Вы находитесь на странице: 1из 5

A.

Makna Toleransi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa kata toleransi
bersifat atau sikap toleran. Kata toleran sendiri di definisikan sebagai “bersifat atau bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan
pendirian sendiri”.

B.Toleransi dari Berbagai Perbedaan


1.Toleransi dalam Perbedaan Agama

a.Menjalin interaksi sosial dengan pemeluk agama lain


Salah satu bentuk toleransi dalam Islam adalah menghormati keyakinan orang lain.
Islam menghormati umat Yahudi yang beribadah di hari Sabtu dan sama halnya kepada
umat Kristen yang beribadah ke gereja pada hari Minggu. Toleransi dalam Islam pun
telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari
bahwa suatu ketika ada jenazah orang Yahudi melintas di tepi Nabi Muhammad Saw.
dan para sahabat, seketika itu pula Nabi Muhammad Saw. berhenti dan berdiri.
Kemudian salah satu sahabat berkata: “Mengapa engkau berhenti Ya Rasulullah?,
sedangkan itu adalah jenazah orang Yahudi”. Nabi pun berkata: “Bukankah dia juga jiwa
(manusia)?”

Hadis tersebut menunjukkan bahwa toleransi dalam perspektif Islam berlaku kepada
orang yang berbeda agama. Namun, yang perlu ditekankan ialah bentuk kemudahan
dalam bermuamalah, bukan pemaksaan dalam hal keyakinan.

Toleransi seorang muslim terhadap nonmuslim dapat ditunjukkan dengan berbagai


cara, diantaranya sebagai berikut:
1. Berdakwah kepada agama Islam, yaitu dengan menyerunya kepada Allah dan
menjelaskan hakikat Islam kepadanya semampu yang dapat dilakukan berdasarkan
ilmu yang ada padanya, sebab hal ini merupakan bentuk kebaikan yang paling agung
dan besar yang dapat diberikan kepada sesamanya dan etnis lain yang berinteraksi
dengannya.
2. Tidak berbuat zalim terhadap jiwa, harta, ataupun kehormatannya bila ia seorang
zimmi (nonmuslim yang tinggal di negeri kaum muslimin dan tunduk kepada hukum
Islam serta wajib membayar jizya), atau musta’man (nonmuslim yang mendapatkan
jaminan keamanan) ataupun mu’ahid (nonmuslim yang mempunyai perjanjian
damai). Seorang muslim harus menunaikan haknya (nonmuslim) dengan tidak
berbuat zalim terhadap hartanya, baik dengan mencurinya, berkhianat ataupun
berbuat curang. Ia juga tidak boleh menyakiti badannya dengan cara memukul
ataupun membunuh sebab statusnya adalah sebagai mu’ahid atau zimmi di dalam
negeri atau musta’man yang dilindungi.
3. Tidak ada penghalang baginya untuk bertransaksi jual beli, sewa, dan sebaginya
dengannya. Berdasarkan hadis yang sahih dari Rasulullah Saw. beliau pernah
membeli dari orang-orang kafir penyembah berhala dan juga membeli dari orang-
orang Yahudi. Ini semua adalah bentuk mu’amalah (transaksi). Ketika menjelang
wafatnya, Rasulullah Saw. masih menggadaikan baju besinya kepada seorang

1
Yahudi untuk keperluan makan keluarganya. Hak lainnya adalah bertetangga secara
baik. Bila ia tetangga kalian, maka berbuat baiklah terhadapnya, jangan
mengusiknya, boleh bersedekah kepadanya bila ia seorang yang fakir, atau boleh
memberi hadiah kepadanya bila ia seorang yang kaya. Boleh pula menasihatinya
dalam hal-hal yang bermanfaat sebab ini bisa menjadi motivasi baginya untuk
mengenal Islam. Selain itu, karena tetangga memiliki hak yang agung, sebagaimana
sabda Rasulullah Saw., “Jibril senantiasa berpesan kepadaku agar berbuat baik
kepada tetangga hingga aku mengira ia akan memberikan hak waris kepadaku”.
Dalam sejarah pun Nabi Muhammad Saw. telah memberi teladan mengenai
bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Dari Sahabat Abdullah ibn Amr,
sesungguhnya dia menyembelih seekor kambing. Dia berkata, “Apakah kalian sudah
memberikan hadiah (daging sembelihan) kepada tetanggaku yang beragama Yahudi?
Karena aku mendengar Rasulullah berkata, “Malaikat Jibril senantiasa berpesan
kepadaku tentang tetangga, sampai aku menyangka beliau akan mewariskannya
kepadaku”. (HR. Abu Dawud).
Selain itu sebagaimana firman Allah Swt. berikut ini.

ُ ‫ار ُك ْم أ َ ْن تَبَ ُّرو ُه ْم َوت ُ ْق ِس‬


‫طوا‬ ِ ‫ع ِن الَّذِينَ لَ ْم يُقَاتِلُو ُك ْم فِي الد‬
ِ َ‫ِين َولَ ْم ي ُْخ ِر ُجو ُك ْم ِم ْن ِدي‬ َّ ‫ََل َي ْن َها ُك ُم‬
َ ُ‫َّللا‬
َ‫ِطين‬ِ ‫َّللاَ ي ُِحبُّ ْال ُم ْقس‬
َّ ‫إِلَ ْي ِه ْم ۚ إِ َّن‬
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah (60):8 )

b.Tidak ada toleransi dalam keimanan (akidah)


Dalam aspek sosial kemasyarakatan semangat toleransi menjadi sebuah anjuran.
Setiap umat Islam diajarkan untuk saling menolong, bekerja sama dan saling
menghormati dengan orang-orang non-islam. Hal ini berbeda dengan masalah keyakinan
(akidah). Di dalam akidah tidak dibenarkan adanya toleransi (beragama) antara umat
Islam dengan orang-orang non-Islam. Hal ini telah dicontohkan oleh rasulullah Saw.
ketika beliau diajak bertoleransi dalam masalah akidah oleh orang-orang kafir Quraisy.
Mereka menawarkan kaum muslim mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya,
orang-orang kafir juga mengikuti ibdah kaum muslimin. Secara tegas Rasulullah
diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menolak tawaran yang ingin menghancurkan prinsip
dasar akidah islamiyah itu. Allah Swt. berfirman:

ُ ‫﴾ َو ََل أَنت ُ ْم َعا ِبدُونَ َما أ َ ْعبُد‬٤﴿ ‫﴾ َو ََل أَنَا َعا ِبدٌ َّما َعبَدتُّ ْم‬٣﴿ ُ‫﴾ َو ََل أَنت ُ ْم َعا ِبدُونَ َما أَ ْعبُد‬٢﴿ َ‫﴾ ََل أَ ْعبُدُ َما تَ ْعبُدُون‬١﴿ َ‫قُ ْل يَا أَيُّ َها ْالكَافِ ُرون‬
﴾٦﴿ ‫ِين‬ ِ ‫يد‬ َ ‫﴾ َل ُك ْم دِينُ ُك ْم َو ِل‬٥﴿
Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! (1) aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah, (2) dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, (3) dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah apa yang aku sembah. (5) Untukmu agamamu, dan untukku agamaku. (6)” (Q.S.Al-
Kafirun (109);1-6)

2
c.Tidak ada paksaan dalam agama
Dalam soal beragama, Islam tidak mengenal konsep pemaksaan beragama. Setiap
individu diberi kelonggaran sepenuhnya untuk memeluk agama tertentu dengan
kesadarannya sendiri, tanpa intimidasi. Mengenai hal ini, terdapat di dalam Firman Allah
Q.S.Yunus (10): 99-100:“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua
orang dibumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka
menjadi orang-orang yang beriman?(99) Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali
dengan izin Allah, dan Allah menimpakan azab kepada orang yang tidak
mengerti.(100)”.

Didalam ayat lain yaitu Q.S. Al-Kahfi (18):29, Allah menjelaskan sebagai berikut
: “Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barangsiapa
menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesunguhnya kami telah menyediakan neraka
bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta
pertolongan (minum), mereka akan diberi air eperti besi yang mendidih yang
menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.”

Masalah keyakinan atau beragama bergantung pada hak pilih setiap orang karena
Allah Swt. telah memberi kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya.
Allah Swt. memberi kesempatan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya. Allah
memberi kesempatan kepada manusia untuk menggunakan akal pikiran yang
dianugerahkan Allah Swt. agar manusia dapat memahami dengan benar agama yang
diridai Allah. Di dalam suatu hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas diceritakan, seorang
lelaki dari sahabat Ansar datang kepada Nabi, meminta izin untuk memaksa dua anaknya
yang beragaman Nasrani agar beralih menjadi muslim. Nabi menolak permintaan itu,
sambil membacakan ayat yang melarang pemaksaan seseorang dalam beragama, yaitu
Q.S. Al-Baqarah (2): 256: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat.
Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah
berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.”

2.Toleransi dalam Perbedaan Suku bangsa

Setiap suku bangsa tidak dapat memaksakan kehendaknya agar suku bangsa yang
lain mengikuti pola hidup dan budayanya. Ketika satu sama lain telah memahami
perbedaan dan saling menghargai atas perbedaan, maka akan tercipta kedamaian di antara
suku bangsa.

3.Toleransi dalam Perbedaan Budaya

Budaya merupakan pola hidup yang menyeluruh dan bersifat kompleks, abstark
serta luas. Budaya yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat. Jika suatu masyarakat
tidak dapat saling menghargai perbedaan budaya yang ada, maka tidak akan terjalin
hubungan yang baik antara suku bangsa yang satu dengan yang lainnya.

3
4.Toleransi dalam Perbedaan ras
Secara biologis, ras diartikan sebagai kumpulan populasi manusia yang turun
temurun dan dapat dibedakan dengan jelas dan karakter fisiknya yang disalurkan secara
genetis. Secara garis besar, ras manusia di dunia dibedakan menjadi ras kaukasoid, ras
mongoloid, dan ras negroid.

Perbedaan suku dan ras antara manusia yang satu dengan yang lain hendaknya
tidak menjadi kendala dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
maupun dalam pergaulan dunia. Kita harus menghormati harkat dan martabat manusia
yang lainnya. Baik buruknya penilaian orang lain kepada kita bukan karena warna, rupa,
dan bentuk fisik kita, tetapi akhlak kita.

C.Menumbuhkan Toleransi dalam Kehidupan


1.Toleransi yang Dicontohkan Nabi Muhammad

a.Menepati Janji
Ketika Nabi tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Makkah yang
meminta janji Nabi untuk mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah
kepergiannya. Selang beberapa waktu kemudian, seorang sahabat rupanya tertinggal di
belakang nabi. Sahabat ini meninggalkan istrinya, anaknya, dan hartanya. Dengan
terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan
perasaan haru, ia segera menemui nabi dan melaporkan kedatangannya. Apa jawaban
nabi? “Kembalilah engkau ke Makkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga
Allah melindungimu”. Sahabat ini menangis keras. Nabi merasakan pengorbanan sahabat
ini untuk hijrah, namun bagi nabi janji adalah sesuatu yang sangat agung, meskipun janji
itu di ucapkan kepada orang kafir.

b.Menghargai orang lain dan bersikap lembut

2.Toleransi yang Dicontohkan para Sahabat Nabi


a) Berbuat baik kepada orang-orang yang tidak seagama selama mereka berbuat baik
kepada kita.
b) Menjaga kehormatan, darah, dan harta mereka.
c) Tolong-menolong serta bekerja sama dalam hal kebaikan dan sosial.
d) Tidak menikahkan wanita mukminah dengan lelaki yang tidak seagama.
e) Tidak memaksakan agama atau kepercayaan kita kepada orang yang lain yang tidak
seagama.
f) Tidak menyerupai orang-orang yang tidak seagama dalam peribadatan ritual agama
mereka dan gaya hidup mereka yang bertentangan dengan Islam, seperti ritual agama
mereka, cara berpakaian mereka, dan hal yang lainnya.

Kesimpulan: Toleransi beragama dalam kehidupan negara yang penuh keragaman, baik dari
suku, agama, maupun budaya sangat diperlukan untuk mencapai kehidupan
yang damai. Begitu pula toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Toleransi
dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan menghormati dan

4
belajar dari orang lain, menghargai perbedaan, menolak ketidak adilan,
sehingga tercapai kesamaan sikap. Dalam kehidupan masyarakat, yang telah
menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi melarang adanya diskriminasi terhadap
kelompok-kelompok yang berbeda. Contohnya adalah penganut mayoritas
dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya dan
saling menghormati dalam menjalankan ibadahnya masing-masing.

Вам также может понравиться