Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. LATAR BELAKANG
2. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan
antalgin pada jamu pegal linu.
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Obat Tradisional
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sedian galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara
tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Permenkes RI No.007
Tahun 2002)
Penggunaan tanaman obat sebagai bahan untuk mengobati penyakit dapat menjadi
alternatif yang relatif murah dibandingkan dengan obat kimia. Oleh sebab itu, karena kepraktisan
dan murahnya, popularitas obat tradisional semakin melambung (Duryatmo, 2003:42)
Berdasarkan bukti empiris tentang pemanfaatan tanaman obat, maka penggunaan tanaman
obat sebagai obat tradisional terbukti relatif aman. Penggunaan secara benar jarang sekali
menimbulkan efek samping sebagaimana tercermin dari anggapan masyarakat bahwa obat
tradisional merupakan obat yang aman tanpa efek samping. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya
benar karena dapat terjadi bahwa obat tradisional menjadi tidak aman karena beberapa penyebab,
diantaranya adalah pencampuran dengan bahan kimia (Handayani, 2001:140)
Hal ini didukung pula dengan adanya hasil operasi pengawasan dan Pengujian
Laboratorium Badan POM pada periode 2016, dimana Badan POM musnahkan 7,3 Miliar
Rupiah Obat Tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Produk yang
dimusnahkan merupakan hasil temuan Operasi Storm VII disalah satu pabrik di Parung Bogor.
Sebanyak 245.570 kemasan obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
Fenilbutazon, Sildenafilsitrat, Paracetamol, bahan baku dan bahan kemasan.
Pencampuran dengan bahan kimia dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan khasiat
tertentu dari Obat Tradisional. Penggunaan Obat Tradisional yang dapat diperoleh secara bebas,
dosis yang tidak standar akan menyebabkan konsumsi bahan kimia tercampur tidak terkontrol.
Hal tersebut dapat menyebabkan efek samping baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek ( Handayani, 2001 : 142).
Penambahan Bahan kimia dalam Obat Tradisional bertentangan dengan Peraturan Mentri
Kesehatan RI No.007/Menkes/per/2012 pasal 7 yang menyatakan Obat Tradisional dilarang
mengandung bahan kimia yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat.
3.2 Antalgin
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgenik) Turunan NSAID, atau
Non-Steroidal anti inflammatory drugs. Umumnya Obat anti inflamasi (anti pembekakan) dan
beberapa jenis obat golongan ini memiliki pula sifat antipiretik (penurun panas), sehingga
dikatagorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan
analgetik ringan. Contoh obat yang berbeda di golongan ini adalah parasetamol. Tetapi Antalgin
lebih banyak sifat analgetiknya (Tjay dan Rahardja, 2007:193)
Antalgin merupakan salah satu bahan kimia obat yang cenderung ditambahkan dalam obat
tradisional atau jamu diantaranya jamu pegal linu. Dimana diketahui bahwa antalgin berkhasiat
penghilang rasa sakit dan antipiretik atau penurun panas. Penggunaan antalgin dalam dosis yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan efek samping bahkan gangguan kesehatan antara lain
perdarahan lambung, jantung berdebar, kerusakan organ hati dan lain-lain. Hal ini telah
bertentangan dengan Peraturan Mentri Kesehatan RI No.007/Menkes/per/2012 pasal 7 yang
menyatakan bahwa Obat Tradisional dilarang mengandung bahan kimia yang merupakan hasil
isolasi atau sintetik berkhasiat obat dan melanggar Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun
1992 serta Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, karena dalam hal
ini kesehatan masyarakat telah diabaikan oleh produsen jamu.
3.3 Prinsip Kromatografi Lapis Tipis
Pada dasarnya KLT digunakan untuk memisahkan komponen-komponen berdasarkan
perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang/eluen yang
digunakan. KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara pelaksanaannya.
Perbedaan nyata terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan
tipis adsorben sebagai pengganti kertas. Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis,
terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara
permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah
berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul. (Watson,
2010:76)
Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan
antara fase diam dan fase gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus
fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya.
Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak,
serta kepolaran dan ukuran molekul.
Pada kromatografi lapis tipis, eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses
elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Interaksi
antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab
itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah
jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif
polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin
dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like”. (Roy J, 1991:67).
3.4 Faktor Retensi (Rf)
Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh eluen. Rumus faktor retensi adalah:
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila identifikasi nilai Rf
memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang
sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda senyawa tersebut dapat dikatakan
merupakan senyawa yang berbeda (Soebagio, 2002:145).
4. ALAT DAN BAHAN
4.1 Alat
No Nama Alat Ukuran Jumlah Gambar
1 Timbangan Analitik - 1
`3 Pipet Tetes - 1
5 Kaca Arloji - 1
6 Pipet Kapiler - 3
7 Spatula - 1
9 Plat KLT - 1
10 Reagen - 1
4.2 Bahan
No Nama Bahan Ukuran Gambar Keterangan
1 Antalgin 0,5 gram -
4 Metanol 20 mL Oxidizing
6 Aquadest 75 mL -
5 Sampel I dan II
ditambahkan 75 ml aquades
dan 2 mL methanol
6 Antalgin ditambahkan 20
mL methanol.
7 Masing-masing bahan
diaduk sampai larut
8 Masing-masing larutan
ditotolkan pada plat KLT
yang telah diberi garis
pembatas.
6. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan terhadap 2 sampel jamu yaitu jamu beras kuncur dan jamu pegal
linu. Sampel-sampel tersebut diidentifikasi menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis.
Dalam metode Kromatografi Lapis Tipis, untuk mengidentifikasi antalgin dalam jamu pegal linu
dapat diamati pada kromatogram berdasarkan perbandingan Nilai Rf masing-masing sampel
dengan Nilai Rf baku pembanding. Dimana harga Rf didapat dari perbandingan antara jarak
tempuh komponen dengan jarak tempuh eluen. Dalam percobaan ini pertama kali dilakukan
adalah menyediakan 2 sampel jamu yaitu jamu beras kencur (Sampel I) dan jamu pegal linu
(Sampel II) serta baku pembanding yaitu Antalgin. Selanjutnya dibuat larutaun sampel dengan
cara menimbangkan 7 gram jamu beras kencur (Sampel I) dan Jamu pegal Linu (Sampel II) yang
kemudian dituangkan ke dalam gelas kimia. Kemudian Sampel I dan Sampel II ditambahkan 75
mL aquadest dan diaduk sampai melarut. Setelah melarut Sampel I dan Sampel II tersebut
ditambahkan 2 mL metanol dan didiamkan. Setelah pembuatan larutan sampel I dan Sampel II
selanjutnya dibuat larutan baku pembanding (Antalgin). Pembuatan larutan baku pembanding
dilakukan dengan cara ditimbang antalgin yang telah digerus sebanyak 0,5 gram yang kemudian
dituangkan ke dalam gelas kimia. Selanjutnya ditambahkan 20 mL metanol dan diaduk sampai
larut. Setelah melakukan pembuatan larutan sampel dan larutan baku pembanding, selanjutnya
membuat larutan eluen. Cara membuatnya yaitu dengan menggabungkan metanol, aquadest dan
etil asetat yang memiliki perbandingan 4:5:1 yang dimasukkan kedalam reagen yang tertutup.
Setelah melakukan pembuatan larutan sampel I dan sampel II, larutan baku pembanding dan
eluen selanjutnya larutan sampel I, sampel II dan Larutan baku pembanding ditotolkan pada plat
KLT yang sudah diberikan batas garis. Setelah di totolkan kemudian plat KLT dimasukkan
kedalam reagen yang tertutup dan didiam hingga larutan eluen naik ke Plat KLT. Selanjutnya
setelah larutan eluen didiamkan kemudian plat KLT dilihat dengan menggunakan lampu UV.
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan terhadap 2 sampel Jamu yaitu jamu
beras kencur dan jamu pegal linu dengan cara Kromatografi Lapis Tipis yang bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya kandungan antalgin pada jamu pegal linu, maka didapatkan data
sebagai berikut :
Jarak tempuh Jarak tempuh
No Nama komponen eluen Nilai Rf Hasil
(cm) (cm)
Antalgin (Baku
1. 1 3,5 0,28 +
Pembanding)
Jamu Beras Kencur
2. 0,1 3,5 0,028 -
(Sampel I)
Jamu pegal Linu
3. 1 3,5 0,28 +
(Sampel II)
Keterangan :
+ = mengandung Bahan Kimia Obat Antalgin
- = tidak mengandung Bahan Kimia Obat Antalgin
Hasil data menunjukkan bahwa Nilai Rf Jamu pegal linu (sampel II) sama dengan nilai Rf
Baku pembanding sedangkan pada jamu Beras Kencur (sampel I) nilai Rfnya tidak sama dengan
nilai Rf baku pembanding. Ini menandakan bahwa pada jamu Pegal linu tedapat Bahan Kimia
Obat (BKO) yaitu Antalgin.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila identifikasi nilai Rf
memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang
sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda senyawa tersebut dapat dikatakan
merupakan senyawa yang berbeda (Soebagio, 2002:145).
Hasil percobaan identifikasi Antalgin dalam Jamu pegal Linu secara Kromatografi Lapis
Tipis sama dengan hasil penelitian dari Subiyandono (2005: 6) dimana dalam jurnal tersebut
peneliti mendapatkan satu sampel yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dari tujuh
sampel jamu pegal linu yang ditelitin yaitu Antalgin. Dimana sampel tersebut mempunyai nilai
Rf yang sama dengan nilai Rf baku pembanding yaitu 0,75. Karena nilai Rf sampel dengan baku
pembanding sama maka sampel tersebut mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) Antalgin.
Sedangan dalam percobaan ini mendapatkan satu sampel jamu pegal linu yang mengandung
Bahan Kimia Obat (BKO)dari dua sampel yang dilakukan dalam percobaan. Dimana sampel
tersebut mempunyai nilai Rf yang sama dengan baku pembanding yaitu 0,28 cm, sehingga bisa
dikatakan dalam sampel tersebut mengandung antalgin. Hal ini telah bertentangan dengan
Peraturan Mentri Kesehatan RI No.007/Menkes/per/2012 pasal 7 yang menyatakan bahwa Obat
Tradisional dilarang mengandung bahan kimia yang merupakan hasil isolasi atau sintetik
berkhasiat obat.
7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada jamu pegal linu
terdapat Bahan Kimia Obat (BKO) yaitu Antalgin dan hal ini bertentangan dengan Peraturan
Menteri Kesehatan RI tahun 2012.
7.2 Saran
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan pratikan menyarankan :
7.2.1 Agar dilakukan identifikasi terhadap jenis jamu lain yang diduga mengandung Bahan Kimia
Obat Seperti Parasetamol.
7.2.2 Dilakukan percobaan lebih lanjut untuk analisa Bahan Kimia Obat (BKO) yang tekandung dalam
jamu pegal Linu dengan menggunkan metode HPLC.
8. DAFTAR PUSTAKA
Syadawi, A. (2012). Identifikasi beberapa Senyawa Analgentik dalam jamu pegal linu yang beredar
di kota Padang. Skripsi. Farmasi. Universitas andalas. Indonesia.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Public Warning tentang Obat
Tradisional Mengandung bahan Kimia Obat Http://www.pom.go.id. Diakses 27 November 2016.
Duryatno, S. (2003). Aneka Ramuan Berkhasiat dati Temu-Temuan. Jakarta : Puspa swara.
Gandjar, I. G., Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Handayani, L. (2001). Pemamfaatan Obat Tradisional dalam Menangani Masalah
Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia.
Permenkes No. 007. (2002). Registrasi Obat Tradisional.
Roy, J. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung : ITB.
Soebagio. (2002). Kimia Analitik. Makasar : Universitas Negeri Makasar.
Soraya, R., Ratnawati, J., dan Sutardi, O. I. (2013). Pemantauan Kualitas Jamu Pegal Linu Yang
Beredar di Kota Cimahi. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 01. No.01. Hal. 45-48.
Subiyandono. (2005). Identifikasi Antalgin Dalam Jamu Pegal Linu Yang Beredar Di Palembang
Secara Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Farmasi Poltekkes Depkes. Vol. 06, No. 07. Hal. 4-8.
Rahardja, K., dan Tjay, T. H. (2007). Obat penting Khasiat, penggunaan , dan efek-efek
sampingnya.Jakarta : Elex Media Komputindo.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun (1992). Tentang Kesehatan. Jakarta : PT. CV. Eko
Jaya.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun (1999). Tentang Perlindungan kondumen. Jakarta:
PT.CV.Eko Jaya.
Waston, D. G. (2010). Analisis Farmasi. Jakarta : Buku Kedokteran.