Вы находитесь на странице: 1из 15

Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/akp.v16n1.2018.

43-57 43

PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN


PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA BERAS

Small Irrigation Investment Development for Rice Production Enhancement


to Support Rice Self-Sufficiency
Herman Supriadi*, Rudy Sunarja Rivai
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia
*Korespondensi penulis. E-mail: supriadi_h@yahoo.com

Naskah diterima: 12 Maret 2018 Direvisi: 11 April 2018 Disetujui terbit: 22 Juni 2018

ABSTRACT

Community’s small irrigation investment gives impact on expansion of rice planted area and production. The
study aims to assess impacts of small irrigation investment on rice planted area, production, and farmers’ income
enhancement, and it was carried out during period of March to December 2013 in rainfed lowland areas in West
Java, Central Java, and West Nusa Tenggara Provinces. Development of small irrigation based on community
investment (SIBCI) is analyzed using Net Present Value, Incremental Benefit / Cost Ratio and Financial Internal
Rate of Return approaches. Small irrigation was useful for improving rice planted area, production, and farmers’
income. Application of self-help water pumps was able to increase the area of wetland rice and cropping index.
Small irrigation investments in both pump and gravity were financially feasible. The role of communities in small
irrigation investment was significant despite financial limitation. Non-governmental funds allocated for pump
irrigation network development were relatively small compared to that of gravity. Farmers’ participation in
gravitational irrigation construction was relatively low and not all farmers became the P3A members. Small irrigation
development requires synergy of social, physical, human, and natural capitals. Community’s participation in
individual irrigation investment was relatively low contrary to that of managed by groups. The government need to
collaborate with communities to manage water resources into community-based productive irrigation.
Keywords: rice, small irrigation, investment, farmers’ participation

ABSTRAK

Investasi irigasi kecil oleh masyarakat memberikan dampak terhadap peningkatan luas tanam dan produksi
padi. Penelitian bertujuan mengkaji dampak irigasi kecil terhadap peningkatan luas tanam dan produksi padi.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret - Desember 2013 pada agro-ekosistem lahan tadah hujan di Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Pengembangan irigasi kecil berbasis investasi masyarakat (IKBIM)
dianalisis menggunakan Net Present Value, Incremental Benefit/Cost Ratio dan Financial Internal Rate of Return.
Irigasi kecil sangat besar manfaatnya dalam meningkatkan perluasan tanam, produksi dan pendapatan petani.
Penggunaan pompa secara swadaya mampu meningkatkan luas areal padi sawah dan indeks pertanaman.
Investasi irigasi kecil baik pompa maupun gravitasi dinilai layak dilakukan. Peran masyarakat dalam investasi irigasi
kecil sangat dominan, yang ditunjukkan dengan modal sosialnya yang tinggi, tetapi sering terbentur pada
kemampuan finansial yang terbatas. Dana swadaya masyarakat yang dialokasikan untuk pengembangan jaringan
irigasi pompa relatif kecil dibanding jaringan irigasi grafitasi. Partisipasi petani dalam pembangunan fisik untuk
Irigasi Gravitasi masih rendah dan tidak semua petani menjadi anggota P3A. Pengembangan irigasi kecil
memerlukan sinergi modal sosial, fisik, manusia dan alam. Tingkat partisipasi masyarakat kecil sekali untuk
investasi irigasi yang dikelola secara perorangan (swasta). Sebaliknya, jika dikelola oleh kelompok maka partisipasi
masyarakat cukup besar. Pemerintah perlu bekerjasama dengan masyarakat untuk membangun potensi sumber
daya air menjadi irigasi pertanian produktif berbasis masyarakat.
Kata kunci: padi, investasi, irigasi kecil, partisipasi petani

PENDAHULUAN lahan, dan terbatasnya ketersediaan serta


pemanfaatan air untuk irigasi. Degradasi sumber
Upaya swasembada pangan di Indonesia daya air merupakan hambatan besar dalam
terkendala oleh ketidakkeseimbangan antara laju penyediaan pangan dunia, seperti yang dikutip
perkembangan penduduk dengan rendahnya oleh Rivai (2011) dari kesepakatan KTT X di
peningkatan produksi, terbatasnya pertambahan Johannesburg. Rendahnya peningkatan
luas tanaman pangan, meningkatnya alih fungsi produksi padi ini karena menghadapi berbagai
44 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57

masalah, seperti berkurangnya lahan sawah antar-individu yang memungkinkan mereka


subur (konversi lahan untuk nonpertanian), untuk menciptakan nilai-nilai baru. Dalam hal
prevalensi dan intensitas cekaman biotik dan ini modal sosial yang berkembang di masyarakat
abiotik yang tinggi, dan peningkatan dinamika pengguna air irigasi kecil meliputi aspek
organisme pengganggu tanaman/OPT kepercayaan, partisipasi, saling tukar kebaikan,
(Suprihatno et al. 2007). adanya norma dan nilai sosial dan tindakan
proaktif dalam pelaksanaan IKBIM.
Pemanfaatan irigasi kecil dari sadapan air
sungai maupun air tanah untuk pertanian, sudah Tujuan penulisan adalah untuk
lama dilakukan secara terbatas oleh petani di menginformasikan sejauh mana Investasi irigasi
Jawa, Sumatera dan daerah sentra pangan kecil oleh kelompok tani pengusaha maupun
lainnya. tetapi perannya baru sekitar 2-3% dari LSM memberikan dampak terhadap peningkatan
luas areal sawah irigasi (Pasandaran, 1996). Dari luas tanam dan produksi tanaman pangan utama.
keseluruhan areal pertanian di dunia yang Oleh karena itu perlu dipelajari berbagai faktor
beririgasi, sekitar 71% berada di negara-negara yang mempengaruhi perkembangan investasi
berkembang, dimana 60% diantaranya berlokasi irigasi kecil dan viabilitas finansial sistem irigasi
di Asia (Postel 1994 dalam Sumaryanto 2006). kecil berbasis investasi masyarakat (IKBIM).
Berkurangnya sumber air untuk irigasi
disebabkan karena daerah penangkapan air
(daerah aliran sungai/DAS) rusak, penggunaan METODOLOGI
untuk nonpertanian,dan terbatasnya air irigasi
yang disebabkan banyaknya prasarana irigasi
yang rusak (Santomo 2012). Ada 11,7 juta Kerangka Pemikiran
hektare lahan pertanian tidur yang tidak
dimanfaatkan dan 8,1 juta hektare sawah Irigasi kecil berbasis swadaya masyarakat
kekurangan air (Katadata 2017). dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman tidak hanya di lahan kering dan tadah
Investasi irigasi kecil (termasuk irigasi pompa) hujan tetapi juga di lahan sawah irigasi.
dapat dipandang sebagai salah satu peluang Perubahan iklim bisa membuat sistem irigasi
untuk meningkatkan intensifikasi, ekstensifikasi teknis kurang mampu mencukupi kebutuhan
dan diversifikasi pertanian guna menunjang tanaman.
ketahanan pangan rumah tangga petani, lokal
dan tingkat nasional. Pengembangan irigasi kecil, Pengembangan irigasi kecil berkelanjutan
cenderung membuat petani tetap memilih yang berbasis swadaya masyarakat (Gambar 1)
mengusahakan padi bahkan mengganti dipengatuhi oleh lima faktor utama, yaitu: (1)
komoditas nonpadi dengan padi, sehingga agroekologi terutama sumber air dan kondisi
diversifikasi pertanian kurang berkembang lingkungan (2) teknik budi daya tanaman yang
(Purwoto et al., 1999). berpengaruh kepada besarnya kebutuhan air (3)
kondisi sosial ekonomi yang menyangkut modal
Kemampuan investasi irigasi kecil oleh fisik maupun sosial (4) kebijakan terkait dengan
swasta, kelompok tani, petani perorangan dan program pemerintah, dan (5) sarana prasarana
LSM diharapkan mampu berperan dalam pendukung IKBIM. Pada kondisi yang kondusif
pembangunan pertanian di daerah-daerah irigasi untuk ke lima faktor tersebut, diharapkan peran
yang belum berkembang dengan dukungan dan manfaat irigasi kecil dapat menunjang
pemerintah (Sudaryanto dan Hermanto, 1999). peningkatan produktivitas, perluasan areal
Oleh karena itu perlu dipelajari berbagai faktor tanam, peningkatan intensitas tanam,
yang mempengaruhi perkembangan investasi pengusahaan tanaman-tanaman komersil yang
irigasi kecil dan viabilitas finansial sistem irigasi pada akhirnya adalah peningkatan pendapatan
kecil berbasis investasi masyarakat (IKBIM). petani.
Pengelolaan irigasi kecil memerlukan
kelembagaan agar tetap berkelanjutan (Pranadji, Metode Analisis
2006). Para ahli ekonomi, ekologi, dan ilmu sosial
sebagai bagian penting modal sosial dalam Analisis manfaat dari pengembangan IKBIM
kaitannya dengan pengelolaan masyarakat dan pada aspek ekonomi, menggunakan rasio
lingkungannya. Menurut Kusumartono (2003), keuntungan dan biayal (B/C rasio) dan input-
dalam sistem irigasi, modal sosial output usaha tani. Analisis kelayakan finansial
memungkinkan semua distribusi air tepat investasi ditujukan untuk melihat besar manfaat
jumlah dan tepat waktu untuk semua petani. dari korbanan yang dilakukan. Alat ukur yang
Coleman (1988) yang mendefinisikan modal
sosial sebagai aspek-aspek struktur hubungan
PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA 45
BERAS Herman Supriadi, Rudy Sunarja Rivai

Sarana prasarana
- Bahan dan peralatan
- Rancang bangun
- Jaringan irigasi

Pengembangan irigasi
kecil, swadaya petani
Agroekologi
berkelanjutan
- Iklim
- Tanah (tekstur dan
struktur
- Sumber air
- Kondisi fisik lahan Kebijakan
- Program UPJA
- Bantuan JIDES dan
pompa
Teknik budi daya Sosial ekonomi - Pembangunan
- Modal fisik dan wilayah
- Sistem tanam finansial - Akses kredit/modal
- Pengolahan tanah - Modal sosial: (a) - Perluasan areal
kepercayaan (trust); tanam
- Komoditi/varietas Syarat kecukupan: (b)
- Pemeliharaan tanaman
partisipasi ; (c) saling
- Panen tukar kebaikan; (d)
- Pola tanam norma sosial; (e) nilai-
- Intensitas tanam nilai sosial dan (f)
tindakan proaktif

Gambar 1. Kerangka pemikiran pengembangan irigasi kecil berkelanjutan


berbasis swadaya masyarakat

dipergunakan adalah Net Present Value (NPV) Perhitungan kelayakan finansial sebagai berikut:
dan Financial Internal Rate of Return (FIRR).
a. Net Present Value (NPV)
Kelayakan investasi irigasi sederhana dalam
kajian ini diukur dengan indikator, yaitu NPV, ∆Bt
∆B/∆C dan IRR. Perhitungan NPV dan ∆B/∆C n Ct
NPV = 
mempergunakan asumsi tingkat bunga yang
t=0 (1 + r)t (1+ r)t
berlaku r = 12%/tahun. Indikator IRR dipakai
sebagai petunjuk tentang batas tingkat bunga Keterangan:
kelayakan investasi maupun selama
pengembangan investasi irigasi. NPV ≥0  usaha layak dilakukan
Analisis kelayakan pembangunan IKBIM tidak NPV ≤0  usaha tidak layak
dimaksudkan untuk membuat perbandingan dilakukan
antarjenis investasi (pompa, gravitasi dan ∆Bt = Pertambahan
embung), sehingga tidak dilakukan analisis Penerimaan/Incremental
incremental dari nilai IRR. Ketangguhan dari Gross Benefit tahun ke t
investasi yang diukur menggunakan analisis ∆Ct = Pertambahan
sensitivitas dengan asumsi terjadi perubahan Pengeluaran/Incremental
serentak antara harga produk turun 10% dan Cost tahun ke t
kenaikan harga BBM untuk investasi pompa r = tingkat bunga
sebesar 20 persen.
46 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57

b. Incremental Benefit/Incremental Cost ratio bersumber dari air sungai maupun air tanah
(∆B/∆C) dalam dan pemanfaatan embung untuk sumber
air irigasi). Lokasi Penelitian Provinsi Nusa
n Bt
Tenggara Barat dipilih Kabupaten Lombok Timur

t dengan jenis irigasi embung, dan Lombok Barat
t=0 (1 + r) dengan irigasi gravitasi, serta kombinasi irigasi
∆B/∆C =
n Ct pompa dan gravitasi. Masing-masing provinsi
 ditentukan empat lokasi penelitian, dan di
t=0 (1 + r)t masing-masing lokasi diambil sampel sebanyak
Keterangan: 12 rumah tangga contoh yang terdiri dari delapan
petani pemakai air irigasi kecil dan empat petani
∆B/∆C ≥ 1  Usaha layak dilakukan lahan tadah hujan, sehingga secara keseluruhan
terdapat 144 rumah tangga petani contoh
∆B/∆C < 1  Usaha tidak layak dilakukan
Metode pengambilan contoh adalah stratified
random sampling. Selain data kuantitatif dan
c. Internal Rate of Return (IRR) kualitatif dari rumah tangga contoh juga
dikumpulkan data kuantitatif dan kualitatif yang
NPV1 diperoleh dari wawancara kelompok dan atau
IRR = r1 + (r1 - r2) Focused Group Discussion (FGD) pada
NPV1 -NPV2
kelompok petani pemakai air irigasi, tokoh
Keterangan: masyarakat dan aparat desa, termasuk
wawancara terhadap pengelola jaringan irigasi
IRR > r (bunga yang berlaku)  Usaha (penyedia jasa irigasi pompa).
layak dilakukan

IRR < r (bunga yang berlaku)  Usaha HASIL DAN PEMBAHASAN


tidak layak
Potensi Sumber Daya Air
NPV1 = NPV positif, NPV2 = NPV negatif
Irigasi untuk padi di Indonesia berasal dari
berbagai sumber air, antara lain dari wilayah
d. Analisis Sensitivitas sungai dan daerah aliran sungai (DAS) maupun
dari danau. Selama ini sungai merupakan salah
Analisis sensitivitas ditujukan untuk satu sumber pemenuhan kebutuhan air untuk
melihat kepekaan dari hasil analisis finansial berbagai keperluan, termasuk irigasi. Situ atau
yang diuraikan diatas terhadap berbagai danau yang merupakan salah satu reservoir
perubahan variabel yang mungkin terjadi. alami berfungsi sebagai penampungan atau
Beberapa variabel yang diduga dan sering resapan air, pemasok cadangan air tanah,
terjadi perubahan dalam pengeloaan usaha pengendalian banjir, media budidaya ikan, dan
tani dan berpengaruh besar terhadap irigasi. Kementerian PUPR mencatat dari total
viabilitas finansial adalah tingkat produktivitas potensi sumber daya air 3,9 triliun meter kubik
hasil, harga bahan bakar (biaya pengelolaan) per tahun, Indonesia baru bisa mengelola sekitar
dan harga output. 691,3 miliar meter kubik (Katadata. 2016)
Potensi sumber daya air di Indonesia begitu
Metode sampling banyak dan tersebar di seluruh propinsi yang
mencapai 8753 DAS dari 124 wilayah sungai.
Kajian pengembangan IKBIM pada
Daerah aliran sungai, reservoir-reservoir alami
agroekosistem lahan tadah hujan dilakukan di
termasuk situ atau danau sangat dibutuhkan
tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan
dalam mengendalikan dan mengoptimalkan
Nusa Tenggara Barat. Lokasi Penelitian Provinsi
sumber daya air. Termasuk dalam menghadapi
Jawa Barat dipilih Kabupaten Subang mewakili
perubahan pola musim serta mengurangi tingkat
jenis irigasi gravitasi dan pompa, serta
resiko bencana kekeringan di musim kemarau
Kabupaten Garut mewakili irigasi gravitasi.
maupun banjir di musim penghujan. jumlah
Lokasi penelitian Provinsi Jawa Tengah dipilih
danau di Indonesia mencapai 1.035 dengan luas
Kabupaten Blora yang merupakan lokasi
119.319,46 km2 dan daya tampung
pengembangan investasi desa (P4MI) yang
160.328.047,45 juta M3.
sebagian besar kegiatannya mengembangkan
jaringan irigasi kecil (irigasi pompa yang
PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA 47
BERAS Herman Supriadi, Rudy Sunarja Rivai

Ketersediaan air dalam suatu bendungan dan Jawa tengah mempunyai bendungan lebih
atau dam menjadi faktor yang sangat sedikit tetapi kapasitas waduknya lebih besar
menentukan dalam menyediakan air irigasi bagi dari pada NTB.
kebutuhan tanaman, terutama dalam musim
Jenis irigasi yang ada di wilayah kajian terdiri
kemarau serta menjadi penjamin ketersediaan
dari irigasi permukaan, air tanah, rawa dan
air baku. Jumlah bendungan di Indonesia yang
tambak. Irigasi permukaan yang terluas ada di
tercatat di Balai Bendungan adalah 209 dengan
Jawa Tengah meliputi 953.804 ha, kemudian
178 di antaranya dimiliki oleh PU, sementara 31
Jawa Barat seluas 850.044 ha dan NTB hanya
lainnya adalah nonPU.
230.679 ha. Jumlah irigasi air tanah terbanyak di
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Jawa Tengah yang bisa mengairi sampai 16.872
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor ha. Air tanah di NTB bisa mengairi lahan
14/PRT/M/2015 menjelaskan bahwa daerah pertanian seluas 7.767 ha sedang di Jawa Barat
irigasi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah yang jumlah irigasi air tanahnya sedikit bisa
Pusat adalah pada daerah irigasi dengan luas mengairi lahan seluas 5.722 ha. Irigasi rawa
lebih dari 3.000 ha, tanggung jawab pemerintah dalam hal ini hanya terdapat di Jawa Tengah
provinsi meliputi daerah irigasi dengan luas berjumlah 21 dan bisa mengairi 1.556 ha. Irigasi
1.000–3.000 ha, dan pemerintah kabupaten/kota tambak dikhususkan untuk pemeliharaan ikan
bertanggung jawab untuk luasan kurang dari atau udang dan hanya terdapat di Jawa Barat
1.000 ha di wilayahnya. dan Jawa Tengah.
Pada tabel 1 dapat dilihat potensi sumber
daya air dan irigasi yang ada di provinsi kajian. Keragaan Sistem Irigasi Kecil
NTB lebih banyak memiliki DAS dibandingkan
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jumlah danau Sawah irigasi terluas yang menjadi
terbanyak di Jawa Barat mencapai 197, sedang kewenangan kabupaten adalah Kabupaten Garut
di Jawa Tengah hanya 35 tetapi daya dan Lombok Timur, sedangkan dari jumlah
tampungnya lebih banyak mencapai 65.000 daerah irigasi (DI) yang relatif banyak terdapat di
milyar M3. Jumlah danau di NTB hanya empat Kabupaten Subang dan Garut (Tabel 2).
dengan daya tampung 25 juta M3. Jawa Barat

Tabel 1. Potensi sumber daya air dan irigasi di provinsi kajian, 2015

Provinsi
Sumber daya air dan irigasi
Jawa Barat Jawa Tengah NTB
1. DAS
- Jumlah 248 276 761
2. Danau
- Jumlah 197 35 4
- Volume tampung 59.826.590,0 65.000,000,0 25,0
(juta M3)
3. Bendungan
- Jumlah 15 38 62
- kapasitas waduk 266,94 215,36 61,23
(juta M3)
4. Daerah Irigasi
a. Permukaan
- Jumlah 5038 11542 491
- Luas (ha) 850.044 953.804 230.679
b. Air tanah
- Jumlah 234 679 405
- Luas (ha) 5.722 16.872 7.767
c. Rawa
- Jumlah - 21 -
- Luas (ha) - 1.556 -
d. Tambak
- Jumlah 11 73 -
- Luas (ha) 9.057 6.295 -
Sumber: Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Penetapan Wilayah Sungai;
Balai Bendungan Kementerian PUPR (2015)
48 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57

Tabel 2. Luas sawah dan jumlah daerah irigasi dalam kewenangan pemerintah kabupaten, 2015

No. Kabupaten Jumlah DI Luas (ha)

1. Subang 606 26.291


2. Garut 681 42.666
3. Blora n.a*) 14.680
4. Lombok Timur 114 33.710
5. Lombok Barat 23 8.094
Sumber: Kementerian PUPR. 2015.
Catatan: *) n.a = data tidak tersedia

Kenyataan di tiga provinsi kajian tingkat produktivitas hasil padi di Kabupaten


menunjukkan adanya irigasi sederhana dari Lombok Barat dan Lombok Timur relatif masih
beberapa macam sumber air yang dibangun dan rendah. Rendahnya produktivitas padi di
dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu dari air kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur
sungai, air tanah dangkal (sumur), air tanah selain ketersediaan airnya kurang juga adopsi
dalam (ground water table), air permukaan yang teknologi budidayanya masih rendah.
terkumpul di lokasi cekungan (cekdam, embung
dan bendungan), dan mata air. Volume/debit air Dalam rangka meningkatkan produksi
tersebut sangat dipengaruhi oleh iklim seperti padi, pemerintah melaksanakan
curah hujan dan kondisi hutan di dataran yang ProgramJaringan Irigasi Tingkat Usaha tani (Jitut)
lebih tinggi. Secara umum lahan sawah irigasi dan Jaringan Irigasi Pedesaan (Jides) sejak
kecil banyak terdapat pada sistem irigasi tahun 2008 untuk dapat meningkatkan fungsi
sederhana dan pedesaan, yang proporsinya layanan irigasi, meningkatkan perluasan areal
sekitar 28%. Pompa air yang digunakan untuk tanam, indeks pertanaman dan produktivitas,
memenuhi atau mengatasi kebutuhan irigasi serta, membangun rasa memiliki terhadap
lebih banyak tersedia di Kabupaten Blora, karena jaringan irigasi yang telah direhabilitasi
wilayah ini termasuk daerah beriklim kering (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). Pada
sehingga banyak dibutuhkan pompa air untuk tahun 2012 program tersebut diganti menjadi
mengairi lahan sawah (Tabel 3). program Pengembangan Jaringan Irigasi (PJI)
sebagaimana yang digambarkan pada Tabel 4
Produktivitas hasil padi yang dicapai petani Pada awal program kabupaten Subang dan
di lima kabupaten contoh menunjukkan Garut memperoleh alokasi dana dan target
bahwa Subang dan Garut mengalami kenaikan program yang cukup luas, tetapi tahun berikutnya
rata-rata yang cukup signifikan, sedangkan berkurang, sedangkan di Blora dan Lombok
kabupaten Lombok Timur dan Lombok Barat Barat program Jitut dan Jides sekitar 200 – 300
relatif tidak mengalami kenaikan (Tabel 4). ha/tahun, padahal kerusakan jaringan cukup luas
Tingkat produktivitas hasil padi tertinggi di dan membutuhkan dana perbaikan, tetapi
Kabupaten Garut, kemudian Kabupaten Subang, ketersediaan dan alokasi dana terbatas,

Tabel 3. Sistem irigasi dan produktivitas* padi Sawah di lokasi pengkajian, 2008–2012

Irigasi teknis Irigasi kecil Rata rata


Jumlah pompa
Kabupaten produktivitas
air
ha (%) ha (%) (ton/ha)

Subang 68.382 80,5 16.546 19,5 70.0 61,02

Garut 18.077 36,0 32.074 64,0 166.6 66,43

Blora 7.763 16,7 38.777 83,3 5.698 50.75-

Lombok Barat 11.o92 66,2 5.662 33.8 - 49.79-

Sumber:Data sekunder Kementerian PUPR (2012), diolah


PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA 49
BERAS Herman Supriadi, Rudy Sunarja Rivai

Tabel 4. Perkembangan Program Jitut dan Jides di lokasi Pengkajian Tahun 2009 - 2012 (ha)

2009 2010 2011 2012*


Kabupaten
Jitut Jides Jitut Jides Jitut Jides PJI
Subang 1.000 200 280 390 200 150 8.000
Garut 1.874 510 2.000 100 750 - 2.000
Blora - 200 300 250 300 2.242 2.000
Lombok Barat - - 200 200 310 - 1.000
Sumber: Data sekunder Direktorat Pengelolaan Air (2013), diolah
Catatan: *program Jitut & Jides, berubah menjadi program Pengembangan Jaringan Irigasi (PJI)

sehingga relatif banyak jaringan irigasi yang pembangunan maupun pemeliharaan IKBIM
membutuhkan perbaikan tidak dapat terpenuhi. dalam studi ini adalah: (a) ketersediaan sumber
air, (b) pendanaan, (c) partisipasi masyarakat,
dan d) viabilitas Finansial Pengembangan.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Perkembangan IKBIM
Ketersediaan air
Pengembangan IKBIM tidak lepas dari Ketersediaan air irigasi sangat ditentukan
prasyarat kondisi wilayah dan pembangunan fisik oleh kapasitas sumber air irigasi, selain dari
yang menyangkut pengambilan, pemindahan kondisi bangunan dan pengelolaan (termasuk
dan penyaluran air dari sumbernya ke lahan operasi dan pemeliharaan) jaringannya.
usaha tani. Berdasarkan prinsip gravitasi air Kementerian Pekerjaan Umum membagi
akan mengalir dari tempat yang relatif tinggi ke klasifikasi jaringan irigasi menjadi tiga, yaitu
tempat yang relatif lebih rendah. Bila sumber air jaringan irigasi teknis, setengah teknis dan
lebih rendah dari lokasi/tempat oncorannya, sederhana/pedesaan. Kenyataannya di
maka diperlukan upaya untuk “mengangkat” lapangan, sering kali klasifikasi jaringan irigasi
volume air kearah yang lebih tingi, fungsi mesin tersebut tidak sesuai dengan ketersediaan air,
pompa air inilah yang bisa “mengangkat“ volume karena yang menentukan ketersediaan air irigasi
air ke tempat yang lebih tinggi, sehingga fungsi di lahan sawah bukan hanya kondisi dan
irigasi gravitasi dapat berlangsung. klasifikasi/tipologi jaringan irigasi saja.
Dampak pengembangan investigasi irigasi Kapasitas dan kontinuitas sumber daya air
kecil menurut Saptana et al. (2001) antara lain irigasi juga sangat menentukan ketersediaan air
adalah: (a) pengurangan risiko kegagalan usaha irigasi di lahan sawah. Pada Tabel 5, dari dua
tani; (b) peningkatan keberhasilan usaha tani kelas jaringan irigasi yang disurvei, memang
karena adanya jaminan air; (c) peningkatkan ketersediaan air irigasi di kelas jaringan irigasi
pendapatan usaha tani dan (d) pengembangan semi teknis sedikit (relatif) lebih baik dibanding
beberapa komoditas komersial seperti cabe, kelas jaringan irigasi sederhana. Hal ini dapat
tomat, semangka, melon dan lain sebagainya. dikatakan bahwa kapasitas sumber air irigasi
Secara umum faktor yang mempengaruhi yang termasuk dimensi waktu (musim hujan dan

Tabel 5. Ketersediaan air irigasi berdasarkan klasifikasi jaringan irigasinya, 2013

Jawa Barat Jawa Tengah NTB


Gravitasi
Keterangan Gravitasi Pompa Gravitasi Pompa Konjungtif
Lombok
Garut Subang Blora Blora Blora
Timur
Klasifikasi Semi Semi Semi
Sederhana Sedehana Semi teknis
Jaringan Irigasi teknis teknis teknis
Cukup Cukup Cukup
Ketersediaan Kurang Kurang Kurang
untuk MH untuk MH untuk MH
air pada MK pada MK pada MK
dan MK dan MK dan MK
Sumber: Data Primer, diolah
50 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57

musim kemarau) sangat menentukan dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak


ketersediaan air irigasi di lahan sawah. Kinerja kekeringan antara lain melalui penerapan teknik
dari suatu jaringan air irigasi, sangat ditentukan budidaya pasca kekeringan yang tepat,
oleh ketersediaan air irigasi pada musim pemupukan, serta pembuatan sistem konservasi
kemarau, karena pada musim hujan umumnya tanah dan air (Darlan et al. 2015).
sumber air irigasi dari hujan seringkali sudah
mencukupi. Pendanaan
Kualitas dan kontinyuitas volume/debit air Salah satu alasan kemandirian petani dalam
yang bisa dimanfaatkan untuk irigasi penting mengembangkan investigasi irigasi kecil
untuk dilihat sebelum menentukan dimana mau (Saptana et al., 2001) adalah untuk mendukung
dibangun irigasi kecil. Hasil studi di Jawa Barat keberhasilan usaha tani, dengan meminimalkan
dan Jawa Tengah ada beberapa macam sumber resiko usaha tani dan mengoptimalkan atau
air yang dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu memaksimalkan pendapatan. Terkait dengan
dari air sungai, air tanah dangkal (sumur), air pengembangan irigasi, maka petani akan
tanah dalam (ground water table), air permukaan berusaha memperoleh air irigasi walau kadang
yang terkumpul di lokasi cekungan (cekdam, harus mengeluarkan biaya cukup besar.
embung dan bendungan), dan mata air. Swasembada pangan belum tercapai karena
Volume/debit air sangat dipengaruhi oleh iklim anggaran pemerintah dalam pengelolaan
seperti curah hujan dan kondisi hutan (reboisasi) irigasi sangat terbatas (Santomo 2012).
di dataran tinggi (daerah aliran sungai/DAS). Landasan hukum bagi pengelolaan sumber daya
Pada umumnya luasan sawah yang bisa diairi air dan irigasi sampai saat ini masih berdasarkan
berkurang pada waktu musim kemarau, kecuali Undang-Undang UU No. 7 Tahun 2004 tentang
sumber air dari sungai besar seperti Bengawan sumber daya air dan PP No 20 tahun 2006
Solo di Jawa Tengah dan Sungai Cipunegara di tentang irigasi. Program pengembangan irigasi
Subang, Jawa Barat. Upaya untuk mengatasi pompa di Thailand dianggap sukses berkat
kekurangan air di DAS tertentu dapat upaya pemerintah yang selama setengah abad
memanfaatkan air dari DAS yang kelebihan air, terakhir banyak perhatian dan dana disalurkan
dengan memperrhatikan hak guna air nasyarakat untuk pengembangan sumber daya air (Floch
setempat serta ijin dari Pemda sesuai and Molle 2013).
kewenangan UUSDA No. 7 tahun 2004 pasal 8
(Zulkipli et al. 2012) Sumber dana pembangunan/ pengembangan
IKBIM pada agroekosistem lahan tadah hujan
Biaya operasional irigasi kecil terutama tidak hanya berasal dari pemerintah tetapi juga
pompa air yang memerlukan bahan bakar minyak swadaya masyarakat. Secara rinci sumber dana
atau listrik tentu lebih besar pada musim pembangunan/pengembangan jaringan irigasi
kemarau dari pada musim hujan. Air irigasi dapat dilihat pada Tabel 6. Alokasi terbesar
bukan menjadi sumber utama pada musim hujan investasi dari mayarakat terdapat pada jaringan
dimana curah hujan bulanan rata-rata diatas 200 irigasi gravitasi di Kabupaten Lombok Timur yang
mm/bulan sudah cukup untuk kebutuhan mencapai Rp 958,50 juta (79%) sedangkan dari
tanaman, sehingga biaya irigasi relatif Pemerintah Pusat hanya Rp 250 juta (bantuan
sedikit/rendah. Waktu musim kemarau banyak ADB). Swadaya masyarakat ini bukan hanya
tanaman mengalami kekurangan air sehingga material berupa batu, pasir dan tenaga kerja saja,
produksinya tidak optimal. Upaya teknis yang tetapi juga nilai lahan yang digunakan untuk lebih

Tabel 6. Sumber dana pembangunan jaringan irigasi (Rp000), 2013

Jawa Barat Jawa Tengah NTB


Sumber Dana Gravitasi Pompa Gravitasi Pompa Gravitasi
Garut Subang Blora Blora Lombok Timur
23.400 73.200 102.500 32.450 958.500
Swadaya masyarakat
(44%) (11%) (58%) (11%) (79%)
Pemerintah Pusat - 600.000 50.000 280.000 250.000
Pemerintah Daerah 30.000 - 24.000 - -
Total 53.400 673.200 176.500 312.450 1.208.500
Sumber: Data Primer, diolah
Keterangan: Persentase dari total investasi
PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA 51
BERAS Herman Supriadi, Rudy Sunarja Rivai

dari satu hektar untuk membendung waduk dan partisipasi anggota dalam perencanaan,
jaringannya. Jaringan irigasi gravitasi di pembangunan dan investasi irigasi. Pada tabel 7
Kabupaten Blora merupakan jaringan irigasi partisipasi petani dalam perencanaan,
bendung sungai yang baru dibangun oleh pembangunan dan operasional investasi irigasi
masyarakat sekitarnya, berlokasi di dalam di Kabupaten Subang relatif rendah (14,29%),
kawasan hutan milik pemerintah. Jaringan irigasi tetapi di Blora dan Lombok Timur partisipasinya
gravitasi di Kabupaten Garut merupakan cukup tinggi berkisar 58–79% (55,6–100%).
pengembangan dari jaringan irigasi yang Rendahnya partisipasi irigasi pompa di Subang
dibangun Pemerintah, berupa perluasan karena pengelolanya oleh perorangan dimana
pengairan sawah baru dengan melakukan kegiatan operasional dan pemeliharaan
pembangunan/pengembangan jaringan irigasi diberlakukan sistem upah. Investasi irigasi
pipa paralon yang ditanam dalam tanah dari dilakukan oleh beberapa orang anggota
sumber air irigasi tersier. kelompok yang mampu membiayai perbaikan
pompa, kemudian dioperasikan kembali dengan
Semua jaringan irigasi gravitasi merupakan
sistim sewa jasa. Partisipasi anggota masyarakat
inisiatif dan kreativitas dari masyarakat
dalam kegiatan pembangunan fisik investasi
pengguna, sehingga dana swadaya masyarakat
irigasi beragam baik antar jenis investasi maupun
yang dialokasikan untuk pembangunan jaringan
lokasi. Persentase keikutsertaan anggota
irigasi sangat besar, dan dana bantuan dari
masyarakat di Kabupaten Garut dan Subang,
Pemerintah untuk meningkatkan dan
dalam pembangunan fisik investasi relatif rendah
mengembangkan jaringan yang sebelumnya
(25% dan 28,57%), demikian pula di Kabupaten
sudah dibangun secara swadaya. Jaringan
Lombok Barat, tingkat partisipasi hanya 33,33%.
irigasi gravitasi di Kabupaten Lombok Timur
Tingkat keikutsertaan anggota masyarakat
mendapat dana bantuan Bank Pembangunan
dalam pembangunan fisik investasi di Kabupaten
Asia (ADB) merupakan stimulan awal
Blora, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten
pembangunan jaringan irigasi. Pengembangan
Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat
jaringan irigasi pompa, semua contoh dalam
cukup tinggi, masing-masing 66,7% dan 77,78
kajian ini merupakan pengembangan atau
persen.
kelanjutan dari yang sudah diawali
pembangunannya dengan dana Pemerintah. Data yang diperoleh menunjukkan tidak
semua responden terlibat dalam ketiga tahap
Partisipasi masyarakat kegiatan tersebut, kecuali untuk jenis investasi
irigasi yang dikelola secara perorangan (swasta).
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi Investasi irigasi di Kabupaten Blora dan Lombok
kesinambungan investasi irigasi adalah tingkat Timur merupakan investasi dari Proyek

Tabel 7. Partisipasi petani dalam investasi irigasi di lokasi penelitian, 2013


Jabar NTB Jateng
No. Partisipasi
Garut Subang Lobar Lotim Blora
1. Perencanaan:
Ya - 14,29 - 100 88,89
Tidak 100 85,71 100 - 11,11
2. Pembangunan fisik:
a. Pembelian pompa:
Ya 100 100 - - 100
Tidak - - 100 100 -
b. Pembangunan rumah pompa:
Ya - 25 - - 25
Tidak 100 75 100 100 75
c. Jaringan irigasi pompa:
Ya - 18,75 - - 18,75
Tidak 100 81,25 100 100 81,25
3. Operasional /pemeliharaan:
Ya 100 28,57 100 66,67 55,56
Tidak - 71,43 - 33,33 44,44
Sumber: Data Primer, diolah
52 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57

Peningkatan Pendapatan Petani Melalui pompa air permukaan skala menengah dan
Investasi (P4MI) Badan Penelitian dan besar dengan struktur pasarnya adalah natural
Pengembangan Pertanian dengan pendekatan monopoly ataupun natural oligopoly (Sumaryanto
partisipatif. Investasi irigasi yang dilakukan oleh et al. 1999).
P4MI diawali dengan pembentukan Forum Antar-
Seiring dengan makin langkanya air irigasi,
Desa (FAD) untuk mengetahui keinginan
peranan irigasi kecil dalam pengembangan
masyarakat mengenai jenis investasi yang
pertanian, khususnya tanaman pangan di
dibutuhkan, dan membentuk kepengurusan
Indonesia semakin penting. Sampai tahun 1995
pengelola investasi yang disebut dengan Komite
diperkirakan tak kurang dari 150.000 hektar
Investasi Desa (KID). Ditumbuhkannya FAD,
lahan sawah menggantungkan kecukupan air
memberi peluang bagi setiap warga masyarakat
irigasinya dalam sistem irigasi pompa. Sekitar 75%
untuk berperan serta mengambil keputusan
dari luasan tersebut berupa irigasi pompa yang
tentang investasi yang dibutuhkan.
dikembangkan sendiri oleh petani dan kalangan
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan swasta di perdesaan. Tingkat partisipasi
kesimpulan Kusumartono (2003) yang pengguna pompa air cukup tinggi pada musim
mengemukakan bahwa dalam pengelolaan hujan maupun kemarau, untuk sawah tadah
irigasi terdapat sinergi modal sosial, fisik, hujan berkisar 73–100% dan yang tertinggi
manusia dan alam. terdapat di Provinsi Jawa Timur (Friyatno, et al,
2004).
Viabilitas finansial pengembangan IKBIM
Upaya peningkatan produksi pangan akan
Hasil analisis kelayakan usaha pngembangan semakin terkendala dengan meningkatnya
irigasi kecil di empat provinsi lima kabupaten kelangkaan air irigasi dan degradasi fungsi
dapat dilihat pada Tabel 8. Pengembangan jaringan irigasi. Sumaryanto (2006) menyatakan
investasi irigasi di Kabupaten Subang bahwa efisiensi penggunaan air irigasi dapat
menggunakan pompa air dari permukaan sungai, ditempuh melalui perbaikan teknologi
dan dialirkan ke sawah melalui saluran pembagi. pemanfaatan air irigasi, menciptakan insentif
Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan ekonomi, dan rekayasa kelembagaan. Irigasi
bahwa investasi irigasi layak dilakukan, dengan kecil seperti pompa, pengembangannya terkait
nilai NPV > 0; ∆B/∆C > 1; IRR > r yang berlaku. dengan kualitas sumber daya fisik (tanah dan air)
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan di masing-masing wilayah, namun karena
bahwa teknologi irigasi pompa dapat pengusahaan pompa air memerlukan biaya
meningkatkan produktivitas lahan dengan mahal maka petani kecil memerlukan
meningkatnya intensitas pertanaman (IP) dan dukungan modal (Friyatno et al. 2004)
pendapatan petani (Saleh 1982; Rambe 2009;
Hasil analisis sensitivitas juga menunjukkan
Rachmawati 2008).
bahwa untuk irigasi pompa di Subang masih
Motivasi pengembangan irigasi kecil swadaya layak dengan penurunan harga output sebesar
masyarakat biasanya untuk memenuhi tiga hal, 10% dan kenaikan harga BBM sebesar 20
yaitu (1) lahan usaha taninya sendiri (subsisten), persen. Perbaikan dan penambahan pompa
(2) semi komersil dan (3) komersil. Irigasi pompa secara swadaya di kedua lokasi penelitian
yang bersifat komersial umumnya berupa irigasi Kabupaten Subang mampu meningkatkan luas

Tabel 8. Analisis finansial investasi irigasi di lima kabupaten kajian, 2013


Irigasi pompa Irigasi Irigasi embung
No. Uraian paralon
Subang Blora Garut Lobar Lotim
1. Analisis Dasar
NPV 67,51 439,40 9,91 45,40 1735,16
B/C 1,85 1,52 1,77 1,87 2,57
IRR 31 56,40 91 28 70,40
2. Analisis sensivitas
NPV 55,62 391,16 8,63 39,44 1675,32
B/C 1,67 1,45 1,45 1,70 2,32
IRR 28,50 48,50 87,61 26,38 67,83
Sumber: Data Primer, diolah
Asumsi tingkat bunga yang berlaku r = 12 %/tahun
PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA 53
BERAS Herman Supriadi, Rudy Sunarja Rivai

areal sawah irigasi dan pola tanam menjadi tiga untuk irigasi pompa di Blora layak dengan
kali penanaman padi setahun. penurunan harga output sebesar 10% dan
kenaikan harga BBM sebesar 20 persen.
Investasi irigasi di Kabupaten Garut, adalah
Pembangunan jenis irigasi pompa di Desa
pemasangan paralon sebagai saluran air di Desa
Nglungger dan pembangunan bendungan di
Sukabakti. Hasil analisis kelayakan finansial
Desa Sambong, mampu meningkatkan luas
menunjukkan bahwa investasi irigasi layak
areal lahan sawah yang dapat secara signifikan.
dilakukan, dengan nilai NPV > 0; ∆B/∆C > 1; IRR >
Nilai IRR yang cukup tinggi di kedua lokasi
r yang berlaku. Untuk jenis irigasi gravitasi, hasil
tersebut sangat berkaitan dengan peningkatan
penelitian Susilo (2011) menunjukkan bahwa
luas lahan sawah dan peningkatan pola tanam
kondisi pertanaman di sawah irigasi bagian hulu
dari sekali setahun menjadi tiga kali setahun.
lebih baik dibanding dibagian hilir, demikian
halnya untuk produktivitas usaha tani dan Investasi irigasi di Provinsi Nusa Tenggara
pendapatan petani lebih baik di daerah hulu Barat pada umumnya berupa embung. Embung
dibanding sawah bagian hilir. dibangun untuk menampung air sumber dan atau
air hujan dengan membangun semacam waduk
Hasil analisis sensivitas juga menunjukkan
kecil. Air yang tertampung di embung dialirkan ke
bahwa untuk investasi bendungan dan
sawah yang lebih rendah atau dipompa dengan
pembangunan saluran irigasi masih layak
mesin. Penggunaan mesin pompa dapat
dengan penurunan harga output sebesar 10
mengalirkan air embung melalui saluran ke lahan
persen. Pembangunan saluran irigasi tersebut
sawah yang jaraknya 1-6 km dari lokasi embung.
mampu mengairi sawah tadah hujan seluas 25
Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan
Ha di musim hujan (MH) dan 15 Ha di musim
bahwa investasi irigasi layak dilakukan, dengan
kering (MK). Peningkatan pola tanam dari sekali
nilai NPV > 0; ∆B/∆C > 1; IRR > r yang berlaku.
setahun menjadi 3 (kali) setahun serta luasan
Hasil analisis sensivitas juga menunjukkan
lahan yang dapat diairi dengan produktivitas rata-
bahwa untuk investasi embung layak dengan
rata 5 ton GKP merupakan salah satu penyebab
penurunan harga output sebesar 10%.
tingginya nilai IRR dari investasi irigasi.
Pembangunan IKBIM di lokasi Kabupaten
Jenis irigasi yang diteliti di Kabupaten Blora Lombok Barat dan Lombok Timur secara umum
terdiri dari bendungan dan gelontoran. Jenis mampu meningkatkan luasan areal lahan sawah
irigasi checkdam dapat disamakan dengan yang dapat diairi dan peningkatan pola tanam
bendung. Dalam hal ini petani memanfaatkan serta produktivitas. Bendungan Jenggik Utara
air drainase sungai dengan membangun merupakan salah satu IKBIM yang mampu
bendungan yang airnya dipergunakan untuk memberikan manfaat besar, IKBIM di Desa
usaha pertanian. Air tersebut berasal dari air Jenggik Utara merupakan salah satu investasi
hujan, dan mata air dari hutan di sekitarnya. Air yang mampu memberikan nilai IRR paling besar
di bendungan dialirkan melalui saluran ke sawah terutama pada peningkatan areal luas lahan
yang lebih rendah lokasinya, atau menggunakan sawah dan perubahan pola tanam secara
mesin pompa untuk lahan sawah yang letaknya signifikan. Pengembangan irigasi pompa skala
lebih tinggi dari permukaan air checkdam. Jenis kecil di Timur Laut Thailand tidak hanya memicu
investasi irigasi bendungan terdapat di Desa intensifikasi pertanian dan meningkatkan
Sambong, Kecamatan Sambong. Adapun jenis produktivitas pertanian, lebih dari itu juga bisa
irigasi gelontoran merupakan pemanfaatan air menekan angka kemiskinan dan migrasi keluar
sungai yang dipompa dan dialirkan langsung ke wilayah bisa ditekan (Floch and Molle 2009)
lahan pertanian. Jenis irigasi gelontoran
terutama terdapat di desa yang dilalui oleh Faktor kelembagaan pengembangan IKBIM
sungai Bengawan Solo. Air yang bersumber
Pengembangan IKBIM tidak lepas dari
dari Bengawan Solo dapat tersedia sepanjang
pengaruh faktor-faktor kelembagaan yang
tahun. Dana investasi dipergunakan untuk
berkembang dalam masyarakat seperti
membangun saluran air dari beton, mesin pompa
kelompok petani pengguna air (P3A) dengan
air beserta peralatannya serta rumah mesin.
peraturan, norma dan sanksi yang berlaku,
Hasil analisis kelayakan finansial partisipasi masyarakat, tokoh panutan atau
menunjukkan bahwa investasi irigasi layak motivator lokal, dukungan Pemerintah Daerah
dilakukan, dengan nilai NPV > 0; ∆B/∆C > 1; IRR > atau Pusat dan modal sosial masyarakat.
r yang berlaku. Hasil analisis sensivitas juga Supriono et al. (2010) menyatakan bahwa modal
menunjukkan bahwa untuk investasi bendungan sosial merupakan energi kolektif masyarakat
layak dengan penurunan harga output sebesar (atau bangsa) guna mengatasi problem bersama
10%. Untuk jenis investasi irigasi glontoran, hasil dan merupakan sumber motivasi guna mencapai
analisis sensivitas juga menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi.
54 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57

Tidak semua individu petani masuk anggota meningkat dan tergantung pada ketersediaan
P3A. Hasil perhitungan berdasarkan total sampel irigasi kecil. Gangguan terhadap ketersediaan
menunjukkan bahwa di Jawa Tengah, petani sumber air akan mempunyai implikasi yang luas
yang tidak menjadi anggota P3A mencapai kepada masyarakat pengguna air irigasi kecil
63,6%, sedangkan di irigasi pompa sebesar (Pasaribu dan Friyatno, 1999). Dalam kondisi
47,1%, keanggotaan P3A relatif tinggi di irigasi dana terbatas peranan investasi masyarakat
pompa Jawa Barat (93,3%) dan bahkan di irigasi dalam pengembangan irigasi kecil dapat
kombinasi pompa dan gravitasi mencapai 100%. dikatakan sebagai terobosan yang layak, dimana
Alasan petani tidak masuk anggota P3A biaya investasi dapat dijangkau oleh masyarakat
umumnya karena menganggap P3A tidak efektif dan manfaat yang dihasilkan (peningkatan
dan persentasenya terbesar yaitu berkisar antara produksi dan pendapatan petani) bersifat cepat
58,3–100%. Hasil penelitian Mayrowani et al. petik (quick yielding).
(2009) mengungkapkan bahwa skala ekonomi
Sumaryanto dan Sudaryanto (2001)
alsintan seperti pada irigasi pompa menjadi
menyatakan bahwa dalam pendayagunaan
persoalan akibat belum adanya integrasi yang
sumber daya air pada prinsipnya adalah
baik antara UPJA dengan kelompok
bagaimana mendayagunakan sumber daya
tani/gapoktan.
tersebut secara bijaksana dengan cara
Perselisihan antar-anggota atau anggota mengedepankan prinsip-prinsip pelestarian
dengan pengurus dalam pembagian air irigasi sumber daya alam, demokrasi, dan efisiensi
bisa terjadi di setiap jenis irigasi kecuali di irigasi sedemikian rupa sehingga kemakmuran dan
pompa dan gravitasi di Jawa Tengah yang keadilan yang tercipta dapat dinikmati oleh
hampir tidak pernah ada konflik karena semua, untuk generasi sekarang dan generasi
kepemimpinan yang kuat. Pada irigasi gravitasi mendatang. Banyak faktor yang mempengaruhi
di Jawa Barat adanya perselisihan antar anggota pengembangan investasi, dalam hal IKBIM ini
karena ada tuan tanah yang pemilikan lahannya yang paling utama adalah ketersediaan sumber
luas. Perlu pengaturan pengembangan irigasi air dan partisipasi masyarakat. Jenis irigasi,
kecil termasuk pompa air melalui Perda atau apakah irigasi pompa, gravitasi, atau air tanah
kebijakan daerah agar sistem sewa atau iuran akan dipengaruhi oleh kondisi wilayah dan
penggunaan air berlaku adil antara budaya masyarakat.
pemilik/penguasa dengan petani pemakai
Model pengembangan IKBIM sebaiknya
(Friyatno, et al. 2004). Kegiatan Pengelolaan
tumbuh dari inisiatif anggota kelompok yang
irigasi partisipatif (Participatory irrigation
mengerti benar akan pengadaan dan manfaat
management) disingkat PIM yang diadopsi di
IKBIM, serta disepakati oleh semua anggota
Thailand sejak tahun 2004, menghasilkan baik
lainnya. Kesepakatan kelompok termasuk
secara instrumental (suplai air, data dan
dalam hal ini termasuk aturan, norma, sanksi dan
pengaturan air tepat waktu), tetapi juga
kontribusi anggota (iuran atau pun tenaga) untuk
merupakan sarana pembelajaran secara
keberlanjutan IKBIM. Berdasarkan
Komunikatif yang membangun rasa memiliki
pengamatan di beberapa lokasi pengembangan
bersama dan solidaritas antar pengguna irigasi
IKBIM hal yang perlu diperbaiki untuk optimasi
(Sinclair et al. 2013).
dan keberlanjutan IKBIM yaitu:
1. Pembangunan atau pengembangan IKBIM
Model Pengembangan IKBIM
harus masuk dalam anggaran dasar rumah
tangga (ADRT) kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber 2. Inisiator pengembangan IKBIM jangan
daya air di tanah air kita sebetulnya melimpah,
menjadi pemilik usaha irigasi kecil tapi
akan tetapi masih sebagian kecil yang sudah
disarankan sebaiknya sebagai pengawas
dimanfaatkan untuk irigasi pertanian. Peran dan
atau pengurus inti.
partisipasi masyarakat sangat nyata dalam
3. Penyandang dana awal untuk
upaya peningkatan produksi pangan melalui pengembangan IKBIM jangan langsung
pemanfaatan sumber daya air, akan tetapi menjadi pemilik atau pengelola tetapi
sejauh ini kapabilitas masyarakat masih terbatas
dihargai dana yang disumbangkan sebagai
sehingga bantuan pemerintah sangat diperlukan.
saham usaha bersama.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sistem
4. Pengurus IKBIM harus diperhatikan
irigasi kecil nyata mendukung peningkatan insentifnya sesuai kontribusi masing-masing.
produksi pangan melalui peningkatan intensitas 5. Semua anggota berpartisipasi aktif secara
tanam dan perluasan areal panen, seperti juga
moril dan material yang disesuaikan dengan
yang dinyatakan oleh Sudaryanto dan Hermanto
kondisi dan kapabilitasnya.
(1999). Pendapatan rumah tangga nyata
PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA 55
BERAS Herman Supriadi, Rudy Sunarja Rivai

6. Pemerintah berfungsi mendukung ketersediaan air meningkat sesuai kebutuhan


pengembangan IKBIM secara partisipatif tanaman, sehingga dapat meningkatkan
(tidak sentralistik) dengan kebijakan- produktivitas serta mengatur pola tanam yang
kebijakan yang berpihakkepada masyarakat sesuai. Jenis dan kondisi jaringan irigasi
petani bukan cenderung membantu mempengaruhi pola tanam yang diterapkan oleh
pengusaha. petani. Petani cenderung menanam padi bila air
cukup tersedia, sementara bagi petani bermodal
Pengembangan IKBIM Program peningkatan cenderung mengusahakan komoditas yang
produksi padi nasional agar memprioritaskan bernilai ekonomi tinggi Sistem jual beli jasa air
potensi pengembangan irigasi kecil baik dengan irigasi kecil yang terdapat dimasyarakat belum
sumber dana pemerintah maupun investasi didasarkan pada azas saling menguntungkan
masyarakat. Partisipasi masyarakat untuk dan sangat dipengaruhi oleh kondisi serta
pengembangan irigasi kecil perlu dibangkitkan kemampuan petani penerima manfaat air irigasi.
melalui program-program partisipatif yang
Bantuan Pemerintah yang menggantikan
dipadukan dengan budaya, potensi, norma dan
program dan kegiatan swadaya masyarakat,
nilai-nilai sosial yang berlaku di suatu wilayah.
menyebabkan ketergantungan masyarakat
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
terhadap Pemerintah menjadi tinggi. Modal
Rakyat (PUPR) melalui Ditjen Sumber daya Air
sosial masyarakat bisa tidak berperan lagi
berupaya memenuhi kebutuhan penyediaan air
sebagai akibat dari kurangbijaksananya
bagi kawasan pertanian melalui pemeliharaan,
pemerintah dalam memberikan bantuan kepada
rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi kecil
kelompok masyarakat sasaran. Perhatian dan
dibawah 150 hektar, irigasi tersier dan irigasi
dukungan pemerintah terhadap keperluan
desa yang dilakukan melalui program
perbaikan jaringan IKBIM memberikanhasil yang
Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi
baik untuk pengembangan IKBIM, sehingga
(P3-TGAI) dengan cara Pemberdayaan Petani
menimbulkan kepercayaan (trust) masyarakat
Pemakai Air (P3A). Program ini tidak hanya
terhadap pemerintah. dentifikasi potensi, kendala
membangun fisik saluran irigasi, tetapi juga
dan peluang pengembangan IKBIM belum
pemberdayaan masyarakat. Program P3-TGAI
dilakukan secara serius dan sungguh-sungguh
tersebut merupakan salah satu program
oleh pemerintah, sehingga anggaran perbaikan
pembangunan Infrastruktur Berbasis
dan pemeliharaan jaringan irigasi seringkali
Masyarakat (IBM) Sejak tahun 2014 program P3-
salah sasaran dan kurang optimal.
TGAI telah dilaksanakan di 1.024 lokasi, tahun
2017 program ditargetkan tersebar di 3.000 Partisipasi masyarakat dalam pengembangan
lokasi di 30 provinsi pada 33 wilayah sungai, dan IKBIM terlihat lebih nyata dalam bentuk
selanjutnya tahun 2018 jumlah lokasi P3-TGAI sumbangan/gotong royong tenaga kerja dari
direncanakan menjadi 5.000 lokasi.Program IBM pada sumbangan materi/bahan atau uang.
kiranya sudah tepat dilaksanakan secara
IPembangunan IKBIM seperti pompa,
swakelola melalui pemberdayaan dan partisipasi
gravitasi dan embung di lokasi yang diteliti layak
aktif masyarakat, walaupun terlambat diharapkan
secara finansial dengan nilai IRR yang cukup
bisa berhasil seperti yang dilakukan pemerintah
tinggi, terutama pada jenis investasi irigasi yang
Thailand. Peranan tokoh panutan seperti ketua
mampu mengairi areal lahan sawah yang lebih
kelompok, pemuka agama , pemuka
luas. Produktivitas padi di lahan sawah dengan
masyarakat yang mempunyai pengaruh besar
irigasi pompa rata-rata lebih tinggi dibanding
dalam kehidupan masyarakat dan menjadi
dengan irigasi gravitasi dan kombinasi. Petani
kepercayaan masyarakat hendaknya difungsikan
umumnya cenderung menggunakan irigasi
oleh pemerintah sebagai inisiatif lokal,
pompa bila di wilayah tersebut tersedia sumber
penyuluhan/sosialisasi informal program-
air walaupun biaya yang dikeluarkan lebih
program pemerintah termasuk pengembangan
banyak/besar. Dalam jangka panjang, manfaat
IKBIM.
dari IKBIM ditentukan oleh kemampuan swadaya
masyarakat untuk melakukan operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Implikasi Kebijakan
Kesimpulan
Program peningkatan produksi padi nasional,
Pada lahan tadah hujan dan pengairan
seharusnya didukung oleh pengembangan
terbatas, penggunaan irigasi pompa, gravitasi potensi irigasi kecil baik dengan sumber dana
maupun kombinasinya/konjungtif menjadikan pemerintah maupun investasi masyarakat.
56 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 43-57

Pengembangan IKBIM hendaknya didasarkan (Jitut) dan Jaringan Irigasi Tingkat Desa (Jides).
pada kondisi sosial ekonomi masyarakat Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air,
setempat (terutama kemampuan finansialnya) Kementerian Pertanian. Jakarta.
disamping kelayakan teknisnya. Friyatno S, Saliem HP, Rachman B, Supriyati. 2004.
Kelembagaan Jasa Alat Mesin Pertanian (Alsintan).
Partisipasi masyarakat untuk pengembangan Prosiding Efisiensi dan Daya Saing Sistem
irigasi kecil perlu dibangkitkan melalui berbagai Usahatani berbagai Komoditas Pertanian di Lahan
program partisipatif yang dipadukan dengan Sawah.
budaya, potensi, norma dan nilai-nilai sosial yang
berlaku di suatu wilayah. P3A perlu di Floch P, Molle F. 2009. Pump Irrigation Development
and Rural Change in Northeast Thailand. Working
berdayakan sebagai lembaga masyarakat yang
Paper. Mekong Program on Water, Environment
memperjuangkan ketersediaan, pengelolaan dan and Resilience (M-POWER). University of Natural
keberlanjutan irigasi yang berbasis pada Resources and Applied Life Sciences, Institut de
investasi masyarakat. Recherche pour le Développement,
InternationalWater Management Institute. Chiang
Program bantuan Pemerintah (baik APBN Mai, Thailand
maupun APBD) harus hati-hati dilakukan agar
tidak mengganti peran swadaya masyarakat Floch P, Molle F. 2013. Irrigated Agriculture and Rural
penerima manfaat yang selama ini telah rutin Change inNortheast Thailand: Re ections on
dilakukannya. Pelaksanaan program bantuan Present Developments. In book: Governing the
Mekong: Engaging in the politics of knowledge.
Pemerintah sebaiknya dilakukan secara
Institute of Research for Development
swakelola oleh masyarakat penerima manfaat
apabila program tersebut layak secara teknis dan Hermanto, Sumaryanto, Friyatno S. 1999. Viabilitas
finansial. Masyarakat petani akan lebih Ekonomi Irigasi Pompa. Prosiding Seminar
bertanggungjawab terhadap hasil pembangunan, Perspektif Keswadayaan Petani dalam
Pengembangan Irigasi Pompa. Bogor (ID): Pusat
karena mereka penerima manfaat langsung.
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Pembangunan IKBIM pada suatu wilayah
hendaknya mempertimbangkan luasan areal [Kementan] Kementerian Pertanian 2010. Rencana
lahan yang akan mendapatkan manfaat. Strategis Kementerian Pertanian 2010–2014.
Investasi irigasi yang layak secara tehnis, sosial Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
dan finansial akan menjamin keberlanjutan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
manfaat irigasi tersebut. Rakyat. 2018. Kementerian PUPR Tingkatkan
Terus Layanan Irigasi Perdesaan. Berita Senin, 31
Juli 2017 Jakarta
UCAPAN TERIMA KASIH Katadata. 2016. Jokowi: Pemanfaatan 36,8 Juta
Hektare Lahan Pertanian Belum Maksimal.
https://katadata.co.id/berita Rabu 7/12/2016, 09.57
Penulis menyampaikan ucapan banyak WIB
terimakasih kepada Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian (PSEKP) yang telah Katadata. 2017. 80 Persen Sumber Daya Air Indonesia
Belum Termanfaatkan https://katadata.co.id/berita
memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini, dan
Kamis 18/5/2017, 11.12 WIB
juga dewan redaksi dan mitra bestari yang
banyak memberikan saran berharga untuk Kusumartono FXH. 2003. Sinergi Modal Sosial,
perbaikan tulisan sehingga bisa dipublikasi Modal Fisik, Modal Manusia dan Modal Alam dalam
dalam jurnal Analisis Kebijakan Pertanian (AKP). Pengelolaan Jaringan Irigasi oleh Perkumpulan
Harapan kami semoga karya tulis ini bermanfaat. Petani Pemakai Air (P3A/GP3A/IP3A): Studi Kasus
Daerah Irigasi Cihea, Kabupaten Cianjur. Tesis
Kekhususan Manajemen Pembangunan Sosial,
Program Studi Sosiologi, Departemen Sosiologi,
DAFTAR PUSTAKA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia.
Coleman JS. 1988. Sosial Capital in the Creation of Mayrowani H, Pranadji T, Sugiarto, Sunarsih,
Human Capital. AJS, Vol. 94. Supplement S95- Hendiarto, Supriadi H. 2009. Pengembangan
S120. University of Chicago. Pola Kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alat
dan Mesin Pertanian untuk Menunjang Sistem
Darlan NH, Pradiko I, Winarna, Siregar H. 2015. Usahatani yang Berdaya Saing. Laporan
Dampak El Niño 2015 terhadap Performa Tanaman Penelitian. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial
Kelapa Sawit di Sumatera Bagian Tengah dan Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Selatan Dalam: Jurnal Tanah dan Iklim Vol. 40 No.
2 Hal. 113-120. Pasandaran E. 1996. Nilai Ekonomi Air dalam rangka
Menghadapi Era Baru Pengelolaan Sumberdaya
Direktorat Pengelolaan Air. 2010. Pedoman Teknis Air. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan
Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani
PENGEMBANGAN INVESTASI IRIGASI KECIL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI PADI MENDUKUNG SWASEMBADA 57
BERAS Herman Supriadi, Rudy Sunarja Rivai

Meteorologi Pertanian Indonesia, Perhimpunan Saptana, Hendiarto, Sunarsih, Sumaryanto. 2001.


Agronomi Indonesia dan Perhimpunan Ekonomi Tinjauan Historis dan Perspektif Pengembangan
Pertanian bekerja sama dengan Lembaga Kelembagaan Irigasi di Era Otonomi Daerah.
Ketahanan Nasional, Jakarta Forum Penelitian Agro Ekonomi, volume 19, no. 2,
Desember 2001. Pusat penelitian dan
Pasaribu SM, Friyatno S. 1999. Peranan Petani dan pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan
Swasta dalam Pengembangan Irigasi kecil. Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta
Prosiding “Perspektif Keswadayaan Petani dalam (ID): Departemen Pertanian.
Pengembangan Irigasi kecil”, Kerjasama Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Ford Sinclair AJ, Kumnerdpet W, Moyer JM. 2013.
Foundation, Jakarta. Learning sustainable water practices through
participatory irrigation management in Thailand . A
Pranadji T. 2006. Model Pemberdayaan Masayarakat United Nations Sustainable Development Journal
Pedesaan untuk Pengelolaan Agroekosistem Volume37, Issue1 February 2013 Pages 55-66
Lahan tadah hujan: Studi Penguatan Modal Sosial
dalam Desa-desa (Hulu DAS) Ex Proyek Bangun Sudaryanto T, Hermanto. 1999. Kebijakan Investasi
Desa, Kabupaten Gunungkidul dan Ex-Proyek Irigasi kecil di Indonesia dalam Prosiding
Pertanian Lahan Tadah Hujan, Kabupaten Boyolali. “Perspektif Keswadayaan Petani dalam
Dissertasi. Sekolah Pascasarjana. Bogor (ID): Pengembangan Irigasi Kecil”, Kerjasama Pusat
Institut Pertanian Bogor. Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Ford
Foundation, Jakarta.
Purwoto A, Zulham A, Purwantini T. 1999. “Dampak
Pengembangan Irigasi Pompa Terhadap Sumaryanto, Hermanto, Bahri S. 1999. Kinerja Pasar
Peningkatan Produksi Pertanian dan Pendapatan Air irigasi kecil : “Studi Empiris pada Sistem Irigasi
Petani” dalam Prosiding “Perspektif Keswadayaan kecil Air Permukaan di Beberapa Wilayah
Petani dalam Pengembangan Irigasi kecil”, Perdesaan Indonesia” dalam Prosiding “Perspektif
Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Keswadayaan Petani dalam Pengembangan
Pertanian dengan Ford Foundation, Jakarta. Irigasi kecil”, Kerjasama Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian dengan Ford Foundation,
Rachmawati, Laili N. 2008. Analisis keuntungan Jakarta.
dan efisiensi alokatif usahatani padi sawah dengan
irigasi sumur pompa di Kecamatan Paron Sumaryanto, Sudaryanto T. 2001. Perubahan
Kabupaten Ngawi. Thesis. Sekolah Pasca Paradigma Pendayagunaan Sumberdaya Air dan
Sarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Implikasinya Terhadap Strategi Pengembangan
http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_det Produksi Pangan. Forum Penelit Agro Ekon.
ail&sub=PenelitianDetail&act (3 Desember 2013) 19(2):66-79.
Rambe F. 2009. Analisis Komparasi Usahatani Padi Sumaryanto. 2006. Peningkatan Efisiensi
Sawah antara Petani Pengguna Pompa Air dan Penggunaan Air irigasi Melalui Penerapan Iuran
Petani Pengguna Irigasi pada Lahan Irigasi OJ Irigasi Berbasis Nilai Ekonomi Air Irigasi. Forum
Kabupaten Deli Serdang (Studi kasus: Desa Penelit Agro Ekon. 24(2): 77-91.
Sidoarjo II Ramunia, Kecamatan Beringin,
Kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Departemen Suprihatno B, Darajat AA, Satoto, Baehaki, Setyono A,
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Indrasari SD, Wardhana IP, Sembiring H. 2010.
Universitas Sumatera Utara. Medan. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7427 Padi. Badan Litbang Pertanian, Departemen
(3 Desember 2013) Pertanian. Sukamandi.

Rivai RS, Anugrah IS. 2011. Konsep dan Supriono A, Flassy DJ, Rais S. 2010. Unsur-unsur
Implementasi Pembangunan Pertanian Pembentuk Modal Sosial. Makalah untuk Project
Berkelanjutan di Indonesia. Forum Penelit Agro Management Unit (PMU) Percepatan
Ekonomi. 29(1):13-25. Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus
(P2DTK)–unsur-pembentuk.html; pada tanggal 12
Saleh C. 1982. Pengaruh Penggunaan Pompa Air Februari 2013.
Terhadap Tingkat Pendapatan Petani. Thesis
Sekolah Pasca Sarjana. Bogor (ID): Institut Zulkipli W, Soetopo, Prasetyo H. 2012. Analisa Neraca
Pertanian Bogor. air Permukaan DAS Renggung Untuk Memenuhi
Kebutuhan Air Irigasi dan Domestik Penduduk
Santomo H. 2012. Dinamika Kebijakan Irigasi dan Kabupaten Lombok Tengah. J Teknik Pengairan
Implikasinya bagi Petani. http://www.kruha.org/ 3(2):87-96.
page/id/dinamicdetil/20/248/Artikel/DinamikaKebij
akanIrigasidanImplikasinyabagiPetani.html (1
Maret 2013).

Вам также может понравиться