Вы находитесь на странице: 1из 15

Profesi Kependidikan

CRITICAL BOOK REVIEW

Profesi Kependidikan (Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia )

Dosen Pengampu

Prof. Dr. Yusnadi. MS

OLEH

Helena Aprilia Lubis (1173151021)

REGULER B

Prodi Bimbingan dan Konseling

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena atas
berkat dan Rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
“profesi kependidikan “ untuk tugas “Critical Book Report “ .kami sebagai penulis
berterimakasih kepada Bapak Dosen yang bersangkutan yang sudah memberikan bimbingan
nya .

Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu saya
sebagai penulis terlebih dahulu mengucapkan kata maaf jika ada kesalahan dalam penulisan
dan penulisan juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan
tugas ini .

Akhir kata kami ucapkan terimakasih , semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi pembaca .

Medan,maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Kompetensi guru merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada
dalam diri guru , agar dapat mewujudkan kinerja secara tepat dan efektif . Sedangkan guru
yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dan keahlihan khusus dalam bidang
keguruan , sehingg mampu melaksanakan tugas dan fungsi nya sebagai guru dengan
kemampuan maksimal .
Guru merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar . sudah
selayak nya seorang guru itu di berikan kesejahteraan berupa sertifikasi . Dapat dipahami
bahwa sertifikasi itu adalah proses pemberian sertifikat pendidikan kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik , kompetensi , sehat
jasmani dan rohani , serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional dan disertai peningkatan kesejahteraan yang layak .
1.2. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dalam mengkritik buku kepemimpinan ini adalah :

 Mengulas isi sebuah buku .


 Mencari dan mengetahuai informasi yang ada dalam buku
 Melatih mahasiswa untuk berpikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan
oleh setiap bab dari buku pertama dan buku pembanding.
 Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya
tentang perkembangan peserta didik.
1.3. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dalam mengkritik buku kepemimpinan ini adalah :

 Untuk memenuhi tugas mata kuliah menyimak.


 Untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana seorang guru dalam
menanggapi perkembangan peserta didik nya .
BAB II
ISI BUKU

2.1. IDENTITAS BUKU

2.1.1. IDENTITAS BUKU I


1. Judul Buku : Profesi Kependidikan (Problema, Solusi, dan
Reformasi Pendidikan di Indonesia)
2. Nama Pengarang : Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd.
3. Tahun Penerbit : 2011
4. Penerbit : Bumi Aksara
5. Jumlah Halaman : 146 Halaman
6.Kota Terbit : Jakarta

2.1.2. IDENTITAS BUKU II


1. Judul Buku : Profesi Kependidikan
2. Nama Pengarang : Dr. Yasaratodo Wau, M.Pd
3. Tahun Penerbit : 2018
4. Penerbit : Gedung Lembaga Penelitian Lantai 1
5. Jumlah Halaman : 353 Halaman
6.Kota Terbit : Medan

2.1.3 IDENTITAS BUKU III

1. Judul : Innovation In Professional Education


2. Penulis : Richard L Bovazis
3. ISBN : 978-0787900328
4. Penerbit : Jossey-Bass
5. Tahun terbit : 1994
6. Tebal buku : 280 halaman
2.2 RINGKASAN BUKU

BAB 1
PENGANTAR PROFESI KEPENDIDIKAN

Di dalam manajemen pendidikan kita harus melihat seberapa jauh kekuasaan


pembuatan kebijaksanaan pendidikan itu tersentralisasi atau terdesentralisasi.
Demikian juga kita harus mengamati seberapa jauh masyarakat terlibat dan ikut
berperan dalam pendidikan berarti memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengontrol pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian, pengontrolan ini pendidikan tidak
akan dikebiri prosesnya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pelaksanaan pendidikan selama ini banyak diwarnai oleh pendekatan sarwa negara
(state driven). Di mana yang akan datang pendidikan harus berorientasi pada aspirasi
masyarakat (putting customers first). Pendidikan harus mengenali siapa pelanggannya, dan
dari pengenalan ini pendidikan memahami apa aspirasi dan kebutuhannya (need assessment).
Setelah mengetahui aspirasi dan kebutuhan mereka, baru ditentukan sistem pendidikan,
macam kurikulumnya, dan persyaratan pengajarnya.
Pendekatan sarwa negara mengakibatkan terjadinya sentralisasi sistem pendidikan.
Untuk masa depan, visi pendidikan tidak lagi berorientasi pada sentralisasi kekuasaan,
melainkan desentralisasi dan memberikan otonomi kepada satuan di bawah atau kepada
daerah. Visi pendidikan masa depan menuntut kita agar mampu hidup dalam
suasana schooling and working in democratic state dan meletakkan information technology.
Mengingat masih banyaknya lulusan lembaga pendidikan formal, baik dari tingkat
sekolah menengah maupun perguruan tinggi, terkesan belum mampu mengembangkan
kreativitas dalam kehidupan mereka. Lulusan sekolah menengah sukar untuk bekerja di
sektor formal, karena belum memiliki keahlian khusus. Bagi sarjana, mereka yang dapat
berperan secara aktif dalam bekerja di sektor formal terbilang hanya sedikit. Keahlian dan
profesionalisasi yang melekat pada lembaga pendidikan tinggi terkesan hanyalah simbol
belaka, lulusannya tidak profesional. Penguasaan bahasa Inggris, keterampilan komputer, dan
pengalaman kerja merupakan persyaratan utama yang diminta perusahaan-perusahaan.
Sementara ijazah yang diperoleh selama 20 atau 25 tahun dari lembaga pendidikan formal
terabaikan.
Memperhatikan berbagai kondisi pendidikan dewasa ini, maka hal yang perlu
dikedepankan, yaitu (1) bagaimana memberdayakan lembaga pendidikan agar menjadi
lembaga human investment? (2) hal-hal apakah yang perlu dilakukan agar otonomisasi
penyelenggaraan pendidikan dapat dilakukan dengan baik?

BAB 2
SEPULUH PERUBAHAN PENDIDIKAN UNTUK PENINGKATAN SUMBER DAYA
MANUSIA

Seberapa jauh pendidikan mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) kita
dan jati diri bangsa dalam mengembangkan demokrasi dan memupuk persatuan bangsa? Hal
ini dapat terlihat dengan menganalisis beberapa paradigme pendidikan, di antaranya: (1)
pendidikan sebagai proses pembebasan. (2) pendidikan sebagai proses pencerdasan. (3)
pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak. (4) pendidikan menghasilkan tindak
perdamaian. (5) pendidikan sebagai proses pemberdayaan potensi manusia (6) pendidikan
anak berwawasan integratif. (7) pendidikan membangun watak persatuan. (8) pendidikan
menghasilkan manusia demokratis. (9) pendidikan menghasilkan manusia yang peduli
terhadap lingkungan. (10) Sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan.

BAB 3
PROFESIONALISME GURU

Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik,
mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang
memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola
kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan
sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. Guru merupakan suatu profesi, yang berarti
suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dilakukan oleh
sembarang orang di luar bidang pendidikan.
Untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip
mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu sebagai berikut:
1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang
diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta
mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
3. Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan
penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam
memahami pelajaran yang diterimanya.
5. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat
menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi
jelas.
6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaan
dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan
kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan
pengetahuan yang didapatnya.
8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik
dalam kelas maupun di luar kelas.
9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat
melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.
Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk
mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan
pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat, guru tidak
lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai
fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, keahlian
guru harus terus dikembangkan dan tidak hanya terbatas pada penguasaan prinsip mengajar
saja.
Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukkan oleh
peserta didiknya. Untuk itu, apabila seseorang ingin menjadi guru yang profesional maka
sudah seharusnya ia dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis
melalui jalur pendidikan berjenjang ataupun upgrading dan/atau pelatihan yang bersifat in
service training dengan rekan-rekan sejawatnya.
Perubahan dalam cara mengajar guru dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan
mengajar sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat segera terdeteksi dan perlahan-
lahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar
guru yang diharapkan akan berpengaruh pada cara belajar siswa, di antaranya sebagai
berikut:
1. Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas
dalam mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi
kegiatan belajar peserta didik.
2. Guru hendaknya berperan sebagai pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan
menyediakan berbagai fasilitas belajar, pemberi bantuan bagi peserta yang mendapat
kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta untuk
berpikir dan bekerja (melakukan).
3. Mengubah dari sekadar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih
relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang
baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi
(diceramahi) guru, atau baru belajar kalau ada guru.
4. Guru hendaknya mampu menyiapkan berbagai jenis sumber belajar sehingga peserta didik
dapat belajar secara mandiri dan berkelompok, percaya diri, terbuka untuk saling memberi
dan menerima pendapat orang lain, serta membina kebiasaan mencari dan mengolah
sendiri informasi.
Kompetensi profesional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus
dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas mengajarnya dengan berhasil.
Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, terdiri dari 3 (tiga), yaitu
kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Agar lebih jelas tentang kompetensi profesional, dijelaskan bahwa peran guru sebagai
pengelola proses pembelajaran, harus memiliki kemampuan:
1. Merencanakan sistem pembelajaran
 Merumuskan tujuan
 Memilih prioritas materi yang akan diajarkan
 Memilih dan menggunakan metode
 Memilih dan menggunakan sumber belajar yang ada
 Memilih dan menggunakan media pembelajaran.
2. Melaksanakan sistem pembelajaran
 Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat
 Menyajikan urutan pembelajaran secara tepat
3. Mengevaluasi sistem pembelajaran
 Memilih dan menyusun jenis evaluasi
 Melaksanakan kegiatan evaluasi sepanjang proses
 Mengadministrasikan hasil evaluasi
4. Mengembangkan sistem pembelajaran
 Mengoptimalkan potensi peserta didik
 Meningkatkan wawasan kemampuan diri sendiri
 Mengembangkan program pembelajaran lebih lanjut
Sedangkan kompetensi guru yang telah dibakukan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas
(1999) sebagai berikut:
1. Mengembangkan kepribadian
2. Menguasai landasan kependidikan
3. Menguasai bahan pelajaran
4. Menyusun program pengajaran
5. Melaksanakan program pengajaran
6. Menilai hasil dalam PBM yang telah dilaksanakan
7. Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
8. Menyelenggarakan program bimbingan
9. Berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat
10. Menyelenggarakan administrasi sekolah.
BAB 4
MEREKONSTRUKSI MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN MELALUI
PENGUBAHAN SISTEM PENGELOLAAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH

Perananan sekolah dalam merekonstruksi masyarakat berarti sekolah merekonstruksi


berbagai tata nilai yang telah ada dalam masyarakat, yang oleh Malindoski disebutkan
sebagai upaya mengembangkan kebudayaan. Ada tujuh sistem nilai atau kebudayaan yang
secara universal dikembangkan, yaitu (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem mata
pencaharian hidup dan ekonomi, (4) organisasional, (5) sistem pengetahuan, (6) religi, dan
(7) kesenian.

BAB 5
JABATAN PROFESIONAL DAN TANTANGAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

Jabatan guru merupakan jabatan profesional yang menghendaki guru harus bekerja
secara profesional. Bekerja sebagai seorang yang profesional berarti bekerja dengan keahlian,
dan keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus.
Kondisi dan asas untuk bealajar yang berhasil meliputi: persiapan sebelum mengajar,
sasaran belajar, susunan bahan ajar, perbedaan individu, motivasi, sumber pengajaran,
keikutsertaan, balikan, penguatan, latihan dan pengulangan, urutan kegiatan belajar,
penerapan, sikap mengajar, penyajian di depan kelas.

BAB 6
KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU

Kompetensi guru adalah kecakapan atau kemampuan yang dimiliki guru, yang
diindikasikan dalam tiga kompetensi, yaitu kompetensi yang berhubungan dengan tugas
profesionalnya sebagai guru (profesional), kompetensi yang berhubungan dengan keadaan
pribadinya (personal), dan kompetensi yang berhubungan dengan masyarakat atau
lingkungannya (sosial).
Kompetensi guru profesional menurut pakar pendidikan seperti Soediarto menuntut
dirinya sebagai seorang guru agar mampu menganalisis, mendiagnosis, dan memprognosis
situasi pendidikan. Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain:
a. Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran,
b. Bahan ajar yang diajarkan,
c. Pengetahuan tentang karakteristik siswa,
d. Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan,
e. Pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar,
f. Penguasaan terhadap prinsip teknologi pembelajaran,
g. Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran
proses pendidikan.

BAB 7
REFORMASI PENDIDIKAN

Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan
sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam
mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air. Mengapa demikian? Karena sistem birokrasi
selalu menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses
pengambilan keputusan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) muncul sebagai paradigma baru pengelolaan
pendidikan. MBS bermaksud “mengembalikan” sekolah kepada pemiliknya, yaitu
masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggung jawab kembali sepenuhnya terhadap
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.
Paradigma MBS beranggapan bahwa satu-satunya jalan masuk yang terdekat menuju
peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas
pendidikan. Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai penanganan
persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi ketiga pihak
tersebut.
Untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan
pendidikan di setiap satuan pendidikan, diperlukan program yang sistematis dengan
melakukan capacity building. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan setiap
satuan pendidikan secara berkelanjutan, baik untuk melaksanakan peran-peran manajemen
pendidikan maupun peran-peran pembelajaran. Namun, kegiatan capacity building tersebut
perlu dilakukan secara sistematis melalui penahapan sehingga menjadi proses yang dilakukan
secara berkesinambungan arahnya menjadi jelas (straight foreward) dan terukur
(measurable). Terdapat empat tahapan pokok yang perlu dilalui dalam
melaksanakan capacity building bagi setiap satuan pendidikan, yaitu: tahap praformal, tahap
formalitas, tahap transisional, dan tahap otonomi.

BAB 8
PERAN TEKNOLOGI DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Salah satu komponen pendidikan yang perlu dikembangkan adalah kurikulum yang
berbasis pendidikan teknologi di jenjang pendidikan dasar. Kemampuan-kemampuan seperti
memecahkan masalah, berpikir secara alternatif, dan menilai sendiri hasil karyanya dapat
dibelajarkan melalui pendidikan teknonologi. Untuk itu, pembelajaran pendidikan teknologi
perlu didasarkan pada empat pilar proses pembelajaran, yaitu learning to know, learning to
do, learning to be, dan learning to live together.

BAB 9
PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN DI ERA
TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI

Klasifikasi media pembelajaran sebagai berikut:


1. Media yang tidak diproyeksikan (non projected media), jenis media: Realita, model, bahan
grafis (graphical material), display.
2. Media yang diproyeksikan (projected media), jenis media: OHT, slide, opaque.
3. Media audio (Audio), jenis media: Audio kaset, audio vision, active audio vision.
4. Media video (video), jenis media: video.
5. Media berbasis komputer (computer based media), jenis media: Computer Assisted
Instruction (CIA), Computer Managed Instruction (CMI).
6. Multimedia Kit, jenis media: perangkat praktikum.
BAB 10
BENANG KUSUT PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI PENDIDIKAN

Pada saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang
menonjol:
1. Masih rendahnya pemerataan untuk memperoleh pendidikan,
2. Masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan
3. Masih lemahnya manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan
keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi.
Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi di antarwilayah geografis, yaitu
antara perkotaan dan pedesaan, serta antara Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan
Barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun atargender.
Kondisi yang sangat memprihatinkan tentang kualitas pendidikan di Indonesia
tercermin pada hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang
dilaksanakan oleh organisasi International Education Achievement (IEA) yang menunjukkan
bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi.
Sementara untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), studi untuk kemampuan
matematika siswa SMP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan
untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42
negara peserta.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan Isi Buku

Pembahasan Bab I

Buku I

Pelaksanaan pendidikan selama ini banyak diwarnai oleh pendekatan sarwa negara (state
driven). Di mana yang akan datang pendidikan harus berorientasi pada aspirasi masyarakat
(putting customers first). Pendidikan harus mengenali siapa pelanggannya, dan dari
pengenalan ini pendidikan memahami apa aspirasi dan kebutuhannya (need assessment).
Setelah mengetahui aspirasi dan kebutuhan mereka, baru ditentukan sistem pendidikan,
macam kurikulumnya, dan persyaratan pengajarnya

Вам также может понравиться