Вы находитесь на странице: 1из 4

BAB 1

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Menurut (Tarwoto, 2013) cedera medulla spinalis merupakan keadaan akut dimana
terjadi terputusnya komunikasi sensori dan motorik yang terhubung dengan susunan
saraf perifer, untuk menentukan tingkat keparahan atau kerusakan yang terjadi pada
medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplit atau inkomplit. Trauma medulla spinais
merupakan kasus yang dapat mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kecacatan
seseorang.

Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2002) kasus cedera medula spinalis terjadi pada
150.000 sampai 500.000 orang di Amerika Serikat dan diperkirakan 10.000 kasus baru
terjadi pada setiap tahunnya, dari setengah kasus yang terjadi diakibatkan karena
kecelakaan bermotor dan 75% diantaranya terjadi pada pria usia 30 tahun kebawah.
Tetapi selain disebabkan karena kecelakaan bermotor cedera medula spinalis dapat
diakibatkan dari kecelakaan kerja, luka tembak, cedera olahraga maupun akibat jatuh.

Tanda gejala yang muncul pada pasien cedera medula spinalis biasanya pada pasien
sadar mngeluhkan nyeri akut pada leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
Cedera saraf spinal dapat menyebabkan paraplegia dan quadriplegia (Smeltzer,
Suzanne C, 2002). Paraplegia didefinisikan oleh ASIA (American Spinal Injury
Association) sebagai gangguan sensorik dan motorik yang terjadi pada thorako, lumbal
dan sakral dan quadriplegia adalah gangguan sensorik dan motoric yang terjadi pada
segmen servikal.

Komplikasi dari cedera spinalis biasanya disebut syok spinal yaitu suatu kondisi
dimana terjadi depresi tiba-tiba dari aktivitas reflex pada medulla spinalis dibawah
tingkat cedera, pada kondisi ini otot-otot yang dipersarafi oleh bagian segmen medula
yang ada dibawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan flaksid, dan reflex-
refleksnya tidak ada. Komplikasi yang diakibatkan dari cedera medula spinalis
ditentukan dari lokasi terjadinya lesi misalnya jika cedera terjadi pada servikal (leher)
dan medula spinalis torakal atas maka yang terjadi adalah persarafan pada otot aksesori
mayor pernapasan hilang dan timbul masalah pernapasan antara lain: penurunan
kapasitas vital, retensi sekresi, peningkatan tekanan parsial karbon dioksida (PCO 2),
dan penurunan PO2, kegagalan bernapas, dan edema pulmonal (Smeltzer, Suzanne C,
2002).
Pada pasien cedera spinalis reflex yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi dapat
terpengaruh bkarena lesi pada system saraf pusat. Selain itu dampak yang ditimbulkan
adalah pasien tidak berkeringat pada bagian tubuh yang paralisis, karena aktivitas
simpatis dihambat, sehingga peran perawat adalah untuk memantau ketat terhadap
hipertemi dan juga dalam pemantauan sistem pernapasan yang mugkin dapat terganggu,
karena pasien mungkin tidak dapat menciptakan tekanan intratorakal yang cukup untuk
batuk secara efektif, untuk tindakan yang dapat membantu adalah terapi fisik dada dan
pengisapan dapat membantu dalam pembersihan sekresi pulmonal (Smeltzer, Suzanne
C, 2002). Setiap lokasi terjadinya cedera dapat menimbulkan komplikasi yang berbeda-
beda.

Pada kasus cedera medula spinalis yang terjadi pada umumnya terjadi pada daerah
servikal ke-5, ke-6 dan ke-7 selain itu dapat terjadi pada torakal ke12 dan lumbal
pertama, ini diakibatkan karena vertebra ini yang paling rentan dan juga karena ada
rentang mobilitas yang lebih besar pada vertebra ini. (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Selain itu penelitian yang dilakukan Matthew Scott pada tahun 2019 mengungkapkan
bahwa lesi pada thoraks dapat menyebabkan paraplegia, sementara pada serviks dapat
mengakibatkan quadriplegia. Cedera medula biasanya yang paling sering terjadi pada
daerah servikal sekitar 50% dan yang paling umum terjadi adalah servikal ke-5 yang
lainnya pada torakal (35%) dan pada daerah lumbar (11%).

Kemajuan terbaru dalam penanganan pasien cedera medula spinalis dan perawatannya
dalam dunia medis mengakibatkan peningkatan tingkat kelasungan hidup pasien. Selain
itu dilaporkan bahwa penderita cedera medula spinalis di Australia pada rentang tahun
1955 sampai 2006 tingkat kelangsungan hidup pasien quadriplegia dan paraplegia yang
diakibatkan karena cedera medula spinalis mengalami kelasungan hidup sekitar 91,2
dan 95,9%. Harapan hidup pasien cedera medula spinalis juga sangat tergantung dari
tingkat cedera dan fungsi yang dipertahankan, misalnya pasien yang membutuhkan
kursi roda dalam melakukan kegiatan sehari-harinya diperkirakan 75% dari harapan
hidup normal, sedangkan pasien yang tidak menggunakan kursi roda dan kateterisasi
dapat memiliki harapan hidup 90% lebih tinggi dari orang normal ( Matthew Scott,
2019).
Pengobatan pada pasien cedera medula spinalis difokuskan untuk mencegah terjadi
cedera yang lebih lanjut dan memantau gejala penurunan neurologic yang terjadi.
Untuk pengobatan farmakoterapi ditemukan pemberian kortikosteroid dosis tinggi
khususnya metilprednisolon dapat memperbaiki prognosis dan mengurangi kecacatan
bila diberikan dalam 8 jam cedera, selain itu cedera toraks dan lumbal biasanya
dilakukan tindakan pembedahan, pembedahan ini dilakukan untuk mengurangi fraktur
spinal atau dislokasi atau kompresi medula. Selain dalam hal pengobatan pada pasien
cedera mdula spinalis perawat perlu dalam mengkaji pada dampak psikologi yang
dialami oleh pasien cedera medula spinalis.

Dampak gangguan fisiologis dan psikologi pada pasien memiliki dampak konsekuensi
yang Panjang karena mempengaruhi dalam segala spek kehidupan satu individu.
Kegiatan sehari-hari, gaya hidup, hubungan keluarga, peran sosial, karir dan status
ekonomi akan mengalami perubahan signifikan dikarenakan dmpak dari gangguan
fisologis yang dialami pasien cedera medula spinalis yang diungkapkan oleh Nielsen
MS dalam jurnalnya mengenai post traumatik pasien cedera medula spinalis pada tahun
2003. Kehilangan harga diri dan gangguan konsep diri yang parah terjadi pada pasien
dikarenakan ketergantungan dalam kegiatan sehari-hari, dilaporkan bahwa prevalensi
pada stress pasca trauma sebesar 14%, kecemasan 20-25% dan yang terbanyak adalah
depressi yang diikuti pemikiran untuk bunuh diri sebanyak 30-40% (Galvin L, Godfrey
H, 2001). Diungkapkan oleh Van Leuween dalam jurnalnya pada tahun 2012 Jika
dibandingkan dengan orang normal dan orang yang mengalami cedera medula spinalis
memiliki tingkat distress lebih tinggi dan tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah.
Menurut penelitian yang dilakukan carol smith pada tahun 2016 menyatakan bahwa
banyak pasien yang mengatasi perasaan dengan menyendiri dan menolak adanya
kehadiran perawat untuk itu perlunya dilakukan penedekatan dengan pasien dan
memberinya motivasi untuk maju dan memberikan semangat dalam menjalani program
rehabilitasi.

Вам также может понравиться