Вы находитесь на странице: 1из 6

A.

Landasan Teori

Obat tradisional yang diperlukan oleh masyarakat adalah obat tradisional yang
mengandung bahan atau ramuan bahan yang dapat memelihara kesehatan, mengobati
gangguan kesehatan, serta dapat memulihkan kesehatan. Bahan-bahan ramuan obat
tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sedian sarian atau galenik yang
memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian
bahan yang digunakan sebagai obat disebut simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995)..

Menurut permenkes No. 246 tahun 1990 tentang Izin Usaha Obat Tradisional dan
Pendaftraran Obat Tradisional, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-
bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.

PerMenkes Republik Indonesia No.007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat


Tradisional menyatakan bahwa obat tradisional dilarang mengandung : (a) etil alkohol lebih
dari 1% kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaian dengan pengenceran ; (b)
bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat ; (c) narkotika
atau psikotropika ; (d) bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau
berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor: HK.00.05.4.2411/2004


Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, yang
dimaksud dengan obat bahan alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di
Indonesia. Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian
khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi :
1) Jamu
2) Obat Herbal Terstandar
3) Fitofarmaka
Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia. Kelompok jamu harus warna putih atau warna
lain yang menyolok Logo berupa ranting daun terletak dalam lingkaran dicetak dengan warna
hijau diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo,
ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur.

Gambar 2.1 Logo untuk Kelompok Jamu

Jamu harus memenuhi kriteria:


1) Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
2) Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.
3) Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jamu adalah obat tradisional yang mengandung seluruh bahan tanaman yang ada
dalam ressep dan disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, serbuk, cair, pil, atau
kapsul. Kriteria yang harus dipenuhi untuk kategori ini adalah aman sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan, memnuhi persyaratan mutu yang berlaku, dan klaim khasiat harus dapat
dibuktikan berdasarkan data empiris (Tilaar, Widjaja, 2014).

Bahan Kimia Obat (BKO)

Bahan kimia obat (BKO) merupakan zat-zat kimia yang digunakan sebagai bahan
utama obat kimiawi yang biasanya ditambahkan dalam sediaan obat tradisional/jamu untuk
memperkuat indikasi dari obat tradisional tersebut. Obat tradisional yang biasa mengandung
BKO adalah yang memiliki indikasi untuk rematik, penghilang rasa sakit, dan afrodisiak
(BPOM, 2013). BKO dalam obat tradisional inilah yang menjadi titik penjualan bagi
produsen. Hal ini kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan produsen akan bahaya
mengkonsumsi bahan kimia obat secara tidak terkontrol, baik dosis maupun cara
penggunaannya atau bahkan semata-mata demi meningkatkan penjualan karena konsumen
menyukai produk obat tradisional yang bereaksi cepat pada tubuh (Yuliarti, 2010).

Peraturan yang berlaku di Indonesia mempersyaratkan bahwa obat bahan alam dan
jamu tidak diperbolehkan mengandung bahan kimia obat (BKO). Hal ini sangat berbahaya,
karena obat alam dan jamu seringkali digunakan dalam jangka waktu lama dan dengan
takaran dosis yang tidak dapat dipastikan walaupun efek penyembuhannya segera terasa,
tetapi akibat penggunaan BKO yang tidak terkontrol dengan dosis yang tidak dapat
dipastikan, dapat menimbulkan efek samping yang serius, mulai dari mual, diare, pusing,
sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada sampai pada kerusakan organ tubuh yang
parah seperti kerusakan hati, gagal ginjal, jantung, bahkan sampai menyebabkan kematian
(Anonim, 2011).

Gangguan Nafsu Makan

Dorongan untuk makan umumnya didasarkan pada nafsu makan dan rasa lapar. Dua
hal tersebut adalah gejala yang berhubungan tetapi memiliki arti berbeda. Nafsu makan
adalah keadaan yang mendorong seseorang untuk memuaskan keinginannya dalam hal
makan, ini berhubungan dengan konsep budaya yang berbeda antara satu kebudayaan dengan
kebudayaan lainnya. Sedangkan lapar menggambarkan keadaan kekurangan gizi yang dasar
Foster GM, Anderson BG. Antropologi Kesehatan, terjemahan, Jakarta: Penerbit
dan merupakan konsep fisiologis.
Universitas Indonesia, 1986.

Nafsu makan merupakan keadaan yang mendorong seseorang untuk memuaskan


keinginan untuk makan selain rasa lapar (Guyton dan Hall, 1990). Gangguan nafsu makan
merupakan gangguan klinis yang penting namun acap kali diabaikan (Grilo dan Mitchell,
2010). Gangguan nafsu makan dapat berupa kurangnya nafsu makan yang sering menjadi
masalah utama pada anak-anak (Manikam dan Perman, 2000). Anak yang mengalami
gangguan nafsu makan gagal dalam pemenuhan asupan makan dan minum sehingga
kebutuhan nutrisi gagal terpenuhi. Dengan tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi ini, maka
perkembangan anak pun menjadi terhambat (Greer et al., 2007). Selain keterkaitannya
dengan kebutuhan nutrisi, nafsu makan juga erat kaitannya dengan berat badan. Kurangnya
nafsu makan anak dapat mengakibatkan tidak idealnya berat badan anak. Dalam jangka
panjang, gangguan nafsu makan ini juga dapat mengancam jiwa penderitanya (Greer et al.,
2007).
Gangguan nafsu makan merupakan gangguan klinis yang penting namun acap kali
diabaikan (Grilo dan Mitchell, 2010). Masalah ini sebenarnya merupakan hal yang sepele
namun sering menjadi masalah utama pada anakanak (Manikam dan Perman, 2000). Menurut
Waugh dan Lask (2010), 25%- 45% anak yang berkembang normal mengalami gangguan
nafsu makan sedangkan pada anak yang terlambat perkembangannya angka ini mencapai
80%. Jika gangguan ini tidak segera diatasi maka dapat menimbulkan masalah yang serius.
Salah satu masalah yang ditimbulkan akibat kurangnya nafsu makan adalah gagalnya
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Jika hal ini dibiarkan berkepanjangan maka dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan dan perkembangan anak. Kerja normal berbagai organ
juga sangat terganggu apabila terjadi defisiensi nutrisi (Greer et al., 2007).
Selain itu, nafsu makan erat kaitannya dengan berat badan. Kebanyakan penderita
gangguan nafsu makan juga diikuti dengan penurunan berat badan yang cukup drastis
sehingga memiliki berat badan dibawah normal. Ketidakidealan berat badan anak ini dapat
mengakibatkan berbagai masalah. Berat badan yang mencapai dibawah 75% berat badan
normal dapat menyebabkan gangguan perkembangan anak dan osteoporosis dini. Selain itu,
sintesi protein fungsional otak juga dapat terganggu dan menyebabkan gangguan otak yang
apabila kronik dapat menjadi atrofi pada otak.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain


kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase
diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
aluminium, atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan
sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gandjar dan Abdul, 2012).

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang


memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga
berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa
larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan
terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakan (dideteksi) (Stahl, Egon. 1985).
Kromatografi lapis tipis mempunyai keuntungan yaitu, dalam pelaksanaannya lebih
mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan
yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana
dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakannya setiap saat
secara cepat. Mengidentifikasi komponen dalam kromatografi lapis tipis dapat dilakukan
dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet.

KLT digunakan secara luas untuk analisis solut-solut organik terutama dalam bidang
biokimia, farmasi klinis, forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan
nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis kuantitatif. Penggunaan umum
KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa,
memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi
yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta melakukan screening sampel untuk obat
(Gandjar dan Abdul, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Bahaya Obat Bahan Alam dan Jamu Mengandung BKO. BPOM RI.

Depkes RI. 1995. Materi Medika Indonesia. Jilid IV. Cetakan Keenam. Jakarta : Direktorat
Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 92-94, 195-199.

Foster GM, Anderson BG. Antropologi Kesehatan, terjemahan, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gandjar, Ibnu Gholib, dan Abdul Rohman. (2012). Analisis Obat. Cetakan I. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Ketentuan Pokok Pengelompokan
dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Nomor : HK.00.05.4.2411/2004

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.Bandung: ITB.
Halaman 3-18.

Tilaar, M & Widjaja, B. T. 2014. The Power Of Jamu. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Yuliani, Fitri. Isolasi Senyawa Lutein Dari Ekstrak Bunga Brokoli Sebagai Antioksidan.
Bogor: Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor, 2012. p 9

Вам также может понравиться

  • Harga Kost1
    Harga Kost1
    Документ1 страница
    Harga Kost1
    Dian Falahatul Ula
    Оценок пока нет
  • Parameter
    Parameter
    Документ2 страницы
    Parameter
    Dian Falahatul Ula
    Оценок пока нет
  • Peminatan RPL 2021
    Peminatan RPL 2021
    Документ7 страниц
    Peminatan RPL 2021
    Dian Falahatul Ula
    Оценок пока нет
  • Obat Antidiabetes
    Obat Antidiabetes
    Документ37 страниц
    Obat Antidiabetes
    Dian Falahatul Ula
    100% (1)
  • Parameter
    Parameter
    Документ2 страницы
    Parameter
    Dian Falahatul Ula
    Оценок пока нет
  • Rute Pemberian Obat
    Rute Pemberian Obat
    Документ6 страниц
    Rute Pemberian Obat
    Dian Falahatul Ula
    Оценок пока нет
  • ADME Obat PDF
    ADME Obat PDF
    Документ45 страниц
    ADME Obat PDF
    Sherina Putri
    Оценок пока нет
  • ADME Obat PDF
    ADME Obat PDF
    Документ45 страниц
    ADME Obat PDF
    Sherina Putri
    Оценок пока нет
  • Carica Pubescens Lenne & K. Koch DENGAN LC/MS
    Carica Pubescens Lenne & K. Koch DENGAN LC/MS
    Документ97 страниц
    Carica Pubescens Lenne & K. Koch DENGAN LC/MS
    Novilka
    Оценок пока нет
  • Dagusibu PLNG Fix
    Dagusibu PLNG Fix
    Документ2 страницы
    Dagusibu PLNG Fix
    Dian Falahatul Ula
    Оценок пока нет
  • Dagusibu PLNG Fix
    Dagusibu PLNG Fix
    Документ2 страницы
    Dagusibu PLNG Fix
    Dian Falahatul Ula
    Оценок пока нет
  • Kpa Flavonoid
    Kpa Flavonoid
    Документ17 страниц
    Kpa Flavonoid
    Dian
    Оценок пока нет