Вы находитесь на странице: 1из 14

LAPORAN AKHIR

Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

BAB III
TINJAUAN KEBIJAKAN DAN PEMBANGUNAN TERKAIT

3.1. SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari
transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi
penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang
masingmasing terdiri dari sarana dan prasarana (kecuali pipa) yang saling berinteraksi
membentuk sistem pelayanan jasa transportasi, yang berfungsi melayani perpindahan orang
dan barang, yang efektif, efisien, terpadu dan harmonis yang berkembang secara dinamis.

Tujuan Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien.
Efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar
dan cepat, mudah didapat, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi
rendah. Efisien dalarn arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan
jaringan transportasi nasional.

Sesuai dengan perannya, Sistranas adalah urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Sistranas mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai unsur
penunjang dan pendorong. Sebagai unsur penunjang, Sistranas berfungsi menyediakan jasa
transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga
berfungsi ikut menggerakkan dinamika pembangunan nasional serta sebagai industri jasa
yang dapat memberikan nilai tambah. Sedangkan sebagai unsur pendorong, Sistranas
berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungan daerah terisolasi
dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan
perkenomian yang sinergis.

Elemen penting di dalam Sistranas adalah moda transportasi, jaringan transportasi dan
penyelenggara kegiatan transportasi. Ketiga elemen ini adalah juga menjadi elemen penting
atau memegang peranan penting dalam kegiatan logistik. Salah satu kegiatan logistik yang
penting adalah pengaturan perpindahan barang dari titik asal pengiriman hingga titik akhir
III - 1
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

penerimaan. Dalam perpindahan barang tersebut memerlukan moda transportasi dan


pemilihan rute yang paling efisien yang diselenggarakan oleh penyedia jasa transportasi yang
profesional dan kredibel.

Dalam Sistem Logistik Nasional, Sistranas sangat memegang peranan penting. Penciptaan
sistem transportasi yang efektif dan efisien akan mendorong terciptanya Sistem Logistik
Nasional yang efektif dan efisien pula. Karena itu pembangunan Sistem Logistik Nasional
haruslah berjalan bersesuaian dengan Sistranas.

Beberapa kebijakan dalam Sistranas yang dapat menjadi landasan pembangunan urat nadi
(backbone) penyelenggaraan Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien sehingga
dapat meningkatkan daya saing di sektor industri lainnya adalah :
1. Meneliti surplus dan defisit komoditas yang dihasilkan serta dibutuhkan masingmasing
daerah, dalam rangka memprediksi pola pergerakan barang guna mengantisipasi
kebutuhan transportasi.
2. Meningkatkan pelayanan angkutan dari dan ke pusat perdagangan dan pergudangan
barang-barang strategis.
3. Mendorong profesionalisme dan keterpaduan berbagai pihak dalam mata rantai sistem
logistik nasional, khususnya perusahaan transportasi agar lebih efektif dan efisien.
4. Melakukan penelitian terhadap sentra produksi sektor lain serta asal tujuan
pergerakkannya, sehingga dapat diantisipasi kebutuhan pelayanan transportasi.
Sebaliknya informasi dini pembangunan sektor lain yang membutuhkan dukungan
transportasi disampaikan ke institusi yang bertanggung jawab di bidang transportasi.
5. Melakukan pengkajian kandungan biaya transportasi dalam harga jual produksi sektor
lain dalam rangka efisiensi.
6. Menyelenggarakan angkutan perintis untuk daerah-daerah tertentu dimana produksi
sektor lain belum dapat bersaing karena masalah transportasi.

Jika dilihat dari Pola Dasar, Kebijakan Umum dan Arah Perwujudan Sistranas, secara umum
Sistranas sudah baik dalam substansi permasalahan dan struktur uraiannya. Hal yang perlu
dipertajam dalam Sistranas adalah pembedaan arahan yang lebih eksplisit terhadap sistem
transportasi untuk orang dengan sistem transportasi untuk barang, serta arahan bagi
antarmoda dan multimoda baik bagi transportasi untuk orang maupun untuk barang.

III - 2
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

Jika ditinjau dari arah perwujudan jaringan seperti yang diuraikan dalam Sistranas, dimana
jaringan transportasi nasional itu sangat beragam dan luas dimana mencakup transportasi
jalan, kereta api, sungai dan danau, penyeberangan, laut, udara, pipa, antar moda dan sistem
multimoda, itu merupakan sistem transportasi yang lengkap dan mendasar yang nantinya
akan menjadi landasan yang kuat bagi Sistem Logistik Nasional yang sedang akan dibangun
saat ini.

3.2. KEBIJAKAN PENGUSAHAAN PELABUHAN

Adapun bisnis kepulauan di Indonesia mengacu pada Undang-undang No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran dan PP No. 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan, yang pada dasarnya
merupakan re-regulasi dari peraturan perundang-undangan yang digantikannya. Pada intinya,
terdapat pengaturan ulang dalam kepelabuhan yang menetapkan Otoritas Pelabuhan (OP)
atau unit Penyelenggara Pelabuhan (UUP) yang terbentuk “government agency” sebagai
regulator dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang berstatus “swasta” sebagai operator
pelabuhan. Pada satu sisi, komersialisasi pelabuhan merupakan peluang dari sektor Swasta,
dan pada sisi lain merupakan cara pemerintah untuk mereformasi layanan yang lebih baik
kepada para pengguna pelabuhan.

Kegiatan pengusaha pelabuhan secara komersial diselenggarakan berdasarkan kerjasama


antara OP/UUP dan BUP dalam bentuk kontrak konsesi atau kontrak kerja sama. Kontrak
tersebut pada prinsipnya adalah pemberian izin pemerintah atau OP/UUP kepada BUP selaku
operator dalam penyediaan layanan kepelabuhan tertentu, seperti kegiatan operasi terminal,
pemanduan dan pemilihan. Ijin pengusaha yang paling umum di pilih antara lain berskema
sewa jangka panjang (long term leases), lisensi operasi (operating licese ) dan BOT (Build
operate and transfer).

3.3. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PELABUHAN

Sesuai dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pembangunan system
pelabuhan di klasifikasikan menjadi beberapa pelayaran yaitu: Pelabuahan Laut, Pelabuhan
sungai, Danau dan penyeberangan.

III - 3
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

Berdasarkan penggunaannya, pelabuhan laut dibedakan menjadi pelabuhan umum dan


terminal khusus (dahulu disebut sebagai pelabuhan khusus). Pelabuhan umum terdiri dari
pelabuhan yang diusahakan, dan pelabuhan umum yang tidak diusahakan. Adapun Terminal
Khusus adalah termimal yang terletak di luar daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk kepentingan
sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. Berdasarkan hiraki peran dan fungsinya, pelabuhan
laut di bedakan menjadi pelabuhan utama, pengumpul, pengumpan regional dan pelabuhan
pengumpan lokal. Untuk jelasnya di uraikan sebagai berikut :

1. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan atau barang dengan jangkauan pelayanan antar Provinsi.
Persyaratan teknis Pelabuhan Utama adalah :
a. Kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;
b. Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil dan jalur pelayaran
nasional ± 50 mil;
c. Memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil;
d. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
e. Kedalaman kolam pelabuhan minimal –9 m-LWS;
f. Berperan sebagai tempat alih muat peti kemas/curah/general cargo/penumpang
internasional;
g. Melayani Angkutan petikemas sekitar 300.000 TEUs/tahun atau angkutan lain
yang setara;
h. Memiliki dermaga peti kemas/curah/general cargo minimal 1 (satu) tambatan,
peralatan bongkar muat petikemas/curah/general cargo serta lapangan
penumpukan/gudang penyimpanan yang memadai;
i. Berperan sebagai pusat distribusi peti kemas/curah/general cargo/ penumpang di
tingkat nasional dan pelayanan angkutan peti kemas internasional.

2. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokonya melayani kegiatan


angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah
menengah, dan tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang dengan jangkauan
pelayanan antar Provinsi. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh Pelabuhan
Pengumpul adalah :

III - 4
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

a. Kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan


meningkatkan pertumbuhan wilayah;
b. Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpul lainnya setidaknya 50 mil;
c. Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50 mil;
d. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
e. Berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota Provinsi dan kawasan
pertumbuhan nasional;
f. Kedalaman minimal pelabuhan –7 m-LWS;
g. Memiliki dermaga multipurpose minimal 1 tambatan dan peralatan bongkar muat;
h. berperan sebagai pengumpul angkutan peti kemas/curah/general cargo/penumpang
nasional;
i. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.

3. Pelabuhan Pengumpan Regional adalah pelabuhan yang berperan sebagai tempat alih
muat penumpang dan barang dari/ke pelabuhan utama yang melayani angkutan laut antar
Kabupaten/Kota dalam Provinsi.
a. Berpedoman pada tata ruang wilayah Provinsi dan pemerataan pembangunan antar
Provinsi;
b. Berpedoman pada tata ruang wilayah Kabupaten/kota serta pemerataan dan
peningkatan pembangunan Kabupaten/kota;
c. Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi;
d. Berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Pengumpul dan Pelabuhan
Utama;
e. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke Pelabuhan
Pengumpul dan/atau Pelabuhan Pengumpan lainnya;
f. Berperan melayani angkutan laut antar Kabupaten/kota dalam propinsi;
g. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
h. Melayani penumpang dan barang antar Kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan
dalam 1 (satu) Provinsi;
i. Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25 mil;
j. Kedalaman maksimal pelabuhan –7 m-LWS;
k. Memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 m;
l. Memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Regional lainnya 20 – 50 mil.

III - 5
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

4. Pelabuhan Pengumpan Lokal adalah pelabuhan yang berperan sebagai pelayanan


penumpang dan barang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah terbatas yang
hanya di dukung moda trasportasi laut yang melayani angkutan laut antar
Daerah/Kecamatan dalam Kabupaten/Kota.

Persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh Pelabuhan Pengumpan Regional adalah :
a. Berpedoman pada tata ruang wilayah Kabupaten/kota dan pemerataan serta
peningkatan pembangunan Kabupaten/kota;
b. Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota;
c. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang;
d. Melayani penumpang dan barang antar Kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan
dalam 1 (satu) Kabupaten/kota;
e. Berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Utama, Pelabuhan
Pengumpul, dan/atau Pelabuhan Pengumpan Regional;
f. Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi,
perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi laut;
g. Berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung
kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain
sebagaiterminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan
hidup masyarakat di sekitarnya;
h. Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali
keperintisan;
i. Kedalaman maksimal pelabuhan –4 m-LWS;
j. Memiliki fasilitas tambat atau dermaga dengan panjang maksimal 70 m;
k. Memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Lokal lainnya 5 – 20 mil.

Selain aspek teknis yang disampaikan di atas, dalam pengembangan dan pengelolaan
pelabuhan juga mempertimbangkan dan mempersyaratkan aspek legalitas. sesuai dengan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 61
tahun 2009 tentang Kepelabuhan, aspek legalitas pembangunan pelabuhan berkenaan
dengan:
1. Penetapan lokasi dan Status pelabuhan oleh Menteri Perhubungan,

III - 6
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

2. Persetujuan rencana pelabuhan, penetapan wilayah kerja pelabuhan, perijinan


pengoperasian pelabuhan, kesemuanya oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
sesuai dengan status dan kelas (hirarki dan fungsi dan peran ) pelabuhan.

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 19 pelabuhan Angkutan Laut dan 18 sebagai pelabuhan
Wilayah Kerja, yang nama dan hirarkinya sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan
No. KP 432 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional seperti yang disajikan
pada table berikut.
Tabel 3. 1.Nama dan Hierarki Pelabuhan di Provinsi Sulawesi Selatan (KP-432 Tahun
2017)
Hirarki Pelabuhan/
Ket.
Terminal
No Kabupaten/ Kota Pelabuhan/ Terminal
201
2015 2020 2030
1
XXI
Propinsi Sulawesi Selatan
X
Pelabuhan Angkutan Laut
429 Bantaeng 1 Bantaeng/ Bonthain PR PR PP PP -
430 Barru 2 Garongkong PP PP PP PP -
431 Barru 3 Awerange PR PR PR PR -
432 Bone 4 Bajoe PP PP PP PP -
433 Bone 5 Pattiro Bajo PR PR PR PR -
434 Bulukumba 6 Bulukumba/ Lappe'e PP PP PP PP -
435 Bulukumba 7 Maccini Baji PR PR PP PP -
436 Jeneponto 8 Jeneponto PP PR PP PP -
437 Luwu 9 Belopa PL PL PL PL -
438 LuwuTimur 10 Malili PR PR PR PR */TK
439 LuwuTimur 11 Lampia PP PP PP PP -
440 LuwuUtara 12 Munte PL PL PL PL -
441 Makassar 13 Makassar PU PU PU PU */TL
442 Palopo 14 Palopo/Tg. Ringgit PP PP PP PP -
443 Pangkajene Kepulauan 15 Biringkasi PR PR PR PR *
444 Pangkajene Kepulauan 16 P. Kalukalukuang PL PL PL PL -
445 Pangkajene Kepulauan 17 P. Sabutung PL PL PL PL -
446 Pangkajene Kepulauan 18 P. Sailus PL PL PL PL -
447 Pangkajene Kepulauan 19 P. Sapuka PL PL PL PL -
448 Pare-pare 20 Pare-Pare PP PP PP PP *
449 Pinrang 21 Marabombang PL PL PR PR -
450 Selayar 22 Jampea PR PR PR PR *
Selayar/Benteng/Rau
451 Selayar 23 f Rahman PP PP PP PP
III - 7
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

Hirarki Pelabuhan/
Ket.
Terminal
No Kabupaten/ Kota Pelabuhan/ Terminal
201
2015 2020 2030
1
XXI
Propinsi Sulawesi Selatan
X
452 Selayar 24 Galesong/Takalar PR PR PR PR -
453 Selayar 25 P. Bonerate PL PL PL PL
454 Selayar 26 Kalaotoa PL PL PL PL -
455 Selayar 27 Kayuadi PL PL PL PL -
456 Selayar 28 P. Jinato PL PL PL PL
457 Selayar 29 Ujung Jampea PL PL PL PL
458 Selayar 30 Pamatata PL PL PL PL -
459 Sinjai 31 Sinjai/Larea-rea PP PP PP PP *
460 Wajo 32 Siwa/Bangsalae PR PR PR PR *
Keterangan :
PU : Pelabuhan Utama
PP : Pelabuhan Pengumpul
PR : Pelabuhan Pengumpan Regional
PL : Pelabuhan Pengumpan Lokal

3.4. RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

Berdasarkan RTRW Provinsi Sulawesi Selatan yang telah direvisi, maka RTRW Provinsi
Sulawesi Selatan 2009 – 2029 diharapkan dapat sepenuhnya effektif menjadi acuan dalam
pemanfaatan struktur ruang dan pola ruang di wilayah provinsi ini, sedangkan lingkup
wilayah dalam RTRW Provinsi Sulawesi Selatan adalah seluruh wilayah administrasi
Provinsi Sulawesi Selatan yang meliputi wilayah darat dan laut sejauh 12 mil dari garis
pantai, serta wilayah udara, dengan batas sebelah Utara adalah Provinsi Sulawesi Barat,
Provinsi Sulawesi Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tenggara
dan Teluk Bone, sebelah Selatan dibatasi oleh Laut Flores, dan sebelah Barat berbatasan
dengan Selatan Makasar.

Kebijakan pengembangan Struktur Ruang Sulawesi Selatan meliputi peningkatan :


1. Akses perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah secara merata dan hierarkis;
dan
2. Kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi,
energi dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah provinsi
Sulawesi Selatan.
III - 8
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

Kebijakan pengembangan Pola Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan meliputi :


1. Kebijakan pengembangan kawasan lindung dengan melaksanakan pemeliharaan dan
perwujudan kelestarian fungsi sistem ekologi wilayah (ecoregion) dan pencegahan
dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan;
2. Kebijakan pengembangan kawasan budi daya yang meliputi perwujudan dan
peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya dan pengendalian
perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampui daya dukung dan daya tampung
lingkungan;

Kebijakan pengembangan kawasan strategis provinsi meliputi :


1. Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan untuk mempertahankan
dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan
keunikan rona alam, dan melestarikan warisan budaya lokal;
2. Mendukung fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara;
3. Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam perekonomian provinsi yang
produktif, effisien dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional atau
internasional;
4. Pemanfaatan sumber daya alam dan atau perkembangan iptek secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
5. Pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang beragam;
6. Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung sebagai warian dunia, cagar biosfer;
dan
7. Pengembangan kawasan tertinggal guna mengurangi kesenjangan antar kawasan.

III - 9
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

Sumber : Dokumen RTRW Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3. 1.Peta Pola Ruang Provinsi Sulawesi Selatan

III - 10
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

Sumber : Dokumen RTRW Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 3. 2. Peta Struktur Ruang Provinsi Sulawesi Selatan

III - 11
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

3.5. KEBIJAKAN TRANSPORTASI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sektor transportasi dalam sistem transportasi nasional maupun wilayah merupakan salah satu
instrumen pembangunan yang mendukung keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu
sistem transportasi harus dibina untuk menghasilkan jasa transportasi yang handal,
berkemampuan tinggi dan dilaksanakan secara terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman dan
effisien dalam menunjang sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung
pengembangan wilayah dan meningkatkan hubungan internasional yang lebih mantap dalam
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam perwujudan Wawasan Nusantara.

3.5.1. Kebijakan dan Kriteria Sistem Transportasi Berdasarkan RTRW Provinsi


Sulawesi Selatan

Sebagai bagian dari Sistem Nasional dan Pulau Sulawesi, sistem transportasi dan prasarana
transportasi Wilayah Sulawesi Selatan merujuk pada Sistem Transportasi Nasional
(Sistranas) dan Rencana Jalan Pulau Sulawesi, seperti terlihat dalam Gambar 3.3 berikut ini.

Sumber : RTRWP Sul Sel 2008-2028

Gambar 3. 3. Peta Rencana Jalan Utama Wilayah Sulawesi

III - 12
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

3.5.2. Kebijakan Sistem Transportasi Darat Sulawesi Selatan


3.5.2.1. Rencana PengembanganTransportasi Darat
Secara geografis, mobilitas angkutan barang wilayah Sulawesi Selatan berorientasi ke
transportasi angkutan laut, lalu lintas kapal-kapal di Selat Makassar yang juga ditandai
dengan lokasi PKN dan PKW yang sebagian besar terletak di pantai barat Sulsel. Bandara
Internasional Sultan Hasannudin sebagai pusat penyebaran primer dalam kurun waktu 20
tahun akan menjadi orientasi prioritas penerbangan di KTI.

Bentuk fisik wilayah Sulawesi Selatan secara umum memanjang Utara–Selatan dengan
pegunungan dibagian tengah sebagai punggung yang dibelah oleh daerah lintas barat–timur
berkontur relatif landai penghubung pantai barat, Kota Pare-pare dengan pantai timur
Kabupaten Wajo menjadi pertimbangan utama dalam tumbuh kembangnya jalan maupun
jalur kereta api. Secara umum terdapat dua jalur poros utama Utara–Selatan di pantai barat
yaitu Takalar–Makassar–Maros–Pangkep–Barru–Parepare–Pinrang, dan pantai timur Sulsel
yaitu Bulukumba–Sinjai–Watampone–Belopa–Palopo–Masamba– Malili, serta satu jalur
poros sekunder di tengah pulau yang membujur dari Sinjai– Soppeng–Sidrap–Enrekang–
Makale–Toraja Utara–Palopo. Selain jalur bujur utara–selatan, juga terdapat beberapa jalur
lintang timur–barat yaitu poros Takalar–Jeneponto–Bantaeng– Bulukumba, poros Gowa–
Malakaji–Jeneponto–Bantaeng, poros Gowa–Malino–Sinjai, poros Maros–Watampone,
poros Barru–Soppeng–Wajo, poros Parepare–Sidrap–Wajo, poros Pinrang–Enrekang.

Tipe jalan yang masuk dalam sistem jaringan transportasi darat nasional yang terkait dengan
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan meliputi arteri primer dan jalan kolektor primer, seperti
yang dapat dilihat dalam Tabel dibawah ini.

III - 13
LAPORAN AKHIR
Studi Kelayakan Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Jeneponto Kab. Jeneponto

Tabel 3. 2. Tipe Jalan Dalam Jaringan Sistranas Terkait Dengan Provinsi Sulawesi Selatan
Panjang JALUR
No. NAMA
(Km) (Wilayah yang Dihubungkan)
A. Arteri Primer
a. Lintas Barat 324,29 Perbatasan SulBar–Pinrang–Parepare–Barru–
Pangkajene–Maros–Makassar– Sungguminasa
b. Lintas Tengah 336,71 Perbatasan Sulawesi Tengah (Mangkutana)–Wotu–
Masamba–Palopo–Tarumpakke
c. Lintas Timur 77,63 Perbatasan Sulawesi Tenggara–Malili–Tarangge
d. Jalan Melintas I 144,37 Maros–Ujunglamuru–Watampone
e. Jalan Melintas II 80 Tarumpakkae–Sidenreng–Parepare
f. Jalan Melintas 6,58 Watampone–BojoE
B. Kolektor Primer
a. Lintas Selatan 243,26 Sungguminasa – Jeneponto – Bantaeng – Bulukumba
dan Selayar
b. Lintas Tengah 253,09 Tarumpakkae – Sengkang – Watampone – Sinjai –
Bulukumba
c. Jalan Melintas 212,42 Bangkae – Enrekang – Makale – Palopo
d. Jalan Penghubung 22,32 Soloonro – Popanua
Sumber : RTRW Provinsi Sulsel 2008 – 2028

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Provinsi Sulawesi Selatan yang


merupakan Jalan Kolektor Primer dapat dilihat dalam Tabel berikut .
Tabel 3. 3. Rencana Jaringan Jalan Kolektor Primer Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
Panjang JALUR
No. NAMA
(Km) (Wilayah yang Dihubungkan)
A. Menghubungkan Ibukota Provinsi ke Ibukota Kabupaten/Kota
1. Jalan P. Selayar 91,11 Appatanah – Benteng – Patori
2. Jalan Melintas 40,58 Bulukumba – Tanah Beru – Bira
3. Jalan Melintas 26,00 Bantaeng – Boro
4. Jalan Melintas 127,00 Jeneponto – Sapaya – Palangga
5. Jalan Melintas 142,67 Sungguminasa – Malino – Tondong
6. Jalan Melintas 141,85 Ujung Lamuru – Takkalala – Soppeng – Sidenreng – Rappang –
Pinrang
7. Jalan Melintas 26,09 Cabenge – Ulugalung
8. Jalan Melintas 54,93 Makale – Batas Provinsi Sulawesi Barat
9. Jalan Melintas 146,50 Sabbang – Batas Provinsi Sulawesi Barat
10. Jalan Melintas 84,00 Tupu – Malauwe
11. Jalan Penghubung 46,92 Kulampu – Paneki – Solo
12. Jalan Penghubung 16,97 Impa-impa – Anabunua
13. Jalan Penghubung 44,47 Jeneponto – Takalar
14, Jalan Penghubung 58,00 Tanah Beru – Kajang – Tenete
15. Jalan Penghubung 26,00 Kajang – Sinjai
16. Jalan Penghubung 58,98 Takkalala – Pakkae
17. Jalan Penghubung 32,10 Palattae – Sanrego – Tanabatue
18. Jalan Penghubung 67,38 Bajo – Ujung Lamuru
19. Jalan Penghubung 49,4 Tanjung Bunga/Galesong Utara – Mangulabbe – Buludoang
B. Menghubungkan Antar Ibukota Kabupaten/Kota
1. Jalan Penghubung 22,32 Soloonro – Popanua
Sumber : RTRW Provinsi Sulsel 2008 – 2028

III - 14

Вам также может понравиться