Вы находитесь на странице: 1из 6

Hiperparatiroidisme

a. Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer
dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada wanita
daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal
kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar
paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid (Brunner & Suddath, 2001).

b. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
 Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
 Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan kelainan
endokrin lainnya
 Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus
keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia,
syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial
hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga
termasuk kedalam kategori ini.
 Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar
yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua
kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.

c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia
atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal
ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak; 18%
kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan oleh
karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid.
Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan kelenjar
lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena
diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting bagi ahli
bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu kelenjar
tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat dan
laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli
bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang
seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena
keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan
hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan
oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama
bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen
tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan
kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori
adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum
juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan
kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak
muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis
sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada
keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung
bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi
dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada
jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan
subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk
bekerja di target organ.

d. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,
konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan
peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari
emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh
efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan
menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam
pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi,
pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat
pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri
tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur
patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan
hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001).

e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium
dalam darah
disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakitlain dapat menyebabkan tingginya k
adar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar
kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk
parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan
penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan
kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena
kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta
tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang
pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen
bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan
informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang
dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi
jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan
lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena
menunjukkan penilaian yang
akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekalidiagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya di
lakukanuntuk melihat adanya
komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan
kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang
sebaiknyadilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir
karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum
total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi
paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah

f. Komplikasi
 Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
 Dehidrasi
 Batu ginjal
 Hiperkalsemia
 Osteoklastik
 Osteitis fibrosa cystica

g. Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah
untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian
pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal
yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan
adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang,
gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya
batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman ini
dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu ginjal
yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik thiazida harus
dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi
kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu, pasien
harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko krisis
hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika
terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan
kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.
Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan
ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita
ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena
anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah,
preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan
membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering
dijumpai pada pasien-pasien ini.

Вам также может понравиться