Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
Kata Kunci : Kel. Pontap, Kecamatan Wara Timur, Permukiman Kumuh, Model
Penanganan.
Abstract
Keywords: Pontap Sub District, East Wara District, Model of Treatment, Slum
I. PENDAHULUAN
Agar penelitian lebih terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan maka perlu
batasan-batasan penelitian sebagai berikut :
1. Penelitian dilaksanakan pada permukiman kumuh yang ada di Kota Palopo yaitu
Kelurahan Pontap Kecamatan Wara timur.
2. Lingkup pembahasan penelitian adalah tatanan fisik lingkungan yang meliputi prasarana
dan sarana, infrastruktur, tatanan sosial.
3. Model yang menjadi acuan untuk diterapkan pada kawasan studi tersebut dipilih salah satu
dari beberapa model penanganan yang akan menjadi model untuk diterapkan pada
kawasan studi tersebut.
Kelurahan Pontap merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Wara
Timur dengan luas wilayah 43.40 Ha dan dengan batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kelurahan Penggoli
- Sebelah Selatan : Kelurahan Ponjalae
- Sebelah Barat : Kelurahan Batu Pasi
- Sebelah Timur : Teluk Bone
Wilayah ini merupakan kawasan padat dan mempunyai tingkat kritis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya di Kelurahan Pontap. Yaitu
timbulnya permukiman kumuh kanal Tanjung Ringgit. Selain itu wilayah pada
lingkungan Tanjung Ringgit, Lingkungan Mangarabombang, dan Lingkungan
Tappong merupakan wilayah dataran rendah yang dekat dengan pantai sehingga pada
saat air pasang tinggi wilayah ini tergenang air pasang, dan pada waktu musim hujan
rawan banjir.
Jumlah penduduk Kelurahan Pontap sebanyak 8.030 jiwa/2.008 kk yang terdiri dari
jenis kelamin laki-laki sebanyak 3.932 jiwa dan perempuan sebanyak 4.098 jiwa.Struktur
penduduk Kelurahan Pontap menurut umur; yang terbanyak adalah umur 19 tahun ke atas
yakni 46.64%.
Penduduk kawasan studi, sebagian besar pendidikannya tamat Sekolah Lanjutan
tingkat Pertama kebawah yaitu berjumlah 64.79%dengan rincian penduduk lulusan TK 4.37%
Sekolah Dasar 34,47% SLTP 25.95%. sedangkan sisanya adalah Tamat Akademi 1.44% dan
Sarjana 3.69%. Agama yang dipeluk oleh penduduk kawasan studi berturut turut adalah Islam
98.01, Kristen 1.79%, Budha 0.20%. Karakteristik ekonomi masyarakat dapat dilihat dari
mata pencaharian penduduk. Penduduk kawasan studi sebagian besar bermata pencaharian
sebagai nelayan yakni sebesar 41.82%, selanjutnya dagang/wiraswasta 24.31%, buruh 8.51%,
pertukangan 7.57%,jasa 5.91, tani 3.88%, pegawai negeri dan pensiunan masing-masing
2.46%,swasta 1.66%, dan ABRI/POLRI 1.42 %. Data diatas menunjukkan bahwa 86.09%
penduduk Kelurahan Pontap bekerja dibidang kelautan. Dapat dikatakan bahwa masyarakat
kelurahan Pontap adalah homogen.
Status tanah dan bangunan di kelurahan Pontap Sebagai berikut :
Tabel 1. Status Tanah, Kondisi Rumah Tinggal dan Status Kepemilikan Bangunan di
Kelurahan Pontap Berdasarkan Jumlah Bangunan
Kondisi Rumah Tinggal (Unit) Status Kepemilikan (KK)
Penguasaan/Pemilikan Luas
No Perman Semi Tempore Milik Sewa Lain2
Lahan (Ha)
en r
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Sertifikat Hak Milik 30,38 542 1.265 201 1.406 421 181
2 Tanah Girik/Adat 1,03
3 Tanah Negara 3,04
4 Pihak Ke 3 Lainnya 8,95
Jumlah/Total 43,40 2.008 2.008
- Jalan-jalan yang ada diantara rumah-rumah seperti labirin, sempit dan berkelok-kelok, serta
becek karena tergenang air limbah yang ada disaluran yang tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
- Sampah berserakan dimana-mana, dengan udara yang pengap dan berbau busuk.
- Fasilitas umum kurang atau tidak memadai.
- Kondisi fisik hunian atau rumah pada umumnya mengungkapkan kemiskinan dan
kekumuhan, karena tidak terawat dengan baik.
Keberadaan kawasan permukiman kumuh diperkotaan dapat menjadi masalah serius
bagi masyarakat maupun pemerintah, baik ditinjau dari aspek keruangan, estetika, lingkungan
dan sosial. (Yudohusodo, 1995).
Beberapa faktor pendorong timbulnya permukiman kumuh di perkotaan sebagai berikut:
1. Arus Urbanisasi Penduduk
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
4. Karateristik Fisik Alami
Model peremajaan merupakan suatu model yang menjadi acuan dalam upaya untuk
memperbaiki permukiman yang mengalami degradasi lingkungan. Beberapa model dalam
menangani masalah permukiman kumuh diperkotaan antara lain :
- Model Land Sharing
Model land sharing adalah penataan ulang di atas tanah/lahan dengan tingkat
kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Dalam penataan tersebut, masyarakat akan
mendapatkan kembali lahannya dengan luasan yang sama sebagaimana yang selama ini
dimiliki/dihuni secara sah, dengan memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana umum (jalan,
saluran). Beberapa syarat untuk penanganan yang akan dilakukan antara lain:
o Tingkat pemilikan/penghunian secara sah (mempunyai bukti pemilikan/penguasaan atas
lahan yang ditempatinya) cukup tinggi dengan luasan yang terbatas,
o Tingkat kekumuhan tinggi, dengan ketersediaan lahan yang memadai untuk menempatkan
prasarana dan sarana dasar.
o Tata letak bangunan tidak berpola.
- Model Konsolidasi Lahan/ Tanah (Land Consolidation)
Konsolidasi lahan merupakan suatu kegiatan terpadu menata (kembali) suatu wilayah
yang tidak teratur menjadi teratur, lengkap dengan prasarana dan kemudahan yang diperlukan,
agar tercapai penggunaan tanah / lahan secara optimal yang pada prinsipnya dilaksanakan atas
swadaya masyarakat sendiri.
Konsolidasi lahan juga merupakan suatu sistem pengembangan lahan inkonvensional
yang saat ini telah diterapkan di Indonesia, antara lain: Denpasar, Bandung, Palu, Kendari dan
beberapa kota lain. Pada prinsipnya secara konseptual konsolidasi lahan kota mengandung
tujuan:
1. Menggabungkan secara sistematis lahan yang berpencar-pencar dan tidak teratur
disesuaikan dengan tata ruang.
2. Mendistribusikan lahan yang telah ada dikonsolidasikan kepada pemilik lahan secara
proporsional.
3. Mengatur bentuk dan letak persil pemilikan.
4. Meningkatkan nilai ekonomis melalui pengadaan prasarana dan sarana lingkungan yang
memadai di atas lahan yang disumbangkan oleh pemilik.
Prinsip dasar konsolidasi lahan adalah :
1. Kegiatan konsolidasi lahan membiayai dirinya sendiri.
2. Adanya land polling yang juga merupakan ciri khas konsolidasi lahan.
3. Hak atas tanah sebelum dan sesudah konsolidasi tidak berubah menjadi lebih tinggi atau
lebih rendah.
4. Melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah.
5. Tanah yang diberikan kembali pada pemilik mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada
sebelum konsolidasi tanah.
- Model Resettlement
Menurut Johara T.J, (1999). Resetlement atau pemukiman kembali pada umumnya
dilakukan melalui program transmigrasi yaitu perpindahan penduduk (migrasi) dari suatu
daerah yang rapat penduduknya umumnya di P. Jawa menuju daerah yang masih jarang
penduduknya biasanya terdapat diluar P. Jawa dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik dan diharapkan dapat meningkatkan integrasi nasional dalam ekonomi dan
sosial. Pada Departemen Transmigrasi, resettlement masih merupakan pra-desa yaitu tingkat
yang lebih rendah dari desa swadaya yaitu permukiman penduduk yang kecil-kecil dan
tersebar, yang penduduknya belum menetap pada tempat yang disebut desa.
Resettlement atau pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan.
Pemindahan penduduk biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk
kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat. Pemindahan ini apabila
permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan /perlu direvitalisasi sehingga
memberikan nilai ekonomi bagi pemerintah kabupaten/kota.
- Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan rumah susun merupakan suatu model penanganan permukiman kumuh
perkotaan dengan mengubah kondisi lingkungan permukiman yang sangat padat penduduknya
dan dinilai tidak memenuhi syarat lagi sebagai tempat hunian yang layak.
Cara yang dilakukan dalam pembangunan rumah susun adalah dengan memperkecil lahan
untuk perumahan tetapi dengan meningkatkan luas lantai. Lahan sisa (residual land)
dimanfaatkan untuk penempatan fungsi perkotaan produktif misalnya komersial, perkantoran
atau pusat hiburan dan penempatan prasarana lingkungan (jalan dan utilitas umum) dan sarana
lingkungan (fasilitas sosial dan fasilitas umum). Rumah susun merupakan sebagai suatu
bangunan rumah bertingkat yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal dan
vertikal terdiri atas satuan atau unit dengan batasan yang jelas baik ukuran maupun luasnya.
Pembangunan kembali pada kawasan permukiman kumuh secara vertikal maksimal 4
(empat) lantai dengan maksud sebagai berikut:
1. Supaya dapat menampung seluruh penghuni.
2. Harga tanah di pusat kota relatif tinggi.
3. Sebagian tanah digunakan untuk kebutuhan sosial.
4. Sebagian tanah dijual kepada fihak swasta atau pemerintah guna memperkecil biaya
pembangunan untuk meringankan harga sewa atau cicilan.
5. Sebagian tanah diserahkan pada pemerintah untuk membangun infrastruktur dan fasilitas
sosial lainnya sebagai pendukung kawasan.
- Program Perbaikan Kampung / Kampung Improvement Program (KIP)
Program Perbaikan Kampung (KIP) merupakan suatu pola pembangunan kampung
yang didasarkan pada partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemenuhan kebutuhannya. Program ini mempunyai prinsip universal yang berlaku dimana-
mana yakni memberdayakan dan menjadikan warga sebagai penentu dan pemamfaat
sumberdaya kota guna memperbaiki taraf hidup dan kemampuan untuk maju. Prinsip dari
program perbaikan kampung adalah perbaikan lingkungan kampung-kampung kumuh di pusat
kota yang berada di atas tanah milik masyarakat yang mempunyai kepadatan tinggi.
III. METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu untuk
mengukur secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu dengan melakukan penghimpunan
fakta tetapi tidak melakukan hipotesa. Selanjutnya secara harfiah, bahwa penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-
situasi atau kejadian-kejadian.
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi atau
kumpulan dari unit sampling yang ditarik dari sebuah penelitian. Dalam penelitian diperlukan
sejumlah orang sebagai sampel yang dapat mewakili keseluruhan populasi yang dipilih secara
representatif (Singarimbun. M, 1995).
Berdasarkan data sekunder yang tersedia, tergambar bahwa populasi masyarakat di
kelurahan Pontap dapat dikatakan termasuk kategori relatif tidak memiliki strata/homogen.
Hal ini dapat dilihat dari prosentase penduduk menurut agama yang dianut dan jumlah
penduduk menurut mata pencaharian.
Untuk melihat bahwa masyarakat kelurahan Pontap termasuk homogen dapat dilihat
dari komposisi agama yang dipeluk penduduk kelurahan Pontap. Data diatas menunjukkan
bahwa hampir 100% penduduk Kelurahan Pontap beragama Islam. Dari kedua aspek tersebut,
dapat dikatakan bahwa masyarakat kelurahan Pontap adalah homogen. Adapun dalam
penentuan sampel responden adalah sebagai berikut :
1. Rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo.
2. Sasaran Sampel adalah kepala rumah tangga.
3. Harus memperhatikan variasi latar belakang sampel responden yang ada.
Dengan demikian maka dalam penelitian ini sampel yang dipilih adalah masyarakat
yang bertempat tinggal di kawasan permukiman kumuh Kelurahan Pontap sebanyak 35
responden
Analisis dilakukan berkaitan dengan tujuan penelitian antara lain :
1. Melakukan analisis dan interpretasi dari deskripsi data tentang kondisi fisik, (pola
penggunaan ruang, keadaan prasarana dan sarana). Analisis dikaitkan dengan kriteria
permukiman kumuh.
2. Melakukan analisis dan interpretasi dari deskripsi data tentang karakteristik penghuni(
sosial budaya dan sosial ekonomi) pada kawasan permukiman kumuh. Analisis dikaitkan
dengan karakteristik penghuni permukiman kumuh.
3. Analisis dan interpretasi dari deskripsi data yang diperoleh di lapangan dan kajian
pustaka, kemudian dikaitkan dengan model penanganan kawasan permukiman kumuh dan
merumuskan model penanganan yang sesuai untuk diterapkan pada kawasan studi.
4. Melakukan analisis dengan menggunakan teknik analisis manajemen strategi. Analisis
diawali dengan melakukan analisis faktor eksternal maupun internal. Selanjutnya
memasukkan faktor eksternal maupun internal ke dalam matriks SWOT, strategi yang
dihasilkan dari matriks SWOT dicocokkan dengan kriteria model penanganan
permukiman kumuh. Dari pencocokan ini akan diperoleh urutan model penanganan yang
sesuai untuk diterapkan pada lokasi penelitian. Model yang terpilih adalah model yang
skornya besar.
5. Melakukan analisis dan interpretasi dari deskripsi data tentang kebijakan Pemerintah
Daerah yang sudah dilakukan dalam menangani kawasan permukiman kumuh.
Aspek Ekonomi
<Rp.900.000 (48.57%), Rp. 900.000- dengan pendapatan yang rendah
Rp.1.300.000 (34.29%) dan > Rp. 1.300.000 (dibawah UMR
(17.14%) Rp.905.000/bln)
Tanggungan Keluarga, < 4 (25.71%), 4-6 Tanggungan Keluarga yang
(62.86%), dan >6 orang (11.43%) terbanyak 4-6 orang (68.67%)
Status tanah , milik sendiri (68.57%)milik
keluarga/orang lain (20.00%) dan milik Negara Sebagian besar tanah
11.43% milik sendiri (68.57%)
Status Bangunan milik sendiri (77.14%), Sebagian besar rumah tanpa dan rumah milik
menumpang (5.71%) dan sewa (17.14%) IMB (71.43%) sendiri (77.14%)
Ada IMB (34.29%) tidak ada IMB (65.71%)
Penduduk heterogen dari berbagai daerah(Kota Kualitas SDM rendah, banyak Antara penduduk
Palopo dan Luar Kota Palopo) tenaga kerja yang sedang berlainan agama-suku
Budaya
C. Analisis Model
Model penanganan permukiman kumuh dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi;
status tanah, kepadatan bangunan, tingkat kekumuhan , kesesuaian dengan RUTR, sehingga
model penanganan yang ada adalah sebagai berikut :
1. Permukiman di atas tanah ilegal dengan kondisi sebagai berikut :
- Tingkat kekumuhan yang tinggi
- Penggunaan tata guna tanah yang tidak sesuai RUTR
Pada kondisi ini maka model penanganan yang tepat adalah Peremajaan Kota
Beberapa alternatif yang dapat dipakai sebagai bentuk peremajaan kota adalah:
a. Pemindahan penduduk (Resettlement)
b. Pembangunan Perumahan Vertikal (Rumah Susun)
2. Permukiman kumuh di atas tanah legal dengan kepadatan tinggi.
Kondisi ini dapat diatasi dengan model penanganan :
- Land Sharing, yaitu dilakukan pada kondisi yang luasan tanahnya memungkinkan. Para
pemegang hak atas tanah, menyerahkan/merelakan sebagian tanahnya untuk diatur,
misalnya dipakai untuk fasilitas lingkungan atau fasilitas umum untuk memenuhi
kelayakan suatu kawasan.
- Konsolidasi Lahan, adalah suatu metoda dengan pembangunan yang didasari oleh
kebijaksanaan pengaturan penguasaan tanah, penyesuaian penggunaan tanah dengan
rencana tata guna tanah atau tata ruang dan pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan serta peningkatan kualitas hidup atau pemeliharaan sumber daya alam.
Land Consolidation adalah penataan menyeluruh pada lahan yang peruntukannya
masih sesuai dengan RUTR. Land Consolidation dilakukan pada kondisi-kondisi sebagai
berikut:
- Perkembangan permukiman tidak terkendali
- Tingkat kepemilikan lahan tinggi
- Tingkat kekumuhan tinggi
- Kecenderungan perkembangan ke arah fungsi lahan yang lebih potensial.
- Masyarakat dapat dikondisikan melalui proses dari bawah (Bottom-up)
3. Permukiman Kumuh di atas tanah legal (tidak terlalu kumuh)
Untuk kondisi seperti ini ,maka model penanganan yang tepat adalah KIP. Prinsip
dasar dari perbaikan kampung di lakukan adalah perbaikan lingkungan pada kampung-
kampung kumuh di pusat kota yang berada di atas tanah milik masyarakat yang mempunyai
kepadatan tinggi.
Tabel 4. Analisis Kesesuaian Strategi dengan Model Penanganan
No Pilihan Model Model Terpilih
Strategi a. b c d
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
SO Kekuatan - Peluang
1 d
2 d
3 a,b,c,dan d
4 d
5 d
6 d
7 d
8 b dan c
9 b,c. dan d
WO Kelemahan - Peluang
1 b,c. dan d
2 a
3 a
4 d
5 a
6 a, b dan c
7 d
8 a, b dan c
9 a, b dan c
ST Kekuatan -Ancaman
1 d
2 a, b dan c
3 b dan c
4 d
5 d
6 d
7 d
8 d
9 d
10 d
11 a, b, c dan d
12 a, b, c dan d
WT Kelemahan - Ancaman
1 a, b dan c
2 a
3 a, b, dan c
4 d
5 a
6 a, b dan c
7 d
8 a
9 a
10 a, b, c dan d
11 a, b dan c
12 a, b dan c
Jumlah 20 17 17 24 a dan d
Sumber : Hasil Analisis
Keterangan :1,2,3,…dst..nomor strategi yang dihasilkan dari analisa SWOT (tabel 5)
a. Model penanganan Peremajaan
b. Model Penanganan Land sharing
c. Model Penanganan Konsolidasi Lahan
d. Model Penanganan Kampung Improvement Program (KIP)
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui sebagai berikut; bahwa kesesuaian strategi dengan
model adalah terpilih (a) sebanyak 20 strategi, model terpilih (b) sebanyak 17 strategi, model
terpilih (c) sebanyak 17 strategi dan model terpilih (d) sebanyak 24 strategi. Artinya model
yang dapat dipergunakan dalam penanganan permukiman kumuh dari yang terbanyak strategi
yang dapat dipergunakan adalah KIP (24), Peremajaan Kota (20), Land Sharing (17) dan
Konsolodasi Lahan (17).
Berdasarkan urutan jumlah strategi yang dapat dipergunakan maka penanganan yang sesuai
untuk dapat diterapkan dipermukiman kumuh pada wilayah studi adalah KIP dan peremajaan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa serta pembahasan yang telah dilakukan dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pola penggunaan ruang pada wilayah studi saat ini sebahagian besar telah mengalami alih
fungsi. Lahan atau kavling untuk penggunaan rumah (dan kegiatan hunian rumah tangga)
mengalami perubahan menjadi peruntukan perdagangan dan komersial karena dekat
dengan pusat kegiatan ekonomi yang mendorong adanya perubahan lahan tersebut.
Penggunaan lahan untuk rumah tinggal yang belum optimal (masih ada lahan sisa) dan
lokasi lahan yang dirasa potensial untuk membuka usaha, secara logis memunculkan
kecenderungan menambah penggunaan lahan untuk non perumahan atau menggantinya
untuk kegiatan usaha. Kecenderungan pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh
pengembangan kawasan perdagangan di sekitar wilayah studi, dimana pengembangan
Kota Palopo sesuai kedudukannya sebagai pusat aktifitas sosial ekonomi diarahkan untuk
memberi pelayanan bagi masyarakat dan daerah hinterlandnya.Akibat lebih lanjut
memberikan dampak tumbuhnya pusat-pusat perdagangan dan permukiman diwilayah
studi, yang mendorong masyarakat mengoptimalkan pemanfaatan perumahan dan
permukiman sehingga mengakibatkan tekanan terhadap daya dukung lingkungan (over
capacity) dan cenderung menjadi kumuh.
2. Dari hasil scoring analisys dapat disimpulkan 2(dua) model penanganan yang dapat
dilakukan dengan mensinkronkan kebijaksanaan Pemerintah Kota yang digariskan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat di
kelurahan Pontap. Model penanganan permukiman kumuh tersebut adalah model
Kampung Improvement Program (KIP) dengan penyempurnaan dan penambahan dua
kegiatan yaitu Community Mapping yang dilakukan oleh masyarakat dan Empowering
Community Organization (penguatan kelembagaan) termasuk penambahan program
penghijauan. Model terpilih lainnya adalah Peremajaan Kota, dengan alternatif relokasi
atau pembangunan rumah susun.
3. Peran Pemerintah Kota beserta jajaran terkait dalam hal ini adalah mendorong
terwujudnya partisipasi masyarakat secara operasional dalam pelaksanaan penanganan
permukiman kumuh dengan model Kampung Improvement Program (KIP) dan
Peremajaan Kota. Dengan memberikan kemudahan serta subsidi berupa insentif,
pemerintah kota harus menyediakan dana penjembatan (bridging finance) untuk biaya
pelaksanaan awal berupa penataan kawasan serta dukungan biaya untuk pembangunan
sarana dan prasarana umum.
DAFTAR PUSTAKA
Karyoedi. M (1993). “ Manajemen Lahan Perkotaan”, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota ,
Nomor. 10 Triwulan IV/ Desember.
Lexy J. Moleong, (2001). “Metodologi Penelitian Kualitatif”, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Laboratorium Perumahan dan Permukiman-ITS. “Matrik Identifikasi dan
IndikatorPermukiman Kumuh”, Surabaya.
Suparlan (2002), dalam Syaiful. A (2002), “ Seminar strategi Pembangunan Kota dalam
Kepemerintahan yang Baik”, Jakarta .
Setiawan.B, (1999). “ Perancangan Kota Ekologi”. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Silas. J (1996), dalam Syaiful. A (2002).” Kampung Surabaya Menuju Metropolitan”,
Permukiman Marjinal amat Liat.
Singarimbun, M. (1995). “Metode Penelitian Survai, Cetakan Kedua, LP3S, Jakarta.
Sinulingga. B.D (1999), dalam Syaiful. A (2002).” “ Pembangunan Kota” Tinjauan Regional
dan Lokal. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Sutrisno. L (1998). “ Suatu Catatan Sosiologis Tentang Kemerosotan Tertib Membangun dan
Kesadaran Lingkungan di Indonesia”. Sejumlah Masalah Permukiman Kota. Alumni
Bandung.
Surakhmad, W. (1994). “Dasar dan Teknik Research”. Pengantar Metodologi Ilmiah. Tarsito
Bandung.
Sujarto, Djoko. (1991). “ Masalah Peremajaan Kota”. ITB Bandung.
Suryabrata, S. (1983). “Metodologi Penelitian”. PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Syaiful. A (2002) . Tesis Pascasarjana: Analisis Model Penanganan Permukiman Kumuh,
Teknik Manajemen Pembangunan Kota ITS, Surabaya.
Turner, J.F.C. And Robert. (1972). “Freedom to Build”. Dweller Control of The Housing
Process, The Macmillan Company, New York.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan Permukiman.
Yudohusodo. S (1991). “ Tumbuhnya Pemukim-pemukim Liar di Kawasan Perkotaan”.