Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Selama 40 tahun terakhir, olahraga scuba diving merupakan kegiatan rekreasi
yang telah meningkat popularitasnya. Kemampuan untuk menjelajahi kedalaman
lautan merupakan daya tarik tersendiri yang disuguhkan oleh kegiatan scuba diving
tersebut. Pada tahun 1968, hanya terdapat 11.668 anggota scuba diving yang
bersertifikat dari organisasi “Professional Association of Diving Instructors” (PADI).
Namun pada tahun 2008, jumlah ini telah meningkat secara drastis menjadi
17.532.116 anggota. Meskipun saat ini kegiatan menyelam menjadi lebih mudah
diakses dan didukung dengan peralatan yang jauh lebih aman dari sebelumnya,
kegiatan menyelam masih memiliki beberapa risiko bahaya yang ada di dalamnya.
Studi terbaru menemukan bahwa 80% masalah yang berhubungan dengan
menyelam melibatkan wilayah kepala dan leher dan masalah yang paling umum
terjadi pada para penyelam adalah sistem pendengaran
Barotrauma pada telinga merupakan cedera yang paling sering terjadi pada
penyelam. Tidak hanya pada telinga, rongga tubuh yang paling berisiko mengalami
barotrauma adalah telinga tengah, sinus paranasal, dan paru-paru. Barotrauma pada
telinga tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius untuk menyamakan tekanan
antara telinga tengah dan lingkungan saat terjadi perubahan tekanan. Barotrauma
akan mudah terjadi apabila perubahan tekanan semakin cepat dan perbedaan
tekanan semakin besar.
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat perbedaan antara
keseimbangan tekanan udara di dalam rongga udara fisiologis dalam tubuh dengan
tekanan di sekitarnya. Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila seseorang tidak
mampu menyamakan tekanan udara di dalam ruang telinga tengah pada waktu
tekanan air bertambah ataupun berkurang..(1)
BAB 2
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Barotitis Media (Aerotitis, Barotrauma) adalah gangguan telinga yang terjadi
akibat perubahan tekanan udara tiba-tiba di luar telinga tengah sehingga
menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Jika tekanan udara di dalam saluran
telinga dan tekanan udara di dalam telinga tengah tidak sama, maka bisa terjadi
kerusakan pada membrane timpani. Dalam keadaan normal, tuba eustachius (yang
merupakan penghubung antara telinga tengah dan nasofaring) membantu menjaga
agar tekanan di kedua tempat tersebut tetap sama dengan cara membiarkan udara
dari luar masuk ke telinga tengah atau sebaliknya.
Perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga tengah. Hal itu
mengakibatkan tuba eustachius gagal membuka, terutama pada penyelaman
kompresi udara (scuba) atau penyelaman dengan menahan napas. Kondisi tersebut
sering terjadi pada kedalaman 10 sampai 20 kaki. Gejalanya, telinga terasa nyeri dan
penuh serta kemampuan pendengaran berkurang.

B. ETIOLOGI
Barotrauma pada telinga tengah terjadi ketika tuba eustachius tidak dapat
membuka untuk menyeimbangkan tekanan meskipun telah dilakukan manuver
Valsava. Seorang penyelam akan mulai mengalami nyeri telinga (otalgia) saat terjadi
perbedaan tekanan antara ruang telinga tengah dengan tekanan di dalam saluran
telinga sebesar 60 mmHg. Ketika perbedaan tekanan antara ruang telinga bagian
tengah dan nasofaring mencapai 90 mmHg, tuba eustachius tidak dapat membuka
dan manuver Valsava tidak akan berhasil. Penyelam harus naik untuk menyamakan
tekanan telinga tengah dengan tekanan normal.
Mekanisme barotrauma telinga tengah pada penyelam scuba yaitu, saat
penyelam berada di atas permukaan laut, tekanan pada saluran telinga luar atau
telinga eksternal (A) dan telinga tengah (B) adalah sama sebesar 760 mmHg. Ketika
penyelam turun menyelam lebih dalam, tekanan di telinga luar akan meningkat
sedangkan tekanan di telinga tengah akan tetap sama. Jika penyelam tidak
menyamakan tekanan telinga tengah dengan melakukan manuver Valsava, gradien
tekanan di seluruh membran timpani dapat naik mencapai 90 mmHg pada
kedalaman 3,9 ft. Membran timpani dapat pecah ketika gradien tekanan melebihi
100 mm HG.(3) Perubahan yang terjadi pada membran timpani dapat dilihat dengan
menggunakan otoskop. Edema telinga tengah maupun efusi telinga tengah baik
darah atau cairan serosa juga dapat terjadi.

Gambar 1. Mekanisme barotrauma telinga tengah(3)

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang dapat menyebabkan barotrauma pada telinga meliputi faktor
individu, faktor lingkungan, dan karakteristik pekerjaan.
1. Faktor Individu
- Umur
Berdasarkan hasil penelitian Navisah, diketahui bahwa barotrauma lebih
banyak terjadi pada responden dengan usia lebih ≥ 35 tahun. Pada dasarnya
tidak ada batasan umur yang tegas dalam kesehatan penyelaman asalkan
memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan kemampuan penyelaman. Hal ini
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Avongsa, pada usia diatas 35
tahun fungsi organ-organ tubuh akan mulai menurun sehingga kemampuan
seseorang untuk dapat melakukan teknik penyelaman dan teknik ekualisasi
mulai berkurang.
- Masa kerja
Masa kerja dapat memengaruhi kinerja baik positif maupun negatif.
Pengaruh positif akan dirasakan oleh seseorang apabila dengan semakin
lamanya masa kerja maka semakin bertambah pengalaman seseorang dalam
melaksanakan pekerjaannya dalam hal ini menyelam. Sebaliknya, masa kerja
akan memberikan dampak negatif apabila dengan semakin lamanya masa
kerja maka akan timbul kebiasaan buruk pada tenaga kerja.(1)
2. Faktor Lingkungan
- Kedalaman menyelam
Menurut USN Navy Diving, kedalaman menyelam maksimum yang
diperbolehkan untuk jenis penyelaman SCUBA adalah 47 meter dengan
waktu menyelam tidak lebih dari 10 menit. Peselam pemula dibatasi untuk
tidak melebihi kedalaman 18 meter / 60 feet. Kedalaman menyelam berbeda
tergantung dengan tujuan penyelaman.
Setiap penurunan kedalaman penyelaman 10 meter, risiko penyelam
mengalami gangguan pendengaran sebesar 0,55 kali. Semakin bertambah
kedalaman menyelam maka tekanan udara yang diterima semakin besar.
Peningkatan tekanan lingkungan menyebabkan rongga udara dalam telinga
tengah dan dalam tuba eustachius menjadi tertekan. Hal ini cenderung
menyebabkan penciutan pada tuba eustachius sehingga gagal untuk
membuka. Jika tuba eustachius tersumbat, maka tekanan udara di dalam
telinga tengah berbeda dengan tekanan udara diluar gendang telinga, hal ini
dapat menyebabkan barotrauma.
3. Karakteristik Pekerjaan
- Lama menyelam
Lama menyelam setiap individu berbeda tergantung pada kemampuan
penyelamannya di dalam air. Semakin lama seseorang menyelam artinya
semakin sering individu tersebut untuk menyamakan tekanan, maka semakin
besar pula kemungkinan gagal dalam menyamakan tekanan tersebut.
Sehingga setiap kegiatan penyelaman harus terdapat rencana penyelaman
terutama terkait dengan durasi atau lama penyelaman. Berdasarkan
penelitian Navisah, sebanyak 90% barotrauma telinga terjadi pada penyelam
dengan lama menyelam >2-4 jam.
-
Frekuensi menyelam
Semakin sering frekuensi penyelam yang dilakukan akan semakin berbahaya
bagi kesehatan para penyelam. Semakin sering menerima tekanan maka
semakin banyak usaha yang diperlukan untuk menyamakan tekanan
(ekualisasi) dalam rongga telinga dengan tekanan air disekitarnya. Namun
frekuensi menyelam yang lebih banyak apabila diiringi dengan teknik
ekualisasi yang benar, maka akan lebih kecil kemungkinan terjadi trauma
tekanan yang berulang pada membran timpani. Keberhasilan dalam
melakukan ekualisasi dapat mencegah terjadinya barotrauma telinga.
-
Waktu istirahat
Istirahat di permukaan perlu dilakukan agar udara tidak terjebak dalam
jangka waktu yang lama dan membran timpani tidak mengalami kompresi
secara terus menerus. Menurut PADI, seharusnya pada penyelaman yang
dilakukan berulang-ulang, waktu istirahat di permukaan setidaknya selama 10
menit. Istirahat beberapa waktu di antara penyelaman juga bermanfaat agar
nitrogen yang terserap bisa keluar dari tubuh.(1)

D. TATALAKSANA
Penting bagi penderita barotrauma telinga untuk tidak melakukan kegiatan
seperti terbang ataupun menyelam hinnga gejala yang dialaminya mereda. Untuk
mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga, pertama-tama yang
perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba eustakius dan mengurangi
tekanan dengan mengunyah permen karet, atau menguap, atau menghirup udara,
kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan sambil menutup lubang hidung
dengan tangan dan menutup mulut.
Selama pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane
nasalis dapat mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan
menginflasi tuba eustakius dengan perasat politzer, khususnya dilakukan pada anak-
anak berusia 3-4 tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau
kombinasi keduanya selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotik tidak
diindikasikan kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor.
Perasat politzer terdiri dari tindakan menelan air dengan bibir tertutup
sementara ditiupkan udara ke dalam salah satu nares dengan kantong politzer atau
apparatus senturi nares yang lain ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan
meletuskan balon ditelinganya, bila tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah cairan
akan terevakuasi dari telinga tengah dan sering terdapat gelembung-gelembung
udara pada cairan.(4,5)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi barotrauma yang dapat terjadi adalah efusi dan perdarahan ke
rongga telinga tengah dan gangguan pendengaran sensorineural. Semua orang yang
mengeluh kehilangan pendengaran dengan barotrauma harus menjalani uji
pendengaran dengan rangkaian penala untuk memastikan bahwa gangguan
pendengaran bersifat konduktif dan bukan sensorineural. Hematoma epidural
intrakranial, fistula perilymphic, pneumocephalus dan parenkim dan perdarahan
ekstra-aksial juga telah disebutkan dalam beberapa literatur, tetapi kondisi ini sangat
jarang terjadi.

F. PENCEGAHAN
Menghindari terbang adalah rekomendasi yang bijaksana dalam kasus infeksi
saluran pernafasan atas dan infeksi telinga. Jika perjalanan dianggap tidak dapat
dihindari maka langkah-langkah untuk membuka tuba Eustachio dapat dilakukan
secara teratur seperti menguap, menelan, mengunyah dan melakukan manuver
Valsava pada penerbangan dan khususnya saat turun. Terdapat penelitian
sebelumnya yang mengevaluasi tentang efektivitas dekongestan oral dan topikal,
belum ada uji coba terkontrol secara acak yang kuat. Hanya pseudoefedrin oral
untuk pencegahan otic barotrauma pada orang dewasa.
Untuk para penyelam juga dihimbau untuk mempelajari tehnik menyelam
secara benar sebelum melakukan penyelaman untuk mengurangi resiko barotrauma.
KESIMPULAN

Barotrauma dapat terjadi saat menyelam atau saat penerbangan. Barotrauma dapat
terjadi pada telinga, sinus paranasal dan paru-paru dimana barotrauma pada telinga tengah
paling sering terjadi. Barotrauma pada telinga merupakan gangguan telinga yang terjadi
akibat perubahan tekanan udara tiba-tiba di luar telinga tengah sehingga menyebabkan
tuba gagal untuk menyamakan tekanan dari bagian telinga tengah dengan adekuat. Hukum
boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan atau P1xV1 =
P2xV2. Hukum Boyle yang mengatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan
tekanannya, maka pada saat tekanan di sekitar tubuh menurun/meninggi, terjadi perbedaan
tekanan antara di rongga tubuh dengan di luar, sehingga terjadi penekanan/penghisapan
terhadap mukosa dinding rongga dengan segala akibatnya. Pada anamnesis umumnya
didapatkan adanya riwayat menyelam atau penerbangan dimana terdapat perubahan cepat
pada tekanan lingkungan. Selain itu, pasien akan mengeluh otalgia, sakit kepala, mual,
muntah, vertigo, tinnitus, ataupun gangguan pendengaran konduktif. Gejala tersebut dapat
disertai dengan kerusakan membrane timpani yang dapat dinilai menggunakan otoskop dan
diklasifikasikan menurut klasifikasi Teed.
DAFTAR PUSTAKA
1. Navisah, S., Isa Ma’rufi, Anita D. Faktor Risiko Barotrauma Telinga pada Nelayan
Penyelam di Dusun Watu Ulo Desa Sumberejo Kecamatan Ambulu Kabupaten
Jember: Jurnal IKESMA Volume 12. 2016;98-110.
2. Glazer, T., Telian S. Otologic Hazards Related to Scuba Diving: Clinical Review of
Otolaryngology-Head and Neck Surgery.2016;140-143.
3. Koriwchak, M., Jay A. Middle Ear Barotrauma in Scuba Divers: Journal of Wilderness
Medicine. 1994;389-398.
4. Fyntanaki, O., et al. Acute Barotitis Media in Flight: Patophysiology, Symptomps,
Prevention, Treatment: Balkan Military Medical Review. 2013;16(1):50-55.
5. Green, S., et al. Incidence and Severity of Middle Ear Barotrauma in Recreational
Scuba Diving: Journal of Wilderness Medicine 4. 1993;270-280.
6. Ryan P, Treble A, Patel N, Jufas N. Prevention of Otic Barotrauma in Aviation. Otology
& Neurotology Inc. 2018; 5: 1531-37
7. Beckmann KM. Prevention of Infant’S Otic Barotrauma – Observing the Infant Prior
to Air Travel and Identifying Infants Less Likely At Risk. International Journal of
Neuroscience and Behavioral Science. 2013; 2: 24-30
8. Innes AM et all. Air travellers’ awareness of the preventability of otic barotrauma.
The Journal of Laryngology & Otology. 2014; 128: 494–498
9. LI, Ronson. Common diving related ear barotrauma and its management. Available
at: http://www.scuba.net.hk/medicine/volume001.htm Accessed June 15, 2015
10. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.

Вам также может понравиться