Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TESIS
Oleh
THESIS
By
TESIS
Oleh
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Dekan
Telah diuji
Pada Tanggal : 11 Agustus 2014
PERNYATAAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
ABSTRAK
Gizi buruk adalah keadaan status gizi yang didasarkan pada indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely
underweight. Puskesmas Sayur Mmatinggi terletak di Kecamatan Sayur Matinggi
Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara yang memiliki 19 Desa/Kelurahan
terdapat 1063 balita yang terdaftar di pos penimbangan dan terdapat balita yang gizi
buruk sebanyak 36 balita dari jumlah balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu terhadap
kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi Tahun 2013. Jenis penelitian adalah studi analitik dengan disain Cross
Sectional. Populasi adalah semua ibu yang memiliki anak balita di wilayah kerja
puskesmas Sayur Matinggi sebanyak 1063. Sampel berjumlah 100 orang dengan
teknik simple random sampling. Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel,
dan untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian bawah garis merah
(BGM) pada balita dilakukan dengan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang tidak berat badannya
dibawah garis merah (BGM) 64,0% dan balita dengan berat badan dibawah garis
merah (BGM) 36,0%. Ada pengaruh pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,001), dan
pola asuh (p=0,0001) terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita.
Variabel yang paling dominan adalah variabel pola asuh yaitu pada nilai koefisien
regresi B= 2,471 dan Exp B sebesar 11,834, dimana ibu memiliki pola asuh kurang
kemungkinan erat kaitannya mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 12
kali lebih besar dibanding dengan ibu yang memiliki pola asuh baik.
Disarankan Puskesmas Sayur Matinggi perlu melakukan pendekatan dan
pelatihan kepada bidan desa, kader dan ibu-ibu lurah, meningkatkan kegiatan promosi
dan penyuluhan tentang pentingnya gizi pada balita sebagai pertumbuhan dan
perkembangan, serta meningkatkan mutu dan fungsi para petugas kesehatan menjadi
fasilitator dan motivator.
i
Universitas Sumatera Utara
8
ABSTRACT
ii
Universitas Sumatera Utara
9
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Perilaku Ibu terhadap
Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan,
bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
10
4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan ibu Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes
5. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si., dan ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku
komisi penguji yang telah memberi masukan dan arahan sehingga dapat
Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan dan
7. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan dan bapak kepala
tercinta Ahmad Mudaya, S.Pd serta kedua orang tua tercinta ayahanda
Drs.H. Hamjah harahap dan ibunda Hj. Megawani Hasibuan yang telah banyak
Harahap, Khoirunnisa Fadilah Harahap, dan Nurintan Muliani Harahap yang telah
iv
Universitas Sumatera Utara
11
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam tesis ini masih jauh dari
sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, semoga tesis ini dapat
bermanfaat.
v
Universitas Sumatera Utara
12
RIWAYAT HIDUP
Sumatera Utara pada tanggal 11 Maret 1987, anak ke dua dari lima bersaudara dari
Hasibuan. SPd
142451 Pudun pada tahun 1993-1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTSs
Darul Mursyid Sipirok Dolok Hole, Simanosor Julu pada tahun 1999-2002, Sekolah
Menengah Atas di MAN 2 Model Padangsidimpuan pada tahun 2002 – 2005, dan
vi
Universitas Sumatera Utara
13
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
vii
Universitas Sumatera Utara
14
viii
Universitas Sumatera Utara
15
LAMPIRAN ......................................................................................................... 80
ix
Universitas Sumatera Utara
16
DAFTAR TABEL
2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Rata-rata Per Hari ...................................................................................... 18
2.2. Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Protein (AKP) pada Anak ............ 18
3.4. Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Kategori Penelitian ..... 47
x
Universitas Sumatera Utara
17
4.11. Hubungan Sikap dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi....................... 63
4.12. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi .............. 63
xi
Universitas Sumatera Utara
18
DAFTAR GAMBAR
xii
Universitas Sumatera Utara
19
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
Universitas Sumatera Utara
7
ABSTRAK
Gizi buruk adalah keadaan status gizi yang didasarkan pada indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely
underweight. Puskesmas Sayur Mmatinggi terletak di Kecamatan Sayur Matinggi
Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera Utara yang memiliki 19 Desa/Kelurahan
terdapat 1063 balita yang terdaftar di pos penimbangan dan terdapat balita yang gizi
buruk sebanyak 36 balita dari jumlah balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu terhadap
kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi Tahun 2013. Jenis penelitian adalah studi analitik dengan disain Cross
Sectional. Populasi adalah semua ibu yang memiliki anak balita di wilayah kerja
puskesmas Sayur Matinggi sebanyak 1063. Sampel berjumlah 100 orang dengan
teknik simple random sampling. Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel,
dan untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian bawah garis merah
(BGM) pada balita dilakukan dengan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang tidak berat badannya
dibawah garis merah (BGM) 64,0% dan balita dengan berat badan dibawah garis
merah (BGM) 36,0%. Ada pengaruh pengetahuan (p=0,001), sikap (p=0,001), dan
pola asuh (p=0,0001) terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) pada balita.
Variabel yang paling dominan adalah variabel pola asuh yaitu pada nilai koefisien
regresi B= 2,471 dan Exp B sebesar 11,834, dimana ibu memiliki pola asuh kurang
kemungkinan erat kaitannya mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 12
kali lebih besar dibanding dengan ibu yang memiliki pola asuh baik.
Disarankan Puskesmas Sayur Matinggi perlu melakukan pendekatan dan
pelatihan kepada bidan desa, kader dan ibu-ibu lurah, meningkatkan kegiatan promosi
dan penyuluhan tentang pentingnya gizi pada balita sebagai pertumbuhan dan
perkembangan, serta meningkatkan mutu dan fungsi para petugas kesehatan menjadi
fasilitator dan motivator.
i
Universitas Sumatera Utara
8
ABSTRACT
ii
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan
yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk
mengetahui kekurangan gizi tersebut, dapat dilakukan penilaian status gizi yang juga
merupakan salah satu tolak ukur pertumbuhan pada anak. Menurut Centers for
Disease Control (CDC). Pada kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan
perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur
yang lain sehingga anak balita paling mudah menderita kelainan gizi. Kejadian gizi
buruk seperti fenomena gunung es dimana kejadian Berat Badan dibawah Garis
Gizi buruk adalah keadaan status gizi yang didasarkan pada indeks Berat
Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severely
kwashiorkor sendiri adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat.
dengan kurang dalam kuantitas tetapi kualitas yang normal, sedangkan marasmiks-
dengan odema. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kualitas
kehidupan berikutnya. Gizi kurang dan gizi buruk pada balita tidak hanya
Terdapat sekitar 54% balita didasari oleh keadaan gizi yang buruk WHO
(2007) pada tahun 2006 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita gizi kurang dan gizi
buruk), dimana 3,5 juta anak balita atau sekitar (19,19 %) dalam tingkat gizi kurang
Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun 2015,
yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6 persen atau
kekurangan gizi pada anak balita menjadi 15,5 persen (Bappenas, 2010). Pencapaian
target MDGs belum maksimal dan belum merata di setiap provinsi. Berdasarkan data
riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, secara nasional prevalensi balita gizi buruk
sebesar 4,9 persen dan kekurangan gizi 17,9 persen. Provinsi Jawa Timur termasuk
daerah dengan balita gizi buruk masih tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan
insiden gizi buruk dan gizi kurang. Data Depertemen Kesehatan menyebutkan kasus
gizi buruk dan gizi kurang pada BALITA tahun 2004 (Pemantauan Status Gizi 2004)
masing-masing 8.00 % dan 20,47 % dari seluruh populasi BALITA. Sementara tahun
2005 (Survei Sosial Ekonomi Nasional/ SUSENAS 2005) jumlah kasus gizi buruk
dan gizi kurang berturut-turut 8,8 % dan 19,20 %. Tahun 2006, selama periode
Januari-Oktober, jumlah total kasus gizi buruk yang ditangani petugas kesehatan
sebanyak 20.580 kasus dan 186 diantaranya menyebabkan kematian. Seminar Hari
bahwa sekitar 5.543.944 BALITA dari 19.799.874 BALITA yang ada di seluruh
Indonesia menghadapi masalah gizi buruk dan gizi kurang (Kementerian Koordinator
Departemen Kesehatan untuk mengurangi angka balita gizi kurang dan gizi buruk
belum terpenuhi karena sampai sekarangpun masalah gizi buruk di Indonesia masih
tinggi hal ini dapat dilihat dari data Depkes yaitu jumlah kasus balita gizi kurang dan
gizi buruk pada tahun 2009, sebanyak 5,1 juta jiwa. Pada tahun 2011, jumlah anak
balita bergizi kurang dan buruk turun menjadi 4,28 juta anak, dan 944.246 orang di
antaranya berisiko gizi buruk. Pada tahun 2007, jumlah anak balita bergizi kurang
dan buruk turun lagi jadi 4,13 juta anak, dan 755.397 orang di antaranya tergolong
risiko gizi buruk. Secara kuantitas masih banyak balita kurang gizi yang belum
tersentuh seperti yang terlihat pada data diatas. Sementara secara kualitas, tingkat
kehidupan dan kesehatan bayi masih rendah dan rentan (Departemen Kesehatan
Demikian halnya dengan status gizi buruk pada anak balita di Sumatera Utara
pada tahun 2006 yang tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 12,35% dan gizi kurang
18,59%. Gizi kurang pada anak akan menghambat pertumbuhan dan kurangnya zat
tenaga dan kurang protein (zat pembangun) sehingga perlu diperhatikan menu yang
daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh,
mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan
bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik. Status gizi yang baik
ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan
buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi.
Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan, faktor sosial
Apabila gizi kurang dan gizi buruk terus terjadi dapat menjadi faktor
berdampak pada tingginya angka kematian ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya
umur harapan hidup. Selain itu, dampak kekurangan gizi terlihat juga pada rendahnya
Penyebab gizi buruk dapat dilihat dari berbagai faktor yang dapat
mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab
langsung terjadinya gizi buruk, yaitu (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal
ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang di konsumsi atau makanan yang
tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu
kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap
zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi
buruk yaitu (1) Faktor ketidaktersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh
anak; (3) Pengolalaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai
(UNICEF, 2007).
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi
buruk pada anak dan balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua
atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak,
seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare (IDAI, 2010).
Kesehatan dan gizi merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga
kualitas hidup yang optimal. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi
seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-
zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya
kesehatan optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi. Pada kondisi ini dapat menyebabkan
timbulnya berbagai penyakit yaitu, penyakit infeksi pada gizi kurang (Depkes RI,
2010).
Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam
kelompok masyarakat rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah
menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami proses
Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi selain ibu hamil, ibu
menyusui dan lanjut usia. Pada masa ini pertumbuhan sangat cepat diantaranya
2000). Anak usia bawah 5 tahun (Balita) mempunyai risiko yang tinggi dan harus
mendapatkan perhatian yang lebih. Semakin tinggi faktor risiko yang berlaku
terhadap anak tersebut maka akan semakin besar kemungkinan anak menderita
merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada balita. Di pedesaan makanan
pantangan makan pada balita misalnya anak tidak diberikan ikan karena bias
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mousa dkk (2011), menunjukkan
hasil bahwa intervensi pendidikan kesehatan dan gizi pada orang tua atau keluarga
yang mempunyai anak balita akan merubah perilaku dari keluarga itu terutama dalam
hal pengasuhan dan pemberian makan pada anak sehingga akan meningkatkan status
gizi anak balita di keluarga itu. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Widarti (2010) di wilayah Tabanan, Bali. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa
konseling gizi kepada ibu berpengaruh terhadap konsumsi gizi dan status gizi anak
balitanya.
menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, muntah, dan sulit buang air
mengalami kesulitan belajar mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan bayi
kekurangan gizi. Anak yang memiliki status gizi kurang/gizi buruk disebabkan oleh
gizi, serta kebiasaan/anggapan yang dipercayai oleh ibu ( Mery Susanty (2011).
Menurut kerangka yang disusun oleh WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam
hal ini kurang gizi dan gizi buruk lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni,
penyakit infeksi dan asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap
Pada penelitian yang telah dilakukan Dewi (2012) diperoleh hasil bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan kejadian gizi
buruk. Selain itu diperoleh hasil pula bahwa penyakit penyerta merupakan faktor
risiko kejadian gizi buruk. Penyakit infeksi yang paling banyak dialami oleh balita
kelompok gizi buruk adalah diare kronik dan ISPA. Sekitar 10% diare kronik dan
10% ISPA. Hal ini dapat terjadi gizi buruk pada balita yang mengalami diare karena
balita akan mengalami asupan makanan dan banyak nutrisi yang terbuang serta
kekurangan cairan. Selain itu, balita dengan ISPA yaitu salah satu penyakit infeksi
yang sering dialami oleh balita, dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan
Beberapa dampak buruk gizi buruk adalah: (1) rendahnya produktivitas kerja;
(2) kehilangan kesempatan sekolah; dan (3) kehilangan sumberdaya karena biaya
kesehatan yang tinggi. Agar individu tidak kekurangan gizi maka akses setiap
individu terhadap pangan harus dijamin. Akses pangan setiap individu ini sangat
kontinyu. Kemampuan mengakses ini dipengaruhi oleh daya beli, yang berkaitan
kecukupan pangan dan gizi serta kesempatan pendidikan tersebut akan mendukung
pendidikan dasar untuk semua; (3) menurunkan angka kematian anak; dan (4)
tahun 2007, ditemukan balita dengan gizi kurang sebanyak 174 atau 48,60% dari total
balita Bawah Garis Merah (BGM) yang berjumlah 358 balita, dan sebanyak 184
balita gizi buruk atau sekitar 51,39% dari total balita BGM. Pada tahun 2009 balita
dengan gizi kurang menurun menjadi 172 orang atau 46,36% dari balita BGM yang
berjumlah 371 balita, dan balita gizi buruk mengalami peningkatan menjadi sebanyak
199 balita atau sekitar 53,64% dari balita BGM. Sementara itu, pada tahun 2010
balita dengan gizi kurang meningkat menjadi 365 orang atau 81,84% dari balita BGM
yang berjumlah 446 balita, dan balita gizi buruk mengalami penurunan menjadi
hanya sebanyak 81 balita atau sekitar 18,16% dari balita BGM, (Profil Kesehatan
Dari hasil survei awal, didapatkan bahwa wilayah kerja Puskesmas Sayur
Sumatera Utara yang memiliki 19 Desa / Kelurahan. Pada tahun 2013, data yang
diperoleh dari Puskesmas Sayur Matinggi yang mewakili untuk seluruh wilayah
Kecamatan Sayur Matinggi terdapat 1063 balita yang terdaftar di pos penimbangan.
Dan terdapat balita yang dibawah garis merah (BGM) sebanyak 36 balita dari jumlah
balita.
menyebabkan pengetahuan ibu rendah mengenai gizi. Sikap ibu disini maksudnya
persepsi ibu terhadap penanganan gizi buruk, pandangan terhadap manfaat dan
pelayanan yang diberikan puskesmas maupun posyandu. Sebagian besar ibu malas
untuk datang walaupun hanya sekedar untuk menimbang balita mereka ke posyandu
yang hanya satu bulan sekali. Pola asuh balita di wilayah tersebut para ibu balita
cenderung kurang memperhatikan para balita mereka seperti kurangnya para ibu
merawat, menjaga, memberi makan, hygen balita, dan memperhatikan balita agar
senantiasa terjaga dan terawat bahkan ibu membawa anak balita ke sawah dan ladang
tanpa memperhatikan balitanya dengan alasan tidak ada yang menjaga apabila
ditinggal dirumah.
Dari survei yang terdata dari Puskesmas Sayur Matinggi tersebut penelitian
Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sayur
1.2. Permasalahan
ini adalah bagaimana pengaruh perilaku ibu terhadap kejadian Bawah Garis Merah
kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur
Matinggi.
pekerjaan, paritas dan pendapatan terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Sayur Matinggi kabupaten Tapanuli
Selatan.
b) Untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola asuh)
terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di wilayah kerja
1.4. Hipotesis
dan pendapatan terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di
b) Ada pengaruh perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola asuh) terhadap kejadian
Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita di wilayah kerja puskesmas Sayur
a) Sebagai bahan masukan dan informasi bagi masyarakat khususnya ibu yang
(BGM).
b) Sebagai bahan masukan bagi Instansi di puskesmas dan dinas kesehatan untuk
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. BGM
Gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan
terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis
2005).
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat
kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu
lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau
energi. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
12
Bila dilihat berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk dapat dibagi menjadi 3
1. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering
ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi
buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit
keriput yang disebabkan karena lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang
tua (berkerut), balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong baggy pant,
2. Kwashiorkor
oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang adekuat.
Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari tingkat
keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu,
biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan
3. Marasmiks-Kwashiorkor
gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut
umur (U) < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang tidak
mencolok.
Bila ditinjau dari segi umur, maka anak balita yang sedang tumbuh kembang
adalah golongan yang awan terhadap kekurangan energi dan protein, kerawanan pada
anak - anak disebabkan oleh hal-hal di sebagai berikut, (Kardjati, dkk, 1985):
a. Kemampuan saluran pencernaan anak yang tidak sesuai dengan jumlah volume
b. Kebutuhan gizi anak per satuan berat badan lebih besar dibandingkan dengan
pertumbuhan.
c. Segera anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti
penularan penyakit.
d. Meskipun mempunyai nilai tertentu dalam keluarga, akan tetapi dalam hal
mendapatkan pilihan yang terbaik, baru selebihnya yang diberikan pada anggota
keluarga yang lain. Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12 - 59
bulan). Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat
kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta
fungsi ekskresi.
serabut syaraf dan cabang - cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak
yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini
sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/
penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi apalagi tidak ditangani dengan
baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian hari, (Depkes RI,
2006).
untuk penyakit kurang kalori protein dan defesiensi vitamin A serta anemia
defesiensin Fe. Kelompok umur sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan
pebaikan gizi dan kesehatan lainnya, karena tidak dapat datang sendiri ke tempat
berkumpul yang telah ditentukan tanpa diantar, padahal yang mengantar sedang
semua, (Seadiaoetama, 2000). Adapun kebutuhan nutrisi pada anak balita sebagai
berikut :
1. Asupan Kalori, Anak-anak usia balita membutuhkan kalori yang cukup banyak
1500 kalori setiap harinya. Dan balita bisa mendapatkan kalori yang dibutuhkan
2. Pasokan Lemak
Roti, santan, mentega merupakan makanan yang mengandung lemak dan baik
diberikan pada anak balita sebab lemak sendiri mampu membentuk Selubung
3. Kebutuhan Protein
Asupan gizi yang baik bagi balita juga terdapat pada makanan yang mengandung
didapatkan pada makanan-makanan seperti ikan, susu, telur 2 butir, daging 2 ons
dan sebagainya.
4. Zat besi
Usia balita merupakan usia yang cenderung kekurangan zat besi sehingga balita
harus diberikan asupan makanan yang mengandung zat besi. Makanan atau
makanan yang mengandung gizi yang bermanfaat untuk penyerapan zat besi.
5. Karbohidrat
karbohidrat di otak berupa Sialic Acid. Begitu juga dengan balita, mereka juga
membutuhkan gizi tersebut yang bisa diperoleh pada makanan seperti roti, nasi
6. Kalsium
tulang dan gigi balita. Salah satu pemberi kalsium terbaik adalah susu yang
7. Vitamin
Vitamin merupakan nutrisi yang juga dibutuhkan, tidak hanya balita, namun
untuk semua umur membutuhkannya. Banyak manfaat yang bisa didapat dari
yang berfungsi sebagai penyerapan zat besi. Vitamin E yang berperan untuk
Tabel 2.1. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Rata-rata Per Hari
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Protein (AKP) pada Anak
BGM dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Namun, secara
langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : anak tidak cukup mendapat makanan bergizi
seimbang, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin
berikut :
Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi. Makanan alamiah
terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya.
MPASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga
mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral
lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga
dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, seringkali seorang anak
harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuan.
Suatu studi “positive deviance” mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi
dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang BGM, padahal orang tua
mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak
berpengaruh pada timbulnya BGM. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih
posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.
Sebaliknya sebagian anak yang BGM ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang
Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi penyakit dan BGM.
Anak yang menderita BGM akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga anak
rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain, anak yang menderita sakit infeksi akan
Status Gizi
Penyebab
Langsung
Masalah
Kemiskinan, Pendidikan Rendah, Utama
Ketersediaan
Masalah
Krisis Politik Dasar
1. Secara Klinis
Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama untuk
gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
2. Secara Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering
3. Secara Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurnag
gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan
4. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat Gizi,
pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas.
Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai
dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi,
status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur
secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan
buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai
dengan < -2 SD. Gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Gizi lebih jika
hasil ukur > 2 SD. Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau
Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori : Sangat pendek
jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan <
-2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD. Tinggi jika hasil ukur > 2
SD. Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang
Badan: Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD. Kurus jika hasil ukur -3
SD sampai dengan < -2 SD. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
Gemuk jika hasil ukur > 2 SD. Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB
sangat kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal
pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak
yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap
akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Santoso, 2003). Dampak
yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah
1. Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini
manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan
fasilitas kesehatan.
Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa anak
dikandung sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia
muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat
3. Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang
diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan lain
Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
Menurut Skiner (1938), seorang ahli psikologi yang dikutip dalam buku
(Notoatmodjo,2010)
1. Pengetahuan
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya).
2. Sikap (Attitiude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya tindakan perlu faktor lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana.
2.2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba,
(Notoatmodjo,2010).
pengalaman orang lain. Selanjutnya menurut Poejawijatna (1991), orang yang tahu
disebut mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan
demikian pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
tahapan pengetahuan dalam diri orang tersebut terjadi adalah sebagai berikut :
dalam dirinya.
perubahan perilku baru atau adopsi perilku melalui proses seperti ini didasari oleh
pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).
mempunyai 6 tingkatan :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
sebagainya.
b. Memahami (Cmprehension)
tentang objek yang diketahui, dan dapat meninterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan ,
c. Aplikasi (Aplication)
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
atau objek kedaalam komponen- komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
sebagainya.
e. Sintesis (Syntesis)
Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan menyusun formulasi baru dari
dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
yang menanyakantentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan
pengetahuan yaitu :
a. Pendidikan
kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seuur hidup. Pendidikan
seseornag akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin
tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula penegtahuannya. Namun
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negative. Kedua aspek inilah yang
b. Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, dan lain – lain mempengaruhi besar terhadap pembentukan opini dan
media massa membawa pula pesan – pesan yang berisi sugesti yang dapat
tersebut.
d. Lingkungan
e. Pengalaman
f. Usia
2.2.1.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
(Notoatmodjo, 2007).
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan, bahwa orang (subjek) mau dan memerhatikan stimulus yang
diberikan (objek .
2. Merespon (Responding)
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertnayaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihya denga segala resiko
cara.Sementara pengasuhan berasal dari kata asuh berarti menjaga, memelihara dan
mindidik.Jadi dari harfiah Bahasa Indonesia, praktek pengasuhan anak adalah cara
yang diterapkan oleh ibu untuk mendidik anak-anak agar tidak mudah mengalami
rumah.
praktek yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang
dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak,
1995).
status yang baik bagi anak. Pola pengasuhan merupakan kejadian pendukung anmun
secara tidak langsung. Dengan pola pengasuhan yang baik, maka perkembangan anak
juga akan baik. Ahli psikologi perkembangan, dewasa ini menilai secara kritis
pentingnya pengasuhan anak oleh orang tuanya. Proses pengasuhan ini erat
hubungannya dengan kelekata antara anak dan orang tua dimana proses tersebut
melahirkan ikatan emosional secara timbal balik antara bayi atau anak dengan
praktek yang dijalankan oleh orang yang lebih dewasa terhadap anak yang
dihubungkan dengan penemuan kebutuhan pangan atau tempat tinggal yang layak,
1995).
Menurut Eagle 1995 pola pengasuhan adalah aktivitas terhadap anak terkait
makanan, aktivitas mandi mereka menderita infeksi Eagle, (1995). Pola pengasuhan
menurut Zeitlin (2000) adalah praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan
atau kondisi setempat yang dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama adalah faktor
yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan pangan dalam kelompok ini
termasuk faktor geografi, iklim, kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis
tanaman dan jumlah produksinya di suatu daerah, bahan pangan yang erat kaitannya
Pola makan adalah jumlah makanan dan jenis serta banyaknya bahan
makanan dalam pola pangan, disuatu Negara atau daerah tertentu, biasanya
berkembang dari daerah setempat atau dari pangan yang telah ditanam ditempat
pengaturan jenis makanan beserta kandungan gizi suatu zat makanan) bertujuan untuk
mmenuhi keseimbangan zat dalam tubuh kita untuk mencapai kehidupan yang
Kesehatan Lingkungan juga berperan penting terhadap status gizi balita, ruang
penyediaan air bersih dan pembuangan sampah dan sebagainya. Keadaan perumahan
mempunyai hubungan yang erat dengan status kesehatan penghuninya. Air bersih
merupakan faktor utama untuk menentukan bagi proses kehidupan dan kesehatan
(Sukarni), karena bibit penyakit tertentu dapat ditularkan oleh air terkontaminasi
dan kebersihan kerja. Sanitasi lingkungan adalah usaha pengendalian diri dari faktor
kesehatan dan menurun daya tahan tubuh manusia. Status gizi adalah suatu keadaan
tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan.
Salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap penurunan status gizi
adalah anak usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak sudah tidak mendapatkan ASI
semakin meningkat. Status gizi secara tidak langsung berkaitan dengan faktor sosial
ekonomi dan higiene sanitasi serta berkaitan langsung dengan tingkat konsumsi dan
infeksi.
dan pemberian makanan tambahan. Sementara untuk status gizi batita indikator TB/U
dan suplementasi gizi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi batita
kesehatan, sedangkan terhadap status gizi batita indikator BB/U dan TB/U adalah
c. Pengasuhan psiki-sosial
hubungan antara tiga faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah
Environment. Hal ini dikarenakan perubahan pada salah satu faktor atau komponen
penumpunya.
berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit yakni proses
Pada kasus balita yang mengalami BGM, penyakit dapat timbul dikarenakan
a. Host (Pejamu)
Host atau pejamu ialah keadaan manusia dimana dapat menjadi faktor risiko
untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh faktor intrinsik. :
1. Umur. Bayi dan balita merupakan golongan rawan terhadap penyakit gizi buruk.
Selain karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah, faktor organ pencernaan
BGM.
3. Keadaan imunitas dan respons imunitas. Adanya alergi atau intolerant terhadap
protein tertentu terutama protein susu mempengaruhi intake protein dalam tubuh.
b. Agent (Penyebab)
Pada dasarnya, tidak ada satu pun penyakit yang dapat timbul hanya
disebabkan oleh satu faktor tunggal semata. Umumnya kejadian penyakit disebabkan
namun demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi dalam dua
makanan yang mengandung protein. Padahal zat ini sangat dibutuhkan oleh anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
sendiri seperti ketersediaan bahan pangan di daerah tempat tinggalnya yang memadai
atau tidak.
c. Environment (Lingkungan)
terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang peranan
akan menjadi daerah endemik penyebaran BGM. Lingkungan fisik ada yang
terjadi secara alamiah tetapi dapat juga mucul akibat ulah manusia sendiri (Nur
sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang
yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun temurun dapat
menjadi hal yang menyebabkan terjadinya BGM. Selain itu tingkat pendapatan
yang rendah sehingga mengakibatkan daya beli barang yang rendah juga turut
Dari keseluruhan unsur di atas, dimana hubungan interaksi antara satu dengan
yang lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik
penyakit tidak hanya di tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama
adalah bagaimana rantai penyebab dan hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh
yang ada, khususnya mengenai hubungan satu factor risiko dengan risiko yang lain
ibu yang meliputi (umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan), faktor penyebab
tidak langsung yaitu perilaku ibu yang meliputi (Pengetahuan, sikap dan pola asuh)
pelayanan kesehatan, dan ketersediaan pangan, dan faktor penyebab langsung yaitu
penyakit infeksi dan asupan gizi. Kerangka teori terjadinya BGM pada anak balita
Masalah utama
-Kemiskinan Kejadian
-Pendidikan Rendah, Bawah Garis Merah
-Ketersediaan Pangan
Penyebab langsung
- Asupan Gizi
- Infeksi Penyakit
Karakteristik ibu
Penyebab tidak langsung - Umur
- Ketersediaan Pangan - Pendidikan
- Pelayanan Kesehatan - Pekerjaan
- Pendapatan
Perilaku
- Pengetahuan
- Sikap
- Pola Asuh
penelitian dan tidak semua variabel yang tercantum pada kerangka teori dilakukan
pengukuran, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat dilakukan
Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita sedangkan variabel bebas (variabel
perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola asuh). Berdasarkan tinjauan pustaka dan
kerangka teori, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini
sebagai berikut :
Karakteristik Ibu:
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Pendapatan
Kejadian Bawah Garis
Merah (BGM) pada Anak
Balita
Perilaku Ibu :
- Pengetahuan
- Sikap
- Pola Asuh
BAB 3
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik dengan disain Cross
Sectional.
balita yang dibawah Garis Merah (BGM) di Wilayah kerja Puskesmas Sayur
Matinggi.
3.3.1. Populasi
Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di wilayah kerja
3.3.2. Sampel
Sampel adalah ibu yang mempunyai anak balita (umur 12-59 bulan) dan
bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi. Besar sampel dihitung
40
dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis proporsi populasi tunggal
N Z² P(1 − P)
�=
N G² + Z² P (1 − P)
Keterangan:
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
P = Proporsi populasi
G = galat pendugaan
1020,9
�= = 100
10,2
mengambil sampel di 19 desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sayur Matinggi
dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling), dengan teknik undian.
1. Menyiapkan daftar subjek yaitu daftar nama ibu yang mempunyai balita yang
alphabet nama.
Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu :
a. Data primer
Data primer dalam penelitian ini data yang diperoleh langsung dari responden
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari catatan Puskesmas Sayur Matinggi. Dan dokumen
ukur mengukur apa yang memang sesungguhnya hendak diukur, dan reliabilitas
adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana pengukuran pada situasi yang berbeda
Murti, 2003). Uji validitas memakai korelasi Person Product Moment (r), dengan
ketentuan, jika r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya. Untuk uji
alat ukur menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan ketentuan jika nilai r
Pada Tabel 3.1 di atas diperoleh bahwa dari seluruh variabel pengetahuan
dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama ditemukan variabel P11 dan P20 nilai
Corrected item-Total correlation lebih kecil dari nilai tabel (rtabel = 0,361), artinya
sub-variabel P11 dan P20 dikeluarkan. Selanjutnya dilakukan uji validasi tahap kedua,
dan terlihat nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel =
0,361), artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel
Pada Tabel 3.2 di atas diperoleh bahwa dari seluruh variabel sikap terlihat
nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel = 0,361),
artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel sikap
Pada Tabel 3.3 di atas diperoleh bahwa dari seluruh variabel pola asuh terlihat
nilai Corrected item-Total correlation lebih besar dari nilai tabel (rtabel = 0,361),
artinya seluruh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel pola asuh
Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian gizi buruk
pada anak balita sedangkan variabel bebas (independen) adalah karakteristik ibu
1. Kejadian BGM adalah ada tidaknya anak balita (12 bulan-59 bulan ) yang berat
badannya dibawah garis merah (BGM) berdasarkan tabel baku WHO-NCHS 2005
2. Karakteristik ibu yang mempunyai anak balita yang berat badannya dibawah
Garis Merah (BGM) adalah umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang
mempengaruhi perilaku ibu terhadap kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
anak balita.
a. Umur adalah adalah masa hidup responden dari lahir sampai ulang tahun
c. Pekerjaan adalah aktivitas yang paling dominan yang dikerjakan ibu sehari –
hari.
3. Perilaku ibu yang mempunyai anak balita yang berat badannya dibawah Garis
Merah (BGM) adalah yang meliputi adalah pengetahuan, sikap dan pola asuh ibu
yang mempengaruhi kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada anak balita.
a. Pengetahuan adalah semua yang diketahui ibu tentang berat badan dibawah
penanganannya.
b. Sikap adalah sikap ibu tentang pencegahan kejadian Bawah Garis Merah
(BGM) pada anak balita agar tidak jatuh sakit dalam waktu yang lama yang
c. Pola asuh adalah asuhan yang diberikan ibu kepada anak balita yang meliputi
Tabel 3.4. Variabel, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Kategori Penelitian
Skala
Variabel Cara Ukur Alat Ukur Kategori
Ukur
Kejadian -Menimbang Dacin Nominal 1.Ya, menurut tabel baku
Bawah Garis berat badan balita WHO NCSH
Merah Membandingkan 0.Tidak, menurut tabel
(BGM) dengan standar baku WHO NCSH
WHO NCSH
Umur Wawancara Kuesioner Ordinal 1. ≤ 35
0. > 35
Pendidikan Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Rendah(SD dan SMP)
0.Tinggi(SMA, Diploma
dan S1)
Pekerjaan Wawancara Kuesioner Nominal 1.Bekerja
0.Tidak bekerja
Pendapatan Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Rendah(≤Rp1.375.000)
0.Tinggi(>Rp.1.375.000)
Pengetahuan Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Kurang
0.Baik
Sikap Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Kurang
0.Baik
Pola asuh Wawancara Kuesioner Ordinal 1.Kurang
0.Baik
Untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan pola asuh, maka skala
3.7.1. Pengetahuan
ordinal dengan dua kategori baik dan kurang. Dan untuk menentukan skala
pengukuran dengan kategori baik dan kurang atau disebut skala Guttmann yaitu skala
yang hanya ada dua interval. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan salah dieri skor 0
(nol). Jumlah total skor 20 maka kategori dari aspek pengukuran adalah :
3.7.2. Sikap
kuesioner yang telah diberikan bobot (skala likert). Jumlah pertanyaan 10, total skor
- ≥ 12 dari 10
Baik, apabila jawaban responden memiliki nilai (skor)
Pola asuh responden diukur melalui 18 pertanyaan dengan memilih salah satu
jawaban. Untuk jawaban yang benar diberi nilai 1, dan untuk jawaban yang salah
diberi nilai 0. Skala pengukuran yang dipergunakan adalah skala Guttman, total skor
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan perilaku ibu (pengetahuan, sikap dan pola
independen terhadap variabel dependen tanpa dikontrol oleh faktor luar. Analisis
bivariat dilakukan dengan menggunakan uji X² (Chi Square) test dan uji t-test
sehingga didapatkan korelasi antara variabel independen dan dependen pada taraf
nyata α = 0,05. Penarikan kesimpulan didasarkan pada tolak H0 bila p < 0,05.
variabel independen dengan satu variabel dependen. Yaitu karakteristik ibu (umur,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan) dan perilaku ibu (pengetahuan, sikap, dan pola
asuh) serta variabel dependen yaitu kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada balita.
Uji statistik yang digunakan adalah uji regresi logistik (logistic regression)
untuk mengetahui variabel independen mana yang lebih erat hubungannya dengan
variabel dependen dengan metode backward selection pada taraf nyata α = 0,05
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Luas wilayah kerja puskesmas Sayur Matinggi ± 9 Km2 yang meliputi 19 desa
dengan jumlah penduduk 18030 jiwa. Petugas puskesmas Sayur Matinggi menurut
DIII kebidanan, SPK, Bidan, AKZI, S.Kep, AMF dan Ast. Apoteker.
Jumlah dukun bayi ada 27 orang, kader posyandu 67 orang dan posyandu 19
posyandu. Pada tahun 2013 cakupan ibu nifas yang mendapat Vitamin A 59,1%
(SPM 100%), cakupan bumil yang mendapat FE 60% (SPM 90%), cakupan bayi dan
balitas yang mendapat Vitamin A merah dan Vitamin A biru 96% (SPM 100%),
cakupan bayi yang mendapat hasil eksklusif 74,86% (SPM 80%). Masalah yang
PMT bayi dan balita serta ibu hamil, 2) penimbangan yang tidak optimal disebabkan
Kabupaten Tapanuli Selatan disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial dan pendidikan
51
Universitas Sumatera Utara
52
Distribusi kejadian Bawah Garis Merah (BGM) diperoleh bahwa balita yang
berada dibawah garis merah (BGM) sebahagian besar pada kategori ya sebesar 36,0%
dan kategori tidak sebesar 64,0% seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut :
umur tertinggi pada umur ≤35 tahun (55,0%), dan yang terendah pada kelompok
umur <35 tahun (45,0%). Lebih banyak yang berpendidikan rendah (SD dan SMP)
(51,0%) dan lebih sedikit berpendidikan tinggi (SMA, Diploma dan S1) (49,0%).
Lebih banyak responden bekerja sebesar 72,0% dan sebesar 28,0% yang tidak
bekerja. Pendapatan responden lebih banyak yang rendah (≤1.375.000) sebesar 56,0%
4.4. Pengetahuan
adalah lebih banyak responden berpengetahuan baik sebesar 52,0% dan pengetahuan
yang berisi pengetahuan sebagian besar ibu tahu mengenai gizi secara lebih jelas
Ya Tidak
No Pengetahuan
n % n %
1 Gizi adalah zat yang terkandung dalam makanan 57 57,0 43 43,0
dan diperlukan oleh tubuh
2 Fungsi zat gizi adalah sebagai sumber energi 60 60,0 40 40,0
utama, menyokong pertumbuhan badan,
memelihara jaringan tubuh, mengatur proses
pertukaran zat dan pertahanan terhadap berbagai
penyakit
3 Gizi seimbang adalah makanan yang mengandung 58 58,0 42 42,0
semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dengan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh
4 Balita memerlukan zat gizi seimbang untuk 45 45,0 55 55,0
pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, dan
pemeliharaan kesehatan
5 Jenis zat gizi dalam makanan adalah karbohidrat, 56 56,0 44 44,0
protein, lemak, vitamin, mineral dan air
6 Makanan 4 sehat 5 sempurna terdiri dari nasi, 56 56,0 44 44,0
lauk- pauk, sayur, buah, dan susu
7 Pola makan yang sehat untuk balita adalah 3 kali 63 63,0 37 37,0
dalam sehari
8 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi 41 41,0 59 59,0
kurang dari kebutuhan tubuh
9 Penyebab terjadinya gizi buruk adalah kurangnya 51 51,0 49 49,0
makanan bergizi dan seimbang yang dikonsumsi
balita
10 Balita merupakan kelompok usia yang rentan 59 59,0 41 41,0
terhadap penyakit akibat kekurangan gizi
11 Gizi buruk yang lama dapat menghambat tumbuh 51 51,0 49 49,0
kembang balita
12 Gizi buruk dapat menurunkan tingkat 57 57,0 43 43,0
kecerdasan/IQ balita
13 Jika gizi buruk tidak segera ditangani maka akan 49 49,0 51 51,0
menyebabkan kematian pada balita
14 Suatu penyakit misalnya diare dapat menyebabkan 58 58,0 42 42,0
balita mengalami gizi buruk
15 Keadaan gizi buruk dapat menyebabkan balita 45 45,0 55 55,0
mudah terserang penyakit
16 Balita harus dibawa setiap bulan secara rutin ke 62 62,0 38 38,0
posyandu untuk dipantau tumbuh kembangnya
17 Penyuluhan di posyandu penting untuk 37 37,0 63 63,0
mendapatkan informasi tentang kesehatan pada
balita
18 Balita harus diimunisasi untuk meningkatkan daya 61 61,0 39 39,0
tahan tubuh terhadap penyakit
lebih banyak menjawab ya adalah pernyataan nomor 7 yaitu pola makan yang sehat
untuk balita adalah 3 kali dalam sehari sebesar 63,0%, sedangkan yang lebih banyak
4.5. Sikap
61,0% dan sebesar 39,0% bersikap baik, dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut:
berisi sikap sebagian besar ibu tidak setuju mengenai gizi secara lebih jelas dapat
banyak menjawab sangat setuju adalah pernyataan nomor 5 yaitu anak balita sangat
rentan mengalami gizi buruk, maka ibu sebaiknya memperhatikan dan memantau
terus tumbuh kembang dan kenaikan berat badan balita setiap bulannya ke posyandu
sebesar 63,0%, responden yang lebih banyak menjawab setuju adalah pernyataan
nomor 7 yaitu membawa anak balita ke posyandu setiap bulannya merupakan salah
satu cara mencegah agar anak balita tidak mengalami gizi buruk sebesar 51,0%,
sedangkan yang lebih banyak menjawab tidak setuju adalah pernyataan nomor 10
yaitu merawat dan memberi perhatian kepada anak balita merupakan pekerjaan yang
Distribusi frekuensi pola asuh responden lebih banyak dalam kategori kurang
sebesar 53,0% dan pola asuh baik sebesar 47,0%, dapat dilihat pada Tabel 4.7
berikut:
Pola asuh tentang gizi terdapat dalam 18 pernyataan. Seluruh pernyataan yang
berisi pola asuh sebagian besar ibu tidak tahu mengenai gizi secara lebih jelas dapat
Ya Tidak
No Pola Asuh % %
n n
1 Ibu selalu memberi makanan yang beraneka ragam 40 40,0 60 60,0
pada balita (jenis sayur, lauk-pauk dan buah)?
2 Ibu selalu mendampingi balita saat makan? 60 60,0 40 40,0
3 Balita makan tiga kali dalam sehari? 68 68,0 32 32,0
4 Waktu pemberian makan diberi secara teratur? 57 57,0 43 43,0
5 Balita selalu menghabiskan porsi makanan setiap 61 61,0 39 39,0
kali makan?
6 Makanan yang diberi selalu memenuhi syarat 4 61 61,0 39 39,0
Sehat 5 Sempurna?
7 Ibu selalu menyiapkan makanan untuk balita? 62 62,0 38 38,0
8 Sebelumnya ibu hanya memberikan ASI saja 56 56,0 44 44,0
kepada bayi selama usia 0-6 bulan?
9 Ibu tetap memberikan ASI kepada balita sampai 60 60,0 40 40,0
usia 2 tahun?
10 Sebelumnya ibu memberikan makanan tambahan 42 42,0 58 58,0
selain ASI kepada balita setelah berusia 6 bulan?
11 Balita ibu tetap minum susu setiap hari setelah usia 60 60,0 40 40,0
2 tahun?
12 Balita ibu pernah mengalami sakit dalam waktu 59 59,0 41 41,0
yang lama?
13 Ibu segera membawa balita berobat ke pelayanan 55 55,0 45 45,0
kesehatan bila balita mengalami sakit?
14 Ibu rutin membawa balita setiap bulan ke 65 65,0 35 35,0
posyandu?
15 Ibu rutin menimbang berat badan balita setiap 65 65,0 35 35,0
bulan?
16 Ibu pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang 65 65,0 35 35,0
dilakukan oleh petugas kesehatan?
17 Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas 60 60,0 40 40,0
kesehatan?
18 Balita telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap? 63 63,0 37 37,0
Pola asuh responden tentang gizi menunjukkan bahwa responden yang lebih
banyak menjawab ya adalah pernyataan nomor 3 yaitu balita makan tiga kali dalam
sehari sebesar 68,0%, sedangkan yang lebih banyak menjawab tidak adalah
pernyataan nomor 1 yaitu ibu selalu memberi makanan yang beraneka ragam pada
1. Variabel Umur
Hasil tabulasi silang antara umur dengan kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang umur nya diatas rata-rata yang
tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 26 orang
(57,8%) dan 19 orang (42,2%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah
(BGM), sedangkan responden yang umur nya dibawah rata-rata yang tidak
mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 38 orang (69,1%) dan
17 orang (30,9%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil
uji statistik didapat nilai p = 0,241, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
2. Variabel Pendidikan
Merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi diperoleh ibu dengan
pendidikan tinggi sebanyak 30 orang (61,2%) yang tidak mengalami berat badan
dibawah garis merah (BGM) dan 19 orang (38,8%) yang mengalami berat badan
dibawah garis merah (BGM), sedangkan ibu dengan pendidikan rendah sebanyak 34
orang (66,7%) tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dan 17
orang (33,3%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil uji
statistik didapat nilai p = 0,571, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
3. Variabel Pekerjaan
Garis Merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang tidak bekerja
dengan tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 20 orang
(71,4%) dan 8 orang (28,6%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah
(BGM), sedangkan ibu yang bekerja dengan tidak mengalami berat badan dibawah
garis merah (BGM) sebanyak 44 orang (61,1%) dan 28 orang (38,9%) yang
mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil uji statistik didapat nilai p
= 0,334, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian
4. Variabel Pendapatan
Hasil tabulasi silang pendapatan dengan kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
diperoleh bahwa ibu yang pendapatannya tinggi sebanyak 34 orang (77,3%) yang
tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dan 10 orang (22,7%)
yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM), sedangkan ibu yang
dibawah garis merah (BGM) dan 26 orang (46,4%) mengalami berat badan dibawah
garis merah (BGM). Hasil statistik didapat nilai p = 0,014, artinya ada hubungan yang
4.8. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
pengetahuannya baik dengan balita yang tidak mengalami berat badan dibawah garis
merah (BGM) sebanyak 39 orang (75,0%) dan 13 orang (25,0%) yang mengalami
berat badan dibawah garis merah (BGM), sedangkan responden yang pengetahuannya
buruk dengan balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM)
sebanyak 25 orang (52,1%) dan 23 orang (47,9%) yang mengalami berat badan
dibawah garis merah (BGM). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,017, artinya ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian bawah garis merah
4.9. Hubungan Sikap dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara sikap dengan kejadian bawah garis
merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang sikapnya baik
dengan balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 32
orang (82,1%) dan 7 orang (17,9%) yang mengalami berat badan dibawah garis
merah (BGM), sedangkan responden yang sikapnya buruk dengan balita tidak
mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM), sebanyak 32 orang (52,5%) dan
29 orang (47,5%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM). Hasil
uji statistik didapat nilai p = 0,003, artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap
dengan kejadian bawah garis merah (BGM), dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini
Tabel 4.11. Hubungan Sikap dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
BGM
Jumlah PR
Sikap Ya Tidak χ2 p
95% CI
n % n % n %
Kurang 29 47,5 32 52,5 39 100,0 1,564
9,042 0,003
Baik 7 17,9 32 82,1 61 100,0 (1,182-2,070)
4.10. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pola asuh dengan kejadian bawah
garis merah (BGM) di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi yang pola asuhnya
baik dengan balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM),
sebanyak 38 orang (80,9%) dan 9 orang (19,1%) yang mengalami berat badan
dibawah garis merah (BGM), sedangkan responden yang pola asuhnya buruk dengan
balita tidak mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) sebanyak 26 orang
(49,1%) dan 27 orang (50,9%) yang mengalami berat badan dibawah garis merah
(BGM). Hasil uji statistik didapat nilai p = 0,001, artinya ada hubungan yang
signifikan antara pola asuh dengan kejadian bawah garis merah (BGM), dapat dilihat
Tabel 4.12. Hubungan Pola Asuh dengan Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
BGM
Pola Jumlah PR
Ya Tidak χ2 p
Asuh 95% CI
n % n % n %
Kurang 27 50,9 26 49,1 47 100,0 1,648
10,929 0,001
Baik 9 19,1 38 80,9 53 100,0 (1,212-2,242)
4.11. Pengaruh Perilaku Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Kabupaten
Tapanuli Selatan
merah (BGM) pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi Tahun 2013
digunakan uji regresi logistik ganda (multiple logistic regression), karena variabel
dependennya 2 kategori yaitu ya dan tidak. Regresi logistik ganda yaitu salah satu
independen terhadap variabel dependen kategorik yang bersifat dikotomi atau binary
dengan metode enter. Variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi
logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariatnya
yaitu umur, pendapatan, pengetahuan, sikap dan pola asuh, maka model akhir yang
terpilih adalah:
Hasil penelitian diperoleh nilai koefisien B dari variabel pola asuh yaitu 2,695,
hal ini menunjukkan variabel tersebut merupakan variabel yang paling berpengaruh
terhadap kejadian bawah garis merah (BGM). Besar pengaruh variabel tersebut
dilihat dari nilai Exp B sebesar 14,808 dimana jika ibu memiliki pola asuh buruk
kemungkinan mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 15 kali lebih besar
nilai Exp B sebesar 5,575 dimana jika ibu memiliki pendapatan rendah kemungkinan
mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 6 kali lebih besar dibanding
nilai Exp B sebesar 14,311 dimana jika ibu memiliki pengetahuan buruk
kemungkinan mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) 14 kali lebih besar
Sikap berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai
Exp B sebesar 11,611 dimana jika ibu memiliki sikap buruk kemungkinan mengalami
berat badan dibawah garis merah (BGM) 12 kali lebih besar dibanding dengan ibu
terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) sebesar 80,0%, sedangkan sisanya
1
p( y ) =
1 + e −( −6, 259+1, 718( pendapa tan) + 2, 661( pengetahuan )+ 2, 452 ( sikap )+ 2, 695( polaasuh )
Keterangan:
a : Konstanta -6,259
e : Ketetapan 2,71828
berpengetahuan kurang, sikap kurang dan pola asuh kurang maka memiliki
probabilitas sebesar 96,33% mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM).
Ibu yang pendapatannya rendah, berpengetahuan kurang, sikap kurang dan pola asuh
kurang maka memiliki probabilitas sebesar 0,19% mengalami berat badan dibawah
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Pendapatan Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
tinggi (>1.375.000). Berdasarkan hasil uji statistik didapat nilai p = 0, 014, artinya
ada hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan kejadian bawah garis merah
(BGM).
nilai Exp B sebesar 5,575 dimana jika ibu memiliki pendapatan rendah kemungkinan
6 kali lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding
dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini bisa
disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi
memperoleh berat badan yang normal, dan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan
ibu semakin banyak anak yang berstatus gizi lebih. Hal ini sependapat dengan Taslim
(2007), bahwa dari hasil temuan kasus gizi buruk dikaitkan dengan sebab-akibat
timbulnya masalah gizi buruk. Masalah ini jelas disebabkan oleh berbagai faktor yang
67
Universitas Sumatera Utara
68
pada akhirnya mengerucut sehingga si anak tidak mendapat asupan gizi yang cukup
selama kurun waktu yang lama. Mungkin karena ketiadaan pangan di rumahtangga
yang apabila dikaji penyebabnya akan sangat banyak dan tidak berkaitan dengan
sektor kesehatan. Atau mungkin karena kelalaian orangtua dalam pengasuhan bayi
dan anak balita, sehingga asupan gizi untuk anak tidak terawasi dengan baik,
kemiskinan hanya dapat berhasil kalau dilakukan dengan cara memberikan pekerjaan
yang memberikan pendapatan yang layak kepada orang-orang miskin sehingga bukan
hanya pendapatan saja yang dinaikkan tetapi harga diri sebagai manusia, dan juga
dengan lapangan kerja dapat memberikan kesempatan masyarakat untuk bekerja dan
48,0% berpengetahuan kurang. Pengetahuan tentang gizi yang diperoleh dari ibu
yang mempunyai balita dilapangan bahwasanya ibu tahu pola makan yang sehat
untuk balita adalah 3 kali dalam sehari sebesar 63,0%, sedangkan ibu tidak tahu
kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai p=0,017. Terdapat persentase ibu
yang mempunyai balita tidak dibawah garis merah (BGM) dengan pengetahuan baik
berpengaruh terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai Exp B sebesar
14,311 dimana jika ibu memiliki pengetahuan kurang kemungkinanan 14 kali lebih
besar mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding dengan ibu
dan pengetahuan ibu terhadap pangan. Tujuan pemberian makan pada anak adalah
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya,
Dengan memberi makan, maka anak juga dididik agar dapat menerima, menyukai,
memilih makanan yang baik serta menentukan jumlah yang cukup dan bermutu.
Permasalahan pada anak usia 9-49 bulan pada penelitian ini adalah bahwa
pada usia ini seorang anak masih merupakan golongan konsumen pasif yaitu belum
dapat mengambil dan memilih makanan. Mereka juga sukar diberi pengertian tentang
sehingga pada usia ini anak amat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi dan
kurang gizi sehingga dibutuhkan pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan
penanggulangan Balita gizi kurang akan lebih baik apabila didukung pengetahuan ibu
yang baik tentang gizi buruk dan upaya penanggulangannya, karena anak Balita
mengenai sikap dan kepercayaan terhadap makanan. Pendidikan merupakan suatu hal
yang penting yang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang, termasuk di dalamnya
informasi tentang gizi dan makanan serta variasi pemilihan jenis makanan.
Pengetahuan gizi seseorang akan berdampak dalam memilih dan mengolah pangan
sehari-hari. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah menyerap
Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang bahwa
pengetahuan ibu pada umumnya cendrung baik (65,4%), hal ini didukung dengan ibu
rajin membaca majalah, koran dan adanya internet di rumah. Pendidikan ibu pada
keluarga pun pada umumnya pendapatan di atas UMR, dan pekerjaan ibu cendrung
bekerja yaitu 59,6 %. Terdapat pengaruh yang signifikan pengetahuan ibu terhadap
status gizi anak balita dengan nilai p=0.034 < 0,05. Hasil penelitian dari lapangan
majalah resep masakan Indonesia, sehingga pola asuh anak khususnya pemberian
Semakin baik pengetahuan gizi ibu maka pola asuh makan dan pola asuh
kesehatan akan semakin baik dimana hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
ibu. Dari sebagian besar ditemukan bahwa tingkat pendidikan ibu adalah tamatan
pengetahuan gizi ibu. Hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa
pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan si ibu, semakin tinggi
tingkat pendidikan ibu maka akan semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk
menyerap pengetahuan dalam pendidikan non formal maupun formal, begitu juga
sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah pula
Keadaan ini juga kemungkinan disebabkan oleh faktor budaya yang masih kuat
di keluarga responden. Yaitu adanya pantangan terhadap suatu jenis makanan tertentu
banyak responden dengan tingkat pendidikan tamat SMA, tetapi tidak dapat
memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan.
5.3. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
ditemukan ibu yang bersikap kurang sebesar 61,0%. Berdasarkan hasil dilapangan
ternyata ditemukan Sikap ibu tentang gizi menunjukkan bahwa ibu yang sangat setuju
tentang anak balita sangat rentan mengalami gizi buruk, maka ibu sebaiknya
memperhatikan dan memantau terus tumbuh kembang dan kenaikan berat badan
balita setiap bulannya ke posyandu sebesar 63,0%, ibu yang setuju tentang membawa
anak balita ke posyandu setiap bulannya merupakan salah satu cara mencegah agar
anak balita tidak mengalami gizi buruk sebesar 51,0%, sedangkan ibu yang tidak
setuju tentang merawat dan memberi perhatian kepada anak balita merupakan
Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara sikap dengan kejadian
bawah garis merah (BGM) dengan nilai p=0,003. Terdapat persentase ibu yang
mempunyai balita tidak dibawah garis merah (BGM) dengan sikap baik sebesar
82,1% sedangkan yang sikap kurang sebesar 52,5%. Sikap berpengaruh terhadap
kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai Exp B sebesar 11,611 dimana jika
ibu memiliki sikap kurang kemungkinanan 12 kali lebih besar mengalami berat badan
dibawah garis merah (BGM) dibanding dengan ibu yang memiliki sikap baik.
5.4. Pengaruh Pola Asuh Ibu terhadap Kejadian Bawah Garis Merah (BGM)
pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sayur Matinggi
Sayur Matinggi masih ditemukan ibu yang memiliki pola asuh kurang sebesar 53,0%,
dan sebesar 47,0% yang pola asuh baik hasil dilapangan ternyata ditemukan pola asuh
ibu tentang balita makan tiga kali dalam sehari sebesar 68,0% yang tahu, sedangkan
tentang ibu selalu memberi makanan yang beraneka ragam pada balita (jenis sayur,
namun tidak disajikan bervariasi bahkan lebih banyak nasi dibanding lauk pauknya.
Mereka juga memberikan susu formula 3 gelas sehari, bahkan berlebih, memberikan
makanan selingan bahkan berlebih sepeti roti, gorengan dan es krim. Hal ini
disebabkan karena ibu tidak mendampingi anak makan keran sudah menganggap
anak sudah bisa makan sendiri, anak minum susu formula pun terserah selera si anak,
cenderung selalu diminta anak, berlebihan juga tidak apa-apa, memberikan makanan
selingan juga diberikan berlebihan, ambil sendiri dari lemari es. Sebagian ibu
mengatakan anaknya bisa gemuk karena faktor keturunan dari keluarga yang lain, dan
sebagian lagi mengatakan sangat tidak etis bila anak orang kaya mengalami gizi
Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara pola asuh dengan kejadian
bawah garis merah (BGM) dengan nilai p=0,001. Terdapat persentase ibu yang
mempunyai balita tidak dibawah garis merah (BGM) dengan pola asuh baik sebesar
80,9% sedangkan yang pola asuh kurang sebesar 49,1%. Pola asuh berpengaruh
terhadap kejadian bawah garis merah (BGM) dengan nilai Exp B sebesar sebesar
14,808 dimana jika ibu memiliki pola asuh kurang kemungkinanan 15 kali lebih besar
mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding dengan ibu yang
Pola asuh pada balita yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan fisik dan
biomedis dalam meningkatkan pertumbuhan balita yang optimal. Perilaku ibu dalam
menerapkan pola asuh pada balita terdiri dari yaitu pola asuh makan dan pola asuh
kesehatan. Perilaku ibu dalam menerapkan pola asuh pada balita terdiri dari yaitu
pola asuh makan dan pola asuh kesehatan. Hal ini disebabkan status pekerjaan ibu
yang bekerja di luar rumah seperti pegawai swasta dan PNS sehingga mengakibatkan
ibu kurang memerhatikan pengelolaan pemberian makan pada balitanya. Ibu yang
bekerja memiliki waktu lebih banyak di luar rumah, dan juga kesibukan di dalam
perhatian, sehingga pola makan anak yang tidak seimbang lagi, dimana anak makan
Sesuai pendapat Soekirman (2000) bahwa dalam rumah tangga, keadaan status
gizi balita dipengaruhi oleh kemampuan ibu dalam menyediakan pangan, baik jumlah
maupun jenis dan pola asuh juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan,
perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya gizi
buruk pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai.
balita. Ibu yang berpendidikan rendah kurang dapat memahami atau menelaah
kebersihan lingkungan dan perawat balita yang kurang baik berdampak terhadap
status gizi balita. Faktor pola asuh pada balita meliputi pola asuh makan dan
BAB 6
6.1. Kesimpulan
pendidikan rendah yaitu tamat SMP. Ibu bekerja sebagai petani dan berdagang
UMR.
Bawah Garis Merah (BGM), dimana pola asuh merupakan variabel yang paling
dominan berpengaruh yaitu ibu memiliki pola asuh kurang kemungkinan 15 kali
lebih besar mengalami berat badan dibawah garis merah (BGM) dibanding
75
6.2. Saran
berikut:
1. Untuk meningkatkan perilaku ibu tentang gizi pada balita maka pihak Puskesmas
kepada bidan desa, kader dan ibu-ibu lurah untuk membantu menyampaikan
informasi yang benar tentang gizi pada balita serta manfaat yang diperoleh ibu
meningkatkan mutu dan fungsi para petugas kesehatan menjadi fasilitator dan
motivator bagi para ibu untuk mau membawa anaknya ke puskesmas dan
DAFTAR PUSTAKA
Sediaoetama, A.D. 2000, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta:
Dian Rakyat.
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Baliwati, F.Y. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Penebar Swadaya, Jakarta
Bomar, 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi pada Balita di
Kabupaten Kampar 2008. Makara Kesehatan, Edisi Desember 2008, X
(2):64-70
Dahlan, S., 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,
dan Multivariat. Jakarta: Salemba Medika
77
Universitas Sumatera Utara
78
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. 2007. Jakarta: Balai Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Siinanti.
Jakarta.
Notoatmodjo, S., 2012. promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Solihin P. Ilmu Gizi Klinis pada Anak, Edisi Keempat. Jakarta. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003
Lampiran 1.
Nama :…………………..
Umur:……………………
Alamat:………………….
bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
Kejadian Bawah Garis Merah (BGM) pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak
…………………2014
Peneliti Responden
80
Universitas Sumatera Utara
81
Lampiran 2.
KUESIONER
No. Identitas
Nama Responden
Umur ibu
Umur balita
Berat Badan
Pendidikan 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. PT/Akademi
Pekerjaan Suami :
Istri :
81
Universitas Sumatera Utara
82
PETUNJUK PENGISIAN
A. PENGETAHUAN
Jawaban
No PERNYATAAN
Ya Tidak
1 Gizi adalah zat yang terkandung dalam makanan
dan diperlukan oleh tubuh
2 Fungsi zat gizi adalah sebagai sumber energi
utama, menyokong pertumbuhan badan,
memelihara jaringan tubuh, mengatur proses
pertukaran zat dan pertahanan terhadap berbagai
penyakit
3 Gizi seimbang adalah makanan yang
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh
4 Balita memerlukan zat gizi seimbang untuk
pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, dan
pemeliharaan kesehatan
5 Jenis zat gizi dalam makanan adalah karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral dan air
6 Makanan 4 sehat 5 sempurna terdiri dari nasi,
lauk- pauk, sayur, buah, dan susu
7 Pola makan yang sehat untuk balita adalah 3 kali
dalam sehari
8 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi
kurang dari kebutuhan tubuh
9 Penyebab terjadinya BGM adalah kurangnya
makanan bergizi dan seimbang yang dikonsumsi
balita
10 Balita merupakan kelompok usia yang rentan
terhadap penyakit akibat kekurangan gizi
11 Ciri-ciri balita yang terkena BGM adalah rambut
berwarna merah, perut buncit, kulit keriput,
wajah seperti orang tua
12 BGM yang lama dapat menghambat tumbuh
kembang balita
13 BGM dapat menurunkan tingkat kecerdasan/IQ
balita
14 Jika BGM tidak segera ditangani maka akan
menyebabkan kematian pada balita
No PERNYATAAN SS S TS
1 Kejadian BGM pada anak balita sangat berbahaya dan
dapat menghambat tumbuh kembang anak
2 Bila anak balita mengalami mencret terus menerus, ini
merupakan hal yang biasa dan tidak masalah
3 Untuk menghindari anak mencret, maka sangat penting
untuk memperhatikan jenis makan dan minum yang
diberikan kepada anak balita
4 Bila anak balita mengalami tidak ada nafsu makan dan
tidak aktif serta rewel, maka segera dibawa ke dukun
untuk diperiksa dan diberi pengobatan
5 Anak balita sangat rentan mengalami BGM, maka ibu
sebaiknya memperhatikan dan memantau terus tumbuh
kembang dan kenaikan berat badan balita setiap bulannya
ke posyandu
6 Pengukuran tinggi dan berat badan hanya dilakukan pada
saat anak balita sakit dan seperlunya saja
7 Membawa anak balita ke posyandu setiap bulannya
merupakan salah satu cara mencegah agar anak balita
tidak mengalami BGM
8 Bila anak balita sakit sebaiknya dibawa pergi ke ladang
dan sawah saja agar balita cepat sembuh
C. POLA ASUH
No PERTANYAAN Ya Tidak
1 Apakah ibu selalu memberi makanan yang beraneka
ragam pada balita (jenis sayur, lauk-pauk dan buah)?
2 Apakah ibu selalu mendampingi balita saat makan?
3 Apakah balita makan tiga kali dalam sehari?
4 Apakah waktu pemberian makan diberi secara teratur?
5 Apakah balita selalu menghabiskan porsi makanan setiap
kali makan?
6 Apakah makanan yang diberi selalu memenuhi syarat 4
Sehat 5 Sempurna?
7 Apakah ibu selalu menyiapkan makanan untuk balita?
8 Apakah sebelumnya ibu hanya memberikan ASI saja
kepada bayi selama usia 0-6 bulan?
9 Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada balita sampai
usia 2 tahun?
10 Apakah sebelumnya ibu memberikan makanan tambahan
selain ASI kepada balita setelah berusia 6 bulan?
11 Apakah balita ibu tetap minum susu setiap hari setelah
usia 2 tahun?
12 Apakah balita ibu pernah mengalami sakit dalam waktu
yang lama?
13 Apakah ibu segera membawa balita berobat ke pelayanan
kesehatan bila balita mengalami sakit?
14 Apakah ibu rutin membawa balita setiap bulan ke
posyandu?
15 Apakah ibu rutin menimbang berat badan balita setiap
bulan?
16 Apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan?
17 Apakah ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas
kesehatan?
18 Apakah balita telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap?
85
Universitas Sumatera Utara
86
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.913 20
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
p1 .87 .346 30
p2 .80 .407 30
p3 .77 .430 30
p4 .70 .466 30
p5 .70 .466 30
p6 .50 .509 30
p7 .77 .430 30
p8 .83 .379 30
p9 .67 .479 30
p10 .77 .430 30
p11 .63 .490 30
p12 .77 .430 30
p13 .70 .466 30
p14 .80 .407 30
p15 .77 .430 30
p16 .63 .490 30
p17 .77 .430 30
p18 .47 .507 30
p19 .73 .450 30
p20 .80 .407 30
91
Universitas Sumatera Utara
92
Item-Total Statistics
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
14.43 29.771 5.456 20
Reliability Statistics
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
p1 .87 .346 30
p2 .80 .407 30
p3 .77 .430 30
p4 .70 .466 30
p5 .70 .466 30
p7 .77 .430 30
p8 .83 .379 30
p9 .67 .479 30
p10 .77 .430 30
p11 .63 .490 30
p12 .77 .430 30
p13 .70 .466 30
p14 .80 .407 30
p15 .77 .430 30
p16 .63 .490 30
p17 .77 .430 30
p19 .73 .450 30
p20 .80 .407 30
Item-Total Statistics
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
13.47 26.602 5.158 18
Reliability Sikap
Scale: ALL VARIABLES
Reliability Statistics
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
s1 3.97 .765 30
s2 3.97 .765 30
s3 2.90 1.242 30
s4 2.90 1.242 30
s5 4.03 .669 30
s6 2.90 1.242 30
s7 4.03 .669 30
s8 4.10 .548 30
s9 4.03 .669 30
s10 3.87 .681 30
Item-Total Statistics
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
36.70 40.838 6.390 10
Reliability Statistics
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
pa1 .70 .466 30
pa2 .80 .407 30
pa3 .77 .430 30
pa4 .63 .490 30
pa5 .77 .430 30
pa6 .87 .346 30
pa7 .73 .450 30
pa8 .73 .450 30
pa9 .80 .407 30
pa10 .63 .490 30
pa11 .67 .479 30
pa12 .67 .479 30
pa13 .77 .430 30
pa14 .77 .430 30
pa15 .77 .430 30
pa16 .70 .466 30
pa17 .80 .407 30
pa18 .77 .430 30
Item-Total Statistics
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
13.33 28.644 5.352 18
Umur K * B_BGM
Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
umurk >mean Count 26 19 45
% within umurk 57.8% 42.2% 100.0%
% within B_BGM 40.6% 52.8% 45.0%
% of Total 26.0% 19.0% 45.0%
<=mean Count 38 17 55
% within umurk 69.1% 30.9% 100.0%
% within B_BGM 59.4% 47.2% 55.0%
% of Total 38.0% 17.0% 55.0%
Total Count 64 36 100
% within umurk 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 1.375 1 .241
Continuity Correctionb .928 1 .335
Likelihood Ratio 1.373 1 .241
Fisher's Exact Test .297 .168
Linear-by-Linear
1.361 1 .243
Association
b
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,20.
b. Computed only for a 2x2 table
98
Universitas Sumatera Utara
99
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for umurk (>mean /
.612 .269 1.394
<=mean)
For cohort B_BGM = Tidak .836 .616 1.136
For cohort B_BGM = Ya 1.366 .810 2.303
N of Valid Cases 100
Pendidikan * B_BGM
Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pendidikan Tinggi (SMA, Count 30 19 49
Diploma dan S1)
% within pendidikan 61.2% 38.8% 100.0%
% within B_BGM 46.9% 52.8% 49.0%
% of Total 30.0% 19.0% 49.0%
Rendah (SD dan Count 34 17 51
SMP) % within pendidikan 66.7% 33.3% 100.0%
% within B_BGM 53.1% 47.2% 51.0%
% of Total 34.0% 17.0% 51.0%
Total Count 64 36 100
% within pendidikan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .321 1 .571
Continuity Correctionb .128 1 .720
Likelihood Ratio .321 1 .571
Fisher's Exact Test .678 .360
Linear-by-Linear
.318 1 .573
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,64.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pendidikan (Tinggi
(SMA, Diploma dan S1) / Rendah (SD .789 .348 1.789
dan SMP))
For cohort B_ BGM = Tidak .918 .683 1.234
For cohort B_ BGM = Ya 1.163 .689 1.964
N of Valid Cases 100
Pekerjaan * B_ BGM
Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pekerjaan Tidak bekerja Count 20 8 28
% within pekerjaan 71.4% 28.6% 100.0%
% within B_ BGM 31.2% 22.2% 28.0%
% of Total 20.0% 8.0% 28.0%
Bekerja Count 44 28 72
% within pekerjaan 61.1% 38.9% 100.0%
% within B_ BGM 68.8% 77.8% 72.0%
% of Total 44.0% 28.0% 72.0%
Total Count 64 36 100
% within pekerjaan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .931 1 .334
Continuity Correctionb .537 1 .463
Likelihood Ratio .953 1 .329
Fisher's Exact Test .365 .233
Linear-by-Linear
.922 1 .337
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,08.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pekerjaan (Tidak 1.591 .617 4.101
bekerja / Bekerja)
For cohort B_ BGM = Tidak 1.169 .868 1.575
For cohort B_ BGM = Ya .735 .382 1.412
N of Valid Cases 100
Pendapatan * B_ BGM
Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pendapatan Tinggi Count 34 10 44
(>1.375.000) % within pendapatan 77.3% 22.7% 100.0%
% within B_ BGM 53.1% 27.8% 44.0%
% of Total 34.0% 10.0% 44.0%
Rendah Count 30 26 56
(<=1.375.000) % within pendapatan 53.6% 46.4% 100.0%
% within B_ BGM 46.9% 72.2% 56.0%
% of Total 30.0% 26.0% 56.0%
Total Count 64 36 100
% within pendapatan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.008a 1 .014
Continuity Correctionb 5.023 1 .025
Likelihood Ratio 6.173 1 .013
Fisher's Exact Test .021 .012
Linear-by-Linear
5.948 1 .015
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,84.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pendapatan (Tinggi
2.947 1.223 7.098
(>1.375.000) / Rendah (<=1.375.000))
For cohort B_ BGM = Tidak 1.442 1.077 1.931
For cohort B_ BGM = Ya .490 .265 .904
N of Valid Cases 100
Pengetahuan * B_BGM
Crosstab
B_Giziburuk
Tidak Ya Total
pengetahuan Baik Count 39 13 52
% within pengetahuan 75.0% 25.0% 100.0%
% within B_ BGM 60.9% 36.1% 52.0%
% of Total 39.0% 13.0% 52.0%
Kurang Count 25 23 48
% within pengetahuan 52.1% 47.9% 100.0%
% within B_ BGM 39.1% 63.9% 48.0%
% of Total 25.0% 23.0% 48.0%
Total Count 64 36 100
% within pengetahuan 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 5.689 1 .017
Continuity Correctionb 4.738 1 .029
Likelihood Ratio 5.742 1 .017
Fisher's Exact Test .022 .015
Linear-by-Linear
5.632 1 .018
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,28.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for pengetahuan (Baik /
2.760 1.185 6.428
Kurang)
For cohort B_BGM = Tidak 1.440 1.053 1.970
For cohort B_BGM = Ya .522 .299 .909
N of Valid Cases 100
Sikap * B_BGM
Crosstab
B_ BGM
Tidak Ya Total
sikap Baik Count 32 7 39
% within sikap 82.1% 17.9% 100.0%
% within B_ BGM 50.0% 19.4% 39.0%
% of Total 32.0% 7.0% 39.0%
Kurang Count 32 29 61
% within sikap 52.5% 47.5% 100.0%
% within B_ BGM 50.0% 80.6% 61.0%
% of Total 32.0% 29.0% 61.0%
Total Count 64 36 100
% within sikap 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 9.042 1 .003
Continuity Correctionb 7.803 1 .005
Likelihood Ratio 9.559 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear
8.952 1 .003
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for sikap (Baik / Kurang) 4.143 1.586 10.818
For cohort B_ BGM = Tidak 1.564 1.182 2.070
For cohort B_ BGM = Ya .378 .184 .776
N of Valid Cases 100
P_Asuh * B_BGM
Crosstab
B_ BGM
Tidak Ya Total
P_asuh Baik Count 38 9 47
% within P_asuh 80.9% 19.1% 100.0%
% within B_ BGM 59.4% 25.0% 47.0%
% of Total 38.0% 9.0% 47.0%
Kurang Count 26 27 53
% within P_asuh 49.1% 50.9% 100.0%
% within B_ BGM 40.6% 75.0% 53.0%
% of Total 26.0% 27.0% 53.0%
Total Count 64 36 100
% within P_asuh 64.0% 36.0% 100.0%
% within B_ BGM 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 64.0% 36.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 10.929 1 .001
Continuity Correctionb 9.593 1 .002
Likelihood Ratio 11.322 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear
10.820 1 .001
Association
N of Valid Casesb 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,92.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for P_asuh (Baik /
4.385 1.775 10.832
Kurang)
For cohort B_ BGM = Tidak 1.648 1.212 2.242
For cohort B_ BGM = Ya .376 .197 .716
N of Valid Cases 100
Logistic Regression
Model Summary
106
Universitas Sumatera Utara
107
Classification Tablea
Predicted
B_ BGM Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 1 B_ BGM Tidak 56 8 87.5
Ya 11 25 69.4
Overall Percentage 81.0
a. The cut value is ,500
Classification Tablea,b
Predicted
B_ BGM
Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 0 B_ BGM Tidak 64 0 100.0
Ya 36 0 .0
Overall Percentage 64.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Logistic Regression
Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 100 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 100 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 100 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Model Summary
Classification Tablea
Predicted
B_ BGM
Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 1 B_ BGM Tidak 53 11 82.8
Ya 9 27 75.0
Overall Percentage 80.0
a. The cut value is ,500
Classification Tablea,b
Predicted
B_ BGM Percentage
Observed Tidak Ya Correct
Step 0 B_ BGM Tidak 64 0 100.0
Ya 36 0 .0
Overall Percentage 64.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500