Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan mendasar dalam rangka perkembangan industri suatu negara

semakin hari semakin meningkat. Persoalan yang muncul di era industrialisasi

adalah kebutuhan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas untuk dapat

menghasilkan produk yang berkualitas. Kondisi kesehatan dan tersedianya

perlindungan keselamatan tenaga kerja akan dapat mempengaruhi produktivitas

kerja.

Secara global, ILO memperkirakan sekitar 337 juta kecelakaan kerja

terjadi tiap tahunnya yang mengakibatkan sekitar 2,3 juta pekerja kehilangan

nyawa. Sementara itu data PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

memperlihatkan bahwa sekitar 0,7 persen pekerja Indonesia mengalami

kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian nasional mencapai Rp 50 triliun

(ILO, 2011).

Terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja tentu saja menjadikan

masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita

tidak hanya berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban

jiwa. Kehilangan sumber daya manusia merupakan kerugian yang sangat besar

karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh

teknologi apapun. Kerugian yang berlangsung dari timbulnya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja adalah biaya pengobatan dan kompensansi. Biaya tidak

langsung adalah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan

1
2

dan kesehatan kerja yang baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu

kerja (Helliyanti, 2009).

Teori terjadinya kecelakaan kerja yaitu Teori Domino dirumuskan oleh

Heinrich pada tahun 1930 yang disempurnakan oleh Frank E. Bird pada tahun

1985 menyatakan bahwa faktor utama penyebab kecelakaan kerja adalah kondisi

tidak aman (unsafe condition) dan tindakan tidak aman pekerja (unsafe action).

Sebagian besar kecelakaan kerja, 85% penyebabnya merupakan faktor manusia

dengan tindakannya yang tidak aman. Faktor penyebab kecelakaan kerja harus

dikendalikan supaya tidak sampai mengakibatkan kecelakaan kerja benar-benar

terjadi (Ramli, 2010).

Dalam Undang-Undang RI No. 13 tahun 2003 dinyatakan dalam

mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup

kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.

Berbagai upaya dilakukan perusahaan sebagai tempat kerja untuk melindungi

pekerjanya dari bahaya kecelakaan kerja. Perilaku tidak aman merupakan salah

satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, hal ini menjadi penting untuk

menghindari terjadinya kematian maupun kerugian yang ditimbulkan.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh National Safety Council (NSC)

pada tahun 2011 dalam Ningsih (2013), menghasilkan bahwa penyebab

kecelakaan kerja adalah 88% karena perilaku tidak aman (unsafe behavior), 10%

karena kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dan 2% tidak diketahui

penyebabnya. Perilaku tidak aman terjadi karena persepsi dan keyakinan tenaga

kerja bahwa mereka merasa ahli di bidangnya dan merasa belum pernah

mengalami kecelakaan kerja sehingga kurang ada kepedulian untuk bekerja


3

dengan baik dan benar. Selain itu, peran manajer dan pengawas yang kurang

peduli akan pentingnya perilaku aman pada tenaga kerja menjadi salah satu

penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Secara umum, tenaga kerja akan lebih

cenderung memilih jalan pintas dan cara praktis dalam melakukan pekerjaannya,

misalnya dengan sering bersikap acuh atau mengabaikan perilaku yang berbahaya

dan mengutamakan agar pekerjaannya dapat cepat terselesaikan.

Berikut ini adalah data hasil penggunaan beberapa pendekatan sebagai

Safety Intervention Strategies yang telah dilakukan dalam beberapa penelitian dan

subyek terkait menurut National Safety Council (NSC).

Tabel 1.2 Data Hasil Safety Intervention Strategies (By NSC)

Approach # of Studies # of Subjects Reduction (%)


Behavior Based 7 2.444 59,6
Ergonomics 3 n/a 51,6
Engineering Change 4 n/a 29
Problem Solving 1 76 20
Gov’t Action 2 2 18,3
Mgt Audits 4 n/a 17
Stress Management 2 1.300 15
Poster Campaign 2 6.100 14
Personnel Selection 26 19.177 3,7
Near-miss Reports 2 n/a 0
Sumber: National Safety Council (NSC)

Berdasarkan tabel 1.2 tersebut dapat diketahui bahwa dengan

menggunakan pendekatan Behavior-Based Safety sebagai Safety Intervention

Strategies menunjukkan hasil keberhasilan pencapaian pengurangan tertinggi atau

berada pada peringkat pertama yaitu dengan persentase sebesar 59,6% pada 7

penelitian dan 2.444 subyek. Hal ini berarti bahwa penggunaan pendekatan
4

Behavior-Based Safety lebih efektif digunakan dibandingkan dengan pendekatan-

pendekatan yang lain, misalnya ergonomics, engineering change, problem

solving, dan lainnya.

Prinsip pencegahan kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan

menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tindakan tidak aman dan

kondisi tidak aman. Prakteknya tidak semudah yang dibayangkan karena

menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari penyebab langsung,

penyebab dasar dan latar belakang (Ramli, 2010).

Menurut Cooper (2009), Behavior-Based Safety merupakan sebuah proses

yang menciptakan kemitraan keamanan yang dilakukan antara manajemen dan

tenaga kerja dengan fokus yang berkelanjutan terhadap perhatian dan tindakan

terhadap setiap orang dan orang lain, serta upaya untuk berperilaku selamat. Salah

satu cara untuk mengidentifikasi unsafe act dan unsafe behavior yaitu dengan

melakukan pendekatan perilaku atau yang disebut dengan BBS (Behavior-Based

Safety). Perilaku aman adalah bentuk dari perilaku manusia dan menjadi salah

satu faktor yang menyebabkan terjadinya kejadian kecelakaan di tempat kerja.

Kecelakaan kerja dapat dikurangi dan dicegah dengan meningkatkan perilaku

aman dengan menggunakan pendekatan perilaku. Pendekatan BBS akan lebih

berhasil jika didukung dengan pendekatan dan metode yang mendorong

peningkatan perubahan perilaku dari yang tidak aman menjadi perilaku aman

guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Behavior based safety (BBS) adalah aplikasi sistematis dari riset psikologi

tentang perilaku manusia pada masalah keselamatan di tempat kerja. Pada

dasarnya metode ini adalah sebuah cara untuk mendapatkan kinerja keselamatan
5

yang lebih baik melalui promosi perilaku yang aman pada semua tingkatan di

tempat kerja. Metode ini juga telah banyak digunakan oleh manajemen untuk

mengurangi rasio kecelakaan kerja dengan cara melibatkan seluruh pekerja untuk

mengenali perilaku kerja tidak aman melalui observasi, timbal balik, intervensi

dan perubahan perilaku. Metode ini ternyata terbukti mampu menjadikan setiap

pekerja bertanggung jawab atas keselamatan dirinya dan orang lain yang berada di

tempat kerja tersebut. Riset yang dilakukan oleh para ahli behavior di banyak

negara ini juga telah membuktikan bahwa penerapan teknik BBS dapat

mengurangi kecelakaan antara 40-75% dalam waktu 2-16 bulan (Cooper, 1999).

Penelitian lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2014)

menyebutkan bahwa di PT. X tersedia fasilitas K3 berupa APD dan peraturan

yang mendukung keselamatan kerja. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa

sebagian besar tenaga kerjanya memiliki sikap dan efikasi diri yang baik, namun

perlu adanya peningkatan perbaikan pelaksanaan BBS dalam program STOP.

Penelitian Handayani (2011) menunjukkan bahwa program BBS yang terdapat di

PT. Denso Indonesia dapat menurunkan jumlah perilaku tidak aman dan angka

kecelakaan kerja, serta meningkatkan perilaku aman pada pekerja di perusahaan

tersebut.

PT. Santos Jaya Abadi merupakan perusahaan multinasional yang

memproduksi minuman yang berlokasi di Sepanjang, Sidoarjo. Beralamat di Jalan

Gilang, Sidoarjo, PT Santos Jaya Abadi mewarisi tradisi sekental kopinya. Dalam

rentang waktu tak terlalu lama, perusahaan mulai memproduksi kopi dengan merk

“Kapal Api” yang secara langsung mengaspirasikan simbol teknologi tertinggi

dan kemewahan pada zaman tersebut. Lebih dari itu, inspirasi untuk senantiasa
6

mengacu pada kualitas, menjadikan perusahaan mengalami kemajuan yang pesat

dan berkelanjutan yang mempumyai potensi bahaya yang cukup besar. Oleh

karena itu, perusahaan berusaha menerapkan program keselamatan yaitu Behavior

Based Safety (BBS). Dengan diterapkannya program behavior based safety

diharapkan pemenuhan terhadap Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (SMK3) yang lebih baik lagi dapat tercapai dan berusaha untuk menekan

angka kecelakaan kerja seminimal mungkin. Program keselamatan yang bervariasi

dapat diimplementasikan ataupun dimodifikasi untuk meningkatkan keselamatan

dan upaya perubahan perilaku aman sehingga dapat digunakan untuk

membandingkan kinerja keselamatan kerja dan mengevaluasi pengaruh program

keselamatan kerja dalam suatu perusahaan, Oleh sebab itu, PT. Santos Jaya Abadi

menerapkan BBS.

Menurut laporan kecelakaan kerja PT. Santos Jaya Abadi tercatat angka

kecelakaan kerja pada tahun 2014-2015 yaitu tertabrak (5%), kejatuhan benda

(6%), tidak mengikuti prosedur kerja (6%), ceroboh (11%), terkena benda panas

(11%), lantai kerja (17%) dan mesin (44%). Oleh karena itu, perusahaan harus

memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk setiap pekerja

guna mengurangi angka kecelakaan kerja. Salah satu upaya pencegahan

kecelakaan kerja yang penyebab terbesarnya adalah unsafe action atau unsafe

behavior adalah dengan menerapkan program behavior based safety sebagai

proses peningkatan perilaku kerja yang aman. Program behavior based safety di

PT. Santos Jaya Abadi memberikan pengajaran kepada pekerja untuk

mengobservasi, mengomunikasikan, dan mengambil tindakan perbaikan yang

akan membantu mengubah perilaku pekerja dalam hubungannya dengan


7

kesehatan dan keselamatan (K3) sehinggga tercipta kerja yang lebih aman.

Dimana pelaksanaan program behavior based safety ini dilaksanakan oleh seluruh

pekerja PT. Santos Jaya Abadi.

Observasi keselamatan kerja difokuskan pada aktivitas dan tindakan

aman pekerja. Sasaran dari program behavior based safety ini adalah untuk

mengetahui secara dini perilaku tidak aman sebelum cidera terjadi dan mengubah

perilaku kerja yang lebih aman. Jika suatu tindakan tidak aman diobservasi dan

dikomunikasikan dengan orang yang bersangkutan dapat mengurangi risiko

terjadinya kecelakaan kerja. Diharapkan dengan adanya penerapan progam

behavior based safety ini, pekerja akan merasa aman, terlindungi, dan terjamin

keselamatannya, sehingga mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan mencapai

efisiensi baik dari segi biaya, waktu dan tenaga serta dapat meningkatkan

produktivitas kerja.

Berdasarkan uraian di atas , maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai implementasi penerapan program Behavior Based Safety

(BBS). BBS di PT. Santos Jaya Abadi merupakan program baru, maka hal ini

yang menjadi latar belakang penulis mengambil tema ini karena penulis ingin

menggali lebih dalam tentang penerapan BBS di PT. Santos Jaya Abadi.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap penerapan

program behavior based safety di PT. Santos Jaya Abadi


8

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis penerapan program behavior based safety di PT. Santos Jaya

Abadi

2. Mengidentifikasi faktor penghambat program behavior based safety yang

telah dijalankan.

3. Memberikan rekomendasi dari program behavior based safety yang telah

dijalankan.

1.3 Manfaat

Kegiatan residensi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang terkait didalamnya.

1.3.1 Bagi Perusahaan

1. Pengembangan kemitraan antara FKM UNAIR dengan PT. santos Jaya

Abadi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang K3.

2. Meningkatkan kemampuan dalam proses pembelajaran di bidang

penelitian dan pengalaman dalam mengaplikasikan behavior based safety

1.3.2 Bagi Program Studi S2 K3

1. Menjadikan bahan referensi dalam pelaksanaan program behavior based

safety sebagai bahan evaluasi dalam mengembangkan kurikulum ataupun

metode pengajaran di masa berikutnya.

2. Meningkatkan keilmuan dalam bidang K3

1.3.3 Bagi Mahasiswa

1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang upaya behavior based

safety yang telah dilakukan oleh PT. Santos Jaya Abadi sebagai suatu
9

usaha menciptakan safety culture.

2. Mahasiswa dapat berhadapan langsung dengan berbagai permasalahan

nyata di lingkungan kerja.

3. Mahasiswa mendapatkan pengalaman bekerja dalam tim untuk

memecahkan suatu permasalahan.

4. Mahasiswa menjalin hubungan langsung dengan personal di dunia kerja

dan dunia usaha sebagai bekal jejaring sosial di kemudian hari.

Вам также может понравиться