Вы находитесь на странице: 1из 5

Alomedika

Login
Cari Info Diskusi Dokter

Cari Alomedika
Deteksi Dini TBC Pada Orang Dengan HIV/AIDS
Oleh dr. Fredy Maringga

TBC ( tuberkulosis), dikenal juga sebagai TB paru, adalah penyebab utama kematian pada
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dewasa sehingga diperlukan deteksi dini untuk
menurunkan angka mortalitas. Pada beberapa negara, kematian terjadi pada 50% pasien
saat menjalani pengobatan tuberkulosis, biasanya dalam 2 bulan setelah pasien didiagnosis
tuberkulosis. Diagnosis tuberkulosis yang terlambat kemungkinan merupakan penyebab
penting tingginya mortalitas.

Depositphotos_35283393_m-2015_compressed

Meskipun pemberian terapi antiretroviral (ARV) dapat menurunkan risiko terjadinya


kematian, pemberian ARV ini dapat menyebabkan terjadinya immune-reconstitution
inflammatory syndrome. Untuk mengurangi mortalitas dan meningkatkan keamanan
pemberian terapi antiretroviral, WHO merekomendasikan skrining tuberkulosis pada waktu
infeksi HIV terdiagnosis, sebelum memulai terapi antiretroviral dan terapi pencegahan
isoniazid, dan secara teratur dilakukan berikutnya.

Sampai saat ini, tidak ada pedoman untuk melakukan skrining TBC pada pasien yang
terinfeksi HIV yang diterima secara internasional dan dijadikan kebijakan kesehatan global.
Pemeriksaan foto toraks dan pewarnaan basil tahan asam sputum relatif tidak sensitif untuk
mendeteksi tuberkulosis pada orang dengan HIV/AIDS. Selain itu, banyak ODHA yang tidak
bergejala, memiliki hasil foto toraks yang normal, dan sputum BTA negatif masih mungkin
memiliki hasil kultur sputum positif tuberkulosis. Banyak studi sebenarnya yang sudah
dilakukan untuk mengembangkan metode sederhana untuk menyingkirkan kemungkinan
TBC aktif pada ODHA, tetapi masalah-masalah terkait metode membuat tidak satupun dari
studi-studi yang ada benar-benar dapat dijadikan dasar untuk dasar kebijakan kesehatan
global.[1]

Skrining TBC pada ODHA Remaja dan Dewasa

Pedoman WHO yang terbaru pada tahun 2011 merekomendasikan semua penderita HIV
harus secara teratur diskrining TBC dengan algoritma klinis pada setiap kunjungan ke
fasilitas kesehatan atau setiap kali berkontak dengan petugas kesehatan. Pedoman ini
didasarkan pada hasil metaanalisis yang dilakukan oleh Getahun, et al. Metaanalisis ini
menilai metode skrining berdasarkan gejala untuk skrining TBC pada ODHA. Gejala yang
dimaksud, yaitu

Batuk aktif
Demam
Keringat malam hari
Penurunan berat badan[2,3]
ODHA yang tidak memiliki salah satu dari keempat gejala tersebut kecil kemungkinannya
menderita TBC aktif. Metode skrining berdasarkan gejala ini merupakan metode terbaik
untuk skrining TBC pada ODHA di wilayah dengan sumber daya yang terbatas. Metode
skrining ini memiliki sensitivitas 79% dan spesifisitas 50%. Pada populasi penderita HIV
dengan prevalensi TBC 5%, negative predictive value (NPV)-nya sebesar 97,7% (95%CI
97,4-98,0) yang menunjukkan bahwa mereka yang hasil skriningnya negatif kemungkinan
besar tidak sedang menderita TBC sehingga dapat memulai terapi profilaksis dengan
isoniazid. Rekomendasi ini dapat diterapkan pada seluruh penderita HIV tanpa
memperhatikan derajat imunosupresinya, pada ODHA yang sudah dalam terapi ART dan
pada ODHA wanita yang sedang hamil. [2,3]

Metaanalisis yang sama menunjukkan bahwa tidak adanya gambaran abnormal pada foto
toraks sebagai tambahan four-symptom-based rule meningkatkan sensitivitasnya dari 79%
menjadi 91% dengan penurunan spesifisitas dari 50% menjadi 39%. Pada populasi
penderita HIV dengan prevalensi TBC 5%, NPV naik 1% menjadi 98,7%. Sedangkan pada
populasi ODHA dengan prevalensi TB 20%, NPV naik 4% menjadi 94,3%. Hasil ini
menunjukkan bahwa foto toraks dapat dipertimbangkan sebagai tambahan pada metode
skrining berdasarkan gejala pada situasi prevalensi TBC yang tinggi pada ODHA. Namun,
peningkatan sensitivitas dan NPV harus diiringi dengan peningkatan kebutuhan biaya, berat
kerja, infrastruktur, dan staf yang kompeten. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan
bahwa metode skrining berdasarkan gejala tetap dilakukan tanpa memperhatikan
ketersediaan foto toraks. ODHA yang memiliki satu dari empat gejala (batuk aktif, demam,
penurunan berat badan, atau keringat malam) memiliki kemungkinan menderita TBC aktif
dan harus dievaluasi untuk TBC dan penyakit lainnya sesuai dengan pedoman nasional
masing-masing negara. [2,3]

Skrining TBC pada ODHA Anak-anak

Bayi dan anak-anak yang menderita HIV juga harus secara rutin diskrining TBC. Diagnosis
TBC pada anak-anak baik itu yang menderita HIV maupun tidak memang lebih sulit dan
klinisi harus terus memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi. Riwayat kontak dengan penderita
TBC di rumah adalah hal yang sangat penting dan merupakan satu alasan kuat bagi
petugas kesehatan untuk melakukan skrining TBC pada anak dan anggota keluarga lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa sistem skoring yang ada untuk mendiagnosis TBC
pada anak tanpa HIV tidak efektif untuk digunakan pada anak penderita HIV.[2]

Sebuah studi yang tidak dipublikasi menunjukkan bahwa tidak adanya batuk yang lebih dari
dua minggu, demam, dan gagal tumbuh menunjukkan bahwa kemungkinan besar anak
penderita HIV tidak menderita TBC aktif dan boleh menjalani terapi profilaksis isoniazid.
Gagal tumbuh yang dimaksud adalah penurunan berat badan atau berat badan sangat
rendah (weight for age < -3 Z score) atau underweight (weight for age < -2 Z score) atau
kurva pertumbuhan yang cenderung melandai.[2]

Metode skrining ini memiliki NPV sebesar 99% dengan sensitivitas 90% dan spesifisitas
90%. Untuk meningkatkan deteksi TBC pada anak menderita HIV, WHO merekomendasikan
durasi batuk tidak diperhitungkan dan hanya menilai apakah anak tersebut sedang memiliki
keluhan batuk atau tidak, sama seperti rekomendasi pada orang dewasa. Rekomendasi ini
hanya berdasarkan pendapat ahli dan klinisi perlu memperluas kemungkinan diagnosis
banding yang dapat menyebabkan anak penderita HIV memiliki gejala tersebut.
Kesimpulannya, pedoman WHO tahun 2011 merekomendasikan metode skrining TBC pada
anak penderita HIV dengan mencari gejala sebagai berikut

Gagal tumbuh,
Demam, dan
Batuk aktif berapapun durasinya[2]
Anak penderita HIV yang tidak mengalami salah satu gejala tersebut kemungkinan besar
tidak menderita TBC aktif dan harus mendapat terapi profilaksis isoniazid. Sejalan dengan
itu, anak penderita HIV yang memiliki salah satu dari gejala berikut, gagal tumbuh, demam,
batuk aktif, dan kontak dengan penderita TBC, mungkin menderita TBC aktif dan harus
menjalani evaluasi lebih lanjut.[2]

Permasalahan terkait Deteksi Dini TBC pada ODHA

Beberapa tantangan yang muncul dalam penggunaan metode skrining berdasarkan gejala
adalah sensitivitasnya yang menjadi berkurang pada penderita HIV yang sudah menjalani
terapi antiretroviral padahal skrining TBC harus dilakukan setiap kali ODHA bertemu dengan
petugas kesehatan. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya sistem imun ODHA
sehingga menutupi gejala yang ada pada penyakit TBC. Oleh karena itu dianjurkan
penambahan metode skrining lain yang untuk meningkatkan sensitivitas skrining untuk TBC
pada ODHA yang sudah dalam pengobatan ARV. Pada studi yang dilakukan oleh Khan, et
al, penggunaan foto toraks sebagai metode skrining TBC tambahan pada ODHA yang
sudah menjalani pengobatan ARV meningkatkan sensitivitas sekitar 25% menjadi 76,7%,
tetapi menurunkan spesifisitasnya karena banyaknya gambaran abnormal foto toraks yang
terjadi pada ODHA meskipun tidak sedang menderita TBC aktif.[4]

Selain itu, sensitivitas metode skrining TBC pada ODHA berdasarkan gejala juga lebih
rendah pada kelompok wanita hamil juga lebih rendah, yaitu hanya 42,9%. Hal ini mungkin
disebabkan gejala TBC yang lebih jarang pada wanita dibandingkan pria dan kehamilan
dapat menutupi gejala TBC karena terkait perubahan fisiologis pada kehamilan. Studi yang
dilakukan oleh LaCourse et al menunjukkan hasil bahwa skrining TBC dengan
menambahkan pertanyaan mengenai adanya gejala TBC pada anggota keluarga yang
tinggal serumah meningkatkan sensitivitas menjadi 71,4% dengan tidak menurunkan nilai
spesifisitas. Studi yang sama menujukkan bahwa metode diagnostik cepat seperti Xpert juga
memiliki sensitivitas yang rendah pada wanita hamil.[5]

Metode skrining yang baik harus diikuti dengan tingkat pelaksanaan skrining yang baik.
Pelaksanaan skrining TBC pada ODHA sangat bervariasi di seluruh dunia. Saat ODHA
sudah terkategori presumtif TBC, mereka harus menjalani pemeriksaan diagnostik TBC.
Namun, hal ini masih menjadi masalah besar saat ini pada program deteksi dini TBC pada
ODHA. Sebuah studi di Kenya menunjukkan hanya kurang dari 15% kelompok ODHA yang
presumtif TBC yang menjalani pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis TBC. Hal ini mungkin
disebabkan beberapa faktor, yaitu rendahnya tingkat rujukan ke layanan kesehatan lebih
tinggi atau penderita yang kesulitan untuk menjalani prosedur evaluasi yang
direkomendasikan yang kemungkinan disebabkan oleh kesulitan biaya transportasi atau
biaya pemeriksaan diagnostik itu sendiri.[6]

Referensi

ARTIKEL TERKAIT
Profilaksis Malaria
Profilaksis Malaria
Studi Literatur Efektivitas Tes Widal dan Tubex untuk Diagnosis Tifoid di Daerah Endemik
Studi Literatur Efektivitas Tes Widal dan Tubex untuk Diagnosis Tifoid di Daerah Endemik
Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
Pengobatan Tuberkulosis Fase Intensif
Lebih Lanjut

DISKUSI TERKAIT
dr.Achmad Rafli SpA
Bayi lahir dari ibu HIV: bagaimana penatalaksanaannya?
Oleh: dr.Achmad Rafli SpA
17 h
Bayi lahir dari ibu HIV: Bagaimana penatalaksanaannya?Kasus hari ini:Bayi lahir cukup
bulan secara seksio cesaria dari ibu HIV ( ). Faktor risiko kehamilan...
18 Balasan
Lihat Detail
dr. Verawaty Erni, MPHM
Apakah sudah ada ARV injeksi
Oleh: dr. Verawaty Erni, MPHM
24 h
Selamat siang Para Dokter mohon info ttg metode ARV terbaru apakah ada yang bentuk
injeksi dan disuntik 2 bulan sekali krn tadi ada user yang...
4 Balasan
Lihat Detail
dr. sri hartati
Berapa lama HIV bertahan dan infectious di lingkungan
Oleh: dr. sri hartati
2b
selamat malam,barusan saya mendapatkan pertanyaan seperti berikut:"saya menginjak batu
di sawah sampai lecet .apakah jika batu tersebut pernah terkena darah...
2 Balasan
Lihat Detail
Lebih Lanjut

Tentang Kami
Advertise with us
Syarat dan Ketentuan Privasi Kontak Kami
© 2017 Alomedika.com All Rights Reserved.

Вам также может понравиться