Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
UNIVERSITAS INDONESIA
KELOMPOK 6 (RPF-B)
Hansen 1306343656
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2013
Universitas Indonesia
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan
makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Rencana Pengembangan Formula pada program studi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. Silvia Surini
M.Pharm.Sc., Apt. selaku dosen mata kuliah Rencana Pengembangan Formula
atas bimbingan yang diberikan sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik.
Tak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran
demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis
2013
Universitas
Universitas IndonesiaIndonesia
3
DAFTAR ISI
3.1. Praformulasi..................................................................................33
4.1. Evaluasi........................................................................................51
4.2. Kemasan.......................................................................................58
Universitas Indonesia
4
5.1. Kesimpulan.....................................................................................62
5.2. Saran...............................................................................................62
DAFTAR ACUAN 63
BAB 1
PENDAHULUAN Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kulit
Kulit merupakan lapisan yang menutupi permukaan tubuh dan
menghubungkannya dengan lingkungan. Kulit terdiri atas tiga kompartemen
utama yaitu epidermis, dermis dan hipodermis (subkutan). Epidermis merupakan
struktur terluar yang berlapis-lapis, jaringan epitelnya terdiri atas beberapa
lapisan. Struktur terluar dari epidermis adalah stratum korneum yang membentuk
barrier permeabilitas epidermal yang mencegah hilangnya air dan elektrolit.
(Draelos, 2010).
Universitas Indonesia
5
Tidak ada garis tegas yang memisahkan antara dermis dan subkutan.
Subkutan ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan sel-sel yang
membentuk jaringan lemak. Lapisan epidermis dan dermis dibatasi oleh taut
dermoepidermal (dermoepidermal junction). Fungsi utama kulit antara lain:
1. Fungsi proteksi: untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme, bahan
kimia, radiasi panas, listrik, dan kejutan mekanik.
2. Fungsi ekskresi: untuk mengekskresi zat-zat yang tidak berguna atau sisa
metabolisme di dalam tubuh seperti NaCl, urea, dan lain-lain
3. Fungsi termoregulasi: mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi
dan konstruksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi
4. Fungsi persepsi sensori: sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa
tekanan, raba, suhu dan nyeri
5. Fungsi absorpsi: melalui epidermis dan kelenjar sebasea
6. Fungsi pembetukan pigmen (melanogenesis)
7. Fungsi keratinisasi
8. Fungsi produksi vitamin D
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga
untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta indrustrinya baru dimulai
secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia
usaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan
antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut kosmetik medik
(cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah, 2007).
Kosmetik pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang
bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh
seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit
maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit
menjadi lebih kering (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik pelembab yang mengandung gliserol akan mengering di
permukaan kulit, membentuk lapisan yang bersifat higroskopis, yang menyerap
uap air dari udara dan mempertahankannya di permukaan kulit. Preparat ini
membuat kulit nampak lebih halus dan mencegah dehidrasi lapisan stratum
corneum kulit. Tetapi konsentrasi gliserol yang tinggi sedikit banyak dapat
mengiritasi kulit. Sekarang konsentrasi gliserol yang lazim digunakan adalah 10-
20 %. Sedangkan kosmetik yang ditambahkan campuran minyak seperti minyak
tumbuhan lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu menembus
sel-sel stratum corneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat (Tranggono
dan Latifah, 2007).
Kulit merupakan organ pertama yang terkena pengaruh tidak
menguntungkan dari lingkungan. Berbagai faktor baik dari luar tubuh maupun
dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit, misalnya udara
kering, kelembaban udara yang rendah, sinar matahari, usia, berbagai penyakit
kulit maupun penyakit dalam tubuh. Karena faktor-faktor tersebut dapat terjadi
penguapan yang berlebihan pada epidermis kulit sehingga kadar air dalam stratum
korneum < 10% dan menyebabkan kulit kering. Secara alamiah kulit berusaha
untuk melindungi diri dari kemungkinan tersebut, yaitu dengan adanya tabir
lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar
Universitas Indonesia
9
keringat serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit.
Namun, dalam kondisi tertentu faktor perlindungan kulit alamiah (natural
moisturizing factor) tidak mencukupi sehingga diperlukan perlindungan tambahan
non alamiah yaitu dengan pemberian kosmetika pelembab (Wasitaatmadja, 1997).
Humektan atau pelembab adalah bahan-bahan yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi kekeringan kulit disamping bersifat protektif terhadap
kulit. Kekeringan kulit ditinjau dari sudut biokimia tidak lain merupakan
kandungan air dalam kulit dan efek melembabkan merupakan fenomena yang
berhubungan dengan konsentrasi air tersebut. Bahan pelembab yang biasa
digunakan adalah gliserin, sorbitol, propilenglikol atau polietilenglikol (PEG).
Bahan-bahan ini termasuk dalam golongan pelembab yang bersifat larut dalam air,
menjaga kulit tetap halus dan lembut dan akan memperlambat proses penguapan
air dari kulit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Untuk melindungi kulit dari hal tersebut di atas maka dibuatlah gel
pelembab. Gel pelembab adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut, tidak kering, bersisik, dan mudah
pecah. Bahan yang biasa digunakan mencakup zat emolien, zat humektan
(pelembab), gelling agent, zat pengawet, parfum, dan zat warna (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
2.3 Gel
Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua
konstituen yang terdiri dari massa yang rapat dan diselusupi oleh cairan (Martin,
Swarbick dan Cammarata, 1983). Gel merupakan salah satu sediaan semi solid
selain salep, pasta, dan krim yang sering digunakan dengan tujuan pemakaian obat
topikal. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel atau jelli merupakan sistem
semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan. Sedangkan Howard C.
Ansel mendefinisikan gel sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan. Sedangkan Howard C. Ansel
Universitas Indonesia
10
mendefinisikan gel sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan.
Gel dibuat dengan bantuan agen pembentuk gel yaitu polimer alam atau
sintetik yang membentuk suatu matriks tiga dimensi dalam cairan. Polimer
pembentuk gel yang umum digunakan termasuk polimer alam seperti gum
tragakan, karagenan, pektin, agar, dan asam alginat; bahan semisintetik seperti
metil selulosa, hidroksi etil selulosa, hidroksi propil metil selulosa, dan karboksi
metil selulosa; dan bahan sintetik yaitu karbopol (Aulton, 1988). Selain itu, dalam
formulasi gel terkandung bahan-bahan lain, diantaranya humektan (propilen
glikol, gliserin, sorbitol, dan sebagainya), pengawet (metilparaben, butilparaben,
propilparaben, benzil alkohol, dan sebagainya), peningkat penetrasi (etanol,
DMSO, isopropil miristat, propilen glikol, menthol, dan sebagainya), serta bahan-
bahan lainnya.
Universitas Indonesia
11
memperhatikan pengembangan gelling agent baru yang berasal dari bahan alam,
misalnya biopolimer karragenan, xanthan gum, dan kitosan. Selain itu, dalam
formulasi gel terkandung bahan-bahan lain, di antaranya humektan (propilen
glikol, gliserin, sorbitol, dan sebagainya), pengawet (metilparaben, butilparaben,
propilparaben, benzil alkohol, dan sebagainya), peningkat penetrasi (etanol,
DMSO, isopropilmiristat, propilenglikol, menthol, dan sebagainya), khelating
agent (Na2EDTA, misalnya pada Na-alginat yang sensitif terhadap adanya logam
bobot), serta bahan-bahan lainnya.
Universitas Indonesia
12
yang telah meregang dan terjadi penekanan medium dispersi dari matriks gel.
Penambahan agen osmotik seperti sukrosa, glukosa, dan elektrolit lain dapat
membantu mempertahankan tekanan osmotik yang lebih tinggi pada suhu rendah
dan menghindari sineresis gel.
c. Perubahan suhu
Perubahan suhu dapat mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk
melalui penurunan temperatur maupun pada kenaikan temperatur hingga suhu
tertentu. Polimer seperti metil selulosa dan hidroksi propil metil selulosa, terlarut
hanya pada air yang dingin dan membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan
suhu, larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
d. Adanya elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik, dimana ion akan berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap
pelarut yang ada sehingga koloid akan melarut. Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel
Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium, hal ini disebabkan karena terjadi pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
e. Elastisitas dan rigiditas
Elastisitas dan rigiditas merupakan karakteristik dari gel gelatin dan
nitroselulosa. Selama transformasi dari bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi
peningkatan elastisitas dan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel
resisten terhadap deformasi dan mempunyai aliran vikoelastik, struktur gel ini
dapat bermacam-macam tergantung dari komponen penyusun gel.
f. Rheologi
Larutan pembentuk gel dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan
sifat aliran pseudoplastis.
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
dapat diubah oleh parameter fisikokimia yang beragam. Faktor fisik seperti suhu,
pH, dan kekuatan ionik medium swelling, dan faktor kimia seperti struktur
polimer, modifikasi kimia (crosslink) dapat mengubah laju swelling. Oleh karena
hal ini, ada klasifikasi lebih lanjut yaitu pH responsive hydrogel,
thermoresponsive hydrogel, ionik responsive hydrogel.
Universitas Indonesia
15
c. Derivat selulosa
Selulosa murni tidak larut dalam air karena sifat kristalinitas yang tinggi.
Substitusi dengan gugus hidroksi menurunkan kristalinitas dengan menurunkan
pengaturan rantai polimer dan ikatan hidrogen antar rantai. Derivat selulosa yang
sering digunakan adalah MC, HEMC, HPMC, EHEC, HEC, dan HPC. Sifat fisik
dari selulosa ditentukan oleh jenis dan gugus substitusi. HPMC merupakan derivat
selulosa yang sering digunakan. Derivat selulosa rentan terhadap degradasi
enzimatik sehingga harus icegah adanya kontak dengan sumber selulosa.
Sterilisasi sediaan atau penambahan pengawet dapat mencegah penurunan
viskositas yang diakibatkan oleh depolimerisasi oleh enzim yang dihasilkan dari
mikroorganisme. Misalnya MC, Na CMC, HEC, HPC Sering digunakan karena
menghasilkan gel yang bersifat netral, viskositas stabil, resisten terhadap
pertumbuhan mikroba, gel yang jernih, dan menghasilkan film yang kuat pada
kulit ketika kering. Misalnya MC, Na CMC, HPMC.
d. Polimer sintetis (Karbomer = karbopol)
Sebagai pengental sediaan dan produk kosmetik. Karbomer merupakan
gelling agent yang kuat, membentuk gel pada konsentrasi sekitar 0,5%. Dalam
media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam bebasnya, pertama-tama
dibersihkan dulu, setelah udara yang terperangkap keluar semua, gel akan
terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai. Dalam sistem cair,
basa anorganik seperti NaOH, KOH, dan NH 4OH sebaiknya ditambahkan. pH
harus dinetralkan karena karakter gel yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses
netralisasi atau pH yang tinggi. Viskositas dispersi karbomer dapat menurun
dengan adanya ion-ion. Karbomer merupakan gelling agent yang kuat, maka
hanya diperlukan dalam konsentrasi kecil.
2. Polietilen (gelling oil)
Digunakan dalam gel hidrofobik liquid, akan dihasilkan gel yang lembut,
mudah tersebar, dan membentuk lapisan / film yang tahan air pada permukaan
kulit. Untuk membentuk gel, polimer harus didispersikan dalam minyak pada
suhu tinggi (di atas 80 ºC) kemudian langsung didinginkan dengan cepat untuk
mengendapkan kristal yang merupakan pembentukan matriks.
3. Koloid padat terdispersi
Universitas Indonesia
17
b. Bahan tambahan
1. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
Pada kondisi tidak adanya interferensi, obat dan zat tambahan lain dicampurkan
pada proses pengembangan. Pada kasus ini, perlu dipertimbangkan efek suhu
pencampuran, durasi pengembangan, dan kondisi proses lainnya pada stabilitas
fisikokimia obat dan bahan tambahan. Idealnya, obat dan bahan tambahan
dilarutkan dalam pelarut untuk swelling, dan gelling agent ditambahkan ke larutan
ini dan dibiarkan mengembang.
b. Gelling medium
Purified water merupakan medium dispersi paling umum pada preparasi
gel. Di bawah kondisi tertentu, gel juga mungkin mengandung kosolven atau agen
pendispersi. Campuran etanol dan toluen memperbaiki dispersi etilselulosa,
diklorometan dan metanol memperbaiki viskositas dispersi HPC, alkohol
memperbaiki stabilitas rheologisgel polietilen oksida, dan gliserol, propilenglikol,
sukrosa, dan alkohol memperbaiki dispersi natrium alginat. Perhatian khusus
diperlukan untuk menghindari evaporasi atau degradasi kosolven ini dan agen
dispersi selama preparasi gel.
c. Kondisi proses dan durasi pengembangan
Suhu proses, pH pendispersian, durasi pengembangan merupakan paramter
kritis pada preparasi gel. Kondisi ini bervariasi untuk setiap gelling agent. Sebagai
contoh, air panas dipilih untuk gelatin dan PVA, air dingin dipilih untuk dispersi
metilselulosa. Karbomer, guar gum, HPC, poloxamer, dan tragakan membentuk
gel pada pH asam lemah atau mendekati netral (pH 5-8). Gelling agent seperti
CMC Na, HPMC, dan natrium alginat membentuk gel pada kisaran pH yang luas
(4-10). HEC membentuk gel pada pH basa. Durasi pengembangan sekitar 24 – 48
jam umumnya menghasilkan gel yang homogen. Gom alam membutuhkan waktu
sekitar 24 jam dan polimer selulosa membutuhkan waktu 48 jam untuk hidrasi
yang sempurna.
d. Penghilangan udara yang terjebak
Penghilangan udara pada matriks gel merupakan isu penting, khususnya
pada proses pengembangan yang melibatkan prosedur pencampuran atau
penambahan obat dan eksipien setelah proses pengembangan. Tempatkan
propeller pada dasar wadah pencampuran akan mengurangi penjebakkan udara.
Penghilangan gelembung udara lebih lanjut dapat dicapai dengan pendiaman gel
Universitas Indonesia
20
dalam waktu lama, penyimpanan suhu rendah, sonikasi, atau penambahan agen
antibusa silikon. Pada produksi skala besar, vacuum vessel deaerator digunakan
untuk menghilangkan gelembung udara.
e. Pengemasan
Gel viskos dan merupakan sistem non-Newtonian, memerlukan perhatian
khusus selama pengemasan ke dalam wadah. Umumnya, gel dikemas ke dalam
squeeze tube atau jar dari bahan plastik. Wadah aluminium juga digunakan bila
pH produk agak asam. Pump dispenser dan prefilled syringe juga kadang
digunakan untuk pengemasan gel. Karena kebanyakan gel mengandung fase air,
pengawetan dalam wadah yang kedap udara membantu melindungi dari serangan
mikroba. Umumnya disimpan pada suhu ruang dan dilindungi dari cahaya
matahari langsung dan kelembaban. Pada produksi skala besar, digunakan mesin
mill, separator, mixer, deaerator, shifter, dan pengemas yang berbeda.
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
dan otot. Konsistensinya dan ikatannya yang baik dengan jaringan menjadikan
asam hialuronat memungkinkan untuk digunakan dalam produk perawatan kulit
sebagai pelembab yang sangat baik. Asam hialuronat adalah salah satu senyawa
alami yang paling hidrofilik di alam dan digambarkan sebagai pelembab alami.
Sifat hidrofobik asam hialuronat diperoleh dari atom axial hydrogen sekitar
delapan kelompok -CH pada sisi molekul.
Asam hialuronat dalam larutan berair dilaporkan mengalami transisi dari
karakteristik Newton ke non-Newton searah dengan peningkatan bobot molekul,
konsentrasi atau shear rate. Selain itu semakin tinggi bobot molekul dan
konsentrasi asam hialuronat semakin tinggi pula viskositasnya. Viskositas asam
hialuronat dalam larutan berair adalah bergantung pH dan dipengaruhi oleh
kekuatan ionic lingkungannya. Asam hialuronat memiliki pKa 2,9 dan karena itu
perubahan pH akan mempengaruhi tingkat ionisasi ranta asam hialuronat.
Pergeseran ionisasi mengubah interaksi antarmolekul asam hialuronat yang
mengubah sifat reologi dari komponen (Brown dan Jones., 2004)
Natrium hialuronat menurut European pharmacopoeia bersifat sedikit larut
hingga larut dalam air. Kecepatan kelarutannya bergantung pada bobot molekul
(MW), semakin rendah MW semakin cepat larut. Perubahan pada bobot molekul
dapat terjadi karena pemanasan atau pH extrim (semakin tinggi MW semakin
rendah stabilitas).
Universitas Indonesia
25
hialuronat membentuk gel akan tetapi ikatan antara molekul asam hialuronat ini
tidak cukup kuat dan mudah terjadi degradasi.
Universitas Indonesia
26
Gambar 2.4. Kulit kering dan kulit yang dikuatkan dengan asam hialuronat.
Universitas Indonesia
27
(kemampuan mengikat air), water retension (kemampuan retensi air), dan water
uptake (higroskopisitas). Asam hialuronat mengikat air dalam sel dan mambantu
membentuk struktur kulit pada lapisan epidermis kulit sehingga kulit menjadi
lebih halus, elastis, dan tampak lebih muda.
1. Water Holding Capacity
Kemampuan mengikat air asam hialuronat sangat tinggi dibandingkan dengan
misturizer lain seperti pada bagan berikut:
2. Water retension
Bagan di bawah mengilustrasikan laju evaporasi lembab dari asam hialuronat
paling kecil di antara moisturizer lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
asam hialuronat memiliki kemampuan retensi air yang kuat.
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
1. Pengemasan gel terdiri dari kemasan primer berupa pot dari bahan acrylic,
kemasan sekunder kertas karton dan brosur dalam kemasan sekunder yang
berisi informasi terkait sediaan dan cara penggunaannya.
Universitas Indonesia
30
2. Pengemasan gel dibuat dengan cetakan huruf dan gambar yang berkualitas
baik serta mudah untuk dibaca.
3. Gel dikemas dengan bobot bersih 50 g.
Universitas Indonesia
31
Universitas Indonesia
32
BAB 3
PRAFORMULASI DAN FORMULASI
3.1. Praformulasi
3.1.1. Tiap pot gel pelembab asam hialuronat mengandung:
R/
R/D-panthenol 75 W 1
Natrium hialuronat 0,1
Karbomer 940 0,5
Trietanolamin 0,75
Propilen Glikol 15
Metil Paraben 0,1
Fenoksietanol 0,5
Propil galat 0,05
Na2EDTA 0,05
Green Tea Floral Water 0,01
Aquadest ad 50 gram
3.1.2.Sifat Fisika-kimia Zat Aktif dan Bahan Tambahan serta Alasan Pemilihan
Bahan
1. Natrium hialuronat (Asam hialuronat)
Universitas Indonesia
33
2. D-Panthenol
1,000 g D-panthenol ~ 1,068 g asam pantothenat.
a. Bobot molekul : 205,3
b. Rumus kimia : C9H19NO4.
c. Nama kimia :(R)-2,4dihydroxy-N-(3-
hydroxypropyl)-3,3-dimethylbutyramide.
d. Pemerian : Tidak berwarna atau sedikit kekuningan,
jernih, cairan kental higroskopis, praktis tidak
berbau, sedikit pahit.
Universitas Indonesia
34
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
4. Trietanolamin (TEA)
5. Propil galat
Universitas Indonesia
38
6. Propilen Glikol
7. Na2EDTA
Universitas Indonesia
40
pembuatan atau wadah kemasan (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009). Na2EDTA
merupakan agen pengkelat yang paling sering digunakan dalam formulasi
farmasetika, kosmetik, dan juga produk makanan. Penambahan Na 2EDTA ini
berfungsi untuk mengikat logam yang kemungkinan terdapat pada sediaan
sehingga tidak mengkatalis proses oksidasi terhadap produk yang dihasilkan.
8. Fenoksietanol
9. Metil Paraben
Universitas Indonesia
41
a. Sinonim : Methyl-4-hydroxybenzoate.
b. Rumus Molekul : C8H8O3
c. Bobot Molekul : 152,15
d. Pemerian : Kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin
putih. Tidak berasa sampai hampir berasa dan sedikit
rasa terbakar.
e. Kelarutan : Propilen glikol (1:5); Air (1:400); 1:50 (air
pada suhu 50 ºC); 1:30 (air pada suhu 80 ºC).
f. Konsentrasi : Dalam sediaan topikal 0,02-3%.
g. Kegunaan : Pengawet dalam formulasi farmasetika,
produk makanan, dan terutama dalam kosmetik.
h. Stabilitas : Larutan metilparaben stabil dalam pH 3-6
(kurang dari 10% terdekomposisi) sampai 4 tahun pada
suhu ruang, sementara jika pH 9 atau lebih akan cepat
terhidrolisis (10% atau lebih setelah 60 tahun pada
penyimpanan suhu ruang). Simpan pada wadah yang
rapat, dingin dan sejuk.
i. Inkompabilitas : Aktivitas antimikroba golongan
paraben akan menurun dengan adanya surfaktan
nonionik, seperti polisorbat 80 karena terjadinya
miselisasi. Akan tetapi, dengan adanya prolpilen glikol
akan mencegah interaksi antara metilparaben dan
polisorbat 80. Inkompatibel dengan bentonite, Mg
trisilikat, talk, tragakan, natrium alginat, minyak
esensial, sorbitol dan atropine. Bereaksi dengan gula.
Plastik dapat mengabsorpsi metilparaben, maka dapat
Universitas Indonesia
42
11. Aquadest
a. Rumus Molekul : H2O
b. Bobot Molekul : 18
c. Pemeriaan : Aquadest merupakan air murni yang
diperoleh dengan penyulingan. Caranya dengan
pertukaran ion, osmotik terbalik atau cara lain yang
sesuai. Dibandingkan dengan air minum biasa, air
murni lebih bebas dari kotoran zat – zat padat.
d. Kegunaan : Pelarut.
3.2. Formulasi
Universitas Indonesia
43
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
45
5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke
dalam kemasan sebanyak yang dibutuhkan, kemasan ditutup, lalu diberi
etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.
persyaratan yang ditetapkan. Pada proses mixing sediaan dan pembuatan basis gel
carbomer 940 dilakukan menggunakan vacuum mixing plan untuk mencegah
terjebaknya gelembung udara dalam sediaan gel yang dapat mempengaruhi
volume gel saat proses pengisian ke dalam pump. Adapun cara pembuatan
hyaluronic acid moisturizing gel adalah sebagai berikut:
1. Seluruh alat yang digunakan pada pembuatan gel disiapkan sesuai standar
CPOB lalu dibersihkan terlebih dahulu dan dipastikan bahwa peralatan telah
bersih dan siap untuk digunakan.
2. Zat aktif (natrium hialuronat 25 g) ditimbang dan zat tambahan (karbomer
940 125 g; trietanolamin 187,5 g; propilen glikol 3750 g; metil paraben 25
g; fenoksietanol 125 g; propil gallat 12,5 g; Na2 EDTA 12,5 g) ditimbang
serta diukur larutan d-panthenol 75 W 250 mL; Green tea floral water 2,5
mL dan aquadest 20,485 L. Selanjutnya, semua bahan baku dibawa ke ruang
pembuatan.
3. Metil paraben sebanyak 25 g dan propil gallat sebanyak 12,5 g dilarutkan
dalam propilen glikol sebanyak 2500 g, dihomogenkan menggunakan
Vacuum Mixing Plant (VMP tipe VM 75N) dengan kecepatan 500 rpm
selama 10 menit hingga larut homogen. Purified water sebanyak 13,485 L
ditambahkan ke dalam VMP dengan kecepatan 500 rpm selama 5 menit.
Fenoksietanol sebanyak 125 g dan Na2EDTA sebanyak 12,5 g ditambahkan
secara perlahan ke dalam VMP dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit
hingga larut homogen.
4. Carbomer 940 sebanyak 125 g didispersikan dalam larutan di dalam VMP,
dihomogenkan dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit. Trietanolamin
sebanyak 187,5 g ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam VMP dengan
kecepatan alat 1500 rpm selama 20 menit.
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
48
BAB 4
EVALUASI DAN KEMASAN
4.1. Evaluasi
4.1.1 In Process Control (IPC)
1. Pengamatan Organoleptis`
Tujuan
untuk mengukur daya penerimaan terhadap produk berdasarkan indera.
Prosedur kerja
Dapat dilakukan dengan mengamati warna, bau, tekstur penampilan sediaan.
Kriteria
Warna : jernih.
Universitas Indonesia
49
2. Uji Homogenitas
Tujuan
Untuk mengetahui homogenitas bahan di dalam sediaan.
Metode
Dilakukan dengan cara mengoleskan 0,1 gram sediaan pada kaca transparan.
Kriteria
Semua bahan tersebar dengan homogen dalam sediaan gel.
3. Uji pH
Tujuan
Untuk mengetahui pH sediaan.
Metode pelaksanaan
Menggunakan pH meter.
Prosedur kerja
Ditimbang sediaan gel sebanyak 1 g, lalu didispersikan dalam 10 mL
akuades. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang
telah dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda
dicelupkan ke dalam larutan sediaan dan dicatat nilai pH yang tertera pada
layar. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang.
Kriteria
pH sediaan tidak kurang dari 4,5 tidak lebih dari 6,5.
.
4. Uji Viskositas dan Sifat Alir
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh kuantitas eksipien atau pelarut yang digunakan
terhadap viskositas gel yang dihasilkan.
Metode pelaksanaan
Dengan menggunakan viskometer Brookfield.
Prosedur kerja
Sediaan gel dimasukkan ke dalam wadah berupa beaker glass 250 mL,
spindel yang sesuai diturunkan hingga batas spindel tercelup ke dalam
sediaan, kemudian motor dan spindel dinyalakan. Angka viskositas yang
ditunjukkan oleh jarum merah dicatat, kemudian dikalikan dengan faktor
koreksi pada tabel yang terdapat pada brosur alat. Nilai viskositas diperoleh
Universitas Indonesia
50
5. Uji Konsistensi
Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh kuantitas eksipien atau pelarut yang digunakan
terhadap konsistensi gel yang dihasilkan.
Metode pelaksanaan
Dengan menggunakan penetrometer.
Prosedur pengujian
Sediaan gel dimasukkan ke dalam wadah khusus dan diletakkan pada meja
penetrometer. Peralatan diatur hingga ujung kerucut menyentuh bayang
permukaan sediaan. Batang pendorong dilepas dengan mendorong tombol
start. Angka penetrasi dibaca lima detik setelah kerucut menembus sediaan.
Dari pengukuran konsistensi dengan penetrometer akan diperoleh yield
value.
Kriteria
Yield value : 500-700 dyne/cm2.
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
3. Penetapan Kadar
a. Natrium hialuronat
Metode
Spektrofotometer UV-Vis
Preparasi sampel
a. Reagent A. Larutkan 0,95 g dinatrium tetraborat dalam 100,0 mL asam
sulfat
b. Reagent B. Larutkan 0,125 g karbazol dalam 100,0 mL etanol anhidrat.
c. Larutan uji. Siapkan larutan secara triplo. Ambil sejumlah massa gel
yang setara 0,170 g zat aktif. Lakukan ekstraksi terhadap sediaan gel.
Encerkan hingga 100,0 g dengan pelarut yang sama. Encerkan 10,0 g
larutan ini hingga 200,0 g dengan air.
d. Larutan stok baku. Larutkan 0,1 g asam D-glukuronat yang sebelumnya
dikeringkan hingga massanya tetap dalam vakum difosfor pentoksida,
dalam air dan encerkan hingga 100,0 g dengan pelarut yang sama.
e. Larutan baku. Siapkan 5 pengenceran dari larutan stok baku dengan
konsentrasi dari 6,5 µg/g hingga 65 µg/g asam D-glukuronat.
Prosedur analisis
a. Letakkan 25 tabung uji, yang telah diberi nomor 1 sampai 25, dalam air es.
b. Tambahkan 1,0 mL dari kelima larutan baku secara triplo ke dalam tabung
1 sampai 15 (tabung baku), 1,0 mL dari ketiga larutan uji secara triplo ke
dalam tabung 16 sampai 24 (tabung uji), dan 1,0 mL air pada tabung uji
no 25 (blangko).
c. Tambahkan 5,0 mL reagen A ke dalam masing-masing tabung uji, yang
sebelumnya telah didinginkan dalam air es. Tutup rapat tabung dengan
plastik, kocok, dan letakkan dalam water bath selama 15 menit.
d. Dinginkan dalam air es, dan tambahkan 0,20 mL reagen B. Buka tutup
tabung, kocok dan letakkan kembali dalam water bath selama 15 menit.
e. Dinginkan hingga suhu ruang dan ukur absorbansi larutan pada 530 nm ,
terhadap blangko.
Hitung persentase sodium hyaluronat menggunakan persamaan berikut:
b. Panthenol
Metode
Titrasi bebas air
Preparasi sampel
a. Larutan Kalium biphtalat: larutkan 20,42 g Kalium biftalat dengan asam
asetat glasial di dalam labu ukur 1000 ml. Jika dibutuhkan, hangatkan
campuran dengan steam bath untuk melarutkan, perhatikan terhadap
adanya absorpsi karena kelembaban. Dinginkan hingga suhu kamar, dan
encerkan dengan asam asetat glasial hingga 1000 ml.
b. Larutan uji: Ambil sejumlah massa gel yang setara 400 mg Panthenol.
Lakukan ekstraksi terhadap sediaan gel. Tambahkan 50,0 ml asam
perklorat 0,1 N, dan refluks selama 5 jam. Dinginkan, perhatikan adanya
kelembaban atmosfer yang masuk ke dalam kondenser, dan bilas
kondenser dengan asam asetat glasial, simpan hasil bilasan di dalam labu.
c. Analisis
Titrasi larutan uji dengan Kalium biftalat hingga titik akhir berwarna
biru-hijau menggunakan indikator 5 tetes kristal violet. Lakukan
penetapan blangko dan catat perbedaan volume yang dibutuhkan. Tiap
mL perbedaan volume asam perklorat 0,1 N ekuivalen dengan 20,53
C9H19O4.
Kriteria keberterimaan
90,0 – 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
4. Uji Stabilitas
a) Uji Stabilitas Jangka Panjang
Metode
Universitas Indonesia
54
Uji jangka panjang dilakukan pada tidak kurang dari tiga bets dengan waktu
penyimpanan minimal 12 bulan dan dilanjutkan hingga waktu daluwarsa
yang diajukan. Temperatur uji yang digunakan adalah 30° ± 2°C dengan
kelembapan relatif 65% ± 5%. Pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan pada
tahun pertama, yaitu pada bulan ke-0, 3, 6, 9, dan 12. Setiap 6 bulan pada
tahun kedua.
Kriteria
Sediaan gel stabil secara fisik.
Kemudian, pada uji stabilitas jangka panjang, dilakukan uji efektifitas
pengawet antimikroba.
Universitas Indonesia
55
b. Jumlah kapang dan khamir viable selama 14 hari pertama adalah tetap
atau kurang dari jumlah awal
c. Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian
adalah tetap atau kurang.
4.2. Kemasan
Kemasan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1 Kemasan primer adalah bahan kemasan yang secara langsung membungkus
sediaan, misalnya pot atau tube.
2 Kemasan sekunder adalah digunakan untuk mengemas dan melindungi
produk yang telah dikemas dalam kemasan primer.
Universitas Indonesia
56
Universitas Indonesia
57
3. Desain Brosur
a. Tampak Depan
b. Tampak Belakang
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Universitas Indonesia
59
5.1. Kesimpulan
1. Formula gel pelembab asam hialuronat (hyaluronic acid moisturizing gel)
telah berhasil membentuk sediaan gel pelembab kosmetik dengan nama
dagang HYAGEL.
2. Sediaan gel HYAGEL yang mengandung natrium hialuronat dan D-
panthenol 75W memenuhi kriteria evaluasi fisik, kimia dan biologi sediaan
gel yang dipersyaratkan.
5.2. Saran
Dapat dikembangkan formulasi sediaan gel pelembab dengan
menggunakan bahan aktif yang mempunyai efek perawatan kulit lainnya selain
efek pelembab kulit seperti natrium hialuronat. Reformulasi gel HYAGEL dari
segi komponen gelling agent dan pelarut dapat dilakukan untuk menghasilkan gel
dengan konsistensi dan viskositas yang lebih baik. Selain itu dapat pula sediaan
gel ini dibuat sebagai sediaan emulgel.
DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia
60
Banker, G.S, & Christopher, T. (1996). Modern Pharmaceutics 3rd edition. New
York: Marcel Dekker, Inc. hal 295-296.
Brown, M.B., & Jones, S.A. (2005). Hyaluronic acid: a unique topical vehicle for
the localized delivery of drugs to the skin. JEADV 19, 308–318.
Hascall, C.V., & Laurent, T.C. (1998). The Chemistry, Biology and Medical
Applications of Hyaluronan and its Derivatives. Wenner-Gren
International Series, Vol 72, Portland Press, London.
Kablik J., Monheit G.D., Yu L.P., Chang G., & Gershkovich J. (2009).
Comparative Physical Properties of Hyaluronic Acid Dermal Fillers,
American Society for Dermatologic Surgery 35;302-312.
Lund, Walter. (1994). The Pharmaceutical Code (12th ed.). London: The
Pharmaceutical Press.
Martin, A, Swarbick, J., & Cammarata, A. (2008). Farmasi Fisik Edisi Ketiga.
(Joshita, Penerjemah). Jakarta: UI Press.
Necas J, Bartosikova L, Brauner P, Kolar J. (2008). Hyaluronic Acid
(hyaluronan): a review, Veterinarni Medicina, 53 (8); 397-411.
Universitas Indonesia
61
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (6th ed.). Grayslake: Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.
Surini S., Akiyama H., Morishita M., Nagai T., & Takayama K., 2003, Release
phenomena of insulin from an implantable device composed of a polyion
complex of chitosan and sodium hyaluronate. J Controlled Release 90;
291-301.
T, Mitsui (ed). (1997). New Cosmetic Sciences. Amsterdam: Elseiver Scinces BV.
Tranggono, R.I & F. Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Universitas Indonesia