Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi alat

2.1.1. Rolling resistance (Tahanan gulir/gelinding)


Rolling resistance (RR) merupakan tahanan terhadap roda yang
menggelinding akibat adanya gesekan antara roda dengan permukaan tanah yang
arahnya selalu berlawanan dengan gerakan roda kendaraan.
Besaran tahanan ini tergantung keadaan permukaan tanah yang dilewati
(kekerasan dan kehalusan), roda dan berat kendaraan tersebut. Secara teoritis,
tahanan ini dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Rochmanhadi, 1992) :
RR  W  r ............................................................................................. (2.1)
Keterangan :
W = Berat kendaraan
r = Koefisien rolling resistance (Tabel 2.1)
Tabel 2.1. Angka Rata-Rata Rolling Resistance Untuk Berbagai Kondisi Jalan
(Partanto Prodjosumarto, 2006)

Kondisi jalan RR untuk ban karet (lb/ton)


Jalan keras dan licin 40

Jalan yang diaspal 45-60

Jalan keras dengan permukaan terpelihara baik 45-70

Jalan yang sedang diperbaiki dan terpelihara 85-100

Jalan yang kurang terpelihara 85-100

Jalan berlimpur dan tidak terpelihara 165-210

Jalan berpasir dan berkerikil 240-275

Jalan berlumpur dan sangat lunak 290-370

4 Universitas Sriwijaya
5

Untuk menentukan harga RR yang tepat bagi setiap macam jalan sulit
dilakukan, karena ukuran ban, tekanan ban, dan kecepatan gerak kendaraan pun
sebenarnya dapat mempengaruhi. Untuk kondisi jalan angkut produksi
overburden PT. Lematang Coal Lestari diambil harga RR = 85 lb/ton.

2.1.2. Grade resistance (tahanan kemiringan)


Grade resistance (GR) adalah besarnya gaya berat yang melawan atau
membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilaluinya.
Pengaruh kemiringan terhadap harga GR adalah naik untuk kemiringan positif
(memperbesar rimpull) dan menurun untuk kemiringan negatif (memperkecil
rimpull). Besarnya GR tergantung pada dua faktor, yaitu besarnya kemiringan
jalan (%) dan berat kendaraan tersebut (gross ton). Besarnya GR rata-rata
dinyatakan dalam “20 lbs” dari rimpull untuk tiap gross berat kendaraan beserta
isinya pada setiap kemiringan satu persen (Rochmanhadi, 1992).

GR = 20 lb/ton x W x % Kemiringan Jalan ........................................... (2.2)

Keterangan :
W = Berat Kendaraan

2.1.3. Rimpull
Rimpull (RP) adalah besarnya kekuatan tarik (pulling force) yang dapat
diberikan mesin atau suatu alat pada permukaan roda atau ban penggeraknya yang
menyentuh permukaan jalur jalan (Suwandhi, 2004). Besarnya harga RP dapat
dihitung dengan rumus :

HPkendaraan . 375 . Efisiensi mekanis (%)


Rimpull  ................................ (2.3)
Kecepatan (mph)

Apabila Rimpull tiap segmen jalan angkut diketahui, maka waktu tempuh
alat angkut dapat dihitung dengan rumus :

Jarak (Km)
tangkut (menit)  .................................................. (2.4)
Kecepatan (Km/Jam)

Universitas Sriwijaya
6

2.1.4. Faktor efisiensi


Nilai keberhasilan suatu pekerjaan sangat sulit ditentukan secara tepat
karena mencakup beberapa faktor seperti faktor manusia, mesin dan kondisi kerja.
Efisiensi waktu, efisiensi kerja, efisiensi operator, dan kesediaan alat sangat
mempengaruhi keberhasilan dari suatu operasi (Partanto Prodjosumarto, 2006).
Effisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Effisiensi kerja ini akan
mempengaruhi kemampuan produksi dari suatu alat. Persamaan yang dapat
digunakan untuk menghitung effisiensi kerja adalah sebagai berikut :
We = Wt – (Wtd + Whd) ..................................................................... (2.5)
𝑊𝑒
Ek = 𝑊𝑡 x 100% .................................................................................. (2.6)

Keterangan :
We= Waktu kerja efektif (menit)

Wt= Waktu kerja tersedia (menit)

Whd= Waktu hambatan yang dapat dihindari (menit)

Wtd= Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari (menit)

Ek= Effisiensi kerja (%)

2.1.5. Swell factor (faktor pengembangan)


Swell Factor adalah faktor pengembangan volume suatu material dari
tempatnya (Insitu). Pengembangan volume suatu material perlu diketahui, karena
yang diperhitungkan pada penggalian selalu didasarkan pada kondisi material
sebelum digali, yang dinyatakan dalam pay yard atau bank yard atau atau In
place volume atau volume insitu. Sedangkan material yang ditangani (dimuat
untuk diangkut) selalu material yang telah mengembang ( Indonesianto, 2009).
Sebaliknya, apabila material tersebut dipindahkan dan dipadatkan dengan
compactor (alat pemadat), maka volumenya akan berkurang yang disebut dengan
shrinkage factor (faktor penyusutan). Apabila angka dari shrinkage factor tidak
ada, biasanya dianggap sama dengan percent swell.

Universitas Sriwijaya
7

2.2. Produksi alat Mekanis


Untuk memperkirakan produksi alat-alat berat dan alat angkut secara teoritis
dengan cara tanpa dikalikan dengan faktor koreksi sedangkan untuk memperoleh
kemampuan produksi secara nyata dikalikan dengan faktor koreksi atau setelah
mengetahui kondisi yang ada. Baik kondisi alat itu sendiri, kondisi operasi
maupun kondisi material (Rochmanhadi, 1992).
2.2.1. Dump truck
Produktivitas dump truck dapat dihitung dengan rumus :

A  N  60
Q  FK ............................................................................... (2.7)
Ct
dimana :
Q = produktivitas dump truck (ton/jam)

A = kapasitas bucket (ton)

Ct = cycle time (menit)

FK= faktor koreksi

N = Jumlah Isian

2.2.2. Excavator
Produktivitas excavator dapat dihitung dengan rumus :
A  60
Q  FK ................................................................................... (2.8)
Ct
dimana :
Q = produktivitas excavator (BCM/jam)
A = kapasitas bucket (m3)
Ct = cycle time (menit)
FK= faktor koreksi

2.3. Geometri jalan angkut


2.3.1. Lebar jalan
Lebar jalan produksi penting ditentukan untuk kelancaran dan
keberhasilan operasi pengangkutan. Perhitungan mengenai lebar jalan disesuaikan

Universitas Sriwijaya
8

dengan kebutuhan, yaitu dapat untuk satu jalur, dua jalur atau lebih (Suwandhi,
2004).
2.3.1.1. Lebar jalan pada keadaan lurus
Penentuan lebar jalan minimum untuk jalan lurus didasarkan pada rule of
thumb yang dikemukakan oleh AASHTO Manual Rural Hihgway Design (1990),
yaitu jumlah jalur kali lebar truck ditambah setengah lebar truck untuk tepi kiri
dan kanan jalan, juga jarak antara dua truck yang sedang bersilangan.
Lebar jalan minimum yang dipakai sebagai jalur ganda atau lebih pada
jalan lurus adalah sebagai berikut :

 
Lm  n.Wt  n  1 1 .Wt .................................................................
2 (2.9)

Dimana :
Lm = Lebar jalan minimum (m)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut (m)

Gambar 2.1 Lebar Jalan Pada Keadaan Lurus (Suwandhi, 2004)

2.3.1.2. Lebar jalan pada belokan (tikungan)


Perencanaan lebar jalan pada saat truck membelok berbeda dengan keadaan
jalan lurus, karena pada belokan terjadi pelebaran yang sangat tergantung jari-jari
tikungan, sudut tikungan, dan kecepatan rencana (Suwandhi, 2004). Pelebaran
perkerasan jalan ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Universitas Sriwijaya
9

W  nU  Fa  Fb  Z   C ............................................................... (2.10)

C  Z  0,5(U  Fa  Fb) .................................................................. (2.11)

dimana :
W = lebar jalan pada tikungan (m)
n = jumlah jalur
Fa = lebar juntai (over hang) depan (m)
Fb = lebar juntai (over hang) belakang (m)
U = lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)
Z = jarak sisi luar truck ke tepi jalan (m)

R Jari-jari tikungan (belokan) berhubungan dengan bentuk dan konstruksi


alat angkut yang digunakan, di sini digunakan ukuran alat angkut maksimum.
Dalam penerapannya jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda
depan berpotongan di pusat C dengan sudut yang sama terhadap penyimpangan
roda.
Penentuan besarnya jari-jari tikungan, rumus yang dipakai adalah :

Wb
R .................................................................................................................... (2.12)
sin 

keterangan :
R = jari-jari tikungan
Wb = jarak antara poros roda depan dan belakang
 = sudut penyimpangan depan ( o ).

2.3.2. Superelevasi (kemiringan jalan pada tikungan)

Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal diperoleh


dengan membuat kemiringan melintang jalan. Kemiringan melintang jalan pada
lengkungan horizontal yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat
kendaraan guna mengimbangi gaya sentrifugal biasanya disebut superelevasi.
Semakin besar superelevasi semakin besar pula komponen berat kendaraan yang
diperoleh (Sukirman,1999).

Universitas Sriwijaya
10

Gambar 2.2 Lebar Jalan Tikungan

Superelevasi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Sukirman,


1999):
V2
e f  ................................................................................ (2.13)
127.  R
f = -0,00065 . V + 0,192 ..................................................................... (2.14)

dimana :

e = Nilai superelevasi (m/m)

f = Koefisien gesekan samping

V = Kecepatan rencana (km/jam)

R = Radius lengkung (m)

D = Jari-jari Tikungan (m)

Hubungan antara R dan D berbanding terbalik, yaitu semakin besar R


semakin kecil D dan semakin tumpul lengkung horizontal rencana. Sebaliknya
semakin kecil R semakin besar D dan semakin tajam lengkung horizontal yang
direncanakan. Berdasarkan pertimbanagan peningkatan jalan dikemusian hari,
sebaiknya dihindarkan merencanakan alinyemen horizontal jalan menggunakan
radius minimum yang menghasilkan derajat lengkung tajam tersebut. Disamping
sukar untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan jalan, juga menimbulkan rasa
kurang nyaman pada operator yang bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari
kecepatan rencana.

Universitas Sriwijaya
11

2.3.3. Grade (kemiringan) jalan produksi


Grade jalan produksi merupakan salah satu faktor penting yang harus
diamati secara detil dalam kajian teknis geometri jalan produksi. Grade jalan
biasanya dinyatakan dalam persentase (%). Grade satu persen adalah kemiringan
permukaan yang menanjak atau menurun satu meter atau satu feet secara verikal
dalam jarak horizontal 100 meter atau 100 feet. Grade dihitung menggunakan
rumus (Gambar 2.3) sebagai berikut :
h
Grade   .100% .......................................................................... (2.15)
x
dimana :
∆h = beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
∆x = jarak mendatar antara dua titik yang diukur (m)

Gambar 2.3. Perhitungan Grade Jalan Angkut (Suwandhi, 2004)

Secara teoritis, grade jalan yang dapat atau masih diperbolehkan untuk
dilalui berkisar antara 10 – 18 %, tetapi tanjakan yang aman sekitar 8 % (Yanto,
2009). Kemiringan jalan angkut merupakan satu faktor penting yang harus diamati
secara detail dalam kegiatan kajian terhadap kondisi jalan tambang tersebut. Hal
ini dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan
kemampuan alat angkut, baik dari pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan.

Universitas Sriwijaya
12

2.3.4. Cross Slope


Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal (Suwandhi, 2004). Pada umumnya jalan angkut mem-
punyai bentuk penampang melintang cembung (Gambar 2.4). Dibuat demikian
dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab
lain, maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan
angkut, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting
karena air yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan
kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan.

Gambar 2.4. Penampang Melintang Jalan Angkut (Suwandhi, 2004)

Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan
horizontal (a) dengan satuan mm/m atau m/m. Jalan angkut yang baik memiliki
cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m.

Universitas Sriwijaya

Вам также может понравиться