Вы находитесь на странице: 1из 20

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pe mikiran Teoritis

3.1.1 Rantai Pasok


Menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan perusahaan yang
secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu
produk sampai ke tangan pelanggan. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya
terdiri dari rangkaian supplier (pemasok), pabrik, distributor, toko atau ritel serta
perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada suatu
rantai pasok, ada tiga macam aliran yang harus dikelola mulai dari hulu (sisi
dimana barang masih berbentuk mentah) hingga ke hilir (sisi dimana barang
sudah berbentuk produk akhir yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir). Tiga
macam aliran tersebut yaitu aliran material, informasi, dan uang. Struktur rantai
pasok dapat dilihat pada Gambar 3.

Pusat End
Supplier Manufaktur Wholesaler Retailer
Distribusi Customer

Aliran produk
Aliran biaya
Aliran informasi

Gambar 3. Struktur Rantai Pasok


Su mber : Anatan & Ellitan 2008

Namun, struktur rantai pasok menurut Pujawan (2005) berbeda dengan


gambar di atas. Aliran informasi tidak hanya bergerak dari supplier ke end
customer, tetapi juga bergerak dari end customer ke supplier sehingga aliran
informasi bergerak dua arah timbal balik sepanjang rantai.
Menurut Wibisono (2009), rantai pasok adalah suatu sistem tempat
organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya.
Rantai ini merupakan jaring yang menghubungkan berbagai organisasi yang
saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama yaitu mengadakan
pengadaan barang (procurement) atau menyalurkan (distribution) barang tersebut
secara efisien dan efektif sehingga akan tercipta nilai tambah bagi produk
tersebut. Rantai pasok merupakan logistic network yang menghubungkan suatu
mata rantai antara lain suppliers, manufacturer, distribution, retail outlets, dan
customers. Rantai pasok memandang konsep manajemen logistik yang dipandang
lebih luas dimulai dari barang dasar sampai barang jadi kemudian dipakai oleh
konsumen akhir yang merupakan sasaran dari mata rantai penyediaan barang 7 .
Rantai pasok dikelola oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai nilai
yang dilatarbelakangi oleh dua alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha
untuk mendekatkan diri dengan konsumen, memberikan kepastian adanya tautan
dengan pasar. Kedua, semua perusahaan yang terkoordinir dalam suatu rantai
pasok merumuskan tujuan bersama sebagai pedoman dalam aktivitas mereka.
Dalam rantai pasok, semua pemangku kepentingan memiliki peran bukan hanya
perusahaan seperti pemasok saja. Tiga level pelaku utama dalam rantai pasok
meliputi level aktor atau pelaku tunggal, level rantai pasok, dan level politik atau
komunitas yang memiliki peran dalam kegiatan operasional suatu rantai pasok.
Sebuah rantai pasok sederhana memiliki komponen-komponen yang disebut
saluran yang terdiri dari pemasok, manufaktur, pusat distribusi, gudang, dan retail
yang bekerja memenuhi kebutuhan konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008).
Rantai pasok tercipta karena setiap pelaku usaha pada umumnya sulit
menciptakan produk dari bahan mentah hingga barang jadi yang dikonsumsi
konsumen. Hal tersebut akan membutuhkan biaya investasi dan produksi yang
sangat banyak serta pengelolaannya menjadi tidak efisien dan efektif mengingat
kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Proses produksi barang
membutuhkan tahapan yang tidak sedikit dalam menciptakan nilai tambah
sementara konsep just in time sangat dituntut konsumen dalam pendistribusian
produk pada saat ini. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha bergabung membentuk
rantai pasok dalam mengalirkan produk dari produsen awal hingga konsumen
akhir. Setiap anggota dalam rantai pasok memiliki peran yang berbeda-beda

7
Wibisono, Agus. 2009. Konsep Supply Chain Management. http://aguswibisono.com/
2009/konsep-manajemen -supply-chain/ [6 Januari 2012]
dalam penciptaan nilai tambah sehingga saling membutuhkan untuk memproduksi
barang yang lebih berkualitas.
Pada saat ini, persaingan yang biasa dihadapi perusahaan secara individual
atau dapat dikenal dengan istilah single alone competition sudah berubah menjadi
network competition, yaitu persaingan antar jaringan-jaringan perusahaan.
Perubahan ini terjadi dilatarbelakangi adanya perubahan lingkungan bisnis yang
cepat, yaitu tuntutan konsumen yang semakin kritis, timbulnya kesadaran tentang
aspek sosial dan lingkungan serta infrastruktur dan teknologi semakin canggih
(Indrajit & Djokopranoto 2006 ; Anatan & Ellitan 2008). Network competition
dihadapi oleh kumpulan perusahaan yang berada di dalam sebuah rantai pasok.
Selain konsep persaingan berubah, bentuk rantai pasok juga mengalami
perubahan. Sebelumnya, rantai pasok berbentuk lurus (linier supply chain).
Perusahaan hanya bermitra dengan satu pemasok dan satu distributor. Kini,
kepastian pasokan input dan pasar tidak dapat dijamin lagi melalui bermitra
dengan hanya satu perusahaan karena adanya tuntutan konsumen yang
menginginkan produk lebih berkualitas, murah, dan cepat. Untuk meminimalkan
risiko ketidakpastian pasokan dan pasar, bentuk rantai pasok berubah menjadi
jaringan (network supply chain) dimana sebuah perusahaan bermitra dengan lebih
dari satu pemasok dan lebih dari satu distributor sehingga proses bisnis yang
terjadi lebih fleksibel dan tidak kaku. Rantai pasok yang berjaring akan dapat
memperluas pasar karena jangkauan pemasaran atau aliran produk mengalir ke
konsumen di berbagai tempat. Sedangkan rantai pasok yang berbentuk lurus
hanya dapat mengalirkan produk ke satu ritel setempat sehingga kurang
menguntungkan perusahaan yang terlibat. Namun, terdapat tantangan bagi
network supply chain yaitu mengkoordinasikan dan mengintegrasikan seluruh
aliran yang mengalir sepanjang rantai pasok di setiap anggota rantai pasok.

3.1.2. Manaje men Rantai Pasok

3.1.2.1. Konsep Manajemen Rantai Pasok


Manajemen rantai pasok (supply chain management) pertama kali
dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Manajemen rantai pasok
adalah koordinasi strategik dan sistematis antar perusahaan-perusahaan dalam
memasok bahan baku, memproduksi barang-barang, dan mengirimkannya kepada
konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008). Chopra & Meindl (2004) berpendapat
bahwa manajemen rantai pasok mencakup manajemen atas aliran-aliran di antara
tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total.
Manajemen rantai pasok merupakan konsep yang semakin penting pada era
perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam manajemen rantai pasok, terdapat
empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi.
Dari keempat penggerak tersebut, penggerak informasi menjadi penggerak utama.
Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya.
Setiap konsep manajemen dibuat dalam rangka membantu manajer dalam
proses pengambilan keputusan. Begitu juga dengan manajemen da lam mengelola
rantai pasok, penerapan manajemen rantai pasok memiliki beberapa tujuan.
Panggabean (2009) mengemukakan tujuan penerapan manajemen rantai pasok,
yaitu mempermudah penentuan lokasi atas dasar pertimbangan aktivitas dan biaya
dalam rangka memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari supplier atau
pabrik hingga disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan
serta mencapai efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari
transportasi hingga distribusi persediaan bahan baku, dan barang jadi.
Menurut Chopra dan Meindl (2004), proses bisnis di dalam rantai dapat
dilihat dari dua pandangan. Kedua pandangan tersebut adalah cycle view dan push
or pull view. Cycle view menjelaskan bahwa terdapat beberapa siklus dimana
setiap siklusnya terjadi di antara dua anggota rantai pasok berhadapan. Push or
pull view menjelaskan bahwa terdapat dua kategori pandangan tergantung pada
tindakan anggota rantai pasok dalam merespon pesanan (permintaan) konsumen
atau sebagai tindakan antisipasi dari permintaan konsumen. Proses pull (tarik)
merupakan proses merespon permintaan konsumen, sedangkan proses push
(dorong) merupakan proses yang dilakukan anggota rantai pasok sebagai
antisipasi terhadap permintaan konsumen.
Terdapat empat siklus proses di dalam cycle view dapat dilihat pada
Gambar 4. Siklus procurement merupakan siklus pemesanan bahan baku dari
anggota rantai pasok paling awal. Siklus manufacturing merupakan siklus
pengolahan bahan baku menjadi produk jadi (finished good). Siklus replenishment
merupakan siklus pengisian produk kembali yang dibeli dari anggota rantai pasok
sebelumnya. Siklus ini dilakukan karena adanya tambahan produk yang diminta
lebih dari pesanan seharusnya oleh konsumen atau dapat dikatakan sebagai
tindakan antisipasi produsen atas permintaan yang tidak terduga. Siklus customer
order merupakan siklus pemesanan oleh konsumen.

Gambar 4. Siklus Proses dalam Cycle View Rantai Pasok


Sumber : Chopra dan Meindl 2004

Menurut Lambert et. al (2001), proses bisnis dalam manajemen rantai


pasok terdiri atas delapan bagian yang meliputi: manajemen hubungan pelanggan,
manajemen pelayanan pelanggan, manajemen permintaan, pemenuhan pesanan,
manajemen aliran manufaktur, manajemen hubungan pemasok, pengembangan
dan komersialisasi produk, dan manajemen pengembalian (return management).
Proses-proses bisnis tersebut dan pentingnya aliran informasi dalam manajemen
rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Manajemen Rantai Pasok sebagai Integrasi dan Pengaturan Proses
Bisnis di Sepanjang Rantai Pasok
Su mber : Lambert et. al 2001

Terdapat beberapa dimensi dalam area cakupan manajemen rantai pasok


yang harus dijaga, dikelola, dan diintegrasikan serta contoh praktik integratifnya.
Dimensi tersebut diantaranya yaitu (Anatan & Ellitan 2008) :
1) Dimensi pergerakan barang, meliputi packaging customization, common
containers, dan vendor management inventory.
2) Dimensi perencanaan dan kontrol, meliputi joint activity atau planning dan
multilevel supply control.
3) Dimensi organisasi, meliputi partnership, quasi firm, virtual firm, dan just
in time.
4) Dimensi pergerakan informasi, meliputi sharing production plan,
Electronic Data Interchange, dan internet.
Manajemen rantai pasok berbeda dengan rantai pasok. Rantai pasok
merupakan jaringan fisik atau wadah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam
memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke
konsumen akhir sedangkan manajemen rantai pasok adalah konsep, pemikiran,
metode, alat atau pendekatan pengelolaan rantai pasok. Perlu ditekankan bahwa
manajemen rantai pasok merupakan pendekatan yang terintegrasi mulai dari hulu
hingga hilir karena memiliki prinsip 3C, yakni Coordination, Collaborative, dan
Cooperation antar seluruh anggota dalam sebuah rantai pasok. Adapun ilustrasi
sederhana mengenai ruang lingkup manajemen rantai pasok dapat terlihat pada
Gambar 6.

Supply Chain
Strategy

Logistics Supply Chain


Planning

Supply Chain
Product Life Management Supply Chain
Cycle Enterprise
Management Applications

Asset
Procurement Management

Gambar 6. Ruang Lingkup Manajemen Rantai Pasok Sederhana


Sumber : Arvietrida 2010 8

3.1.2.2. Prinsip dan Fungsi Manaje men Rantai Pasok


Dalam manajemen rantai pasok terdapat enam prinsip dasar kunci dalam
pengusahaan rantai pasok yang optimal. Enam prinsip tersebut, yaitu (Collins &
Dunne 2002, diacu dalam Lestari 2009):
1) Fokus terhadap konsumen dan pelanggan
Seiring banyaknya pelaku usaha yang bersaing, manajemen rantai pasok
berubah menjadi pull system, yaitu konsumen sebagai penentu keputusan
yang dibuat perusahaan (Indrajit & Djokopranoto 2006 ; Anatan & Ellitan
2008). Mengerti kebutuhan konsumen dan bagaimana pemasok bekerja
adalah sesuatu hal yang sangat mendasar dan penting dalam rantai pasok

8
Arvietrida, Niniet Indah. 2010. Mengenal Supply Chain Management.
http://arvietrida.wordpress.com/2010/09/11/ mengenal-ilmu -supply-chain-management/ [6
Januari 2012].
karena tujuan akhir pengelolaan rantai pasok adalah memenuhi kepuasan
konsumen akhir yang menuntut produk yang better, cheaper, dan faster.
2) Menciptakan dan menyebarkan nilai
Penciptaan nilai merupakan hal yang sangat mendasar untuk kepuasan
konsumen. Di dalam mengatur sebuah rantai pasok, pembagian nilai setiap
anggota yang terlibat di dalamnya harus sesuai dengan ukuran setiap nilai
yang diciptakan atau ditambah oleh setiap anggota. Nilai tersebut akan
dapat tercipta jika setiap anggota dapat berinovasi dan menggunakan
teknologi yang dapat membuat produksi bertambah efisien dan efektif.
3) Mengimplementasikan quality system management yang efektif
Menurut Indrajit & Djokopranoto (2006), mutu tidak lagi hanya sesuai
spesifikasi, tetapi segala sesuatu di luar harga yang dikehendaki oleh
pelanggan, seperti waktu penyerahan, kendala memenuhi janji, bentuk
atau estetika dan ketahanan produk, keamanan produk, layanan purnajual,
dan sebagainya.
4) Membangun sistem komunikasi yang terbuka
Informasi yang akurat dan dapat dipercaya merupakan pondasi utama
dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang terbuka
merupakan awal mula terjadinya hubungan yang baik di antara anggota-
anggota yang ada. Komunikasi juga dapat dijadikan sebagai referensi
dalam menciptakan nilai tambah.
5) Menjamin atau memastikan sistem logistik yang efektif dan efisien
Manajemen logistik meliputi proses penanganan, penyimpanan, dan
transportasi produk. Manajemen rantai pasok merupakan konsep
pengembangan dari manajemen logistik dimana penerapannya berbeda
antara keduanya. Manajemen rantai pasok memperhatikan logistik dari
pemasok hingga konsumen akhir di dalam rantai pasok, sedangkan
manajemen logistik hanya memperhatikan kondisi logistik di perusahaan
masing- masing setiap anggota rantai pasok (internal).
6) Membangun hubungan yang baik dengan anggota rantai pasok
Hubungan (relationship marketing) yang baik sangat dibutuhkan dalam
mensukseskan kerja sama di dalam rantai pasok. Setiap anggota di dalam
rantai pasok hendaknya saling terbuka dan jujur atas informasi yang
terdapat di dalamnya. Hal ini dilakukan agar informasi yang mereka
dapatkan tidak mengandung salah paham atau terjadi miscommunication
sehingga hubungan di antaranya akan tetap terjaga baik.
Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), fungsi yang dilakukan dalam
manajemen rantai pasok adalah :
1) Perkiraan permintaan
Pada dasarnya manajemen rantai pasok adalah rantai pasok dari produsen
ke konsumen, maka permintaan konsumen menjadi acuan untuk proses ke
produsen (belakang). Artinya, permintaan konsumen harus diketahui.
Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok adalah kesalahan
perkiraan atau peramalan.
2) Menyeleksi pemasok
Pemasok yang digunakan haruslah pemasok yang dipercaya. Oleh karena
itu, kegiatan memilih pemasok merupakan kegiatan awal yang krusial.
3) Memesan bahan baku
Begitu diketahui berapa perkiraan permintaan, dilakukan pemesanan
bahan baku. Salah satu ketidakpastian dalam manajemen rantai pasok
adalah penundaan pesanan.
4) Pengendalian persediaan
Persediaan harus dikendalikan agar tidak memboroskan anggaran
keuangan atau biaya produksi. Intinya adalah bagaimana melakukan
pengadaan sehingga biaya persediaan menjadi minimal.
5) Penjadwalan produksi
Setelah bahan baku dipesan, penjadwalan produksi mulai dilakukan. Salah
satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kerusakan mesin yang
menyebabkan produksi telah dijadwalkan tertunda.
6) Pengapalan dan pengiriman
Pengapalan dan pengiriman menjadi penting ketika barang-barang yang
diangkut bersifat cepar rusak. Salah satu ketidakpastian yang mungkin
terjadi adalah keterlambatan pengiriman.
7) Manajemen informasi
Informasi harus dikelola dengan baik sehingga informasi yang
dikumpulkan merupakan informasi yang benar. Salah satu ketidakpastian
yang mungkin terjadi adalah penyampaian informasi yang salah.
8) Manajemen mutu
Mutu bahan baku yang diperoleh dari pemasok hendaknya dengan mutu
yang terbaik. Seringkali mutu yang dikirim pemasok tidak sama dengan
yang sesuai dengan kesepakatan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin
terjadi adalah kualitas produk yang tidak sesuai standar.
9) Pelayanan konsumen
Fungsi manajemen rantai pasok yaitu untuk melayani konsumen yang
terlihat dari berapa banyak barang yang sebenarnya dibutuhkan oleh
konsumen. Produsen akan memproduksi sesuai dengan keinginan
konsumen.

3.1.2.3. Pemain Utama Manaje men Rantai Pasok


Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), hubungan antara pemain
utama dalam manajemen rantai pasok yang mempunyai kepentingan sama, yaitu:
1) Rantai 1 : Pemasok
Jaringan bermula dari rantai ini, yang merupakan sumber penyedia bahan
pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan
pertama bisa berbentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan
dagangan, dan suku cadang. Jumlah pemasok bisa banyak atau sedikit.
2) Rantai 1-2 : Pemasok - Manufaktur
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua yaitu manufaktur atau
pabrik. Manufaktur melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi,
merakit, mengkonversikan atau menyelesaikan barang. Hubungan dengan
mata rantai pertama mempunyai potensi untuk melakukan penghematan.
Misalnya, persediaan bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi
yang berada di pihak pemasok, manufaktur, dan tempat transit merupakan
target penghematan. Penghematan sebesar 40-60 persen dapat diperoleh
dengan menggunakan konsep kemitraan dengan pemasok.
3) Rantai 1-2-3 : Pemasok - Manufaktur - Distributor
Dalam rantai ini terjadi kegiatan penyaluran barang jadi yang dihasilkan
oleh perusahaan. Berbagai cara untuk menyalurkan barang kepada
pelanggan, misalkan melalui distributor. Barang dari pabrik melalui
gudang disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar dalam
jumlah besar dan pedagang besar akan menyalurkan barang dalam jumlah
yang lebih kecil kepada pengecer atau ritel.
4) Rantai 1-2-3-4 : Pemasok - Manufaktur - Distributor - Ritel
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat
juga menyewa dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menyimpan
barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini dapat
dilakukan penghematan dalam bentuk persediaan dan biaya gudang, yaitu
dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik
dari gudang manufaktur maupun ke toko pengecer.
5) Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok - Manufaktur - Distributor – Ritel –
Konsumen
Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau pembeli atau
pengguna barang. Contoh pengecer adalah toko, warung, toko serba ada,
pasar swalayan, toko koperasi, supermarket. Mata rantai pasok baru benar-
benar berhenti setelah barang berada pada pembeli akhir yang merupakan
pemakai terakhir karena pembeli belum tentu pengguna terakhir.

3.1.3. Efisiensi Pemasaran


Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan
manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran yang efisien
adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa
megurangi kepuasan konsumen. Menurut Kohls dan Uhl (2002), pendekatan yang
digunakan dalam menilai efisiensi pemasaran ada dua pendekatan, yaitu : (1)
efisiensi operasional dan (2) efisiensi harga.
Efisiensi operasional sering disebut sebagai efisiensi p roduksi, diukur
dengan membandingkan output pemasaran terhadap input pemasaran yang
diasumsikan output tidak mengalami perubahan. Efisiensi operasional
berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan
rasio dari output- input pemasaran. Efisiensi operasional biasanya dapat diukur
dari margin pemasaran, analisis farmer’s share, analisis rasio keuntungan
terhadap biaya serta analisis fungsi pemasaran, kelembagaan, dan analisis SCP
(Structure, Conduct, Performance).
Efisiensi harga digunakan untuk mendekati efisiensi distribusi dengan
asumsi output- input dalam bentuk fisik adalah konstan. Menurut Kohls dan Uhl
(2002), efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan
sistem produksi dan biaya pemasaran. Efisiensi harga biasanya diukur dari
korelasi harga komoditi yang sama pada tingkat pasar yang berbeda.
Efisiensi pemasaran dapat terjadi apabila : (1) biaya pemasaran dapat
ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase
perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3)
tersedianya fasilitas fisik tataniaga, (4) adanya kompetisi pasar yang sehat
(Soekartawi 1989). Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari
indikator margin pemasaran dan farmer’s share.

3.1.3.1. Margin Pe masaran


Margin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayar
konsumen dengan harga yang diterima produsen atau petani. Adanya perbedaan
harga disebabkan adanya perbedaan nilai dari jasa-jasa yang telah dilakukan oleh
setiap lembaga pemasaran. Jasa-jasa yang dilakukan setiap lembaga pemasaran
merupakan pengeluaran yang disebut sebagai biaya pemasaran. Namun, dalam
margin pemasaran tidak hanya terdapat biaya pemasaran saja, terdapat pula
keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran.
Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi- fungsi pemasaran yang
berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga pemasaran
satu dengan lembaga pemasaran lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir.
Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin besar pula perbedaan
harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau semakin
besar pula margin pemasaran.
Sr
P
Sf

Pr
Margin
Pemasaran
Pf

Dr
Df
Q
Qrf
Keterangan :
Df : Demand di tingkat petani Dr : Demand di tingkat pengecer
Sf : Supply di tingkat petani Sr : Supply di tingkat pengecer
Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat pengecer
Qrf : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
Margin pemasaran : Pr – Pf : Margin pemasaran

Gambar 7. Kurva Margin Pemasaran


Su mber : Dahl dan Hammond 1977

Besarnya margin pemasaran pada sebuah saluran dapat dinyatakan sebagai


jumlah dari margin pada masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat.
Rendahnya biaya pemasaran belum tentu dapat mencerminkan bahwa pemasaran
sudah efisien, tergantung dengan indikator lainnya. Dari kurva margin pemasaran,
dapat dilihat nilai margin pemasaran. Nilai margin pemasaran (value of marketing
margin) merupakan perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran
dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Tinggi rendahnya margin
pemasaran sering digunakan sebagai salah satu kriteria penilaian apakah kegiatan
pemasaran sudah efisien atau belum.

3.1.3.2. Farmer’s Share


Farmer’s share menurut Kohls dan Uhl (2002) adalah persentase harga
yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar oleh konsumen sebagai imbalan
atas jasa usahatani yang dilakukan dalam menghasilkan produk. Besarnya
farmer’s share dipengaruhi oleh banyaknya fungsi pemasaran yang dilakukan
petani. Farmer’s share dapat dijadikan sebagai indikator untuk menilai efisiensi
pemasaran suatu komoditi. Farmer’s share yang tinggi menunjukkan bahwa
bagian yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar konsumen tinggi, tetapi
belum tentu menunjukkan bahwa sebuah pemasaran komoditi efisien, tergantung
juga pada indikator lainnya. Farmer’s share dapat dikaitkan dengan aktivitas yang
dilakukan produsen atau petani dalam memberi nilai tambah pada produk yang
dihasilkan. Bagian yang diterima oleh petani atau besarnya farmer’s share
ditunjukkan dalam bentuk persentase.

3.1.4. Konsep Nilai Tambah


Menurut Coltrain, Barton, dan Boland (2000), nilai tambah adalah
menambah nilai produk dengan mengubah tempat, waktu, dan bentuk menjadi
lebih menarik perhatian konsumen dalam pasar. Terdapat dua upaya dalam
menciptakan nilai tambah, yaitu inovasi dan koordinasi. Kegiatan inovasi
merupakan aktivitas yang memperbaiki proses yang ada, prosedur, produk, dan
pelayanan atau menciptakan sesuatu yang baru dengan menggunakan atau
memodifikasi konfigurasi organisasi yang telah ada. Sedangkan pengertian dari
koordinasi merupakan harmonisasi fungsi dalam keseluruhan bagian sistem. Hal
tersebut merupakan peluang dalam meningkatkan koordinasi produk, pelayanan
informasi dalam produksi pertanian untuk menciptakan imbalan yang nyata dan
meningkatkan nilai produk dalam setiap tahap proses produksi pertanian. Konsep
nilai tambah bukan hanya terbatas pada fisik produk, tetapi juga pelayanan
(service) yang diciptakan (Boadu 2003).
Menurut Darius (2011), secara ekonomis, peningkatan nilai tambah suatu
barang dapat dilakukan melalui perubahan bentuk (form utility), perubahan tempat
(place utility), perubahan waktu (time utility), dan perubahan kepemilikan
(position utility). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut 9 :
1. Melalui perubahan bentuk (form utility), suatu produk akan mempunyai
nilai tambah ketika barang tersebut mengalami perubahan bentuk.
2. Melalui perubahan tempat (place utility), suatu barang akan memperoleh
nilai tambah apabila barang tersebut mengalami perpindahan tempat.

9
Darius. 2011. Nilai Tambah. http://berusahatani.blogspot.com/2011/ 03/nilai-tambah.html
[13 Januari 2012]
3. Melalui perubahan waktu (time utility), suatu barang akan memperoleh
nilai tambah ketika dipergunakan pada waktu yang berbeda.
4. Melalui perubahan kepemilikan (position utility), barang akan memperoleh
nilai tambah ketika kepemilikan akan barang tersebut berpindah dari satu
pihak ke pihak yang lain.
Nilai tambah digunakan bukan hanya sebagai kata benda atau kata sifat,
melainkan merupakan proses mengkombinasikan dan memodifikasi aktivitas,
proses, dan produk. Memberikan nilai tambah pada produk bertujuan untuk
menjadi penciri yang membedakan produk sendiri dengan produk kompetitor
lainnya sehingga terdapat nilai lebih yang diperoleh konsumen dan terciptalah
keunggulan kompetitif. Boadu (2003) membuat konsep tipologi peluang inisiatif
nilai tambah berdasarkan dimensi yang dikemukakan Coltrain, Barton, dan
Boland (2000) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tipologi Peluang Inisiatif Nilai Tambah

DIMENSI INOVASI KOORDINASI


Waktu Kecepatan Just in time
Lokasi Kenyamanan Efisiensi
Produk/Jasa Bentuk Logistik
Proses.Metode Teknologi Aliansi strategis
Informasi Keamanan, etika Sistem informasi
Insentif Motivator Transparan

Sumber : Boadu 2003

Konsep nilai tambah juga berarti perolehan sebuah pelaku usaha


(perusahaan) atau balas jasa atas usahanya mengatur pemakaian input seoptimal
mungkin dalam produksi yang dilakukan. Menurut Boadu (2003), Nilai tambah
merupakan selisih nilai output dan nilai input. Nilai input yang dimaksud adalah
input intermediate (Blokland et al 1997 ; Balk 2002 ; Brunton & Trickett 2007 ;
Katwal et al 2007 ; Cohan & Costa 2009). Disadari bahwa terdapat sistem input-
output dalam setiap perusahaan. Perusahaan mengkonsumsi input untuk
melancarkan kegiatan produksi dan kemudian menghasilkan output. Menurut
Balk (2002), hal- hal yang dikategorikan sebagai input adalah : (1) input modal
seperti bangunan, mesin, dan peralatan ; (2) input tenaga kerja merupakan sumber
daya manusia yang dipekerjakan dalam kegiatan produksi perusahaan ; (3) input
energy seperti gas, listrik, dan air ; (4) input material yang diproses dalam
kegiatan produksi serta (5) service input yang digunakan untuk mengantisipasi
proses produksi seperti service peralatan dan lainnya. Setiap input dan output
memiliki nilai dan harga. Dari pendekatan input-output, dapat diketahui seberapa
optimal sebuah perusahaan dalam menjalankan kegiatan produksi melalui nilai
tambah yang diperoleh perusahaan. Konsep nilai tambah biasa digunakan untuk
mengukur pendapatan nasional setelah perusahaan-perusahaan dikumpulkan atau
diagregatkan.

3.1.5. Konsep Pe rsediaan


Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), sediaan merupakan sumber
daya ekonomi yang perlu diadakan dan disimpan untuk menunjang penyelesaian
pengerjaan suatu produk. Sumber daya ekonomi tersebut dapat berupa kapasitas
produksi, tenaga kerja, tenaga ahli, modal kerja, waktu yang tersedia, dan bahan
baku serta bahan penolong. Namun pada saat ini, sediaan dibatasi pada material,
produk sedang dalam proses pengerjaan, dan barang jadi. Persediaan (inventory)
adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk
menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw material), produk jadi
(finish product), komponen rakitan (component), bahan pembantu (substance
material), dan barang sedang dalam proses (working in process inventory).
Persediaan sangat penting untuk diperhatikan bagi pengelolaan produk
pertanian karena selain karakteristiknya yang mudah rusak, tidak tahan lama, dan
membutuhkan ruang yang banyak, biaya persediaan diketahui mendapat pangsa
yang paling besar di dalam total biaya produksi. Jika persediaan tidak dikelola
dengan benar, maka kerugian yang ditanggung perusahaan menjadi sangat besar
dengan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi. Persediaan tidak disarankan
dalam jumlah banyak maupun sedikit karena dapat mempengaruhi biaya dan
penjadwalan produksi. Oleh karena itu, pengendalian persediaan yang tepat harus
mampu dilakukan perusahaan.
Sistem pengendalian persediaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian
kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga,
jadwal pemesanan untuk menambah persediaan dan berapa besar pesanan harus
diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat
dalam kuantitas dan waktu (Panggabean 2009). Tujuan pengendalian persediaan
menurut Haming dan Nurnajamuddin (2007), antara lain :
1) Memelihara independensi operasi.
Apabila sediaan material yang diperlukan ditahan pada pusat kegiatan
pengerjaan, dan jika pengerjaan yang dilaksanakan pusat kegiatan
produksi tersebut tidak membutuhkan material yang bersangkutan segera
maka akan terjadi fleksibilitas pada pusat kegiatan produksi. Fleksibilitas
terjadi karena sistem mempunyai sediaan yang cukup untuk menjamin
keberlangsungan proses produksi.
2) Memenuhi tingkat permintaan yang bervariasi.
Volume permintaan tidak dapat diketahui dengan jelas dan pasti. Volume
permintaan dapat saja melebihi perkiraan karena keberhasilan aktivitas
promosi atau dapat saja kurang dari perkiraan karena adanya persaingan
yang ketat. Oleh karena volume permintaan berfluktuasi, perusahaan perlu
mengendalikan persediaan, apakah membutuhkan persediaan pengaman
atau tidak.
3) Menerima manfaat ekonomi atas pemesanan bahan dalam jumlah tertentu.
Apabila dilakukan pemesanan dalam jumlah tertentu, biasanya perusahaan
pemasok akan memberikan potongan harga. Frekuensi pemesanan juga
berkurang sehingga biaya pun berkurang.
4) Menyediakan suatu perlindungan terhadap variasi dalam waktu
penyerahan bahan baku.
Penyerahan bahan baku oleh pemasok dapat tertunda karena suatu hal.
Agar tidak mengganggu jadwal produksi, maka perlu mempersiapkan
sediaan pengaman (safety stock) yang cukup sehingga produksi pun lancar.
5) Menunjang fleksibilitas penjadwalan produksi.
Sehubungan dengan adanya fluktuasi atas permintaan maka perusahaan
perlu mengatur penjadwalan produksi yang bervariasi atau volume
keluaran produksi yang bervariasi. Untuk menunjang terwujudnya
fleksibilitas dalam penjadwalan produksi, manajemen perlu mengatur
jumlah persediaan yang perlu dikendalikan.
Pengendalian persediaan dibagi menjadi dua, yaitu pengendalian
persediaan independen dan pengendalian persediaan dependen. Pengendalian
persediaan independen berkaitan dengan pengendalian persediaan dalam bentuk
produk akhir (finish product). Permintaan terhadap persediaan bersifat independen
atau tidak terikat pada produk lainnya dan dapat diestimasi. Permintaan
independen mencerminkan respon pasar atas keluaran akhir atau output sebuah
perusahaan.
Pengendalian persediaan dependen adalah persediaan yang terikat kepada
target keluaran akhir yang akan diproduksi. Kebutuhan terhadap setiap jenis
bahan atau komponen ditentukan melalui penentuan jumlah keluaran akhir yang
dibutuhkan oleh pasar. Apabila target keluaran produk akhir sudah terdefinisikan
maka jumlah item komponen atau bahan baku yang dibutuhkan dapat diketahui
dengan pasti.

3.2. Kerangka Pe mikiran Operasional


Isu lingkungan menjadi perhatian hangat pada saat ini, yaitu peningkatan
gas rumah kaca yang membuat produksi produk pertanian terutama padi
berfluktuasi melalui berubahnya cuaca yang tidak menentu. Kesuburan tanah
berkurang akibat pemakaian bahan kimia sintetis yang terlalu berlebihan sehingga
produksi tidak optimal. Pemakaian bahan kimia sintetis yang berlebihan membuat
ketidakseimbangan ekologis, dimulai dari kondisi tanah menjadi kurang sehat
sampai punahnya beberapa spesies. Untuk mengantisipasi kejadian yang lebih
berbahaya lagi, berkembanglah konsep pertanian organik.
Pertanian padi organik menghasilkan beras organik yang lebih aman dan
sehat dibandingkan beras dari hasil pertanian konvensional. Perkembangannya
juga didukung dengan adanya perubahan gaya hidup konsumen menjadi back to
nature sehingga kesehatan pribadi dan lingkungan terjaga. Hal tersebut membuat
pelaku-pelaku usaha mulai memproduksi beras organik sehingga timbullah
persaingan. Konsep manajemen rantai pasok di dalam jaringan rantai pasok perlu
diterapkan karena untuk memenangi persaingan pada era ini, persaingan tidak lagi
dihadapi pelaku usaha (perusahaan) secara individu saja tetapi persaingan harus
dihadapi bersama oleh pelaku usaha di dalam rantai pasoknya.
Rantai pasok beras organik Tani Sejahtera Farm berbentuk jaringan
(network supply chain). Tani Sejahtera Farm berperan sebagai produsen,
distributor dan bermitra dengan petani serta menjual beras organik di dalam rantai
pasoknya. Badan usaha ini bermitra dengan petani sebagai produsen dan bermitra
dengan ritel yang menyampaikan produknya hingga ke tangan konsumen akhir.
Rantai pasok ini kurang terkoordinasi dan kurang terintegrasi dalam mengalirkan
produk, finansial, dan informasi sehingga dirasakan kurang efisien dan efektif
dalam memproduksi beras organik. Hal tersebut dapat dilihat dari
ketidakmampuan rantai pasok dalam memenuhi permintaan dari konsumen akhir.
Berawal dari permasalahan tersebut, dibutuhkan penelitian mengenai
analisis rantai pasok dan pengendalian persediaan beras organik Tani Sejahtera
Farm. Penelitian ini dimulai dari analisis rantai pasok beras organik secara
deskriptif dengan menggunakan kerangka FSCN (Food Supply Chain
Networking). Elemen kinerja rantai pasok dalam kerangka FSCN dianalisis
dengan pendekatan efisiensi pemasaran menggunakan alat margin pemasaran dan
farmer’s share serta pendekatan efisiensi pengelolaan asset menggunakan alat
inventory turnover, inventory days of supply, dan cash to cash cycle time. Setelah
kondisi rantai pasok beras organik terdeskripsi dengan jelas, dilakukanlah analisis
nilai tambah untuk mengetahui apakah rantai pasok ini dapat mencapai tujuan
memaksimalkan nilai tambah atau belum dan seberapa besar nilai tambah yang
diperoleh rantai pasok beras organik keseluruhan. Garis putus-putus dalam
Gambar 8 menggambarkan bahwa analisis rantai pasok dan nilai tambah berada
dalam satu lingkup yang sama, yaitu seluruh anggota rantai pasok beras organik.
Setelah itu, dilakukan analisis pengendalian persediaan beras organik pada
Tani Sejahtera Farm. Analisis ini dimulai dari analisis kondisi permintaan yang
dihadapi dan kebijakan pengisian kembali persediaan mana yang diterapkan
badan usaha ini. Setelah diketahui keduanya, barulah dapat ditentukan model
pengendalian persediaan yang sesuai sebagai alat analisis pengendalian persediaan
sehingga dapat dianalisis dan dihasilkan ukuran pengendalian persediaan yang
tepat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat Tani Sejahtera Farm serta
anggota rantai pasoknya memproduksi beras organik secara efektif dan efisien
sehingga tujuan akhir rantai pasok tercapai, yaitu memenuhi kepuasan konsumen
dan pendapatan anggota rantai pasok meningkat. Kerangka operasional penelitian
dapat dilihat pada Gambar 8.

Peningkatan gas rumah kaca dari


sawah serta tren masyarakat
menjadi back to nature

Pertanian Padi Organik

Persaingan antar rantai pasok


beras organik

Rantai Pasok Beras Organik Tani


Sejahtera Farm

Analisis Rantai Pasok: Analisis Pengendalian


1) Sasaran Rantai Persediaan
2) Struktur Rantai Pasok
3) Manajemen Rantai Pasok
4) Sumber Daya Rantai Analisis Tani Sejahtera
5) Proses Rantai Bisnis nilai Farm :
6) Kinerja Rantai Pasok tambah Kondisi demand
 Efisiensi Pemasaran anggota dan kebijakan
- Margin Pemasaran rantai persediaan
- Farmer’s Share pasok
 Efisiensi Pengelolaan
Asset
- Inventory Turnover Model pengendalian
- Inventory Days of persediaan tepat
Supply
- Cash to Cash Cycle Time

Efisiensi dan Efektivitas Rantai


Pasok Beras Organik

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Вам также может понравиться