Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode eksperimen subjek tunggal (single

subjek eksperimen). Metode ekperimen subjek tunggal dalam penelitian ini digunakan karena jumlah

subjek yang diteliti satu subjek. Metode ini diketahui sebagai alat ukur dari perlakukan yang diberikan

terhadap perubahan prilaku dari subjek yang perlu diobservasi secara detail dan cermat. Pola-pola subjek

tunggal adalah adaptasi dari pola dasar rangkaian waktu (time-series designs) frankel dan Wallen,

(2008:306).

Desain penelitian eksperimen subjek tunggal (single subjek eksperiment) dapat dibedakan

menjadi dua kelompok, yaitu desai kelompok (group design) dan desain subjek tunggal (single subjek

design) Sunanto, (2006:41). Desain kelompok memfokuskan pada data yang berasal dari kelompok

individu, sedangkan desain subjek tunggal memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian.

Rosnow dan Rosental dalam Sunanto (2006:41). Penelitian ini menggunakan desain subjek tunggal

dengan penggunaan data individu lebih utama dari pengukur variable terikat yang sedang diteliti atau

perilaku sasaran (target behavior) dilakukan berulang-ulang dengan periode waktu tertentu, yaitu perhari.

Metode ini sesuai dengan hakikat penelitian dengan melihat perubahan perilaku dari subjek yang

diteliti. Dengan demikian, hasil ekperimen disajikan dan dianalisis berdasarkan subjek secara individu, L

Sunanto (2004:41). Selain itu, metode penelitian eksperimen subjek tunggal merupakan suatu desain

eksperimen sederhanan yang dapat menggambarkan dan mendeskripsikan perbedaan setiap individu

disertai dengan data kuantitatif yang disajikan secara sederhana dan terinci.

Karakteristik desain subjek yang memperoleh validitas internal yang berbeda dari teknik yang

meliputi desain konteks. Sunanto L (2006) Menyatakan bahwa karakteristik terpenting dari desain subjek

tunggal sebagai berikut.


1. Pengukuran terpercaya. Desai subjek-tunggal biasanya meliputi banyak pengamatan terhadap

perilaku sebagai teknik pengumpulan data. Ini penting bahwa kondisi pengamatan seperti waktu

dan lokasi, yang distandarisasi; pengamatan haruslah dilatih dengan baik agar bisa dipercaya atau

bisa jadi prasangka; dan perilaku yang teramati bisa diidentifikasi secara operasional.

2. Pengukuran berulang. Karakteristik yang jelas dari subjek tunggal adalah bahwa aspek tunggal

perilaku ini diukur beberapa kali, dengan cara yang sama hanya ada sekali pengukuran, yaitu

sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Perlakuan berulang mengontrol variasi normal yang

diketahui selama interval waktu yang pendek, menyediakan deskripsi perilaku dengan jelas dan

lugas.

3. Deskripsi diskusi. Ketepatan, deskripsi rinci dari seluruh kondisi perilaku diamati harus ada.

Deskripsi ini membolehkan aplikasi studi terhadap individu lain untuk memperkuat validitas

internal dan eksternal.

4. Kondisi perlakuan dan basis; durasi dan stabilitas. Prosedur yang lazim adalah untuk setiap

kondisi haruslah mempunyai waktu dan jumlah pengamatan yang sama.

5. Aturan variable-tunggal. Ini penting untuk mengubah satu variable selama perlakuan pada fase

riset subjek tunggal dan variable yang diubah harus dijelaskan dengan tepat.

A. Desain Penelitian

Diambilnya rancangan desain ini karena pembelajaran metode multi sensori dengan media

scrabble pernah diberikan pada anak disleksia di SD Negeri Sukanagara 4. Desai yang diambil dalam

penelitian adalah desain A-B-A. desain A-B-A, yaitu desain yang menunjukan adanya kontrol terhadap

variable bebas yang lebih kuat dibandingkan dengan desain lainnya. Oleh karena itu, validitas interval

lebih meningkat sehingga hasil penelitian yang menunjukan hubungan fungsional antara variable terikat

dan bebas lebih meyakinkan. Dengan membandingkan dua kondisi baseline sebelum dan sesudah

intervasi. Keyakinan adalah pengaruh intervensi lebih dapat diyakinkan. Desain A-B-A dipakai untuk

membuktikan keefektifan intervensi Frankel dan Wallen (2006:309). Pada desain A-B-A ini langkah
pertama adalah mengumpulkan data prilaku sasaran (target behavior) pada kondisi garis dasar (baseline)

awal (A) sampai data stabil dan keadaanpun natural belum mendapatkan intervensi apapun. Setelah data

stabil pada kondisi garis dasar (baseline) awal (A), lalu interval (B) diberikan. Pengumpulan data pada

kondisi interval dilaksanakan secara terus menerus sampai data mencapai kecenderungan arah dan level

data yang jelas, subjek diberi perlakuan secara berulang-ulang. Setelah itu masing-masing kondisi, yaitu

garis dasar (A) dan itervensi (B) diulangi kembali pada subjek yang sama pada kondisi garis dasar

(baseline) akhir (A) dan dalam fase ini dapat diketahui kemampuan berbicara anak setelah diberi

intervensi.

Prosedur utama desain A-B-A ini secara visual dapat digambarkan sebagi beriku.

Baseline (A)------------------Intervensi/treatmen (B)------------------Baseline (A)

Gambar 3.1 Desain A-B-A Subjek Tunggal

Penelitian ini diharapkan akan lebih teliti dalam mengobservasi kegiatan proses belajar mengajar

penerapan model pembelajaran multi sensori dengan menggunakan media scrabble. Penelitian ini

mengasumsikan bahwa subjek belum bisa lancar membaca permulaan. Dengan metode penelitian ini

subjek diharapkan dengan serta merta akan lancar dalam membaca permulaan.

B. Prosedur Penelitian

Untuk mendapatkan validitas penelitian yang baik pada saat melakukan penelitian dengan desain

A-B-A. penelitian perlu memperhatikan prosedur desain A-B-A menurut sunanto (2006:45) sebagai

berikut;
1. Mendefinisakan prilaku sasaran (target behavior) sebagai prilaku yang dapat diamati dan diukur

secara akurat.

2. Melakukan pengukuran dan pencatatan data pada kondisi baseline (A1) secara continu sekurang-

kurangnya tiga atau lima atau sampai kecenderungan arah dan level data diketahui secara jelas

dan stabil.

3. Memberikan intervensi (B) setelah kecenderungan data pada kondisi baseline stabil.

4. Setelah kecenderunga arah dan level pada kondisi intervensi (B) stabil mengulang kondsi baseline

(A2).

Setelah mengetahui prosedur penelitian maka data penelitian secara ilustrasi yang

ditampilkan dalam bentuk grafik. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas

bagaimana struktur dasar penelitian ini dengan desain A-B-A, contohnya terlihat pada

grafik berikut ini.

baseline (A) frase (B) baseline (A)


9

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Grafik 3.1 prosedur dasar desain A-B-A

(Frankel dan Wallend 2006:309)


Selanjutnya tahap pelaksanaan prosedur desain A-B-A penelitian ini yaitu dengan cara

menentukan dan menetapkan perilaku yang mau diubah sebagai target behavior, yaitu untuk

meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak disleksia kosakata dan pemahan dalam

berbicara. Pada tahap baseline (A) awal yang dilakukan, yaitu menetapkan dan melaksanakan tes

kemampuan kosa kata sebanyak lima sesi. Selanjutnya, pada tahap intervensi (B) dilaksanakan pelatihan

model multisensori terhadap subjek selama sepuluh sesi pertemuan, masing-masing sesi @35 menit. Lalu,

tahap baseline (A) akhir yang dilakukan pengukuran kembali kemampuan membaca permulaan subjek

untuk mengetahui perkembangan kemampuan penguasaan membaca permulaan setelah mendapatkan

intervensi dengan melaksanakan tes kemampuan membaca permulaan sebanyak lima sisi. Lebih rinci

prosedur penelitian subjek tunggal sebagai berikut.

1. Menentukan dan menetapkan perilaku yang mau di ubah sebagai target behavior, yaitu

peningkatan kemampuan membaca permulaan anak disleksia.

2. Pada tahap baseline (A) awal ini merupakan penetapkan kemampuan membaca permulaan

metode multisensori yang diperoleh sebanyak lima sesi. Setiap sesinya terjadi dalam satu hari,

dengan waktu @35 menit sesi dan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Baseline ini tujuannya

untuk memperloleh data baseline. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan langkah

memberikan tes ( subjek diminta untuk memainkan biji-biji membentuk sebuah kata. Lebih

lengkap sebagai berikut: (a) subjek melaksanakan tes membaca permulaan dengan bantuan media

scrabble, sebanyak 10 kata; (b) selanjutnya, hasil penilaian kemampuan membaca permulaan

dicatat dalam format data penilaian.

3. Pada tahap intervensi (B), subjek melaksanakan penelitian membaca permulaan melalui media

scrabble selama sepuluh sesi pertemuan, masing-masing setiap sesi @35 menit. Adapun prosedur

tahap ini sebagai berikut:

1) Tahap 5 menit pertama


(1) Memasukan subjek kedalam suatu ruangan khusus dengan ukuran kecil. Menempatkan media

scrabble.

(2) Mengondisikan subjek pada situasi belajar yang nyaman. Menjalin kerja sama yang interaktif

antara peneliti, guru, dan subjek sehingga peneliti dapat berlangsung sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan.

(3) Memosisiakan subjek untuk duduk menghadap papan scrabble sebagai mendia peneliti,

dengan posisi guru disebelah subjek agar mudah adanya interaksi.

(4) Melakukan kontak secara lisan terlebih dahulu dengan subjek agar mau apa yang

diinstruksikan guru.

(5) Guru memastikan kembali bahwa subjek dalam kondisi yang sangat nyaman pada proses

pengajaran ini.

(6) Subjek dan guru mulai membaca doa.

C. Aturan Permainan Scrabble

1. Motorik dengan tujuan agar peserta didik mampu mengkoordinasikan anggota tubuh seperti

tangan sehingga mereka lebih terampil dalam menjalankan motorik haus dan kasar.

2. Logika dengan tujuan agar peserta didik mampu berpikir secara tepat dan teratur sehingga mereka

lebih cepat mengambil keputusan.

3. Emosional/sosial dengan tujuan agar peserta didik mampu menjalankan interpersonal skill

sehingga mereka memiliki kesabaran dan lebih berhati-hati dalam bertindak.

4. Kreatif dengan tujuan agar pesrta didik mampu menghasilkan ide melalui olah hurup menjadi

kata.s

Aturan Permainan Scrabble

Seperti permainan-permainan media yang lain permainan scrabble juga mempunyai aturan

permainan yang harus diikuta oleh orang yang memainkannya. Adapun permainan scrabble menurut

Mubasyira (2007, hlm.325)


1. Tetapkan dulu poko bahasan yang akan dipakai dalam permainan.

2. Letakan biji-biji huruf semuanya dengan menghadap kebawah dan aduklah. Kemudian untuk

menentukan siapa yang main lebih dulu, tiap pesrta mengambil sebuah biji huruf. Siapa yang

mendapatkan hurup A atau terdekat dengan hurup A mendapatkan kesempatan sebagai pemain

pertama. Kembalikan biji-biji huruf tersebut dan aduk kembali. Kini tiap pemain mengambil 8

biji huruf dan letakan pada rak pelastik di hadapannya.

3. Dengan memakai biji-biji tersebut, dalam waktu tertentu, pemain pertama membentuk sebuah

kata di atas papan. Kata itu dapat terletak dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Asalkan

sebuah huruf itu melewati di tengah papan. Sebagai catatan biji huruf tersebut tidak di izinkan

terletak secara diagonal.

4. Permain itu menyelesaikan gilirannya dengan menghitung dan mengumumkan jumlah angka

yang di capainya pada giliran itu. Ia kemudian dapat mengambil pula biji-biji huruf sebanyak

yang telah ia pergunakan. Dengan demikian ia tetap mempunyai 8 biji huruf di tangan.

5. Giliran diputar searah jarum jam ke pemain ke dua begitu seterusnya. Masing-masing pemain

diberi kesempatan satu menit untuk merangkai kata. Giliran selanjutnya menambahkan sebuah

atau lebih biji-biji huruf baru. Arahkan kata harus tetap ke kanan dan tegak lurus ke bawah.

Sebuah kata yang lengkap harus terbentuk.

6. Kata baru dapat di bentuk dengan:

a. Menambahkan satu atau dua huruf pada satu kata atau huruf yang telah berada di atas papan.

b. Menaruh huruf-huruf secara bersilang pada suatu kata atau huruf yang telah berada di atas

papan.

c. Menempatkan sebuah kata secara sejajar dengan suatu kata yang telah ada di atas papan,

sedemikan rupa sehingga huruf yang berdampingan membentuk kata yang lengkap.

d. Menyiapkan sebuah huruf atau lebih diantara kata-kata yang telah ada di papan, sehingga

rangkaian huruf yang terbentuk kedua arah merupakan huruf yang lengkap dan bermakna.

7. Beri tanda biji huruf yang dapat di geser atau di pindahkan setelah di taruh di atas papan.
8. Biji huruf yang kosong dapat dipergunakan untuk mengganti huruf yang dikehendaki. Pemain

tersebut harus menyatakan huruf apa yang diganti dan setelah itu tidak dapat diubah selama

permainan berlangsung.

9. Tiap pemanin dapat menggunakan gilirannya untuk mengganti sebuah ataupun semua biji

hurufnya itu dengan menghadapkan ke bawah dan mengambil biji-biji huruf baru dalam jumlah

yang sama. Kemudian mencampur baurkan biji-biji huruf tersebut. Ia kemudian dengan tenang

menjadi giliran selanjutnya untuk bermain.

10. Semua kata yang terdapat dalam kamus dapat dipergunakan kecuali nama-nama khusus, yang

lazimnya diawali dengan huruf besar, singkatan-singkatan, tanda hubung,. Periksalah dengan

kamus untuk mencoba benar tidaknya cara dan menulis suatu huruf yang diragunak. Tiap kata

dapat diragukan dan minta diperiksa sebelum tiba giliran pemain selanjutnya. Jika ternyata kata

tersebut tidak dapat diterima, si pemain dapat mengambil kembali biji-biji hurufnya dan

kehilangan giliran main tersebut.

11. Permainan berlangsung terus sampi semua biji huruf habis diambil dan salah seorang pemain

telah memakai semua biji-biji hurufnya sehingga semua kemungkinan telah dicoba dengan hasil

nihil samapi dengan tidak dapat merangkai huruf kembali.

D. Tahap 20 Menit Inti

(1) Memberikan interpensi pada subjek berupa huruf-huruf dalam bentuk scrabble proses ini

berlangsung di bawah kendali peneliti. Proses intervensi ini terjadi dalam dua variasi.

Variasi 1 mencakup

Memunculkan huruf-huruf untuk merangkai kata-kata apakah ini ?

Variasi 2 mencakup

Peneliti bertanya “coba sebutkan cirri-ciri dan beritahukan apa yang subjek lihat”.

(2) Menggunakan teknik dalam pembelajaran


Teknik yang digunakan dalam permbelajaran ini adalah latihan (drill) dengan layanan bimbingan

individual. Untuk kesuksenan pelaksanaan penerapan (drill) teknik latihan ini diperlukan guru sebagai

instruksi dan pembimbing. Langkah-langkah sebagai berikut.

a. Latihan ini secara otomatis pada prosedur A-B-A untuk tindakan baseline-intervensi/treatmen,

dan baseline.

b. Tahap berikutnya guru membimbing subjek untuk bedoa dan menanamkan pengertina

pemahaman akan makna dan tujuan latihan. Latihan itu juga mampu menyadarkan subjek akan

kegunaan bagi kehidupan saat sekarang ataupun dimasa yang akan dating. Juga dengan latihan itu

subjek merasakan perlunya untuk melengkapi pelajaran yang diterimanya.

c. Selanjutnya, tahap latihan dimulai. Di dalam latihan pendahuluan guru harus lebih menekankan

pada diagnose karena latihan permulaan diharapkan subjek dapat membaca permulaan dengan

sempurna. Pada latihan berikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan yang timbul dan

dialami siswa, sehingga dapat menentukan latihan mana yang perlu diperbaiki. Kemudian guru

menunjukan kepada subjek dengan member respons/tanggapan yang telah benar dan

memperbaiki respons-respons yang salah (hal ini dilakukan di intervensi). Guru mengadakan

variasi latihan dengan mengubah situasi dan kondisi latihan (tempat yang berbeda-beda),

sehingga respons yang berbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan atau

keterampilan berbicaranya.

d. Selanjutnya, guru memperhatikan dan mengutamakan ketetapan subjek agar melakukan latiha

secara tepat menurut waktu yang telah ditentukan; juga diperhatikan pula respons subjek yang

telah dilakukan dengan tepat dan cepat.

e. Memperhitungkan waktu/masa latihan yang singkat saja agar tidak meletihkan dan

membosankan. Masa latihan itu harus menyenangkan dan menarik.


Dengan langkah-langkah itu diharapkan bahwa latihan akan betul-betul bermanfaat bagi subjek untuk

menguasai kecakapan berbicara serta membantu dalam perjalanan secara teori maupun praktik di

sekolah, rumah/keluarga, dan lingkungan bermasyarakat/sosial.

E. Tahap 10 Menit Terakhir

a. Melakukan evaluasi dengan memberikan bahasan yang sama pada saat 25 menit pertama, untuk

memperoleh data mengenai kemampuan subjek dalam membaca kata yang telah diajarkan

sebelumnya dan mencatatnya pada kerta data yang telah disiapkan. Subjek mengikuti intervensi

dan mengikuti tes sebagai bagian dari langkah evaluasi model multi sensori. Hal ini dilakukan

untuk mengukur kesetabilann kondisi subjek.

b. Melakukan pencatatan data sesuai dengan kegiatan berlangsung dengan mencatatnya pada kertas

data yang telah disiapkan. Pencatatan mencakup frekuensi subjek menjawab pertanyaan

berdasarkan kosakata yang bermedia scrabble.

c. Penelitian mengakhiri intervensi pada kesempatan tersebut dan memastikan kepada subjek hari

berikutnya akan belajar dengan materi tentang kosakata. Kegiatan ini berlangsung secara 10 hari

sesuai dengan sesi yang dibutuhkan untuk mendapat data yang diinginkan dari peneliti.

d. Pada tahap baseline (A) dilakukan pengukuran kembali kemampuan membaca permulaan untuk

mengetahui perkembangan kemampuan membaca permulaan subjek setelah mengalami sepuluh

sesi intervensi. Sehingga terlihat keefektifan intervensi. Adapun prinsip pengukuran tahapannya

sama dengan tahap baseline (A) awal.


POLA PIKIR PENELITIAN

MODEL PEMBELAJARAN KOSAKATA SWADESH

MELALUI MEDIA MEDIA GAMBAR FOTO

METODE MULTI SENSORI DENGAN


PENELITIAN SUBJEK TUNGGAL

Teknik Pengumpulan data

1. Observasi
Sumber Data
2. Tes kemampuan
Instrument Penelitian
Subjek 2 anak 3. Teknik wawancara
disleksia 4. Teknik rekam Media scrabble

Di SDN Sukanagara
4

Memberikan nilai-nilai positif dengan: menumbuhkan


rasa perhatian, motivasi, kepercayaan diri, peka
dengan lingkungan sekitar, dan membentuk tanggung
jawab

Teknik Pengolahan Data

1. Transkripsi hasil wawancara/perekaman


2. Penghitungan data statistik sederhana
3. Pemaparan hasil analisis data

Hasil kemampuan membaca permulaan


anak disleksia
F. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini, yaitu 2 anak disleksia sebagai subjek tunggal. Subjek

mempunyai kategori usia kalender 12 dan 11 tahun. Adapun jenis kelamin responden adalah laki-laki,

pengambilan responden laki-laki.

Dalam penelitian ini korpusnya adalah jawaban lisan melalui tes kemampuan membaca

permulaan dengan media scrabble di SDN Negeri Sukanagara 4 kecamatan sukanagara kabupaten cianjur

sedangkan intrumen digunakan, yaitu tes pembendaharaan dengan media scrabble.

Tes ini mengukur kemampuan membaca permulaan subjek dari kata yang dimainkan. Selain itu,

untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca permulaan subjek di sekolah.

G. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument. Instrument adalah alat

bantu yang digunakan dalam mengumpulkan data pada suatu penelitian, Arikunto (2002:194). Teknik

pengumpulan data penelitian ini sebagai berikut.

1. Observasi

Peneliti melakukan observasi dengan turut serta dalam pembelajaran di kelas. Observasi dilakukan

sebelum dan selama pembelajaran berlangsung. Teknik observasi, yaitu upaya untuk mengamati keadaan.

Dalam observasi awal penelitian mempunyai tujuan untuk menentukan tempat dan subjek dalam

pengambilan data dan pengumpulan data. Selain itu, untuk memperoleh perencanaan yang efektif dan

dibutuhkan subjek yang diteliti. Selanjutnya, observasi kegiatan subjek diberikan pedoman observasi

untuk mengetahui perkembangan di setiap sesi atau setiap tahap.


Saat observasi dilakukan system pencatatan data berdasarkan pernyataan Tawney dan Gast, 1984

dalam sunanto (2006:17) sebagai berikut: (1) pencatatan data secara otomatis; (2) pencatatan data dengan

produk permanen; dan (3) pencatatan data dengan observasi langsung.

2. Tes kemampuan

Instrument yang digunakan adalah tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain

yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intervensi, kemampuan atau bekal yang

dimiliki oleh individu Arikunto, (2001:127). Tes yang digunakan adalah tes kemampuan membaca

permulaan dengan menggunakan media scabble, yaitu tes yang dilakukan terhadap subjek. Media

scrabble dianggap lebih mudah belajar membaca kata dibandingkan dengan yang lain.

Teknik Pengolahan Data

Komponen yang dianalisis dalam kondisi ini meliputi proses pembelajaran, perhitungan secara

koefisiensi reabilitas dari setiap pengamat dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan subjek,

komponen data dalam kondisi subjek, dan antarkondisi subjek. Komponen data diolah berdasarkan: 1)

analisis jarak kondisi, 2) jumlah variabel yang di ubah ketika memindahkan dari kondisi satu ke kondisi

yang lain, 3) tingkat dan kecepatan berubah, 4) kembali ke tingkat garis dasar atau level baseline, 5)

independensi perilaku, 6) jumlah garis dasar atau jumlah baseline Fankel dan Wallen (2006:312).

Komponen ini sejalan dengan penyataan dengan sunanto (2006:70), yaitu 1) panjang kondisi, 2)

kecenderungan arah, 3) tingkat stabilitas, 4) tingkat perubahan, 5) jejak data, dan 6) rentang Sunanto

(2006:70). Selanjutnya, peneliti akan mendeskripsikan data dan menganalisis data yang didapat. Analisis

data dilakukan setelah penerapan tiap bagian dan mengevaluasi apakah tahap metode yang dilakukan

dengan tepat atau tidak. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui langkah selanjutnya. Selain itu, peneliti

membahas data yang diperoleh secara keseluruhan dari awal hingga akhir penelitian.

Instrument pengumpulan data yang digunakan adalah tes membaca permulaan dengan media

scrabbel. Pengolahan datanya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.


1. Menggolongkan siswa ke dalam klasifikasi jawaban baik, cukup, dan kurang untuk dianalisis

lebih lanjut;

2. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline (A), Intervensi (B), baseline (A) pada setiap

sesinya.

3. Membuat tabel perhitungan skor dari fase baseline (A), Intervensi (B), baseline (A) terhadap

setiap sesinya.

4. Membandingkan hasil skor pada fase baseline (A), Intervensi (B), baseline (A);

5. Menganalisis dengan seksama dan membuat bentuk grafik garis sehingga dapat terlihat jelas

secara langsung perubahan yang terjadi dari setiap fase tersebut.

6. Membuat analisis dalam bentuk grafik batang sehingga dapat diketahui denga jelas setiap

perubahan tingkah laku subjek dalam setiap fase secara keseluruhan.

Вам также может понравиться