Вы находитесь на странице: 1из 12

Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, dinyatakan bahwa definisi


kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik

A. Zat Pewarna dalam kosmetik


Zat warna telah dikenal manusia sejak 2500 tahun sebelum masehi,
zat warna pada masa itu digunakan oleh masyarakat China, India dan Mesir,
mereka membuat zat warna alam dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan,
binatang dan mineral untuk mewarnai serat, benang dan kain. Peningkatan
mutu sumber daya manusia dan teknologi saat ini menjadikan zat warna kian
berkembang dengan pesat. Keterbatasan zat warna alam membuat industri
tekstil menggunakan zat warna buatan (sintetik) sebagai pewarna bahan
tekstil, karena zat warna sintetik lebih banyak memiliki warna, tahan luntur
dan mudah cara pemakaiannya ketimbang zat warna alam yang kian sulit
diperoleh (Zainuddin,2012).
Zat warna yang sudah lama dikenal dan digunakan, misalnya daun
pandan atau daun sirsak untuk warna hijau dan kunyit untuk warna kuning.
Kini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologitelah ditemukan
zat warna sintetis, karena penggunaanya lebih praktis dan harganya lebih
murah.
Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis
Kosmetika, zat pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang
digunakan untuk memberi dan/atau memperbaiki warna pada kosmetika.
Zat warna dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :
1. Berdasarkan asalnya dibagi menjadi dua yaitu zat warna alam dan
zat warna sintetis.
2. Berdasarkan penyusunannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna
pigmen dan lakes.
3. Berdasarkan kelarutannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna larut
dalam pelarut lemak/minyak dan zat warna larut dalam air.
4. Berdasarkan sifat keasamannya dibagi menjadi dua yaitu zat warna
bersifat asam dan zat warna bersifat basa .

Adapun jenis-jenis zat pewarna yang terdapat dalam kosmetik adalah :


a. Zat warna alam yang larut
Zat warna jenis ini sebenarnya lebih aman bagi kulit, namun pada
produk-produk kosmetik saat ini, zat warna alam sudah jarang digunakan. Zat
warna alam larut ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu
kekuatan pewarnanya relatif lemah, tidak tahan lama dan relatif mahal.
Beberapa contoh zat warna alam yang larut yaitu alkalain, carmine, ekstrak
klorofil daun-daun hijau, henna, carrotene, dan lain-lain.
b. Zat warna sintetis yang larut
Zat warna sintetis adalah zat warna yang dihasilkan melalui proses
sintetis senyawa kimia tertentu. Adapun sifat-sifat zat warna sintetis antara
lain :
1. Intensitas warnanya sangat kuat, sehingga dalam jumlah sedikit
sudah memberikan corak warna yang kuat.
2. Larut dalam air, minyak, alkohol, atau salah satu darinya.
3. Daya lekat terhadap rambut, kulit, dan kuku berbeda-beda. Zat
warna untuk rambut dan kuku biasanya daya rekatnya lebih kuat
dari pada zat warna untuk kulit.
4. Beberapa bersifat toksik, sehingga perlu hati-hati menggunakan
produk kosmetik yang mengandung zat warna jenis ini .

c. Pigmen-pigmen alam
Alam memiliki pigmen-pigmen alam yang sudah umum digunakan
dalam kosmetik. Pigmen-pigmen alam itu adalah pigmen warna yang terdapat
pada tanah, contohnya aluminium silikat. Gradasi warna yang terdapat pada
aluminium silikat sangat dipengaruhi oleh kandungan besi oksida atau
mangan oksidanya, misalnya: kuning, cokelat, cokelat tua, merah bata dan
sebagainya. Keunggulan pigmen-pigmen alam sebagai zat pewarna adalah zat
warna ini murni dan sama sekali tidak berbahaya. Sementara kelemahannya
yaitu warna yang dihasilkan tidak seragam. Sangat bergantung pada sumber
asalnya dan tingkat pemanasannya. Pigmen-pigmen ini pada pemanasan yang
kuat menghasilkan pigmen-pigmen baru.

d. Pigmen-pigmen sintetis
Warna yang dihasilkan dari pigmen sintetis lebih terang dan cerah.
Pigmen – pigmen sintetis yang digunakan dalam industri kosmetik misalnya:
besi oksida sintetis yang menghasilkan warna sintetis (kuning, coklat, merah
dan warna violet), zinc oxide dan titanium oxide (pigmen sintetis putih),
bismuth oxychloride untuk warna putih mutiara, cobalt hijau untuk pigmen
hijau yang kebiruan, cadmium sulfide dan prussian blue.
Penentuan mutu suatu bahan dapat diamati dengan warna. Warna
hasil produksi suatu bahan sangat berpengaruh bagi pemakainya. Sebagai
contoh, warna suatu kosmetika sangat berperan secara psikologis bagi
pemakainya sebagai pembentuk kecantikan. Adapun maksud dan tujuan
pemberian warna pada suatu bahan, baik obat maupun kosmetika bahkan
makanan adalah supaya bahan atau hasil produksi itu menarik bagi
pemakainya, menghindari adanya pemalsuan terhadap hasil suatu pabrik dan
menjaga keseragaman hasil suatu pabrik.
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai
prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna. Zat pewarna
yang diizinkan penggunannya disebut permitted color atau certified color. Zat
warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur
penggunaannya yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi
pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis media terhadap zat warna
tersebut .

Tabel 2.1. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia.

Pewarna Nomor Indeks Batas


Warna (C.I.No) Maksimum
Penggunaan
Amaran Amaranth : CI Food Red 9 16185 Secukupnya
Biru Berlian Brilliant blue FCF: CI 42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2 Erithrosin : CI 45430 Secukupnya
Hijau FCF Food red 14 Fast green FCF : 42053 Secukupnya
CI
Hijau S Green FCF : CI 44090 Secukupnya
Food Green 3
Green S : Cl.Food
Indigotin Green 4 73015 Secukupnya
Indigo : CI.Food
Ponceau 4R Blue I 16255 Secukupnya
Ponceau 4R:CI
Kuning Food red 7 74005 Secukupnya
Kuinelin Quieneline yellow 15980 Secukupnya
CI.Food yellow 13
Kuning CFC Sunset yellow FCF - Secukupnya
CI.Food yellow 3
Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya
Tartrazine Tartrazine Secukupnya

Sumber : Peraturan Menkes RI, Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian


asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam
berat lain yang bersifat racun.Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum
mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang
berbahaya dan seringkali tertinggal dalam proses akhir, atau terbentuk senyawa-
senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan
bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak boleh lebih
dari 0,0001,sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2009).
Tabel 2.2. Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan
Berbahaya Dalam Obat, Makanan dan Kosmetika.
Nama Nomor Indeks Warna
(C.I.No)
Jingga K1 (C.I. Pigment Orange 5,D&C Orange No. 17) 12075
Merah K3 (C. I Pigment Red 53,D&C Red No. 8) 15585
Merah K4 (C. I. Pigment Red 53 : 1,D&C Red No. 9) 15585 : 1
Merah K10 (Rhodamine B, D&C Red No. 9,C.I. Food 45170

Sumber : Kep Dirjen POM 00386/C/SK/II/90

Produk kecantikan palsu umumnya mengandung bahan berbahaya seperti


hidrokinon, merkuri, asam retinoat dan rhodamin B. Badan POM juga telah melarang
penggunanaannya pada produk kosmetik tersebut berdasarkan Peraturan Kepala
Badan POM Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis
Bahan Kosmetika. Produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya tersebut
perlu diwaspadai oleh masyarakat agar terhindar dari bahayanya. Hidrokinon adalah
senyawa kimia yang bila digunakan pada produk kosmetik bersifat sebagai pemutih /
pencerah kulit. Efek samping yang umum terjadi setelah paparan hidrokinon pada
kulit adalah iritasi, kulit menjadi merah (eritema), dan rasa terbakar. Efek ini terjadi
segera setelah pemakaian hidrokinon konsentrasi tinggi yaitu diatas 4%. Sedangkan
untuk pemakaian hidrokinon dibawah 2% dalam jangka waktu lama secara terus
menerus dapat terjadi leukoderma kontak dan okronosis eksogen (diskolorasi warna
kulit). Asam retinoat adalah turunan dari vitamin A yang sering disebut dengan
tretinoin yang digunakan dalam terapi jerawat. Bahaya penggunaan asam retinoat
adalah menimbulkan iritasi kulit, bersifat karsinogenik, dan teratogenik
(menyebabkan cacat janin). Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang dilarang
digunakan sebagai bahan tambahan kosmetik menurut Peraturan Kepala Badan POM
Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika adalah Rhodamin B. Paparan jangka pendek penggunaan rhodamin B
pada kulit dapat menyebabkan iritasi pada kulit, Selain itu, penggunaan rhodamin B
pada kulit dapat juga mengakibatkan efek sistemik dan bersifat mutagenik.

B. Evaluasi bahan pewarna sediaan eyeshadow


Eyeshadow merupakan salah satu jenis dari preparat dekoratif yang
memerlukan bahan yang sangat aman dan cara pemakaian yang hati-hati karena
dikenakan pada kulit dekat mata, biasanya pada kelopak mata atas. Pewarna
merupakan bahan yang paling penting dalam sediaan eye shadow. Bahan pewarna
terdiri atas pewarna sintesis dan pewarna alami. Penggunaan bahan pewarna
sintesis dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan gangguan kesehatan
karena bahan tersebut bersifat karsinogenik. Rhodamin B dapat menyebabkan
iritasi pada saluran pernapasan, dapat menyebabkan kerusakan hati dan
merupakan zat karsinogenik. Eye shadow dalam bentuk krim memiliki
keuntungan mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu
yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan, bentuk krim dapat
memberikan efek mengkilap, berminyak, melembabkan dan mudah tersebar
merata, mudah di usap dan mudah dicuci air. Serta dapat memberikan efek dingin
karena lambatnya penguapan air pada kulit dan bersifat lembut. Tujuan penelitian
memanfaatkan limbah kulit bagian mesokarp buah naga merah dan kulit buah
manggis dengan kandungan antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna
dalam kosmetik(Maria Ulfa,2017).
Metode pembuatan sediaan Eyeshadow Cara membuat krim Eyeshadow
tipeA/M (Air/Minyak). Fase minyak (asam stearat, cetyl alkohol, petrolatu,
lanoilin dan propil paraben) dan fase air (aquadest, trietanolamin, propilenglikol,
metil paraben) dipanaskan di atas penangas air sampai suhu 70°C dan melebur
sempurna. Fase air dimasukkan dalam fase minyak kemudian dihomogenkan lalu
ditambahkan pigmen pewarna, diaduk hingga terbentuk massa krim. Lalu
dimasukkan kedalam wadah hingga memadat.
Evaluasi fisik sediaan Eyeshadow 1. Uji pH Antosianin memiliki kestabilan
peka terhadap PH dan panas. Untuk pengujian pH sediaan kulit hendaknya
memiliki pH yang kurang lebih mirip dengan pH kulit sehingga tidak mudah
mengiritasi kulit. Uji pH sediaan diencerkan dengan 10 ml aquadest kemudian
gunakan PH meter. 2. Uji daya sebar Krim seberat 500 mg diletakkan di atas kaca
bulat berskala kemudian ditutup dengan menggunakan kaca bulat yang telah
ditimbang dan diketahui bobotnya selama 5 menit serta dicatat diameter
penyebarannya. Kemudian ditambahkan beban seberat 100 g. dicatat diameter
penyebarannya. Replikasi dilakukan 5 kali. 3. Uji daya lekat Krim seberat 500mg
diletakkan di atas objek gelas dengan luas tertentu, kemudian ditutup objek gelas
lain, ditekan dengan menggunakan beban seberat 1 kg selama 5 menit. Objek
gelas dipasang pada alat uji, kemudian dilepas dengan beban seberat 80 gram dan
waktu yang diperlukan untuk memisah kedua objek tersebut. Replikasi dilakukan
5 kali 4. Uji homogenitas Sediaan diamati dengan cara dioleskan pada sekeping
kaca transparan. Diambil sediaan pada bagian atas, tengah, dan bawah. Pengujian
ini dilakukan untuk melihat secara fisik mengenai keseragaman bentuk sediaan.
Sediaan dikatakan homogeny apabila tidak terdapat gumpalan atau butiran kasar
pada tiap-tiap bagian. Susunan partikel-partikel tidak ada yang menggumpal atau
tidak tercampur. 5. Uji organoleptis Sediaan diamati bentuk, warna dan bau.
Pengujian ini dilakukan untuk melihat secara visual penampilan fisik dari sediaan
yang dibuat. Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan dari
bentuk (konsentrasi), bau, dan warna sediaan. 6. Uji viskositas Sediaan
dimasukkan dalam wadah yang berukuran 100 ml dan dipasang pada viscometer
Broofield spindle 64 dengan kecepatan 6 rpm. Pengujian pertama dilakukan
sebelum uji dipercepat, dan dilakukan pengujian viskositas kembali setelah uji
penyimpanan dipercepat 7. Uji penyimpanan dipercepat Sediaan dilakukan uji
accelerate (penyimpanan dipercepat) menggunakan climatic chamber pada suhu
rendah 5⁰C dan suhu 30⁰C selama 10 siklus (1 siklus selama 24 jam) RH±5 8. Uji
dispersi warna Pewarna pada Eyeshadow harus terdispersi homogen, ketidak
seragaman eye shadow dapat dengan mudah diperiksa dengan menyebarkannya
pada kertas putih dan memeriksanya dengan kaca pembesar. Ketentuan penilaian
adalah sebagai berikut: - = krim tidak rata + = krim cukup rata ++ = krim rata
sempurna G. Uji Iritasi Pada Kulit Kelinci Uji iritasi dilakukan pada hewan uji
kelinci albino jantan (Oryctolagus cuniculus) dengan metode Drize test. Kelinci
yang digunakan adalah kelinci albino dewasa, berbadan sehat, dengan bobot
badan 1,5 – 2 kg, kelinci yang digunakan sebanyak 6 ekor dengan perlakuan
sebagai berikut : Sehari sebelum perlakuan bulu kelinci dicukur pada bagian
punggungnya sampai bersih. Pencukuran dilakukan secara hati – hati untuk
mendapatkan area uji dengan luas 1 inci. Karena punggung kelinci luas maka
untuk satu ekor kelinci digunakan empat area uji Sebelum krim Eyeshadow
dioleskan kulit kelinci dibersihkan terlebih dahulu dengan kapas bersih yang
dibasahi dengan aquadest. Kemudian sediaan krim Eyeshadow dioleskan pada
kulit kelinci sebanyak 0,5g. Dioleskan pada bagian punggung kelinci yang telah
dicukur lalu ditutup dengan kasa steril kemudian direkatkan dengan plester, lalu
dibungkus dengan perban dan dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam, plester dan
perban dibuka dan dibiarkan selama 1 jam, kemudian diamati. Setelah diamati,
bagian tersebut ditutup kembali dengan plester dan perban yang sama dan
dibiiarkan selama 24 jam, lalu dilakukan pengamatan. Dengan cara yang sama
dilakukan kembali pengamatan 48 jam dan 72 jam. Pada waktu pengamatan,
gejala iritasi yang diamati berupa edema dan eritema. Kemudian dari tingkat
iritasi yang timbul diberi skor sebagai berikut : 1. Eritema a. Tidak ada eritema =
0 (Tidak ada reaksi) b. Eritema sangat ringan = 1 (Warna kulit agak merah) c.
Eritema ringan = 2 (Warna kulit merah dan timbul bintik - bintik) d. Eritema
sedang = 3 (Warna kulit sangat) (Maria Ulfa,2017).
Hasil yang diperoleh Dimana derajat keasaman kosmetik sebaiknya sesuai
dengan pH kulit yaitu antara 4,5 sampai 6,5. Hasil evaluasi sebelum uji
penyimpanan dipercepat menunjukkan bahwa derajat keasaman sediaan ini
memiliki nilai pH yang sesuai dengan pH kulit, akan tetapi setelah penyimpanan
dipercepat mengalami perubahan. Hal ini dapat disebabkan adanya pengaruh pH
krim pada antosianin sangat besar terutama dalam penentuan warnanya. Pada pH
rendah (suasana asam) antosianin berwarna merah dan pada pH tinggi (basa)
berwarna putih. Uji daya lekat bertujuan untuk menunjukkan kemampuan
Eyeshadow dalam melekat dan melapisi permukaan kulit pada saat penggunaan,
agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Semakin lama waktu yang
diperlukan hingga kedua obyek glass terlepas, maka makin baik daya melekat
pada kulit tersebut. Uji daya sebar untuk mengetahui kecepatan penyebaran
sediaan Eyeshadow pada kulit yang dioleskan. Sediaan yang baik membutuhkan
waktu yang lebih sedikit untuk tersebar dan akan memiliki nilai daya sebar yang
tinggi. Nilai daya sebar yang baik yaitu 4-6,5 cm(Maria Ulfa,2017).
Beberapa faktor yang dapat mengiritasi kulit yaitu keadaan permukaan kulit,
lamanya bahan bersentuhan dengan kulit, dan konsentrasi dari bahan. Kosmetik
yang digunakan dalam waktu lama pada kulit, lebih berpotensi menimbulkan
reaksi negatif, karena bahanbahan aktif yang terkandung dalam kosmetik tersebut
menempel dalam waktu yang lama pada kulit. Iritasi kulit pada formula krim
Eyeshadow disebabkan karena memiliki bahan yang mengiritasi kulit. Komposisi
yang dapat mengiritasi ialah Triethanolamine (TEA) dapat menyebabkan reaksi
alergi, iritasi mata, serta kekeringan pada kulit dan rambut, jika dibiarkan
menyerap kedalam tubuh, TEA dapat menjadi racun bagi tubuh(Maria
Ulfa,2017).
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan Edisi Ke-2.
Jakarta : PT Bumi Aksara

Cahyadi. W. (2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 134.

Maliki, Zainuddin. 2012. Rekonstruksi Teori Sosial Modern. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press.

Maria Ulfa, Besse Hardianti,2017. EYESHADOW DARI LIOFILISAT MESOKARP


BUAH NAGA MERAH DAN MESOKARP BUAH MANGGIS. Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi Makassar. JF FIK UINAM Vol.5 No.4 2017.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta:


PenerbitUniversitas Indonesia. Hal. 62-63, 111-112.
MAKALAH KOSMETOLOGI
ZAT PEWARNA SEDIAAN KOSMETIK

NAMA : ANDI SUCI FITRI UTAMI


NIM : 1613015152

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

Вам также может понравиться