Вы находитесь на странице: 1из 39

Laporan Pasien Stase Jaringan RSUD Bendan

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 7 TAHUN 3 BULAN DENGAN HENOCH

SCöNLEIN PURPURA, OBESITAS, PERAWAKAN NORMAL, BERAT BADAN

LEBIH

Oleh :
Faiza Risty Aryanti Septarini

Pembimbing :
dr. Tri Kusumawardhani, SpA

PPDS - l DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FK. UNDIP/RS Dr. KARIADI SEMARANG
2019

0
PENDAHULUAN

Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan vasculitis tersering pada anak-anak


yang mengenai pembuluh darah keil dimediasi oleh deposisi kompleks imun-
immunoglobulin A (IgA). Insidensi bervariasi 8-20 per 100.000 anak. Etiologi dari
kelainan ini belum sepenuhnya diketahui, tetapi pajanan terhadap antigen seperti agen
infeksi atau obat dapat sebagai pemicu timbulnya respon imunologis.1,2
Manifestasi klinis yang dominan adalah purpura yang timbul atau ptekie, artritis
dan nyeri abdomen, dan dapat pula mengenai organ lain seperti manifestasi nefritis.
Kebanyakan dari kelainan ini bersifat self-limited disease, tetapi dapat pula menyebabkan
komplikasi seperti perdarahan intestinal atau intususepsi.3
Terapi kortikosteroid pada kelainan ini terbukti mengurangi gejala kutaneus,
gejala abdomen dan sendi tetapi tidak terbukti mencegah berkembangnya nefritis. Pada
kasus HSP berat, pada keadaan nefritis-HSP berat dapat digunakan kombinasi terapi
termasuk imunosupresan.1
Obesitas merupakan masalah kesehatan dunia, dimana peningkatan obesitas juga
diikuti peningkatan komorbiditas seperti peningkatan tekanan darah, aterosklerosis,
hipertrofi ventrikel kiri, sumbatan jalan nafas saat tidur, asma, diabetes mellitus tipe – 2,
perlemakan hati, abnormalitas kadar lipid darah dan sindroma metabolik. Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, data anak obesitas tahun 2013 11,9%,
dimana 8,8% nya adalah usia 5-12 tahun.4
Pada laporan ini akan dibahas kasus seorang anak laki-laki usia 7 tahun 3 bulan
dengan Henoch-Schonlein Purpura dengan obesitas, perawakan normal, berat badan lebih
yang dirawat di bangsal anak Sekar Jagad RSUD Bendan Pekalongan pada bulan Februari
2019.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. AN
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 7 tahun 3 bulan /01 November 2011
Alamat : Jalan Dahlia No 10, Pekalongan
Agama : Islam
No CM : 82833
Bangsal : Sekar Jagad
Masuk rumah sakit : 22 Februari 2019
Keluar rumah sakit : 28 Februari 2019

Nama ayah : Tn. AS


Umur : 45 tahun
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Penghasilan : ± Rp 1.800.000,-/bulan

Nama ibu : Ny. H


Umur : 42 tahun
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan ibu : -

B. DATA DASAR
(Alloanamnesis dengan ayah pasien tanggal 23 Februari 2019, jam 09.00 WIB, di
Bansal Sekar Jagad, pada hari perawatan 1)

2
Keluhan utama : Timbul bintik – bintik merah di kedua kaki
Riwayat penyakit sekarang :
+ 5 hari sebelum masuk RS anak demam tidak terlalu tinggi, batuk (+), pilek (-
), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tenggorok (+), sesak (-), mual (-), muntah (-).
Muncul bintik-bintik seperti digigit nyamuk (-), BAB dan BAK seperti biasa. Orang
tua membawa anak berobat ke puskesmas, diberi tiga macam obat, paracetamol, obat
batuk dan vitamin yang diminum 3 kali sehari. Keluhan demam dan batuk membaik.
Anak beraktivitas seperti biasa.
+ 1 hari sebelum masuk RS, anak mengeluh muncul bintik-bintik merah di
kedua tungkai bawah dalam dua jam bertambah banyak hingga ke bagian pantat.
Didapatkan rasa nyeri di kedua lutut tetapi pasien masih dapat berjalan. Pasien juga
mengeluh mual dan muntah sebanyak 5 kali per hari, isi seperti yang
dimakanan/minuman, nyeri perut (+). BAB kehitaman (-), BAB disertai lendir (-),
darah (-), anak belum BAB sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, kentut (+). BAK
kemerahan (-), BAK terakhir 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Anak masih bisa
makan dan minum sedikit-sedikit.
Anak sudah terlihat gemuk sejak TK, anak senang makan dan jajan di sekolah,
riwayat mengorok saat tidur atau henti nafas saat tidur (-), riwayat sering haus (-),
sering lapar (-), sering kencing terutama tangah malam (-). Anak lebih senang main
game bersama teman-teman dirumah.
Saat di IGD RSUD Bendan, anak sadar, tampak palpable purpura tersebar
merata di kedua tungkai, lengan kanan dan kiri dan pantat. Pemeriksaan fisik
didapatkan tanda vital laju nadi 96 kali per menit, suhu 36,60C, laju nafas 20 kali per
menit, tekanan darah 120/70 mmHg (P50-90). Mukosa mulut tampak kering, Pada
abdomen tidak didapatkan masa pada palpasi abdomen, didapatkan nyeri tekan
epigastrium, hepar dan lien tak teraba. Pada ekstremitas atas dan bawah terdapat
purpura palpable tersebar merata, nyeri (-). Hemodinamik stabil, kemudian dilakukan
pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, gambaran darah tepi, elektrolit, gula darah
sewaktu, kalsium, ureum, creatinin, urin rutin, pemeriksaan darah samar.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
- Anak belum pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


- Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama
- Ayah memiliki perawakan gemuk sejak SMA

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Riwayat kehamilan Ibu
Lahir dari ibu G2P1A0, 35 tahun, aterm. Saat hamil periksa ke bidan lebih dari
4 kali, diberi tablet tambah darah serta suntikan TT 1 kali. Tidak pernah sakit saat
hamil, tidak pernah mengalami perdarahan, tidak pernah demam saat hamil atau
menjelang persalinan, tidak pernah minum obat-obatan di luar yang diberikan bidan.

Riwayat kelahiran
Anak lahir ditolong bidan, di rumah bidan, aterm, lahir spontan, air ketuban
pecah sebelum persalinan, lahir langsung menangis, tidak sesak, tidak biru-biru, berat
lahir 3200 gram, panjang lahir 49 cm.

Riwayat pasca lahir


Anak dibawa ke posyandu puskesmas untuk kontrol dan imunisasi rutin,
keadaan anak baik, tidak ada riwayat kuning, kejang, biru-biru.

Penderita merupakan anak kedua dari 2 bersaudara.


Jumlah anak meninggal : - Keguguran :-
Ibu kawin ke : 1 Ayah kawin ke- : 1
Lama perkawinan : 12 tahun

4
Riwayat Persalinan Keadaan saat ini
No L/P Umur
(berat/keadaan lahir/penolong) (sehat/sakit/meninggal)
1 L Lahir aterm, BBLN, Spontan, 10 th Sehat
2. L Lahir aterm, BBLN, Spontan, lahir 7 th Sakit ini
di bidan, BBL 3.200 gram, PB 49
cm
Pohon Keluarga

II

III

Gambar 1. Pohon keluarga pasien


f. Riwayat Nutrisi
- 0-4 bulan : Anak mendapatkan ASI sejak lahir semau anak.
- 4 bulan – 1 tahun : susu formula 8 kali sehari @90-120 ml, bubur serelac 3 x 1
mangkuk, pisang lumat ½- 1 buah, habis
- 1 tahun – sekarang : nasi 4 x 1 porsi (telur/tahu/tempe/ayam/daging), susu formula
dancow 2-3 x @ 200 ml
Kesan : ASI tidak eksklusif, kualitas dan kuantitas lebih.

g. Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan :
- Berat lahir 3200 gram, panjang lahir 49 cm, lingkar kepala lupa.
- Saat ini usia 7 tahun 3 bulan : berat badan 40 kg, panjang badan 120 cm
WAZ : 3,4 SD
HAZ : -0,65 SD

5
BMI : 5,15 SD (IMT >P95)
- Kesan pertumbuhan : Cross sectional : Obesse, perawakan normal, berat badan
lebih. longitudinal: menjauhi garis median
Perkembangan :
- Anak saat ini kelas 2 SD, dapat mengikuti pelajaran di kelas, tidak pernah
dikatakan sulit mengikuti pelajaran yang diberikan. Dapat bergaul dengan teman
sebayanya.
Kesan : Perkembangan sesuai usia
h. Riwayat Imunisasi
- BCG : usia 2 bulan, scar (+)
- Polio : 4 kali, usia 0, 2, 3, 4 bulan
- Hepatitis B : 4 kali, usia 0, 2, 3, 4 bulan
- Hib : 3 kali, usia 2, 3, 4 bulan
- DPT : 3 kali 2, 3, 4 bulan, booster (+) usia 6 tahun
- Campak : 1 kali, usia 9 bulan, booster (+) usia 6 tahun
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, booster (+)

i. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Sosial ekonomi :
Ayah bekerja sebagai buruh pabrik, ibu sebagai ibu rumah tangga, dengan
penghasilan ± Rp 1.800.000,-/bulan. Menanggung 2 orang anak belum mandiri.
Biaya pengobatan ditanggung BPJS kelas II.
Kesan status ekonomi cukup

C. PEMERIKSAAN FISIK
(Diperiksa pertama kali pada hari Sabtu, 23 Februari 2019 jam 10.00 WIB hari perawatan
ke-1)
Anak perempuan, umur 7 tahun 3 bulan, berat badan 40 kg, panjang badan 120 cm.
Kesan umum : sadar, pucat (-), purpura pada ekstremitas superior dan inferior
Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 : 15

6
Tekanan Darah : 120/80 mmHg (P50-90)
Denyut jantung : 102 x/menit, reguler
Nadi : reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : frekuensi napas 24 kali/menit, reguler
Suhu aksila : 37,8 oC (aksiler)
Saturasi O2 : 98 %.
Skala nyeri : 4 (Skala nyeri VAS)

Wajah : purpura (-), hirsutism (-)


Mata : conjunctiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor  2
mm/2 mm, refleks kornea, bulu mata, dan cahaya (+) normal
Telinga : serumen (-)/(-), discharge (-)/(-)
Hidung : nafas cuping (-), discharge (-)/(-)
Mulut : Bibir dan mukosa : kering (-), stomatitis (-)
Lidah : sianosis (-), T2-2, faring hiperemis (+), detritus (-), kripte
melebar (-)
Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), acantosis nigrikan (+)
Dada :
Paru
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : stem fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler sinistra = dextra,
suara tambahan : hantaran (-)/(-), ronkhi (-)/(-), wheezing (-
)/(-).

Vesikuler
depan
Belakang

7
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tak tampak,
Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga IV di garis medioklavicularis
sinistra, iktus kordis tidak kuat angkat, tidak melebar, tidak ada
thrill
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, irama reguler, tidak ada gallop,
bising (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, drum contour (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), epigastrium, defans muskular (-), massa
(-). Hati tidak teraba, Limpa S0
Genital : laki-laki, OUE hiperemis (-), mikropenis (-), testis +/+
Pantat : purpura palpable, multipel, Ø 1-2 cm, nyeri tekan (-)
Anggota gerak : superior inferior
dekstra / sinistra dekstra / sinistra
Pucat : +/+ +/+
Akral dingin : -/- -/-
Capillary refill : <2” <2”
Palpable purpura : +/+ +/+

8
Gambar 2. Foto pasien saat perawatan hari ke 1 di bangsal anak rumah sakit Bendan.

Pemeriksaan Khusus
Anthropometri
Laki-laki, usia 7 tahun 3 bulan, BB 40 kg, PB 120 cm
WHO Antropometri :
WAZ : 3,4 SD
HAZ : -0,65 SD
BMI : 5,15 SD
Kesan :
- Cross sectional : Obesse, perawakan normal, BB lebih
- Longitudinal : menjauhi garis median

9
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Darah (22/2/2019)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hemoglobin 12,6 g/dl 11,5 – 16,5
Leukosit 11,85 103/µl 4,0 – 10
Hematokrit 36,9 % 35 – 49
Trombosit 292 103/µl 150 – 450
Eritrosit 4,5 106/µl 4,1 – 5,8
RDW 11,4 % 9.0 – 13.0
MCV 81,5 fl 79 – 99
MCH 27,8 Pg 27 – 31
MCHC 34,1 g/dl 33 – 37

Kimia klinik Hasil Satuan Nilai Rujukan


GDS 93 mg/dL 80-160
Ureum 26 mg/dL 15-39
Creatinin 0,3 Mg/dL 0,60-1,30
Calsium 2,27 mg/dL 2,12-2,52
Natrium 133 mmol/L 136-145
Kalium 4,0 mmol/L 3,5-5,1

10
Chlorida 98 mmol/L 98-107
Kesan : peningkatan jumlah leukosit
Periksaan urin rutin : 22/2/19
Nilai normal 22/3/19 Nilai normal 22/3/19
Warna - Kuning Sedimen -
Kejernihan - Jernih Epitel 0,0 – 40,0 1-2/LPB
Berat jenis 1.003-1.025 1.005 Leukosit 0,0 – 20,0 0-2/LPB
pH 4,8-7,4 7 Eritrosit 0,0 – 25,0 1-2/LPB
Protein Neg Neg Bakteri 0,0 – 100,0 Neg
Reduksi Neg Neg Epitel silinder Neg Neg
Nitrit Neg Neg Silinder eritrosit Neg Neg
Leukosit Neg Neg Silinder leukosit Neg Neg
esterase
Kesan : dalam batas normal

D. DAFTAR PERMASALAHAN
- Batuk
- Demam subfebril
- Nyeri perut
- Nyeri sendi
- Mual
- Muntah
- Palpable purpura
- Obesse
- Peningkatan jumlah leukosit

E. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Banding
I. Henoch Schönlein Purpura
Dd/ drug hypersentivity vasculitis
II Upper respiratory track infection
III Obesse, perawakan normal, BB normal

11
b. Diagnosis Kerja
1. Diagnosis Utama : Henoch Schönlein Purpura (D69.0)
2. Diagnosis Komorbid : Infeksi Saluran Nafas Atas (J06.9)
3. Diagnosis komplikasi :-
4. Status gizi : Obesse, perawakan normal, BB normal (E66.01)
5. Status Imunisasi : imunisasi dasar lengkap, sesuai usia, booster (+)
6. Status pertumbuhan : N2, menjauhi garis median
7. Status perkembangan : perkembangan sesuai usia
8. Status sosial ekonomi : Sosial ekonomi cukup

G. RENCANA PENGELOLAAN
a. Rencana Pengobatan dan Diet
- Infus RL 1440/60/15 tetes per menit makro
- Injeksi Methylprednisolon 25 mg/8 jam (1,8 mg/kg/hari)
- Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
- Injeksi Ondancentron 4 mg/8 jam
- PO : amoxicilin 3 x 500 mg
Paracetamol 3 x 500 mg (jika t > 380C atau nyeri)
Diet: 3 x nasi + 3 x 200 ml susu Dancow

Kecukupan nutrisi
Kebutuhan 24 jam Cairan (D) Kalori (RDA) Protein
1900 cc 1850 kkal 25 gr
RL 1440 - -
3 x nasi 300 1258 47,5
3 x 200 cc Dancow 600 420 26,4
TOTAL 2.340 1.678 73,9
% Kecukupan 123% 90,7% 295%

12
b. Rencana Pemeriksaan
USG abdomen jika didapatkan tanda akut andomen, atau nyeri perut menetap
Pemeriksaan C3, C4  tidak ada fasilitas
Pemeriksaan urin rutin evaluasi 3 bulan kemudian
c. Rencana Perawatan
- Mencukupi kebutuhan nutrisi dan cairan
- Evaluasi derajat nyeri
- Memberikan edukasi kepada orang tua
- Memberikan perasaan nyaman kepada penderita di ruangan.
d. Rencana Pemantauan
- Pemantauan tingkat kesadaran dan status neurologis untuk mencari gejala dan
tanda keterlibatan SSP
- Pemantauan tanda akut abdomen
- Pemantauan diuresis dan kelainan pada urin, pemantauan fungsi ginjal
- Pemantauan akseptabilitas diet, berat badan perhari
- Pemantauan respon dan efek samping pengobatan yang diberikan
- Pemantauan tekanan darah per 12 jam
-
e. Rencana KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
- Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang akan dilakukan, pengobatan
yang akan diberikan, kemungkinan kambuh, serta prognosis penderita.
- Menjelaskan tentang pentingnya pencegahan infeksi sebagai faktor pencetus
- Menjelaskan pada orang tua dan anak untuk rutin meminum obat yang diberikan
dan kontrol ke poli anak
- Menjelaskan kepada anak dan orang tua pentingnya melakukan evaluasi
kekambuhan dan pemantauan fungsi ginjal tiap 3 bulan awal, sesuai buku
pemantauan anak dengan HSP yang diberikan agar dapat dilakukan deteksi dini
jika didapatkan manifestasi pada ginjal.

13
- Edukasi kepada orang tua jika anak mengalami gangguan fungsi ginjal, berupa
kemerahan pada urin, adanya protein pada urin yang menetap, anak membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut seperti biopsi ginjal untuk menetukan terapi selanjutnya.
- Edukasi pada anak dan orang tua, bahwa berat badan anak termasuk kriteria
obesse, sehingga dianjurkan untuk mempertahankan berat badan ideal, mengatur
pola makan sesuai yang disarankan, mengurangi gaya hidup sedentari, menambah
aktivitas fisik, dan perbanyak makan serat.

14
FOLLOW-UP

HP Ke-2 HP Ke-3
(24 Februari 2019 ) (25 Februari 2019)
10.00 WIB 12.00 WIB
Demam (-), nyeri perut Demam (-), nyeri perut
berkurang, bintik-bintik berkurang, nyeri sendi (-),
merah di kaki dan mual (-), muntah (-),
Subyektif tangan berkurang, nyeri bintik-bintik merah
tenggorok berkurang, berkurang
mual berkurang, muntah
(-), BAK kemerahan (-)
Kesan Umum GCS E4M6V5 = 15 GCS E4M6V5 = 15
compos mentis compos mentis

Tanda Vital HR : 100x/menit, HR : 96 x/menit,


RR:22x/menit, N : RR:24x/menit, N : reguler
reguler isi & tegangan isi & tegangan cukup, t :
cukup, t : 37,4°C, SpO2 37,3°C, SpO2 99%, TD
95%, TD 110/75 mmHg 120/70 mmHg
Skala nyeri : 4 (VAS) Skala nyeri : 3 (VAS)
Diuresis 2,3 cc/kg/jam Diuresis 3,7 cc/kg/jam

Pemeriksaan Fisik BB: 40 kg BB: 40 kg


Mata : konjungtiva Mata : konjungtiva anemis
Objektif

anemis (-), pupil isokor (-), pupil isokor Ø 2 mm/2


Ø 2 mm/2 mm, refleks mm, refleks cahaya +/+
cahaya +/+ Leher : kaku kuduk (-)
Leher : kaku kuduk (-) Thorax : simetris, retraksi
Thorax : simetris, (-) Cor : BJ I-II N, gallop(-
retraksi (-) Cor : BJ I-II ), bising (-)
N, gallop(-), bising (-) Pulmo : SD vesikuler
Pulmo : SD vesikuler (+)/(+), ST (-)/(-),
(+)/(+), ST (-)/(-) Abdomen: datar supel,
Abdomen: datar supel, bising usus (+) normal,
bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-
nyeri tekan epigastrium ), hepar tak teraba,
(+) berkurang, hepar tak ekstremitas : palpable
teraba, purpura +/+ +/+
berkurang

15
ekstremitas : palpable purpura baru (-)
purpura +/+ +/+
purpura baru (-)

Pemeriksaan Benzidin test : negatif


penunjang
Assesment  Henoch Schönlein  Henoch Schönlein
Purpura Purpura
 Infeksi saluran nafas  Infeksi saluran nafas
atas perbaikan atas perbaikan
 Obesse, perawakan  Obesse, perawakan
normal, BB lebih normal, BB lebih
Medikamentosa - Infus RL 15 tetes per - Infus RL 15 tetes per
menit makro menit makro
- Injeksi - Injeksi
Methylprednisolon 25 Methylprednisolon 25
mg/8 jam mg/8 jam
- Injeksi Ranitidin 50 - Injeksi Ranitidin 50
mg/12 jam mg/12 jam
- Injeksi Ondancentron - Injeksi Ondancentron 4
4 mg/8 jam mg/8 jam jika muntah

PO :
- amoxicilin 3 x 500 mg PO :
- Paracetamol 3 x 500 - amoxicilin 3 x 500 mg
0
mg (jika t > 38 C atau Paracetamol 3 x 500
nyeri) mg (jika t > 380C atau
Plan

nyeri)

Nutrisi 3 x nasi 3 x nasi


3 x 200 ml Dancow 3 x 200 ml Dancow
Program  Evaluasi kedaan  Evaluasi kedaan umum
umum tanda vital, tanda vital, tingkat
tingkat kesadaran, kesadaran, skala nyeri
skala nyeri per 12 per 24 jam
jam  Evaluasi akseptabilitas
 Evaluasi tanda akut diet
abdomen  Pantau diuresis per 24
 Evaluasi jam
akseptabilitas diet  Evaluasi purpura baru
 Pantau diuresis per yang timbul
24 jam

16
 Evaluasi purpura
baru yang timbul

HP Ke-4
(25 Februari 2019 )
10.00 WIB
demam (-), mual (-),
Subyektif muntah (-), nyeri perut (-),
batuk (-)
Kesan Umum GCS E4M6V5 =15,
compos mentis
Tanda Vital HR : 82x/menit, RR :
24x/menit, N : reguler
isi&tegangan cukup, t :
37°C
Skala nyeri : 3 (VAS)
Diuresis 4,4 cc/kgbb/jam
Pemeriksaan Fisik BB: 39,5 kg
Mata : konjungtiva anemis
(-),
Objektif

Leher : kaku kuduk (-)


Thorax : simetris, retraksi
(-) Cor : BJ I-II N, gallop(-
), bising (-)
Pulmo : SD vesikuler
(+)/(+), ST (-)/(-)
Abdomen: datar supel,
bising usus (+) normal,
hepar tak teraba,
ekstremitas : palpable
purpura +/+ +/+ berkurang
purpura baru (-)

17
Pemeriksaan -
penunjang
Assesment  Henoch Schönlein
Purpura
 Infeksi saluran nafas
atas perbaikan
 Obesse, perawakan
normal, BB lebih

Medikamentosa - Infus RL 15 tetes per


menit makro  aff
- Injeksi
Methylprednisolon 25
mg/8 jam  ganti po
- Injeksi Ranitidin 50
mg/12 jam -> stop
- Injeksi Ondancentron 4
mg/8 jam  stop

PO :
- amoxicilin 3 x 500 mg
Plan

- Paracetamol 3 x 500 mg
(jika t > 380C atau nyeri)
- Prednison 4-4-4
Nutrisi 3 x nasi
3 x 200 ml Dancow
Program  Evaluasi purpura baru
yang timbul
 Pasien rencana pulang,
kontol di poli anak
(4/3/19), tappering off
prednison mulai tanggal
29/2/19 menjadi 2-2-2
H. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : ad bonam


Bersifat self-limitting disease, angka kematian kurang dari 1%
 Quo ad sanam : ad bonam
Tanpa disertai abnormalitas urinalisis, atau tanda keterlibatan ginjal, tanda akut

18
abdomen, kelainan sistem syaraf pusat memiliki prognosis yang baik.
 Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

19
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi Henoch-Schönlein Purpura (HPS)


Henoch-Schönlein Purpura (HSP) merupakan vaskulitis tersering pada anak
– anak. Walaupun bersifat self limitting disease, namun HSP dapat menyebabkan
perdarahan gastrointestinal, intususepsi dan gagal ginjal terminal.1,5
Henoch-Schönlein Purpura (HSP) atau disebut juga sebagai purpura
anafilaktoid adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah
kecil sistemik, merupakan vaskulitis tersering pada anak-anak. Penyakit ini ditandai
oleh lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis, nyeri perut dan
perdarahan saluran cerna, serta dapat pula disertai nefritis. Kelainan ini dapat
mengenai semua usia, tetapi sebagian besar terjadi pada anak usia antara 2 – 11
tahun, lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan
dengan perbandingan 1,5 : 1. Insidens kelainan ini 8-20 per 100.000 anak.1,6
Diagnosis HSP dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis saja yaitu
dengan ditemukannya purpura yang dapat diraba terutama di bokong dan
ekstremitas bawah, dengan salah satu gejala berikut yaitu nyeri perut disertai atau
tanpa perdarahan saluran cerna, artritis, hematuria atau nefritis.2,3

3.1.2 Patofisiologi
Penyakit Henoch-Schönlein Purpura (HSP) merupakan vaskulitis pembuluh
darah kecil yang diperantarai oleh IgA, yaitu IgA1 sebagai respons terhadap antigen
asing atau endogen. Adanya defek glikosilasi pada IgA1 menyebabkan tidak dapat
dilakukan pembersihan oleh hati, sehingga kompleks imun ini bersirkulasi dalam
pembuluh darah beragregasi membentuk kompleks makromolekuler dan terbentuk
deposit kompleks IgA1 pada dinding pembuluh darah kecil yaitu venula, kapiler,
dan arteriol. Ig A1 makromolekular dan Ig A1 kompleks imun ini akan mengendap
sehingga mengaktivasi sistim komplemen melalui jalur lektin dan alternatif.
Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan terjadinya
inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi, dan abdomen. Vaskulitis

20
leukositoklastik kemudian berkemabng, menyebabkan nekrosis pembuluh darah
kecil. Ekstravasasi darah dan cairan akibat inflamasi ke jaringan sekitar
menyebabkan gejala spesifik organ yang terkena tergantung dari lokasi dari
deposisi kompleks imun. Hal inilah yang kemudian bermanifestasi sebagai purpura
di kulit, nefritis, dan artritis. Pada pasien HPS terdapat kelainan yang melibatkan
IgA, antara lain peningkatan kadar IgA di dalam serum, agregat makromolekuler
yang mengandung Ig A, Ig A kompleks imun, Ig A faktor rematoid, Ig A kompleks
fibronektin, Ig A antikardiolipin antibodi, IgA antineutrophil cytoplasmic
antibodies dan IgA antiendothelial cell antibodies.6,9
Hingga 50% kasus didahului infeksi saluran nafas atas pada beberapa hari
hingga minggu sebelumnya. Infeksi Streptococcus grup A beta hemoliticus
dicurigai sebagai faktor pencetus, begitu juga obat-obatan, vaksin dan kontak
dengan makanan tertentu yang bersifat sebagai alergen, seperti zat pewarna atau
bahan pengawet.12

3.1.3 Penegakan Diagnosis


Tahun 2008, European Legue against Rheumatism (EULAR) dan Pediatric
Rheumoatology European Soaciety (PRES) membuat klasifikasi vaskulitis pada
anak. Terdapat konsensus kriteria dapal diagnosis HSP yaitu purpura atau ptekie
ada predominan ekstremitas bawah disertai dengan minimal salah satu dari nyeri
abdomen difus, hasil biopsi membuktikan predominan deposisi IgA, artritis/atralgia
akut dan keterlibatan ginjal seperti adanya hematuria dan atau proteinuria.
Sensitivitas 100% dan spesifisitas 87%. Sedangkan American College of
Rheumatology (ACR) membuat 4 kriteria untuk mendiagnosis HPS, yaitu purpura
yang teraba, umur < 20 tahun saat awitan penyakit, bowel angina (nyeri perut difus
atau didiagnosis iskemi usus disertai diare berdarah), hasil biopsi membuktikan
granulosit pada dinding pembuluh darah arteriol atau venula. Diagnosis PHS dapat
ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria di atas dengan sensitivitas 87,1 % dan
spesifisitas 87,7%.7,10

21
Pada kasus, didapatkan manifestasi purpura palpable yang dikeluhkan 1
hari sebelum masuk rumah sakit. Dari predileksi lokasi timbulnya purpura pada
pasien khas mengarah pada penyakit HSP yaitu terutama di bokong, ekstremitas
bawah, terdapat pula pada lengan, tanpa disertai rasa gatal. Keluhan lain khas
mengarah pada HSP adalah nyeri sendi dengan predileksi pada lutut dan nyeri
abdomen. Berdasarkan kriteri EULAR dan PRES manifestasi tersebut khas
mengarah pada HSP. Didapatkan pula infeksi saluran nafas atas yang diduga
sebagai faktor pencetus timbulnya HSP pada anak yang rentan.

3.1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dominan pada HSP adalah purpura palpable atau ptekie
(99-100%), artritis dan atralgia (83-95%), nyeri abdomen (27-98%) dan nefritis
(15-66%). (Level of evidence 2). Organ lain yang dapat terkena adalah otak, paru-
paru dan skrotum.8

Gambar 3. Manifestasi klinis anak dengan HSP2


3.1.4.1 Manifestasi pada Kulit
Manifestasi klinis HSP bervariasi dari erupsi kulit berupa petekie minimal
sampai melibatkan gangguan sistemik yang berat. Adanya purpura palpable dan
atau ptekie non-trombositopeni merupakan manifestasi klinis khas pada HSP,
sebagai manifestasi ekstravasasi darah dan cairan ditambah dengan reaksi
inflamasi. Kelainan kulit dimulai dengan terbentuknya ruam makula eritematosa

22
yang berkembang menjadi purpura dalam waktu singkat. Lesi kulit ini penting
dalam mendiagnosis HPS karena terdapat pada 100% kasus HPS. Purpura terutama
terdapat pada kulit bokong dan ekstremitas bawah tetapi dapat juga ditemukan pada
lengan, muka, dan seluruh tubuh. Purpura HPS ini menonjol di atas permukaan kulit
sehingga dapat diraba dan kadang disertai rasa gatal yang minimal. Purpura ini
dapat menghilang dalam beberapa hari, kemudian mengalami hiperpigmentasi
kemudian menghilang.9,10

Gambar 4. Manifestasi kelainan kult purpura palpable pada HSP10

3.1.4.2 Manifestasi pada Sendi


Gejala sendi terjadi pada 60–84% pasien HPS berupa artralgia atau artritis
yang mengenai satu atau beberapa sendi. Tempat predileksi yang paling sering
adalah pergelangan kaki dan lutut namun kadang-kadang sendi ekstremitas atas
dapat pula terkena. Edema periartikuler menyebabkan keterbatasan gerak sendi,
tetapi manifestasi ini tidak menyebabkan deformitas permanen.12

3.1.4.3 Manifestasi pada Gastrointestinal


Gejala gastrointestinal ditemukan pada 35–85% kasus HPS dan terkadang
merupakan gejala awal dari penyakit ini. Gejala yang melibatkan gastrointestinal
bervariasi dari mual, muntah, nyeri perut hingga perdarahan. Manifestasi
gastrointestinal pada HSP biasanya bersifat kolik dan terbatas pada area
periumbilikal atau epigastrik ringan disertai mual, pada beberapa kasus dapat

23
bersifat nyeri tumpul yang berat. Perdarahan ringan sering terjadi namun jarang
perdarahan masif.. Manifestasi yang jarang adalah protein-loosing enteropathy,
pankreatitis dan hydrop pada kandung empedu.12,13
Intususepsi ileoileal, appendisitis, obstruksi bowel, perforasi usus serta
pankreatitis merupakan komplikasi berat yang dapat memperlihatkan adanya edem,
erosi hingga perdarahan lambung dan duodenum.14, 15,16

3.1.4.4 Manifestasi pada Ginjal


Manifestasi kelainan ginjal dapat terjadi pada 20–50% pasien dengan HPS.
Terdapat penelitian dimana 54% dari pasien HSP berkembang memiliki manifestasi
kelainan ginjal dalam 3 bulan ssetelah diagnosis, 11,6% mengalami abnormalitas
persisten setelah 7 tahun. Penelitian lain menyatakan 21% anak dengan nefritis HSP
berkembang menjadi glomerulonefritis dengan progresifitas cepat. Gejala kelainan
pada ginjal adalah hematuria mikroskopik (>10 eritrosit/ lapangan pandang),
hematuria makroskopik (> 100 eritrosit/ lapangan pandang), proteinuria (>5
mg/kg/24 jam) dan hipertensi arterial (> persentil 90 tekanan darah sesuai usia dan
jenis kelamin) sampai glomerulonefritis progresif yang dapat menimbulkan gagal
ginjal. Beberapa peneliti menemukan bahwa kelainan ginjal lebih sering terjadi
pada pasien yang mempunyai kelainan gastrointestinal. Kurang lebih 1,5 - 5%
pasien dengan nefritis dapat berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir.1,5,6
Adanya manifestasi kelainan pada ginjal berat sebaiknya dilakukan biopsi
ginjal untuk menentukan stadium kelainan ginjal yang terkena, dan prognosis
pasien. Terdapat pula indikasi biopsi ginjal jika didapatkan kelainan pemeriksaan
urin yang persisten atau insufisiensi ginjal progresif.5

3.1.4.5 Manifestasi pada Sistem Saraf


Keterlibatan sistem saraf pusat terjadi pada 2–8% pasien, mulai dari nyeri
kepala, kejang sebagai manifestasi dari ensefalopati dengan penurunan kesadaran
minimal, apatis, hiperaktif, perdarahan intrakranial, hemiparesis, dan gejala
neurologis fokal. Terdapat laporan kasus dengan neuropati perifer dan infark.

24
Sedangkan hipertensi berat yang khas terjadi pada keterlibatan ginjal dapat pula
menyebabkan gejalan neurologis.17

3.1.4.6 Manifestasi pada Kardiopulmonar


Hipertensi tanpa adanya bukti keterlibatan ginjal, Aritmia jantung dengan
keterlibatan pembuluh darah atau miokardium pernah dilaporkan pada sebuah studi
kasus pada pasien dewasa.18
Perdarahan paru dan pleural jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
yang fatal. Manifestasi lain adalah pneumonia interstisial, fibrosis interstisial.19,20

Pada kasus, manifestasi purpura menonjol pada permukaan kulit, dapat


diraba tanpa disertai rasa gatal, khas sesuai purpura pada HSP. Nyeri sendi pada
pasien terdapat di kedua lutut tanpa disertai edema dan keterbatasan gerak. Keluhan
purpura dan nyeri sendi kemudian mulai menghilang pada hari perawatan kedua.
Keluhan gastrointestinal pada pasien adalah nyeri abomen, mual dan muntah. Nyeri
yang dirasakan terutama pada area epigastrium. Pada kasus tidak didapatkan tanda
obstruksi atau komplikasi intususepsi dan perdarahan gastrointestinal selama
perawatan di rumah sakit. Dari anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang tidak didapatkan manifestasi kelainan pada ginjal berupa hipertensi,
hematuri, dan proteinuri. Hasil pemeriksaan kreatinin dan laju filtrasi ginjal dalam
batas normal. Tidak didapatkan manifestasi kejang, penurunan kesadaran, nyeri
kepala yang mengarah pada kelainan pada sistem saraf, sesak atau manifestasi lain
yang mengarah pada kelainan kardiopulmunar.

3.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
banding dan mendeteksi keterlibatan sistemik. Tidak ada pemeriksaan laboratorium
spesifik yang dapat menegakkan diagnosis HPS.1 Pemeriksaan laboratorium rutin
yang harus dilakukan adalah darah perifer lengkap, laju endap darah, pemeriksaan
fungsi ginjal, urinalisis, dan uji benzidin.

25
Tabel 2. Hasil pemeriksaan penunjang yang mungkin didapat pada HSP5,12,13,26
Pemeriksaan penunjang Hasil pada penyakit HSP
Darah rutin Hemoglobin normal atau sedikit menurun,
leukositosis karena infeksi sebagai pencetus
LED Meningkat
CRP Meningkat
Kultur swab tenggorok, titer Sebagai konfirmasi infeksi streptokokkus
antistreptolysin O dan
antibodi streptodornase
Urin rutin Eritrosit dan proteinuria
Kreatinin dan ureum serum, Peningkatan ureum dan kreatinin dan penurunan
laju filtrasi glomerulus laju filtrasi glomerulus pada nefritis HS
Albumin Menurun pada keterlibatan gastrointestinal dan
renal. Penurunan serum albumin tanpa disertai
proteinuria perlu dilakukan pemeriksaan α1-
antitripsin untuk konfirmasi protein-loosing
enteropathy
Darah samar pada feses Positif pada perdarahan gastrointestinal
Aktivitas faktor XIII serum Menurun pada 70% pasien HSP, terutama degan
fibrin-stabilizing factor gejala gastrointestinal

Pemeriksaan radiologis seperti ultrasonografi (USG) pada kasus dengan


kemungkinan komplikasi yang menunjukkan peningkatan ekogenisitas pada kasus
nefritis berat, nyeri abdomen berat, mengarah intususepsi, perforasi bowel, torsio
testis. Pada keadaan perforasi kadang diperlukan pemeriksaan abdominal x-ray,
computed tomography atau magnetic resonance imaging. Endoskopi
gastrointestinal dibutuhkan untuk evaluasi perdarahan gastrointestinal dimana
dapat ditemukan gastritis, duodenitis, ulserasi, perdarahan submukosal dan purpura.
Sedangkan pada keterlibatan sistem saraf pusat dibutuhkan neuroimaging untuk
mencari lesi iskemik, proliferasi pembuluh darh sekunder, oklusi trombotik dan
perdarahan. 16, 27

26
Analisis histologi dari biopsi kulit merupaan pemeriksaan yang paling dapat
dipercaya dalam diagnosis HSP, namun biopsi kulit dilakukan jika diagnosis HSP
masih meragukan. Biopsi kulit pada HPS menunjukkan vaskulitis leukositoklastik
yaitu berupa inflamasi segmental pembuluh darah, sel endotel membengkak,
nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah dan infiltrat di sekitar pembuluh darah.
Dominasi sel adalah leukosit polimorfonuklear dan mononuklear, mengelilingi
kapiler dan postkapiler venula di lapisan dermis. Pemeriksaan imunofluoresens
menunjukkan deposit IgA dan juga ditemukan IgG, IgM, C3 dan C4 serta
komplemen jalur alternatif di antara pembuluh darah papila dermis.7, 12
Biopsi ginjal diindikasikan jika didapatkan kelainan ginjal berat sehingga
dapat dipertimbangkan pemberian imunosupresan. Kelainan ginjal berat yang
dimaksud adalah proteinuria berat dan penurunan laju filtrasi ginjal.25 Gambaran
biopsi ginjal pada nefritis HS sulit dibedakan dengan gambaran imunohistologi
nefropati Ig A, dimana ditemukan deposit IgA yang khas pada mesangium dan
kadang pada dinding kapiler pembuluh darah. Temuan utama adalah proliferasi
mesangium dengan hiperselularitas. Dapat pula ditemukan nekrosis fokal dan
kolaps kapiler segmental. Perubahan bentuk epitel kresen menggambarkan
kerusakan inflamasi yang berat.13

Gambar 5. Hasil pemeriksaan biopsi ginjal pada Nefritis Henoch Schonlein grade
III menunjukkan proliferasi mesangial dan proliferasi sel epitel dengan bentuk
bulan sabit (crescent) pada glomerulus bagian bawah.12

27
Tabel 3. Klasifikasi nefritis Henoch-Schonlein purpura oleh International Society
for Kidney Disease in Children12
Derajat Kriteria
I Perubahan minimal
II Proliferasi mesangial
III Proliferasi fokal atau difus atau sklerosis dengan bentuk kresen < 50%
IV Proliferasi fokal atau difus atau sklerosis dengan bentuk kresen 50-75%
V Proliferasi fokal atau difus atau sklerosis dengan bentuk kresen >75%
VI Lesi membranoprolifartif

Pada kasus, telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa darah rutin,


urin rutin, darah samar pemeriksaan ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi
ginjal. Dari pemeriksaan darah rutin didapatkan peningkatan jumlah leukosit yaitu
11.850/mm3 yang mengarah pada keadaan infeksi, mendukung infeksi saluran nafas
atas sebagai faktor pencetus HSP. Tidak ada penurunan kadar hemoglobin begai
manfestasi perdarahan. Kadar trombosit dalam batas normal, dikaitkan dengan
purpura non trombositopeni. Pemeriksaan urin rutin tidak didapatkan hematuria
mikroskopik dan proteinuri. Dan dari pemeriksaan darah samar didapatkan hasil
negatif yang menggambarkan tidak didapatkan perdarahan saluran cerna. Pada
pasien tidak dilakukan pemeriksaan LED dan CRP karena dari pemeriksaan fisik
dan darah rutin telah mengarahkan adanya infeksi. Ureum dan kreatinin anak dalam
batas normal dengan LFG > 90 ml/menit/1,73 mm2. Pada anak tidka dilakukan USG
abdomen karena dari keluhan nyeri abdomen berkurang selama perawatan, tidak
ada tanda akut abdomen selama evaluasi perawatan. Pada kasus juga tidak
dilakukan biopsi kulit dikarenakan manifestasi klinis yang khas.

3.1.6 Diagnosis Banding12


 Penyakit dengan purpura
Sepsis terutama meningokokal septikemia, erupsi obat, urtikaria dan eritema
multiforme, hypersensitivitas vasculitis, cutaneus leukositoklastik angiitis,

28
polyarteritis nodosa, Wegener’s granulomatosis, polyangiitis mikroskopis
dan systemic lupus erytematosus.
 Penyakit dengan deposit IgA
Nefritis karena SLE, autoimun lain, dermatitis herpetiformis, sirosis hepar,
penyakit coeliac, penyakit Crohn’s.

3.1.7 Terapi
Henoch Sconlein Purpura (HPS) merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri.
Perjalanan penyakit berlangsung 2 - 6 minggu. Pengobatan hanya bersifat suportif.
Tidak ada pengobatan yang spesifik pada HPS.1-6 Obat antiinflamasi nonsteroid
dapat mengontrol nyeri sendi, sedangkan penggunaan kortikosteroid diberikan pada
pasien PHS dengan nyeri perut hebat atau jika ditemukan adanya purpura yang
persisten.2-4 Beberapa peneliti menggunakan kortikosteroid misalnya prednison
untuk mencegah terjadinya nefritis.4,5 Dosis prednison adalah 1 – 2 mg/kgBB/hari.
Lama pemberian steroid oral berbeda pada beberapa penelitian, 2 mg/kg/hari
selama 1 minggu kemudian dilakukan tappering off selama 2 minggu dan ada pula
yang memberikan dengan dosis awal 1 mg/kg/hari selama 2 minggu kemudian
dilakukan tappering off selama 3-4 minggu. Kortikosteroid juga diberikan pada
pasien dengan keterlibatan ginjal yang berat.1,16,17
Pada review sistematik oleh Cochrane, sebanyak 186 penelitian kohort yang
menggunakan kortikosteroid, dimana luaran yang diteliti adalah resolusi dari nyeri
abdomen, kebutuhan operatif pada keadaan nyeri abdomen hebat atau karena
intususepsi, rekurensi, abnormalitas ginjal secara keseluruhan, dan abnormalitas
persisten pada ginjal. Keluhan nyeri abdomen berkurang dalam kurang dari 7 hari
perawatan (OR: 5.42; 95% confidence interval [CI]: 1.60–18.29; P = 0.476). Angka
kejadian intususepsis menurun tetapi tidak signifikan pada grup yang mendapatkan
kortikosteroid dibandingkan kelompok yang mendapat terapi suportif saja (OR:
0.16; 95% CI: 0.01–3.62). Pemberian kortikosteroid memberikan efek protektif
terhadap kejadian kekambuhan (OR: 0.32; 95% CI: 0.07–1.49). Pemberian
kortikosteroid dini secara signifikan menurunkan resiko berkembang menjadi
penyakit ginjal menetap (OR: 0.43; 95% CI: 0.19–0.96). (Level of evidence 2)1

29
Pada keterlibatan ginjal, agen imunosupresi seperti Cyclosporin A,
Azathioprin, Cyclophosphamid, dapat digunakan tergantung dari hasil pemeriksaan
biopsi ginjal.6
Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI) efektif dalam
menurunkan proteinuria dan progresivitas kerusakan ginjal pada pasien dengan
normotensif dan hipertensi, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini
pertama untuk hipertensi dan proteinuria pada kasus HSP.13

Pada kasus diberikan kortikosteroid berupa methylprednisolon injeksi


sebagai dengan dosis 1,8 mg/kg/hari. Pilihan penggunaan terapi melalui jalur
intravena dipilih karena pada anak didapatkan gejala mual dan muntah sehingga
diharapkan melalui jalur intravena lebih efektif. Setelah gejala mual dan muntah
berkurang kortikosteroid diberikan via oral dengan dosis yang sama. Terapi steroid
tersebut dilanjutkan selama seminggu kemudian dilakukan tappering off selama 2
minggu saat rawat jalan. Evaluasi selama perawatan, keluhan purpura dan nyeri
abdomen berkurang. Pada anak tidak didapatkan manifestasi hipertensi dan
proteinuri sehingga belum indikasi diberikan ACE-inhibitor.

3.1.8 Rekurensi dan Kekambuhan


Rekurensi adalah ditemukan episode manifestasi HSP baru minimal setelah
3 bulan tanpa gejala dan tanda HSP. Sedangkan kasus dikatakan kronik jika
manifestasi kulit, gastrointestinal dan atau manifestasi ginjal menetap dan
berlangsung dalam 12 bulan atau lebih. Rekurensi dapat terjadi pada 30- 40%
pasien, dengan manifestasi tersering adalah kelainan pada kulit dan gastrointestinal,
dalam periode 2 tahun setelah manifestasi awal penyakit. Angka kematian berkisar
kurang dari 1%.3
Pemantauan pada pasien HPS dilakukan dengan pemeriksaan urinalisis
lengkap dan tekanan darah selama 6 bulan hingga 1 tahun apabila manifestasi
kelainan ginjal tidak ditemukan. Bila ditemukan hematuria atau proteinuria
diperlukan pemantauan yang lebih lama.15

30
3.1.9 Prognosis
Prognosis penyakit baik, bila tidak disertai gangguan ginjal dan gangguan
saluran cerna yang berat. Faktor penentu utama dalam prognosis penyakit HSP
adalah keterlibatan ginjal. Kelainan seperti sindroma nefrotik dan hipertensi arterial
berkorelasi dengan prognosis buruk dan penyakit ginjal kronik. Dalam hal adanya
keterlibatan ginjal, perlu dilakukan monitoring terutama sedimen pada urin, adanya
hematuri persisten dan proteinuri, walaupun tanpa gejala.6, 12 (Level of evidence 2)
Gejala ekstrarenal dapat menghilang dalam 2 minggu pada 83% pasien,
sedangan hampir semua pasien sembuh dalam 6-8 minggu. Sedangkan prognosis
nefritis HS tidak dapat diprediksi, karena morbiditas jangka panjang dari
keterllibatan ginjal dapat berlangsung walaupun telah melalui periode tanpa gejala.
22

Usia saat onset merupakan faktor penting terhadap keparahan penyakit dan
luaran dari pasien HSP. Dilaporkan insiden nefritis dan rekurensi HSP meningkat
seiring bertambahnya usia pada anak dengan HSP.23,24

Pada kasus, anak usia 7 bulan dengan HSP tanpa disertai manifestasi
kelainan pada ginjal saat perawatan. Prognosis pasien ini adalah baik karena
keluhan anak berkurang dan berespon terhadap terapi yang diberikan tanpa adanya
komplikasi gastrointestinal dan tidak ditemukan adanya manifestasi pada ginjal.
Namun tetap diperlukan pemantauan tekanan darah dan urinalisa dan fungsi ginjal
tiap 3 bulan pada 1 tahun petama, sehingga dapat mendeteksi awal jika ditemukan
manifestasi kelainan pada ginjal. Pada kasus dilakukan edukasi pentingnya
pencegahan infeksi berulang sehingga mengurangi resiko rekurensi HSP.

3.2 Obesitas
Obesitas terjadi karena ketidak-seimbangan antara asupan energi dengan
keluaran energi (energy expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang
selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat
disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah.
Sebagian besar gangguan homeostasis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik

31
(obesitas primer atau nutrisional), sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder
atau non-nutrisional, yang disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom, atau defek
genetik) hanya mencakup kurang dari 10% kasus.4
Klasifikasi obesitas menurut WHO adalah IMT terletak pada Z score > +3
SD yang setara dengan persentil 99,8, sedangkan CDC 2000 menggunakan
kriteria IMT di atas persentil 95 sebagai batasan obesitas.4
Obesitas pada anak dan remaja ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemmeriksaan fisik, pemeriksaan antropometris, dan deteksi dini komorbiditas
yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang terkait.
Tabel 4. Identifikasi faktor resiko medis dan perilaku yang berkaitan dengan
obesitas.4

32
Tabel 5. Karakteristik dan etiologi obesitas.4
Obesitas idiopatik Obesitas endogen
>90% kasus <10% kasus
Perawakan tinggi Perawakan pendek
Umumnya didapatkan riwayat obesitas Umumnya tidak didapatkan riwayat
pada keluarga obesitas pada keluarga
Fungsi mental normal Fungsi mental sering retardasi
Pemeriksaan fisik umumnya normal Terdapat kelainan pada pemeriksaan
fisik

3.2.1 Tatalaksana
Tujuan tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak harus disesuaikan dengan usia
dan perkembangan anak, penurunan berat badan mencapai 20% di atas berat badan
ideal, serta pola makan dan aktivitas fisis yang sehat dapat diterapkan jangka
panjang untuk mempertahankan berat badan tetapi tidak menghambat pertumbuhan
dan perkembangan. Yaitu dengan cara :4
1. Pola makan yang benar

33
Pemberian diet seimbang sesuai requirement daily allowances (RDA)
merupakan prinsip pengaturan diet pada anak gemuk karena anak masih
bertumbuh dan berkembang dengan metode food rules :
 Terjadwal dengan pola makan besar 3x/hari dan camilan 2x/hari yang
terjadwal (camilan diutamakan dalam bentuk buah segar), diberikan air
putih di antara jadwal makan utama dan camilan, serta lama makan 30
menit/kali
 Lingkungan netral dengan cara tidak memaksa anak untuk mengonsumsi
makanan tertentu dan jumlah makanan ditentukan oleh anak
 Prosedur dilakukan dengan pemberian makan sesuai dengan kebutuhan
kalori yang diperoleh dari hasil perkalian antara kebutuhan kalori
berdasarkan RDA menurut height age dengan berat badan ideal menurut
tinggi badan
2. Pola aktivitas fisik yang benar
3. Modifikasi perilaku

Pada kasus didapatkan periode mulai timbul obesitas mada masa early
adiposity rebound, tidak didapatkan riwayat pemberian steroid sebelumnya, tidak
ada gejala mengorok disertai henti nafas saat tidur, tidak ada gejala sering kencing,
sering lapar dan sering haus, ayah juga memiliki berat badan lebih dejak masa
SMA. Dari pemeriksaan antropometri didapatkan BMI >+3 SD dan IMT >P95,
sehingga kemungkinan anak menderita obesitas idiopatik. Tidak didapatkan
hipertensi pada pemeriksaan tekanan darah dan kadar gula darah sewaktu dalam
batas normal, namun pada anak belum dilakukan pemeriksaan profil lemak untuk
menyingkirkan resiko sindroma metabolik sebagai salah satu komorbid. Pada anak
diberikan diet sesuai RDA sebagai langkah awal dan direncanakan pemeriksaan
profil lemak saat rawat jalan. Dan dilakukan eduaksi untuk mengubah pola makan,
aktivitas dan modifikasi perilaku.

34
BAB IV
RESUME

Kasus adalah anak laki-laki usia 7 tahun 3 bulan, yang dirawat di bangsal
anak RSUD Bendan dengan keluhan muncul ruam berupa purpura palpable, disertai
nyeri sendi dan manifestasi gastrointestinal berupa mual, muntah dan nyeri perut.
Didahului dengan infeksi saluran nafas atas 4 hari sebelumnya. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan tanda infeksi saluran nafas atas dan purpura palpable pada
ekstremitas bawah dan bokong serta ekstremitas atas. Tidak didapatkan hipertensi,
tanda akut abdomen dan tanda keterlibatan saraf. Dari pemeriksaan penunjang
didapatkan peningkatan jumlah leukosist. Hasil pemeriksaan ureum, creatinin dan
laju filtrasi glomerulus dalam batas normal, urin dan darah samar normal.
Pertumbuhan tinggi dan berat badan didapatkan kesan obesitas tanda ada
manifestasi hipertensi dan peningkatan kadar gula darah sewaktu yang mengarah
pada sindroma metabolik.
Selama perawatan anak mendapatkan terapi cairan berupa infus RL 15
tetes per menit makro, pemberian steroid intravena berupa methylprednisolon
dengan dosis 1,8 mg/kg/hari yang kemudian diganti via oral setelah keluhan mual
dan muntah berkurang. Pengaturan diet anak dihitung sesuai RDA dengan target
berat badab 20% diatas berat badan ideal sesuai tinggi badan. Tidak didapatkan
komplikasi intususepsi, perdarahan saluran cerna atau pun tanda kelainan ginjal
selama perawatan, sehingga hari perawatan ke 3 anak diperbolehkan pulang dengan
edukasi meneruskan minum obat dan kontrol rawat jalan untuk melakukan
pemantauan tekanan darah, urin rutin, dan tappering off kortikosteroid yang
digunakan serta skrining sindroma metabolik saat rawat jalan.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Weiss PF, Feinstein JA, Luan X, Burnham M, and Feudtner C. Effect of


corticosteroid on henoch-scönlein purpura : a systematic review. Pediatrics.
2007; 120 (5): 1079-87.
2. Butani L, and Morgenstern B. Long term outcome in children after henoch-
scönlein purpura nephritis. Clinical Pediatrics. 2007; 46(6): 505 – 11.
3. Alfredo C, Nunes N, Len C, Barbosa C, Terreri M, and Hilario M. Henoch-
scönlein purpura: recurrence and chronicity. Jornal de Pediatria. 2007; 83
(2): 177-180
4. Diagnosis, Tatalaksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja.
IDAI. 2014; 1-64
5. Penny K, Flenning M, Kazmierczak D, and Thomas A. An epidemiological
study of henoch-scönlein purpura. Pediatr Nurs. 2010; 22: 30-5
6. Narchi H. Risk of long term renal impairment and duration of follow up
recommended for henoch-scönlein purpura with normal or minimal urynary
findings : a systematic review. Arch Dis Chlid. 2005; 90 : 916-20
7. Ozen S, Pistorio A, Iusan S, Bakkaloglu A, Herlin T, Brik R, et al.
EULAR/PRINTO/PRES criteria for Henoch-Schönlein purpura, childhood
polyarteritis nodosa, childhood Wegener granulomatosis and childhood
Takayasu arteritis. Ann Rheum Dis. 2010; 69: 798–806.
8. Prais D, Amir J & Nussinovitch M. Recurrent Henoch-Schönlein purpura
in children. J Clin Rheumatol. 2007; 13: 25–28
9. T. New algorithm (KAWAKAMI algorithm) to diagnose primary
cutaneous vasculitis. J Dermatol. 2010; 37: 113–124.
10. Tizard E & Hamilton-Ayres M. Henoch-Schönlein purpura. Arch Dis Child.
2008; 93: 1–8.
11. Ronkainen J, Koskimies O, Ala-Houhala M, Arikoski P, Jahnukainen T,
Jauhola O, Merenmies J, Rajantie J, Örmälä T & Nuutinen M. Henoch-
Schönleinin purppura lapsilla. Duodecim. 2007; 123: 1329–1337.

37
12. Jauhola, O. Henoch-schonlein purpura in children [dissertation]. Oulu;
University of Oulu; 2012.
13. McCarthy H & Tizard E. Diagnosis and management of Henoch-Schönlein
purpura. Eur J Pediatr. 2010; 169: 643–650.
14. Ebert E. Gastrointestinal manifestations of Henoch-Schonlein purpura. Dig
Dis Sci. 2008; 53: 2011–2019.
15. Kim C, Chung H, Kim S, Kim Y, Ryu S, Kim J & Chung J. Acute
appendicitis in Henoch-Schönlein purpura: a case report. 2005; J Korean
Med Sci 20: 899–900.
16. Chang W, Yang Y, Lin Y & Chiang B. Gastrointestinal manifestations in
Henoch- Schönlein purpura: a review of 261 patients. Acta Paediatr. 2004;
93: 1427–1431.
17. Garzoni L, Vanoni F, Rizzi M, Simonetti G, Goeggel Simonetti B, Ramelli
G & Bianchetti M. Nervous system dysfunction in Henoch-Schönlein
syndrome: systematic review of the literature. Rheumatology (Oxford).
2009; 48: 1524–1529.
18. Hammami S, Hadded S, Lajmi K, Chouchane S, Ghedira L, Meriem C &
Guediche M. Hypertension in Henoch-Schönlein purpura without renal
involvement. J Paediatr Child Health. 2009; 45: 619–620.
19. Tizard E & Hamilton-Ayres M. Henoch-Schönlein purpura. Arch Dis Child.
2008; 93: 1–8.
20. Chen S, Chang K, Yu M, Asueh S & Ou L. Pulmonary hemorrhage
associated with Henoch-Schönlein purpura in pediatric patients: case report
and review of the literature. Semin Arthritis Rheum. 2011; 41: 305–312.
21. Trapani S, Micheli A, Grisolia F, Resti M, Chiappini E, Falcini F & De
Martino M. Henoch Schonlein purpura in childhood: epidemiological and
clinical analysis of 150 cases over a 5-year period and review of literature.
Semin Arthritis Rheum. 2005; 35: 143–153.
22. Ronkainen J, Nuutinen M & Koskimies O. The adult kidney 24 years after
childhood Henoch-Schönlein purpura: a retrospective cohort study. Lancet.
2002; 360: 666–670.

38
23. Alfredo C, Nunes N, Len C, Barbosa C, Terreri M & Hilario M. Henoch-
Schönlein purpura: recurrence and chronicity. J Pediatr (Rio J). 2007; 8:
177–180.
24. Hamdan J & Barqawi M. Henoch-Schonlein purpura in children: influence
of age on the incidence of nephritis and arthritis. Saudi Med J. 2008; 29:
549–552.
25. Zhang G, Wu X, Yi H, Peng X, Dang X, He X & Yi Z. Relationship between
clinical manifestations and renal pathology in children with Henoch-
Schonlein purpura nephritis. Zhongguo Dang Dai Er Ke Za Zhi. 2007; 9:
129–132.
26. Sano H, Izumida M, Shimizu H & Ogawa Y. Risk factors of renal
involvement and significant proteinuria in Henoch-Schönlein purpura. Eur
J Pediatr. 2002; 161: 196–201.
27. Esaki M, Matsumoto T, Nakamura S, Kawasaki M, Iwai K, Hirakawa K,
Tarumi K, Yao T and Iida M. GI involvement in Henoch-Schönlein purpura.
Gastrointest Endosc. 2002; 56: 920–923.

39

Вам также может понравиться