Вы находитесь на странице: 1из 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE dan ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

O L E H:

ERIN PEBRIANSYAH
018.02.0813

PEROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


A. Definisi
Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana
fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya
tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan
dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah
atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara
perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama
sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya.
Dalam dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal
yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Warianto
2011).
Chronic kidney disease atau CKD adalah gagal ginjal
kronik yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal, dimana
ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia
dan azotemia. Uremia adalah sindrom klinik yang terjadi
pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit GGK, sedangkan azotemia yaitu kelebihan urea atau
senyawa nitrogen dalam darah (Brunner & Suddarth, 2008).

B. Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua
penyakit. Dibawah ini terdapat beberapa penyebab gagal
ginjal kronik.
1. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan perubahan-perubahan stuktur pada arteriol
diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ
sasaran utama organ ini adalah jantung, otak, ginjal dan
mata. Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal
akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis
begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari
iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan
permukaan berlubang – lubang dan berglanula. Secara
histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada
arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan
menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus,
sehingga seluruh nefron rusak (Price, 2007).
2. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan
pada glomerulus yang diakibatkan karena adanya
pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi peradangan
diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga
terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan
permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi
glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. Glomerulonefritis dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Gomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus
secara mendadak.
b. Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama
dari sel-sel glomerulus. (Price, 2007)
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disebabkan oleh kompleks imun dalam
sirkulasi yang terperangkap dalam membrane basalis
glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang
paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus
yang tersebar. (Price, 2007)
d. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan
kista-kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang
lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal
tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal, sehingga
ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2007)
e. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD
yang tersering, berjumlah 30% hingga 40% dari semua
kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah
istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi
diginjal pada diabetes mellitus (Price, 2007).
Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan
hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau
stadium:
1) Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini)
Ditandai dengan hifertropi dan hiperfentilasi
ginjal, pada stadium ini sering terjadi
peningkatan GFR yang disebabkan oleh banyak factor
yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek
rennin, angiotensin II danprostaglandin.
2) Stadium 2 (fase perubahan struktur dini)
Ditandai dengan penebalan membrane basalis
kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi
sedikit penumpukan matriks mesangial.
3) Stadium 3 (Nefropati insipient)
4) Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
5) Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal
progresif)
Chronik kidney disease penyebab utama disebabkan
karena penyakit diabetes melitus dan hipertensi.
Adapun faktor predisposisi diantaranya:
1) Usia lebih dari 60 tahun
2) Penyakit ginjal congenital
3) Riwayat keluarga dengan penyakit ginjal
4) Obstruksi renal

C. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Pada tahun 2002, KDOQI menerbitkan klasifikasi
tahapan penyakit gagal ginjal kronis, sebagai berikut:
1. Tahap 1: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau
meningkat (> 90 mL/min/1.73 m2)
2. Tahap 2: penurunan ringan pada GFR (60-89 mL/min/1.73
m2)
3. Tahap 3: penurunan moderat pada GFR (30-59 mL/min/1.73
m2)
4. Tahap 4: penurunan berat pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m2)
5. Tahap 5: Gagal ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m2 atau
dialisis)
Pada tahap 1 dan tahap 2 penyakit ginjal kronis, GFR
saja tidak dapat dilakukan diagnosis. Tanda lain dari
kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin atau kelainan pada studi pencitraan, juga harus
ada dalam menetapkan diagnosis tahap 1 dan tahap 2 penyakit
ginjal kronis.
Pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium 1-3
umumnya asimtomatik, manifestasi klinis biasanya muncul
dalam tahap 4-5. Diagnosis dini, pengobatan dan penyebab
atau institusi tindakan pencegahan sekunder sangat penting
pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.

Gg. sekresi protein


D. PATOFISIOLOGI CKD

Faktor yg tidak dapat Faktor yg dapat


sindrom uremia
dimodifikasi: dimodifikasi:
Herediter, Usia>60, Jenis DM, hipertensi, merokok,
kelamin, Ras obstruksi saluran kemih
Perpospatemia pruritus
Gangguan
Penurunan aliran darah renal
Integritas
PrimaryKulit
kidney disease
Urokrom Kerusakan ginjal karena penyakit lain
Perubahan
tertimbun di warna Obstruksi outflow urine
kulit kulit

Toksisitas BUNEnchepalop
↑ Penurunan filtrasi glomerulus
Penurunan
Serum
ureum di otak ati kesadaran creatinine ↑

Kerusakan nefron
Gg. asam - basa Mual Gangguan
Muntah nutrisi

Hipertrofinefron yang tersisa


Hormon
Asidosis gangguan eritroporitin
Payah jantung
Hipertrofi
Peningkatan
kelebihan Produksi
Gg. pertukaran menurun
metabolik pola nafas Beban
Chronic kidney diseaseAcute
(CKD)
retensi
Edema
edema
ventrikel
volumekiri Na gas
jantung
Lung
paru
kiri
cairan
Asam
Metab.anaerob
Suplai
fatigue
laktat
Intoleransi
Anemia
Produksi Oaktivitas
2 ↓
EPO
eritrosit ↓ ↓↑
cairan
Oedem
naik CES
(ALO)
E. Manisfestasi klinik
Manifestasi klinik menurut Suyono (2008) adalah sebagai
berikut:
1. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction sub pericardial
f. Sistem Pulmoner
1) Krekel
2) Nafas dangkal
3) Kusmaull
4) Sputum kental dan liat
g. Sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Perdarahan saluran GI
3) Ulserasi dan pardarahan mulut
4) Nafas berbau ammonia
h. Sistem musculoskeletal
1) Kram otot
2) Kehilangan kekuatan otot
3) Fraktur tulang
i. Sistem Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Pruritis
3) Kulit kering bersisik
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar

F. Komplikasi dan prognosa


1. Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan
tingginya kandungan kalium di dalam darah dapat menimbulkan
kematian mendadak, jika tidak ditangani dengan serius.

2. ALO (Acute Lung Oedem)


Natrium mempunyai peranan penting dalam penimbunan
cairan akut. Urine pada orang sehat biasanya mengandung
natrium dengan jumlah milli-ekuivalen yang tepat sama dengan
milli ekuivalen natrium di dalam makanan, sehingga orang
tersebut mempunyai balance natrium yang seimbang. Pada
glomerulonefritis akut (gagal ginjal kronis yang lama),
natrium tidak lagi dapat dieksresikan oleh ginjal yang
sakit. Jika penderita tetap makan garam dalam jumlah yang
sama seperti saat sehat, maka jumlah natrium di dalam tubuh
akan meningkat dan tetap tinggal di ruang ekstraseluler. Hal
inilah yang akan menarik air dengan tenaga osmotiknya,
sehingga di dalam tubuh terjadi dua peningkatan volume
cairan yaitu ekstraseluler dan darah yang bersirkulasi.
Cairan berlebih inilah yang kemudian menuju ke paru-paru dan
dapat menyebabkan ALO juga dapat menyebabkan gagal jantung.

G. Tanda gejala CKD dengan ALO


Gejala yang paling umum CKD dengan ALO adalah sesak
napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur
jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary
edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah
lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal
dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang
cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan, dapat pula
terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan
irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin
terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih
jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, mungkin
akan terdengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales
atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus
yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama
bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi
dalam 3 stadium:
1. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang
prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium
ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali
mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas
pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga
menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley
B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-
sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama
di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi
ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa
aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat
sedikit perubahan saja.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas
sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus
yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory
acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan
hati-hati (Ingram and Braunwald, 2006).

H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Doenges (2008) pemeriksaan penunjang pada pasien
GGK adalah:
a. Ureum dan kreatinin:
1) Volume urine : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam
(fase oliguria) terjadi dalam (24 jam – 48) jam
setelah ginjal rusak.
2) Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan
adanya darah.
3) Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan
penyakit ginjal contoh : glomerulonefritis,
pielonefritis dengan kehilangan kemampuan memekatkan:
menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal
berat.
4) pH: Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis
tubular ginjal dan rasio urine/ serum saring (1 : 1).
5) Kliren kreatinin: Peningkatan kreatinin serum
menunjukan kerusakan ginjal.
6) Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40
mEq/ ltr bila ginjal tidak mampu mengabsorpsi
natrium.
7) Bikarbonat: Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8) Protein: Proteinuria derajat tinggi (+3 – +4 ) sangat
menunjukkan kerusakan glomerulus bila Sel darah
merahdan warna Sel darah merahtambahan juga ada.
Protein derajat rendah (+1 – +2 ) dan dapat
menunjukan infeksi atau nefritis intertisial.
9) Warna tambahan: Biasanya tanda penyakit ginjal atau
infeksi tambahan warna merah diduga nefritis
glomerulus.
b. Darah:
1) Hemoglobin: Menurun pada anemia.
2) Sel darah merah: Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan / penurunan hidup.
3) pH : Asidosis metabolik (<>
4) Kreatinin: Biasanya meningkat pada proporsi rasio
(l0:1).
5) Osmolalitas: Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering
sama dengan urine .
6) Kalium: Meningkat sehubungan dengan retensi urine
dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah merah).
7) Natrium: Biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
8) pH, Kalium & bikarbonat : Menurun.
9) Klorida fosfat & Magnesium : Meningkat.
10) Protein: Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan
penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino esensial.
c. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah),
aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia,
hipokalsemia).
d. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem,
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya
factor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses
sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai
oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan
apapun.

e. Foto Polos Abdomen


Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan
memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar
ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto
polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang
lebih baik.
f. Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena
ginjal tak dapat memerlukan kontras dan pada GGK ringan
mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat,
terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan
nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang dilakukan
pada GGK. Dapat dilakukan dengan cara intravenous
infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises
dan ureter.
g. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat
kelebihan air (fluid overload), efusi pleura,
kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan
juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang
menurun.
h. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan
kalsifikasi metastatik.

I. Terapi atau penatalaksanaan


Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang
mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari
penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan
dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah
untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama
mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
a. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen
(eritropoetin manusia rekombinan). Epogen diberikan
secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
b. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya
tampa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun
demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika
kondisi ini memerlukan gejala.
c. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk
24 jam atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam
24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk
harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
d. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida
mengandung alumunium atau kalsium karbonat, keduanya
harus diberikan dengan makanan.
e. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis
yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan
yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh
medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah
kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
f. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi
antihipertensif dan control volume intravaskuler.
g. Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah
protein tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang
diperlukan.
h. Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah
urine dan hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata)
dalam waktu 24 jam sebelumnya.
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan
kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu
24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24
jam
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya
katabolisme protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin: tiamin,
riboflavin, niasin dan asam folat.
Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam
organik, hasil pemecahan makanan dan protein jaringan
akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat
gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus
yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging
sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas:
b. Umur: Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami
dibandingkan remaja/dewasa muda
c. Riwayat Masuk: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit
setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun
dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai
etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik
mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Predileksi penyakit sistemik
atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
e. Pemeriksaan fisik
f. Sistem Integumen
g. Sistem Pulmonal
- Subyektif: Sesak nafas, dada tertekan
- Obyektif: Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi,
batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,
penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma
dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
h. Sistem Cardiovaskuler
- Subyektif: Sakit dada
- Obyektif: Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung
tidak teratur, suara jantung tambahan
i. Sistem Neurosensori
- Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
- Obyektif: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
j. Sistem Musculoskeletal
- Subyektif: lemah, cepat lelah
- Obyektif: tonus otot menurun, nyeri otot/normal,
retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
k. Sistem genitourinaria
- Subyektif:-
- Obyektif: produksi urine menurun/normal,
l. Sistem digestif
- Subyektif: mual, kadang muntah
- Obyektif: konsistensi feses normal/diare
m. Studi Laboratorik
- Hb: menurun/normal
- Analisa Gas Darah: acidosis respiratorik, penurunan
kadar oksigen darah, kadar karbon darah
meningkat/normal
- Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal

2. Diagnosa yang mungkin muncul


a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keadaan
tubuh yang lemah
b. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi
kapiler pulmonary
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan penurunan glomerulo filtration rate
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai
oksigen ke jaringan menurun
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
keluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan
natrium.
f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan
perubahan membrane mukosa mulut.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
status metabolic, sirkulasi, sensasi, penurunan turgor
kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam kulit.
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan,
anemia, retensi produk sampah dan prosedur.
i. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan fungsi
tubuh, tindakan dialysis, koping maladaptive.
j. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi.
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi
1. Ketidak Pola nafas kembali 1. Berikan HE pada pasien
efektifan efektif setelah tentang penyakitnya
pola nafas dilakukan tindakan 2. Atur posisi semi
berhubungan keperawatan selama 1 fowler
dengan × 4 jam, dengan 3. Observasi tanda dan
keadaan tubuh kriteria hasil: gejala sianosis
4. Berikan terapi
yang lemah 1. Tidak terjadi
oksigenasi
hipoksia atau
5. Observasi tanda-tanda
hipoksemia
vital
2. Tidak sesak
6. Observasi timbulnya
3. RR normal (16-20 ×
gagal nafas
/ menit)
7. .Kolaborasi dengan tim
4. Tidak terdapat
medis dalam memberikan
kontraksi otot
pengobatan
bantu nafas
5. Tidak terdapat
sianosis
2 Gangguan Fungsi pertukaran 1. Berikan HE pada pasien
pertukaran gas dapat maksimal tentang penyakitnya
Gas setelah dilakukan 2. Atur posisi pasien
berhubungan tindakan keperawatan semi fowler
dengan selama 1 × 4 jam 3. Bantu pasien untuk
distensi dengan kriteria melakukan reposisi
kapiler hasil: secara sering
pulmonary 1. Tidak terjadi 4. Berikan terapi
sianosis oksigenasi
2. Tidak sesak 5. Observasi tanda –
tanda vital
3. RR normal (16-20 × 6. Kolaborasi dengan tim
/ menit) medis dalam memberikan
4. BGA normal: pengobatan
5. partial pressure
of oxygen (PaO2):
75-100 mm Hg
6. partial pressure
of carbon dioxide
(PaCO2): 35-45 mm
Hg
7. oxygen content
(O2CT): 15-23%
8. oxygen saturation
(SaO2): 94-100%
9. bicarbonate
(HCO3): 22-26
mEq/liter
10. pH: 7.35-7.45
3. Gangguan Gangguan 1. Kaji adanya hipertermi
keseimbangan keseimbangan cairan 2. Observasi tanda-tanda
cairan dan tidak terjadi vital.
elektrolit setelah dilakukan 3. Kaji edema,
berhubungan tindakan keperawatan auskultasi, takikardi
dengan selama 1 × 4 jam, dan reflek tendon.
penurunan dengan kriteria 4. Monitor BUN kreatinin
glomerulo hasil: dan monitor urinisasi
filtration 1. Tidak ada edema dan hematuria
5. Kolaborasi dengan tim
rate dengan distensi
medis dalam memberikan
vena jugolaris,
pengobatan
dispnea,
tachikardi,
peningkatan
tekanan darah
crakles pada
auskultasi.
2. Tidak terjadi
muntah, hipotensi,
bradikardi dan
perubahan reflek
tendon dalam
DAFTAR PUSTAKA

Wariano, 2011. Keterampilan Proses Sains. Kencana Media


Group, Jakarta
Saragih, 2010, Hubungan Keluarga dengan Pengaruh Kualitas
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis. Media. Jakarta
Aru Wulan, 2007. Buku Ajar Penyakit Dalam, Sanjaya.
Jakarta
Reever, 2007. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta :
Salemba Medica.
Sukandar. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis.
Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung.

Вам также может понравиться