Вы находитесь на странице: 1из 32

MAKALAH BALOK BETON BERTULANG TERHADAP TORSI

STRUKTUR BETON II

Dosen Pembimbing :
BOBBY ASUKMAJAYA R, S.ST.,MT

Dikerjakan Oleh :
KELOMPOK 3
Azmi Yasyidi Aziz (1731310163)
Maulidya Annisa Paleky (1731310161)
Sheliza Syahadan Maulidiyah (1731310004)
Vimbha Ari Prasetyo (1731310128)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2019
2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, pembimbing yang memberikan


persetujuan atas makalah kolom panjang yang disusun oleh :

Kelompok :3
Nama Kelompok :
Azmi Yasyidi Aziz (1731310163)
Maulidya Annisa Paleky (1731310161)
Sheliza Syahadan Maulidiyah (1731310004)
Vimbha Ari Prasetyo (1731310128)
Kelas : 2 KBG 1

Malang, 8 April 2019


Diperiksa,
Dosen Pembimbing

Bobby Asukmajaya R, S.ST.,MT

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Balok Beton
Bertulang Terhadap Torsi Struktur Beton II dengan baik dan lancar.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai kelengkapan
tugas besar yang telah diberikan serta untuk menunjang nilai dan mata kuliah,
terutama struktur beton II.
Tak lupa ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam proses dan kelancaran dalam praktikum dan pembuatan laporan ini,
terutama kepada bapak Bobby Asukmajaya R, S.ST.,MT yang telah
mendampingi, dan membimbing kami hingga ini selesai.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.

Malang, 6 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Table of Contents
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 3
BAB II DASAR TEORI.................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Torsi ................................................................................................ 4
2.2 Momen Torsi pada Beton Tanpa Tulangan ................................................... 5
2.2 Torsi pada Balok Beton Bertulang .................................................................. 8
2.3 Kombinasi Geser dan Torsi ........................................................................... 11
2.4 Persyaratan Desain Torsi pada Balok Beton Bertulang .............................. 12
2.5 Prosedur Desain Balok Pemikul Geser dan Torsi ........................................ 17
BAB III CONTOH SOAL .............................................................................................. 20
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 24
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 24
4.2 Saran ................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komponen struktur balok beton bertulang pada umumnya didesain untuk
memikul momen lentur atau gaya geser. Atau juga berupa gaya aksial tekan pada
suatu kolom beton bertulang. Namun tidak jarang juga dijumpai pada suatu
struktur balok memikul momen torsi yang cenderung memuntir balok dalam arah
sumbu memanjang. Momen torsi jarang timbul secara sendirian dalam suatu
struktur beton, namun lebih sering dijumpai timbul secara simultan dengan
momen lentur dan gaya geser, atau terkadang muncul bersamaan dengan gaya
aksial.

Pada awalnya pengaruh torsi ini hanya dipandang sebagai efek sekunder
dan tidak dipertimbangkan secara eksplisit dalam proses desain. Pengaruh torsi
dianggap sudah terserap seluruhnya dalam penggunaan angka keamanan dengan
mendesain struktur secara konservatif. Namun seiring dengan berkembangnya
metode analisis dan desain struktur menjadikan pengaruh torsi ikut
dipertimbangkan dalam mendesain suatu komponen struktur. Dengan demikian
dapat dihasilkan suatu elemen struktur yang lebih ramping namun cukup kuat
untuk memikul beban torsi yang bekerja. Di samping itu terdapat kecenderungan
jenis-jenis struktur yang muncul pada beberapa tahun terakhir ini, menempatkan
torsi menjadi bagian utama dalam desain. Contoh struktur yang harus didesain
dominan terhadap pengaruh torsi adalah girder jembatan yang berbentuk
lengkung, balok kotak berongga dengan beban eksentrik dan tangga memutar dari
beton bertulang. Prosedur desain struktur beton bertulang terhadap pengaruh torsi
dimasukkan dalam peraturan SNI 2847-2013 pasal 11.5.

Pengaruh torsi pada struktur beton betulang dapat dibedakan menjadi dua
macam :

a. Torsi primer, atau torsi kesetimbangan atau torsi statis tertentu. Jenis torsi
ini muncul apabila beban luar tidak memiliki alternatif penyaluran beban
kecuali melalui torsi. Dalam kasus ini torsi diperlukan untuk menjaga

1
keseimbangan. Torsi primer tidak dapat direduksi oleh redistribusi gaya
dalam atau rotasi batang. Sebagai contoh torsi primer atau torsi
kesetimbangan ini adalah struktur pelat kantilever . Beban yang dipikul
oleh pelat mengakibatkan momen puntir yang bekerja sepanjang balok
penopang. Momen ini diseimbangkan oleh reaksi momen torsi T yang
disediakan oleh kolom. Tanpa adanya momen torsi ini struktur akan
mengalami kegagalan.
b. Torsi sekunder, atau torsi kompabilitas atau torsi tak tentu. Torsi ini timbul
sebagai akibat adanya kompabilitas/kekontinuan deformasi dari bagian-
bagian struktur yang berdekatan. Dalam hal ini momen torsi tidak dapat
dihitung hanya berdasarkan kesetimbangan statik saja. Pada kasus ini
dimungkinkan terjadinya redistribusi gaya-gaya dalam sehingga akan
muncul kesetimbangan gaya. Contoh torsi sekunder dijumpai pada balok-
balok pemikul pelat lantai yang dicor monolit. Momen torsi yang timbul
dapat direduksi dengan redistribusi gaya-gaya dalam setelah timbulnya
retak.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana torsi pada beton tanpa tulangan ?


1.2.2 Bagaimana torsi pada balok beton bertulang ?
1.2.3 Bagaimana kombinasi geser dan torsi ?
1.2.4 Bagaimana persyaratan desain torsi pada balok beton bertulang ?
1.2.5 Bagaimana prosedur desain balok pemikul geser dan torsi ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang akan dicapai sebagai berikut :

2
1.3.1 Dapat mengetahui torsi pada beton tanpa tulangan
1.3.2 Dapat mengetahui torsi pada balok beton bertulang
1.3.3 Dapat mengetahui kombinasi geser dan torsi
1.3.4 Dapat mengetahui persyaratan desain torsi pada balok beton bertulang
1.3.5 Dapat mengetahui prosedur desain balok pemikul geser dan torsi

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari disusunnya makalah ini sebagai berikut :

1.4.1 Bagi Penulis


1. Dapat mempelajari torsi pada beton tanpa tulangan
2. Dapat mempelajari torsi pada balok beton bertulang
3. Dapat mempelajari kombinasi geser dan torsi
4. Dapat mempelajari persyaratan desain torsi pada balok beton bertulang
5. Dapat mempelajari prosedur desain balok pemikul geser dan torsi

1.4.2 Bagi Lembaga


Dapat dijadikan sebagai modal pembelajaran atau bahan referensi laporan
akhir mahasiswa.

3
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Torsi


Torsi (twist) atau momen puntir adalah momen yang bekerja terhadap
sumbu longitudinal balok/elemen struktur.Torsi dapat terjadi karena adanya beban
eksentrik yang bekerja pada balok tersebut. Selain itu,pada umumnya torsi
dijumpai pada balok lengkung atau elemen struktur portal pada ruang. Pada kasus-
kasus tertentu, pengaruh torsi lebih menentukan dalam perencanaan elemen
struktur jika dibandingkan dengan pengaruh beban-beban yang lain, misalnya :
torsi pada kantilever atau torsi pada kanopi.

Pengaruh torsi pada struktur beton betulang dapat dibedakan menjadi dua
macam :
c. Torsi primer, atau torsi kesetimbangan atau torsi statis tertentu. Jenis torsi ini
muncul apabila beban luar tidak memiliki alternatif penyaluran beban kecuali
melalui torsi. Dalam kasus ini torsi diperlukan untuk menjaga keseimbangan.
Torsi primer tidak dapat direduksi oleh redistribusi gaya dalam atau rotasi
batang. Sebagai contoh torsi primer atau torsi kesetimbangan ini adalah
struktur pelat kantilever . Beban yang dipikul oleh pelat mengakibatkan
momen puntir yang bekerja sepanjang balok penopang. Momen ini
diseimbangkan oleh reaksi momen torsi T yang disediakan oleh kolom. Tanpa
adanya momen torsi ini struktur akan mengalami kegagalan. Contohnya
terdapat pada gambar (a),(b),(c), dan (d).
d. Torsi sekunder, atau torsi kompabilitas atau torsi tak tentu. Torsi ini timbul
sebagai akibat adanya kompabilitas/kekontinuan deformasi dari bagian-bagian
struktur yang berdekatan. Dalam hal ini momen torsi tidak dapat dihitung
hanya berdasarkan kesetimbangan statik saja. Pada kasus ini dimungkinkan
terjadinya redistribusi gaya-gaya dalam sehingga akan muncul kesetimbangan
gaya. Contoh torsi sekunder dijumpai pada balok-balok pemikul pelat lantai
yang dicor monolit. Momen torsi yang timbul dapat direduksi dengan
redistribusi gaya-gaya dalam setelah timbulnya retak.

4
2.2 Momen Torsi pada Beton Tanpa Tulangan
Gambar 6.2.a menunjukkan potongan dari sebuah balok prismatis dengan
beban beban torsi yang sama namun berlawanan arah di kedua ujungnya. Apabila
balok yerbuat dari material yang elastis, teori torsi St. Venant menyatakan bahwa
tegangan geser torsi akan terdistribusi pada penampang melintang balok seperti
ditunjukkan dalam Gambar 6.2.b. Tegangan geser terbesar terjadi pada tengah
permukaan penampang. Apabila material berdeformasi inelastis, distribusi
tegangan geser akan berbentuk seperti garis putus pada gambar tersebut.

5
Tegangan geser yang bekerja pada permukaan penampang, akan
menghasilkan tegangan – tegangan utama yang mempunyai orientasi 45⁰ terhadap
arah geser. Tegangan tarik dan tekan yang terjadi ini serupa pada kasus geser pada
balok, akan menghasilkan tegangan tarik diagonal. Apabila tegangan tarik
diagonal ini melampaui kuat tarik dari beton, maka akan timbul retak – retak pada
bagian yang lemah dan kemudian menyebar pada sepanjang balok. Besarnya nilai
torsi yang dapat mengakibatkan retak dalam arah diagonal ini disebut dengan torsi

retak. Tcr.

Pada Gambar 6.3 ditunjukkan suatu penampang tabung berdinding tipis.


Dengan menggunakan analogi rangka batang untuk tabung berdinding tipis, torsi
ditahan oleh aliran geser, q, yang konstan sepanjang keliling penampang. Aliran
geser, q, mempunyai satuan gaya per satuan panjang, sehingga pada dinding
vertikal timbul gaya sebesar q.yₒ, dan pada dinding horizontal timbul gaya sebesar
q.xₒ.

Maka dengan mengambil kesetimbangan momen terhadap titik pusat


penampang, akan diperoleh hubungan.

T = 2qxₒyₒ/2 + 2qyₒxₒ/2 (6.1)

6
Kedua suku di sebelaj kanan Persamaan 6.1 merepresentasikan tahanan torsi yang
diberikan oleh dinding horizontal dan dinding vertikal. Selanjutnya Persamaan 6.1

dapat disederhanakan menjadi :

T = 2qxₒyₒ (6.2)

Hasil kali xₒyₒ merupakan luas daerah yang dikelilingi oleh aliran geser, yaitu Aₒ ,
sehingga

T = 2qxₒyₒ

T
Atau q = (6.3)
2Aₒ

Untuk tabung dengan ketebalan dinding t, maka tegangan gesersatuan


yangbekerjapada dinding tabung adalah :

𝑞 T
T= = 2Aₒt (6.4)
𝑡

seperti di tunjukkan dalam gambar 6.2.a, tegangan tarik utama τ = t, sehingga


beton akan mengalami retak apabila τ = σ = ft, yaitu kuat tarik beton. Dengan
mempertimbangkan bahan beton mengalami kondisi tegangan biaksial, maka ft
secara konservatif dapat diambil sebesar 0,33√𝑓′𝑐 (bandingkan dengan nilai

modulus hancur beton, fr = 0,62 akar√𝑓′𝑐 ). Subtitusikan nilai τ = τcr = 0,33 √𝑓′𝑐

7
, ke dalam persamaan 6.4 dan nyatakan dalam T, maka diperoleh besarnya torsi
retak , Tcr :

Tcr = 0,333 √𝑓′𝑐 (2Aot) (6.5)

Variabel Ao dalam Persamaan 6.5 merupakan luasan yang dibatasi oleh jalur
aliran geser besaran A₀ dapat dinyatakan sebaai fraksi dari luasan yang
dibatasikeliling luas penampang beton, Acp, Nilai t secara umum dapat didekati
sebagai fraksi dari rasio Acp/Pcp. Besaran Pcp adalah keliling luas penampang
beton. Untuk penampang persegi dan pejal/padat, nilai Acp ≈ 3/2Ao dan t =
3
Acp/Pcp. Dengan menggunakan nilai ini ke dalam persamaan 6.5 , akan di peroleh
4

Acp²
Tcr= 0,333 √𝑓′𝑐 (6.6)
Pcp

Untuk penampang berongga maka Ag harus digunakan untuk menggantikan Acp,


dengan Ag adalah luas penampang beton.

2.2 Torsi pada Balok Beton Bertulang


Untuk memikul momen torsi T yang lebih besar daripada Tcr, maka balok
beton bertulang harus dilengkapi dengan tulangan sengkang yang berjarak cukup
dekat dan tulangan memanjang sejumlah hasil pengujian menunjukkan bahwa
tahanan yang diberikan oleh tulangan memanjang saja terhadap torsi hanya
memberikan konstribusi yang kecil saja. Sehingga tahanan torsi yang diberikan
oleh penampang beton yang hanya diberi tulanan memanjang secara konservatif
dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 6.5 atau 6.6

Apabila balok beton bertulang diberi tulangan memanjang dan tulangan


sengkang yang memadai seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.4.a, maka beton
akan mulai retak pada level momen torsi yang sama atau hanya sedikit lebih besar
daripada yang dihitung berdasarkan Persamaan 6.6 retak yang terjadi akan
berbentuk spiral (Gambar 6.4.a). Setelah terjadi retak pada beton, tahanan torsi
akan turun hingga setengah dari tahanan torsi penampang beton yang utuh/tidak
retak. Selanjutnya akan terjadi redistribusi gaya dalam dan sisa momen torsi yang
bekerja akan ditahan oleh tulangan baja. Pada saat beban mencapai beban

8
ultimitnya, selimut beton akan mengelupas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
setelah terjadi retak, daerah yang dibatasi oleh jalur aliran geser dinyatakan
sebagai xₒ dan yₒ yang diukur hingga ke pusat tulangan sengkang terluar. Luas
daerah ini dinotasikan sebagai Aoh = xₒyₒ , dan kelilingnya adalah Ph = 2(xₒ + yₒ).

Untuk menganalisis tahanan terhadap torsi dari suatu elemen balok, maka
pendekatan dilakukan dengan menggunakan analogi rangka ruang. Balok
dianggap terdiri dari:

1. Batang tekan beton yang berbentuk spiral dan dapat memikul beban sejajar
retak yang ditimbulkan torsi
2. Batang tarik transversal yang dibentuk oleh tulangan sengkang
3. Batang tarik memanjang yang dibentuk dari tulangan memanjang balok

Dengan mengacu pada Gambar 6.5, yang menunjukkan analogi rangka


ruang, tahanan torsi yang dimiliki oleh balok tersebut dapat direpresentasikan
sebagai jumlah momen dari konstribusi gaya geser di empat sisi dinding
penampang terhadap titik pusat penampang. Sebagai contoh kontribusi dari gaya
geser pada dinding sebelah kanan terhadap tahanan torsi adalah:

𝑉₄×𝑥₀
T4 = (6.7)
2

9
Gambar 6.6 memperlihatkan kesetimbangan gaya pada dinding vertikal
balok. Dengan mengasumsikan bahwa sengkang vertikal yang memotong retak
torsi sudah luluh, maka besar gaya geser V₄ adalah:
V₄ = At . fyt . n (6.8)
Dengan:
At = luas satu kaki dari tulangan sengkang tertutup

fyt = kuat luluh tulangan sengkang

n = jumlah sengkang vertikal yang terpotong oleh retak torsi


Karena n.s = yₒ cot θ , maka Persamaan 6.8 dapat dituliskan menjadi:
𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡 𝑦ₒ
V₄ = cot θ (6.9)
𝑠

Kombinasikan Persamaan 6.9 dan 6.7 , sehingga diperoleh persamaan :


𝐴𝑡 𝐹𝑦𝑡 𝑥ₒ 𝑦ₒ
T₄ = cot θ (6.10)
2𝑠

Hal yang sama dapat dituliskan juga untuk sisi dinding yang lainnya, sehingga
dengan menjumlahkan momen torsi dari keempat dinding balok akan didapatkan:
2𝐴𝑡 𝐹𝑦𝑡 𝑥ₒ 𝑦ₒ
Tn = ∑4𝑖=1 Ti = = cot θ (6.11)
𝑠

Dengan mengingat bahwa xₒyₒ = Aoh , maka Persamaan 6.11 dapat dituliskan
menjadi:

10
2𝐴𝑜ℎ 𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡
Tn = cot θ (6.12)
𝑠

Gaya tekan yang terjadi sejajar retak torsi diperlukan untuk menjaga
kesetimbangan pada penampang. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.6.b dan c ,
komponen gaya tekan dalam arah horizontal (V₄ cot θ ) harus diseimbangkan oleh
gaya aksial tarik ∆N₄ , sehingga:
𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡 𝑦ₒ
∆N₄ = V₄ cot θ = cot2 θ (6.13)
𝑠

Setelah itu, jumlahkan gaya aksial tarik tersebut untuk keempat sisi dinding
penampang:
𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡
∆N = ∑4𝑖=1 ∆Ni = 2 (xₒ + yₒ) cot² θ (6.14)
𝑠
𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡 𝑃ℎ
∆N = cot² θ (6.15)
𝑠

dengan Ph adalah keliling penampang yang diukur hingga ke pusat tulangan


sengkang. Untuk memikul gaya aksial tarik ini, maka harus disediakan tulangan
memanjang. Apabila tulangan ini dianggap sudah luluh, maka:
𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡 𝑃ℎ
Al fy = cot² θ
𝑆

Atau (6.16)
𝐴𝑡 𝐹𝑦𝑡
Al = Ph cot² θ
𝑠 𝐹𝑦

Dengan:
Al = luas tulangan memanjang yang digunakan untuk memikul torsi
fy = kuat luluh tulangan memanjang
Setelah terjadinya retak torsi, luas efektif yang dibatasi oleh aliran geser
akan lebih kecil daripada Aoh , sehingga nilai Aoh direkomendasikan untuk
direduksi menjadi Aₒ = 0,85 Aoh.

2.3 Kombinasi Geser dan Torsi


Pada elemen struktur beton bertulang, umumnya jarang dijumpai momen
torsi bekerja sendirian. Yang lebih umum dijumpai adalah pada elemen balok
beton bekerja momen lentur dan gaya geser, serta terkadang ada tambahan momen
torsi yang harus dipikul oleh balok tersebut. Pada balok tersebut, gaya geser dan
torsi sama sama menimbulkan tegangan geser. Tegangan geser yang timbul akibat
gaya geser adalah Ʈv = V/bwd, sedangkan yang ditimbulkan oleh momen torsi
adalah Ʈt = T/(2A0t) seperti diturunkan dalam persamaan 6.4. distribusi tegangan

11
geser ini pada penampang berlubang maupun penampang pejal ditunjukan dalam
gambar 6.7.

Untuk penampang berlubang pada gambar 6.7.a, tegangan geser yang


timbul akibat gaya geser dan momen torsi pada salah satu sisi penampang dapat
dijumlahkan secara langsung. Untuk penampang yang retak, maka Ao = 0,85Aoh
dan t = Aoh/Ph, sehingga :

𝑉 𝑇 𝑥 𝑃ℎ
Ʈ = Ʈv + Ʈt = 𝑏𝑤𝑑 + 1,7𝐴𝑜ℎ^2 (6.17)

Sedangkan untuk penampang pejal (gambar 6.7.b), Ʈt terdistribusi pada


tepi keliling penampang namun Ʈv terdistribusi pada keseluruhan penampang.
Sehingga penjumlahan tegangan geser dapat dilakukan dengan menggunakan
persamaan :

𝑉 𝑇𝑥𝑃ℎ
Ʈ = √(𝑏𝑤.𝑑)2 + (1,7𝐴𝑜ℎ2)2 (6.18)

2.4 Persyaratan Desain Torsi pada Balok Beton Bertulang


Prosedur desain untuk torsi hamper serupa dengan desain untuk lentur
maupun geser ketika beban momen torsi terfaktor yang diberikan pada sebuah
penampang melampaui tahanan torsi yang dapat diberikan oleh penampang beton
sendiri, maka retak torsi akan muncul. Sebagai konsekuensinya harus disediakan
tulangan torsi dalam bentuk sengkang tertutup atau sengkang ikat. Sebagai
tambahan dari tulangan sengkang tertutup ini , harus diberikan pula tulangan
memanjang minimal di sudut sudut bengkokan sengkang atau lebih baik lagi
apabila didistribusikan merata pada seluruh penampang. Agar efektif dalam
memikul momen torsi, maka kedua jenis tulangan tersebut harus digunakan secara

12
bersamaan. Tulangan sengkang harus memiliki jarak yang cukup rapat karena
tegangan torsi terjadi di seluruh sisi penampang.

Tulangan yang dibutuhkan untuk memikul torsi harus ditambahkan pada


tulangan yang diperlukan untuk memikul geser, lentur ataupun gaya aksial.
Tulangan yang diperlukan untuk memikul torsi harus disediakan sehingga tahanan
momen torsi dari penampang ɸ Tn sama dengan atau lebih besar dari momen torsi
terfaktor Tu yang dihitung dari beban beban berfaktor yang bekerja maka :

ɸ Tn > Tu (6.19)

Perencanaan terhadap torsi yang diatur dalam SNI 2847:2013 pasal 11.5
diturunkan dengan menggunakan analogy rangka batang seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya. Setelah terbentuknya retak torsi, momen torsi ditahan oleh
tulangan sengkang dan tulangan memanjang. Bagian beton di luar tulangan
sengkang menjadi tidak efektif dan umumnya diabaikan dalam desain. Pada balok
penampang T atau L, dalam perhitungan Acp dan Pcp, bagian sayap dari balok
boleh ikut diperhitungkan namun dibatasi sebesar proyeksi balok yang berada
diatas atau dibawah pelat tersebut, yang mana yang lebih besar, namun tidak lebih
dari empat kali tebal pelat (SNI 2847:2013 pasal 13.2.4). gambar 6.8 menunjukan
persyaratan ini.

Sesuai dengan syarat dalam SNI 2847:2013 pasal 11.5.1, pengaruh momen
torsi Tu dapat diabaikan apabila Tu ≤ ɸ Tcr/4, atau dapat dituliskan :

𝐴𝑐𝑝^2
Tu ≤ ɸ0,083λ √𝑓′𝑐 ( ) (6.20)
𝑃𝑐𝑝

13
𝐴𝑐𝑝^2 𝑁𝑢
Atau Tu ≤ ɸ 0,083λ √𝑓′𝑐 ( )√1 + (6.21)
𝑃𝑐𝑝 0,33𝐴𝑔𝜆√𝑓′𝑐

jika efek gaya aksial diperhitungkan. Apabila nilai Tu melebihi nilai pada
persamaan 6.20 atau 6.21, maka semua Tu harus dipikul oleh tulangan sengkang
tertutup dan tulangan memanjang. Momen torsi Tu dihitung pada penampang
kritis yang terletak sejarak d dari muka tumpuan. Nilai ɸ diambil sebesar 0,75.

Untuk torsi kompatibilitas, momen torsi dapat direduksi dengan adanya


redistribusi gaya gaya dalam sehingga nilai momen torsi yang digunakan dalam
desain dibatasi dari nilai yang terkecil antara Tu yang diperoleh dari beban
𝐴𝑐𝑝^2
terfaktor dan ɸTcr (=ɸ0,33λ√𝑓′𝑐 )
𝑃𝑐𝑝

Peraturan SNI 2847:2013 pasal 11.5.3.1 memberikan batasan untuk


ukuran penampang balok yang memikul torsi dan gaya geser :

1. Untuk penampang pejal :


𝑉𝑢 𝑇𝑢𝑃ℎ 𝑉𝑐
√(𝑏𝑤.𝑑)2 + (1,7𝐴𝑜ℎ2 )2 ≥ ɸ ((𝑏𝑤.𝑑)+0,66√𝑓′𝑐) (6.22)

2. Untuk penampang berlubang :


𝑉𝑢 𝑇𝑢𝑃ℎ 𝑉𝑐
(𝑏𝑤.𝑑) + (1,7𝐴𝑜ℎ2 ) ≥ ɸ ((𝑏𝑤.𝑑)+0,66√𝑓′𝑐) (6.23)

dengan Vc = 0,17 λ √𝑓′𝑐 bw d. untuk penampang berlubang dengan tebal dinding

kurang dari Aoh/Ph, maka persamaan 6.23 boleh diubah menjadi :

𝑉𝑢 𝑇𝑢 𝑉𝑐
(𝑏𝑤.𝑑) + (1,7𝐴𝑜ℎ𝑡 ) ≥ ɸ ((𝑏𝑤.𝑑)+0,66√𝑓′𝑐) (6.24)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa setelah terbentuk retak torsi


maka

momen torsi ditahan oleh kombinasi tulangan sengkang tertutup dan tulangan

memanjang. Berikut dijelaskan perhitungan untuk keduanya.

1. Tulangan sengkang tertutup, At, dihitung berdasarkan SNI 2847:2013 pasal


11.5.3.6, yaitu :

14
2𝐴𝑜.𝐴𝑡.𝑓𝑦𝑡.𝑐𝑜𝑡𝜃
Tn = (6.25)
𝑠

Dengan :

Tn = Tu/ɸ ɸ = 0,75

At = luas satu buah kaki tulangan sengkang

Fyt = kuat luluh tulangan sengkang ≤ 400 Mpa

s = jarak antar tulangan sengkang

Ao = 0,85 Aoh

Ө = 45⁰ untuk balok beton non-prategang

Persamaan 6.25 dapat dituliskan menjadi :

𝐴𝑡 𝑇𝑛
= (6.26)
𝑠 2𝐴𝑜.𝐴𝑡.𝑓𝑦𝑡.𝑐𝑜𝑡𝜃

Juga, apabila Ө = 45⁰ , maka cot Ө = 1, serta bila fyt = 400 Mpa, maka :

𝐴𝑡 𝑇𝑛
= (6.27)
𝑠 800𝐴𝑜

Jarak tulangan sengkang yang diperuntukan memikul momen torsi tidak


boleh melebihi Ph/8 atau 300 mm. Untuk penampang berlubang yang
memikul torsi, maka jarak tulangan sengkang diukur dari pusat ke tepi
dinding dalam tidak boleh kurang dari 0,5Aoh /Ph.

2. Perhitungan tulangan memanjang , Al, yang dibutuhkan dihitung


berdasarkan SNI 2847:2013 pasal 11.3.5.7, yaitu :
𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡
Al = ( 𝑠 ) Ph ( 𝑓𝑦 ) cot2 Ө (6.28)

Apabila Ө = 45⁰ dan fyt = fy = 400 Mpa, maka persamaan 6.28 dapat
disederhanakan menjadi :

𝐴𝑡
Al = ( 𝑠 ) Ph (6.29)

Luas tulangan yang dibutuhkan untuk memikul torsi harus dijumlahkan


dengan kebutuhan tulangan untuk lentur atau gaya aksial yang bekerja

15
bersama dengan momen torsi tersebut. Pembatasan lain untuk tulangan
memanjang pemikul torsi disebutkan dalam SNI 2847:2013 pasal 11.5.6.2
dan 11.5.6.3 yaitu :

a. Diameter batang tulangan memanjang haruslah minimal sama dengan


1/24 jarak sengkang namun tidak kurang dari 10 mm.
b. Tulangan memanjang yang dibutuhkan untuk memikul torsi harus
didistribusikan pada keliling sengkang tertutup dengan jarak
maksimum 300 mm.
c. Pada tiap sudut sengkang tertutup harus ditempatkan minimal satu
batang tulangan memanjang. Tulangan pada sudut sudut ini cukup
efektif untuk memikul torsi dan mencegah retak torsi.
d. Tulangan torsi harus dipasang melebihi jarak minimal (bt + d) di luar
daerah di mana tulangan torsi dibutuhkan secara teoretis, dengan bt
adalah lebar dari penampang melintang yang memiliki tulangan
pemikul torsi.

Apabila tulangan torsi diperlukan, maka harus diperiksa terhadap syarat


tulangan torsi minimal yang disyaratkan, yaitu :

1. Tulangan sengkang tertutup yang dibutuhkan untuk kombinasi geser dan torsi
diatur dalam SNI 2847:2013 pasal 11.5.5.2 :
0,35𝑏𝑤.𝑠
Avt = Av + 2At ≥ (untuk f’c ≤ 30 Mpa) (6.30)
𝑓𝑦𝑡
𝑏𝑤.𝑠
≥ 0,062 √𝑓′𝑐 ( 𝑓𝑦𝑡 ) (untuk f’c ≥ 30 Mpa) (6.31)

Dengan :

Av = luas dua kaki tulangan sengkang tertutup untuk geser

At = luas satu kaki tulangan sengkang tertutup untuk torsi

S = jarak tulangan sengkang

Fyt = kuat luluh tulangan sengkang tertutup ≤ 400 Mpa

Jarak tulangan sengkang, s, tidak boleh melebihi Ph/8 atau 300 mm.

16
2. Tulangan memanjang minimal yang diperlukan untuk torsi diatur dalam SNI
2847:2013 pasal 11.5.5.3 :
0,41 √𝑓′𝑐 𝐴𝑐𝑝 𝐴𝑡 𝑓𝑦𝑡
Al min = ( ) - ( 𝑠 ) Ph ( 𝑓𝑦 ) (6.32)
𝑓𝑦

Nilai At/s tidak boleh diambil kurang dari 0,175bw/fyt

Persyaratan Al min dalam persamaan 6.32 untuk menjamin bahwa tulangan


torsi yang disediakan tidak kurang dari 1% volume beton yang memikul beban
momen torsi .

2.5 Prosedur Desain Balok Pemikul Geser dan Torsi


Secara ringkas proses desain penampang balok yang memikul gaya geser
dan momen torsi dapat dijelaskan secara langkah demi langkah seperti berikut ini
:

1. Hitung gaya geser ultimit, Vu , dan momen torsi ultimit Tu, akibat beban
terfaktor yang bekerja. Nilai Vu dan Tu diambil pada jarak d dari muka
tumpuan.
2. Periksa apakah tulangan geser dan tulangan torsi dibutuhkan :
a. Tulangan geser dibutuhkan apabila : Vu > ɸ Vc/2 dengan Vc = 0,17λ√𝑓′𝑐bw d
b. Tulangan torsi dibutuhkan apabila ;
𝐴𝑐𝑝^2
Tu ≥ ɸ 0,083 λ √𝑓′𝑐 ( )
𝑃𝑐𝑝

Apabila ternyata dibutuhkan tulangan geser dan tulangan torsi, maka


lanjutkan ke langkah berikut.
3. Desain terhadap geser :
a. Hitung tahanan geser nominal yang disumbangkan beton, Vc . tentukan
gaya geser yang harus dipikul oleh tulangan geser, Vs :
𝑉𝑢− ɸ 𝑉𝑐
Vs = ɸ

b. Bandingkan Vs dengan batas maksimum (0,66√𝑓′𝑐 bw d) yang diizinkan


dalam peraturan SNI 2847:2013. Jika Vs kurang dari batas tersebut maka
desain dapat dilanjutkan, namun jika batas tersebut dilebihi maka ukuran
penampang harus diperbesar.

17
c. Tulangan geser yang dibutuhkan dihitung dengan persamaan :
𝑉𝑠^𝑠 𝐴𝑣 𝑉𝑠
Av = 𝑓𝑦𝑡^𝑑 atau =
𝑠 𝑓𝑦𝑡^𝑑

Dengan Av adalah luas dua kaki tulangan sengkang, dan s adalah jarak antar

sengkang.

d. Periksa nilai Av / s dengan syarat minimumnya :


𝐴𝑣 𝑏𝑤 0,35𝑏𝑤
min = 0,062 √𝑓′𝑐 (𝑓𝑦𝑡) ≥
𝑠 𝑓𝑦𝑡

Nilai Av min yang diperlukan pada kombinasi geser dan torsi diperiksa
kembali
pada langkah 5.
4. Desain terhadap torsi :
a. Periksa apakah momen torsi terfaktor, T u, merupakan torsi
kesetimbangan atau torsi kompatibilitas. Untuk torsi kesetimbangan,
gunakan Tu . untuk torsi kompatibilitas, momen torsi yang digunakan
untuk desain dapat ditentukan berdasarkan nilai terkecil antara Tu dari
beban terfaktor dan
𝐴𝑐𝑝^2
Tu2 = ɸ 0,33 λ √𝑓′𝑐 ( )
𝑃𝑐𝑝

b. Periksa kecukupan dimensi penampang dengan menggunakan


persamaan 6.22 (untuk penampang pejal). Jika nilai di sisi kiri
persamaan tersebut lebih besar dari ɸ (Vc / bw.d + 0,66 √𝑓′𝑐) maka
penampang harus diperbesar. Apabila dimensi penampang mencukupi ,
maka langkah desain dapat dilanjutkan. Sebagai catatan untuk
penampang berlubang, apabila ketebalan dinding penampang , t, kurang
dari Aoh / Ph , maka gunakan persamaan 6.24 untuk memeriksa
kecukupan penampang.
c. Tentukan kebutuhan tulangan sengkang tertutup dengan persamaan
6.26, periksa jarak maksimum tulangan sengkang adalah 300 mm atau
Ph/8. Nilai At/s dalam persamaan 6.26 juga tidak boleh kurang dari
0,175 bw/fyt.
d. Tentukan kebutuhan tulangan memanjang dengan menggunakan
persamaan 6.28, dan periksa syarat Ai min dari persamaan 6.32.

18
5. Periksa luas total tulangan sengkang tertutup yang dibutuhkan untuk
kombinasi geser ( Vu ) dan torsi ( Tu ) dari persamaan 6.30 atau 6.31. Pilih
jarak s sedemikian hingga tidak melebihi 300 mm atau Ph/8.
6. Pemasangan tulangan sengkang harus diperpanjang hingga sejarak (bt + d) di
luar titik teoretis dimana sudah tidak dibutuhkan tulangan tersebut.

19
BAB III
CONTOH SOAL

Tentukan kebutuhan tulangan untuk sebuah balok penampang persegi


seperti pada gambar, apabila balok memikul gaya geser terfaktor, Vu = 215 Kn
dan torsi kesetimbangan Tu = 40 kN.m pada lokasi sejarak d dari muka tumpuan.
Gunakan f’c = 27,5 MPa dan fyt = fy = 400 MPa.

Penyelesaian :

1. Nilai gaya geser dan momen torsi yang dipakai untuk desain adalah Vu =
215 Kn dan torsi kesetimbangan Tu = 40 kN.m.
2. Periksa apakah dibutuhkan tulangan geser dan tulangan torsi :
a. Tulangan geser diperlukan apabila Vu >  Vc/2 :

 Vc =  0,17 λ √𝑓′𝑐 bw d

= (0,75)(0,17)(1,0)( √27,5 )(400)(535)


= 143,083 N = 143 Kn
Vu = 215 Kn >  Vc/2 (=71,5 Kn)  Butuh tulangan geser Acp2
b. Tulangan torsi diperlukan apabila :
𝐴𝑐𝑝²
Tu >  0,083 λ √𝑓′𝑐 ( 𝑃𝑐𝑝 )

Acp2 = 400 x 600 = 240.000 mm2


Pcp = 2(400+600) = 2.000 mm

20
𝐴𝑐𝑝² 240.000²
 0,083 λ √𝑓′𝑐 ( 𝑃𝑐𝑝 ) = (0,75)(0,083)(1,0)( √27,5 ) ( 2.000
)

= 9.401.522 N.mm = 9,4 kN.m < Tu (= 40


kN.m)  butuh tulangan torsi
3. Desain untuk geser :
a. Vs = (Vu -  Vc )/  = (215-143)/0,75 = 96 kN

b. Vs maks = 0,66 √𝑓′𝑐 bw d = (0,66)( √27,5 )(400)(535) = 740.668 N =


740 kN > Vs
𝐴𝑣 𝑉𝑠 96.000
c. = = = 0,4486 mm2/mm  dua kaki
𝑠 𝑓𝑦𝑑 400 𝑥 535
𝐴𝑣 0,4486
d. = = 0,2243 mm2/mm  satu kaki
2𝑠 2

4. Desain untuk torsi :


a. Nilai Tu = 40 kN.m. Tentukan besaran-besaran yang diperlukan dalam
perhitungan torsi dengan mengasumsikan tabel selimut beton adalah
40 mm dan menggunakan tulangan sengkang berdiameter 13 mm.
Xo = lebar as ke as tulangan sengkang = 400-2(40+13/2) = 307 mm
Yo = tinggi as ke as tulangan sengkang = 600-2(40+13/2) = 507 mm
Aoh = Xo Yo = 307 x 507 = 155.649 mm2
Ao = 0,85 Aoh = 132.301,65 mm2
Ph = 2(Xo + Yo) = 2(307+507) = 1.628 mm
b. Periksa kecukupan penampang menggunakan persamaan :
𝑉𝑢 𝑇𝑢𝑃ℎ 𝑉𝑐
√(𝑏𝑤𝑑)2 + (1,7𝐴𝑜ℎ2 )2 ≥  [( 𝑏𝑤𝑑) + 0,66 √𝑓′𝑐]

 Vc = 143.083 N  Vc = 190.777,33 N
𝑉𝑢 𝑇𝑢𝑃ℎ 215.000 40 𝑋 106 𝑋 1.628 2
√(𝑏𝑤𝑑)2 + (1,7𝐴𝑜ℎ2 )2 = √(400 𝑋 535)2 + ( 1,7 𝑋 155.649²
) = 1,87 Mpa

𝑉𝑐 190.777,33
 [( 𝑏𝑤𝑑
) + 0,66 √𝑓′𝑐] = [ 0,75 x ( 400 𝑥 353
) + 0,66 √27,5 ] = 3,26

Mpa > 1,87 MPa  dimensi penmpang mencukupi


c. Tentukan kebutuhan tulangan sengkang tertutup dengan persamaan :
At Tn
= 2𝐴𝑜𝑓𝑦𝑡𝑐𝑜𝑡𝜃 𝑇𝑛 = Tu∕  = 40/0,75 = 53,33 kN.m
𝑠

At 53,33 X 10⁶
= 2 𝑋 132.301,65 𝑋 400 𝑋 cot 45° = 0,504 mm2/mm  (satu kaki)
𝑠

21
d. Tentukan kebutuhan tulangan memanjang dari persamaan :
At 𝑓𝑦𝑡
At = ( 𝑠 ) Ph ( 𝑓𝑦 ) cot2 θ

At/s = 0,504 Ph = 1.628 mm fyt = fy = 400 MPa cotθ= 1


At = 0,504 (1.628) = 820,5 mm2
Periksa terhadap Al min dalam persamaan :
0,42√𝑓′𝑐 𝐴𝑐𝑝 At fyt
At = ( ) – ( 𝑠 ) Ph (𝑓𝑦 ) =
𝑓𝑦

0,42√27,5 (24.000)
=( ) – (0,504)(1.628)(1,0)
400

= 500,99 mm2
Sehingga Al diambil sebesar 820,5 mm2.
5. Menentukan luas total tulangan sengkang tertutup.Avt2
a. Untuk tulangan sengkang satu kaki, Avt/s = At/s + Av/2s
Avt
= 0,504 + 0,2243 = 0,7283 mm2/mm
𝑠

Bila digunakan sengkang diameter 13 mm, luas satu kaki adalah


132,73 mm2
132,73
Jarak sengkang = 0,7283 = 182,25 mm = 175 mm

b. Periksa syarat jarak sengkang maksimum s = Ph / 8 = 1,628/8 =


203,5mm atau 300 mm.
c. Periksa terhadap syarat Avt/s min = 0,35 bn/fyt = 0,35(400)/400 = 0,35
mm2/mm. nilai ini lebih kecil dari Avt/s yang disediakan.
d. Jadi dipasang tulangan sengkang D13 – 175 mm.
6. Tulangan memanjang didistribusikan pada keliling penampang. Luas total
tulangan memanjang untuk pemikul torsi adalah At = 820,5 mm 2.
Gunakan 1/3 luasnya, atau 820,5/3 = 273,5 mm2 pada sisi atas penampang
untuk ditambahkan pada luas tulangan tekan, As’. tempatkan 1/3At pada
tengah tinggi penampang, dan tempatkan 1/3At lagi pada sisi bawah
penampang untuk ditambahkan pada tulangan tarik. Distribusi tulangan
memanjang dilakukan sebagai berikut
a. Pada sisi atas sudah tersedia tulangan tekan 2D13 (As’ = 265,46 mm2)
ditambah dengan 1/3At, sehingga dibutuhkan luas total = 265,46 +
273,5 = 538,96 mm2. Dipasang 3D16 (= 600 mm2).

22
b. Pada bagian tengah dibutuhkan tulangan seluas 273,5 mm2. Dipasang
2D16 (=400 mm2).
c. Pada bagian bawah penampang sudah ada tulangan tarik 5D29 (As =
3300 mm2) ditambah dengan 1/3At, sehingga dibutuhkan luas total =
3300 + 273,5 = 3573,5 mm2. Dipasang 3D29 dan 2D32 (= 3588 mm2).
7. Detail penulangan ditunjukan dalam gambar C.6.2.b. jarak antar tulangan
memanjang sama dengan 235 mm, yang sudah lebih kecil dari syarat jarak
maksimum yaitu 300 mm. Diameter tulangan memanjang terkecil yang
digunakan adalah 16 mm, sudah melebihi syarat minimum yaitu 10 mm
atau s/24 (= 175/24 = 7,29 mm).

23
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :

4.1.1 Pengaruh torsi pada struktur beton bertulang dapat dibedakan menjadi dua
macam :

1. Torsi primer, atau torsi kesetimbangan atau torsi statis tertentu. Jenis
torsi ini muncul apabila beban luar tidak memiliki alternatif penyaluran
beban kecuali melalui torsi. Dalam hal ini torsi diperlukan untuk
menjaga keseimbangan. Torsi primer tidak dapat direduksi oleh
redistribusi gaya dalam atau oleh rotasi batang.
2. Torsi sekunder, atau torsi statis tak tentu. Torsi ini timbul sebagai akibat
adanya kompatibilitas dari bagian-bagian struktur yang berdekatan.
Dalam hal ini momen torsi tidak dapat dihitung hanya berdasarkan
kesetimbangan statik saja. Pada kasus ini dimungkinkan terjadinya
redistribusi gaya gaya dalam sehingga akan muncul kesetimbangan
gaya.
4.1.2 Untuk menganalisis tahanan terhadap torsi dari suatu elemen balok, maka
pendekatan yang dilakukan menggunakan analogi rangka ruang. Balok
dianggap terdiri dari :
1. Batang tekan beton yang berbentuk spiral dan dapat memikul beban
sejajar retak yang ditimbulkan torsi.
2. Batang tarik transversal yang dibentuk oleh tulangan sengkang.
3. Batang tarik memanjang yang dibentuk dari tulangan memanjang balok.

4.2 Saran
Dalam merencanakan struktur beton bertulang harus memperhatikan
pengaruh momen torsi secara cermat untuk mendesain suatu komponen struktur
sehingga dapat dihasilkan suatu elemen struktur yang lebih ramping namun cukup
kuat untuk memikul torsi yang bekerja.

24
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, agus. 2016. Perancangan Struktur Beton Bertulang


Berdasarkan SNI 2847:2013. Jakarta:Erlangga
https://sanggapramana.wordpress.com/2010/08/01/pengenalan-torsi-pada-
balok-for-basic/

25
26

Вам также может понравиться