Вы находитесь на странице: 1из 131

1

PENGARUH PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN BAWAH GARIS


MERAH (BGM) PADA ANAK BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SAYUR MATINGGI
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

SYERA MAHYUNI HARAHAP


117032088/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


2

THE INFLUENCE OF MOTHER’S BEHAVIOR ON THE INCIDENT OF


MALNUTRITION IN THE CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD
IN THE WORKING AREA OF PUSKESMAS SAYUR MATINGGI
TAPANULI SELATAN DISTRICT

THESIS

By

SYERA MAHYUNI HARAHAP


117032088/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


3

PENGARUH PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN BAWAH GARIS


MERAH (BGM) PADA ANAK BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SAYUR MATINGGI
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYERA MAHYUNI HARAHAP


117032088/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


4

Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU IBU TERHADAP


KEJADIAN BAWAH GARIS MERAH (BGM)
PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SAYUR MATINGGI
KABUPATEN TAPANULI SELATAN
Nama Mahasiswa : Syera Mahyuni Harahap
Nomor Induk Mahasiswa : 117032088
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)


Ketua Anggota

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 11 Agustus 2014

Universitas Sumatera Utara


5

Telah diuji
Pada Tanggal : 11 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M


Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes
2. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si
3. drh. Rasmaliah, M.Kes

Universitas Sumatera Utara


6

PERNYATAAN

PENGARUH PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN BAWAH GARIS


MERAH (BGM) PADA ANAK BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SAYUR MATINGGI
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014


Penulis

Syera Mahyuni Harahap


117032088/IKM

Universitas Sumatera Utara


7

ABSTRAK

Gizi buruk adalah keadaan status gizi yang didasarkan pada indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely
underweight. Puskesmas Sayur Mmatinggi terletak di Kecamatan Sayur Matinggi
Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara yang memiliki 19 Desa/Kelurahan
terdapat 1063 balita yang terdaftar di pos penimbangan dan terdapat balita yang gizi
buruk sebanyak 36 balita dari jumlah balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu terhadap
kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi Tahun 2013. Jenis penelitian adalah studi analitik dengan disain Cross
Sectional. Populasi adalah semua ibu yang memiliki anak balita di wilayah kerja
puskesmas Sayur Matinggi sebanyak 1063. Sampel berjumlah 100 orang dengan
teknik simple random sampling. Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel,
dan untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian bawah garis merah
(BGM) pada balita dilakukan dengan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang tidak berat badannya
dibawah garis merah (BGM) 64,0% dan balita dengan berat badan dibawah garis
merah (BGM) 36,0%. Ada pengaruh pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,001), dan
pola asuh (p=0,0001) terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita.
Variabel yang paling dominan adalah variabel pola asuh yaitu pada nilai koefisien
regresi B= 2,471 dan Exp B sebesar 11,834, dimana ibu memiliki pola asuh kurang
kemungkinan erat kaitannya mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 12
kali lebih besar dibanding dengan ibu yang memiliki pola asuh baik.
Disarankan Puskesmas Sayur Matinggi perlu melakukan pendekatan dan
pelatihan kepada bidan desa, kader dan ibu-ibu lurah, meningkatkan kegiatan promosi
dan penyuluhan tentang pentingnya gizi pada balita sebagai pertumbuhan dan
perkembangan, serta meningkatkan mutu dan fungsi para petugas kesehatan menjadi
fasilitator dan motivator.

Kata Kunci : Perilaku, Kejadian Bawah Garis Merah (BGM), Balita

i
Universitas Sumatera Utara
8

ABSTRACT

Malnutrition is a condition of nutritional status based on the index of Body


Weight by Age (BW/A) < -3 SD which is the equivalent term of severely underweight.
Puskesmas (Health Community Center) Sayur Matinggi is located in Sayur Matinggi
Subdistrict, Tapanuli Selatan District, Sumatera Utara Province with 19
Desa/Kelurahan (rural/urban villages). There were 1063 children under five years
old registered in the weighing post of this Puskesmas and 36 of them were suffering
from malnutrition.
The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to
analyze the influence of mother’s behavior on the incident of malnutrition in the
children under five years old in the working area of Puskesmas Sayur Matinggi in
2013. The population of this study was all of the 1063 mother’s have children under
five years old living in the working area of Puskesmas Sayur Matinggi, and 100 of
them were selected to be the samples for this study through simple random sampling
technique. All variables were analyzed through descriptive analysis, and the
influence of mother’s behavior on the incident of malnutrition in the children under
five years old was analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the children under five years old without
malnutrition was 64.0% and with malnutrition was 36.0%. Knowledge (p = 0.017),
attitude (p = 0.003), and pattern of care/parenting (p = 0.001) had influence on the
incident of malnutrition in the children under five years old. The most dominant
variable was pattern of care/parenting with the value of regression coefficient B =
2.695 and Exp B = 14,808 meaning that mother with poor pattern of care/parenting
may cause the incident of malnutrition 15 times bigger than mother with good pattern
of care/parenting.
The management of Puskesmas Sayur Matinggi is suggested to approach dan
conduct training for rural midwives, cadres and the wives of lurahs (heads of rural
village), to increase promotion activities and extensions on the importance of nutrient
for the growth and development of children under five years old, and to improve the
quality and function of health workers as facilitators and motivators.

Keywords: Behavior, Incident of Malnutrition, Children Under Five Years Old

ii
Universitas Sumatera Utara
9

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohiim

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Perilaku Ibu terhadap

Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan,

bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu

izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara

iii
Universitas Sumatera Utara
10

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan ibu Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, dukungan,

pengertian, dan pengarahan sejak awal hingga terselesaikannya tesis ini.

5. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si., dan ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku

komisi penguji yang telah memberi masukan dan arahan sehingga dapat

meningkatkan kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Dosen, Staf/Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan dan

pencarian sumber pustaka dalam tesis ini.

7. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan dan bapak kepala

Puskesmas Sayur Matinggi yang telah memberikan izin penelitian.

8. Khusus penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada suami

tercinta Ahmad Mudaya, S.Pd serta kedua orang tua tercinta ayahanda

Drs.H. Hamjah harahap dan ibunda Hj. Megawani Hasibuan yang telah banyak

memberikan bantuan, motivasi, dan do’a selama penulis menyelesaikan

pendidikan Program Pasca Sarjana IKM-FKM USU.

9. Saudara-saudara tersayang Mizwar Ilfandi Harahap, Muhammad Rizha Sulaiman

Harahap, Khoirunnisa Fadilah Harahap, dan Nurintan Muliani Harahap yang telah

banyak memberikan motivasi dan do’a selama penulis menyelesaikan pendidikan

Program Pasca Sarjana IKM-FKM USU.

10. Rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 IKM-FKM USU,

khususnya Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi.

iv
Universitas Sumatera Utara
11

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam tesis ini masih jauh dari

sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, semoga tesis ini dapat

bermanfaat.

Medan, Oktober 2014


Penulis

Syera Mahyuni Harahap


117032088/IKM

v
Universitas Sumatera Utara
12

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Syera Mahyuni Harahap, dilahirkan di Kota

Padangsidimpuan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota Padangsidimpuan

Sumatera Utara pada tanggal 11 Maret 1987, anak ke dua dari lima bersaudara dari

pasangan Ayahanda Drs. H. Hamjah Harahap dan Ibunda Hj. Megawani

Hasibuan. SPd

Pendidikan Formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negeri

142451 Pudun pada tahun 1993-1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTSs

Darul Mursyid Sipirok Dolok Hole, Simanosor Julu pada tahun 1999-2002, Sekolah

Menengah Atas di MAN 2 Model Padangsidimpuan pada tahun 2002 – 2005, dan

melanjutkan pendidikan di Akademi Kebidanan Sentral Padangsidmpuan pada tahun

2005-2008 kemudian melanjutkan ke Pendidikan SI di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Sumatera Utara ( STIKes- SU) pada tahun 2008-2010.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Studi AKKm/Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Masyarakat di Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011-2014.

vi
Universitas Sumatera Utara
13

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1


1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................ 10
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10
1.4. Hipotesis ................................................................................... 11
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12


2.1. Bawah Garis Merah pada Anak Balita ..................................... 12
2.1.1. BGM ............................................................................. 12
2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk .................................................. 13
2.1.3. Kebutuhan Nutrisi Gizi pada Balita .............................. 14
2.1.4. Faktor Penyebab BGM ................................................. 18
2.1.5. Penilaian Status Gizi ..................................................... 20
2.1.6. Dampak Gizi Dibawah Garis Merah pada Balita ......... 22
2.2. Faktor-faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Bawah
Garis Merah pada Balita ........................................................... 24
2.2.1. Perilaku Ibu ................................................................... 24
2.3. Epidemiologi BGM .................................................................. 34
2.4. Landasan Teori ......................................................................... 37
2.5. Kerangka Konsep...................................................................... 39

BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................. 40


3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 40
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 40
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................. 40
3.3.1. Populasi ......................................................................... 40
3.3.2. Sampel........................................................................... 40
3.4. Metode Pengumpulan Data....................................................... 42
3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................... 42

vii
Universitas Sumatera Utara
14

3.6. Variable dan Defenisi Operasional ........................................... 45


3.7. Aspek Pengukuran .................................................................... 47
3.7.1. Pengetahuan .................................................................. 47
3.7.2. Sikap ............................................................................. 48
3.7.3. Pola Asuh ...................................................................... 49
3.8. Metode Analisis Data ............................................................... 49
3.8.1. Analisis Univariat ......................................................... 49
3.8.2. Analisis Bivariat............................................................ 49
3.8.3. Analisis Multivariat ...................................................... 50

BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 51


4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... 51
4.2. Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) ...................................... 52
4.3. Karakteristik Responden (Umur, Pekerjaan, Pendidikan dan
Pendapatan)............................................................................... 52
4.4. Pengetahuan .............................................................................. 53
4.5. Sikap ......................................................................................... 55
4.6. Pola Asuh .................................................................................. 57
4.7. Hubungan Karakteristik (Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan
Pendapatan) dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi ................................................................................... 59
4.8. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Bawah Garis
Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Sayur Matinggi ........................................................................ 61
4.9. Hubungan Sikap dengan Kejadian Bawah Garis Merah
(BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi ................................................................................... 62
4.10. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Bawah Garis Merah
(BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi ................................................................................... 63
4.11. Pengaruh Perilaku Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah
(BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan ..................................... 64

BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. 67


5.1. Pengaruh Pendapatan Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis
Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Sayur Matinggi ...................................................... 67
5.2. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis
Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Sayur Matinggi ........................................................................ 68

viii
Universitas Sumatera Utara
15

5.3. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah


(BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi ................................................................................... 71
5.4. Pengaruh Pola Asuh Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis
Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Sayur Matinggi ......................................................................... 72

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 75


6.1. Kesimpulan ............................................................................... 75
6.2. Saran ......................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77

LAMPIRAN ......................................................................................................... 80

ix
Universitas Sumatera Utara
16

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Rata-rata Per Hari ...................................................................................... 18

2.2. Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Protein (AKP) pada Anak ............ 18

3.1. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan ................................................. 43

3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap ............................................................ 44

3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Pola Asuh..................................................... 44

3.4. Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Kategori Penelitian ..... 47

4.1. Distribusi Frekuensi Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi ............................................................. 52

4.2. Distribusi Karakteristik (Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan)


di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi ........................................... 53

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi ............................................................. 53

4.4. Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Pengetahuan di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi ............................................................. 54

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap di Wilayah Kerja


Puskesmas Sayur Matinggi ....................................................................... 55

4.6. Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Sikap di Wilayah Kerja


Puskesmas Sayur Matinggi ....................................................................... 56

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pola Asuh di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi ............................................................. 57

4.8. Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Pola Asuh di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi ............................................................. 58

x
Universitas Sumatera Utara
17

4.9. Hubungan Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan dengan


Kejadian BGM pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi .................................................................................................... 61

4.10. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)


pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi .............. 62

4.11. Hubungan Sikap dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi....................... 63

4.12. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi .............. 63

4.13. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ............................ 64

xi
Universitas Sumatera Utara
18

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Penyebab Masalah Gizi Menurut UNICEF, 1998 ..................................... 20

2.2. Kerangka Teori Penelitian ......................................................................... 38

2.3. Kerangka Konsep Penelitian ..................................................................... 39

xii
Universitas Sumatera Utara
19

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden .............................................. 80

2. Kuesioner Penelitian ................................................................................. 81

3. Master Data Penelitian .............................................................................. 85

4. Uji Validitas dan Reliabilitas .................................................................... 91

5. Analisis Bivariat ........................................................................................ 98

6. Analisis Multivariat ................................................................................... 106

7. Surat Izin Penelitian .................................................................................. 111

8. Surat Selesai Penelitian ............................................................................. 112

xiii
Universitas Sumatera Utara
7

ABSTRAK

Gizi buruk adalah keadaan status gizi yang didasarkan pada indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely
underweight. Puskesmas Sayur Mmatinggi terletak di Kecamatan Sayur Matinggi
Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara yang memiliki 19 Desa/Kelurahan
terdapat 1063 balita yang terdaftar di pos penimbangan dan terdapat balita yang gizi
buruk sebanyak 36 balita dari jumlah balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu terhadap
kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi Tahun 2013. Jenis penelitian adalah studi analitik dengan disain Cross
Sectional. Populasi adalah semua ibu yang memiliki anak balita di wilayah kerja
puskesmas Sayur Matinggi sebanyak 1063. Sampel berjumlah 100 orang dengan
teknik simple random sampling. Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel,
dan untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian bawah garis merah
(BGM) pada balita dilakukan dengan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang tidak berat badannya
dibawah garis merah (BGM) 64,0% dan balita dengan berat badan dibawah garis
merah (BGM) 36,0%. Ada pengaruh pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,001), dan
pola asuh (p=0,0001) terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita.
Variabel yang paling dominan adalah variabel pola asuh yaitu pada nilai koefisien
regresi B= 2,471 dan Exp B sebesar 11,834, dimana ibu memiliki pola asuh kurang
kemungkinan erat kaitannya mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 12
kali lebih besar dibanding dengan ibu yang memiliki pola asuh baik.
Disarankan Puskesmas Sayur Matinggi perlu melakukan pendekatan dan
pelatihan kepada bidan desa, kader dan ibu-ibu lurah, meningkatkan kegiatan promosi
dan penyuluhan tentang pentingnya gizi pada balita sebagai pertumbuhan dan
perkembangan, serta meningkatkan mutu dan fungsi para petugas kesehatan menjadi
fasilitator dan motivator.

Kata Kunci : Perilaku, Kejadian Bawah Garis Merah (BGM), Balita

i
Universitas Sumatera Utara
8

ABSTRACT

Malnutrition is a condition of nutritional status based on the index of Body


Weight by Age (BW/A) < -3 SD which is the equivalent term of severely underweight.
Puskesmas (Health Community Center) Sayur Matinggi is located in Sayur Matinggi
Subdistrict, Tapanuli Selatan District, Sumatera Utara Province with 19
Desa/Kelurahan (rural/urban villages). There were 1063 children under five years
old registered in the weighing post of this Puskesmas and 36 of them were suffering
from malnutrition.
The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to
analyze the influence of mother’s behavior on the incident of malnutrition in the
children under five years old in the working area of Puskesmas Sayur Matinggi in
2013. The population of this study was all of the 1063 mother’s have children under
five years old living in the working area of Puskesmas Sayur Matinggi, and 100 of
them were selected to be the samples for this study through simple random sampling
technique. All variables were analyzed through descriptive analysis, and the
influence of mother’s behavior on the incident of malnutrition in the children under
five years old was analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the children under five years old without
malnutrition was 64.0% and with malnutrition was 36.0%. Knowledge (p = 0.017),
attitude (p = 0.003), and pattern of care/parenting (p = 0.001) had influence on the
incident of malnutrition in the children under five years old. The most dominant
variable was pattern of care/parenting with the value of regression coefficient B =
2.695 and Exp B = 14,808 meaning that mother with poor pattern of care/parenting
may cause the incident of malnutrition 15 times bigger than mother with good pattern
of care/parenting.
The management of Puskesmas Sayur Matinggi is suggested to approach dan
conduct training for rural midwives, cadres and the wives of lurahs (heads of rural
village), to increase promotion activities and extensions on the importance of nutrient
for the growth and development of children under five years old, and to improve the
quality and function of health workers as facilitators and motivators.

Keywords: Behavior, Incident of Malnutrition, Children Under Five Years Old

ii
Universitas Sumatera Utara
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan

gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan

yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

mengetahui kekurangan gizi tersebut, dapat dilakukan penilaian status gizi yang juga

merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan pada anak. Menurut Centers for

Disease Control (CDC). Pada kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan

perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur

yang lain sehingga anak balita paling mudah menderita kelainan gizi. Kejadian gizi

buruk seperti fenomena gunung es dimana kejadian Berat Badan dibawah Garis

Merah (BGM) dapat menyebabkan kematian (Supariasa dkk, 2001).

Gizi buruk adalah keadaan status gizi yang didasarkan pada indeks Berat

Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely

underweight. Terdapat 3 jenis BGM yang sering dijumpai yaitu kwashiorkor,

marasmus dan gabungan dari keduanya marasmiks-kwashiorkor. Pengertian

kwashiorkor sendiri adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan

oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat.

Kwashiorkor dapat dibedakan dengan marasmus yang disebabkan oleh asupan

dengan kurang dalam kuantitas tetapi kualitas yang normal, sedangkan marasmiks-

Universitas Sumatera Utara


2

kwashiorkor adalah gabungan dari kwashiorkor dengan marasmus yang disertai

dengan odema. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas

kehidupan berikutnya. Gizi kurang dan gizi buruk pada balita tidak hanya

menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan

dan produktifitas dimasa dewasa (Supariasa dkk, 2001).

Terdapat sekitar 54% balita didasari oleh keadaan gizi yang buruk WHO

(World Health Organization) 2008, di Indonesia menurut Depertemen Kesehatan

(2007) pada tahun 2006 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita gizi kurang dan gizi

buruk), dimana 3,5 juta anak balita atau sekitar (19,19 %) dalam tingkat gizi kurang

dan 1,5 juta anak balita gizi buruk (8,3 %).

Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development

Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun 2015,

yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6 persen atau

kekurangan gizi pada anak balita menjadi 15,5 persen (Bappenas, 2010). Pencapaian

target MDGs belum maksimal dan belum merata di setiap provinsi. Berdasarkan data

riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, secara nasional prevalensi balita gizi buruk

sebesar 4,9 persen dan kekurangan gizi 17,9 persen. Provinsi Jawa Timur termasuk

daerah dengan balita gizi buruk masih tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan

prevalensi gizi buruk sebesar 4,8 persen. (Bappenas, 2010).

Sejak tahun 2009 sampai dengan 2011, pemerintah telah mengalokasikan

anggaran sebesar lebih dari Rp.528.379.595 untuk program perbaikan gizi

masyarakat. Departemen Kesehatan antara lain memanfaatkan anggaran tersebut

Universitas Sumatera Utara


3

untuk membiayai berbagai program intervensi untuk mencegah dan mananggulangi

insiden gizi buruk dan gizi kurang. Data Depertemen Kesehatan menyebutkan kasus

gizi buruk dan gizi kurang pada BALITA tahun 2004 (Pemantauan Status Gizi 2004)

masing-masing 8.00 % dan 20,47 % dari seluruh populasi BALITA. Sementara tahun

2005 (Survei Sosial Ekonomi Nasional/ SUSENAS 2005) jumlah kasus gizi buruk

dan gizi kurang berturut-turut 8,8 % dan 19,20 %. Tahun 2006, selama periode

Januari-Oktober, jumlah total kasus gizi buruk yang ditangani petugas kesehatan

sebanyak 20.580 kasus dan 186 diantaranya menyebabkan kematian. Seminar Hari

Gizi Nasional Tahun 2007, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, menyebutkan

bahwa sekitar 5.543.944 BALITA dari 19.799.874 BALITA yang ada di seluruh

Indonesia menghadapi masalah gizi buruk dan gizi kurang (Kementerian Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2011).

Dalam 3 tahun terakhir, upaya yang dilakukan pemerintah melalui

Departemen Kesehatan untuk mengurangi angka balita gizi kurang dan gizi buruk

belum terpenuhi karena sampai sekarangpun masalah gizi buruk di Indonesia masih

tinggi hal ini dapat dilihat dari data Depkes yaitu jumlah kasus balita gizi kurang dan

gizi buruk pada tahun 2009, sebanyak 5,1 juta jiwa. Pada tahun 2011, jumlah anak

balita bergizi kurang dan buruk turun menjadi 4,28 juta anak, dan 944.246 orang di

antaranya berisiko gizi buruk. Pada tahun 2007, jumlah anak balita bergizi kurang

dan buruk turun lagi jadi 4,13 juta anak, dan 755.397 orang di antaranya tergolong

risiko gizi buruk. Secara kuantitas masih banyak balita kurang gizi yang belum

tersentuh seperti yang terlihat pada data diatas. Sementara secara kualitas, tingkat

Universitas Sumatera Utara


4

kehidupan dan kesehatan bayi masih rendah dan rentan (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2011).

Demikian halnya dengan status gizi buruk pada anak balita di Sumatera Utara

pada tahun 2006 yang tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 12,35% dan gizi kurang

18,59%. Gizi kurang pada anak akan menghambat pertumbuhan dan kurangnya zat

tenaga dan kurang protein (zat pembangun) sehingga perlu diperhatikan menu yang

seimbang khususnya pada anak-anak (Adisasmito W., 2011).

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber

daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,

mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan

bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi yang baik

ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan

buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi.

Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial

ekonomi, budaya dan politik.

Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor

penghambat dalam pembangunan nasional. Secara perlahan kekurangan gizi akan

berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya

umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya

partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi.

(Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2011).

Universitas Sumatera Utara


5

Penyebab gizi buruk dapat dilihat dari berbagai faktor yang dapat

mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab

langsung terjadinya gizi buruk, yaitu (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal

ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang di konsumsi atau makanan yang

tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu

kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini

disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap

zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi

buruk yaitu (1) Faktor ketidaktersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh

masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh

anak; (3) Pengolalaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai

(UNICEF, 2007).

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi

buruk pada anak dan balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua

atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak,

seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare (IDAI, 2010).

Kesehatan dan gizi merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga

kualitas hidup yang optimal. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi

seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-

zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat

kesehatan optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami

Universitas Sumatera Utara


6

kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi. Pada kondisi ini dapat menyebabkan

timbulnya berbagai penyakit yaitu, penyakit infeksi pada gizi kurang (Depkes RI,

2010).

Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam

kelompok masyarakat rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah

menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami proses

pertumbuhan yang relatif pesat (Andarwati (2011).

Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi selain ibu hamil, ibu

menyusui dan lanjut usia. Pada masa ini pertumbuhan sangat cepat diantaranya

pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental dan sosial (Depkes,

2000). Anak usia bawah 5 tahun (Balita) mempunyai risiko yang tinggi dan harus

mendapatkan perhatian yang lebih. Semakin tinggi faktor risiko yang berlaku

terhadap anak tersebut maka akan semakin besar kemungkinan anak menderita

Kurang Energi Protein (KEP) (Moehji, 2003).

Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu

merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada balita. Di pedesaan makanan

banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan. Terdapat

pantangan makan pada balita misalnya anak tidak diberikan ikan karena bias

menyebabkan cacingan, kacang-kacangan tidak diberikan karena dapat menyebabkan

sakit perut dan kembung (Balawati, 2010).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mousa dkk (2011), menunjukkan

hasil bahwa intervensi pendidikan kesehatan dan gizi pada orang tua atau keluarga

Universitas Sumatera Utara


7

yang mempunyai anak balita akan merubah perilaku dari keluarga itu terutama dalam

hal pengasuhan dan pemberian makan pada anak sehingga akan meningkatkan status

gizi anak balita di keluarga itu. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh

Widarti (2010) di wilayah Tabanan, Bali. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa

konseling gizi kepada ibu berpengaruh terhadap konsumsi gizi dan status gizi anak

balitanya.

Pemberian makanan tambahan terlalu dini dalam asuh makan dapat

menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air

besar. Sebaliknya, pemberian makanan yang terlalu lambat mengakibatkan bayi

mengalami kesulitan belajar mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan bayi

kekurangan gizi. Anak yang memiliki status gizi kurang/gizi buruk disebabkan oleh

MP-ASI/makanan yang kurang baik, jenis maupun kualitasnya. Kekurangan tersebut

dipengaruhi oleh rendahnya pendapatan keluarga, pengetahuan ibu/keluarga tentang

gizi, serta kebiasaan/anggapan yang dipercayai oleh ibu ( Mery Susanty (2011).

Menurut kerangka yang disusun oleh WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam

hal ini kurang gizi dan gizi buruk lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni,

penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap

kejadian gizi buruk.

Pada penelitian yang telah dilakukan Dewi (2012) diperoleh hasil bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan kejadian gizi

buruk. Selain itu diperoleh hasil pula bahwa penyakit penyerta merupakan faktor

risiko kejadian gizi buruk. Penyakit infeksi yang paling banyak dialami oleh balita

Universitas Sumatera Utara


8

kelompok gizi buruk adalah diare kronik dan ISPA. Sekitar 10% diare kronik dan

10% ISPA. Hal ini dapat terjadi gizi buruk pada balita yang mengalami diare karena

balita akan mengalami asupan makanan dan banyak nutrisi yang terbuang serta

kekurangan cairan. Selain itu, balita dengan ISPA yaitu salah satu penyakit infeksi

yang sering dialami oleh balita, dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan

sehingga asupan zat gizi ke dalam tubuh anak menjadi berkurang.

Beberapa dampak buruk gizi buruk adalah: (1) rendahnya produktivitas kerja;

(2) kehilangan kesempatan sekolah; dan (3) kehilangan sumberdaya karena biaya

kesehatan yang tinggi. Agar individu tidak kekurangan gizi maka akses setiap

individu terhadap pangan harus dijamin. Akses pangan setiap individu ini sangat

tergantung pada ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara

kontinyu. Kemampuan mengakses ini dipengaruhi oleh daya beli, yang berkaitan

dengan tingkat pendapatan dan kemiskinan seseorang. Upaya-upaya untuk menjamin

kecukupan pangan dan gizi serta kesempatan pendidikan tersebut akan mendukung

komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), terutama pada

sasaran-sasaran: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai

pendidikan dasar untuk semua; (3) menurunkan angka kematian anak; dan (4)

meningkatkan kesehatan ibu pada tahun 2015.

Berdasarkan hasil pemantauan status gizi balita kabupaten Tapanuli Selatan

tahun 2007, ditemukan balita dengan gizi kurang sebanyak 174 atau 48,60% dari total

balita Bawah Garis Merah (BGM) yang berjumlah 358 balita, dan sebanyak 184

balita gizi buruk atau sekitar 51,39% dari total balita BGM. Pada tahun 2009 balita

Universitas Sumatera Utara


9

dengan gizi kurang menurun menjadi 172 orang atau 46,36% dari balita BGM yang

berjumlah 371 balita, dan balita gizi buruk mengalami peningkatan menjadi sebanyak

199 balita atau sekitar 53,64% dari balita BGM. Sementara itu, pada tahun 2010

balita dengan gizi kurang meningkat menjadi 365 orang atau 81,84% dari balita BGM

yang berjumlah 446 balita, dan balita gizi buruk mengalami penurunan menjadi

hanya sebanyak 81 balita atau sekitar 18,16% dari balita BGM, (Profil Kesehatan

Kabupaten Tapanuli Selatan 2013).

Dari hasil survei awal, didapatkan bahwa wilayah kerja Puskesmas Sayur

Mmatinggi terletak di Kecamatan Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan

Sumatera Utara yang memiliki 19 Desa / Kelurahan. Pada tahun 2013, data yang

diperoleh dari Puskesmas Sayur Matinggi yang mewakili untuk seluruh wilayah

Kecamatan Sayur Matinggi terdapat 1063 balita yang terdaftar di pos penimbangan.

Dan terdapat balita yang dibawah garis merah (BGM) sebanyak 36 balita dari jumlah

balita.

Dari 10 ibu yang mempunyai balita 7 diantaranya memiliki pendidikan yang

rendah dan menyebabkan kurangnya informasi ibu mengenai pendidikan gizi,

menyebabkan pengetahuan ibu rendah mengenai gizi. Sikap ibu disini maksudnya

persepsi ibu terhadap penanganan gizi buruk, pandangan terhadap manfaat dan

pelayanan yang diberikan puskesmas maupun posyandu. Sebagian besar ibu malas

untuk datang walaupun hanya sekedar untuk menimbang balita mereka ke posyandu

yang hanya satu bulan sekali. Pola asuh balita di wilayah tersebut para ibu balita

cenderung kurang memperhatikan para balita mereka seperti kurangnya para ibu

Universitas Sumatera Utara


10

merawat, menjaga, memberi makan, hygen balita, dan memperhatikan balita agar

senantiasa terjaga dan terawat bahkan ibu membawa anak balita ke sawah dan ladang

tanpa memperhatikan balitanya dengan alasan tidak ada yang menjaga apabila

ditinggal dirumah.

Dari survei yang terdata dari Puskesmas Sayur Matinggi tersebut penelitian

ini diharapkan mampu mengungkapkan pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian

Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sayur

Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan Khususnya.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik permasalahan dalam penelitian

ini adalah bagaimana pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian Bawah Garis Merah

(BGM) pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku Ibu terhadap

kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur

Matinggi.

1.3.2. Tujuan Khusus

a) Untuk megetahui pengaruh karakteristik ibu berdasarkan umur, pendidikan,

pekerjaan, paritas dan pendapatan terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM)

Universitas Sumatera Utara


11

pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Sayur Matinggi kabupaten Tapanuli

Selatan.

b) Untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola asuh)

terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di wilayah kerja

puskesmas Sayur Matinggi kabupaten Tapanuli Selatan.

1.4. Hipotesis

a) Ada pengaruh karakteristik ibu berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, paritas

dan pendapatan terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di

wilayah kerja puskesmas Sayur Matinggi kabupaten Tapanuli Selatan.

b) Ada pengaruh perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola asuh) terhadap kejadian

Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Sayur

Matinggi kabupaten Tapanuli Selatan.

1.5. Manfaat Penelitian

a) Sebagai bahan masukan dan informasi bagi masyarakat khususnya ibu yang

mempunyai anak balita terhadap pencegahan kejadian Bawah Garis Merah

(BGM).

b) Sebagai bahan masukan bagi Instansi di puskesmas dan dinas kesehatan untuk

menyusun kebijakan upaya pencegahan kejadian Bawah Garis Merah (BGM).

Universitas Sumatera Utara


12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawah Garis Merah pada Anak Balita

2.1.1. BGM

Gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan

terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis

besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (WHO,

2005).

Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat

kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu

lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau

hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik

kwashiorkor (Supriasa, 2001).

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti absorpsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk mempertahankan

kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan

energi. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel-variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture, (Supriasa, 2002).

12

Universitas Sumatera Utara


13

2.1.2. Klasifikasi Gizi Buruk

Bila dilihat berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk dapat dibagi menjadi 3

yaitu sebagai berikut:

1. Marasmus

Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering

ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi

buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit

keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang

tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant,

dan iga gambang.

2. Kwashiorkor

Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan

oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang adekuat.

Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat

keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,

perubahan mental,pada sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan

maupun berat, gejala gastrointestinal,rambut kepala mudah dicabut,kulit penderita

biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan

lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati,anemia

ringan,pada biopsi hati ditemukan perlemakan.

Universitas Sumatera Utara


14

3. Marasmiks-Kwashiorkor

Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa

gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut

umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak

mencolok.

Bentuk kelainan digolongkan menjadi 4 macam yaitu :

a. Undernutrition, yaitu kekurangan komsumsi pangan secara relatif dan absolute

dalam bentuk tertentu.

b. Spesifik depesiensi yaitu kekurangan zat gizi tertentu.

c. Overnutrition yaitu kelebihan konsumsi zat gizi dalam priode tertentu.

d. Imbalance, ketidak seimbangan karena disporsi zat gizi tertentu

(Supriasa dkk, 2002)

2.1.3. Kebutuhan Nutrisi Gizi pada Balita

Bila ditinjau dari segi umur, maka anak balita yang sedang tumbuh kembang

adalah golongan yang awan terhadap kekurangan energi dan protein, kerawanan pada

anak - anak disebabkan oleh hal-hal di sebagai berikut, (Kardjati, dkk, 1985):

a. Kemampuan saluran pencernaan anak yang tidak sesuai dengan jumlah volume

makanan yang mempunyai kandungan gizi yang dibutuhkan anak.

b. Kebutuhan gizi anak per satuan berat badan lebih besar dibandingkan dengan

orang dewasa, karena disamping untuk pemeliharaan juga diperlukan untuk

pertumbuhan.

Universitas Sumatera Utara


15

c. Segera anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti

pergerakan disekitarnya sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya

penularan penyakit.

d. Meskipun mempunyai nilai tertentu dalam keluarga, akan tetapi dalam hal

penyajian makanan, anggota keluarga yang mempunyai nilai produktif akan

mendapatkan pilihan yang terbaik, baru selebihnya yang diberikan pada anggota

keluarga yang lain. Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12 - 59

bulan). Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat

kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta

fungsi ekskresi.

Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan

perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut -

serabut syaraf dan cabang - cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak

yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini

sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan,

mengenal huruf, sehingga bersosialisasi.

Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreatifitas,

kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan

landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar

kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/

penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi apalagi tidak ditangani dengan

Universitas Sumatera Utara


16

baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian hari, (Depkes RI,

2006).

Anak kelompok balita di Indonesia menunjukkan prevalensi paling tinggi

untuk penyakit kurang kalori protein dan defesiensi vitamin A serta anemia

defesiensin Fe. Kelompok umur sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan

pebaikan gizi dan kesehatan lainnya, karena tidak dapat datang sendiri ke tempat

berkumpul yang telah ditentukan tanpa diantar, padahal yang mengantar sedang

semua, (Seadiaoetama, 2000). Adapun kebutuhan nutrisi pada anak balita sebagai

berikut :

1. Asupan Kalori, Anak-anak usia balita membutuhkan kalori yang cukup banyak

disebabkan bergeraknya cukup aktif pula. Mereka membutuhkan setidaknya

1500 kalori setiap harinya. Dan balita bisa mendapatkan kalori yang dibutuhkan

pada makanan-makanan yang mengandung protein, lemak dan gula.

2. Pasokan Lemak

Roti, santan, mentega merupakan makanan yang mengandung lemak dan baik

diberikan pada anak balita sebab lemak sendiri mampu membentuk Selubung

Mielin yang terdapat pada saraf otak.

3. Kebutuhan Protein

Asupan gizi yang baik bagi balita juga terdapat pada makanan yang mengandung

protein. Karena protein sendiri bermanfaat sebagai prekursor untuk

neurotransmitter demi perkembangan otak yang baik nantinya. Protein bisa

Universitas Sumatera Utara


17

didapatkan pada makanan-makanan seperti ikan, susu, telur 2 butir, daging 2 ons

dan sebagainya.

4. Zat besi

Usia balita merupakan usia yang cenderung kekurangan zat besi sehingga balita

harus diberikan asupan makanan yang mengandung zat besi. Makanan atau

minuman yang mengandung vitamin C seperti jeruk merupakan salah satu

makanan yang mengandung gizi yang bermanfaat untuk penyerapan zat besi.

5. Karbohidrat

Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan karbohidrat sebagai energi

utama serta bermanfaat untuk perkembangan otak saat belajar dikarnakan

karbohidrat di otak berupa Sialic Acid. Begitu juga dengan balita, mereka juga

membutuhkan gizi tersebut yang bisa diperoleh pada makanan seperti roti, nasi

kentang dan lainnya.

6. Kalsium

Balita juga membutuhkan asupan kalsium secara teratur sebagai pertumbuhan

tulang dan gigi balita. Salah satu pemberi kalsium terbaik adalah susu yang

diminum secara teratur.

7. Vitamin

Vitamin merupakan nutrisi yang juga dibutuhkan, tidak hanya balita, namun

untuk semua umur membutuhkannya. Banyak manfaat yang bisa didapat dari

vitamin seperti misalnya vitamin A sebagai perkembangan kulit sehat, vitamin C

Universitas Sumatera Utara


18

yang berfungsi sebagai penyerapan zat besi. Vitamin E yang berperan untuk

mencegah kerusakan struktur sel membrane dan antioksidan.

Dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Rata-rata Per Hari

Berat Tinggi Vitamin


Golongan Energi Protein Besi/Fe
Badan Badan A
Umur (Kkal) (g) (Mg)
(Kg) (Cm) (RE)
0-6 bulan 5.5 60 560 12 350 3
7-12 bulan 8.5 71 800 15 350 5
1-3 tahun 12 90 1250 23 350 8
4-6 tahun 18 110 1750 32 460 9
Sumber: Solihin Pudjiadi, 2003 : 30.

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Protein (AKP) pada Anak

No. Umur Energi (kkal) Protein (gr)


1 0-6 bulan 550 10
2 7-11 bulan 650 16
3 1-3 tahun 1000 25
4 4-6 tahun 1550 39
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII, Jakarta, 2004

2.1.4. Faktor Penyebab BGM

BGM dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Namun, secara

langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak tidak cukup mendapat makanan bergizi

seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin

menderita penyakit infeksi. Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara


19

1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang

Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi. Makanan alamiah

terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya.

MPASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga

mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral

lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga

dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, seringkali seorang anak

harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita

karena ketidaktahuan.

2. Anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai

Suatu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi

dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang BGM, padahal orang tua

mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak

berpengaruh pada timbulnya BGM. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih

sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat

posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.

Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.

Sebaliknya sebagian anak yang BGM ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang

juga miskin dan tidak berpendidikan.

Universitas Sumatera Utara


20

3. Anak menderita penyakit infeksi

Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan BGM.

Anak yang menderita BGM akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak

rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain, anak yang menderita sakit infeksi akan

cenderung menderita gizi buruk.

Status Gizi
Penyebab
Langsung

Asupan Gizi Infeksi Penyakit

Ketersediaan Perilaku/ Pelayanan


Asuhan Kesehatan Penyebab tidak
Pangan
Tingkat Rumah Ibu dan Langsung

Masalah
Kemiskinan, Pendidikan Rendah, Utama
Ketersediaan

Masalah
Krisis Politik Dasar

Gambar 2.1. Penyebab Masalah Gizi Menurut UNICEF, 1998

2.1.5. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat

dilakukan dengan empat cara:

1. Secara Klinis

Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama untuk

mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat memberikan

Universitas Sumatera Utara


21

gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel

seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.

2. Secara Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji

secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan

tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan

tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering

digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia.

3. Secara Biofisik

Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan

melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur

dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurnag

gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan

bagian tubuh lainnya.

4. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut

pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat Gizi,

Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam

pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas.

Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai

Universitas Sumatera Utara


22

dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi,

status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur

secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan

kombinasi dari ketiganya.

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori : Tergolong gizi

buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai

dengan < -2 SD. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gizi lebih jika

hasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau

Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori : Sangat pendek

jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan <

-2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tinggi jika hasil ukur > 2

SD. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang

Badan: Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Kurus jika hasil ukur -3

SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.

Gemuk jika hasil ukur > 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB

sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal

2.1.6. Dampak Gizi Dibawah Garis Merah pada Balita

Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan

pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak

yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap

akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso, 2003). Dampak

Universitas Sumatera Utara


23

yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah

gizi antara lain :

1. Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini

berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. Kekurangan

gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktivitas kerja

manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan

fasilitas kesehatan.

2. Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak - anak.

Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa anak

dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia

muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat

dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.

3. Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang

berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia. Kekurangan gizi

pada umumya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi

masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena

itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan

diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan lain

sebagainya (Suhardjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


24

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Bawah Garis Merah pada


Balita

2.2.1. Perilaku Ibu

Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

atau makhluk hidup yang bersangkuatan (Notoatmojo,2010) , Segala kegiatan yang

dilakukan makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan

kehidupan sehari-hari disebut dengan perilaku.

Menurut Skiner (1938), seorang ahli psikologi yang dikutip dalam buku

Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perliku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulasi (rangsangan dari luar). Dengan demikian perilaku

manusia terjadi melalui proses : Stimulus Organisme Respon, sehingga

teori Skinner ini disebut teori ‘SOR”

Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan

pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagi berikut

(Notoatmodjo,2010)

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya).

2. Sikap (Attitiude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


25

3. Tindakan atau Praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.

2.2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba,

sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo,2010).

Menurut WHO pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau

pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poejawijatna (1991), orang yang tahu

disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan

demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,2010).

Penelitian Rogers (1983), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

tahapan pengetahuan dalam diri orang tersebut terjadi adalah sebagai berikut :

a. Knowledge (Pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan memahami akan

adanya perubahan baru.

b. Persuasion (Kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk sikap

terhadap perubahan tersebut .

Universitas Sumatera Utara


26

c. Decision (Keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk

mengadopsi atau menolak perubahan tersebut

d. Implementation (Pelaksanaan), orang mulai menerapkan perubahan tersebut

dalam dirinya.

e. Comfirmation (Penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali terhadap

perubahan yang telah diterapkan, dan boleh merubah keputusannnya apabila

perubahan tersebut berlawanan dengan hal yang diinginkannya.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerima

perubahan perilku baru atau adopsi perilku melalui proses seperti ini didasari oleh

pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku itu tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Bloom (1908), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk keadaan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan

sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


27

b. Memahami (Cmprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat meninterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan ,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau objek kedaalam komponen- komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti

dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokan dan

sebagainya.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletekkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan

dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara


28

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakantentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan menjadai landasan penting untuk menentukan suatu tindakan,

pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan

dalam mengambil keputusan. Orang yang berpengatahuan di dalam kehidapan sehari-

hari (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya suatu tindakan seseorang (overt behavior) dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang memepengaruhi

pengetahuan yaitu :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seuur hidup. Pendidikan

mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseoarang makin mudah

orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka

seseornag akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain

maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin

banyak pula penegetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat

erat kaitan dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan

Universitas Sumatera Utara


29

tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula penegtahuannya. Namun

perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti

mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh pada

pendidikan nonformal. Pengetahuan seeorang tentang suatu objek juga

mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negative. Kedua aspek inilah yang

yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu

b. Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat

memberikan pengaru jangka pendek shingga menghasilkan perubahan

pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam –macam yang dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana

komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,

majalah, dan lain – lain mempengaruhi besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,

media massa membawa pula pesan – pesan yang berisi sugesti yang dapat

mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal

tersebut.

c. Sosial budaya dan ekonomi

d. Lingkungan

e. Pengalaman

f. Usia

Universitas Sumatera Utara


30

2.2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

(Notoatmodjo, 2007).

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2007)

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan, bahwa orang (subjek) mau dan memerhatikan stimulus yang

diberikan (objek .

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertnayaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu

benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihya denga segala resiko

merupakan sikap yang paling tinggi.

Universitas Sumatera Utara


31

2.2.1.3. Pola Asuh

Secara harfiah, Bahasa Indonesia, pola adalah motif, penggambaran, model,

cara.Sementara pengasuhan berasal dari kata asuh berarti menjaga, memelihara dan

mindidik.Jadi dari harfiah Bahasa Indonesia, praktek pengasuhan anak adalah cara

yang diterapkan oleh ibu untuk mendidik anak-anak agar tidak mudah mengalami

sakit dengan kondisi badan yang sehat

Pengasuhan anak adalah aktivitas yang berhubungan dengan pemenuhan

pangan, pemeliharan fisik dan perhatian terhadap anak.

Pengasuh anak meliputi aktivitas peraatan terkait gizi/persiapan makanan dan

menyusui, pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan anak, membersihkan

rumah.

Berdasarkan pengertian tersebut “Pengasuhan’’ pada dasarnya adalah suatu

praktek yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang

dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak,

higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani (Soetjiningsih,

1995).

Pola pengasuhan merupakan salah satu kejadian pendukung untuk mencapai

status yang baik bagi anak. Pola pengasuhan merupakan kejadian pendukung anmun

secara tidak langsung. Dengan pola pengasuhan yang baik, maka perkembangan anak

juga akan baik. Ahli psikologi perkembangan, dewasa ini menilai secara kritis

pentingnya pengasuhan anak oleh orang tuanya. Proses pengasuhan ini erat

hubungannya dengan kelekata antara anak dan orang tua dimana proses tersebut

Universitas Sumatera Utara


32

melahirkan ikatan emosional secara timbal balik antara bayi atau anak dengan

pengasuh (orang tua) (Milis. I, 2004 di dalam Silfiya dkk, 2005).

Berdasarkan pengertian tersebut “ Pengasuhan “ pada dasarnya adalah suatu

praktek yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang

dihubungkan dengan penemuan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak,

hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, (Soetjiningsih,

1995).

Menurut Eagle 1995 pola pengasuhan adalah aktivitas terhadap anak terkait

makanan, aktivitas mandi mereka menderita infeksi Eagle, (1995). Pola pengasuhan

menurut Zeitlin (2000) adalah praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan

tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk

kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pola makan di suatu daerah berubah-ubah sesuai dengan perubahan faktor

atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama adalah faktor

yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan pangan dalam kelompok ini

termasuk faktor geografi, iklim, kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis

tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah, bahan pangan yang erat kaitannya

dengan tinggi rendahnya persediaan disuatu daerah (Almatsier, 2001).

Pola makan adalah jumlah makanan dan jenis serta banyaknya bahan

makanan dalam pola pangan, disuatu Negara atau daerah tertentu, biasanya

berkembang dari daerah setempat atau dari pangan yang telah ditanam ditempat

tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhadjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara


33

Segala yang terkaitan dengan pengaturan makanan (pola makan dan

pengaturan jenis makanan beserta kandungan gizi suatu zat makanan) bertujuan untuk

mmenuhi keseimbangan zat dalam tubuh kita untuk mencapai kehidupan yang

optimal (Kusumah, 2007).

Kesehatan Lingkungan juga berperan penting terhadap status gizi balita, ruang

lingkup kesehatan lingkungan antara lain meliputi perumahan, pembuangan tinja,

penyediaan air bersih dan pembuangan sampah dan sebagainya. Keadaan perumahan

mempunyai hubungan yang erat dengan status kesehatan penghuninya. Air bersih

merupakan faktor utama untuk menentukan bagi proses kehidupan dan kesehatan

(Sukarni), karena bibit penyakit tertentu dapat ditularkan oleh air terkontaminasi

Higiene atau biasa disebut dengan kebersihan, adalah upaya untuk

memelihara hidup sehat yang meliputi kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat,

dan kebersihan kerja. Sanitasi lingkungan adalah usaha pengendalian diri dari faktor

lingkungan yang dapat menimbulkan hal yang merugikan perkembangan fisik,

kesehatan dan menurun daya tahan tubuh manusia. Status gizi adalah suatu keadaan

tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan.

Salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap penurunan status gizi

adalah anak usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak sudah tidak mendapatkan ASI

sedangkan makanan yang dikonsumsi belum mencukupi kebutuhan gizi yang

semakin meningkat. Status gizi secara tidak langsung berkaitan dengan faktor sosial

ekonomi dan higiene sanitasi serta berkaitan langsung dengan tingkat konsumsi dan

infeksi.

Universitas Sumatera Utara


34

Penelitian Ma’rifat (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara status

gizi batita indikator BB/U dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan, penyuluhan

dan pemberian makanan tambahan. Sementara untuk status gizi batita indikator TB/U

hubungan yang signifikan hanya terjadi dengan pemanfaatan pelayanan penimbangan

dan suplementasi gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita

indikator BB/TB adalah jumlah anggota keluarga dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan, sedangkan terhadap status gizi batita indikator BB/U dan TB/U adalah

lama pendidikan ibu, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi.

Aspek kunci dalam pola asuhan adalah :

a. Perawatan dan perlindungan bagi bayi

b. Praktek menyusui dan pemberian MP-ASI

c. Pengasuhan psiki-sosial

d. Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

e. Praktek kesehatan dirumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan.

2.3. Epidemiologi BGM

Konsep dasar kejadian BGM menurut segitiga epidemilogi, Segitiga

epidemiologi merupakan konsep dasar epidemiologi yang memberi gambaran tentang

hubungan antara tiga faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah

kesehatan lainnya. Segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi antara Host

(penjamu), Agent (penyebab) dan Environment (lingkungan). Suatu penyakit dapat

timbul di masyarakat apabila terjadi ketidakseimbangan antara Host, Agent dan

Universitas Sumatera Utara


35

Environment. Hal ini dikarenakan perubahan pada salah satu faktor atau komponen

akan mengubah keseimbangan secara keseluruhan. Hubungan ketiga komponen

digambarkan dengan tuas dalam timbangan, dimana environment sebagai

penumpunya.

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi

berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni proses

interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, Fisiologis,

Psikologis, Sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan

lingkungan (Enviroment) (Nur nasry noor, 2000).

Pada kasus balita yang mengalami BGM, penyakit dapat timbul dikarenakan

tidak seimbangnya host, agent, dan environmentnya.

a. Host (Pejamu)

Host atau pejamu ialah keadaan manusia dimana dapat menjadi faktor risiko

untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. :

1. Umur. Bayi dan balita merupakan golongan rawan terhadap penyakit gizi buruk.

Selain karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah, faktor organ pencernaan

yang belum berfungsi sempurna juga turut mempengaruhi.

2. Status kesehatan. Status gizi yang kurang menyebabkan mudahnya menderita

BGM.

3. Keadaan imunitas dan respons imunitas. Adanya alergi atau intolerant terhadap

protein tertentu terutama protein susu mempengaruhi intake protein dalam tubuh.

Sehingga menyebabkan kurangnya protein apabila tidak dicari penggantinya

Universitas Sumatera Utara


36

4. Tingkat Pendidikan. BGM juga dipengaruhi akibat rendahnya pengetahuan ibu

mengenai keseimbangan nutrisi pada anak dan kurangnya pemahaman akan

makanan peralihan dari ASI ke makanan pengganti ASI.

b. Agent (Penyebab)

Pada dasarnya, tidak ada satu pun penyakit yang dapat timbul hanya

disebabkan oleh satu faktor tunggal semata. Umumnya kejadian penyakit disebabkan

oleh berbagai unsur yang secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit,

namun demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua

bagian utama yakni :

1. Penyebab Kausal Primer, dan

2. Penyebab Kausal Sekunder

Penyebab kausal primer pada penderita BGM ialah rendahnya asupan

makanan yang mengandung protein. Padahal zat ini sangat dibutuhkan oleh anak

untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang

cukup, namun tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang

mencukupi kebutuhan dalam tubuh.

Sedangkan penyebab kausal sekunder lebih kepada lingkungan pasien itu

sendiri seperti ketersediaan bahan pangan di daerah tempat tinggalnya yang memadai

atau tidak.

c. Environment (Lingkungan)

Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan

terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang peranan

dalam proses kejadian BGM.

Universitas Sumatera Utara


37

- Lingkungan Fisik, daerah dimana ketersediaan dan ketahanan pangannya rendah

akan menjadi daerah endemik penyebaran BGM. Lingkungan fisik ada yang

terjadi secara alamiah tetapi dapat juga mucul akibat ulah manusia sendiri (Nur

Nasri Noor, 2000).

- Lingkungan Sosial, semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik,

sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang

membentuk masyarakat tersebut. Faktor hidup di tingkat kepadatan penduduk

yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan

untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun temurun dapat

menjadi hal yang menyebabkan terjadinya BGM. Selain itu tingkat pendapatan

yang rendah sehingga mengakibatkan daya beli barang yang rendah juga turut

andil mengakibatkan BGM.

Dari keseluruhan unsur di atas, dimana hubungan interaksi antara satu dengan

yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik

pada perorangan, maupun dalam masyarakat. Dengan demikian Terjadinya suatu

penyakit tidak hanya di tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama

adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh

berbagai faktor maupun unsur lainnya.

2.4. Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan teori

yang ada, khususnya mengenai hubungan satu factor risiko dengan risiko yang lain

yang dapat mempengaruhi terjadinya BGM.

Universitas Sumatera Utara


38

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian BGM adalah karakteristik

ibu yang meliputi (umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan), faktor penyebab

tidak langsung yaitu perilaku ibu yang meliputi (Pengetahuan, sikap dan pola asuh)

pelayanan kesehatan, dan ketersediaan pangan, dan faktor penyebab langsung yaitu

penyakit infeksi dan asupan gizi. Kerangka teori terjadinya BGM pada anak balita

dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :

Masalah dasar Krisis


Politik

Masalah utama
-Kemiskinan Kejadian
-Pendidikan Rendah, Bawah Garis Merah
-Ketersediaan Pangan

Penyebab langsung
- Asupan Gizi
- Infeksi Penyakit

Karakteristik ibu
Penyebab tidak langsung - Umur
- Ketersediaan Pangan - Pendidikan
- Pelayanan Kesehatan - Pekerjaan
- Pendapatan

Perilaku
- Pengetahuan
- Sikap
- Pola Asuh

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Rogers (1983),UNICEF (1998)

Universitas Sumatera Utara


39

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka peneliti merumuskan kerangka konsep

penelitian dan tidak semua variabel yang tercantum pada kerangka teori dilakukan

pengukuran, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat dilakukan

peneliti) untuk diteliti sebagai variabel penelitian.

Variabel terikat (variabel dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian

Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita sedangkan variabel bebas (variabel

independen) adalah karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan) dan

perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola asuh). Berdasarkan tinjauan pustaka dan

kerangka teori, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini

sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik Ibu:
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pendapatan
Kejadian Bawah Garis
Merah (BGM) pada Anak
Balita
Perilaku Ibu :
- Pengetahuan
- Sikap
- Pola Asuh

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


40

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan disain Cross

Sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi,

Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa, ditemukannya berat badan

balita yang dibawah Garis Merah (BGM) di Wilayah kerja Puskesmas Sayur

Matinggi.

Waktu yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini mulai September

2013 sampai Agustus 2014.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di wilayah kerja

Puskesmas Sayur Matinggi sebanyak 1063 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah ibu yang mempunyai anak balita (umur 12-59 bulan) dan

bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi. Besar sampel dihitung

40

Universitas Sumatera Utara


41

dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis proporsi populasi tunggal

sebagai berikut : (Vincent, 2003)

N Z² P(1 − P)
�=
N G² + Z² P (1 − P)

Keterangan:

N = Jumlah populasi

n = Jumlah sampel

Z = Tingkat keandalan 95 % (1.96)

P = Proporsi populasi

G = galat pendugaan

Dengan perhitungan sebagai berikut :

1063(1,96)2 0,5(1 − 0,5)


�=
1063 (0,1)2 + (1,96)2 (0,5) (1 − 0,5)

1020,9
�= = 100
10,2

Berdasarkan perhitungan di atas besar sampel adalah 100 orang. Untuk

mengambil sampel di 19 desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi

dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), dengan teknik undian.

Langkah-langkah pengambilan sampel dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan daftar subjek yaitu daftar nama ibu yang mempunyai balita yang

didadapatkan dari puskesmas

2. Memberi nomor urut subjek anggota populasi, penomoran dilakukan sesuai

alphabet nama.

Universitas Sumatera Utara


42

3. Menyiapkan potongan kertas

4. Menulis nama dan nomor dari masing-masing anggota populasi.

5. Randomisasi dengan mengocok undian, proses ini dilakukan sampai didapatkan

besar sampel yang diinginkan

3.4. Metode Pengumpulan Data

Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu :

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini data yang diperoleh langsung dari responden

melalui wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara (kuesioner)

penelitian yang telah dipersiapkan serta melakukan pengukuran antropometri, dan

sebelumnya responden diberi penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian.

b. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan Puskesmas Sayur Matinggi. Dan dokumen

lain yang dianggap relevan dengan penelitian.

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas dan reliabilitas kuesioner sebagai instrument pengumpul data

dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Validitas merupakan sejauh mana alat

ukur mengukur apa yang memang sesungguhnya hendak diukur, dan reliabilitas

adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana pengukuran pada situasi yang berbeda

memberikan hasil yang sama (Streiner dan Norman 2000:Gerstman,1998 dalam

Murti, 2003). Uji validitas memakai korelasi Person Product Moment (r), dengan

Universitas Sumatera Utara


43

ketentuan, jika r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya. Untuk uji

reliabilitas menggunakan Cronbah’s Alpha, dengan menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan ketentuan jika nilai r

Alpha . r tabel maka dinyatakan reliable. (Riyanto, 2011)

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Variabel Pengetahuan

Tahap Pertama Tahap Kedua


Nilai Nilai
Sub Sub
Corrected Keterangan Corrected Keterangan
Variabel Variabel
Item-Total Item-Total
P1 0,555 Valid P1 0,530 Valid
P2 0,532 Valid P2 0,551 Valid
P3 0,630 Valid P3 0,640 Valid
P4 0,641 Valid P4 0,623 Valid
P5 0,641 Valid P5 0,623 Valid
P6 0,686 Valid P6 0,469 Valid
P7 0,485 Valid P7 0,692 Valid
P8 0,684 Valid P8 0,499 Valid
P9 0,522 Valid P9 0,675 Valid
P10 0,646 Valid P10 0,675 Valid
P11 0,126 Tidak Valid P11 0,640 Valid
P12 0,630 Valid P12 0,527 Valid
P13 0,551 Valid P13 0,678 Valid
P14 0,651 Valid P14 0,675 Valid
P15 0,646 Valid P15 0,675 Valid
P16 0,686 Valid P16 0,640 Valid
P17 0,630 Valid P17 0,529 Valid
P18 0,532 Valid P18 0,569 Valid
P19 0,524 Valid
P20 0,355 Tidak Valid
Cronbach alpha 0,913 Reliabel Cronbach alpha 0,922 Reliabel

Pada Tabel 3.1 di atas diperoleh bahwa dari seluruh variabel pengetahuan

dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama ditemukan variabel P11 dan P20 nilai

Corrected item-Total correlation lebih kecil dari nilai tabel (rtabel = 0,361), artinya

sub-variabel P11 dan P20 dikeluarkan. Selanjutnya dilakukan uji validasi tahap kedua,

Universitas Sumatera Utara


44

dan terlihat nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel =

0,361), artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel

pengetahuan semuanya valid dan reliabel.

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Variabel Sikap

Nilai Corrected Item-


Sub Variabel Keterangan
Total
S1 0,804 Valid
S2 0,804 Valid
S3 0,606 Valid
S4 0,606 Valid
S5 0,749 Valid
S6 0,517 Valid
S7 0,749 Valid
S8 0,808 Valid
S9 0,749 Valid
S10 0,588 Valid
Cronbach alpha 0,896 Reliabel

Pada Tabel 3.2 di atas diperoleh bahwa dari seluruh variabel sikap terlihat

nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel = 0,361),

artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel sikap

semuanya valid dan reliabel.

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Pola Asuh

Nilai Corrected Item-


Sub Variabel Keterangan
Total
P1 0,610 Valid
P2 0,761 Valid
P3 0,801 Valid
P4 0,625 Valid
P5 0,615 Valid
P6 0,499 Valid
P7 0,634 Valid
P8 0,715 Valid

Universitas Sumatera Utara


45

Tabel 3.3. (Lanjutan)

Nilai Corrected Item-


Sub Variabel Keterangan
Total
P9 0,481 Valid
P10 0,551 Valid
P11 0,443 Valid
P12 0,745 Valid
P13 0,615 Valid
P14 0,533 Valid
P15 0,615 Valid
P16 0,610 Valid
P17 0,761 Valid
P18 0,801 Valid
Cronbach alpha 0,929 Reliabel

Pada Tabel 3.3 di atas diperoleh bahwa dari seluruh variabel pola asuh terlihat

nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel = 0,361),

artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel pola asuh

semuanya valid dan reliabel.

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian gizi buruk

pada anak balita sedangkan variabel bebas (independen) adalah karakteristik ibu

(umur, pendidikan, pekerjaan, paritas dan pendapatan), perilaku ibu (pengetahuan,

sikap dan pola asuh).

1. Kejadian BGM adalah ada tidaknya anak balita (12 bulan-59 bulan ) yang berat

badannya dibawah garis merah (BGM) berdasarkan tabel baku WHO-NCHS 2005

2. Karakteristik ibu yang mempunyai anak balita yang berat badannya dibawah

Garis Merah (BGM) adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang

Universitas Sumatera Utara


46

mempengaruhi perilaku ibu terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada

anak balita.

a. Umur adalah adalah masa hidup responden dari lahir sampai ulang tahun

terakhir pada saat dilakukan wawancara

b. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang tertinggi yang pernah

ditempuh oleh responden dan mendapatkan surat tanda tamat belajar

c. Pekerjaan adalah aktivitas yang paling dominan yang dikerjakan ibu sehari –

hari.

d. Pendapatan adalah penghasilan keluarga, baik yang berasal dari kepala

keluarga maupun penghasilan dari anggota kelurga lainnya untuk memenuhi

kebutuhan hidup dalam 1 bulan.

3. Perilaku ibu yang mempunyai anak balita yang berat badannya dibawah Garis

Merah (BGM) adalah yang meliputi adalah pengetahuan, sikap dan pola asuh ibu

yang mempengaruhi kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita.

a. Pengetahuan adalah semua yang diketahui ibu tentang berat badan dibawah

garis merah (BGM) meliputi gejala, penyebab, dan pencegahan dan

penanganannya.

b. Sikap adalah sikap ibu tentang pencegahan kejadian Bawah Garis Merah

(BGM) pada anak balita agar tidak jatuh sakit dalam waktu yang lama yang

mengakibatkan Bawah Garis Merah (BGM).

Universitas Sumatera Utara


47

c. Pola asuh adalah asuhan yang diberikan ibu kepada anak balita yang meliputi

: menjaga, merawat, memberi makan, kebersihan anak balita agar terhindar

dari kejadian Bawah Garis Merah (BGM).

Tabel 3.4. Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Kategori Penelitian

Skala
Variabel Cara Ukur Alat Ukur Kategori
Ukur
Kejadian -Menimbang Dacin Nominal 1.Ya, menurut tabel baku
Bawah Garis berat badan balita WHO NCSH
Merah Membandingkan 0.Tidak, menurut tabel
(BGM) dengan standar baku WHO NCSH
WHO NCSH
Umur Wawancara Kuesioner Ordinal 1. ≤ 35
0. > 35
Pendidikan Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Rendah(SD dan SMP)
0.Tinggi(SMA, Diploma
dan S1)
Pekerjaan Wawancara Kuesioner Nominal 1.Bekerja
0.Tidak bekerja
Pendapatan Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Rendah(≤Rp1.375.000)
0.Tinggi(>Rp.1.375.000)
Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Kurang
0.Baik
Sikap Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Kurang
0.Baik
Pola asuh Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Kurang
0.Baik

3.7. Aspek Pengukuran

Untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan pola asuh, maka skala

pengukuran yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

3.7.1. Pengetahuan

Untuk meneliti tingkat pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan skala

ordinal dengan dua kategori baik dan kurang. Dan untuk menentukan skala

Universitas Sumatera Utara


48

pengukuran dengan kategori baik dan kurang atau disebut skala Guttmann yaitu skala

yang hanya ada dua interval. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan salah dieri skor 0

(nol). Jumlah total skor 20 maka kategori dari aspek pengukuran adalah :

- Baik, apabila responden menjawab benar ≥ median (60 %)

- Kurang, apabila responden menjawab benar < median (60 %)

3.7.2. Sikap

Untuk mengetahui sikap responden diukur dengan memberikan skor terhadap

kuesioner yang telah diberikan bobot (skala likert). Jumlah pertanyaan 10, total skor

20, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Untuk pertanyaan- pertanyaan yang bernomor ganjil, bila responden menjawab:

- Jawaban sangat setuju, diberi skor 2 (dua)

- Jawaban setuju, diberi skor 1 (satu)

- Jawaban tidak setuju, diberi skor 0 (nol)

2. Untuk pertanyaan bernomor genap, bila responden menjawab :

- Jawaban sangat setuju, diberi skor 0 (nol)

- Jawaban setuju, diberi skor 1 (satu)

- Jawaban tidak setuju diberi skor 2 (dua)

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu:

- ≥ 12 dari 10
Baik, apabila jawaban responden memiliki nilai (skor)

pertanyaan yang diajukan.

- Kurang, apabila jawaban responden memiliki nilai (skor) < 12 dari 10

pertanyaan yang diajukan.

Universitas Sumatera Utara


49

3.7.3. Pola Asuh

Pola asuh responden diukur melalui 18 pertanyaan dengan memilih salah satu

jawaban. Untuk jawaban yang benar diberi nilai 1, dan untuk jawaban yang salah

diberi nilai 0. Skala pengukuran yang dipergunakan adalah skala Guttman, total skor

18 maka kategori dari aspek pengukuran adalah:

- Baik : Apabila nilai yang diperoleh responden ≥ median 60 %

- Kurang : Apabila nilai yang diperoleh responden < median 60%

3.8. Metode Analisis Data

3.8.1. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang distribusi

frekuensi masing-masing variabel independen yang meliputi karakteristik ibu (umur,

pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola

asuh) serta variabel dependen kejadian Bawah Garis Merah (BGM).

3.8.2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen tanpa dikontrol oleh faktor luar. Analisis

bivariat dilakukan dengan menggunakan uji X² (Chi Square) test dan uji t-test

sehingga didapatkan korelasi antara variabel independen dan dependen pada taraf

nyata α = 0,05. Penarikan kesimpulan didasarkan pada tolak H0 bila p < 0,05.

Universitas Sumatera Utara


50

3.8.3. Analisis Multivariat

Analisa multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan lebih dari satu

variabel independen dengan satu variabel dependen. Yaitu karakteristik ibu (umur,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan) dan perilaku ibu (pengetahuan, sikap, dan pola

asuh) serta variabel dependen yaitu kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada balita.

Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi logistik (logistic regression)

untuk mengetahui variabel independen mana yang lebih erat hubungannya dengan

variabel dependen dengan metode backward selection pada taraf nyata α = 0,05

setelah dilakukan seleksi pada nilai secara individual (Soekidjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara


51

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Luas wilayah kerja puskesmas Sayur Matinggi ± 9 Km2 yang meliputi 19 desa

dengan jumlah penduduk 18030 jiwa. Petugas puskesmas Sayur Matinggi menurut

pendidikan terdiri dari S1 dokter umu, S1 kesehatan masyarakat, DIII keperawatan,

DIII kebidanan, SPK, Bidan, AKZI, S.Kep, AMF dan Ast. Apoteker.

Jumlah dukun bayi ada 27 orang, kader posyandu 67 orang dan posyandu 19

posyandu. Pada tahun 2013 cakupan ibu nifas yang mendapat Vitamin A 59,1%

(SPM 100%), cakupan bumil yang mendapat FE 60% (SPM 90%), cakupan bayi dan

balitas yang mendapat Vitamin A merah dan Vitamin A biru 96% (SPM 100%),

cakupan bayi yang mendapat hasil eksklusif 74,86% (SPM 80%). Masalah yang

ditemukan di wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi yaitu 1) kurang tersedianya

PMT bayi dan balita serta ibu hamil, 2) penimbangan yang tidak optimal disebabkan

kurangnya peran serta masyarakat, 3) terdapatnya kasus gizi buruk di wilayah

Kabupaten Tapanuli Selatan disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial dan pendidikan

masyarakat, 4) kurangnya pemberian kapsul vitamin A bagi ibu nifas disebabkan

kurangnya persediaan vitamin A.

51
Universitas Sumatera Utara
52

4.2. Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)

Distribusi kejadian Bawah Garis Merah (BGM) diperoleh bahwa balita yang

berada dibawah garis merah (BGM) sebahagian besar pada kategori ya sebesar 36,0%

dan kategori tidak sebesar 64,0% seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) di


Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

No Bawah Garis Merah (BGM) Jumlah (n) Persentase (%)


1 Ya 36 36,0
2 Tidak 64 64,0
Jumlah 100 100,0

4.3. Karakteristik Responden (Umur, Pekerjaan, Pendidikan dan Pendapatan)

Pada penelitian ini, karakteristik responden yang dilihat meliputi umur,

pekerjaan, pendidikan dan pendapatan berjumlah 100 orang di Wilayah Kerja

Puskesmas Sayur Matinggi. Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kelompok

umur tertinggi pada umur ≤35 tahun (55,0%), dan yang terendah pada kelompok

umur <35 tahun (45,0%). Lebih banyak yang berpendidikan rendah (SD dan SMP)

(51,0%) dan lebih sedikit berpendidikan tinggi (SMA, Diploma dan S1) (49,0%).

Lebih banyak responden bekerja sebesar 72,0% dan sebesar 28,0% yang tidak

bekerja. Pendapatan responden lebih banyak yang rendah (≤1.375.000) sebesar 56,0%

dan sebesar 44,0% yang berpendapatan tinggi (>1.375.000).

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik (Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan


Pendapatan) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

No Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)


1 Umur (tahun)
≤ 35 55 55,0
> 35 45 45,0
2 Pendidikan
Rendah (SD dan SMP) 51 51,0
Tinggi (SMA, Diploma dan S1) 49 49,0
3 Pekerjaan
Bekerja 72 72,0
Tidak 28 28,0
4 Pendapatan
Rendah (≤1.375.000) 56 56,0
Tinggi (>1.375.000) 44 44,0

4.4. Pengetahuan

Distribusi frekuensi pengetahuan untuk masing-masing tingkatan pengetahuan

adalah lebih banyak responden berpengetahuan baik sebesar 52,0% dan pengetahuan

kurang sebesar 48,0%, dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

No Pengetahuan Jumlah (n) Persentase (%)


1 Kurang 48 48,0
2 Baik 52 52,0
Jumlah 100 100,0

Pengetahuan tentang gizi terdapat dalam 18 pernyataan. Seluruh pernyataan

yang berisi pengetahuan sebagian besar ibu tahu mengenai gizi secara lebih jelas

dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Universitas Sumatera Utara


54

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Pengetahuan di


Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Ya Tidak
No Pengetahuan
n % n %
1 Gizi adalah zat yang terkandung dalam makanan 57 57,0 43 43,0
dan diperlukan oleh tubuh
2 Fungsi zat gizi adalah sebagai sumber energi 60 60,0 40 40,0
utama, menyokong pertumbuhan badan,
memelihara jaringan tubuh, mengatur proses
pertukaran zat dan pertahanan terhadap berbagai
penyakit
3 Gizi seimbang adalah makanan yang mengandung 58 58,0 42 42,0
semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dengan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh
4 Balita memerlukan zat gizi seimbang untuk 45 45,0 55 55,0
pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, dan
pemeliharaan kesehatan
5 Jenis zat gizi dalam makanan adalah karbohidrat, 56 56,0 44 44,0
protein, lemak, vitamin, mineral dan air
6 Makanan 4 sehat 5 sempurna terdiri dari nasi, 56 56,0 44 44,0
lauk- pauk, sayur, buah, dan susu
7 Pola makan yang sehat untuk balita adalah 3 kali 63 63,0 37 37,0
dalam sehari
8 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi 41 41,0 59 59,0
kurang dari kebutuhan tubuh
9 Penyebab terjadinya gizi buruk adalah kurangnya 51 51,0 49 49,0
makanan bergizi dan seimbang yang dikonsumsi
balita
10 Balita merupakan kelompok usia yang rentan 59 59,0 41 41,0
terhadap penyakit akibat kekurangan gizi
11 Gizi buruk yang lama dapat menghambat tumbuh 51 51,0 49 49,0
kembang balita
12 Gizi buruk dapat menurunkan tingkat 57 57,0 43 43,0
kecerdasan/IQ balita
13 Jika gizi buruk tidak segera ditangani maka akan 49 49,0 51 51,0
menyebabkan kematian pada balita
14 Suatu penyakit misalnya diare dapat menyebabkan 58 58,0 42 42,0
balita mengalami gizi buruk
15 Keadaan gizi buruk dapat menyebabkan balita 45 45,0 55 55,0
mudah terserang penyakit
16 Balita harus dibawa setiap bulan secara rutin ke 62 62,0 38 38,0
posyandu untuk dipantau tumbuh kembangnya
17 Penyuluhan di posyandu penting untuk 37 37,0 63 63,0
mendapatkan informasi tentang kesehatan pada
balita
18 Balita harus diimunisasi untuk meningkatkan daya 61 61,0 39 39,0
tahan tubuh terhadap penyakit

Universitas Sumatera Utara


55

Pengetahuan responden tentang gizi menunjukkan bahwa responden yang

lebih banyak menjawab ya adalah pernyataan nomor 7 yaitu pola makan yang sehat

untuk balita adalah 3 kali dalam sehari sebesar 63,0%, sedangkan yang lebih banyak

menjawab tidak adalah pernyataan nomor 17 yaitu penyuluhan di posyandu penting

untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan pada balita sebesar 63,0%.

4.5. Sikap

Distribusi frekuensi sikap responden sebagian besar bersikap kurang sebesar

61,0% dan sebesar 39,0% bersikap baik, dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap di Wilayah Kerja


Puskesmas Sayur Matinggi

No Sikap Jumlah (n) Persentase (%)


1 Kurang 61 61,0
2 Baik 39 39,0
Jumlah 100 100,0

Sikap tentang gizi terdapat dalam 10 pernyataan. Seluruh pernyataan yang

berisi sikap sebagian besar ibu tidak setuju mengenai gizi secara lebih jelas dapat

dilihat pada Tabel 4.6.

Universitas Sumatera Utara


56

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Sikap di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
SS S TS
No Sikap
n % n % n %
1 Kejadian gizi buruk pada anak balita sangat
44 44,0 31 31,0 25 25,0
berbahaya dan dapat menghambat tumbuh
kembang anak
2 Bila anak balita mengalami mencret terus 33 33,0 44 44,0 23 23,0
menerus, ini merupakan hal yang biasa dan
tidak masalah
3 Untuk menghindari anak mencret, maka 44 44,0 35 35,0 21 21,0
sangat penting untuk memperhatikan jenis
makan dan minum yang diberikan kepada
anak balita
4 Bila anak balita mengalami tidak ada nafsu 40 40,0 48 48,0 12 12,0
makan dan tidak aktif serta rewel, maka
segera dibawa ke dukun untuk diperiksa
dan diberi pengobatan
5 Anak balita sangat rentan mengalami gizi 46 46,0 30 30,0 24 24,0
buruk, maka ibu sebaiknya memperhatikan
dan memantau terus tumbuh kembang dan
kenaikan berat badan balita setiap bulannya
ke posyandu
6 Pengukuran tinggi dan berat badan hanya 23 23,0 47 47,0 30 30,0
dilakukan pada saat anak balita sakit dan
seperlunya saja
7 Membawa anak balita ke posyandu setiap 25 25,0 51 51,0 24 24,0
bulannya merupakan salah satu cara
mencegah agar anak balita tidak
mengalami gizi buruk
8 Bila anak balita sakit sebaiknya dibawa 29 29,0 45 45,0 26 26,0
pergi ke ladang dan sawah saja agar balita
cepat sembuh
9 Sebelum anak balita mengalami diare 35 35,0 41 41,0 24 24,0
sebaiknya ibu memperhatikan makanan dan
minuman yang akan diolah
10 Merawat dan memberi perhatian kepada 31 31,0 38 38,0 31 31,0
anak balita merupakan pekerjaan yang sia-
sia

Sikap responden tentang gizi menunjukkan bahwa responden yang lebih

banyak menjawab sangat setuju adalah pernyataan nomor 5 yaitu anak balita sangat

rentan mengalami gizi buruk, maka ibu sebaiknya memperhatikan dan memantau

Universitas Sumatera Utara


57

terus tumbuh kembang dan kenaikan berat badan balita setiap bulannya ke posyandu

sebesar 63,0%, responden yang lebih banyak menjawab setuju adalah pernyataan

nomor 7 yaitu membawa anak balita ke posyandu setiap bulannya merupakan salah

satu cara mencegah agar anak balita tidak mengalami gizi buruk sebesar 51,0%,

sedangkan yang lebih banyak menjawab tidak setuju adalah pernyataan nomor 10

yaitu merawat dan memberi perhatian kepada anak balita merupakan pekerjaan yang

sia-sia sebesar 31,0%.

4.6. Pola Asuh

Distribusi frekuensi pola asuh responden lebih banyak dalam kategori kurang

sebesar 53,0% dan pola asuh baik sebesar 47,0%, dapat dilihat pada Tabel 4.7

berikut:

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pola Asuh di Wilayah


Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

No Pola Asuh Jumlah (n) Persentase (%)


1 Kurang 53 53,0
2 Baik 47 47,0
Jumlah 100 100,0

Pola asuh tentang gizi terdapat dalam 18 pernyataan. Seluruh pernyataan yang

berisi pola asuh sebagian besar ibu tidak tahu mengenai gizi secara lebih jelas dapat

dilihat pada Tabel 4.8.

Universitas Sumatera Utara


58

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Item Jawaban Pernyataan Pola Asuh di


Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Ya Tidak
No Pola Asuh % %
n n
1 Ibu selalu memberi makanan yang beraneka ragam 40 40,0 60 60,0
pada balita (jenis sayur, lauk-pauk dan buah)?
2 Ibu selalu mendampingi balita saat makan? 60 60,0 40 40,0
3 Balita makan tiga kali dalam sehari? 68 68,0 32 32,0
4 Waktu pemberian makan diberi secara teratur? 57 57,0 43 43,0
5 Balita selalu menghabiskan porsi makanan setiap 61 61,0 39 39,0
kali makan?
6 Makanan yang diberi selalu memenuhi syarat 4 61 61,0 39 39,0
Sehat 5 Sempurna?
7 Ibu selalu menyiapkan makanan untuk balita? 62 62,0 38 38,0
8 Sebelumnya ibu hanya memberikan ASI saja 56 56,0 44 44,0
kepada bayi selama usia 0-6 bulan?
9 Ibu tetap memberikan ASI kepada balita sampai 60 60,0 40 40,0
usia 2 tahun?
10 Sebelumnya ibu memberikan makanan tambahan 42 42,0 58 58,0
selain ASI kepada balita setelah berusia 6 bulan?
11 Balita ibu tetap minum susu setiap hari setelah usia 60 60,0 40 40,0
2 tahun?
12 Balita ibu pernah mengalami sakit dalam waktu 59 59,0 41 41,0
yang lama?
13 Ibu segera membawa balita berobat ke pelayanan 55 55,0 45 45,0
kesehatan bila balita mengalami sakit?
14 Ibu rutin membawa balita setiap bulan ke 65 65,0 35 35,0
posyandu?
15 Ibu rutin menimbang berat badan balita setiap 65 65,0 35 35,0
bulan?
16 Ibu pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang 65 65,0 35 35,0
dilakukan oleh petugas kesehatan?
17 Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas 60 60,0 40 40,0
kesehatan?
18 Balita telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap? 63 63,0 37 37,0

Pola asuh responden tentang gizi menunjukkan bahwa responden yang lebih

banyak menjawab ya adalah pernyataan nomor 3 yaitu balita makan tiga kali dalam

sehari sebesar 68,0%, sedangkan yang lebih banyak menjawab tidak adalah

Universitas Sumatera Utara


59

pernyataan nomor 1 yaitu ibu selalu memberi makanan yang beraneka ragam pada

balita (jenis sayur, lauk-pauk dan buah) sebesar 60,0%.

4.7. Hubungan Karakteristik (Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan)


dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

1. Variabel Umur

Hasil tabulasi silang antara umur dengan kejadian Bawah Garis Merah (BGM)

di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang umur nya diatas rata-rata yang

tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 26 orang

(57,8%) dan 19 orang (42,2%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah

(BGM), sedangkan responden yang umur nya dibawah rata-rata yang tidak

mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 38 orang (69,1%) dan

17 orang (30,9%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil

uji statistik didapat nilai p = 0,241, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara

umur dengan kejadian Bawah Garis Merah (BGM).

2. Variabel Pendidikan

Berdasarkan hasil analisis antara pendidikan dengan kejadian Bawah Garis

Merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi diperoleh ibu dengan

pendidikan tinggi sebanyak 30 orang (61,2%) yang tidak mengalami berat badan

dibawah garis merah (BGM) dan 19 orang (38,8%) yang mengalami berat badan

dibawah garis merah (BGM), sedangkan ibu dengan pendidikan rendah sebanyak 34

orang (66,7%) tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dan 17

Universitas Sumatera Utara


60

orang (33,3%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil uji

statistik didapat nilai p = 0,571, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara

pendidikan dengan kejadian Bawah Garis Merah (BGM).

3. Variabel Pekerjaan

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pekerjaan dengan kejadian Bawah

Garis Merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang tidak bekerja

dengan tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 20 orang

(71,4%) dan 8 orang (28,6%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah

(BGM), sedangkan ibu yang bekerja dengan tidak mengalami berat badan dibawah

garis merah (BGM) sebanyak 44 orang (61,1%) dan 28 orang (38,9%) yang

mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil uji statistik didapat nilai p

= 0,334, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian

Bawah Garis Merah.

4. Variabel Pendapatan

Hasil tabulasi silang pendapatan dengan kejadian Bawah Garis Merah (BGM)

diperoleh bahwa ibu yang pendapatannya tinggi sebanyak 34 orang (77,3%) yang

tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dan 10 orang (22,7%)

yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM), sedangkan ibu yang

pendapatannya rendah sebanyak 30 orang (53,6%) tidak mengalami berat badan

dibawah garis merah (BGM) dan 26 orang (46,4%) mengalami berat badan dibawah

garis merah (BGM). Hasil statistik didapat nilai p = 0,014, artinya ada hubungan yang

signifikan antara pendapatan dengan kejadian Bawah Garis Merah (BGM).

Universitas Sumatera Utara


61

Tabel 4.9. Hubungan Umur, Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan dengan


Kejadian BGM pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Bawah Garis Merah


(BGM) Jumlah PR
Variabel χ2 p
Ya Tidak 95% CI
n % n % n %
Umur
≤mean 17 30,9 38 69,1 45 100,0 0,836
1,375 0,241
>mean 19 42,2 26 57,8 55 100,0 (0,616-1,136)
Pendidikan
Rendah 17 33,3 34 66,7 49 100,0 0,918
0,321 0,571
Tinggi 19 38,8 30 61,2 51 100,0 (0,683-1,234)
Pekerjaan
Bekerja 28 38,9 44 61,1 28 100,0 1,169
0,931 0,334
Tidak bekerja 8 28,6 20 71,4 72 100,0 (0,868-1,575)
Pendapatan
Rendah 26 46,4 30 53,6 44 100,0 1,442
6,008 0,014
Tinggi 10 22,7 34 77,3 56 100,0 (1,077-1,931)

4.8. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan kejadian bawah

garis merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang

pengetahuannya baik dengan balita yang tidak mengalami berat badan dibawah garis

merah (BGM) sebanyak 39 orang (75,0%) dan 13 orang (25,0%) yang mengalami

berat badan dibawah garis merah (BGM), sedangkan responden yang pengetahuannya

buruk dengan balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM)

sebanyak 25 orang (52,1%) dan 23 orang (47,9%) yang mengalami berat badan

dibawah garis merah (BGM). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,017, artinya ada

Universitas Sumatera Utara


62

hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian bawah garis merah

(BGM), dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini:

Tabel 4.10. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Bawah Garis Merah


(BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
Bawah Garis Merah
(BGM) Jumlah PR
Pengetahuan χ2 p
Ya Tidak 95% CI
n % n % n %
Kurang 23 47,9 25 52,1 52 100,0 1,440
5,689 0,017
Baik 13 25,0 39 75,0 48 100,0 (1,053-1,970)

4.9. Hubungan Sikap dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara sikap dengan kejadian bawah garis

merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang sikapnya baik

dengan balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 32

orang (82,1%) dan 7 orang (17,9%) yang mengalami berat badan dibawah garis

merah (BGM), sedangkan responden yang sikapnya buruk dengan balita tidak

mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM), sebanyak 32 orang (52,5%) dan

29 orang (47,5%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil

uji statistik didapat nilai p = 0,003, artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap

dengan kejadian bawah garis merah (BGM), dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini

Universitas Sumatera Utara


63

Tabel 4.11. Hubungan Sikap dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
BGM
Jumlah PR
Sikap Ya Tidak χ2 p
95% CI
n % n % n %
Kurang 29 47,5 32 52,5 39 100,0 1,564
9,042 0,003
Baik 7 17,9 32 82,1 61 100,0 (1,182-2,070)

4.10. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pola asuh dengan kejadian bawah

garis merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang pola asuhnya

baik dengan balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM),

sebanyak 38 orang (80,9%) dan 9 orang (19,1%) yang mengalami berat badan

dibawah garis merah (BGM), sedangkan responden yang pola asuhnya buruk dengan

balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 26 orang

(49,1%) dan 27 orang (50,9%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah

(BGM). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,001, artinya ada hubungan yang

signifikan antara pola asuh dengan kejadian bawah garis merah (BGM), dapat dilihat

pada Tabel 4.12 berikut ini :

Tabel 4.12. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
BGM
Pola Jumlah PR
Ya Tidak χ2 p
Asuh 95% CI
n % n % n %
Kurang 27 50,9 26 49,1 47 100,0 1,648
10,929 0,001
Baik 9 19,1 38 80,9 53 100,0 (1,212-2,242)

Universitas Sumatera Utara


64

4.11. Pengaruh Perilaku Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Kabupaten
Tapanuli Selatan

Untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian bawah garis

merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Tahun 2013

digunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic regression), karena variabel

dependennya 2 kategori yaitu ya dan tidak. Regresi logistik ganda yaitu salah satu

pendekatan model matematis untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel

independen terhadap variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomi atau binary

dengan metode enter. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi

logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariatnya

yaitu umur, pendapatan, pengetahuan, sikap dan pola asuh, maka model akhir yang

terpilih adalah:

Tabel 4.13. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda

Variabel B Sig. Exp (B) 95% CI


Pendapatan 1,718 0,004 5,575 1,740-17,860
Pengetahuan 2,661 0,0001 14,311 3,470-59,022
Sikap 2,452 0,0001 11,611 3,007-44,839
Pola asuh 2,695 0,0001 14,808 3,658-59,952
Constant -6,259 - -

Hasil penelitian diperoleh nilai koefisien B dari variabel pola asuh yaitu 2,695,

hal ini menunjukkan variabel tersebut merupakan variabel yang paling berpengaruh

terhadap kejadian bawah garis merah (BGM). Besar pengaruh variabel tersebut

dilihat dari nilai Exp B sebesar 14,808 dimana jika ibu memiliki pola asuh buruk

Universitas Sumatera Utara


65

kemungkinan mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 15 kali lebih besar

dibanding dengan ibu yang memiliki pola asuh baik.

Pendapatan berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan

nilai Exp B sebesar 5,575 dimana jika ibu memiliki pendapatan rendah kemungkinan

mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 6 kali lebih besar dibanding

dengan ibu yang memiliki pendapatan tinggi.

Pengetahuan berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan

nilai Exp B sebesar 14,311 dimana jika ibu memiliki pengetahuan buruk

kemungkinan mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 14 kali lebih besar

dibanding dengan ibu yang memiliki pengetahuan baik.

Sikap berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai

Exp B sebesar 11,611 dimana jika ibu memiliki sikap buruk kemungkinan mengalami

berat badan dibawah garis merah (BGM) 12 kali lebih besar dibanding dengan ibu

yang memiliki sikap baik.

Nilai Overall Percentage diperoleh sebesar 80,0 yang artinya variabel

pendapatan, pengetahuan, sikap dan pola asuh bisa menjelaskan pengaruhnya

terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) sebesar 80,0%, sedangkan sisanya

sebesar 20,0% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar penelitian.

Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi kejadian

bawah garis merah (BGM) adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


66

1
p( y ) =
1 + e −( −6, 259+1, 718( pendapa tan) + 2, 661( pengetahuan )+ 2, 452 ( sikap )+ 2, 695( polaasuh )
Keterangan:

P : Probabilitas balita BGM

X1 : Pendapatan, koefisien regresi 1,718

X2 : Pengetahuan, koefisien regresi 2,661

X3 : Sikap, koefisien regresi 2,452

X2 : Pola asuh, koefisien regresi 2,695

a : Konstanta -6,259

e : Ketetapan 2,71828

Persamaan di atas diketahui bahwa ibu yang pendapatannya rendah,

berpengetahuan kurang, sikap kurang dan pola asuh kurang maka memiliki

probabilitas sebesar 96,33% mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM).

Ibu yang pendapatannya rendah, berpengetahuan kurang, sikap kurang dan pola asuh

kurang maka memiliki probabilitas sebesar 0,19% mengalami berat badan dibawah

garis merah (BGM).

Universitas Sumatera Utara


67

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Pendapatan Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa terdapat pendapatan ibu

yang rendah ≤1.375.000)


( sebesar 56,0% dan sebesar 44,0% yang berpendapatan

tinggi (>1.375.000). Berdasarkan hasil uji statistik didapat nilai p = 0, 014, artinya

ada hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan kejadian bawah garis merah

(BGM).

Pendapatan berpengaruh terhadap kejadian bahwa garis merah (BGM) dengan

nilai Exp B sebesar 5,575 dimana jika ibu memiliki pendapatan rendah kemungkinan

6 kali lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding

dengan ibu yang memiliki pendapatan tinggi.

Pendapatan keluarga yang kurang sedangkan anak banyak, maka pemerataan

dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini bisa

disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi

dengan demikian penyakitpun terus mengintai.

Tingginya tingkat pendidikan ibu menentukan kesehatan gizi balita agar

memperoleh berat badan yang normal, dan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan

ibu semakin banyak anak yang berstatus gizi lebih. Hal ini sependapat dengan Taslim

(2007), bahwa dari hasil temuan kasus gizi buruk dikaitkan dengan sebab-akibat

timbulnya masalah gizi buruk. Masalah ini jelas disebabkan oleh berbagai faktor yang

67
Universitas Sumatera Utara
68

pada akhirnya mengerucut sehingga si anak tidak mendapat asupan gizi yang cukup

selama kurun waktu yang lama. Mungkin karena ketiadaan pangan di rumahtangga

yang apabila dikaji penyebabnya akan sangat banyak dan tidak berkaitan dengan

sektor kesehatan. Atau mungkin karena kelalaian orangtua dalam pengasuhan bayi

dan anak balita, sehingga asupan gizi untuk anak tidak terawasi dengan baik,

sehingga timbul masalah gizi buruk.

Pentingnya pekerjaan menurut Ahmadi (2003), bahwa usaha memerangi

kemiskinan hanya dapat berhasil kalau dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan

yang memberikan pendapatan yang layak kepada orang-orang miskin sehingga bukan

hanya pendapatan saja yang dinaikkan tetapi harga diri sebagai manusia, dan juga

dengan lapangan kerja dapat memberikan kesempatan masyarakat untuk bekerja dan

merangsang berbagai kegiatan di sektor-sektor ekonomi.

5.2. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah


(BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Pengetahuan tentang gizi sebagian besar berpengetahuan baik (52,0%) dan

48,0% berpengetahuan kurang. Pengetahuan tentang gizi yang diperoleh dari ibu

yang mempunyai balita dilapangan bahwasanya ibu tahu pola makan yang sehat

untuk balita adalah 3 kali dalam sehari sebesar 63,0%, sedangkan ibu tidak tahu

bahwa penyuluhan di posyandu penting untuk mendapatkan informasi tentang

kesehatan pada balita sebesar 63,0%.

Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan

kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai p=0,017. Terdapat persentase ibu

Universitas Sumatera Utara


69

yang mempunyai balita tidak dibawah garis merah (BGM) dengan pengetahuan baik

sebesar 75,0% sedangkan yang berpengetahuan kurang sebesar 52,1%. Pengetahuan

berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai Exp B sebesar

14,311 dimana jika ibu memiliki pengetahuan kurang kemungkinanan 14 kali lebih

besar mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding dengan ibu

yang memiliki pengetahuan baik.

Menurut Mudanijah (2004), Konsumsi pangan anak tergantung pada sikap

dan pengetahuan ibu terhadap pangan. Tujuan pemberian makan pada anak adalah

untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya,

pemulihan kesehatan sesudah sakit, untuk aktifitas, pertumbuhan dan perkembangan.

Dengan memberi makan, maka anak juga dididik agar dapat menerima, menyukai,

memilih makanan yang baik serta menentukan jumlah yang cukup dan bermutu.

Permasalahan pada anak usia 9-49 bulan pada penelitian ini adalah bahwa

pada usia ini seorang anak masih merupakan golongan konsumen pasif yaitu belum

dapat mengambil dan memilih makanan. Mereka juga sukar diberi pengertian tentang

makanan disamping kemampuan menerima berbagai jenis makanan masih terbatas

sehingga pada usia ini anak amat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan

kurang gizi sehingga dibutuhkan pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan

yang baik bagi Balitanya sesuai dengan kebutuhan anak. Keberhasilan

penanggulangan Balita gizi kurang akan lebih baik apabila didukung pengetahuan ibu

yang baik tentang gizi buruk dan upaya penanggulangannya, karena anak Balita

masih sangat tergantung pada pola asuh keluarga.

Universitas Sumatera Utara


70

Pendidikan gizi sulit berhasil bila tidak disertai peningkatan pengetahuan

mengenai sikap dan kepercayaan terhadap makanan. Pendidikan merupakan suatu hal

yang penting yang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang, termasuk di dalamnya

informasi tentang gizi dan makanan serta variasi pemilihan jenis makanan.

Pengetahuan gizi seseorang akan berdampak dalam memilih dan mengolah pangan

sehari-hari. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menyerap

berbagai informasi dan menerima berbagai intervensi seperti intervensi-intervensi

kesehatan (Nainggolan dkk, 2007).

Sejalan dengan penelitian Munarni (2012) di Kompleks Taman Perumahan

Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang bahwa

pengetahuan ibu pada umumnya cendrung baik (65,4%), hal ini didukung dengan ibu

rajin membaca majalah, koran dan adanya internet di rumah. Pendidikan ibu pada

umumnya memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu 75,0 %. Tingkat pendapatan

keluarga pun pada umumnya pendapatan di atas UMR, dan pekerjaan ibu cendrung

bekerja yaitu 59,6 %. Terdapat pengaruh yang signifikan pengetahuan ibu terhadap

status gizi anak balita dengan nilai p=0.034 < 0,05. Hasil penelitian dari lapangan

pengetahuan gizi ini mereka dapatkan dari majalah-majalah kesehatan khususnya

majalah resep masakan Indonesia, sehingga pola asuh anak khususnya pemberian

makan dalam penyusunan menunya menjadi lebih bervariasi.

Semakin baik pengetahuan gizi ibu maka pola asuh makan dan pola asuh

kesehatan akan semakin baik dimana hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

ibu. Dari sebagian besar ditemukan bahwa tingkat pendidikan ibu adalah tamatan

Universitas Sumatera Utara


71

Akademik/S1 artinya pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan ibu sejalan dengan

pengetahuan gizi ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa

pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan si ibu, semakin tinggi

tingkat pendidikan ibu maka akan semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk

menyerap pengetahuan dalam pendidikan non formal maupun formal, begitu juga

sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah pula

kemampuan ibu untuk menyerap pengetahuan (Berg, 1986).

Keadaan ini juga kemungkinan disebabkan oleh faktor budaya yang masih kuat

di keluarga responden. Yaitu adanya pantangan terhadap suatu jenis makanan tertentu

maupun jumlah/proporsi pembagian makanan dalam keluarga. Sehingga walaupun

banyak responden dengan tingkat pendidikan tamat SMA, tetapi tidak dapat

menerapkan informasi yang benar di keluarga mereka.

Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk

yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya

memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan.

Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat

dianggap tabu untuk dikonsumsi keran alasan-alasan tertentu.

5.3. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Hasil penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi masih

ditemukan ibu yang bersikap kurang sebesar 61,0%. Berdasarkan hasil dilapangan

ternyata ditemukan Sikap ibu tentang gizi menunjukkan bahwa ibu yang sangat setuju

Universitas Sumatera Utara


72

tentang anak balita sangat rentan mengalami gizi buruk, maka ibu sebaiknya

memperhatikan dan memantau terus tumbuh kembang dan kenaikan berat badan

balita setiap bulannya ke posyandu sebesar 63,0%, ibu yang setuju tentang membawa

anak balita ke posyandu setiap bulannya merupakan salah satu cara mencegah agar

anak balita tidak mengalami gizi buruk sebesar 51,0%, sedangkan ibu yang tidak

setuju tentang merawat dan memberi perhatian kepada anak balita merupakan

pekerjaan yang sia – sia sebesar 31,0%.

Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara sikap dengan kejadian

bawah garis merah (BGM) dengan nilai p=0,003. Terdapat persentase ibu yang

mempunyai balita tidak dibawah garis merah (BGM) dengan sikap baik sebesar

82,1% sedangkan yang sikap kurang sebesar 52,5%. Sikap berpengaruh terhadap

kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai Exp B sebesar 11,611 dimana jika

ibu memiliki sikap kurang kemungkinanan 12 kali lebih besar mengalami berat badan

dibawah garis merah (BGM) dibanding dengan ibu yang memiliki sikap baik.

5.4. Pengaruh Pola Asuh Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi

Berdasarkan hasil univariat tentang pola asuh di Wilayah Kerja Puskesmas

Sayur Matinggi masih ditemukan ibu yang memiliki pola asuh kurang sebesar 53,0%,

dan sebesar 47,0% yang pola asuh baik hasil dilapangan ternyata ditemukan pola asuh

ibu tentang balita makan tiga kali dalam sehari sebesar 68,0% yang tahu, sedangkan

tentang ibu selalu memberi makanan yang beraneka ragam pada balita (jenis sayur,

lauk-pauk dan buah) sebesar 60,0% yang tidak tahu.

Universitas Sumatera Utara


73

Berdasarkan jawaban ibu bahwa mereka memberikan makan anak 3x sehari

namun tidak disajikan bervariasi bahkan lebih banyak nasi dibanding lauk pauknya.

Mereka juga memberikan susu formula 3 gelas sehari, bahkan berlebih, memberikan

makanan selingan bahkan berlebih sepeti roti, gorengan dan es krim. Hal ini

disebabkan karena ibu tidak mendampingi anak makan keran sudah menganggap

anak sudah bisa makan sendiri, anak minum susu formula pun terserah selera si anak,

cenderung selalu diminta anak, berlebihan juga tidak apa-apa, memberikan makanan

selingan juga diberikan berlebihan, ambil sendiri dari lemari es. Sebagian ibu

mengatakan anaknya bisa gemuk karena faktor keturunan dari keluarga yang lain, dan

sebagian lagi mengatakan sangat tidak etis bila anak orang kaya mengalami gizi

kurang dan buruk.

Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara pola asuh dengan kejadian

bawah garis merah (BGM) dengan nilai p=0,001. Terdapat persentase ibu yang

mempunyai balita tidak dibawah garis merah (BGM) dengan pola asuh baik sebesar

80,9% sedangkan yang pola asuh kurang sebesar 49,1%. Pola asuh berpengaruh

terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai Exp B sebesar sebesar

14,808 dimana jika ibu memiliki pola asuh kurang kemungkinanan 15 kali lebih besar

mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding dengan ibu yang

memiliki pola asuh baik.

Pola asuh pada balita yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan

biomedis dalam meningkatkan pertumbuhan balita yang optimal. Perilaku ibu dalam

menerapkan pola asuh pada balita terdiri dari yaitu pola asuh makan dan pola asuh

Universitas Sumatera Utara


74

kesehatan. Perilaku ibu dalam menerapkan pola asuh pada balita terdiri dari yaitu

pola asuh makan dan pola asuh kesehatan. Hal ini disebabkan status pekerjaan ibu

yang bekerja di luar rumah seperti pegawai swasta dan PNS sehingga mengakibatkan

ibu kurang memerhatikan pengelolaan pemberian makan pada balitanya. Ibu yang

bekerja memiliki waktu lebih banyak di luar rumah, dan juga kesibukan di dalam

mengurus anggota keluarga lainnya menyebabkan balita cenderung kurang mendapat

perhatian, sehingga pola makan anak yang tidak seimbang lagi, dimana anak makan

makanan yang berlebihan.

Sesuai pendapat Soekirman (2000) bahwa dalam rumah tangga, keadaan status

gizi balita dipengaruhi oleh kemampuan ibu dalam menyediakan pangan, baik jumlah

maupun jenis dan pola asuh juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan,

perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya gizi

buruk pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai.

Sesuai penelitian Yusrizal (2008), mengungkapkan bahwa faktor sosial

ekonomi masyarakat (tingkat pendidikan) berpengaruh terhadap status gizi anak

balita. Ibu yang berpendidikan rendah kurang dapat memahami atau menelaah

informasi kesehatan yang diberikan kepadanya, dibandingkan dengan ibu

berpengetahuan tinggi. Perilaku ibu dalam memberikan perawatan kesehatan melalui

kebersihan lingkungan dan perawat balita yang kurang baik berdampak terhadap

status gizi balita. Faktor pola asuh pada balita meliputi pola asuh makan dan

kesehatan berpengaruh terhadap status gizi balita.

Universitas Sumatera Utara


75

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) pada ibu yang

mempunyai balita masih banyak ibu berumur dibawah 37 tahun dengan

pendidikan rendah yaitu tamat SMP. Ibu bekerja sebagai petani dan berdagang

dengan pendapatan yang rendah atau masih dibawah UMR ((≤1.375.000).

2. Hubungan karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dengan

perilaku ditemukan pendapatan berhubungan dengan kejadain BGM yaitu ibu

yang mayoritas bekerja bertani dan berdagang sehingga kurang menyediakan

bahan pangan untuk keluarga dan mayoritas berpenghasilan rendah dibawah

UMR.

3. Perilaku (pengetahuan, sikap dan pola asuh) berpengaruh terhadap kejadian

Bawah Garis Merah (BGM), dimana pola asuh merupakan variabel yang paling

dominan berpengaruh yaitu ibu memiliki pola asuh kurang kemungkinan 15 kali

lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding

dengan ibu yang memiliki pola asuh baik.

75

Universitas Sumatera Utara


76

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka dapat diberikan saran sebagai

berikut:

1. Untuk meningkatkan perilaku ibu tentang gizi pada balita maka pihak Puskesmas

perlu memberikan pendidikan dan informasi yang lebih intensif dan

berkesinambungan dengan metode simulasi agar terjadi perubahan perilaku ibu

yang lebih baik.

2. Pihak Puskesmas Sayur Matinggi perlu melakukan pendekatan dan pelatihan

kepada bidan desa, kader dan ibu-ibu lurah untuk membantu menyampaikan

informasi yang benar tentang gizi pada balita serta manfaat yang diperoleh ibu

bila memberikan gizi yang baik.

3. Pihak Puskesmas agar meningkatkan kegiatan promosi dan penyuluhan tentang

pentingnya gizi pada balita sebagai pertumbuhan dan perkembangan, serta

meningkatkan mutu dan fungsi para petugas kesehatan menjadi fasilitator dan

motivator bagi para ibu untuk mau membawa anaknya ke puskesmas dan

memanfaatkan kegiatan-kegiatan yang puskesmas.

Universitas Sumatera Utara


77

DAFTAR PUSTAKA

Sediaoetama, A.D. 2000, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta:
Dian Rakyat.

Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Ahmadi, B., 2003. Ilmu Sosial Dasar. PT.Rineka Cipta. Jakarta.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Arikunto, S., 2002. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

__________, 2007 Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.


.
Azwar, Saifuddin. 1997. Sikap Manusia. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010, Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas 2010), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN). 2007. Rencana aksi nasional


pangan dan gizi 2006-2010.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Analisis Perkembangan Statistik Ketenagakerjaan


(Laporan Sosial Indonesia 2007). Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Baliwati, F.Y. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar Swadaya, Jakarta

Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. UMM Press ; Malang

Bomar, 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi pada Balita di
Kabupaten Kampar 2008. Makara Kesehatan, Edisi Desember 2008, X
(2):64-70

Dahlan, S., 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,
dan Multivariat. Jakarta: Salemba Medika

Depkes Kesehatan RI. 2009. Jakarta: Profil kesehatan Tahun 2008.

__________, 2008. Jakarta: Profil kesehatan Tahun 2007.

__________, 2007. Jakarta: Profil kesehatan tahun 2006.

77
Universitas Sumatera Utara
78

Dinas Kesehatan Tapanuli Selatan. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli


Selatan Tahun 2011.

Kardjati, dkk 1985,Pola Makan dan Status Gizi Balita,Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. 2007. Jakarta: Balai Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional

LIPI. 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.2004.

Mochtar, R., 1998. Sinopis Obstetri. 2/E. EGC: Jakarta.

Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Siinanti.
Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2012. promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

__________, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

__________, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Puskesmas Sayur Matinggi. 2012. Laporan Tahunan 2012: Sayur Matinggi


Kabupaten Tapanuli Selatan.

Ridwan. (2005). Skala Variabel-variabel Penelitian. Bandung : Alfa Beta.

Riyanto, A . 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha


Medika

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak


Universitas Airlangga Surabaya.

Solihin P. Ilmu Gizi Klinis pada Anak, Edisi Keempat. Jakarta. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Sunyoto, D., 2012. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Nuha Medika

Supariasa. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

Universitas Sumatera Utara


79

Susanty, Mery 2011. Hubungan Perilaku tentang Pencegahan Malnutrisi dengan


Kejadian Gizi Buruk di Desa Bukit Padi Kecamatan Jemaja Kabupaten
Natuna T. PSIKM FK Unand: Padang

Taslim, N.A., 2006. Kontroversi Seputar Gizi Buruk. http://www.gizi.net.akses 18


Juni 2014

Universitas Sumatera Utara


80

Lampiran 1.

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :…………………..

Umur:……………………

Alamat:………………….

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini maka saya menyatakan

bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh

saudari Syera Mahyuni Harahap mengenai “ Pengaruh perilaku ibu terhadap

Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Sayur Matinggi Kabupaten Tapanuli Selatan”.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini sangat bermanfaat untuk

kepentingan ilmiah, identitas responden digunakan hanya untuk keperluan penelitian

dan akan dijaga kerahasiaannya

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak

manapun agar dapat dipergunakan sesuai keperluan.

…………………2014

Peneliti Responden

(Syera Mahyuni Harahap) ( )

80
Universitas Sumatera Utara
81

Lampiran 2.

KUESIONER

PENGARUH PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN BAWAH GARIS


MERAH (BGM) PADA ANAK BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SAYUR MATINGGI
KABUPATEN TAPANULI SELATAN

No. Identitas

Nama Responden

Umur ibu

Umur balita

Berat Badan

Pendidikan 1. SD

2. SMP

3. SMA

4. PT/Akademi

Pekerjaan Suami :

Istri :

Pendapatan per Bulan Rp

81
Universitas Sumatera Utara
82

PETUNJUK PENGISIAN

A. PENGETAHUAN

Jawaban
No PERNYATAAN
Ya Tidak
1 Gizi adalah zat yang terkandung dalam makanan
dan diperlukan oleh tubuh
2 Fungsi zat gizi adalah sebagai sumber energi
utama, menyokong pertumbuhan badan,
memelihara jaringan tubuh, mengatur proses
pertukaran zat dan pertahanan terhadap berbagai
penyakit
3 Gizi seimbang adalah makanan yang
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh
4 Balita memerlukan zat gizi seimbang untuk
pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, dan
pemeliharaan kesehatan
5 Jenis zat gizi dalam makanan adalah karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan air
6 Makanan 4 sehat 5 sempurna terdiri dari nasi,
lauk- pauk, sayur, buah, dan susu
7 Pola makan yang sehat untuk balita adalah 3 kali
dalam sehari
8 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi
kurang dari kebutuhan tubuh
9 Penyebab terjadinya BGM adalah kurangnya
makanan bergizi dan seimbang yang dikonsumsi
balita
10 Balita merupakan kelompok usia yang rentan
terhadap penyakit akibat kekurangan gizi
11 Ciri-ciri balita yang terkena BGM adalah rambut
berwarna merah, perut buncit, kulit keriput,
wajah seperti orang tua
12 BGM yang lama dapat menghambat tumbuh
kembang balita
13 BGM dapat menurunkan tingkat kecerdasan/IQ
balita
14 Jika BGM tidak segera ditangani maka akan
menyebabkan kematian pada balita

Universitas Sumatera Utara


83

15 Suatu penyakit misalnya diare dapat


menyebabkan balita mengalami BGM
16 Keadaan BGM dapat menyebabkan balita mudah
terserang penyakit
17 Balita harus dibawa setiap bulan secara rutin ke
posyandu untuk dipantau tumbuh kembangnya
18 Penyuluhan di posyandu penting untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan pada
balita
19 Balita harus diimunisasi untuk meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap penyakit
20 Pencegahan BGM pada balita adalah memberi
makanan bergizi, memberikan ASI sampai usia 2
tahun, membawa balita ke pelayanan kesehatan
bila sakit

B. SIKAP (ATTITUDE) RESPONDEN

Beri tanda Cheklist (√) pada pilihan dibawah ini!

No PERNYATAAN SS S TS
1 Kejadian BGM pada anak balita sangat berbahaya dan
dapat menghambat tumbuh kembang anak
2 Bila anak balita mengalami mencret terus menerus, ini
merupakan hal yang biasa dan tidak masalah
3 Untuk menghindari anak mencret, maka sangat penting
untuk memperhatikan jenis makan dan minum yang
diberikan kepada anak balita
4 Bila anak balita mengalami tidak ada nafsu makan dan
tidak aktif serta rewel, maka segera dibawa ke dukun
untuk diperiksa dan diberi pengobatan
5 Anak balita sangat rentan mengalami BGM, maka ibu
sebaiknya memperhatikan dan memantau terus tumbuh
kembang dan kenaikan berat badan balita setiap bulannya
ke posyandu
6 Pengukuran tinggi dan berat badan hanya dilakukan pada
saat anak balita sakit dan seperlunya saja
7 Membawa anak balita ke posyandu setiap bulannya
merupakan salah satu cara mencegah agar anak balita
tidak mengalami BGM
8 Bila anak balita sakit sebaiknya dibawa pergi ke ladang
dan sawah saja agar balita cepat sembuh

Universitas Sumatera Utara


84

9 Sebelum anak balita mengalami diare sebaiknya ibu


memperhatikan makanan dan minuman yang akan diolah
10 Merawat dan memberi perhatian kepada anak balita
merupakan pekerjaan yang sia-sia

C. POLA ASUH

Beri tanda Cheklist (√) pada pilihan dibawah ini !

No PERTANYAAN Ya Tidak
1 Apakah ibu selalu memberi makanan yang beraneka
ragam pada balita (jenis sayur, lauk-pauk dan buah)?
2 Apakah ibu selalu mendampingi balita saat makan?
3 Apakah balita makan tiga kali dalam sehari?
4 Apakah waktu pemberian makan diberi secara teratur?
5 Apakah balita selalu menghabiskan porsi makanan setiap
kali makan?
6 Apakah makanan yang diberi selalu memenuhi syarat 4
Sehat 5 Sempurna?
7 Apakah ibu selalu menyiapkan makanan untuk balita?
8 Apakah sebelumnya ibu hanya memberikan ASI saja
kepada bayi selama usia 0-6 bulan?
9 Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada balita sampai
usia 2 tahun?
10 Apakah sebelumnya ibu memberikan makanan tambahan
selain ASI kepada balita setelah berusia 6 bulan?
11 Apakah balita ibu tetap minum susu setiap hari setelah
usia 2 tahun?
12 Apakah balita ibu pernah mengalami sakit dalam waktu
yang lama?
13 Apakah ibu segera membawa balita berobat ke pelayanan
kesehatan bila balita mengalami sakit?
14 Apakah ibu rutin membawa balita setiap bulan ke
posyandu?
15 Apakah ibu rutin menimbang berat badan balita setiap
bulan?
16 Apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan?
17 Apakah ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas
kesehatan?
18 Apakah balita telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap?

Universitas Sumatera Utara


85

lampiran 3. Master Data Penelitian

85
Universitas Sumatera Utara
86

Universitas Sumatera Utara


87

Universitas Sumatera Utara


88

Universitas Sumatera Utara


89

Universitas Sumatera Utara


90

Universitas Sumatera Utara


91

Lampiran 4. Uji Validitas dan Reliabilitas

Reliability Pengetahuan Tidak Valid


Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.913 20

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
p1 .87 .346 30
p2 .80 .407 30
p3 .77 .430 30
p4 .70 .466 30
p5 .70 .466 30
p6 .50 .509 30
p7 .77 .430 30
p8 .83 .379 30
p9 .67 .479 30
p10 .77 .430 30
p11 .63 .490 30
p12 .77 .430 30
p13 .70 .466 30
p14 .80 .407 30
p15 .77 .430 30
p16 .63 .490 30
p17 .77 .430 30
p18 .47 .507 30
p19 .73 .450 30
p20 .80 .407 30

91
Universitas Sumatera Utara
92

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha if


Deleted Item Deleted Total Correlation Item Deleted
p1 13.57 27.633 .555 .909
p2 13.63 27.344 .532 .909
p3 13.67 26.782 .630 .907
p4 13.73 26.478 .641 .907
p5 13.73 26.478 .641 .907
p6 13.93 28.823 .126 .920
p7 13.67 27.402 .485 .911
p8 13.60 26.938 .684 .906
p9 13.77 26.944 .522 .910
p10 13.67 26.713 .646 .907
p11 13.80 26.097 .686 .905
p12 13.67 26.782 .630 .907
p13 13.73 26.892 .551 .909
p14 13.63 26.861 .651 .907
p15 13.67 26.713 .646 .907
p16 13.80 26.097 .686 .905
p17 13.67 26.782 .630 .907
p18 13.97 27.620 .355 .914
p19 13.70 27.114 .524 .910
p20 13.63 27.344 .532 .909

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
14.43 29.771 5.456 20

Reliability Pengetahuan Valid


Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Universitas Sumatera Utara


93

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


.922 18

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
p1 .87 .346 30
p2 .80 .407 30
p3 .77 .430 30
p4 .70 .466 30
p5 .70 .466 30
p7 .77 .430 30
p8 .83 .379 30
p9 .67 .479 30
p10 .77 .430 30
p11 .63 .490 30
p12 .77 .430 30
p13 .70 .466 30
p14 .80 .407 30
p15 .77 .430 30
p16 .63 .490 30
p17 .77 .430 30
p19 .73 .450 30
p20 .80 .407 30

Universitas Sumatera Utara


94

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha if


Deleted Item Deleted Total Correlation Item Deleted
p1 12.60 24.662 .530 .920
p2 12.67 24.230 .551 .919
p3 12.70 23.734 .640 .917
p4 12.77 23.564 .623 .917
p5 12.77 23.564 .623 .917
p7 12.70 24.424 .469 .921
p8 12.63 23.895 .692 .916
p9 12.80 24.028 .499 .921
p10 12.70 23.597 .675 .916
p11 12.83 23.178 .675 .916
p12 12.70 23.734 .640 .917
p13 12.77 23.978 .527 .920
p14 12.67 23.747 .678 .916
p15 12.70 23.597 .675 .916
p16 12.83 23.178 .675 .916
p17 12.70 23.734 .640 .917
p19 12.73 24.064 .529 .920
p20 12.67 24.161 .569 .919

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
13.47 26.602 5.158 18

Reliability Sikap
Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Universitas Sumatera Utara


95

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


.896 10

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
s1 3.97 .765 30
s2 3.97 .765 30
s3 2.90 1.242 30
s4 2.90 1.242 30
s5 4.03 .669 30
s6 2.90 1.242 30
s7 4.03 .669 30
s8 4.10 .548 30
s9 4.03 .669 30
s10 3.87 .681 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha if


Deleted Item Deleted Total Correlation Item Deleted
s1 32.73 33.168 .804 .877
s2 32.73 33.168 .804 .877
s3 33.80 30.924 .606 .894
s4 33.80 30.924 .606 .894
s5 32.67 34.506 .749 .882
s6 33.80 32.028 .517 .902
s7 32.67 34.506 .749 .882
s8 32.60 35.283 .808 .883
s9 32.67 34.506 .749 .882
s10 32.83 35.592 .588 .890

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
36.70 40.838 6.390 10

Universitas Sumatera Utara


96

Reliability Pola Asuh


Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


.929 18

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
pa1 .70 .466 30
pa2 .80 .407 30
pa3 .77 .430 30
pa4 .63 .490 30
pa5 .77 .430 30
pa6 .87 .346 30
pa7 .73 .450 30
pa8 .73 .450 30
pa9 .80 .407 30
pa10 .63 .490 30
pa11 .67 .479 30
pa12 .67 .479 30
pa13 .77 .430 30
pa14 .77 .430 30
pa15 .77 .430 30
pa16 .70 .466 30
pa17 .80 .407 30
pa18 .77 .430 30

Universitas Sumatera Utara


97

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha if


Deleted Item Deleted Total Correlation Item Deleted
pa1 12.63 25.551 .610 .926
pa2 12.53 25.361 .761 .923
pa3 12.57 25.013 .801 .921
pa4 12.70 25.321 .625 .925
pa5 12.57 25.771 .615 .926
pa6 12.47 26.740 .499 .928
pa7 12.60 25.559 .634 .925
pa8 12.60 25.214 .715 .923
pa9 12.53 26.464 .481 .928
pa10 12.70 25.666 .551 .927
pa11 12.67 26.713 .443 .932
pa12 12.67 24.851 .745 .922
pa13 12.57 25.771 .615 .926
pa14 12.57 26.116 .533 .927
pa15 12.57 25.771 .615 .926
pa16 12.63 25.551 .610 .926
pa17 12.53 25.361 .761 .923
pa18 12.57 25.013 .801 .921

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
13.33 28.644 5.352 18

Universitas Sumatera Utara


98

Lampiran 5. Analisis Bivariat

Umur K * B_BGM

Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
umurk >mean Count 26 19 45
% within umurk 57.8% 42.2% 100.0%
% within B_BGM 40.6% 52.8% 45.0%
% of Total 26.0% 19.0% 45.0%
<=mean Count 38 17 55
% within umurk 69.1% 30.9% 100.0%
% within B_BGM 59.4% 47.2% 55.0%
% of Total 38.0% 17.0% 55.0%
Total Count 64 36 100
% within umurk 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 1.375 1 .241
Continuity Correctionb .928 1 .335
Likelihood Ratio 1.373 1 .241
Fisher's Exact Test .297 .168
Linear-by-Linear
1.361 1 .243
Association
b
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,20.
b. Computed only for a 2x2 table

98
Universitas Sumatera Utara
99

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for umurk (>mean /
.612 .269 1.394
<=mean)
For cohort B_BGM = Tidak .836 .616 1.136
For cohort B_BGM = Ya 1.366 .810 2.303
N of Valid Cases 100

Pendidikan * B_BGM

Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pendidikan Tinggi (SMA, Count 30 19 49
Diploma dan S1)
% within pendidikan 61.2% 38.8% 100.0%
% within B_BGM 46.9% 52.8% 49.0%
% of Total 30.0% 19.0% 49.0%
Rendah (SD dan Count 34 17 51
SMP) % within pendidikan 66.7% 33.3% 100.0%
% within B_BGM 53.1% 47.2% 51.0%
% of Total 34.0% 17.0% 51.0%
Total Count 64 36 100
% within pendidikan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


100

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .321 1 .571
Continuity Correctionb .128 1 .720
Likelihood Ratio .321 1 .571
Fisher's Exact Test .678 .360
Linear-by-Linear
.318 1 .573
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,64.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pendidikan (Tinggi
(SMA, Diploma dan S1) / Rendah (SD .789 .348 1.789
dan SMP))
For cohort B_ BGM = Tidak .918 .683 1.234
For cohort B_ BGM = Ya 1.163 .689 1.964
N of Valid Cases 100

Pekerjaan * B_ BGM

Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pekerjaan Tidak bekerja Count 20 8 28
% within pekerjaan 71.4% 28.6% 100.0%
% within B_ BGM 31.2% 22.2% 28.0%
% of Total 20.0% 8.0% 28.0%
Bekerja Count 44 28 72
% within pekerjaan 61.1% 38.9% 100.0%
% within B_ BGM 68.8% 77.8% 72.0%
% of Total 44.0% 28.0% 72.0%
Total Count 64 36 100
% within pekerjaan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


101

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .931 1 .334
Continuity Correctionb .537 1 .463
Likelihood Ratio .953 1 .329
Fisher's Exact Test .365 .233
Linear-by-Linear
.922 1 .337
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,08.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pekerjaan (Tidak 1.591 .617 4.101
bekerja / Bekerja)
For cohort B_ BGM = Tidak 1.169 .868 1.575
For cohort B_ BGM = Ya .735 .382 1.412
N of Valid Cases 100

Pendapatan * B_ BGM
Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pendapatan Tinggi Count 34 10 44
(>1.375.000) % within pendapatan 77.3% 22.7% 100.0%
% within B_ BGM 53.1% 27.8% 44.0%
% of Total 34.0% 10.0% 44.0%
Rendah Count 30 26 56
(<=1.375.000) % within pendapatan 53.6% 46.4% 100.0%
% within B_ BGM 46.9% 72.2% 56.0%
% of Total 30.0% 26.0% 56.0%
Total Count 64 36 100
% within pendapatan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


102

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.008a 1 .014
Continuity Correctionb 5.023 1 .025
Likelihood Ratio 6.173 1 .013
Fisher's Exact Test .021 .012
Linear-by-Linear
5.948 1 .015
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,84.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pendapatan (Tinggi
2.947 1.223 7.098
(>1.375.000) / Rendah (<=1.375.000))
For cohort B_ BGM = Tidak 1.442 1.077 1.931
For cohort B_ BGM = Ya .490 .265 .904
N of Valid Cases 100

Pengetahuan * B_BGM

Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pengetahuan Baik Count 39 13 52
% within pengetahuan 75.0% 25.0% 100.0%
% within B_ BGM 60.9% 36.1% 52.0%
% of Total 39.0% 13.0% 52.0%
Kurang Count 25 23 48
% within pengetahuan 52.1% 47.9% 100.0%
% within B_ BGM 39.1% 63.9% 48.0%
% of Total 25.0% 23.0% 48.0%
Total Count 64 36 100
% within pengetahuan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


103

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 5.689 1 .017
Continuity Correctionb 4.738 1 .029
Likelihood Ratio 5.742 1 .017
Fisher's Exact Test .022 .015
Linear-by-Linear
5.632 1 .018
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,28.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pengetahuan (Baik /
2.760 1.185 6.428
Kurang)
For cohort B_BGM = Tidak 1.440 1.053 1.970
For cohort B_BGM = Ya .522 .299 .909
N of Valid Cases 100

Sikap * B_BGM

Crosstab
B_ BGM
Tidak Ya Total
sikap Baik Count 32 7 39
% within sikap 82.1% 17.9% 100.0%
% within B_ BGM 50.0% 19.4% 39.0%
% of Total 32.0% 7.0% 39.0%
Kurang Count 32 29 61
% within sikap 52.5% 47.5% 100.0%
% within B_ BGM 50.0% 80.6% 61.0%
% of Total 32.0% 29.0% 61.0%
Total Count 64 36 100
% within sikap 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


104

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 9.042 1 .003
Continuity Correctionb 7.803 1 .005
Likelihood Ratio 9.559 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear
8.952 1 .003
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,04.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for sikap (Baik / Kurang) 4.143 1.586 10.818
For cohort B_ BGM = Tidak 1.564 1.182 2.070
For cohort B_ BGM = Ya .378 .184 .776
N of Valid Cases 100

P_Asuh * B_BGM

Crosstab
B_ BGM
Tidak Ya Total
P_asuh Baik Count 38 9 47
% within P_asuh 80.9% 19.1% 100.0%
% within B_ BGM 59.4% 25.0% 47.0%
% of Total 38.0% 9.0% 47.0%
Kurang Count 26 27 53
% within P_asuh 49.1% 50.9% 100.0%
% within B_ BGM 40.6% 75.0% 53.0%
% of Total 26.0% 27.0% 53.0%
Total Count 64 36 100
% within P_asuh 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


105

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 10.929 1 .001
Continuity Correctionb 9.593 1 .002
Likelihood Ratio 11.322 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear
10.820 1 .001
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,92.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for P_asuh (Baik /
4.385 1.775 10.832
Kurang)
For cohort B_ BGM = Tidak 1.648 1.212 2.242
For cohort B_ BGM = Ya .376 .197 .716
N of Valid Cases 100

Universitas Sumatera Utara


106

Lampiran 6. Analisis Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 100 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 100 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 100 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


Tidak 0
Ya 1

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 49.830 5 .000
Block 49.830 5 .000
Model 49.830 5 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square


a
1 80.854 .392 .538
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less
than ,001.

106
Universitas Sumatera Utara
107

Classification Tablea
Predicted
B_ BGM Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 1 B_ BGM Tidak 56 8 87.5
Ya 11 25 69.4
Overall Percentage 81.0
a. The cut value is ,500

Variables in The Equation

95,0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
a
Step 1 umurk -1.097 .591 3.443 1 .064 .334 .105 1.064
pendapatan 1.843 .617 8.931 1 .003 6.313 1.885 21.137
pengetahuan 2.978 .776 14.735 1 .000 19.652 4.295 89.913
sikap 2.403 .695 11.943 1 .001 11.053 2.829 43.182
P_asuh 2.900 .758 14.646 1 .000 18.170 4.115 80.226
Constant -6.066 1.303 21.674 1 .000 .002
a. Variable(s) entered on step 1: umurk, pendapatan, pengetahuan, sikap,
P_asuh.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b
Predicted
B_ BGM
Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 0 B_ BGM Tidak 64 0 100.0
Ya 36 0 .0
Overall Percentage 64.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.575 .208 7.627 1 .006 .563

Universitas Sumatera Utara


108

Variables Not in The Equation


Score df Sig.
Step 0 Variables umurk 1.375 1 .241
pendapatan 6.008 1 .014
pengetahuan 5.689 1 .017
sikap 9.042 1 .003
P_asuh 10.929 1 .001
Overall Statistics 36.137 5 .000

Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 100 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 100 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 100 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding


Original Value Internal Value
Tidak 0
Ya 1

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step 1 Step 46.164 4 .000
Block 46.164 4 .000
Model 46.164 4 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square


a
1 84.520 .370 .507
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less
than ,001.

Universitas Sumatera Utara


109

Classification Tablea
Predicted
B_ BGM
Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 1 B_ BGM Tidak 53 11 82.8
Ya 9 27 75.0
Overall Percentage 80.0
a. The cut value is ,500

Variables in The Equation

95,0% C.I.for EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a pendapatan 1.718 .594 8.368 1 .004 5.575 1.740 17.860
pengetahuan 2.661 .723 13.550 1 .000 14.311 3.470 59.022
sikap 2.452 .689 12.651 1 .000 11.611 3.007 44.839
P_asuh 2.695 .713 14.271 1 .000 14.808 3.658 59.952
Constant -6.259 1.276 24.063 1 .000 .002
a. Variable(s) entered on step 1: pendapatan, pengetahuan, sikap,
P_asuh.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b
Predicted
B_ BGM Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 0 B_ BGM Tidak 64 0 100.0
Ya 36 0 .0
Overall Percentage 64.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -.575 .208 7.627 1 .006 .563

Universitas Sumatera Utara


110

Variables Not in The Equation


Score df Sig.
Step 0 Variables pendapatan 6.008 1 .014
pengetahuan 5.689 1 .017
sikap 9.042 1 .003
P_asuh 10.929 1 .001
Overall Statistics 34.445 4 .000

Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться