Yogyakarta 4, 11, 12, 19, 32,
40, 41, 46, 51, 53, 55, 56,
61, 62, 69, 74, 75, 76, 77, Tentang
78, 79, 80, 82, 83, 85, 86,
88, 90, 91, 92, 98, 99,
100, 103, 114, 118, 120,
Penulis
126, 128, 129, 131-136,
145, 146, 148, 157, 158,
160, 162, 164, 165, 169,
171-176, 178, 181-187,
190, 191, 198, 205, 207,
209, 211, 213, 215-218,
235, 236, 237, 238 Anna Nurlaila Kurniasari. Lahir di Sleman, 27 April 1989.
Yosi Fajar Kresno Mukti 12 Mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2007 ini pada
Yunani 85, 183 tahun yang sama masuk menjadi anggota LPM EKSPRESI.
Mengawali debutnya sebagai Pimpinan Proyek atau Pimpro
Z Buletin EXPEDISI, kemudian di tahun 2009 diberi kepercayaan
Zamakhsari 141, 148 menjadi Redaktur Bahasa, dan kini diamanahi sebagai Pim
Ziarah 112 pinan Umum LPM EKSPRESI tahun 2010. Obsesi terbesarnya
adalah mengumpulkan puisi-puisinya menjadi buku puisi yang
utuh miliknya.
234 235
x Ruang Kota Tentang Penulis x
com dan mengampu Cinemabookclub, mimbar nonton dan 2006 ini didapuki sebagai pemimpin JK (Jaringan Kerja) di
diskusi film-film bermutu di Indonesia Buku. EKSPRESI kepengurusan 2010.
Azwar Anas. Lahir dan besar di Rembang, Jawa Tengah 20 Nisrina Muthahari. Gadis asli Yogyakarta ini lahir di rumah
Juli 1988. Mulai 2007, ia belajar Bahasa dan Sastra Indonesia sakit tanggal 4 September 1990. Menjadi mahasiswa Pendidikan
di UNY. Sejak 2010, ia memimpin redaksi EKSPRESI sembari Sosiologi diawali pada tahun 2008 yang dibarenginya dengan
menyicil meluluskan kuliahnya. masuk EKSPRESI juga.
Dian Dwi Anisa. Merantau dari Tegal ke Yogyakarta sejak Nor Islafatun. 30 Desember 1989 ia terlahir di Jepara. Sejak
2008 tidak untuk membuka warteg. Tujuannya adalah belajar 2008, ia belajar Sastra Inggris di Universitas Negeri Yogyakarta.
di Pendidikan Bahasa Jerman UNY. Gadis ini lahir di Bandung, Sejak awal belajar di EKSPRESI, ia sudah buru-buru jatuh per
8 Januari 1991. Saat ini Dian mengampu Redaktur Bahasa hatian untuk kader-mengader. Saat kepengurusan 2010, ia
EKSPRESI 2010. akhirnya mengampu Diklat dan Kaderisasi PSDM Ekspresi.
Hasti Kusuma Dewi. Pribumi Sleman sejak 15 September Nurdini Dyah Ekawati. Lahir di Cilacap, 16 Januari 1989.
1 989 ini dapat dikata multibakat. Soal keuangan ia mahir sehing 18 tahun kemudian, Dini (sapaannya) merantau ke Yogyakarta
ga divisi Perusahan EKSPRESI 2010 dipimpin olehnya, walau untuk belajar di Pendidikan Fisika. Baca novel ia suka. Sepintas
bakat lebih condong jadi aktris. Mulai 2007 ia belajar Bahasa dan jika mengamati diri Dini, amat aneh ternyata ia gemar menon
Sastra Indonesia di UNY, tapi masih mendamba jadi dokter. ton film horor. Sementara ia bercita cepat lulus kuliah, Litbang
PSDM turut menyibuki dirinya.
Jihan Riza I. Lahir di Gunung Kidul pada 18 Agustus 1989.
Besar juga di Gunung Kidul. Sejak tahun 2007, terdaftar sebagai Prima Sulistya Wardhani. Pontianak, 18 Maret 1991. Satu
mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris UNY. Setahun kemudian, asanya sebagai editor, sehingga ia perlu merintis awal dengan
ia mendobel belajar di EKSPRESI dan di kepengurusan 2010 menjadi Redpel Majalah Ekspresi 2010. Beberapa esainya per
dipercaya sebagai subdivisi LSM dan NGO di Jaringan Kerja. nah mampir di kolom-kolom pengumuman nasional.
Khairul Anam. Lahir di Negara, kota paling pojok barat Purnawan Basundoro. Aktif sebagai staf pengajar di De
Pulau Bali. Sejak 2006 belajar di Pendidikan Sejarah UNY sam partemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas
pai dua tahun kemudian ingin belajar lagi dan mendapati sang Airlangga Surabaya. Beberapa karyanya sudah sejak lama dapat
garnya di EKSPRESI. Didaulat oleh pengurus Ekspresi 2010 se dinikmati khalayak, misalnya: Dua Kota Tiga Zaman. Saat ini
bagai Redaktur Pelaksana Buku. menjadi kandidat Doktor di Universitas Gadjah Mada.
Miftahul Fawaid. Lahir di Banyuwangi, 12 April 1989. Se Revianto B. Santoso. Staf pengajar di Jurusan Arsitektur
dang mengurusi Jaringan Kerja subdvisi Internal Ekspresi 2010 Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII (Universitas Islam
selagi ia berupaya menuntasi studi Pendidikan Ekonomi di Indonesia) Yogyakarta. Alumni McGill University ini selain ak
Universitas Negeri Yogyakarta. tif mengajar, juga terus sibuk merancang perkara tata ruang se
bagai imbas dari keahliannya.
Moh. Habib Asyhad. Pria asal Lamongan ini mengaku
lahir tanggal 21 Mei 1987. Mahasiswa Ilmu Sejarah UNY sejak Rhea Yustitie. Lahir di Boyolali, 21 April 1989. Mahasiswa
236 237
x Ruang Kota Tentang Penulis x
Tentang
EKSPRESI
240 241
x Ruang Kota Tentang EKSPRESI x
rungan-kecenderungan sosial. Kompetensi reportase meliputi kerja sosial transformatif seperti advokasi, pendampingan, dan
kemampuan menembus narasumber, kemampuan memilah lainnya. Pekerja sosial transformatif mempunyai tujuan makro
fakta, check dan recheck, cover both side, investigasi. Kemampu melepaskan masyarakat dari kondisi keterkungkungan.
an menulis berita meliputi kemampuan menulis hard news, soft
news, feature, dan lainnya. Kemampuan editing berupa kemam E. Media Watch
puan bahasa, menyatukan gagasan dalam paragraf dan lainnya. Media Watch adalah figur yang mempunyai kemampuan
Kemampuan layout dan percetakan dibutuhkan dalam hal untuk dapat mengamati, membaca, menelaah, maupun meng
produksi media. Dengan demikian, para anggota diharapkan analisis media baik itu media kampus atau media umum/
mempunyai kemampuan sebagai jurnalis yang profesional. nasional. Program ini dimaksudkan agar semua kader menge
tahui karakteristik masing-masing media. Apalagi realitas yang
B. Pengelola Media ada saat ini media merupakan kekuatan yang mampu men
Pengelola media adalah figur yang berkemampuan untuk jadi “anjing penjaga” bagi kebijakan yang dilakukan oleh pe
melakukan kerja manajerial dan pengorganisasian dalam dunia merintah, legislatif, maupun yudikatif, serta organisasi di luar
media, baik mulai dari personalia, distribusi kerja, kesek pemerintah. Sadar atau tidak peran pers apalagi pers mahasis
retariatan, korespondensi, negoisasi, lobby, kemampuan me wa, yang dianggap masih independen, harus mampu mema
mimpin rapat, dan pemasaran. Skill berorganisasi yang andal inkan peranannya sekaligus menjadi sosok yang dapat meng
merupakan ciri khas dari komunitas ini. amati media yang tumbuh bagi jamur sampai sejauh mana
independensi media itu.3
C. Intelektual Kritis
Dunia pers identik dengan dunia intelektual karena selalu
berhadapan dengan realitas dan perubahan sosial. Dalam lintas
sejarahnya persma selalu menjadi satu elemen yang aktif me
lakukan analisis-analisis kritis. Komunitas ini merupakan
tempat berkumpul mereka yang suka berteori, menggali teori,
atau melakukan teorisasi terhadap krisis di masyarakat. Mereka
senang berdiskusi dengan topik-topik yang populis. Mereka
diharapkan memiliki tiga kecakapan yaitu reading, speaking,
dan writing. Intelektual kritis mempersyaratkan kemampuan
untuk menganalisis kondisi, memprediksikan kecenderungan-
kecenderungan perubahan, dan melakukan kerja rekayasa
sosial lainnya. Intelektual kritis berbeda dengan intelektual
langit. Intelektual kritis bukan saja mempunyai kemampuan
menganalisis, tetapi juga mempunyai kesadaran pada dirinya
untuk melakukan pembelaan terhadap kelompok-kelompok
yang mengalami diskriminasi, peminggiran atau represifitas.
Golongan ini juga kritis terhadap bangun pikir ilmu pengeta
huan, sehingga melakukan kerja counter hegemonik terhadap
wacana-wacana yang dominan.
D. Pekerja Sosial Transformatif
Komunitas ini adalah kumpulan mereka yang berbakat men
jadi pengorganisir sosial dan mau terjun dalam berbagai kerja-
242 243