Вы находитесь на странице: 1из 23

GAMBARAN DISTRIBUSI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PASCA SALIN

PADA PASIEN KAMAR BERSALIN RSUDZA DI TAHUN 2018

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik

di Bagian Obsetric dan Gynocologi Fakultas Kedokteran

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Disusun Oleh:

Pembimbing:
BAGIAN OBSETRIC DAN GYNOCOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya menempati posisi
keempat didunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) , dengan laju pertumbuhannya yang
masih relative tinggi. Jumlah penduduk yang besar tidak selalu menjadi kekuatan
pembangunan apabila tidak disertai dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai.
Penduduk yang berkualitas tinggi akan mempercepat tercapainya pertumbuhan ekonomi dan
tujuan-tujuan pembangunan. Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang
menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan problema berat yang harus
diatasi untuk tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia (BKKBN, 2009).1

Situasi dan kondisi kependudukan saat ini merupakan fenomena yang memerlukan
perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh, dan berkelanjutan. Salah
satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan
seluruh lapisan masyarakat yaitu dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan
kualitasnya melalui program keluarga berencana (BKKBN, 2009). 1Keluarga berencana
adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah serta jarak kehamilan
dengan menggunakan metode kontrasepsi. Salah satu sasaran program keluarga berencana
yang tertuang dalam RPJMN 2004-2009 yaitu menurunnya rata-rata laju pertumbuhan
penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun (Anggraini, 2011).2

Keluarga Berencana merupakan suatu cara yang memungkinkan setiap orang untuk
mengatur jumlah anak yang diinginkan dan jarak kehamilan melalui informasi, pendidikan
dan penggunaan metode kontrasepsi (WHO, 2014).3 Keluarga Berencana berperan dalam
mengurangi risiko kematian ibu pada waktu melahirkan yang disebabkan karena terlalu
sering melahirkan dan jarak antara kelahiran yang terlalu pendek(Prawirohardjo, 2005).4
Salah satu program Keluarga Berencana untuk menurunkan AKI yaitu dengan KB Pasca
Persalinan .KB Pasca Persalinan adalah penggunaan metode kontrasepsi pada masa nifas
sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah melahirkan. KB Pasca Persalinan merupakan
langkah untuk mencegah kehilangan kesempatan menggunakan KB setelah melahirkan
(Riskesdas, 2013).5

Studi yang dilakukan di negara-negara dengan tingkat kelahiran yang tinggi,


menunjukkan bahwa Keluarga Berencana memberi dampak positif untuk meningkatkan
tingkat kesehatan ibu dan bayi, diperkirakan dapat menurunkan 32% kematian ibu dengan
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan dapat menurunkan 10% kematian anak,
dengan mengurangi jarak persalinan kurang dari 2 tahun (Clelandet al, 2006).6 Cakupan
pelayanan KB Pasca Persalinan di Indonesia tahun 2013 sebesar 59,6%.Pencapaian
pelayanan KB Pasca Persalinan di perkotaan sebesar 60,9%, sedangkan di perdesaan sebesar
58,3%. (BKKBN, 2018).7

Penerapan KB Pasca Persalinan sangat penting karena kembalinya kesuburan pada


ibu setelah melahirkan tidak dapat diketahui secara pasti dan dapat terjadi sebelum datangnya
siklus haid bahkan pada wanita menyusui. Hal ini menyebabkan pada masa
menyusui,wanitamengalami kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) atau unwanted
pregnancy. Kontrasepsi sebaiknya sudah digunakan sebelum kembali beraktivitas seksual.
Oleh karena itu sangat penting untuk menggunakan kontrasepsi seawal mungkin setelah
persalinan(Mujiati, 2013).8

KB Pasca-salin ini juga mendapat perhatian serius dari pemerintah,


berdasarkanPERMENKES RINO.2562/MENKES/PER/XII/2011tentangJuk nis
JAMPERSAL, disebutkan bahwa Jampersal diperuntukkan untuk menghilangkan hambatan
financial bagi ibu untuk mendapatkan jaminan persalinan termasuk di dalamnyapemeriksaan
kehamilan, persalinan, KB Pasca-salin, pelayanan nifas dan perawatan bayi baru
lahir(BKKBN 2015). Program ini tentunya tidak serta merta memberikan keringanan biaya
untuk pemeriksaan kehamilan dan melahirkan, melainkan juga mengharuskan mereka untuk
segera ber-KB setelah melahirkan(BKKBN 2015).9

1.2. Pertanyaan Penelitian

1.2.1. Pertanyaan umum


1. Bagaimana distribusi pemakaian kontasepsi post partum sebagai Program keluarga
berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin RSUDZA Banda Aceh
tahun 2018?
1.2.2 Pertanyaan Khusus
1. Berapa persen pasien distribusi pemakaian IUD sebagai kontasepsi post partum
sebagai Program keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin
RSUDZA Banda Aceh tahun 2018?
2. Berapa persen pasien distribusi pemakaian implantasi sebagai kontasepsi post
partum sebagai Program keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang
bersalin RSUDZA Banda Aceh tahun 2018?
3. Berapa persen pasien distribusi pemakaian MOW sebagai kontasepsi post partum
sebagai Program keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin
RSUDZA Banda Aceh tahun 2018?
4. Berapa persen pasien distribusi pemakaian kontasepsi lainnya sebagai Program
keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin RSUDZA Banda
Aceh tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui distribusi pemakaian kontasepsi post partum sebagai Program


keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin RSUDZA Banda Aceh
tahun 2018

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi pemakaian IUD sebagai kontasepsi post partum


sebagai Program keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin
RSUDZA Banda Aceh tahun 2018
2. Untuk mengetahui distribusi pemakaian implantasi sebagai kontasepsi post partum
sebagai Program keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin
RSUDZA Banda Aceh tahun 2018
3. Untuk mengetahui distribusi pemakaian MOW sebagai kontasepsi post partum
sebagai Program keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin
RSUDZA Banda Aceh tahun 2018
4. Untuk mengetahui distribusi pemakaian kontasepsi lainnya sebagai Program
keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin RSUDZA Banda
Aceh tahun 2018
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan bagi klinisi dan
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mengenai Untuk mengetahui distribusi
pemakaian kontasepsi post partum sebagai Program keluarga berencana pada pasien
yang di rawat di ruang bersalin RSUDZA Banda Aceh tahun 2018.

1.4.1. Bidang Akademik

Memenuhi tugas-tugas dan syarat-syarat guna menyelesaikan kepanitraan klinik di


obstetri dan ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala.

1.4.2. Bidang Penelitian

Untuk mengetahui distribusi pemakaian kontrasepsi post partum sebagai Program


keluarga berencana pada pasien yang di rawat di ruang bersalin RSUDZA Banda Aceh
tahun 2018.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana


2.1.1 Definisi
Keluarga Berencana adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta
masyarakat melalui pendewasaan perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga, untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera. Menurut WHO, keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau
pasangan suami istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu: (1) Menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, (3) Mengatur
interval di antara kehamilan, (4) Menentukan jumlah anak dalam keluarga. 10
Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia merupakan salah satu upaya dalam
mengendalikan dan menurunkan laju pertumbuhan penduduk dengan cara meningkatkan
angka prevalensi kontrasepsi. Salah satu indikator tercapainya program KB yaitu
meningkatnya jumlah akseptor KB.11 Setiap pasangan yang menggunakan kontrasepsi
dilandasi permintaan KB yang jelas, baik untuk menunda kehamilan, mengatur jarak
kehamilan atau tidak ingin punya anak lagi. Kejelasan maksud tersebut terkait dengan
tersedianya teknologi kontrasepsi sesuai dengan keamanan medis serta kemungkinan
kembalinya fase kesuburan, efektivitas, dan efisiensi metode kontrasepsi. 12

2.1.2 Manfaat Keluarga Berencana


Manfaat yang didapatkan apabila mengikuti program keluarga berencana antara lain 13
1. Menekan angka kematian akibat berbagai masalah yang melingkupi kehamilan, persalinan
dan aborsi yang tidak aman.
2. Mencegah kehamilan terlalu dini. Secara fisik belum matang organ reproduksi, sehingga
dapat mengganggu proses kelahiran dan membahayakan janin.
3. Mencegah kehamilan terjadi di usia tua. Perempuan yang usianya > 35 tahun memiliki
resiko tinggi untuk mengandung dan melahirkan. Berbagai problema-problema kesehatan
bari wanita yang sudah sering > 4 X melahirkan antara lain: ancaman pendarahan hebat,
infeksi dan kematian.
4) Menjarangkan kehamilan. Kehamilan dan persalinan membutuhkan banyak energi dan
kekuatan tubuh perempuan. Kalau ia belum pulih dari satu persalinan tapi sudah hamil lagi,
tubuhnya tak sempat memulihkan kebugaran, dan berbagai masalah bahkan juga bahaya
kematian akan menghadang.

Gambar 2.5 Proporsi pemanfaatan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dalam
mendapatkan pelayanan KB, Indonesia 20135

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Keluarga Berencana


Permintaan KB dipengaruhi beberapa faktor yaitu akses yang terdiri dari sumber
pelayanan dan biaya yang dikeluarkan; nilai anak dan keinginan anak; faktor sosial yang
terdiri dari status ekonomi dan tempat tinggal; serta faktor individu meliputi umur dan
pendidikan. Permintaan dipengaruhi oleh paritas yaitu PUS yang bertujuan membatasi
kehamilan paling besar di antara perempuan pada paritas empat. Permintaan KB sangat
terkait dengan faktor sosial dan budaya berupa tingkat pendidikan, pendapatan keluarga,
status pekerjaan dan tingkat pembangunan suatu daerah.14
Berdasarkan data RISKESDAS 2013 didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan alat kontrasepsi adalah sebagai berikut
Gambar 2.6 Proporsi alasan utama tidak menggunakan alat/cara KB bagi wanita WUS
kawin pernah dan tidak pernah ber KB, Indonesia 20131314

2.1.4 Keluarga Berencana Pasca Salin

Pelayanan KB pasca salin merupakan salah satu program terobosan Kementerian


Kesehatan dalam upaya melakukan percepatan penurunan angka kematian ibu adalah
peningkatan KB pasca persalinan. KB pasca salin adalah penggunaan metode kontrasepsi
pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan sebagai langkah awal untuk
mencegah kehilangan kesempatan untuk KB.15

Gambar 2.7 Proporsi kelahiran pada periode 1 Januari 2010 sd wawancara menurut
pelayanan KB pasca salin dan provinsi, 201313
Gambar 2.8 Proporsi penggunaan KB Pasca Salin pada perempuan umur 10-54 tahun
menurut provinsi, 2013-201814

2.2 Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi yang berarti
pembuahan (pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan cara mengusahakan
agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur
dengan sel sperma. Di Indonesia alat kontrasepsi yang telah dikembangkan menjadi program
10
adalah pil, suntik, AKDR, implan dan kontap pria. Upaya itu dapat bersifat sementara,
dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi fertilitas.12
Pelayanan kontrasepsi (PK) merupakan salah satu komponen dalam pelayanan
kependudukan/KB. Selain itu juga terdapat komponen pelayanan kependudukan/KB lainnya
seperti komunikasi dan edukasi (KIE), konseling, pelayanan infertilitas, pendidikan seks (sex
education), konsultasi pra-perkawinan dan konsultasi perkawinan, konsultasi genetik, tes
keganasan dan adopsi.12
Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang ideal bagi semua akseptor KB karena
masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap akseptor.
Metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:
a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan.
b. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah
kehamilan
c. Dapat diterima, bukan hanya oleh akseptor melainkan juga oleh lingkungan budaya di
masyarakat.
d. Terjangkau harganya oleh masyarakat
e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, akseptor akan segera kembali
kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap.
Pelayanan kontrasepsi ataupun pelayanan KB (Keluarga Berencana) merupakan
upaya untuk mendukung kebijakan program KB nasional. Salah satu program KB yaitu
penggunaan KB saat ini dan CPR (Contraceptive Prevalence Rate). CPR itu sendiri
merupakan presentase penggunaan alat/cara KB oleh pasangan usia subur (PUS) yaitu WUS
(umur 15-49 tahun) berstatus menikah atau hidup bersama.16

Gambar 2.9 Penggunaan KB menurut provinsi, Indonesia 2010-201314

Penggunaan alat/cara KB terdiri dari alat KB modern dan KB cara tradisional.


Indikator CPR modern merupakan salah satu indikator MDGs kelima dengan target
peningkatan CPR modern sebesar 65%. (Kemenkes RI, 2011)
Gambar 2.10 Proporsi penggunaan alat/cara KB pada WUS kawin dan kelompok
umur, Indonesia 2013

2.2.1 Jenis Alat Kontrasepsi


Terdapat beberapa jenis alat kontrasepsi yang dapat digunakan, menurut antara lain:17
A. Metode Barrier
1) Kondom
Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat dibuat dari berbagai
bahan di antaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewan) yang
dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom tidak hanya mencegah kehamilan
tetapi juga mencegah penyakit menular seksual.

2) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk cembung, terbuat dari lateks (karet) yang
diinsersikan ke dalam vagina dan menutup servix sebelum berhubungan seksual.
3) Spermisida
Spermisida adalah bahan kimia (non oksinol-9) digunakan untuk menonaktifkan atau
membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal suppositoria, atau
dissolvable film, dan dalam bentuk krim/

B. Metode Kontrasepsi Modern17

1. Kontrasepsi pil
Kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi oral yang harus diminum setiap hari yang
bekerja mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma. Terdapat dua macam
yaitu kontrasepsi kombinasi atau pil kombinasi yang mengandung progesteron dan estrogen.
Sedangkan kontrasepsi pil progestin dengan minipil mengandung hormon progesteron.
Keuntungan : sederhana, tidak ada intervensi medis, tidak menganggu senggama
Kerugian : minum tiap hari high failure,efek samping bervariasi
Kontraindikasi : menyusui, hipertensi, DM, perokok
Indikasi : menunda, menjarangkan, siklus haid tidak teratur
2. Kontrasepsi Suntikan
Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi yang diberikan dengan cara disuntikkan
secara intramuskuler di daerah otot pantat (gluteus maximus). Kontrasepsi suntikan yang
berdaya kerja lama dan masih banyak digunakan yaitu:
a) DMPA (Depomedroksi Progesteron Asetat). Diberikan sekali setiap 3 bulan dengan dosis
150 mg.
b) NET-EN (Noretindro Enanatat) Noresterat. Diberikan dalam dosis 200 mg sekali setiap 8
minggu atau sekali setiap 8 minggu untuk 6 bulan pertama (3 kali suntikan pertama)
kemudian setiap 12 minggu.
Keuntungan : lebih efektif, praktis, aman
Kerugian : intervensi medis (steril),gangguan perdarahan
Indikasi : kurun sehat (jangka panjang),tua (mengakhiri), menyusui
Kontraindikasi : penyakit hati, hipertensi

3. Kontrasepsi implan
Kontrasepsi implan adalah alat kontrasepsi silastik berisi hormon jenis progesteron
levonogestrol yang ditanamkan di bawah kulit, yang bekerja dengan cara mengurangi
transportasi sperma.
Indikasi
1. Usia reproduksi
2. Punya anak atau belum
3. Postpartum atau menyusui
4. Pasca keguguran
5. Tidak ingin punya anak lagi tapi tolak steril
6. Tekanan Darah < 180/110 mmHg
7. Kontra indikasi terhadap kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen
8. Sering lupa mengunakan pil
Kontra indikasi
1. Hamil atau diduga hamil
2. Perdarahan pervaginam yang belumlum jelas peyebabnya
3. Riwayat kangker payudara
4. DM ( diabetes mellitus )
5. Penderita peyakit hati
6. Kelainan jiwa ( psikis, neurosis )
7. Varikosis
8. Riwayat KET
9. Kelainan kardiovaskuler

4. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)


Alat kontrasepsi dalam rahim adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan dalam rongga
rahim wanita yang bekerja menghambat sperma untuk masuk ke tuba fallopii.
Keuntungan : sangat efektif, pulih subur baik, kegagalan rendah
Kerugian : perdarahan, nyeri, PRP, butuh intervensi medis
Indikasi : efektif jangka panjang (sehat, tua) menyusui , perokok
Kontraindikasi : PRP (peny radang panggul) keputihan, kelainan (mioma,stenosis), risiko
PMS

5) Kontrasepsi Mantap (KONTAP)


Kontrasepsi mantap merupakan suatu cara permanen baik pada pria dan pada wanita.
Metode ini dilakukan dengan tindakan operasi kecil untuk mengikat atau menjepit atau
memotong tuba fallopi saluran telur (wanita) atau nama lainnya adalah MOW( metode
operasi wanita), dan duktus ejakulasi (pria).
Penggunaan KB menurut jenis alat/cara KB di Indonesia didominasi oleh penggunaan
KB jenis suntikan KB (34,3%). Kelompok KB hormonal terdiri dari KB modern jenis susuk,
suntikan, dan pil sedangkan kelompok non hormonal adalah sterilisasi pria/wanita,
spiral/IUD, diafragma dan kondom. Kelompok alat/cara KB modern menurut jangka waktu
efektivitas untuk MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) terdiri dari susuk, sterilisasi
pria, sterilisasi wanita serta, spiral/IUD sedangkan kelompok non MKJP adalah jenis
suntikan, pil, diafragma dan kondom.5
Gambar 2.11 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern
berdasarkan kelompok kandungan hormonal menurut provinsi, Indonesia 201314

Berdasarkan lama efektivitasnya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi:7 18


A. MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah
jenis susuk/implant, IUD, MOP, dan MOW.
B. Non MKJP (Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang), yang termasuk dalam kategori ini
adalah kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain selain metode yang termasuk dalam
MKJP.

Gambar 2.12 Proporsi WUS kawin yang menggunakan alat/cara KB modern


berdasarkan kelompok jangka waktu efektivitas KB menurut provinsi, Indonesia 20135
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional. Deskriptif analitik merupakan penelitian yang mencoba menggali bagaimana
dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di ruangan kamar bersalin RSUDZA Banda Aceh.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan dalam kurun periode 16 Januari sampai dengan 26 Januari
dengan mengambil data pasien dari buku pasien KB mulai bulan Januari – Desember 2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang di rawat di kamar bersalin
tahun 2018.

3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total sampling.
Dalam penelitian ini, sampel adalah seluruh pasien yang di rawat di kamar bersalin dalam
kurun waktu bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2018. Kriteria sampel dalam
penelitian dibagi menjadi kriteria inklusi dan eksklusi dengan rincian sebagai berikut:
Kriteria inklusi :
1. seluruh pasien yang di rawat di kamar bersalin tahun 2018.
Kriteria eklusi:
1. Pasien dengan data yang tidak lengkap di buku registrasi.

3.4 Metode Pengumpulan Data Penelitian


Data diambil dari buku registrasi pasien KB. Kemudian peneliti mengumpulkan data
tersebut dan mengeksklusikan data pasien yang tidak lengkap.

3.5 Definisi Operasional


1. Keluarga berencana menurut WHO adalah tindakan yang membantu individu atau
pasangan suami istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu: (1) Menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang memang
diinginkan, (3) Mengatur interval di antara kehamilan, (4) Menentukan jumlah anak
dalam keluarga.6
2. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan cara
mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi
pertemuan sel telur dengan sel sperma. Di Indonesia alat kontrasepsi yang telah
dikembangkan menjadi program adalah pil, suntik, AKDR, implan dan kontap pria.
3. Implant adalah
4. IUD adalah
5. Alat kontrasepsi lainnya adalah berupa suntik, pil, kontap pria, kondom, dll.

3.6 Kerangka Konsep Penelitian

IUD

Kontasepsi post Implant


partum

MOW

Alat Kontasepsi
lainnya

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

3.7 Metode Analisa Data


Teknik pengolahan data pada penelitian ini menggunakan manual data.

3.8 Analisa Univariat

Analisa Univariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap tiap variabel dalam hasil
penelitian.Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase
dari tiap variabel. Hasil analisis univariat akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

3.9 Alur Penelitian


Alur prosedur penelitian adalah sebagai berikut ini:

Dikumpulkan data pasien dari buku registrasi KB mulai Januari sampai


Desember 2018

Catat dalam data

Kriteria Inklusi Kriteria Ekslusi

Pengambilan data dasar

Analisis data

Gambar 3.1 Alur penelitian


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
Hasil penelitian ini diperoleh 527 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi,berikut hasil distribusi

Tabel 4.1 Distribusi pasien yang dirawat di KB menurut umur


Kategori umur Jumlah %
<20 6 1,1
20-24 64 12,2
25-29 169 32,1
30-34 149 28,3
35-39 113 21,4
≥40 26 4,9
Total 527 100

Tabel 4.2 Distribusi pasien yang dirawat di KB menurut Pendidikan Terakhir


Pendidikan Terakhir Jumlah %
SD 12 2,3
SMP 26 4,9
SMA 367 69.6
D3 41 7,8
D4 19 3,6
SI 57 10,8
S2 5 1
Total 527 100
Tabel 4.3 Distribusi pasien yang dirawat di KB menurut Pemakaian Kontrasepsi
Pasca Salin
Kategori umur Jumlah %
IUD 436 82,7
Implant 2 0,4
MOW 85 16,1
Suntik 4 0,8
Total 527 100
Tabel 4.4 Distribusi pasien IUD yang dirawat di KB Berdasarkan Tindakan
Tindakan Jumlah %
IUD SC 396 90,8
PV 40 9,2
Total 436 100

4.2 Pembahasan
Berdasarkan penelitian ini didapatkan sampel yang memebuhi kriteria inklusi sebanyak
527 orang, yang mana usia yang terbanyak yang di rawat di kamar bersalin RSUDZA di
tahun 2018 adalah usia 25-29 tahun (32,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian Maria angraini
yaitu ditemukan pasien yang memakai kontrasepsi pasca bersalin adalah usia 25-29 yaitu
sekitar 86%. Pada kelompok eksperimen sebagian besar berusia 20-35 tahun sebanyak 22
responden (79,4%). Responden pada usia antara 20-35 tahun lebih banyak ditemukan karena
usia ini merupakan usia reproduksi sehat bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan.
Hal ini didukung oleh Wiknjosastro (2010), bahwa usia ibu antara .Faktor usia ini menurut
penulis juga disebabkan pada usia 25-29 tahun adalah masa wanita reproduksi efektif,
sehingga banyak wanita yang melahirkan di usia ini.2
Distribusi tingkat pendidikan terakhir pasien yang di rawat di ruang KB RSUD ZA
yang terbanyak adalah SMA yaitu sebanyak 387 orang (69,8%). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Endah di RSUD bantul Yogyakarta bahwa yang banyak
melakukan kontasepsi pasca salin adalah pendidikan terakhir SMA yaitu 55,56% 18

Distribusi pemakaian alat kontasepsi pasca melahirkan di kamar bersalin RSUDZA


yang paling banyak adalah IUD yaitu 436 orang (82,7%) di susul oleh MOW yaitu 85 orang
(16,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh maria yang dikatakan bahwa
IUD dan MOW semakin meningkat pada pasien pasca salin.2 Hal ini tidak sejalan dengan
hasil Riskesdas pada Oktober 2013, jumlah peserta KB di Indonesia sebanyak 723.456
peserta, meliputi peserta IUD 7,39%, peserta Metode Operatif Wanita (MOW) 1,40%, peserta
implant 11,20%, peserta suntik 46,17%, peserta pil 27,06%, peserta Metode Operatif Pria
(MOP) 0,30% dan peserta kondom 6,48%.
Pada tahun 2015, pencapaian akseptor KB di tingkat nasional dengan akseptor suntik
sebanyak 59,57%, akseptor suntik sebanyak 20,71% akseptor akseptor implant sebanyak
6,21%, akseptor IUD sebanyak 7,30%, akseptor MOP sebanyak 0,27%, akseptor MOW
sebanyak 3,23%, metode kalender sebanyak 1,15%, MAL sebanyak 0,11%, kondom wanita
sebanyak 0,07%, kondom sebanyak 1,00%, dan lain lain sebanyak 0,39%.19
Pemakaian IUD lebih banyak ditemukan pada SC dibandingkan PV yaitu 396
orang (90,8%) hal ini juga sejalan dengan banyaknya dilakukan tindakan SC daripada PV.
WHO merekomendasikan bahwa angka persalinan dengan tindakan Sectio Caesarea tidak
boleh lebih dari 10-15%. Di Indonesia angka kejadian sectio caesarea menurut SDKI tahun
2007 sekitar 22,8% dari seluruh persalinan. Angka kelahiran di Indonesia masih tinggi dan
kira-kira 15% dari seluruh wanita hamil mengalami komplikasi dalam persalinan. Hal ini
membutuhkan penanganan khusus selama persalinan. Sectio caesarea adalah jalan keluar
untuk penanganan persalinan dengan komplikasi. Selain itu penggunaan IUD pasca salin SC
lebih mudah dan memiliki efek samping yang sedikit.19
BAB V
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat kita simpulkan:
1. Pasien yang di rawat di kamar bersalin yang menggunakan alat kontasepsi pasca salin
sebanyak 527 orang selama di tahun 2018
2. Berdasarkan usia yang terbanyak yang dirawat di kamar bersalin yang menggunakan
alat kontasepsi pasca salin adalah usia 25-29 tahun yaitu 169 orang.
3. Berdasarkan tingkat pendidikan yang terbanyak yang dirawat di kamar bersalin yang
menggunakan alat kontasepsi pasca salin adalah tingkat pendidikan SMA yaitu 367
orang.
4. Berdasarkan jenis alat kontasepsi yang terbanyak yang dirawat di kamar bersalin yang
menggunakan alat kontasepsi pasca salin adalah IUD yaitu 436 orang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bkkbn. (2009). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. Jakarta: PT


Bina Pustaka

2. Angraini, Maria. 2015. Penggunaan Kontrasepsi Pasca Melahirkan dan Pasca Keguguran,
SKDKI. 2012.

3. WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan
pedoman bagi tenaga kesehatan edisi pertama. WHO; 2014.

4. Prawiharohardjo, Sarwono. 2008. "Ilmu Kandungan". Jakarta.PT.Bina Pustaka

5. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2013. Jakarta: Balitbang; 2013.

6. clendet et all

7. Bkkbn. (2018). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. Jakarta: PT


Bina Pustaka

8. mujiati 2013

9. Bkkbn. (2015). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. Jakarta: PT


Bina Pustaka

10. Bkkbn. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. Jakarta: PT
Bina Pustaka

11. Nasution SL. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Metode Kontrasepsi


Jangka Panjang (MKJP) di Enam Wilayah Indonesia [internet]. 2014. Pusat Penelitian dan
Pengembangan KB dan Keluarga Sejahtera.

12. Pastuti R, Wilopo SA. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi IUD di Indonesia
Analisis Data SDKI 2002-2003 [internet]. Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 23 (2): 71-80

13. Hartanto H. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 2004
14. Hennink M, Stephenson R, Clements S. Demand for Family Planning in Urban Pakistan
[internet]. Opportunities and Choices Working Paper No.3 November 2001.

15. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS 2018. Jakarta: Balitbang; 2018.

16. WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience. Geneva;
World Health Organization; 2016. 1, introduction.

17. WHO. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan
pedoman bagi tenaga kesehatan edisi pertama. WHO; 2013.

18. Listya, Endah. 2018. Hubungan Pengetahuan Ibu Bersalin tentang KB Pasca Salin dengan
Keikutsertaan Penggunaan KB Pasca Salin di RSUD Panempahan Senopati Yogyakarta.

19.Hasil Survey Sosial dan Ekonomi, 2015 dalam Endang. 2017. Pengaruh KB IUD Pasca
Salin (Intracaesarian Iud) terhadap Proses Involusi Uteri pada Ibu Nifas.

Вам также может понравиться