Вы находитесь на странице: 1из 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kita hidup di masa kekacauan besar. Ini adalah reaksi umum terhadap perubahan ini untuk
mengorganisir, menghargai, dan mempromosikan, keegoisan. Para pemimpin dan pembuat
perubahan lainnya merasa mandek karena tidak dapat mengarahkan jalannya peristiwa dengan
cara yang signifikan dan konstruktif. Kami, dalam kata-kata Otto Scharmer, "secara kolektif
menciptakan hasil yang (hampir) tidak seorang pun inginkan."

Sebagian dari masalahnya adalah cara kita mendekati apa yang kita “ketahui” dan lakukan.
Kita membutuhkan cara baru untuk melihat, belajar, dan melakukan. Inilah yang Otto Scharmer
harap lakukan dengan Theory U. Dengan Theory U, Otto Scharmer telah mengambil ide-ide
terkenal dan menggabungkannya secara mendalam. Dia bertanya, "Bagaimana kita belajar dari
masa depan ketika itu muncul?". Dalam The Essentials of Theory U, Scharmer mengambil ide
yang pertama kali disajikan dalam Theory U lebih dari sepuluh tahun yang lalu, dan
membuatnya lebih mudah diakses.

Teori U dimulai dengan titik buta kita. Kita melihat dunia apa adanya kita. Kita menciptakan
dunia tempat kita hidup. Tindakan datang ke dunia dari apa yang terjadi di dalam diri kita.
Scharmer berkata, "Saya memperhatikan hal ini, oleh karena itu muncul seperti itu."

Otto Scharmer dalam bukunya Theory U: Leading from the Future as It Emerges
memperkenalkan gagasan presencing. Presencing berasal dari gabungan dua kata presence
(kehadiran) dan sensing (penginderaan). Presencing ditandai dengan keadaan kesadaran tingkat
tinggi yang memungkinkan individu dan organisasi mengubah inner place (sisi dalam)
keberadaannya. Ketika perubahan ini terjadi, seseorang atau organisasi mampu menghadirkan
ruang masa depan. Esensi kepemimpinan menurut Teori U adalah kemampuan menfasilitasi
perubahan sisi dalam diri seseorang atau organisasi untuk menangkap masa depan dan
mengeksplorasi dengan penuh kreativitas.
1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah ini adalah sebagai berikut :

a. Apa yang dimaksud dengan teori U ?


b. Bagaimana peran teori U dalam kepemimpinan ?
c. Bagaimana proses teori U ?

1.3. Tujuan

a. Mengetahui dan Memahami apa yang dimaksud dengan Teori U.


b. Menjelaskan dan menganalisis peran teori U dalam kepeimpinan.
c. Menjelaskan dan menganalisis proses teori U
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Teori U

Theory U adalah metode manajemen perubahan dan judul buku karya Otto Scharmer.
Selama studi doktoralnya di Universitas Witten / Herdecke, Scharmer mempelajari metode
serupa di kelas yang diajarkan oleh Friedrich (Fritz) Glasl, yang juga ia wawancarai. Scharmer
kemudian mengambil prinsip-prinsip dasar dari metode ini dan memperluasnya menjadi teori
pembelajaran dan manajemen, yang ia sebut Teori U. Prinsip-prinsip Teori U disarankan untuk
membantu para pemimpin politik, pegawai negeri, dan manajer menerobos pola perilaku masa
lalu yang tidak produktif. yang mencegah mereka berempati dengan perspektif klien mereka dan
sering mengunci mereka ke dalam pola pengambilan keputusan yang tidak efektif.

Otto Scharmer, Joseph Jaworski dan Peter Senge merupakan pakar system dan management
di MIT yang membidani lahirnya teori U. Latar belakang munculnya teori U dipicu pemikiran
mereka akan perlunya melakukan transformasi pada level individu sampai organisasi. Mereka
paham bahwa pendekatan yang ada selama ini tidak menjawab tuntas perubahan yang diperlukan
lingkungan yang berkembang sangat kompleks seperti saat ini. Teori U memberi jawaban bagi
individu, organisasi maupun system sosial untuk mengatasi tantangan yang tadinya dirasa sulit
untuk diatasi. Toeri U dapat digunakan untuk melakukan perubahan mengakar dan mendorong
inovasi.
Kecenderungan para leaders ketika menghadapi suatu masalah adalah ingin cepat-cepat
menyelesaikannya. Dorongan ini adalah kebiasaan umum yang ada pada hampir setiap individu.
Namun ketika seorang leader menggunakan landasan mindset yang sama, solusi yang dihasilkan
cenderung bersifat temporer. Penyelesaian masalah tidak akan tuntas dan akan terulang lagi.
Dengan kata lain seringkali solusi yang dipikirkan hanya meredakan simptom atau gejala
permasalahannya. Namun akarnya sendiri luput dari penyelesaian. Teori U mengajak kita untuk
melakukan perombakan (baca transformasi) dalam diri kita sebagai individu atau sebagai leader
yang ada di organisasi. Perubahan yang berdampak besar dan inovasi adalah hasil yang akan
diperoleh manakala kita menjawab tantangan masalah adaptif dengan pendekatan teori U. Kita
akan menggunakan istilah proses U karena didalam pelaksanannya teori U merupakan proses
atau kumpulan gerakan aktifitas. Ada tiga inti gerakan dalam proses U yaitu Observe, Retreat –
Reflect serta Act in an instant.

Inti gerakan pertama, observe, adalah proses untuk mengamati, mendengar dan merasakan
dengan ‘masuk’ kedalam diri para pelaku (para aktor) di ekosistem. Proses ini membutuhkan
keterbukaan pikiran untuk mendengar, merasakan serta melihat dari kaca mata menurut apa yang
terjadi dari sisi para pelaku. Proses observe hanya kan terjadi dengan optimal ketika leaders
berdiri diatas balcony dan mampu melihat dari perspektif yang berbeda tentang apa yang terjadi.
Metafora melihat dari atas balkoni seprti yang disebutkan terdahulu adalah apa yang dimaksud
Ronald Heifetz dengan mengamati secara lebih luas dinamika interaksi terhadap para ‘pedansa’
di lantai ruangan. Kemampuan meng’observe’ inilah yang menjadi salah satu kunci utama
suksesnya proses transfromasi.

Proses retreat dan reflect merupakan proses pelepasan dan pembersihan diri dari sumbatan
pikiran yang membatasi, limiting belief maupun rintangan yang berasal dari dalam diri. Reflect
merupakan proses yang menghubungkan individu dengan apa yang selama ini terpendam dalam
lapisan humanisme dan spiritual dirinya. Koneksi ini ada di bottom atau ceruk terdasar proses U.
Ketika kita menyadari apa yang menjadi life purpose (misi hidup), apa yang memanggil diri kita
(what life is calling), maka semua pengetahuan dan pencerahan yang berada di lapisan kesadaran
kita akan muncul kepermukaan. Secara ringkas Life purpose terdiri dari tiga komponen yaitu
Knowing, Doing dan Being. Dalam knowing seorang leader memahami secara esensial apa
sebenarnya yang menjadi pekerjaanya. Jika seorang pemasang batu bata hanya memaknai
pekerjaanya sebagai tukang bangunan maka akan sangat berbeda sekali impacknya jika dia
memahami bahwa makna pekerjaaanya adalah sedang membangun rumah peribadatan. Doing
merupakan jawaban atas pertanyaan apa yang memotivasi dan memberi semangat kepada diri
seseorang. Bagaimana dia ingin menggunakan waktunya. Bagaimana dia ingin menggunakan
perhatiannya. Dimana dia menggunakan perhatian dan energinya. Being merupakan jawaban atas
keunikan yang ada pada diri seseorang. Apa kekuatan dirinya? dimana talenta dirinya? Apa yang
dia percaya sebagai jati dirinya?

Dari Inti gerakan kedua ini kita melanjutkan ke apa yang disebut Acting in instant yaitu
proses untuk melakukan tindakan spontan dalam mencoba dan menyempurnakan pendekatan
baru untuk melakukan perubahan. Tindakan ini merupakan suatu terobosan yang didasari oleh
mindset baru para individu dan para leader. Yang tadinya dianggap tidak mungkin sekarang
menjadi suatu kemungkinan baru. Yang mendasari kemungkinan baru ini adalah keberanian
untuk keluar dari comfort zone. Tindakan nyata secara spontan dilakukan dengan incremental
atau setahap demi setahap. Saluran kritik dan feedback dibuat untuk menyempurnakan tindakan
selanjutnya. Proses Acting in an instant ini tidka akan bisa dilakukan tanpa pendahuluan observe
and retreat.

Ketika kompleksitas lingkungan makin meningkat, para leaders organisasi yang


memfasilitasi perubahan perlu menyesuaikan fokus mereka dari WHAT (hasil), dan HOW
(metoda yang digunakan), menuju kearah WHO (kondisi didalam diri dari para pelaku). Dengan
kata lain, memahami secara utuh ‘esensi interior’ dari semua pihak yang terlibat dalam dinamika
perubahan, menjadi vital bagi seorang leader yang ingin menavigasi perubahan dengan sukses.
Tanpa terjadinya perubahan di interior diri, perubahan di eksterior lingkungan akan sulit
terwujud. Kondisi interior atau sering juga disebut sebagai iceberg diri merupakan lapisan
thinking-feeling, belief, value, identity dan need dari seseorang. Kita akan membahas lebih jelas
apa yang dimaksud dengan lapisan iceberg ini di bab selanjutnya.

Proses U mengajak kita untuk mengembangkan diri sejalan dengan kemungkinan masa
depan yang paling potensial dan mengajak kita beroperasi dengan suatu kesadaran baru. Proses
U juga membantu kita mengenali blindspot diri. Salah satu Blindspot adalah kita tidak melihat
ataupun merasakan keterbatasan, kekurangan ataupun kekeliruan diri kita sendiri. Blindspot
mengendalikan bagaimana seorang leader memiliki niatan (intent) dan mengarahkan
perhatiannya. Bill O’Brien, CEO Hanover Insurance, mengatakan bahwa yang terpenting dari
seorang leader bukan hanya apa hasil yang dicapai dan apa yang dilakukan. Namun apa yang ada
dalam “interior condition” atau kondisi dalam diri seorang leader . Karena inilah tempat atau
sumber dimana semua sikap dan tindakan leader tersebut berasal. Satu situasi yang sama
dihadapi oleh dua individu leader bisa membuahkan hasil pemikiran dan respon yang amat
berbeda. Perbedaan merespon ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi di dalam diri leader tersebut.

Proses U membantu kita untuk masuk keruang ‘slowing down’ dan ‘keheningan’. Ruang
ini merupakan tempat bagi leader untuk ‘mendengar’ ke tiap pelaku di lingkungannya
beroperasi. Termasuk diantaranya adalah membuka kesadaran dirinya untuk berada ‘diatas
balkon’ dan mampu ‘mengamati’ dirinya sendiri saat sedang ‘beraksi’. Kondisi ini adalah
kesadaran yang berada diatas kesadaran.

2.2. Peran Teori U: Satu Proses, Lima Langkah

Untuk bergerak dari respon reaktif bidang 1 dan 2 menjadi respon generatif bidang 3 atau
4, kita harus melakukan perjalanan. Dalam proyek wawancara atas inovasi dan perubahan besar
yang mengikutsertakan banyak praktisi menjelaskan bermacam elemen dasar dari perjalanan ini.
Satu orang yang berhasil adalah Brian Arthur, kepala penemu kelompok ekonomi di Institut
Santa Fe menjelaskan pada bahwa ada dua dua sumber kognisi yang berbeda secara fundamental.
Yang pertama adalah aplikasi kerangka yang sudah ada (downloading) dan yang lain adalah
mengakses pengetahuan dalam. Semua inovasi di sains, bisnis, dan masyarakat berdasarkan pada
yang kedua, bukan tipe kognisi downloading sehari-hari. Jadi, “bagaimana melakukannya? Jika
ingin mempelajarinya sebagai organisasi atau sebagai individu, apa yang harus dilakukan?”
Brian Arthur merespon dengan mengajak kita berjalan melalui tiga langkah inti.

Langkah pertama adalah yang dia sebut mengamati, mengamati, mengamati. Maksudnya
adalah berhenti downloading dan mulai mendengarkan. Berhenti melakukan operasi yang sudah
menjadi kebiasaan kita dan biarkan kita masuk ke tempat dengan potensi tertinggi, tempat yang
sangat penting dalam situasi yang kita hadapi.

Gerakan kedua Brian Arthur sebut sebagai “mundur dan mencerminkan: memungkinkan
pengetahuan batin muncul.” Pergilah ke tempat dalam keheningan dimana pengetahuan datang
ke permukaan. Kita mendengarkan segala sesuatu yang kita pelajari selama “mengamati,
mengamati,” dan kita menghadirkan apa yang ingin muncul. Kita memberi perhatian khusus
terhadap peran dan perjalanan kita sendiri.

Gerakan ketiga, menurut Brian Arthur, adalah tentang bertindak seketika. Ini berarti
untuk membangun dasar yang baru agar mengeksplorasi masa depan dengan cara bertindak.
Untuk membuat sedikit landasan bagi masa depan yang memungkinkan untuk pengujian dan
eksperimen langsung.

Seluruh proses itu – mengamati, mengamati, mengakses sumber keheningan dan


pengetahuanmu, bertindak seketika – diartikan sebagai proses U karena itu dapat digambarkan
dan dipahami sebagai perjalanan bentuk U. Dalam konteks praktis, perjalanan bentuk U biasanya
membutuhkan dua langkah tambahan: fase awal membangun dasar umum (co-initiating) dan fase
penyimpulan yang fokus pada meninjau, mempertahankan, dan memajukan hasil praktis (co-
evolving).

2.3. Proses Teori U

2.3.1. Co-initiating (Mulai Bersama): membangun niat umum. Berhenti dan dengarkan
orang lain serta panggilan kehidupan apa yang harus Anda lakukan

Pada awal setiap proyek, satu atau beberapa individu kunci berkumpul bersama dengan
tujuan membuat perbedaan dalam situasi yang benar-benar penting bagi mereka dan komunitas
mereka. Ketika mereka menyatu menjadi sebuah kelompok inti, mereka mempertahankan niat
umum berkaitan dengan tujuan mereka, orang-orang yang ingin dilibatkan, dan proses yang ingin
mereka gunakan. Konteks yang memungkinkan kelompok inti semacam ini untuk terbentuk
adalah proses mendengarkan yang dalam – mendengarkan apa panggilan hidup yang harus Anda
dan yang lain lakukan.

Tahapan ini disebut Co-initiating yang merupakan awal kita untuk menetapkan apa niatan
atau tujuan kita bersama untuk melakukan transformasi? Caranya adalah dengan melakukan
‘listening deeply to the system’ termasuk stakeholder didalam system. Untuk masuk kedalam
tahapan pertama kita melakukan pergeseran cara mendengar dan melihat kita. Dari proses
‘Downloading’ kita bergeser menuju ke ‘Suspending’. Dalam mode downloading kita tanpa
sadar mendengar dan melihat menggunakan kebiasaan lama ‘pemikiran’ dan ‘penglihatan’ kita.
Ini termasuk didalamnya adalah pemikiran spontan kita ketika kita berhadapan dengan suatu
masalah. Secara otomatis kita sering melompat kepada versi pemikiran kita sendiri mengenai apa
yang sedang terjadi, siapa penyebabnya, apa perubahan yang mestinya dilakukan, siapa yang
perlu berubah agar masalah tadi terselesaikan. Cara ‘spontan’ ini tidak jarang menutup diri kita
terhadap kemungkinan yang ada yang justru bisa jadi terabaikan oleh kita karena adanya
pemikiran spontan tadi.

Oleh karena itu tahapan pertama untuk memulai proses perubahan dalam suatu system kita
melatih penggunaan apa yang disebut ‘open mind’ atau keterbukaan pikiran. Proses masuk
kedalam diri dan mengamati kesadaran diri sendiri akan membuka pikiran kita terhadap
pemaknaan tentang apa yang terjadi di sekeliling kita.

The real power comes from recognizing patterns that are forming and fitting with them….

Brian Arthur

Pada tahapan pertama kita mendalami apa asumsi dan judgment kita tentang apa yang
terjadi di sekeliling kita yang menyertai tantangan atau masalah yang kita hadapi. Cara untuk
mendalami asumsi kita adalah dengan mendengarkan apa yang terjadi menurut para pelaku yang
ada di suatu system. Kita membuka diri terhadap kemungkinan baru, mengamati dan mendengar
dari kacamata dan perasaan para pelaku yang ada di system. Didalam gerakan pertama ini terjadi
penghentian sementara (pause) dimana kita mengistirahatkan kebiasaan untuk langsung menilai,
menyimpulkan bahkan menghakimi apa yang terjadi menurut versi yang ada pada cara
pemaknaan kita. Pada gerakan pertama, kita diajak untuk melepaskan asumsi dan paradigma
berpikir kita yang tanpa kita sadari telah mengaburkan atau membatasi pandangan kita. Kita
seolah belajar untuk merasakan apa yang sedang terjadi di system dengan posisi empati. Dalam
keheningan kita ‘melihat’ menggunakan ‘kacamata’ sehingga kita berpandangan lebih jernih.
Pengertian jernih disini adalah beragamnya kejelasan penglihatan dari berbagai sudut pemegang
kepentingan bahkan termasuk pihak minoritas yang mungkin tampak tidak signifikan. Cara
pandang kita menjadi lebih objektif untuk mendengar secara utuh apa yang dirasakan, dialami
dan dimengerti oleh para stakeholder selain diri kita, yang ada dalam suatu ekosistem.
Beberapa pertanyaan yang bisa menjadi petunjuk ketika melakukan proses U di tahapan pertama
antara lain:

1) Apa keadaan, situasi dan tantangan yang menimbulkan concern (keprihatinan) dari diri anda
saat ini yang ingin diubah (yang tidak nyaman, mengganggu, tidak diinginkan) ? Perubahan
seperti apa yang anda ingin raih atau wujudkan?
2) Apa yang menjadi niatan diri anda sebagai leader atau sebagai organisasi? Bagaimana niatan
diri anda ini bisa menjadi suatu niatan bersama (yang tidak hanya dilandasi egoisme
diri/organisasi anda) dengan pelaku system yang lain?
3) Siapa saja pelaku di system? dimana mereka berada? Apa pengaruh mereka terhadap
eksistensi dan tercapainya goal organisasi anda dan niatan diri anda?
4) Siapa diantara mereka yang bisa mewakili anggota system, yang suaranya bisa menjadi
referensi, valid dan representatif bagi organisasi anda?
5) Suara, informasi dan pendapat apa saja yang anda ingin dengarkan dari mereka? Bagaimana
anda akan terkoneksi dengan mereka?

Catatan apa yang dimaksud dengan pelaku system:

Yang dimaksud dengan pelaku sistem atau komponen sistem adalah pelaku langsung
mapun tidak langsung antara lain: Masyarakat lokal, masyarakat adat setempat, konsumen,
pelanggan, keluarga dari pelanggan, para pencari kerja, calon wirausahawan, aliansi bisnis,
pemerintah, karyawan, management/BOD, pemegang saham, pemasok, pesaing, regulator,
keluarga karyawan, pengamat, para ahli atau para pakar, konsultan, futurist, negara tetangga, dan
global, NGOs, media, edukator, peneliti/periset, lembaga masyarakat dunia (PBB, WHO,
UNICEF, Greenpeace).

Contoh pentingnya untuk mendengarkan para pelaku sistem adalah apa yang terjadi dengan
adanya pemain bisnis baru dan tergesernya pemain lama. Seperti kita ketahui bersama bahwa
bepergian kenegara lain dan menginap di hotel adalah sesuatu yang bisa dikatakan cukup mahal
dan tidak sedikit para pelancong yang tidak bisa menjangkau biayanya. Bisnis hotel memiliki
keuntungan yang fantastis sebelum munculnya airbnb. Kealpaan industri hotel adalah tidak
pekanya mereka mendengar dan melihat pelancong yang ingin menginap dengan biaya yang
masuk akal di kantong mereka dan sekaligus membantu idle capacity pemilik tempat tinggal.
Pendiri Airbnb mampu menangkap pains dari berbagai sudut pemegang kepentingan apa yang
mereka inginkan dan menjawabnya dengan mempertemukan para pelancong atau traveler dengan
para pemilik tempat tinggal. Ide yang sederhana dan membuat revolusi baru yang berdampak
besar ke revolusi di industri perhotelan untuk para turis dan pelancong.

2.3.2. Co-sensing (Merasakan Bersama): mengamati, mengamati, mengamati. Pergi ke


tempat yang paling potensial dan dengarkan dengan pikiran dan hati yang terbuka lebar

Faktor pembatas perubahan transformasional bukanlah kurangnya visi atau gagasan, tetapi
ketidakmampuan untuk merasakan – yaitu, untuk melihat secara mendalam, tajam, dan secara
kolektif. Ketika anggota kelompok melihat bersama-sama dengan kedalaman dan kejelasan,
mereka menjadi sadar akan potensi kolektif mereka – hampir seolah organ kolektif baru dari
pengelihatan dibuka. Goethe menjelaskannya: “Setiap objek, dengan maksud baik, membuka
organ penglihatan baru dalam diri kita”.

Ilmuwan kognitif Francisco Varela pernah mengatakan tentang sebuah eksperimen yang
telah dilakukan dengan anak-anak kucing baru lahir, yang matanya belum terbuka. Mereka
ditempatkan bersama dalam berpasangan, dengan satu di belakang yang lain sedemikian rupa
sehingga hanya kucing yang lebih rendah yang mampu bergerak. Kedua anak kucing mengalami
gerakan spasial yang sama, tapi semua kerja keras itu dilakukan oleh kucing yang lebih rendah.
Hasil dari percobaan ini adalah bahwa kucing yang lebih rendah belajar melihat cukup normal,
sedangkan kucing yang di atas tidak – kapasitasnya untuk melihat berkembang tidak memadai
dan lebih lambat. Percobaan ini menggambarkan bahwa kemampuan untuk melihat
dikembangkan dengan aktivitas seluruh organisme.

Dalam mengorganisasi pengetahuan manajemen, strategi, inovasi, dan pembelajaran, kita


seperti kucing yang di atas – kita bergantung pada kerja keras para ahli, konsultan, dan guru
untuk memberitahu kita bagaimana dunia bekerja. Untuk masalah sederhana, ini mungkin
merupakan pendekatan yang tepat. Tetapi jika Anda berada dalam bisnis inovasi, maka cara
kucing yang di atas tidak akan berfungsi. Hal terakhir yang tiap inovator sejati akan gantungkan
adalah persepsi. Ketika berinovasi, kita harus pergi sendiri, bicara dengan orang, dan tetap
berhubungan dengan isu sambil mereka berkembang. Tanpa hubungan langsung pada konteks
situasi, kita tidak dapat belajar melihat dan bertindak secara efektif.
Apa yang hilang dalam organisasi saat ini dan masyarakat kita adalah seperangkat praktek
yang memungkinkan penglihatan secara mendalam semacam ini – penginderaan – terjadi secara
kolektif dan melintasi batas-batas. Ketika penginderaan terjadi, kelompok sebagai kesatuan dapat
melihat peluang yang muncul dan kekuatan kunci sistemik dalam isu.

Tahapan kedua yang akan mengungkapkan realitas lebih jauh menurut kacamata para
pelaku sistem. Kunci sukses kita menjalankan tahapan kedua adalah kemampuan untuk turut
serta merasakan dari sisi mereka apa yang terjadi dan dialami. Yang kita dengarkan bisa
merupakan: kebutuhan, keprihatinan, kekhawatiran, kepedulian, aspirasi, nilai, keyakinan dan
kebiasaan yang menjadi suatu kepentingan bagi mereka. Dalam tahapan kedua, proses yang
terjadi adalah kita mulai membuka hati. Kita mendengar dengan menyatukan mata hati dan
kepedulian kita kepada semua pihak yang terlibat dalam mata rantai suatu ekosistem.

Arah perhatian kita di tahapan ini mulai beralih dari merasakan dunia luar sebagai objek
kita menjadi subjek (bersama diri kita). Ini termasuk merasakan apa yang mereka (pihak
disekitar kita) rasakan terhadap diri kita. Fokus kita merasakan apa saja proses mental yang
terjadi didalam diri kita secara individu dan organisasi. Proses mental di organisasi bisa meliputi
rasa seperti tertekan, terpaksa, tersekat, terpinggirkan, terabaikan, terbantu, terpojok, dan
seterusnya. Dalam proses ini ada bagian merasakan efek tata nilai dan keyakinan yang ada
dimana secara historis dan budaya telah turut mempengaruhi proses dalam memaknai apa yang
terjadi dan hubungan antara diri kita dengan orang lain, lingkungan dan seluruh stakeholder yang
ada. Apa belief kita yang menjadi identitas dan merupakan pegangan misi hidup kita. Apa yang
menjadi dasar pemikiran dari hubungan kita dengan orang lain dan lingkungan kita. Istilah yang
digunakan di tahapan kedua adalah Co-sensing. Proses merasakan di tahapan kedua
membutuhkan empati dari dalam hati. Diikuti dengan mempertanyakan apa yang menjadi asumsi
diri kita tentang apa yang benar dan apa yang keliru. Apa yang perlu dan apa yang tidak. Apa
yang boleh terjadi dan apa yang semestinya tidak terjadi. Tujuan kita melakukan proses ini
adalah untuk sampai pada tahapan melepaskan beban yang membatasi diri kita dari efektifitas
dan kreatifitas sebagai individu maupun organisasi. Pada proses kedua ini koneksi ‘merasakan’
terjadi ke berbagai partisipan dalam system. Dari mulai partisipan yang paling dominan sampai
ke mereka yang selama ini suaranya terabaikan. Dalam praktek di organisasi bisnis, pelaku yang
dimaksud bisa merupakan pelanggan heavy users, pelanggan yang marginal, supplier alternatif,
orang yang tidak mampu menjadi pelanggan (tidak mampu membeli, tidak terlayani), kompetitor
yang belum atau akan muncul, para karyawan talenta yang keluar, pembuat regulasi, anggota
keluarga para pengguna produk atau jasa, para desainer teknologi, dan seterusnya.

Di tahapan kedua ini kita diajak untuk merasakan dengan terlebih dulu meletakkan asumsi,
penilaian, sinisme, juga kekhawatiran kita jauh-jauh dari proses pemikiran kita. Tempat kita
merasakan berasal dari titik non judgemental dan murni hanya merasakan sampai kita bisa
masuk serta menghayati apa yang sedang terjadi yang dihayati dari kacamata pelaku atau
partisipan di system tersebut. Ketika melakukan proses ini kita masuk dalam kondisi yang
disebut Open Heart. Hati kita terbuka untuk menerima dan menghayati apa saja yang selama ini
dirasakan oleh anggota suatu system. Dalam melalui proses ini bisa jadi akan timbul
ketidaknyamanan karena kita akan masuk ke garis batas rasa bersalah atau takut ketika sebagai
satu kelompok kita dapat dengan lebih jelas melihat diri sendiri secara transparan dari sisi empati
perspektif orang atau pihak lain. Tidak jarang proses ini juga merupakan proses yang dapat
menimbulkan penyangkalan dan penolakan. Transformasi leader kebanyakan berhenti disini
karena terjadinya penolakan atau penyangkalan ketika masuk merasakan bagaimana diri mereka
dilihat dari sisi multi dimensi para pelaku lain di system. Biasanya belief system, values maupun
asumsi lain yang lebih berdasar kepada pemahaman sepihak menjadi lebih dominan pada
individu yang ‘tersumbat’ dan cenderung merasa diri atau kelompoknya tidak mungkin keliru.
Transformasi di organisasi biasanya akan menjadi artefak atau simbol saja tanpa terjadinya
proses di tahapan kedua ini. Di tahap ini suatu organisasi akan dapat merasakan apa hal-hal yang
selama ini telah dilakukan secara kolektif yang justru tanpa disadari menjadi bagian dari
penyebab timbulnya masalah atau tantangan yang ada.

You can not understand the system unless

you changed it….

Kurt Lewin

Secara kolektif kita sebagai individu dan kelompok memiliki kecenderungan berpikir,
berperasaan, values dan keyakinan serta kebutuhan yang homogen sehingga tercipta pola
kolektif. Hal inilah yang tanpa disengaja dapat menjadi penghalang potensi tertinggi suatu
kelompok sekaligus menjadi sumber munculnya masalah. Proses macetnya perubahan kolektif
ini biasanya terjadi karena adanya homogenisasi atau terhalanginya diversifikasi pemikiran dan
anggota kelompok. Fenomena ini mengakibatkan pola berpikir dan komposisi mindset anggota-
anggota kelompoknya saling menguatkan kekeliruan menjadi distori organisasi atau kelompok.
Jika tahapan kedua ini dilalui organisasi dan para leadernya maka keberhasilan membuka
kesadaran baru akan tercapai dan mengantarkan kita masuk ketingkat keheningan dan
ketenangan yang amat diperlukan sebagai kondisi di tahapan ketiga. Dalam tahapan kedua ada
satu titik dimana kita perlu mengakui dengan legowo dan ikhlas apa yang telah menjadi beban
diri (value, belief, culture, kebiasaan, pola pikir) yang justru telah berkontribusi terhadap
terbentuknya masalah atau tantangan yang ada. Dititik pelepasan inilah secara kolektif organisasi
dan para leadernya mulai terhubung ke tingkatan jiwa (soul) serta kesadaran yang lebih dalam.

1) Beberapa pertanyaan dibawah ini yang bisa menjadi petunjuk untuk melakukan proses U
di tahapan kedua (untuk organisasi):
2) Apa situasi dan tantangan yang sedang terjadi saat ini? bagaimana situasi/tantangan ini
menurut apa yang dirasakan masing-masing para pelaku di sistem? Apa yang membuat
solusi menjadi buntu?
3) Apa saja suara yang menjadi keprihatinan dan aspirasi para pelaku di sistem yang ada?
Apa yang mereka alami sebagai sesuatu yang adil, membantu, dan membawa perubahan
kearah yang lebih baik bagi mereka?
4) Apa inisiatif yang diharapkan terjadi oleh anggota system? bagaimana inisiatif ini akan
menjawab tantangan pada skala system yang lebih besar lagi? Jika ada beberapa hal yang
perlu diubah, apa saja? Seperti apa perubahan ini akan terjadi seperti yang diharapkan
oleh anggota system?
5) Apa peran diri anda dalam situasi ini? Apa sikap yang anda ambil selama
ini?
Bagaimana anda melihat sikap anda untuk mengatasi situasi atau tantangan yang
ada?
6) Apa yang sebenarnya dirasakan oleh anggota sistem terhadap eksistensi organisasi anda?
(manfaat, concern, ekspektasi, peran, perubahan)
7) Apa yang menjadi asumsi anda? apakah asumsi ini fakta atau penilaian anda?
8) Bagaimana asumsi anda sudah membantu atau menghambat perbaikan situasi?
2.3.3. Presencing: terhubung ke sumber inspirasi dan kehendak bersama. Pergi ke tempat
keheningan dan biarkan pengetahuan dalam muncul

Di bagian bawah U, individu atau kelompok dalam perjalanan U datang ke ambang yang
membutuhkan “melepaskan” segala sesuatu yang tidak penting. Dalam banyak hal, batas ini
seperti gerbang di Yerusalem kuno yang disebut “The Needle”, yang begitu sempit sehingga
ketika unta dengan banyak bawaan mencapai itu, pengemudi unta harus melepaskan semua
barang bawaan itu agar unta dapat lewat – Sesuai Perjanjian Baru yang mengatakan bahwa
“Lebih mudah bagi seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya memasuki
kerajaan Allah”.

Pada saat yang sama, kita tanggalkan aspek diri yang tidak penting (melepaskan), kita juga
belajar membuka diri untuk aspek baru dari masa depan diri tertinggi kita (membiarkan datang).
Inti dari presencing adalah pengalaman kedatangan hal baru dan perubahan hal yang lama.
Setelah grup melintasi batas ini, tidak ada yang tetap sama. Anggota individu dan kelompok
sebagai keseluruhan mulai beroperasi dengan tingkat energi tinggi dan rasa kemungkinan masa
depan. Seringkali mereka kemudian mulai berfungsi sebagai kendaraan yang disengaja untuk
masa depan yang mereka rasa ingin muncul.

Terjadinya tahapan ketiga bukanlah proses yang otomatis namun merupakan upaya
lanjutan dari tahapan kedua. Ketika lingkaran perhatian para leaders berekspansi, realitas baru
akan tertangkap oleh persepsi leaders tersebut. Gerakan ketiga ini adalah menyatunya proses
‘merasakan’ dan ‘melihat’ serta ‘mendengarkan’ dari perspektif baru kedalam diri seorang
leader. Proses ‘being’ atau ‘menjadi diri’ inilah yang disebut Presence + Sensing atau
Presencing. Untuk sampai kepada tahapan ketiga ini seorang leader menggunakan proses
mendengar dari dalam dirinya dan berada pada apa yang disebut mendengar tingkatan
generative.

We fail to understand many things because we specialize too easily and too drastically,
philosophy, religion, psychology, natural science, sociology, etc., each has their own special
literature. There is nothing embracing the whole in its entirety.
Peter D Ouspensky

Ketika mendengar berada ditingkatan atau kondisi ini maka mendengar menjadi
menyimak, memperhatikan, merasakan dan membuka sanubari jiwa. Percakapan yang dilandasi
oleh mendengar tingkatan keempat ini menjadi wadah untuk memunculkan kemungkinan masa
depan yang berasal dari tempat perwujudan potensi diri tertinggi. Pada tahapan kedua dan ketiga
individu menggunakan skill leader adaptive yang disebut “on the balcony and in the dance”. Para
leader mampu barada diatas balcony untuk mengkaji pada saat diri mereka melakukan ‘dancing’.
Bagaimana mereka bisa berada pada lapisan balkon atau kesadaran yang lebih tinggi untuk
melihat diri sendiri dan pelaku lain secara utuh dan objektif. Di dasar proses U terjadi penyatuan
diri leader dengan apa yang ‘menjadi panggilannya’ dalam konteks kehidupan dan pekerjaan.
Proses ini merupakan landasan transformasi diri seorang leader yang membuat terhubungnya kita
dengan sumber mata air kehidupan. Makna dari dasar proses U ini adalah bagaimana seorang
leader dapat menembus lapisan terdalam diri. Momen terkoneksinya diri kita dengan sumber diri
membuat seolah segala sesuatunya tampak melambat dan anda dapat mengamati dengan jelas
apa yang terjadi ketika keheningan hadir. Dalam posisi ini anda merasakan ‘kebersihan’ dan
kondisi yang terbebas dari pewarnaan, pemaknaan yang berasal dari kultur, pengajaran,
kebiasaan yang mungkin membuat diri kita ‘merasa’ menjadi manusia yang lebih baik, lebih
tinggi, lebih terhormat dari yang lain. Dari tempat ini kita berada pada kesahajaan, memahami
diri kita yang hakekatnya berisi kasih dan kepedulian. Dari tempat ini terpampang keluasan dan
kedalaman atas apa yang kita lihat, rasakan dan dengarkan. Kita menemukan apa yang disebut
pencerahan jiwa.

Untuk sampai pada momen ini kita perlu melepaskan kebisingan, dan kegelisahan yang
disebabkan egoisme ataupun kekhawatiran diri kita. Dengan kata lain ketika kita melepaskan
‘bagasi’ yang selama ini membatasi diri, kita akan ‘menyambut’ hadirnya ‘identitas humanis’
dan ‘kemampuan’ baru diri kita. Disaat inilah kita akan dapat merasakan satunya diri kita dengan
‘alam’ atau lingkungan kita. Perasaan dan perhatian kita tidak terpusat hanya pada diri,
organisasi atau kelompok kita atau dunia luar sebagai objek. Perhatian periferal kita melebar
kearah multidimensi menjadi satu dengan kepekaan merasakan dari berbagai titik penjuru
elemen pelaku di sistem kehidupan. Perasaan dan insting kita menajam terhadap apa yang terjadi
di dalam dan di luar diri kita. Semua seolah terhubung dan tidak ada yang dinamakan kebetulan.
Masuknya diri kita ketahapan ketiga tidak terlepas dari proses untuk menyerahkan dan
menyatukan diri serta komitmen untuk menjadi leader yang “melayani”. Jika kita masih lekat
dengan memegang kekuasaan, kontrol, dominan dalam hirarkis dan analitikal maka kita akan
sulit untuk masuk ke tahapan ketiga. Salah satu belief yang paling penting dari tahapan ketiga
untuk ditanamkan adalah menyadari, menerima dan mengakui bahwa ada kesamaan dan
kesetaraan di diri tiap insan manusia. Dirinya tidak merasa lebih istimewa dari orang lain dan
menerima kenyataan bahwa dirinya juga sedang dalam proses belajar dan perlu memperbaiki
diri.

Kunci sukses suatu proses transformasi budaya organisasi secara tuntas terletak pada
terjadinya tahapan ketiga. Mecetnya proses transformasi untuk mencapai tujuan perubahan
budaya dan kinerja organisasi biasanya berakar dari tidak terjadinya penyelarasan mind and soul
para leaders untuk kembali pada pengabdian, pelayanan dan pembelajaran (learning to learn).
Proses perombakan struktur, strategi maupun personnel di top manajemen perusahaan besar tidak
akan berefek ke perubahan perilaku dan sikap organisasi. Perilaku dan sikap transaksional yang
dicontohkan para leader sehari-hari telah membentuk pola ketidakpedulian dan kepentingan
individual. Hanya ketika seorang pimpinan meleburkan dirinya ke medan kepentingan yang lebih
besar maka para leader akan mampu menggerakan SDM yang mempercayai dan menjalankan
transformasi.

Beberapa pertanyaan dibawah ini merupakan pointer untuk meninjau apakah proses U
tahapan ketiga terjadi di organisasi anda:

1) Bagaimana anda melihat evolusi dalam identitas, peran dan image diri/organisasi anda?
2) Apa yang anda/organisasi anda rasakan sebagai suatu bentuk masa depan yang akan lahir
dari evolusi diri/organisasi anda? Dimana potensi terbesar dari diri/organisasi anda akan
muncul?
3) Jika anda melihat dari perspektif yang lebih luas, apa yang sedang anda coba lakukan?
apa yang menjadi perjalanan misi anda/organisasi anda?
4) Bagaimana dalam perjalanan ini anda menjadi contoh perubahan? Apakah perubahan
sikap ini penting untuk diikuti dan ditanamkan sebagai bagian perubahan budaya?
5) Sejauh mana apa yang dikatakan dan dilakukan para leaders di organisasi anda menjadi
inspirasi bagi karyawan dan mendorong terwujudnya perubahan organisasi anda? berikan
contoh konkritnya?
6) Bagaimana anda melihat warisan yang akan ditinggalkan oleh anda atau organisasi anda
kepada generasi berikutnya? Apa sejarah yang telah anda buat di diri, keluarga,
masyarakat ataupun oleh organisasi anda?

2.3.4. Co-creating (Mencipta Bersama): membentuk dasar (prototype) hal baru dalam
contoh nyata untuk mengeksplor masa depan dengan bertindak

Saya sering bekerja dengan orang-orang yang terlatih seperti insinyur, ilmuwan, manajer,
dan ekonom. Tapi ketika datang ke inovasi, kita semua telah menerima pendidikan yang salah.
Dalam semua pelatihan dan pendidikan, satu ketrampilan penting hilang: seni dan praktek
membentuk dasar. Itulah apa yang Anda pelajari ketika Anda menjadi seorang desainer. Apa
yang dipelajari desainer adalah kebalikan dari apa yang disosialisasikan dan bisakan untuk kita
lakukan.

Saya masih ingat kunjungan pertama saya ke sebuah sekolah seni dan desain ketika saya
adalah seorang mahasiswa doktoral di Jerman. Karena saya telah menerbitkan sebuah buku
tentang estetika dan manajemen, seorang profesor desain di Berlin Academy of Arts, Nick
Roericht, mengundang saya untuk mengajar bersamanya dalam sebuah lokakarya. Malam
sebelum lokakarya, saya diundang untuk bertemu dengan Roericht dan lingkaran kelompoknya
di loteng apartemennya. Saya sangat ingin bertemu kelompok itu dan melihat bagaimana
desainer terkenal menata loteng apartemen Berlinnya. Saat saya datang, saya terkejut. Loteng itu
luas, indah – tapi hampir kosong. Di sudut dapur yang sangat kecil berdiri sebuah wastafel,
mesin espresso, beberapa cangkir, dan meja dapur kuasi. Tapi tidak ada lemari. Tidak ada mesin
cuci. Tidak ada meja di ruang utama. Tidak ada kursi. Tidak ada sofa. Tidak ada kecuali
beberapa bantal untuk duduk.

Kami memiliki malam yang hebat, dan kemudian saya mengetahui bahwa loteng kosong
itu merefleksikan pendekatannya akan membangun dasar. Misalnya, ketika ia mengembangkan
desain prototipe interior untuk kantor dekan di sekolah, dia mengeluarkan semua perabotan dan
kemudian melihat apa yang terjadi di sana. Roericht dan murid-muridnya kemudian
melengkapinya sesuai kebutuhan kepala sekolah yang sebenarnya – pertemuan yang
dilakukannya dan semacamnya – menyediakan objek dan perabotan yang dibutuhkan dalam
kenyataan. Membangun dasar menuntut bahwa pertama-tama Anda harus mengosongkan semua
benda (melepaskan). Kemudian Anda menentukan apa yang benar-benar butuhkan (biarkan
datang) dan menyediakan solusi prototipe untuk kebutuhan nyata. Anda mengamati dan
beradaptasi berdasarkan apa yang terjadi selanjutnya.

Ini adalah pelajaran yang berharga bagi saya. Saya berpikir: Nak, jika profesor desain
terkenal ini memiliki loteng tanpa apa-apa di dalamnya, kenapa sekolah-sekolah manajemen
terbaik dan semua pemikir manajemen terkenal tidak bisa membuat desain organisasi yang sama-
sama simpel yang membuang semua birokrasi yang tidak berfungsi?

Keesokan harinya kami mulai lokakarya sekitar pukul 1. Tugasnya adalah menciptakan
papan permainan untuk semua cara yang ada dan alternatif dalam mengatur ekonomi lokal dan
global. Sebuah tantangan desain yang cukup ambisius, pikirku. Tapi apa yang dikatakan Roericht
berikutnya benar-benar mengagetkanku: “Oke, sekarang bagi menjadi beberapa kelompok. Jam 5
tiap kelompok mempresentasikan prototipe pertamanya”. Saya tercengang. Di dunia ekonomi
dan manajemenku, reaksi untuk tugas desain seperti ini seharusnya: “Pertama, itu terlalu besar.
Anda harus mempersempit pertanyaannya. Dua, jika kamu melakukannya, butuh waktu setahun
atau lebih untuk meninjau semua pekerjaan yang harus dilakukan mengenai topik itu. Lalu
muncul dengan kesimpulan dan mungkin masukan untuk apa yang dilakukan selanjutnya”. Tapi
maju dengan prototipe dalam waktu empat jam? Pelatihan profesional saya bersikeras bahwa
pendekatan ini kurang mendalam dan kurang dari segi metode. Tapi yang tidak saya sadar
sebelumnya adalah maju dengan prototipe kurang dari empat jam adalah metodenya. Saat
metode konvensional berdasarkan pada penetrasi analitis, lalu buat desain cetak biru, lalu
membangunnya, metode prototipe bekerja dengan berbeda. Pertama memperjelas pertanyaannya,
kemudian amati, lalu bangun agar lebih dapat mengamati, lalu beradaptasi dan sebagainya.

Jadi, prototipe bukanlah tahap yang datang setelah analisis. Prototipe adalah bagian dari
proses penginderaan dan penemuan di mana kita mengeksplorasi masa depan dengan bertindak
bukan dengan berpikir dan merefleksikan. Ini adalah seperti titik sederhana – tapi saya telah
menemukan bahwa proses inovasi dari banyak organisasi berhenti di sana, di metode analisis
lama tentang “kelumpuhan analisis”.
Gerakan co-creation dari perjalanan U menghasilkan satu set contoh kehidupan kecil yang
mengeksplorasi masa depan dengan bertindak. Ini juga menghasilkan jaringan pencipta
perubahan yang bersemangat dan dengan cepat berkembang yang meningkatkan pembelajaran
mereka di seluruh prototipe dan yang saling membantu dalam menghadapi tantangan inovasi
apapun yang mereka hadapi.

Never doubt that a small group of thoughtful, committed, citizens can change the world

Margareth Mead

Beberapa pertanyaan dibawah ini bisa menjadi acuan untuk mengetahui sejauh mana
proses U tahapan keempat terjadi di organisasi anda:

1) Bagaimana anda mempraktekkan perubahan yang diperlukan diri/organisasi anda?


2) Bagaimana para leaders menyambut perubahan dan praktek baru mereka dalam
menerapkan proses perubahan?
3) Bagaimana proses feedback terhadap perubahan ataupun penyempurnaan dijalankan?
4) Sejauh mana mekanisme perbaikan bisa langsung dipraktekkan dengan segera?
5) Apa yang masih menjadi penghambat dan perlu ditangani dengan segera?
6) Bagaimana para leader menggunakan pola mendengar dan berkomunikasi dari level
empati dan generative?

2.3.5. Co-evolving (Berkembang Bersama): mewujudkan hal baru dalam ekosistem yang
memfasilitasi penglihatan dan tindakan dari keseluruhan

Setelah kita mengembangkan beberapa prototipe dan mikrokosmos yang baru, langkah
selanjutnya adalah meninjau apa yang telah dipelajari – apa yang bekerja dan tidak – dan
kemudian menentukan prototipe mana yang memiliki dampak tertinggi pada sistem atau situasi
yang ada. Datang dengan penilaian suara pada tahap ini seringkali memerlukan keterlibatan
pemangku kepentingan dari lembaga dan sektor lain. Seringkali, apa yang Anda pikir akan Anda
buat di awal proses U berbeda dari apa yang akhirnya muncul.

Hasil gerakan co-evolving di ekosistem inovasi yang menghubungkan inisiatif prototipe


tinggi dengan institusi dan pelaku yang dapat membantu membawa ke tingkat berikutnya dalam
uji coba dan penilaian.
Lima gerakan U berlaku baik di tingkat makro dari proyek inovasi dan arsitektur
perubahan serta tingkat meso dan mikro dari kelompok percakapan atau interaksi satu lawan
satu. Dalam seni bela diri Anda pergi melalui U dalam sepersekian detik. Ketika diterapkan
untuk proyek-proyek inovasi besar, proses U terbentang selama periode yang lebih lama dan
dalam bentuk yang berbeda. Jadi, komposisi tim di proyek-proyek seperti biasanya berubah dan
beradaptasi untuk beberapa tingkat setelah setiap gerakan.

Ketika masuk ke tahapan kelima maka apa yang menjadi cetusan inspirasi yang diperoleh
dari tahapan ketiga dan keempat perlu tetap terhubung ke sumber diri kita yang terdalam.
Tahapan kelima pada dasarnya adalah penghayatan skala penuh dari proses transformasi atau
inovasi atau solusi yang dijalankan. Para leader memiliki Infrastruktur untuk mereview dan
memberi feedback secara instan atas perubahan yang terjadi sebagai efek di medan ekosistem.
Intensitas hubungan kepada stakehoder dan sistem menjadi bagian yang perlu dirawat oleh para
leader di gerakan ini.

When my knowledge is helpful to the various practitioners in the field – that is the moment when
I know that I know….

Edgar Schein

Proses untuk sampai ke tahapan kelima membutuhkan stamina empat dimensi energi:
mental, emosional, spiritual dan fisik dari seorang leader. Mereka perlu berlatih untuk secara
rutin agar mampu memberikan tambahan batere energi empat dimensi. Para leader yang mampu
membawa tahapan kelima mengembangkan agility dan endurance. Mereka merawat kesehatan
jasmani dengan baik, menjaga nutrisi makan dan minum, mengelola ritme emosi dan
memperkuat hubungan spiritual dengan sumber dirinya. Tantangan dan dinamika proses
transformasi akan menimbulkan ketegangan yang menguras energi. Para leader di tahapan ini
melakukan penghayatan utuh dalam proses berpikir-berperasaan dan berperilaku. Kunci tahapan
kelima ada di praktek kontinyu. Para leader berlatih terus mengkondisikan adanya ruang
keheningan dan ketenangan ditengah situasi tekanan dan perubahan yang ada.

Dalam tahapan kelima ini Otto Scharmer menyebutkan bahwa kita perlu menyatukan
intelegensi ‘head-heart and gut’. Ketika head atau akal terlalu kuat maka tidak jarang seorang
leader menggunakan logika dan pikiran transaksional. Ini bukannya tidak perlu namun
penggunaan ‘head’ yang dominan akan menyebabkan sikap dan tindakan yang biasanya didasari
rasa kekhawatiran. Proses penyatuan head-heart dan gut membantu memantapkan pikiran ketika
berada pada posisi ragu ragu. Penggunaan heart memberi arah agar diri kita merasakan apa yang
benar dan musti dilakukan. Penggunaan gut memunculkan keberanian mengambil tindakan.
Kombinasi trio head-heart-gut membuat seorang leader terasah untuk secara instinktif menjadi
peka, berwawasan, antisipatif, inspiratif, responsif, kreatif dan berani mengambil keputusan pada
saat yang tepat dan sulit.

Pada tahapan kelima ini menurut Joseph Jaworski yang penting adalah para leader perlu
menjaga pada jalur kompas niatan mereka yang lebih luas dari kepentingan diri sendiri. Leader
yang tertransformasi adalah mereka yang terhubung ke eco (lingkungan) dan melepas ego.
Berani mengatakan apa adanya (authentic), tidak berbohong kepada diri sendiri (self truth) dan
dengan tegas mengatakan tidak untuk hal hal yang tidak selaras dengan value humanismenya.
Pola ini bukan hanya menjadi tindakan sesaat tetapi sikap yang tercermin dalam perilaku
keseharian. Mungkin hal ini terdengar idealis namun menurut Simone Amber, seorang leader
dari Schlumberger yang merupakan inovator di corporate social responsibility, beliau
mengatakan: “Ketika kita benar benar mempertahankan niat sejati diri kita sebagai manusia,
berani jujur, dan melangkah, maka pintu akan mulai terbuka. Walaupun ada kesulitan namun
dengan upaya anda kemudahan akan tetap diberikan, sepertinya jalur untuk anda dibentangkan
olehNya”. Pada tahapan kelima ini para leader tidak berhenti hanya memperbaiki ide dan
menjalankannya namun mereka tetap merasakan apa yang terjadi di medan dan cepat menangkap
setiap kesempatan yang muncul. Mereka fokus memperhatikan dan peka mendengar munculnya
setiap kemungkinan, kesempatan baru dan menindaklanjuti secara instan dengan operasional diri
yang terkoneksi ke purpose, misi, nilai-nilai dan kepentingan ekosistem yang lebih luas.

Beberapa pertanyaan dibawah ini bisa menjadi pointer untuk mengecek apakah proses U
tahapan keempat terjadi di organisasi anda:

1) Apa inovasi atau terobosan baru yang anda lakukan dalam level perilaku, sikap dan
mindset para leader maupun diri anda sendiri?
2) Bagaimana anggota sistem di lingkungan bisnis anda merespon terobosan baru ini?
Pencapaian apa yang telah berhasil dilakukan? mana yang masih belum menunjukan
hasil? Apa pembelajaran yang dilalui dari proses penerapan perubahan?
3) Perubahan apa yang telah terjadi dengan para leaders yang ada di organisasi anda? Apa
perbedaan mendasar dari cara organisasi anda mengelola hubungan dengan komponen
system yang ada (antara sebelum dan sesudah transformasi)?
4) Seberapa solid perubahan di tingkat mindset dan perilaku telah terjadi di para leader
organisasi anda? Bagaimana mempertahankan momentum ini terhadap tantangan yang
akan muncul di masa datang?
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

1) Theory U adalah metode manajemen perubahan dan judul buku karya Otto Scharmer.
Theory U merupakan pendekatan holistik untuk proses transformasi individual sampai
skala organisasi besar.

2) Peran teori U ada 3 langkah sebagai berikut :


a. Langkah pertama : berhenti downloading dan mulai mendengarkan.
b. Gerakan kedua Brian Arthur sebut sebagai “mundur dan mencerminkan.
c. Gerakan ketiga, menurut Brian Arthur, adalah tentang bertindak seketika.

3) Proses teori U ada 5 langkah sebagai berikut :


1. Co-initiating (Mulai Bersama): membangun niat umum. Berhenti dan dengarkan
orang lain serta panggilan kehidupan apa yang harus Anda lakukan
2. Co-sensing (Merasakan Bersama): mengamati, mengamati, mengamati. Pergi ke
tempat yang paling potensial dan dengarkan dengan pikiran dan hati yang terbuka
lebar
3. Presencing: terhubung ke sumber inspirasi dan kehendak bersama. Pergi ke tempat
keheningan dan biarkan pengetahuan dalam muncul.

4. Co-creating (Mencipta Bersama): membentuk dasar (prototype) hal baru dalam contoh
nyata untuk mengeksplor masa depan dengan bertindak
5. Co-evolving (Berkembang Bersama): mewujudkan hal baru dalam ekosistem yang
memfasilitasi penglihatan dan tindakan dari keseluruhan.

3.2 Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami perlu kritik dan saran yang
membangun untuk kebaikan makalah ini.
Daftar Pustaka

https://feybelumuru.wordpress.com/2012/07/26/tentang-teori-u/

https://genagraris.id/see/teori-u-and-ekplorasi-manusia-sejati

Вам также может понравиться