Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyimpanan bahan pangan merupakan salah satu aspek penting yang


masih mengalami kendala dalam teknologi pasca panen. Selama
penyimpanan, bahan pangan pokok seperti beras dapat mengalami perubahan
atau kerusakan yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas bahan pangan.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) terungkap bahwa stok beras
nasional tahun 2005 surplus 16.223 ton. Data BPS semakin menguatkan data
Departemen Pertanian (Deptan) mengenai stok beras surplus 2.2 juta ton
(Hartono, 2006).

Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), jika volume bahan yang


disimpan sedikit, timbulnya kerusakan tak menjadi masalah. Namun, jika
volume bahan yang disimpan banyak maka kerusakan bahan akan membawa
kerugian yang besar. Oleh karena itu diperlukan sentuhan agroindustri yang
tangguh dalam sistem penyimpanan. Agar kerusakan secara kualitas atau
kuantitas dapat ditekan, hasil-hasil pertanian harus disimpan dalam gudang
dengan manajemen gudang yang efisien.

Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan


yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan
berkembang biak di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer,
maupun sebagai hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai
komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Menurut
Syarief dan Halid (1993), sistem penyimpanan mempunyai karakteristik yang
sangat menguntungkan bagi pertumbuhan serangga hama gudang seperti
kondisi fisik yang relatif stabil dan sumber bahan makanan yang melimpah

1
bagi serangga hama gudang. Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan
hama gudang diperkirakan mencapai 26 – 29 % (Semple, 1985).

Menurut Arnason et al. (1993) diacu dalam Syahputra (2001), famili


tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati
adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae, namun
hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan
yang baru. Didasari oleh banyaknya jenis tumbuhan yang memiliki khasiat
sebagai insektisida maka penggalian potensi tanaman sebagai sumber
insektisida botani sebagai alternatif pengendalian hama tanaman cukup
potensial.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui penyimpanan dan


perubahan yang terjadi selama penyimpanan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyimpanan Pangan dan Perubahan Selama Penyimpanan

Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata,


menyimpan, memelihara bahanmakanan kering dan basah serta mencatat serta
pelaporannya. Setelah bahan makanan yangmemenuhi syarat diterima harus segera
dibawa ke ruangan penyimpanan, gudang atauruangan pendingin. Apabila bahan
makanan langsung akan digunakan, setelah ditimbang bahan makanan dibawa ke
ruangan persiapan bahan makanan.

Utari (2009) yang mengutip pedoman teknis proses penediaan makanan dalam
sistem penyelenggaraan makanan institusi (Depkes RI, 2003), prasyarat penyimpanan
bahan makanan adalah:

1. Adanya sistem penyimpanan barang.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai


persyaratan.

3. Tersedianya kartu stok atau buku catatan keluar masuknya bahan makanan

Ada 4 prinsip penyimpanan bahan makanan yang sesuai dengan suhunya


(Depkes RI, 2003):

1. Penyimpanan sejuk (colling) pada suhu 10ºC-15ºC seperti jenis minuman,


buah dan sayuran.

2. Penyimpanan dingin (chilling) pada suhu 4ºC-10ºC seperti makanan


berprotein yang segera akan diolah.

3
3. Penyimpanan dingin sekali (freezing) pada suhu 0ºC-4ºC seperti bahan
makanan yang mudah rusak untuk jangka waktu 24 jam

4. Penyimpanan beku (frozen) pada suhu <0ºC seperti bahan protein yang
mudah rusak untuk jangka waktu <24 jam.

2.1.1 Prinsip penyimpanan bahan makanan segar

Penyimpanan bahan makanan dilakukan agar memiliki shelf life yang cukup lama
dengan mencegah pembusukan makanan tersebut. Pembusukan makanan dipengaruhi
berbagai faktor yaitu suhu, kelembaban dan kekeringan, udara dan oksigen, cahaya,
dan waktu. Sedangkan, pembusukan makanan disebabkan mikroorganisme (bakteri,)
jamur, yeast, alga, protozoa, dan lainnya, enzim yang dikandung makanan, insektisida
dan hewan pengerat. Berdasarkan ketahanannya, makanan dikategorikan menjadi tiga
yaitu makanan tahan lama, makanan semi tahan lama, dan makanan tidak tahan lama.
Umumnya, masyarakat menyimpan kebutuhan sehari-hari didalam lemari, kulkas,
freezer, lumbung, dan lainnya. Namun, apa yang mereka simpan tidaklah bertahan
lama dan kondisi makanan pun rusak, dan terkadang menimbulkan bau yang tidak
sedap. Berbagai metode penyimpanan makanan telah dikembangkan dengan harapan
shelf life makanan menjadi sangat panjang dan kualitas makanan tetap terjaga
sehingga ketersediaannya berada di sepanjang waktu.

Metode penyimpanan dilakukan dari bahan makanan segar (hasil panen),


pengolahan, pemrosesan, pengemasan hingga pendistribusian produk. Beberapa
teknologi penyimpanan makanan yaitu penggunaan bahan kimia dan mikroba
(fermentasi), pengkontrolan kandungan air, struktur makanan (pengeringan, dehidrasi
osmotik, aktivitas air, dan penggunaan membran), serta penggunaan panas dan energi
(pasteurisasi, pengalengan, pemasakan dan penggorengan, freezing-melting pada
makanan cair, freezing, microwave, ultrasound, light energy, iradiasi, pulsed electric
field, high-pressure treatment, magnetic field, maupun kombinasi diantaranya).

4
Makanan Tidak Tahan Lama

Makanan tidak tahan lama adalah makanan yang mudah membusuk dan
membutuhkan metode khusus untuk mencegah pembusukannya, misalnya daging,
ikan, daging unggas, telur, yogurt, susu dan produk susu, dan sayur-sayuran.
Berbagai makanan tersebut disimpan dengan suhu rendah untuk memperlambat
pembusukan makanan atau proses enzimatik yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Biasanya penyimpanan tersebut dilakukan didalam kulkas dengan pengaturan suhu
5˚C atau lebih rendah, dan suhu makanan di dalam freezer sebesar -16˚C. Peletakan
makanan di dalam kulkas pun harus diperhatikan, bahan makanan mentah diletakan
di bagian paling bawah, sedangkan makanan yang telah dimasak berada di bagian
paling atas. Jangan memasukkan kembali makanan yang telah dikeluarkan dari
freezer dan sebaiknya memberikan label nama makanan dan tanggal mulai
penyimpanan. Shelf life masing-masing makanan berbeda-beda tergantung pada
metode penyimpanannya.

- Ikan dan Daging

Mikrostruktur ikan salmon filet yang dikemas secara vakum (superchilled) dan
disimpan didalam freezer pada suhu -1,7±0,3˚C selama 28 hari memiliki ukuran
kristal es dibagian tengah filet superchilled adalah 3 kali lebih besar dari kristal es di
permukaan dan lapisan tengah pusat lapisan lainnya yaitu 23±2,9 dan 92±0,3 µm
pada 0 dan 1hari. Hasil lebih lanjut menunjukka bahwa setelah pemerataan suhu 1
hari penyimpanan, pertumbuhan kristal es intraselular tidaklah signifikan diberbagai
waktu penyimpanan (Kaale et al., 2012). Proses superchilling adalah proses transien
yang tinggi dengan mengembangkan kemiringan curam suhu terhadap produk didekat
permukaan. Seperti yang diketahui, kemiringan suhu tersebut disebabkan
rekristalisasi es selama penyimpanan superchilled (Chevalier et&al., 2001; Payne et
al.,1994)

5
-Susu

Pendidihan susu merusak mikroorganisme dan enzim yang dikandungnya, dan


bertahan 6-12 jam pada suhu kamar. Susu bertahan 3-4 hari bila disimpan dikulkas.
Suhu kulkas tidak mengganggu keadaan emulsi susu yang memperkenankan krim
memisah dan berkumpul pada bagian atas. Claudia R. G. Pinho et al. (2011)
melaporkan bahwa teknologi homogenisasi tekanan tinggi tidak dapat
memperpanjang waktu simpan susu karena tidak mampu menginaktivasi Bacillus
stearothermophilus dan Clostridium sporogenes pada tekanan 100-300 MPa sehingga
lebih baik menggunakan metode pasteurisasi untuk mensterilkan susu.

- Sayuran

Calin, Nguyen-the, Gilbert, & Chambroy (1990) melaporkan bahwa potongan


sayuran segar meningkatkan ekonomi di Cina dan produk tersebut terjual dalam 7-8
hari setelah disimpan pada suhu rendah. Namun, jumlah mikroorganisme sangat
tinggi pada potongan sayuran (Brackett, 1994; Nguyen-the & Calin, 1994). Populasi
mikroba tersebut dapat diturunkan dengan menggunakan bahan kimia seperti sodium
hipoklorit dan asam organik (Zhang & Farber, 1996), kalsium klorida (Izumi &
Wattada 1994; Izumi &Wattada, 1995) dan air terelektrolisis) (Izumi) 1999). Lalu,
ada metode iradiasi terioniasi untuk mengkontrol mikroorganisme untuk
memperpanjang shelf life seperti yang dilakukan terhadap stroberi, daun selada,
bawang putih manis, dan wortel (Thayer & Rajkowski, 1999).

Makanan Semi-Tahan Lama

Makanan semi-tahan lama merupakan makanan yang mampu bertahan tanpa


adanya tanda-tanda pembusukan selama beberapa minggu atau beberapa bulan
dimana suhu dan kelembaban lingkungan menjadi perbedaan besar. Misalnya, sereal,
tepung terigu, tepung terigu halus, roti, bawang bombay, kentang, bawang putih, apel,
buah jeruk, minyak dan lemak. Bila ditangani dan disimpan dengan benar akan
memiliki shelf life yang panjang. Pada iklim dingin seperti di negara-negara Barat,
makanan tersebut dianggap tahan lama,tetapi negara yang bermusim panas dan

6
lembab menjadikan makanan tersebut tidak tahan lama kecuali dengan penanganan
khusus.

- Buah Jambu

Keqian Hong et al. (2012) melakukan pelapisan berupa kitosan pada jambu yang
telah dipanen dan disimpan pada 11°C untuk memperpanjang waktu simpannya. Ia
melaporkan bahwa metode tersebut meningkatkan kemampuan antioksidan yang
menunda kematangannya. Metode ini meningkatkan aktivitas peroksida, dismutasi
superoksida dan katalase, dan menghambat produksi radikal bebas superoksida. Jiang
et al. (2005) mengatakan kitosan adalah polisakarida kationik dengan berat molekul
yang tinggi, larut dalam asam organik, dan secara teoritik dapat digunakan sebagai
material pelapisan untuk mengawetkan buah-buahan. Penggunaan kitosan menunda
penurunan berat dan meningkatkan kandungan padatan yang terlarut (Thommohaway
et al., 2007). Penurunan berat buah-buahan segar dan sayuran tentunya menurunkan
jumlah kandungan air akibat proses transpirasi dan respirasi (Zhu et al., 2008)

- Tepung Jagung

B. P. Marks et al. (1995) meneliti metode hibrid dan pengeringan dalam


penyimpanan tepung jagung selama 77 bulan. Ia melaporkan selama waktu tersebut
terjadi akumulasi gas CO2 selama 200 jam. Melalui metode hibrid, kandungan air
tepung jagung sebesar 13-13,5% setelah 22 bulan disimpan di bin, demikian pula
Marks et al. (1993) bahwa setelah 5 bulan kandungan air 13-2-13,4%. Di sisi lain,
pengeringan tepung jagung dengan suhu tinggi mereduksi shelf life produk pada
bulan ke-7dan kandungan air mencapai 21,1%. Tuite dan Foster (1963) menyatakan
bahwa suhu pengeringan yang tinggi menjadikan aktivitas air rendah. Marks, (1993)
melaporkan jamur tumbuh secara intensif pada suhu pengeringan yang tinggi, lalu
Yao dan Tuite (1989) melaporkan suhu pengeringan diatas 80˚C akan melemahkan
tepung jagung karena serangan jamur. Sehingga, sistem komersialisasi tepung jagung
sangat tidak umum disimpan selama 5 tahun berkadar air 14%

7
Makanan Tahan Lama

Produk makanan tahan lama yaitu sereal, kacang-kacangan, gula, garam, asam
jawa, dan beberapa rempah-rempah yang sering dapat disimpan selama 1 tahun
(biasanya dilakukan oleh masyarakat di pedesaan) dan dibeli untuk stok bulanan.
Yang harus diwaspadai akan produk ini adalah pembersihan benda asing yang
melekat dan kering benar dibawah sinar matahari, ditaruh dalam wadah bersih, dan
disimpan di lemari (biasanya). Sebaiknya, ruang penyimpanannya jauh dari dapur
karena suhu didapur lebih tinggi dari produk makanan yang disimpan. Dengan suhu
lingkungan yang beragam dan tingkat kelembaban yang berlaku di India, tidak ada
klasifikasi mutlak makanan ke dalam kategori. Bahkan gula dan garam menyerap
kelembaban dan menjadi basah selama musim hujan kecuali konsumen berhati-hati.
Masalah penyimpanan bahkan lebih signifikan bagi masyarakat ditinjau dari fasilitas
transportasi, dan daya beli konsumen.

- Kacang Mende

M.G. Sajilata et al. (2005) meneliti pengaruh iradiasi dan penyimpanan terhadap
aktivitas antioksidan kacang mende. Ia melaporkan dosis iradiasi gamma pada 0,25-
1,00 kGy dapat mereduksi aktivitas antioksidan kacang mende dengan shelf life
selama 6 bulan. Ahn et& al. (1986) menyatakan efek yang tidak diinginkan dari
pengaruh

- Rempah-Rempah

William D. Keith et al. (1997) melakukan studi pereduksian mikroba pada rempah-
rempah dengan menggunakan aliran listrik yang teratur (pulsed electric). Tingkat
pereduksian mikroba dihubungkan dengan kekuatan, polaritas, dan bentuk pulse.
Pereduksian mikroba melalui metode pulsed electric dikembangkan untuk
pemrosesan alternatif makanan cair seperti yang telah dilakukan pada susu dan
makanan bermerek (Gupta dan Murray, 1989; Ho et al., 1995; Zhang et al., 1994 a,b).
iradiasi gamma membentuk oksida lipid dari reaksi lipid membran dengan lipid
lainnya yang ada didalam makanan dengan radikal oksidan yang dihasilkan gamma.

8
Menurut Rahmy (2011), Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6
prinsip higiene dan sanitasi makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baih
terutama dalam jumlahyang banyak (untuk katering dart jasa boga) dapat
menyebabkan kerusakan bahan makanan tersebut.

Adapun tata cara penyimpanan bahan makanan yang baik menurut higiene dan
sanitasi makanan adalah sebagai berikut:

1. Suhu penyimpanan yang baik Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam
penyimpanan tergantung kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat
penyimpanannya. Sebagian besar dapat dikelompokkan menjadi:

a. Makanan jenis dagrng, ikan, udang dan olahannya

 Menyimpan sampai 3 hari: -5oC sampai0oC


 Penyimpanan untuk 1 minggu: -190C sampai -5oC
 Penyimpanan lebih dari lminggu: dibawah-10oC
b. Makanai jenis telur, susu dan olahannya

 Penyimpanan sanipai 3 hari: -5oC sampai 7oC


 Penyimpanan untuk I minggu: dibawah -5oC
 Penyimpanan paling lama untuk I minggu: dibawah -5oC
c. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan lama I minggu
yaitu -70 C sampai I OoC

d. Tepung biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (250C). 2. Tata
carapenyimpanan a. Penyimpanan suhu rendatr dapat berupa:

1) Lemari pendingin yang mamPu mencapai suhu l0oc-15oc untuk penyimpanan


sayuran, minimum dan buah serta untuk display penjualan makanan dan
minuman dingin.
2) Lemari es (kulkas) yang mencapai suhu 1oc-4oc dalam keadaan isi bisa
digunakan untuk minuman, makanan siap santap dan telur.

9
3) Lemari es (Freezer) yang dapat mencapai suhu -5OC, dapat digunakan untuk
penyimpanan daging unggas, ikan dengan waktu tidak lebih dari 3 hari.
4) Kamar beku yang merupakan ruangan khusus untuk menyimpan makanan
beku (frozenfood) dengan suhu mencapai -20OC untuk menyimpan daging dan
makanan beku dalam jangka waku lama.
b. Penyimpanan suhu kamar

untuk makanan kering dan makanan terolahan yang disimpan dalam suhu kamar,
maka rak penyimpanan harus .liarur sebagai berikut:

1. makanan diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, Iantai
dan langit-langit, maksudnya adalah untuk sirkulasi udara segar agar udara
segar dapat segera masuk keseluruh ruangan, mencegah kemungkinan
jamahan dan temlat persembunyian tikus, untuk memudahkan pembersihan
lantai dan untuk mempermudah dilakukan stok opnarme
2. Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak tercampur baur
3. Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir dan tepul& ditempatkan
dalam wadah Penampunga sehingga tidak mengotori lantai

Menurut Sumoprastowo (2000:64), ada beberapa cara dalam penanganan daging


segar yaitu;_
1. Cara menyimpan Daging
Dalam lemari es yang bersuhu l,6oC- 4,4oC daging tahan disimpan selama 5 hari.
Tetapi pada suhu -1,6oC-l,l,oC tahan sampai 8 hari.

2. Cara membelcukan Daging

a. Usahakan proses pembekuan daging berlangsung secepat mungkin. Makin cepat


daging membeku makin sedikit Kristal air yang terbentuk diantara serat dan makin
kecil pula pengaruh negatif akibat bekuan air terhadap daging.

10
b. Untuk mempercepat pembekuan ,bungkus daging dengan potongan kecil-kecil
pada plastik yang kuat dan rapat,kemudian masukkan ke dalam freezer dan pasang
suhu serendah mungkin.

proses kerusakan daging secara alamiah tetap berlangsung selama daging di


simpan didalam freezer, tetapi proses itu sangat lambat. Semua bakteri, jamur dan
yang sempat terbawa pada daging tetap hidup didalam freezer dan akan mulai giat
kembali sewaktu daging dikeluarkan. OIeh karna itu, bila daging telah dikeluarkan
dari freezer hendaknya langsung dimasak karna daging akan lebih cepat rusak.

2.1.2 Perubahan yang terjadi selama penyimpanan

Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan


perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan sehingga bahan pangan tersebut
tidak layak konsumsi (Siagian, 2002). Mikrob merupakan organisme penyebab
kerusakan pangan. Menurut Susiwi (2009), pertumbuhan mikrob pada bahan pangan
dapat mengubah komposisi bahan pangan, yang dapat terjadi melalui mekanisme :

(1) hidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil, menyebabkan
fermentasi gula

(2) hidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan,serta

(3) mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikrob
dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin, dan lainnya. Mikrob yang
berperan dalam pembusukan bahan pangan di antaranya bakteri, misalnya
Streptococcus sp.; khamir, dan kapang.

Kerusakan bahan pangan dapat dideteksi dengan berbagai cara, yaitu: uji
organoleptik, fisik, kimia, dan mikrobiologis. Uji organoleptik dilakukan dengan
dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur dan kekenyalan,
kekentalan, warna, bau, pembentukan lendir, dan lain-lain. Uji fi sik untuk melihat
perubahan-perubahan fi sik yang dapat terjadi karena kerusakan oleh mikrob maupun
oleh reaksi kimia, misalya perubahan pH, keketalan, tekstur, indeks refraktif, dan

11
lain-lain. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil
pemecahan komponen pangan oleh mikrob atau hasil reaksi kima. Uji mikrobiologis
yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis
(Siagian, 2002).

2.2.1 Prinsip Penyimpanan Bahan Pangan Semi Basah

2.2.2 Perubahan yang Terjadi Selama Penyimpanan

Perubahan yang terjadi selama penyimpanan bahan makanan secara fisik, kimia,
dan mikrobiologis.

1. Perubahan fisik

Perubahan yang terjadi yang bisa dilihat dari bentuk luarnya, yang dipengaruhi oleh
udara dll. Dan juga dapat disebabkan karena salah dalam proses penyimpannya.

2. Perubahan kimia

Perubahan yang dapat dilihat dari baunya makanan tersebut.

3. Perubahan mikrobiologis

Perubahan yang terjadi karena disebabkan oleh bakteri yang telah terkandung
didalamnya.

12
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

Saraswati,Dian. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan Daging Sapi Pada


Refrigerator trtradap Angka Lempeng Total Bakteri (ALT) dan Keberadaan Bakteri
Echerishia coli. Gorontalo: jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri
Gorontalo.

Anggarani , Mirwa Adiprahara & Rusijono. 2015. Optimasi Pengawetan


Produk Jamur Tiram Segar sebagai Upaya Penguatan Industri Olahan Jamur.
Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

D. A. Sari, Hadiyanto. 2013. Teknologi dan Metode Penyimpanan Makanan Sebagai


Upaya Memperpanjang Shelf Life.( Jurnal ) Vol. 2 No.2 Hal. 52-55

Depkes RI. Penyehatan Makanan dan Minuman, 1999.

Purawidjaja, Enam Prinsip Dasar Penyediaan Makan di Hotel, Restoran dan


Jasaboga, 1995

Ayustaningrwarno, Fitriyono, dkk. 2010. Ilmu Pengetahuan Pangan. Bogor:


ALFABETA, CV

14

Вам также может понравиться