Вы находитесь на странице: 1из 20

MAKALAH

”Review 5 Jurnal Terkait Bencana Alam Tanah Longsor”

Oleh :

Arif Rahman Putra

1510015311026

Dosen Pembimbing : Ir. Haryani M.T

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS BUNG HATTA

2017
ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana yang paling sering terjadi di
Indonesia yaitu bencana yang berasal dari alam(bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor).

Pulau Sumatera merupakan pulau yang memiliki topografi dan kelerengan


yang beragam, ada yang sangat tinggi maupun sangat curam. Hal ini dapat
menimbulkan bencana alam salah satunya tanah longsor. Tanah longsor
merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya
kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng. Oleh karena itu kita perlu
melakukan penelitian tentang tanah longsor tersebut agar kita dapat
mengantisipasi jika terjadi bencana alam tersebut sehingga dapat meminimalisir
kerugian yang ditimbulkan.

Dalam makalah ini akan dibahas 5 jurnal yang berkaitan dengan tanah longsor
ini sehingga jurnal dari hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan teori baru
maupun landasan dalam penanganan tanah longsor lebih lanjut.

1.2 Tujuan

Untuk dijadikan landasan teori baru maupun dijadikan dasar pengkajian lebih
lanjut tentang bencana alam tanah longsor.

Universitas Bung Hatta 1


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

Universitas Bung Hatta 2


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Pemilihan Jurnal
Tanah longsor merupakan bencana alam yang cukup sering terjadi di Pulau
Sumatera terutama di wilayah Sumatera Barat. Daerah Sumatera Barat bisa
dikatakan sebagai daerah yang rawan akan bencana tanah longsor. Namun
penelitian tentang bencana ini di daerah Sumatera Barat masih minim sehingga
saya memilih 5 jurnal ini karena memiliki karakteristik daerah yang sma dengan
daerah Sumater Barat.

Hal ini dilakukan sebagai pembelajaran agar kedepannya bisa mengenal dan
menangani bencana tanah longsor ini dengan baik sehingga dapat diminimalisir
akibat dari bencana tersebut.

2.2 Pengertian Tanah Longsor


Tanah longsor (landslide) adalah salah satu dari tipe gerakan tanah (mass
movement/mass wasting) yaitu suatu fenomena alam berupa bergeraknya massa
tanah secara gravitasi cepat mengikuti kemiringan lereng (Selby, 1985). Ciri khas
dari longsor adalah massa tanah yang bergerak secara gravitasi mengandung air
yang banyak (jenuh). Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah adanya
bidang luncur yaitu bidang pertemuan antara lapisan atas yang relatif lolos
air/poros dan lapisan bawah yang relatif kedap air. Pada bidang ini air tanah
mengalir dalam bentuk resapan (seepage), zona ini banyak mengandung clay
akibat pencucian dari lapisan atas. Tanah longsor dikenal juga dengan debris
slide, materialnya terdiri atas campuran rombakan batu dan tanah dengan aliran
sangat cepat. Jenis tanah tidak berpengaruh pada terjadinya longsor melainkan
tekstur tanah yang menunjukkan pengaruh yang cukup signifikan.

Bencana tanah longsor merupakan gerakan masa batuan atau tanah pada suatu
lereng karena pengaruh gaya gravitasi. Tanah longsor yang terjadi di Indonesia
terjadi pada topografi terjal dengan sudut lereng sekitar 15° -45° dan pada batuan
volkanik lapuk dengan curah hujan tinggi. Faktor penyebab terjadinya tanah

Universitas Bung Hatta 3


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

longsor secara alamiah yakni morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan,


litologi, struktur geologi, curah hujan, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga
disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam,
seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan
penambangan.
Longsor dapat mendatangkan risiko bencana baik risiko sosial maupun risiko
ekonomi. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (BNPB, 2012).

2.3 Metode Penelitian


Berdasarkan 5 jurnal yang telah direview sebelumnya, maka dapat diketahui
metode penelitian yang digunakan pada masing-masing jurnal. Adapun metode
penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Judul Jurnal Metode Penelitian


Pengumpulan Data Analisis
1. Analisis Potensi  Peta Rupa Bumi Indonesia  Analisis data untuk
Risiko Tanah (RBI) Bakosurtanal, skala 1 menyiapkan parameter untuk
Longsor Di : 25.000 (survei sekunder) menyusun faktor risiko longsor
Kabupaten  Data Digital Elevation yang terdiri dari peta
Ciamis dan Kota Model (DEM) Shuttle Radar kerawanan, peta kerentanan
Banjar, Jawa Topographic Mission dan peta kapasitas
Barat (SRTM) dengan resolusi  Tahap kedua adalah tahap
spasial 30 m(survei
analisis risiko longsor yang
sekunder)
dilakukan berdasarkan faktor-
 Data statistik Potensi Desa
faktor risiko tersebut..
(PODES) tahun 2011.survei
sekunder
 Data curah hujan bulanan
yang dikumpulkan dari dari
stasiun pengukur curah
hujan di Kabupaten Ciamis
dan data curah hujan global
dari Global Precipitation
Climatology Center
(GPCC). Data curah hujan
bulanan dari stasiun. survei
sekunder

2. Identifikasi  Wawancara dengan  Analisis AHP digunakan untuk


Tingkat Bahaya stakeholder terkait. survei menentukan prioritas variabel
Bencana primer. yang digunakan, yaitu dengan
Longsor di  Meminta data(curah hujan, menggunakan teknik

Universitas Bung Hatta 4


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

No. Judul Jurnal Metode Penelitian


Pengumpulan Data Analisis
Kawasan Lereng jenis tanah, kelerengan, jenis perbandingan berpasangan
Gunung Lawu, dan struktur batuan, yang diolah sehingga diperoleh
Kabupaten hidrologi dan pengunaan bobot masing-masing variabel
Karanganyar, lahan) ke instansi-instansi yag mempengaruhi dan
Jawa Tengah terkait. survei sekunder. dilakukan dengan membagikan
kuisioner kepada beberapa
stakeholder(pemerintah,
swasta dan masyarakat).
 Metode Weighted overlay
adalah analisis spasial dengan
menggunakan teknik overlay
beberapa peta yang berkaitan
dengan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadapa
penilaian bahaya dengan
menggunakan alat GIS.

3. Kerawanan  Mengambil data dan Metode penilaian bobot dari Permen


Bencana Tanah parameter dari metode PU No. 22/PRT/M/2007 tentang
Longsor Paimin(2006) yaitu curah Pedoman Penataan Ruang Kawasan
Kabupaten hujan, kelerengan, geologi, Bencana
Ponorogo patahan/sesar, penggunaan Tanah Longsor yang memasukkan
lahan, infrastruktur, gempa sebagai parameter
kepadatan penduduk dan menentukan daerah rawan longsor
kegempaan. survei
sekunder.
4. Analisis  Melihat kondisi lapangan  Metode paimin dengan
Kerentanan dan dokumentasi kondisi pembobotan parameter.
Tanah Longsor lapangan. survei primer.  Metode Weighted overlay
Sebagai Dasar  Data yang digunakan adalah analisis spasial dengan
Mitigasi Di meliputi parameter alami menggunakan teknik overlay
Kabupaten (hujan, lereng, geologi, beberapa peta yang berkaitan
Banjanegara. patahan dan kedalaman dengan faktor-faktor yang
regolith/ bahan induk berpengaruh terhadapa
tanah) serta manajemen penilaian bahaya dengan
(penggunaan lahan, menggunakan alat GIS.
infrastruktur dan kepadatan  Metode mitigasi dilakukan
dengan melihat kondisi
penduduk).survei sekunder.
lapangan dan kajan literatur.
5. Identifikasi  Observasi langsung ke  Analisis AHP digunakan untuk
Daerah Kawasan wilayah penelitian (foto menentukan prioritas variabel
Rentan Tanah kondisi eksisting) dan yang digunakan, yaitu dengan
Longsor dalam wawancara (wawancara menggunakan teknik
Kawaasan KSN stakeholders).survei primer. perbandingan berpasangan
Gunung Merapi  Survei instansi merupakan yang diolah sehingga diperoleh
di Kabupaten survei yang dilakukan dalam bobot masing-masing variabel
Sleman mengumpulkan data yag mempengaruhi dan
sekunder atau pendukung di dilakukan dengan membagikan
instansi atau dinas-dinas. kuisioner kepada beberapa
Studi literatur atau stakeholder(pemerintah,
kepustakaan dilakukan swasta dan masyarakat).
dengan meninjau isi dari  Metode Weighted overlay
literatur yang bersangkutan adalah analisis spasial dengan
dengan tema penelitian ini, menggunakan teknik overlay

Universitas Bung Hatta 5


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

No. Judul Jurnal Metode Penelitian


Pengumpulan Data Analisis
di antaranya berupa buku, beberapa peta yang berkaitan
hasil penelitian, dokumen dengan faktor-faktor yang
rencana tata ruang, tugas berpengaruh terhadapa
akhir, serta artikel di internet penilaian bahaya dengan
dan media massa. Survei menggunakan alat GIS.
sekunder.

2.4 Review Jurnal

Berikut ini merupakan review dari sumber-sumber jurnal yang diambil terkait
dengan bencana tanah longsor.

Review Jurnal 1

Judul Analisis Potensi Risiko Tanah Longsor Di Kabupaten Ciamis


dan Kota Banjar, Jawa Barat
Penulis A.B Suriadi M. Arsjad dan Sri Hartini
Volume& Volume 16& 165-172
Halaman
Tahun Terbit 2014

A. Pendahuluan dan Tujuan Penelitian

Cuaca ekstrim yang disebabkan oleh perubahan iklim global banyak


mengakibatkan bencana salah satunya tanah longsor. Hal ini dipengaruhi oleh
curah hujan sehingga menyebabkan beberapa daerah rawan terkena bencana tanah
longsor. Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai daerah dengan bencana alam
terbanyak pada tahun 2010. Potensi kerawanan ini akan semakin tinggi mengingat
pada tahun tersebut sebagai tahun basah, dengan curah hujan yang
lebih tinggi dari normal.DataBNPB menunjukkan dalam kurun waktu dari tahun
2005 sampai 2012 terjadi 17 kali tanah longsor di Kabupaten Ciamis.
Dari 17 kejadian tersebut sebanyak 14 kali terjadi antara bulan November sampai
April (82%), sisanya 3 kali (18%) pada bulan Juli sampai Oktober (BNPB, 2014).

Universitas Bung Hatta 6


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

Longsor dapat mendatangkan risiko bencana baik risiko sosial maupun risiko
ekonomi. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu kawasan dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa
kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat (BNPB, 2012).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sebaran wilayah rawan
longsor dan potensi risiko longsor di Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar, Jawa
Barat ditinjau dari kerawanan, kerentanan, dan kapasitas masyarakat dalam
menghadapi bahaya longsor.

B. Metode Penelitian

Data yang digunakan oleh peneliti yaitu :

1. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Bakosurtanal, skala 1 : 25.000;


2. Data Digital Elevation Model (DEM) Shuttle Radar Topographic Mission
(SRTM) dengan resolusi spasial 30 m;
3. Data statistik Potensi Desa (PODES) tahun 2011 dari Badan Pusat Statistik
(BPS, 2011). Data PODES adalah data statistik kewilayahan yang banyak
digunakan untuk analisis sosial;
4. Data curah hujan bulanan yang dikumpulkan dari dari stasiun pengukur
curah hujan di Kabupaten Ciamis dan data curah hujan global dari Global
Precipitation Climatology Center (GPCC). Data curah hujan bulanan dari
stasiun
hujan dikumpulkan selama 2 tahun yaitu tahun 2008 dan 2009. Data curah
hujan bulanan tahun 2008 merupakan rerata dari 14 stasiun hujan,
sedangkan data curah hujan bulanan tahun 2009 merupakan rerata dari 8
stasiun hujan. Data curah hujan dari GPPC merupakan rerata bulanan
selama 107 tahun yaitu dari 1901-2007. Data curah hujan ini merupakan
rerata dari seluruh wilayah Jawa Barat dan sekitarnya, mencakup wilayah
seluas 18 grid walaupun tidak semua grid ada datanya. Data curah hujan
GPCC ini berbasis grid 0,5 x 0,5 derajat Lintang Bujur. Data curah hujan
global yang diperoleh dari GPCC digunakan untuk menganalisis pengaruh

Universitas Bung Hatta 7


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

iklim secara global terhadap kondisi setempat dan trend perubahannya


termasuk dampaknya terhadap longsor.

Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan metoda aplikasi penginderaan


jauh dan GIS. Analisis data diatas dibagi menjadi 2 tahapan. Tahap pertama yaitu
analisis data untuk menyiapkan parameter untuk menyusun faktor risiko longsor
yang terdiri dari peta kerawanan, peta kerentanan dan peta kapasitas. Tahap kedua
adalah tahap analisis risiko longsor yang dilakukan berdasarkan faktor-faktor
risiko.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Peta risiko longsor yang dibuat dapat menggambarkan daerah potensial
terjadinya bahaya longsor di wilayah penelitian. Namun hal tersebut
tergantung dari intensitas curah hujan.
2. Wilayah yang berpotensi longsor paling tinggi ada pada wilayah lereng
curam dengan kemiringan 40%-70% dengan bentuk umumnya
pegunungan dan perbukitan tertoreh. Wilayah ini terdapat pada bagian
utara Kabupaten Ciamis dan sebagian kecil wilayah selatan. Sedangkan
bagian tengah Kabupaten Ciamis tidak rawan longsor karena daerah
dataran.
3. Jumlah desa yang terkena potensi longsor paling tinggi yaitu sebanyak 288
desa, potensi longsor sedang sebanyak 283 desa dan potensi longsor paling
rendah sebanyak 313 desa.
D. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dibuat ini dapat digunakan sebagai acuan dalam
menyusun RTRW Kabupaten Ciamis namun harus ditinjau ulang lagi agar hasil
nya memuaskan dan bencana alam ini dapat diminimalisir.

Universitas Bung Hatta 8


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

Review Jurnal 2

Judul Identifikasi Tingkat Bahaya Bencana Longsor di Kawasan


Lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Penulis Nuri Iswoyo Ramadhani dan Hertiari Idajati
Volume& Volume 6& 87-90
Halaman
Tahun Terbit 2017

A. Pendahuluan dan Tujuan Penelitian

Tanah longsor merupakan bencana alam yang sering di daerah penelitian kali
ini, hal ini disebabkan secara alamiah yakni morfologi permukaan bumi,
penggunaan lahan, litologi,struktur geologi, curah hujan, dan kegempaan. Selain
faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang
mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan
lereng, pemotongan lereng, dan penambangan.

Bencana ini terjadi sekitar 300 kali dalam 5 tahun terakhir sehingga banyak
menyebabkan kerugian baik secara materi maupun jiwa. Karena seringnya terjadi
tanah longsor maka perlu dilakukan pengkajian mengenai tingkat risiko tanah
longsor.

Tujuan peneliti ini yaitu untuk merumuskan tingkat bahaya bencana


longsor di lokasi penelitian.

B. Metode Penelitian

Data/variabel yang digunakan oleh peneliti yaitu :

1. Curah Hujan
2. Jenis Tanah
3. Kelerengan
4. Penggunaan Lahan
5. Jenis bebatuan dan struktur geologi

Universitas Bung Hatta 9


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

6. Hidrologi

Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan 2 metode yaitu:

a. Metode Pengumpulan Data

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan 2 cara yaitu data primer


yang didapat dengan mewawancarai stakeholder terkait dan data sekunder yang
didapat dari dinas-dinas terkait.

b. Metode Analisis

Peneliti menggunakan metode analisis AHP dan Weighted Overlay Sum.


Analisis AHP digunakan untuk menentukan prioritas variabel yang digunakan,
yaitu dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan yang diolah
sehingga diperoleh bobot masing-masing variabel yag mempengaruhi dan
dilakukan dengan membagikan kuisioner kepada beberapa
stakeholder(pemerintah, swasta dan masyarakat). Metode Weighted overlay
adalah analisis spasial dengan menggunakan teknik overlay beberapa peta yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadapa penilaian bahaya
dengan menggunakan alat GIS.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil pembobotan dengan teknik AHP yaitu jenis tanah(0,234), curah
hujan(0,203), penggunaan lahan(0,194), kemiringan lerengan(0,179),
hidrologi(0,109) dan geologi(0,081). Hal ini menunjukkan valid dengan
nilai inconsistency 0,01 dan telah konsisten dengan hasil wawancara.
2. Zonasi dari peta hasil analisis overlay tingkat bahaya longsor diperoleh 3
klasifikasi yaitu:
 Bahaya rendah ialah raster peta yang memiliki skor 1.28-1.51
 Bahaya sedang ialah raster peta yang memiliki skor >1.51-1.92
 Bahaya tinggi ialah raster peta yang memiliki skor >1.92-2.49
3. Berdasarkan analisis terdapat 17 desa dari 28 desa yang memiliki tingkat
bahaya tinggi antara lain:

Universitas Bung Hatta 10


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

 Kecamatan Jenawi : Gumeng, Anggrasmanis, Jenawi, Trengguli dan


Sidomukti
 Kecamatan Ngargoyoso : Puntukrejo, Berjo, Girimulyo,
Segorogunung, Kemuning, Jatirejo,dan Ngargoyoso
 Kecamatan Tawangmangu : Tawangmangu, Kalisoro, Blumbang,
Gondosuli, dan Tengklik
D. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini banyak desa yang memiliki bahaya tinggi terhadap
bencana tanah longsor ini sehingga perlu penanganan serius dari pemerintah dan
segera merumuskan zonasi kawasan tersebut.

Review Jurnal 3

Judul Kerawanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Ponorogo


Penulis Hanif Yuniarta, Agus P.Saido dan Y.Muslih Purwana
Halaman 194-201
Tahun Terbit 2015

A. Pendahuluan dan Tujuan Penelitian

Bencana tanah longsor merupakan bencana yang merugikan dari segi materi dan
sosial. Dikawasan penelitian kali ini merupakan sebuah kawasan yang memiliki
potensi sering terjadi tanah longsor karena morfologinya yang beragam seperti
datar dan perbukitan.

Tujuan Penelitian ini yaitu untuk mengetahui atau memperkirakan tanah longsor
dengan menggunakan software ArcGIS, karena program ini memiliki kemampuan
untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis,
dan menghasilkan data berorientasi geografis.

Universitas Bung Hatta 11


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

B. Metode Penelitian

Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan metode Paimin, et. Al(2006)
yang telah dimodifikasi karena untuk data kedalaman tanah sampai lapisan kedap
tidak ada datanya, maka parameternya mengacu pada PerMen PU
No.22/PRT/M/2007 tentanh Pedoman Penataan Ruang Kawasan Bencana Tanah
Longsor yang memasukkan gempa sebagai parameter menentukan daerah rawan
longsor.

C. Hasil dan Pembahasan

Dari hasil analisis dengan metode Paimin, et. al. (2006) yang telah
dimodifikasi dapat disimpulkan bahwa wilayah Kabupaten Ponorogo yang
merupakan daerah dataran rendah termasuk dalam kategori tidak rawan hingga
kategori sedikit rawan, daerah pegunungan, dataran tinggi dan perbukitan
termasuk dalam kategori agak rawan hingga sangat rawan. Desa - desa yang
berpotensi terjadi bencana tanah longsor sejumlah 149 desa dari 303 desa jumlah
desa yang berada di wilayah Kabupaten Ponorogo dengan mengacu pada nilai
skoring rata - rata pada setiap desa dengan kategori dari agak rawan hingga rawan.

D. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini cukup banyak daerah di Kabupaten Ponorogo yang


memiliki tingkat keewanan daerah dari sedang hingga tinggi. Hal ini perlu
dilakukan tindakan nyata untuk meminimalisir kerugian yang akan tercipata.
Namun menurut pada jurnal ini tidak terlalu jelas bagaimana pembahasan untuk
mengetahui tingkat kerawanan sehingga penelitian ini rasanya perlu diuji/teliti
ulang.

Universitas Bung Hatta 12


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

Review Jurnal 4

Judul Analisis Kerentanan Tanah Longsor Sebagai Dasar Mitigasi Di


Kabupaten Banjanegara
Penulis Pranatasari Dyah Susanti, Arina Miardini, dan Beny Harjadi
Voulme& Vol.1& 49-59
Halaman
Tahun Terbit 2017

A. Pendahuluan dan Tujuan Penelitian

Kerentanan tanah longsor menurut Paimin, Sukresno, & Pramono (2009)


terjadi pada kondisi: 1) lereng curam, 2) adanya bidang luncur (kedap air) di
lapisan bawah permukaan tanah, dan 3) terdapat air tanah diatas lapisan kedap
jenuh air. Selain itu, Paimin et al., (2009) juga menambahkan terdapat 2 variabel/
faktor penentu kerentanan longsor, yaitu: faktor alami dan faktor manajemen.
Faktor alami diantaranya: 1) curah hujan harian kumulatif 3 hari berturutan, 2)
kemiringan lahan, 3) geologi/ batuan, 4) keberadaan sesar/ patahan/ gawir, 5)
kedalaman tanah sampai lapisan kedap; sedangkan dari faktor manajemen
diantaranya: 1) penggunaan lahan, 2) infrastruktur, 3) kepadatan permukiman.
Rahman, Purwanto, & Suprihatin (2014) menyampaikan bahwa selain iklim dan
geotektonik, faktor manusia yaitu aktivitas manusia di atas lahan yang membebani
lereng juga berkontribusi dalam terjadinya tanah longsor. Secara umum, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2015) menyampaikan bahwa tanah
longsor memiliki beberapa gejala yang dapat diamati secara visual diantaranya:
terjadi setelah hujan, timbul retakanretakan pada lereng yang sejajar dengan arah
tebing, bangunan yang mulai retak, pohon atau tiang listrik yang miring, serta
muncul mata air baru. Meskipun indikasi kerentanan longsor dapat diamati,
namun jarang dapat diantisipasi dengan tepat, sehingga korban jiwa masih terjadi.

Mitigasi bencana harus dilakukan dengan tepat karena banyaknya kerugian


yang ditimbulkan. Undang-undang No. 2 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana menerangkan bahwa mitigasi merupakan suatu upaya untuk mengurangi

Universitas Bung Hatta 13


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

risiko bencana baik melalui upaya fisik maupun sosial yang meliputi kemampuan
masyarakat dalam menghadapi bencana alam.

Tujuan penelitian ini dalah untuk mengetahui kerentanan tanah longsor di


Kabupaten Banjarnegara dan upaya mitigasinya.

B. Metode Penelitian

Data yang digunakan oleh peneliti yaitu:

1. Peta RBI skala 1:25.000


2. Data curah hujan 3 hari berurutan selama 10 tahun terakhir pada 12
stasiun penakar hujan
3. Peta geologi
4. Peta jenis tanah
5. Peta sesar/patahan/gawir
6. Kecamatan dalam angka Kabupaten Banjarnegara

Metode untuk mendapatkan data yaitu survei primer dengan melihat kondisi fisik
di lapangan dan untuk mengidentifikasi daerah yang rentan longsor. Sedangkan
untuk metode analisisnya menggunakan metode Paimin et al, Analisis data curah
hujan menggunakan polygon thiessen untuk mendapatkan curah hujan rata-rata.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Ada 9 kecamatan di Kabupaten Banjarnegara yang rentan terhadap
Tanah Longsor yaitu Kecamatan Wanayasa (64,41 ha), Pagedongan
(43,78 ha), Banjarnegara (38,84 ha), Bawang (18,65 ha),
Kalibening (1,21 ha), Karangkobar (3,58 ha), Pandanarum (21,34
ha), Susukan (4,03 ha), dan Mandiraja (0,30 ha).
2. Sebagian besar jenis tanah di Banjarnegara adalah ultisol dan
inceptisol yang merupakan jenis tanah yang rentan terhadap tanah
longsor.
3. Kerentanan di Banjarnegara ditambah dengan tindakan manusia
yang sering memotong lereng untuk melakukan pembangunan.

Universitas Bung Hatta 14


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

4. Upaya mitigasi yang harus diterapkan di Banjarnegara yaitu tahap


satu adalah memantau curah hujan di lokasi karena curah hujan
salah satu pemicu terjadinya tanah longsor. Tahap kedua yaitu
melakukan penataan dan konservasi pada daerah-daerah berlereng.
Tahap yang terakhir yaitu meningkatkan kesadaran masyrakat
terhadap potensi dan bahaya longsor didaerahnya serta kesiap-
siagaan terhadap potensi tanah longsor.
D. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini bisa dikatakan Kabupaten Banjarnegara merupakan


daerah rawan bencana tanah longsor yang disebabkan oleh curah hujan , tanah
yangg rentan serta pembangunan infrastruktur yang memotong lereng yang juga
disebabkan kepadatan pendduduk pada wilayah rentan longsor. Penelitian yang
dilakukan cukup lengkap dan akurat.

Review Jurnal 5

Judul Identifikasi Daerah Kawasan Rentan Tanah Longsor dalam


Kawaasan KSN Gunung Merapi di Kabupaten Sleman
Penulis Novia Destriani dan Adjie Pamungkas
Voulme& Vol.2& 134-138
Halaman
Tahun Terbit 2013

A. Pendahuluan dan Tujuan Penelitian

Meningkatnya potensi bencana tanah longsor dalam Kawasan Strategis


Nasional Gunung Merapi Kabupaten Sleman diakibatkan oleh hasil erupsi
Gunung Merapi, curah hujan, dan erosi sungai. Hal ini menyebabkan kerugian
material, korban jiwa, kerusakan infrastruktur, sektor sosial, sektor ekonomi dan
mengakibatkan lahan-lahan produktif (pertanian dan hutan lindung) mengalami
penurunan daya dukung (carrying capacity) termasuk beberapa kawasan

Universitas Bung Hatta 15


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

permukiman, pariwisata, budidaya dan lindung yang ditetapkan pemerintah


daerah sebagai kawasan strategis nasional dan kawasan strategis provinsi.

Kabupaten Sleman merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi DIY yang


termasuk dalam Kabupaten dengan tingkat kerawanan bencana tanah longsor yang
besar. Kondisi ini dilihat dari pegunungan dan perbukitan di Kabupaten Sleman
seluas 72,11% dari luas wilayah keseluruhan (RT/RW Kabupaten Sleman, 2011-
2031). Fakta menununjukkan Kabupaten Sleman memiliki ketinggian antara 100-
2.500 meter dpl, dengan kemiringan yang sangat curam diatas >40% seluas 1.526
km2 dengan total wilayah mencapai 27.01 ha.

Tujuan penelitian ini dalah untuk mengetahui zona tingkat kerentanan


kawasan terhadap tanah longsor dari zona sangat rentan-zona tidak rentan.

B. Metode Penelitian
1. Metode Pengumpulan data

Peneliti menggunakan 2 metode survey yaitu survey primer yang terdiri dari
observasi langsung kewilayah penelitian (foto kondisi eksisting) dan wawancara
dengan stakeholders dan survey sekunder untuk mendapatkan data-data dari
instansi terkait.

2. Metode Analisis

Peneliti menggunakan metode analisis AHP dan Weighted Overlay Sum.


Analisis AHP digunakan untuk menentukan prioritas variabel yang digunakan,
yaitu dengan menggunakan teknik perbandingan berpasangan yang diolah
sehingga diperoleh bobot masing-masing variabel yag mempengaruhi dan
dilakukan dengan membagikan kuisioner kepada beberapa
stakeholder(pemerintah, swasta dan masyarakat). Metode Weighted overlay
adalah analisis spasial dengan menggunakan teknik overlay beberapa peta yang
berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadapa penilaian bahaya
dengan menggunakan alat GIS.

Universitas Bung Hatta 16


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

C. Hasil dan Pembahasan


1. Faktor serta bobot yang mempengaruhi penentuan tingkat kerentanan
terhadap masyarakat dilokasi penelitian sebagai berikut:
o Jenis tumbuhan yang menutupi lereng (0,565)
o Tingginya persentase rumah tangga miskin (0,515)
o Tingginya persentase rumah tangga yang bekerja disektor
rentan(petani)(0,485)
o Suppky kebutuhan air berdasarkan jarak potensi longsor yang
dekat dengan sungai(0,435)
o Tingkat kepadatan bangunan (0,416)
o Tingginya jumlah penduduk usia balita-tua(0,406)
o Tingginya kepadatan penduduk (0,317)
o Panajangn jalan yang rusak/tertimbun tanah longsor(0,307)
o Tingginya persentase laju pertumbuhan(0,277)
o Tingkat distribusi pelayanan jaringan listrik(0,277)

2. Berdasarkan hasil analisa overlay weighted sum di wilayah penelitian


didapat zona sangat rentan dan tidak rentan pada masing-masing
kerentanan (kerentanan lingkungan, kerentanan fisik, kerentanan
sosial, kerentanan ekonomi) yang dihasilkan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi masing-masing kerentanan.
o Kerentanan Lingkungan dengan zona sangat rentan berada di
Kecamatan Cangkringan (luas kerentanan 4.799 ha), dan zona
tidak rentan di Kecamatan Prambanan dengan luas kerentanan
4.135 ha.
o Kerentanan Fisik dengan zona sangat rentan berada di
Kecamatan Kalasan dengan luas kerentanan 3.584 ha, zona
tidak rentan berada di Kecamatan Turi dengan luas 4.309 ha
dan Kecamatan Cangkringan dan Pakem dengan luas 9.183 ha.
o Kerentanan Sosial dengan zona sangat rentan berada di
Kecamatan Kalasan dengan luas kerentanan 3.584 ha dan zona
tidak rentan berada di Kecamatan Cangkringan, Turi dan
Pramabanan dengan luas kerentanan 13.492 ha.

Universitas Bung Hatta 17


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

o Kerentanan Ekonomi dengan zona sangat rentan berada di


Kecamatan Cangkringan (luas kerentanan 4.799 ha),
Kecamatan Turi dan Pakem dengan luas kerentanan 8.693 ha,
sedangkan zona tidak rentan berada di Kecamatan Kalasan
dengan luas kerentanan 3.584 ha dan Kecamatan Berbah
dengan luas kerentanan 2.299 ha
D. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini faktor-faktor berpengaruh terhadap tingkat


kerentanan masyarakat dilokasi rawan tanah longsor yaitu: faktor jenis tumbuhan
yang menutupi lereng, faktor supply kebutuhan air berdasarkan jarak titik longsor
yang dekat dengan sungai, faktor tingkat kepadatan bangunan, faktor panjang
jalan yang rusak/tertimbun tanah longsor, tingkat distribusi pelayanan jaringan
listrik di kawasan rawan longsor, tingkat kepadatan penduduk dilokasi longsor,
tingginya persentase laju pertumbuhan penduduk dilokasi longsor, tingginya
jumlah penduduk usia tua-balita, tingginya persentase rumah tangga bekerja
disektor rentan, dan tingginya persentase rumah tangga miskin.

2.5 Perbandingan Kelima Jurnal


Dari kelima jurnal tersebut cara dan metode penelitiannya hampir sama namun
ada beberapa hal yang membedakan kelima jurnal ini yaitu data atau variabel
yang dijadikan acuan dalam menentukan kerawanan atau kerentanan bencana
tanah longsor tersebut. Misalnya data guna lahan, data hidrologi dan data
penduduk didaerah penelitian tersebut.

Namun dalam kelima jurnal tersebut ada variabel atau data yang pasti masuk
dalam metode analisisnya yaitu Data Kelerengan, Curah Hujan, Jenis tanah, dan
geologi.

Universitas Bung Hatta 18


ASPEK KEBENCANAAN DALAM PERENCANAAN

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bencana alam tanah longsor sangat berhubungan dengan kelerengan, curah


hujan, jenis tanah dan geologi karena menurut penelitian diatas faktor tersebutlah
yang menjadi pemicu utama terjadinya bencana tanah longsor.

3.2 Saran

Pemerintah daerah harusnya dapat lebih waspada terhadap bencana alam yang
satu ini dan juga pemerintah harus segera membuat langkah mitigasi agar dapat
bencana ini dapat diminimalisir akibatnya.

Universitas Bung Hatta 19

Вам также может понравиться