Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Dokter Pembimbing:
SMF OBGYN
2019
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan dan lebih dari
setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di negara berkembang.
Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di negara maju yaitu 1 dari
5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di negara
berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan. AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia masih merupakan salah satu yang
tertinggi di negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup.
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan sebesar 30%, hipertensi
dalam kehamilan 25%, dan infeksi 12%. WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh
kali lebih tinggi di Negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia
di negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang sebesar 1,8% - 18%.
Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri sebesar 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik.
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia
berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca
persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit
kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Hasil meta analisis menunjukkan peningkatan
bermakna risiko hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena
pada ibu dengan riwayat preeklampsia dengan risiko relatif. Dampak jangka panjang juga
dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan
lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat,
serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
2
2.1 PREEKLAMPSIA
2.1.1 Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan
adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem
organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu
didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan
(new onset hypertension with proteinuria) (Canadian Hypertensive Disorders of
Pregnancy Working Group, 2014).
2.1.2 Epidemiologi
Preeklampsia dapat ditemui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan
pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda.
Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan
obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia.
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang
daripada di negara maju (Osungbade, 2011). Prevalensi preeklampsia di negara maju
sebesar 1,3% - 6%, sedangkan di negara berkembang sebesar 1,8% - 18%. Insiden
preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.7
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotik (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
3
ekstravilus itu akan mengikuti 2 jalur, jalur pertama adalah dengan menginvasi dinding
uterus (interstitial invasion) dan jalur kedua adalah dengan cara menembus pembuluh
darah (endovascular invasion) (Sitrait, 2012).
Selama trimester pertama, diferensiasi tropoblas terjadi pada saat tekanan oksigen
rendah. Pada sekitar umur kehamilan 10-12 minggu kehamilan, pada saat mana sudah
terjadi hubungan antara ruang intevilus dengan darah ibu, maka tekanan oksigen
meningkat. Peningkatan tekanan oksigen pada saat ini berhubungan dengan saat invasi
tropoblas maksimal ke desidua maternal, yang mana situasi ini memungkinkan sel
tropoblas ekstravilus untuk melakukan remodeling arteria spirales. Pada keadaan
preeklampsia, terjadi pengeluaran Hypoxia Induced-Factor 1 (HIF-1) yang merupakan
faktor yang mengaktivasi Transforming Growth Factor-beta 3 (TGF-beta3), yang
merupakan inhibitor proliferasi tropoblas (Sitrait, 2012).
Selain oksigen, kelangsungan hidup embrio sangat tergantung dari aliran darah,
maka harus ada pembuluh darah sebagai perantara yang menghantarkan darah dari
desidua maternal ke embrio yang sedang berkembang. Terdapat tiga fase pada
vaskuloangiogenesis ini, yaitu fase inisiasi, fase proliferasi-invasi, dan fase maturasi-
diferensiasi. Fase inisiasi dimulai minggu ke-3 pasca konsepsi. Sebelum terbentuknya
pembuluh darah yang pertama, sel-sel Hofbauer menghasilkan angiogenic growth factors,
yaitu vascular endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF),
dan placenta growth factor (PlGF). Beberapa minggu sebelum onset manifestasi
preeklampsia terjadi, kadar soluble endoglin (sEng) dan inhibitor VEGF endogen yaitu
fms-like tyrosine kinase-1 (sflt-1) meningkat, sedangkan PlGF menurun pada trimester
pertama kehamilan. Bersama dengan disfungsi endotel, faktor pembuluh darah tersebut
menjadi penanda biokimia dari preeklampsia berat. Meningkatnya sflt-1 dan sEng
merupakan hasil dari terhambatnya kerja enzim Cystathionine γ-lyase (CSE), yaitu enzim
utama yang bertanggung jawab terhadap produksi hydrogen sulfide (H2S) endogen.
Eksperimen pada wistar menunjukkan bahwa pemberian inhibitor CSE secara berkala
menyebabkan berkurangnya kadar H2S dan terdapat peningkatan tekanan darah. Dengan
demikian, masuk akal bahwa penurunan kadar H2S yang bersirkulasi dapat berkontribusi
terhadap hipertensi pada preeklampsia. Dalam penelitian Wang et al (2012), terbukti
bahwa preeklampsia berhubungan dengan berkurangnya sirkulasi H2S.
7
2 jalur, jalur pertama yaitu jalur remetilasi dimana homosistein dibentuk dengan
bergabungnya gugus metil yang diberikan oleh 5 metil tetrahidrofolat sebagai donor
metil, reaksi ini dikatalisator oleh vitamin B12 dan enzim metionin sintase. Bila asam
folat kurang maka terjadi kekurangan 5 metil tetrahidrofolat, sehingga terjadi
penumpukkan homosistein dalam darah. Jalur yang kedua adalah pemecahan homosistein
menjadi sistationon dan sistein melalui jalur transulfurasi yang membutuhkan vitamin B6
(American College of Obstetricians and Gynecologists, 2013).
. Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis
pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme
dan iskemia. Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,
tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang
ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf local dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar
dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi
hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular,
meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer (Chum et al,
2005).
Peningkatan hemolisis mikroangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya
aspirasi pneumonia, atau abses paru.
2.1.8. Komplikasi
Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
Hipofibrinogenemia
Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati
pada penderita pre-eklampsia.
Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
Edema paru
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi
anuria atau gagal ginjal.
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai
tahap eklampsia. B.
14
2.2.2 Etiologi
Menurut Tabrani, 1996. Faktor – factor penyebab dapat diklasifikasikan kedalam
dua kelompok yakni :
Nonkardiogenik yang identik dengan ARDS atau disebut pula dengan idiopatik,
yakni dengan sebab yang tidak diketahui. Umumnya dapat disebabkan oleh :
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru. Pada ARDS, integritas dari
alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang
mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi
dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluhpembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orangorang dengan gagal ginjal yang
telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
c. High altitude pulmonary edema
High altitude pulmonary edema yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
d. Trauma otak
15
Kardiogenik
Kardiogenik yang selalu dihubungkan dengan penyebab utama dari edema
paru, yakni dekompensasi jantung kiri. Penyebab-penyebab cardiogenic dari
pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-
penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau
klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih
dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru.
16
Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak (EPNK)
EPK EPNK
Anamnesis
Acute cardiac event (+) Jarang
Penemuan Klinis
Perifer Dingin (low flow state) Hangat (high flow meter)
Nadi kuat
S3 gallop/kardiomegali (+) (-)
JVP Meningkat Tak meningkat
Ronki Basah Kering
Tanda penyakit dasar
Laboratorium
EKG Iskemia/infark Biasanya normal
Foto toraks DIstribusi perihiler Distribusi perifer
ENzim kardiak Bisa meningkat Biasanya normal
PCWP > 18 mmHg < 18 mmHg
Shunt intra pulmoner Sedikit Hebat
Protein cairan edema < 0.5 > 0.7
5. Eclampsia.
6. Post Cardioversion.
7. Post Anesthesia.
8. Post Cardiopulmonary Bypass.
(Smeltzer dan Bare, 2000; Price dan Wilson, 2006).
Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk
pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasarnya. Sebagian besar
penyebab dari penyakit ini adalah gagal jantung kiri. Gagal jantung sisi kiri ini dapat
disebabkan oleh adalah ateriosklerosis, penyakit jantung kardiomiopatik, hipertensi,
dan penyakit jantung vaskuar (Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).
Faktor Predisposisi yang mungkin dapat berpengaruh antara lain adalah:
a. Menurunnya tekanan osmotic koloid serum (nefrosis, luka bakar, penyakit
hepatic, defisiensi nutrisional)
b. Terganggunya drainase limfatik paru-paru (penyakit Hodgin, limfangitis
obliteratif)
c. Infusi cairan I.V. secara berlebihan
d. Miksoma atrial kiri
e. Stenosis mitral.
f. Penyakit oklusif veno pulmoner
(Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).
2.2.4 Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika
cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan
dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area
yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang
sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil
oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
19
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli
kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli
dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai
ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika menggambarkan kondisi
ini pada pasien.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh
darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh
Starling.
Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡
Qf = aliran cairan transvaskuler;
Kf = koefisien filtrasi;
Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;
Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;
σ = koefisien refleksi osmosis;
πmv = tekanan osmotic protein plasma;
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.
Menurut Lippincott Wiiliams & Wilkins (2008) tanda dan gejala pada edema
pulmoner dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu tanda gejala awal dan tanda gejala di kemudian
hari.
1) Tanda dan gejala awal
a. Batuk
b. Dedas dependen
21
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. X-ray dada yang
khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus
yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification
(pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang
minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili
pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia
mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyabab yang
mungkin mendasarinya.
3) EKG
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau
infark pada infark miokard akut dengan edema paru.Pasien dengan krisis hipertensi
gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel
kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya
menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang
yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghiland dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum
diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab,
antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan
elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin.
4) Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T)
5) Echocardiografi transtorakal
Ekokardiogram bisa memperlihatkan otot jantung yang lemah, katup jantung yang
bocor atau sempit, atau cairan yang mengelilingi jantung.
6) Angiografi koroner
24
otot dan tenaga pernafasan. Penggunaan morfin tidak boleh diberikan bila edema
paru dsebabkan oleh cidera vascular otak, penyakit paru kroni, atau syok
kardiogenik. Pasien harus diawasi bila terjadi depresi pernapasan berat; antagonis
morfin (Naloxone hydrochloride (Narcan) harus tersedia (Smeltzer, 2000).
f. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap
4 jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
Efek bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi sehingga aliran
(preload). Efek kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60
menit. Penurunan tekana darah, peningkatan frekuensi jantung dan penurunan
haluaran urin merupakan petunjuk bahwa sistem peredaran darah tidak mampu
mentoleransi diuretik dan harus diambil tindakan untuk mengatasi hipovolemia
yang terjadi. Pasien dengan hyperplasia prostat harus diawasi adanya tanda retensi
urin (Smeltzer dan Bare, 2000).
g. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit
atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. Bila TD 70-100 mmHg
disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan Dopamin 2-20mcg/kgBB/menit IV.
Bila tidak membaik dengan Dopamin dosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan
Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan Dopamine diturunkan sampai
10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa gejala syok berikan Dobutamine 2-20
mcg/kgBB/menit IV.
h. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
i. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
j. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
k. Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel/corda tendinae.
Menurut Lippincott Wiiliams & Wilkins (2008) tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:
a. Secara seksama pantau pasien yang berisiko untuk melihat apakah ada tanda
edema pulmoner, terutama takipnea, taikardi, dan bunyi napas abnormal.
26
Periksa adanya edema perifer, yang juga bisa mengindikasikan bahwa cairan
terakumulasi dalam jaringan pulmoner.
b. Beri oksigen sesuai perintah dan pantau adanya efek.
c. Pantau tanda vital tiap 15 sampai 30 menit saat memberikan nitroprusside
dalam dextrose 5% dalam air melalui tetesan I.V.
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah gagal napas. Selain itu kebanyakan
komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-
komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik,
pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara
parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial
menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,
seperti otak (Panji, 2008).
27
Gambar 3.1 Perbandingan Usia pada Pasien PEB dengan ALO di RSD Soebandi tahun
2018-2019
8
7
6
5
4 <35 th
3 >35 th
2
1
0
Usia
Gambar 3.2 Perbandingan Usia Kehamilan pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
9
5 Posterm
4 Aterm
Preterm
3
0
Usia Kehamilan
28
Gambar 3.3 Perbandingan Riwayat Obstetri pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
4.5
3.5
3 G1
2.5 G2
2 G3
G4
1.5
G5
1
0.5
0
Gravida
Gambar 3.4 Perbandingan Proteinuri pada Pasien PEB dengan ALO di RSD Soebandi
tahun 2018-2019
6
4
+1
3 +2
+3
2 +4
0
Proteinuri
29
Gambar 3.5 Perbandingan Kadar Albumin pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
9
0
Kadar Albumin
Gambar 3.6 Perbandingan Outcome bayi pada Pasien PEB dengan ALO di RSD
Soebandi tahun 2018-2019
6
4
Abortus
3 IUFD
Asfiksia
2 Normal
0
Outcome Bayi
Post SVH ai
atonia uteri
H5 +
leukositosis
+ ALO +
TRALI
7 Sulistyo 28th G2P1001 gr 1. 8th/ ♀/ RS1. 9 th 150 +3 3,9 g/dl Telah lahir
wati 37-38 mgg –SC/ Lupa cm/ bayi ♀
+ PEB 2. Hamil ini 65kg dengan
+ PROM LSCS
+mBSC 8 th AS 6-8
yll PB/BB 53
cm/ 3400g
Ketuban
jernih
8 Ieda 39th G2P0000Ab 1. Keguguran 1. 1th 140 +4 2,8 g/dl Telah lahir
Fitriyah 100 gr 26-28 umur 2bln cm/ bayi
mgg T/H 2. Hamil ini 60kg spontan B
+ PEB AS 0-0
+ SOB dt
ALO
cardiogenic
dd non
cardiogenic
+
hipoglikemi
a
+ HT
urgency
+
Pneumonia
9 Mardiya 40th G2P1001Ab 1. 17th/♀/ 1. 5th - +2 2,9 g/dl Telah lahir
ni 000 gr 32-34 dukun 2. 13th bayi ♂
mgg T/H 2. Hamil ini dngan
+ PEB LSCS
+ hipertiroid AS 6-8
on tx PB/BB
+ struma 45cm/
+SOB dt 2100g
32