Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan
hidayat-nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Tentang Management Airway
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya akhir zaman.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan .................................................................................................. 18
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
menjadi komplikasi dari tatalaksana jalan napas yang salah yaitu : trauma
jalan napas, pneumothoraks, obstruksi jalan napas, aspirasi dan spasme
bronkus. Berdasarkan data-data tersebut, telah jelas bahwa tatalaksana
jalan napas yang baik sangat penting bagi keberhasilan proses operasi dan
beberapa langkah berikut adalah penting agar hasil akhir menjadi baik,
yaitu: (1) anamnesa dan pemeriksaan fisik, terutama yang berhubungan
dengan penyulit dalam sistem pernapasan, (2) penggunaan ventilasi
supraglotik ( seperti face mask, Laryngeal Mask Airway/LMA), (3) tehnik
intubasi dan ekstubasi yang benar, (4) rencana alternatif bila keadaan gawat
darurat terjadi.
Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien dan penatalaksanaan jalan nafas
(airway management) perlu dilakukan..
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi jalan nafas.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan airway management.
3. Untuk mengetahui macam-macam gangguan jalan nafas.
4. Untuk mengetahui pengkajian jalan nafas.
5. Untuk mengetahui teknik pengelolaan jalan nafas/manajemen airway.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung
yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars
oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi
kemudian bergabung di bagian posterior dalam faring (gambar 1). Faring
berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar
tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian
depannya terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring
dan laringofaring (pars laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh
garis imaginasi mengarah ke posterior. Pada dasar lidah, secara fungsional
epiglotis memisahkan orofaring dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis
mencegah terjadinya aspirasi dengan menutup glotis- gerbang laring- pada saat
menelan. Laring adalah suatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan
3
otot. Laring disusun oleh 9 kartilago (gambar 2) : tiroid, krikoid, epiglotis, dan
(sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme.
4
2.3 Macam-Macam Gangguan Jalan Nafas
1. Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi 2 berdasarkan derajat sumbatan:
a. Obstruksi total
Keadaan dimana jalan nafas menuju paru-paru tersumbat total,
sehingga tidak ada udara yang masuk ke paru-paru. Terjadi perubahan
yang akut berupa hipoksemia yang menyebabkan terjadinya kegagalan
pernafasan secara cepat. Sementara kegagalan pernafasan sendiri
menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi kardiovaskuler dan
menyebabkan pula terjadinya kegagalan SSP dimana penderita
kehilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan kelemahan motorik
bahkan mungkin pula terdapat renjatan (seizure). Bila tidak dikoreksi
dalam waktu 5 – 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi
antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung.
b. Obstruksi parsial
Sumbatan pada sebagian jalan nafas sehingga dalam keadaan ini
udara masih dapat masuk ke paru-paru walaupun dalam jumlah yang
lebih sedikit. Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak.
Hal yang perlu diwaspadai pada obstruksi parsial adalah Fenomena
Check Valve yaitu udara dapat masuk, tetapi tdk keluar.
5
dashboard. Trauma pada daerah tengah wajah dapat menyebabkan
fraktur-dislokasi dengan gangguan pada nasofaring dan orofaring.
2) Trauma leher
Cedera tumpul atau tajam pada leher dapat menyebabkan
kerusakan pada laring atau trakhea yang kemudian meyebabkan
sumbatan airway atau perdarahan hebat pada sistem trakheobronkial
sehingga sebegra memerlukan airway definitif. Cedera leher dapat
menyebabkan sumbatan airway parsial karena kerusakan laring dan
trakea atau penekanan pada airway akibat perdarahan ke dalam
jaringan lunak di leher.
3) Trauma laringeal
Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang terjadi, tetapi
hal ini daat menyebabkan sumbatan airway akut.
6
2. LISTEN:
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
a. Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
b. Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
c. Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas
setinggi larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
d. Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
e. Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal
napas
3. FEEL:
a. Aliran udara dari mulut/ hidung
b. Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk
menentukan apakah terjadi deviasi dari midline.
c. Palpasi apakah ada krepitasi
7
tersedak ?”
Jika pasien/korban mengiyakan dengan bersuara dan masih dapat
bernafas serta dapat batuk, mintalah pasien/korban batuk sekeras
mungkin agar benda asing dapat keluar dari jalan napas
Bila jalan napas pasien/korban tersumbat, dia tidak dapat
berbicara, bernapas, maupun batuk dan wajah pasien/korban
kebiruan (sumbatan total). Penolong harus segera melakukan
langkah berikutnya.
(2) Langkah 2
Bila pasien/korban berdiri penolong berdiri di belakang
pasien/korban, bila pasien/korban duduk penolong berlutut dan
berada di belakang pasien/korban.
Letakkan satu kaki di antara kedua tungkai pasien/korban
8
Ulangi abdominal thrust sampai benda asing keluar atau
pasien/korban tidak sadar.
(4) Chest Thrust (Hentakkan Dada)
Langkahnya sama dengan Manuver Heimlich bedanya pada
peletakan sisi ibu jari kepalan tangan pada pertengahan tulang dada
pasien/korban dan hentakan dilakukan hanya ke arah dalam serta
posisi kepala pasien/korban menyandar di bahu penolong.
·
Gambar 4. Cross Finger
9
4) Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga
mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari (finger sweep).
10
2. Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual
Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang
terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini
lidah jatuh ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian faring.
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan papan
kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat
faring dan epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab
utama tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari
hal ini dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
1) Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuver)
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong
dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan
epiglotis terbuka, sniffing position, posisi hitup.
2) Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuver)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong
kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah
melekat pada rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.
Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat
untuk melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada pasien
trauma/multipel trauma.
11
Gambar 9. Proteksi Cervical-Spine
12
a. Oropharyngeal Airway (OPA)
Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan
penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah
dengan spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80
mm/Guedel No 3), medium (90 mm/Guedel no 4), dan besar (100
mm/Guedel no 5).
Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar
bila angkat kepala-dagu tidak berhasil mempertahankan jalan napas atas
terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar atau setengah
sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi pada pasien yang
masih ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk pemasangan
OPA.
13
3) Masukkan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya trauma
jaringan lunak pada bibir dan lidah.
14
tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan dada dan suara
pernafasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Combitube
Pipa kombinasi esophagus – tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2
pipa, masing-masing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya.
Meskipun pipa kombinasi masih rerdaftar sebagai pilihan untuk penanganan
jalan nafas yang sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support,
biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai
LMA atau alat lain untuk penanganan pasien dengan jalan nafas yang sulit.
15
Gambar 19. Pemasangan Combitude
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan jalan nafas atau airway management adalah prosedur medis
yang dilakukan untuk mencegah obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur
nafas terbuka antara paru-paru pasien dan udara luar. Hal ini dilakukan dengan
membuka jalan nafas atau mencegah obstruksi jalan napas yang disebabkan
oleh lidah, saluran udara itu sendiri, benda asing, atau bahan dari tubuh sendiri,
seperti darah dan cairan lambung yang teraspirasi.
Obstruksi jalan nafas terbagi menjadi 2 yaitu obstruksi total dan parsial. Ada
dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang
menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars
oralis). Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya kelemahan dari
otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi menyebabkan lidah dan epiglotis
jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Pemasangan oral airway
kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-
kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah.
Untuk menghilangkan sumbatan pada jalan nafas agar jalan nafas dapat
terbuka sehingga udara dapat masuk ke paru-paru dilakukan tatalaksana jalan
nafas yang terdiri dari pengeluaran benda asing/sumbatan dari saluran
pernafasan menggunakan teknik heimlich manuver dan abdominal thrust pada
pasien sadar dan cross finger dan finger sweep pada pasien tidak sadar;
pengelolaan jalan nafas dengan teknik manual yaitu head-tilt chin lift untuk
pasien non trauma servikal dan jaw thrust untuk pasien yang mengalami trauma
servikal; pengelolaan jalan nafas dengan bantuan alat sederhana yaitu
Oropharyngeal airway (OPA) dan Nasopharyngeal Airway; pengelolaan jalan
nafas dengan alat lanjutan yaitu bag valve mask, combitube, intubasi dengan
ETT.
17
DAFTAR PUSTAKA
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi 2nd ed.
Jakarta: FKUI.
Ollerton, JE. 2007. Adult Trauma Clinical Practice Guidelines, Emergency Airway
Management in the Trauma Patient. NSW Institute of Trauma and Injury
Management. Diunduh dari http://www.itim.nsw.gov.au pada 11 Oktober
2016.
Wilson WC, Grande CM, Heyt DB. 2007. Trauma Emergency Resuscitation
Perioprative Anesthesia Surgical Management Volume 1. New York:
Informa Health Care
18