Вы находитесь на странице: 1из 4

Presiden yang Bukan Siapa-Siapa

Oleh: Rasnita Warta

Dari jaman dahulu sebelum ada Indonesia, menjadi orang nomor


satu di negara ini harus jelas “Ke-siapa-an” nya. Mulai Airlangga,
Raden Wijaya, Hayam Wuruk, Raden Patah dan raja-raja lainnya,
begitu jelas bahwa mereka mempunyai trah pemimpin dan dianggap
memiliki wahyu keprabon. Mungkin hanya Ken Arok lah yang menjadi
raja walau tidak mempunyai trah, meskipun banyak yang mengatakan
bahwa trah tersebut tergantikan karena memiliki “ajimat” keris Mpu
Gandring.
Di jaman Indonesia modernpun, ke-siapaan-nya seorang Presiden
turut diperhitungkan. Presiden pertama Sukarno walaupun bukan
terlahir dari trah raja namun keberanian, pemikiran cerdas, dan
ditambah kepiawaiannya berpidato menghipnotis massa dapat
dianggap sebagai “ajimat” yang setara dengan trah. “Kesiapaannya”.
Bung Karno sangat jelas sehingga layak menjadi Presiden.
Presiden kedua yaitu Jenderal Besar Suharto juga bukan orang
sembarangan. Walau beliau bukan trah raja, namun isteri tercintanya
adalah keluarga bangsawan Jawa. Pengaruh Sang Jenderal Besar
terhadap angkatan perang (TNI) pada waktu itu sangatlah besar
sehingga banyak orang menyebut beliau sangat pantas menjadi
presiden. Presiden ketiga yaitu Prof.Dr.BJ. Habibie, juga bukan trah
raja, namun kepandaian dan kejeniusannya dianggap sebagai
pengganti yang sepadan dari trah. Segepok prestasi di luar negeri
dianggap ajimat setara keris Mpu Gandring sehingga beliau sangat
jelas “Kesiapaannya”. Presiden keempat yang merakyat yaitu KH.
Abdurrahman Wahid bukan orang biasa. Beliau adalah cucu KH.
Hasyim Asy’ari pendiri Nahdatul Ulama yang mempunyai massa loyal
dan fanatis, apalagi sebagian besar orang NU menyebut Gus Dur
adalah seorang wali. Orang sekaliber Gus Dur sangat layak
memimpin negeri ini. Begitupun Megawati dan Susilo Bambang
Yudhoyono adalah nama-nama besar yang memiliki partai besar juga
layak duduk di jabatan orang nomor satu di negara ini.
Sekarang kita tilik Presiden ketujuh yaitu Joko Widodo atau
Jokowi. Lahir dari orang biasa dan dari tempat yang sangat biasa.
Massapun dia tidak punya. Jangankan ribuan tentara, satu tentarapun
dia tuna. Tingkat kecerdasan tak sekaliber Habibie. Bukan si
empunya partai. Pokoknya tak ada satupun “ajimat” yang
membuatnya layak disebut pemimpin. Apalagi bila melihat
tampangnya yang tidak meyakinkan. Penulis bisa berkata, “Anda
bukan siapa-siapa Pak”.
Namun justru bukan siapa-siapa itulah yang menjadi pembeda
dari pemimpin-pemimpin lainnya. Banyak yang meremehkan “status”
“kesiapaannya” Jokowi. Sehingga banyak beranggapan menggusur
Jokowi semudah membalikkan telapak tangan. Banyak yang
memprediksi, masa pemerintahannya hanya 3 x masa panen padi.
Namun apa yang terjadi? Dia liat sekaligus kenyal, pemikirannya
melenting melampaui musuh-musuhnya. Dulu, menggusur Bung
Karno sangat gampang, tinggal mengerahkan tentara dan massa
untuk teriak-teriak PKI, Si Bung pun mundur jadi Presiden. Menggusur
Pak Harto juga gampang, tinggal kerahkan ribuan mahasiswa duduk
di atap gedung DPR/MPR dan orasi Amin Rais, Pak Harto pun
tumbang. Menjatuhkan sang Profesor malah lebih mudah, pidato
pertanggung jawabannya ditolak, lengserlah sang Profesor. Gus Dur
juga sama nasibnya dilengserkan dalam sidang istimewa tidak perlu
mengerahkan massa. Ibu Megawati digusur oleh satu orang yaitu
mantan menterinya yang tak lain adalah Pak SBY. Presiden SBY
tidak digusur karena tak ada riak berarti dalam pemerintahannya.
Semua diakomodir sehingga semua senang walaupun pada akhirnya
terkuaklah kasus Hambalang, wisma atlet, mafia Petral kasus impor
daging sapi, dan yang terakhir kasus KTP-e.
Menggusur Jokowi ternyata sulit. Digeruduk jutaan orang, ratusan
ribu, dan terakhir ratusan massa tak membuat Jokowi goyah. Dengan
tenangnya, jutaan orang tersebut dia hampiri dan bubar. Lawan-
lawannya juga bukan orang sembarangan. Sang mantan Presiden
yang jago berpolitik dan beretorika dibuat bertekuk lutut begitupun
sang mantan Pangkostrad yang juga mantan Danjen Kopassus tak
berdaya hanya dengan cara diajak naik kuda. Demikian juga
perlawanan seorang pemuka agama yang diduga mesum itu
sepertinya mudah dipatahkan. Tak tanggung-tanggung, Amerika yang
punya reputasi menjatuhkan rejim yang tidak disukai juga tak berkutik
ketika Freeport dipaksa mendivestasikan 51% sahamnya. Singapura,
yang disebut orang sebagai Yahudi kecilpun digasak dengan tax
amnesty. Para mafia juga disikatnya antara lain mafia minyak yang
berlindung dibalik Petral.
Tanpa tentara, tanpa massa fanatik, tanpa kecerdasan super, dan
tanpa orasi yang memikat dia punya daya tahan luar biasa. Jokowi
bukan siapa-siapa. Ajimatnya adalah kesederhanaan, merakyat, dan
keikhlasan untuk membangun negeri ini. “Tetaplah menjadi bukan
siapa-siapa Pak!”
Kepala Sekolah Sukses Versus Kepala Sekolah Efektif
Sebuah Tinjauan untuk Peningkatan Kompetensi Manajerial Kepala Sekolah
Oleh : Rasnita, M.Pd

Kerangka tulisan:
1. Paragraf 1 : Penelitian Luthans
2. Paragraf 2 : Kasus-kasus kontemporer kepala sekolah sukses vs
kepala sekolah efektif
3. Paragraf 3 : upaya-upaya perbaikan
4. Paragraf 4 : rekomendasi
Upaya Revolusioner Mengubah Budaya Organisasi di Dinas Pendidikan
untuk Pendidikan Bermutu

Kegaduhan proses mutasi, rotasi, dan promosi kepala sekolah dasar


negeri tahun 2017 pada lingkup Dinas Pendidikan Kab.Tangerang
menyisakan bom waktu masalah. Ada indikasi proses tersebut sebagai
benih munculnya ketidaknyamanan bekerja, tingginya stress, dan
meningkatnya frustasi kepala sekolah yang ditempatkan pada sekolah
yang tidak sesuai dengan visinya. Disebut sebagai bom waktu masalah
karena kepala sekolah-kepala sekolah tersebut tidak mempunyi kanal
untuk menumpahkan kekecewaan sehingga dikhawatirkan diam-diam
melakukan perlawanaan dengan caranya sendiri. Bila memang terjadi,
maka masyarakatlah yang akan menerima imbas rendahnya layanan
sekolah.
Raskarena tak ada ruang untuk membuka Kegaduhan tersebut
sebenarnya dapat dihindari
Mungkin kita dengan mudah menyalahkan kepala sekolah yang tidak
puas dengan penempatan itu bahwa sebagai seorang pegawai negeri
tidak boleh menola
Kesemrawutan rotasi dan mutasi kepala sekolah dasar negeri di
Kabupaten Tangerang pada tahun 2017 cukuplah sebagai peristiwa
terakhir. Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang harus mengambilnya
sebagai pembelajaran berharga. Hikmah utama yang dapat dipetik dari
peristiwa itu adalah betapa tidak mudahnya mengelola manajemen
sumber daya manusia. Apalagi bila pengelolaannya hanya berdasarkan
data di atas kertas saja. Perlu seni dan olah rasa serta penguasaan
lapangan sebelum melakukan pengambilan keputusan karena
manajemen sumber daya manusia menurut Hasibuan (2002:10) adalah
ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan sumber daya
manusia pada suatu organisasi agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan organisasi, pegawai, dan masyarakat sebagai pihak
yang dilayani.
Mutasi dan rotasi yang telah dilakukan membuat sebagian besar pi

Вам также может понравиться