Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Keterangan:
a. Asertif, adalah perilaku yang bisa menyatakan perasaan dengan jelas dan
langsung, jarak bicara tepat, kontak mata tapi tidak mengancam, sikap
serius tapi tidak mengancam, tubuh lurus dan santai, pembicaraan penuh
percaya diri, bebas untuk menolak permintaan, bebas mengungkapkan
alasan pribadi kepada orang lain, bisa menerima penolakan orang lain,
mampu menyatakan perasaan pada orang lain, mampu menyatakan cinta
orang terdekat, mampu menerima masukan/kritik dari orang lain. Jadi bila
orang asertif marah, dia akan menyatakan rasa marah dengan cara dan
situasi yang tepat, menyatakan ketidakpuasannya dengan memberi alasan
yang tepat.
b. Frustasi, merupakan respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan
yang tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.
c. Perilaku Pasif, orang yang pasif merasa haknya di bawah hak orang lain.
Bila marah, orang ini akan menyembunyikan marahnya sehingga
menimbulkan ketegangan bagi dirinya. Bila ada orang mulai
memperhatikan non verbal marahnya, orang ini akan menolak
dikonfrontasi sehingga semakin menimbulkan ketegangan bagi dirinya.
Sering berperilaku seperti memperhatikan, tertarik, dan simpati walau
dalam dirinya sangat berbeda. Kadang-kadang bersuara pelan, lemah,
seperti anak kecil, menghindar kontak mata, jarak bicara jauh dan
mengingkari kenyataan. Ucapan sering menyindir atau bercanda yang
keterlaluan.
d. Agresif, merupakan perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang
tampak berupa muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar.
e. Amuk (perilaku kekerasan), yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat disertai kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak
diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Jarak Menjaga jarak dengan Mempertahankan jarak Siap dengan jarak yang akan
sikap mengabaikan yang nyaman menyerang
Penampilan Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam, posisi menyerang
tenang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan kontak Mata melotot dan
tidak mata sesuai dengan dipertahankan
hubungan
3. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Menurut Fitria, (2006), tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah
sebagai berikut:
a. Fisik: pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan
nada keras dan kasar, sikap ketus.
c. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, sikap menentang, dan amuk/agresif.
d. Emosi: jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan
ingin berkelahi.
e. Intelektual: mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat,
dan mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Sosial: penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan,
suka mengejek, dan mengkritik.
g. Spiritual: merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin
orang lain memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.
4. Psikopatologi
Gangguan jiwa pada perilaku kekerasan dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor predisposisi dan faktor presipitasi (Yosep, 2010).
a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku
kekerasan.
1) Faktor Psikologi
Psychoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan naluri. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang diekpresikan
dengan seksualitas, Dan kedua insting kematian yang diekpresikan dengan
agresivitas.
Frustation-aggresion theory; Teori yang dikembangkan pengikut Freud
ini ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif
yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk
melukai orang atau obyek yang menyebabkan frustasi.
2) Faktor Sosial Budaya
Social-Learning Theory; Teori yang dikembangkan oleh Bandura
(1977) ini memgemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Agresi dapat dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajari.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekpresi agresif mana yang dapat diterima
atau tidak dapat diterima, sehingga dapat membantu individu untuk
mengekpresikan marah dengan cara yang asertif.
3) Faktor Biologis
Neorobilogical Faktor (Montague, 1979) bahwa dalam susunan
persyarafan ada juga yang berubah pada saat orang agresif. Sistem limbik
berperan penting dalam meningkatkan dan menurunkan agresifitas.
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif yaitu;
serotonin, dopamim, norepinephrin, acetikolin, dan asam amino GABA
(gamma aminobutiric acid). GABA dapat menurunkan agresifitas,
norepinephrin dapat meningkatkan agresifitas, serotonin dapat
menurunkan agresifitas dan orang yang epilepsi.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum, sesorang akan berespon dengan marah apabila merasa
dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau
lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang marasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa
yang menjadi sumber kemarahanya. Ancaman dapat berupa internal ataupun
eksternal. Contoh stressor internal adalah tidak berprestasi kerja, kehilangan
orang yang dicintai, respon terhadap penyakit kronis. Contoh stressor
ekternal adalah serangan fisik, putus hubungan, dikritik orang lain. Marah
juga bisa disebabkan perasaan jengkel yang menumpuk di hati atau
kehilangan kontrol terhadap situasi. Marah juga bisa timbul pada orang yang
dirawat inap.
5. Penatalaksaan Medis
Penatalaksanaan gangguan jiwa dengan dengan perilaku kekerasan
(Yosep, 2010) adalah sebagai berikut:
a. Psikofarmakologi
Obat-obatan yang diberikan adalah antiaanxiety dan sedative-hipnotics.
Obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines seperti
lorazepam dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatri
untuk menenangkan perlawanan pasien.
b. Terapi Kejang Listrik atau Elektro Compulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik
dan menimbulkan kejang pada pasien baik tonik maupun klonik.
6. Penatalaksaan Keperawatan
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi
pasien, hirarki perilaku agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus
mengkaji pula afek pasien yang berhubungan dengan perilaku agresif.
Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat dalam membina hubungan
terapeutik dengan pasien, mengkaji perilaku yang berpontensi kekerasan,
mengembangkan suatu perencanaan, mengimplementasikan perencanaan, dan
mencegah perilaku kekerasan. (Yosep, 2010).
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk
mencegah dan mengelola perilaku agresif. Intervensi dapat melalui rentang
intervensi keperawatan.
a. Kesadaran Diri
Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapi dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan pasien. Bila perawat tersebut merasa
letih, cemas, marah, atau apatis maka akan sulit baginya membuat pasien
tertarik. Untuk mencegah semua itu, maka perawat harus terus menerus
meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervise dengan
memisahkan antara masalah pribadi dan masalah pasien.
b. Pendidikan Pasien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikai dan cara
mengekpresikan marah yang tepat. Banyak pasien yang mengalami kesulitan
mengekpresikan perasaan, kebutuhan, hasrat, dan bahkan kesulitan
mengkomunikasikan semua ini pada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi yang terapeutik diharapkan agar pasien mau mengekpresikan
perasaannya, lalu perawat menilai apakah respon yang diberikan pasien
adaptif atau maladaptif.
c. Latihan Asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat yaitu
mampu berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang, mengatakan
tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan, sanggup melakukan komplain, dan
mengekpresikan penghargaan dengan tepat.
d. Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan pasien agresif adalah bersikap tenang,
bicara lembut, bicara tidak dengan menghakimi, bicara netral dengan cara
yang kongkrit, tunjukkan sikap respek, hindari kontak mata langsung,
fasilitasi pembicaraan, dengarkan pembicaraan, jangan terburu-buru
menginterpretasikan, dan jangan membuat janji yang tidak dapat ditepati.
e. Perubahan Lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti:
membaca, kelompok program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang
tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya seperti terapi aktivitas
kelompok. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang
mempunyai masalah yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi
sedangkan kelompok digunakan sebagai target sasaran (Keliat dan Akemat,
2005). TAK yang sesuai dengan perilaku kekerasan adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi: perilaku kekerasan.
f. Tindakan Perilaku
Tindakan perilaku pada dasarnya membuat kontrak dengan pasien
mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima,
konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan perilaku kekerasan
(SDKI, 2017), adalah
a. Data Subyektif
1) Mengancam
2) Mengumpat dengan kata-kata kasar
3) Suara keras
4) Bicara ketus
b. Data Obyektif
1) Menyerang orang lain
2) Melukai diri sendiri
3) Merusak lingkungan
4) Perilaku agresif/amuk
5) Mata melotot
6) Tangan mengepal
7) Rahang mengatup
8) Wajah memerah
9) Postur tubuh kaku
Pohon Masalah
Effect ...... Resiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk maslah prilaku kekerasan
adalah:
a. Perilaku Kekerasan
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c. Harga diri rendah.
3. Rencana Keperawatan Perilaku Kekerasan
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nurjannah, I. 2008. Penangan Klien Dengan Masalah Psikiatri Kekerasan.
Yogyakarta: MocoMedika.
Maramis, W.F. 2005 Catatan Ilmu Keperawatan Jiwa. Surabaya: Airlangga
Universitas Press.
SDKI, DPP & PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:definisi dan
indicator diagnostic. (Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI
Stuart, G.W. and Laraia. 2005. Principles and Praktice of Psychiatric Nursing, St.
Louis: Mosby Year B
Stuart dan Sundeen, 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.