Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Oleh karena itu harus dilakukan percobaan dalam mengukur suhu, pH, salinitas
serta kekeruhan diperairan tersebut. Sebab akan terjadi perubahan yang nantinya
akan berpengaruh pada organisme akuatik yang hidup didalamnya. Ikan sejatinya
akan melakukan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi tersebut dilakukan
secara berkala dalam waktu per jam, harian, bulanan maupun tahun untuk
mengetahui parameter perairan secara fisika, kimia dan biologi.
Dalam praktikum ini parameter perairan yang diamati yaitu suhu, pH dan
surfaktan/detergen. Parameter suhu dilihat berapa suhu maksimalnya ikan tersebut
bisa hidup. Parameter pH dilihat apakah organisme tersebut bisa hidup didalam
pH tinggi atau tidak. Serta salinitas apakah organisme tersebut bisa hidup pada
salinitas tinggi atau tidak. Salinitas disini yaitu merupakan kadar seluruh ion-ion
yang terlarut didalam air. Kemudian terdapat ada juga ikan yang mampu toleran
terhadap salinitas rendah di air payau
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui respon organisme akuatik terhadap variabel
lingkungan (suhu, pH, dan deterjen).
2. Mahasiswa dapat mengetahui kisaran toleransi organisme akuatik terhadap
variabel lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bawal putih berbentuk seperti rombus dan sedikit cembung. Bawal putih dewasa
kelihatan lebih lebar dan cembung. Mata terletak di baagian kepala yang kelihatan
seakan bersambung terus dengan badan. Meskipun badan bawal cermin kelihatan
lebar tetapi mulut dan matanya agak kecil dan berhimpun di sudut hujung
bahagian kepala. Rahang atas dan bawah juga tidak boleh membuka dengan luas.
Bawal putih disebut juga bawal cermin karena dari pantulan cahaya dari badannya
yang berkilat dan berwarna perak. Garisan deria di badannya bermula dari insang
hingga mencecah zona ekor. Manakala sirip pektoral lebih panjang berbanding
sirip dorsal dan ekor melengkung bentuk V atau lengkungan bumerang
(Ayodhyoa, 2013).
Menurut Suyanto (2010), klasifikasi ikan bawal putih (Pampus argenteus) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-Filum : Vertebrata
Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Bramidae
Genus : Pampus
Spesies : Pampus argenteus
Bawal putih termasuk pemakan plankton kasar (avertebrata), sehingga ikan ini
harus mencari tempat yang terdapat banyak plankton. Kelimpahan plankton
menentukan besarnya produktivitas perairan yang selanjutnya mempengaruhi
penyebaran ikan bawal putih. Produktivitas primer dapat ditentukan dengan
menghitung kandungan klorofil-a.Klorofil-a merupakan pigmen yang dominan
ada pada perairan dan terdapat pada semua organisme plankton khususnya
fitoplankton. Kadar klorofil-a sering digunakan sebagai indikator produktivitas
primer dalam suatu perairan (Pimolrat, 2013).
Ikan bawal putih untuk menjadi induk betina, ikan bawa putihl membutuhkan
waktu pertumbuhan sekitar 4 – 5 tahun dalam kondisi yang ideal. Pada kondisi
yang kurang baik, maka waktu yang ditempuh untuk menjadi dewasa akan jauh
lebih lama. Bahkan, induk betina bisa tidak menelurkan telur sama sekali. Oleh
karena itu, kondisi lingkungan sangat berpengaruh dalam proses
perkembangbiakan. Jika dilihat secara kasat mata, induk betina yang siap berpijah
dengan yang tidak sulit untuk dibedakan. Pada kondisi dimana induk bawal betina
setelah makan dan bawal yang telah matang gonad akan sama-sama menunjukkan
pembesaran pada bagian perut. Untuk itu diperlukan observasi lebih lanjut
sehingga kita bisa mengetahui apakah bawal betina telah benar-benar matang
gonad (Basmi, 2012).
Ikan bawal putih (pampus argenteus) telah berkembang dan menyebar dari
kawasan Amerika selatan sampai Asia Tenggara. Ikan bawal putih termasuk jenis
ikan laut yang mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ikan bawal putih
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan perairan tenang ataupun mengalir.
Ikan bawal putih juga mudah beradaptasi di perairan yang airnya mengalir deras
dan perairan yang berlumpur di sekitar muara maupun di laut dalam yang
bersedimen (Carpenter, 2012).
Ikan bawal putih yang berasal dari Amerika Selatan sekarang telah menyebar ke
seluruh dunia. Kemampuan adaptasi bawal terhadap lingkungan barunya adalah
salah satu alasan kenapa bawal cepat menyebar ke tempat-tempat lain. Bawal
tidak membutuhkan persyaratan yang spesifik untuk hidup. Bawal juga tahan
terhadap penyakit. Ikan bawal bisa hidup di air yang bergerak (mengalir) atau air
yang tidak banyak bergerak (tenang). Pada kondisi ekstrim dimana air mengalir
deras, bawal juga tetap bisa menyesuaikan diri. Jadi, pergerakan air tidak terlalu
menjadi masalah untuk ikan bawal (Martasuganda, 2009).
Siklus hidup ikan bawal putih Setiap larva ikan bawal memiliki sumber makanan
berupa kuning telur pada bagian perut. Kuning telur itu adalah sumber makanan
utama dan satu-satunya. Larva bawal tidak bisa memakan sumber makanan lain
karena rongga mulutnya belum terbuka. Rongga mulut akan terbuka setelah 3 – 4
hari, setelah cadangan makanan berupa kuning telur habis (Damayanti, 2013).
Pada bawal putih yang sudah dewasa bagian tepi sirip perut, sirip anus, dan sirip
ekor berwarna merah. Warna merah ini adalah ciri khusus bawal putih. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bawal ini tergolong dalam omnivora, ternyata
pada masa kecil atau larva bawal lebih bersifat karnivora, pada usia dua hari
setelah menetas mulut larva mulai terbuka, tetapi belum bisa menerima makanan
dari luar tubuh, makanan masih dari kuning telurnya. Pada umur empat hari
kuning telur pada larva mulai habis pada saat itulah larva mulai mengkonsumsi
makanan dari luar (Lesmana, 2009).
Keadaan larva menjadi faktor penting yang menjadi pemicu pemijahan bawal
putih adalah rangsangan yang berasal dari musim hujan yang berupa genangan air
baru. Biasanya ketika ada genangan air baru maka induk ikan bawal akan berenng
ke bagian hulu sungai dan akan memijah pada lokasi perairan yang tenang.
Pemijahan yang dilakukan adalah pemijahan yang diluar tubuh induk atau di
dalam air setelah induk betina mengeluarkan telur yang kemudian dibarengi
dengan pengeluaran sperma pada induk jantan yang diguanakn untuk
membuahinya. Salah satu faktor pemicu pemijahan bawal adalah rangsangan yang
berasal dari musim hujan yang berupa genangan air baru. Biasanya ketika ada
genangan air baru maka induk ikan bawal akan berenng ke bagian hulu sungai dan
akan memijah pada lokasi perairan yang tenang. Pemijahan yang dilakukan adalah
pemijahan yang diluar tubuh induk (di dalam air) setelah induk betina
mengeluarkan telur yang kemudian dibarengi dengan pengeluaran sperma pada
induk jantan yang diguanakn untuk membuahinya (Dos Santos, 2013).
Detergen yaitu bahan pembersih sintetis dan terbuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara
lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan
air. Pada umumnya, detergen mengandung surfaktan, builder, filler dan additives
(Azam, 2009).
Dalam detergen terdapat bahan kimia organik sintesis yang dapat bereaksi dengan
air dan menyebabkan pembentukan busa serta pengaruh lainnya yang
memungkinkan untuk membersihkan atau mencuci, baik dalam industri ataupun
untuk tujuan rumah tangga. Detergen menimbulkan buih-buih pada permukaan
air. Buih-buih yang menutupi permukaan air tersebut, baik dari jenis Linier
Alkylsulfonate (LAS) yang biodegradable maupun jenis Alkyl Benzene Sulfonate
(ABS) yang non-biodegradable tersebut dipastikan dapat mengganggu kehidupan
organisme yang ada di bawahnya misalnya ikan (Damayanti, 2013).
2.2.3 pH
Tingkat tertinggi keadaan asam basa disuatu perairan yaitu pH 4 (asam) dan 11
(basa) yang dapat menyebabkan kematian pada ikan apabila mencapai pH
tersebut. Umumnya ikan air tawar seperti ikan bawal dapat hidup pada pH kisaran
antara 6,5-7,0. Penyakit pada ikan juga dapat berhubungan pada tinggi rendahnya
pH di perairan. Bakteri dapat tumbuh baik pada pH basa sedangkan jamur dapat
tumbuh dengan baik pada pH asam. Pada pagi hari pH turun sedangkan pada sore
hari pH naik. Hal itu disebabkan oleh gas karbondioksida banyak diproduksi pada
malam hari sebab tidak ada sinar matahari. Karbondioksidda sangat berpengaruh
terhadap penurunan nilai asam maupun basa (Ayodhyoa, 2013).
Kemudian masing-masing organisme mempunyai kemampuan yang berbeda
untuk mentolerannsi pH perairan tergantung dari suhu, oksigen terlarut, adanya
aktifitas kation, dan anion serta aktifitas biologi. Perubahan asam atau basa di
perairan laut dapat mengganggu sistem keseimbangan ekologi. Sebagian besar
material-material yang bersifat racun akan meningkat toksik-sitasnya pada kondisi
pH rendah (Dos Santos, 2013).
Pada daya tahan tubuh organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara
cairan tubuh dengan lingkungan hidupnya. Pengaturan osmotik ini dilakukan
melalui mekanisme osmoregulasi. Mekanisme ini dapat dinyatakan sebagai
pengaturan keseimbangan total konsentrasi elektrolit yang terlarut dalam air
media hidup organisme (Martasuganda, 2009).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Terlebih dahulu disiapkan 6 buah akuarium yang diisi 3 liter air dengan
berbagai tingkat pH yang berbeda sebagai tempat untuk uji coba. Akuarium 1
berfungsi sebagai kontrol, akuarium 2, 3, 4, dan 5 untuk perlakuan yang
berbeda (asam : pH 5 dan 6 basa; pH 8 dan 9). Sedangkan akuarium 6 untuk
perlakuan gradual.
2. Sebelum ikan dimasukkan kedalam akuarium, terlebih dahulu ditimbang dan
dicatat bobot awalnya menggunakan timbangan digital.
3. Kemudian ikan dimasukkan kedalam akuarium secara bersama-sama.
4. Kemudian diamati tingkah laku ikan dan bukaan operkulum setiap 10 menit
selama 60 menit dan dicatat jumlah hewan uji yang mati selama percobaan.
5. Ditimbang bobot akhir dari hewan uji tiap akuarium.
1. Terlebih dahulu disiapkan 5 buah akuarium yang diisi 3 liter air yang telah
diberi surfaktan detergen yang berbeda konsentrasi sebagai ntempat untuk uji
coba. Akuarium 1 berfungsi sebagai kontrol, akuarium 2, 3, dan 4 untuk
perlakuan berbeda (Ditambahkan surfaktan detergen sebanyak 1 gr, 3 gr, dan
6 gr). Sedangkan akuarium 5 untuk perlakuan gradual.
2. Sebelum ikan dimasukkan kedalam akuarium, terlebih dahulu ditimbang dan
dicatat awalnya menggunakan timbangan digital.
3. Kemudian disiapkan aerator pada masing-masing akuarium, lalu ikan
dimasukkan kedalam akuarium secara bersama-sama.
4. Kemudian diamati tingkah laku ikan dan bukaan operkulum setiap 10 menit
selama 60 menit dan dicatat jumlah hewan uji yang mati selama percobaan.
ditimbang bobot akhir dari hewan uji tiap akuarium
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.
Akhir
(gram
Respo Bukaa Bobot Bobot )
n n
20 - - - - - - -
Suhu 30 - - - - - - -
10oC
40 - - - - - - -
50 - - - - - - -
60 - - - - - - -
10 Tidak 120
agresi
f
20 Gerak 40
an
mela
mbat
1 40 Keada 65
an
sama
sepert
i
menit
ke-30
50 Keada 63
an
sama
sepert
i
menit
ke-40
60 Keada 73
an
sama
sepert
i
menit
ke-50
10 Agres 150
if
20 Gerak 180
an
tidak
stabil
40 Ikan -
mati
50 - -
60 - -
10 Aktif, 102
beren
ang
cepat
20 Aktif, 104
beren
ang
cepat
40 Aktif, 150
beren
ang
cepat
50 Aktif, 140
beren
ang
cepat
2 60 Aktif, 132
beren
ang
cepat
Gradual 10 Kaku 0
Suhu terbali
(10oC) k
Gradual 50 Mulai 97
Suhu berger
(30oC) ak
10 Pasif 62
20 Pasif 67
pH 5 30 Mulai 68
agresi
f
40 Mulai 71
agresi
f 100 0% 4,9 - 4,7
%
50 Mulai 74
agresi
f
60 Mulai 62
lelah
10 Biasa 57
saja
20 Biasa 55
saja
3 pH 6 30 Biasa 55
saja
50 Biasa 55
saja
60 Biasa 56
saja
10 Aktif 74
20 Cuku 78
p
agresi
f
40 Cuku 78
p
agresi
f
50 Mulai 67
lelah
60 Agres 79
if
10 Gerak 192
norma
l
20 Gerak 216
norma
l
40 Gerak 228
norma
l
50 Gerak 180
mela
mbat
4 60 Gerak 168
mela
mbat
pH 15 Gerak 180
Gradual norma
(pH 5) l
pH 30 Gerak 120
Gradual norma
(pH 6) l
100 0% 3,6 & - 3,6 &
% 2,7 3,5
pH 45 Gerak 252
Gradual norma
(pH 8) l
pH 60 Gerak 204
Gradual norma
(pH 9) l
20 - - - - - - -
Deterje 30 - - - - - - -
n1
gram
40 - - - - - - -
50 - - - - - - -
60 - - - - - - -
20 - - - - - - -
5 Deterge 30 - - - - - - -
n3
gram
40 - - - - - - -
50 - - - - - - -
60 - - - - - - -
20 - - - - - - -
Deterje 30 - - - - - - -
n6
gram
40 - - - - - - -
50 - - - - - - -
60 - - - - - - -
10 Biasa 300
saja
20 Biasa 258
saja
40 Biasa 240
saja
50 Biasa 210
saja
6 60 Biasa 206
saja
(1
gram)
Gradual 30 - - - - - - -
deterjen
(3
gram)
Gradual 50 - - - - - - -
deterjen
(6
gram)
4.2 Pembahasan
Dalam fisiologi biota laut, perlakuan pada suhu dingin dan panas memberikan
pengaruh terhadap bobot ikan yang bisa dilihat pada tabel. Bobot ikan mengalami
penurunan akibat respon ikan terhadap lingkungannya yang baru dan adanya
aktivitas yang berlebihan dalam rangka beradaptasi terhadap lingkungan yang
baru. Suhu yang rendah akan menghambat proses fisiologis bahkan menyebabkan
ikan mengalami kematian atau tidak sadar karena proses fisiologis yang menurun,
sehingga kandungan air dalam tubuh berkurang dan menyebabkan penurunan
bobot tubuh ikan (Martasuganda, 2009). Tingkah laku ikan pada suhu dingin lebih
banyak diam dan pingsan. Hal ini terjadi karena terhambatnya proses fisiologis
ikan sehingga ikan lebih banyak diam dan pingsan. Pada kelompok 1 di suhu
10oC, 20oC dan 40oC respon tidak agresif pada menit ke-10, 20 dan 30. Namun,
pada suhu 10 oC si ikan mengalami penurunan proses fisiologis sehingga
menyebabkan ketidaksadaran dan mati. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa pada
suhu 10oC mengalami ketidaksadaran atau bahkan hingga kematian. Hal ini
berarti suhu 10oC merupakan kisaran toleransi yang menurunkan proses fisiologis
pada tubuh ikan (Herianti, 2015).
Sedangkan pada hasil praktikum kelompok 2, pada suhu 10oC ikan kaku dan
terbalik tak sadarkan diri, suhu 20oC mengalami telentang dan lemas, dan pada
suhu 30oC Mulai bergerak. Hal ini pun sesuai dengan literatur bahwa pada suhu
10oC mengalami ketidaksadaran (pingsan) bahkan hingga kematian.. Hasil yang
didapat pada kelompok 2 memiliki sedikit perbedaan terhadap kelompok 1.
Diduga perbedaan tersebut terjadi dikarenakan si ikan yang akan digunakan dalam
praktikum mengalami stress atau ketidakstabilan dalam kesehatannya, sehingga
menyebabkan mortalitas pada kelompok 2.
Pada perlakuan responsi ikan bawal putih terhadap perubahan pH, Pada pH asam
bobot ikan dan bukaan operculum mengalami penurunan seperti pada hasil
kelompok 3 dan 4. Hal ini disebabkan respon ikan terhadap pH asam serta adanya
aktifitas fisiologis yang berlebihan dalam rangka menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dengan cara mengeluarkan lendir. Tingkah laku ikan yang paling
terlihat pada praktikum yaitu ikan agresif, semakin agresif, dan mati di menit ke 5.
Tingkat kelangsungan hidup ikan pada kontrol. Pada kisaran pH tersebut cukup
memenuhi syarat untuk kehidupan ikan bawal putih (Lesmana, 2009).
Sebelumnya ikan ditimbang terlebih dahulu dan dicatat bobot awalnya dengan
menggunakan timbangan digital. Siapkan deterjen yang sudah dilarutkan dengan 1
liter air dari akuarium untuk masing-masing perlakuan. Kemudian siapkan aerator
pada masing-masing akuarium, lalu ikan dimasukan dalam akuarium secara
bersama-sama. Kemudian diamati setiap 10 menit dan dicatat jumlah hewan uji
yang mati selama percobaan. Timbang bobot akhir dari hewan uji tiap akuarium.
Setelah itu dihitung ketahanan hidupnya (survival rate) ikan tersebut dan angka
kematian (mortalitas) dengan rumus yang tercantum pada panduan praktikum.
Pada kelompok 1 cara kerja perlakuan suhu yaitu menggunakan suhu 10º C, 20ºC
dan 40ºC. masukan air laut kedalam akuarium dengan suhu 10ºC lalu masukan
ikan yang sudah ditimbang terlebih dahulu sebanyak 2 ikan . Disiapkan air
kedalam akuarium dengan suhu 20ºC lalu masukan ikan yang sudah ditimbang
sebayanyan 2 ekor ikan. Disiapkan air kedalam akuarium dengan suhu 40ºC lalu
masukan ikan kedalam akuarium sebanyak 2 ekor yang sebelumnya ditimbang
beratnya. Setiap 10 menit ikan diamati pergerakan operkulumnya selama 1 menit.
pengamatan dilakukan selama 60 menit diamati setiap 10 menit. pengamatan
dilakukan kepada 3 perlakuan suhu 10ºC ,20ºC dan 40ºC. Setelah dianmati selama
60 menit ikan diangkat dan ditimbang setelah pengamatan. dicatat jumlah ikan
hidup dah jumlah ikan yang mati.
Selanjutnya pada kelommpok 2 cara kerja suhu gradual pada suhu 10ºC
dimasukkan es batu lalu dimasukkan ikan, kemudian selang waktu 20 menit
ditambahkan air panas agar mencapai suhu 20ºC, kemudian 20 menit kemudian
ditambah air panas hingga 30º. Selanjutnya diamati tiap menit bukaan overkulum
dan tingkah lakunya.
5.1 Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang didapat dari praktikum ini ialah:
1. Respon organisme terhadap variabel lingan yang berbeda membrikan respon
yang berbeda – beda, ikan tersebut ada yang menjadi lebih agresif atau bahkan
menjadi mati. Hal tersebut dikarenakan ikan bawal tidak daapt ertahan hidup
pada lingkungan yang ekstrim.
2. Ikan bawal tidak dapat bertoleransi pada variabel deterjen, dan juga suhu yang
terlalu dingin. Sehingga ikan bawal cocok hidup pada lingkungan yang normal.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diajukan pada praktikum ini yaitu, tidak adanya
penggunaan laboratorium dalam praktikum, sehingga kegiatan praktikum ini tidak
difasilitasi ruang laboratorium, kemudian untuk piket agar diperketat lagi
dikarenakan yang tidak piket malah membersihkan sisa sisa air yang ada sehingga
fungsi piket pada praktikum ini tidak ada sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R., dan Tang, U. 2010. Fisiologi Hewan Air.University Riau Press. Riau.
217 Halaman.
Ayodhyoa AU. 2013. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Hal:
14-18.
Azam DH. 2009. Kajian Prospek Perikanan Tangkap Pasca Tsunami di PPI
Pangandaran, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor
.
Basmi J. 2012. Planktonologi : Produksi Primer. Bogor: Fakultas Perikanan.
Institut Pertanian Bogor. 35 hal.
Carpenter, KE et al. 2012. The Living Marine Resources of Western Central Pasific
Vol.5. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. Rome: FAO.
Damayanti, Lis. 2013. Pengaruh Salinitas Air terhadap kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan benih Ikan Gurame (Osphronemus goramy Lac). Skripsi.
FPIK. Bogor.
Dos Santos, Vander Bruno et al. 2013. Growth curves of nile tilapia (Oreochromis
niloticus) strains cultivated at different temperature. Vol.35 : 235-242
Herianti I dan Parwati. 2015. Studi Pendahuluan Tentang Aspek Biologi Ikan Bawal
Putih (Pampus argentus) dan Bawal hitam (Formio niger) di Perairan Sebelah
Utara Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 42. Balai Penelitian
Perikanan Laut, Jakarta. Hal: 91-96.
Lesmana, DS. 2009. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Pimolrat, Pornpimol et al. 2013. Survey of climate related risks to tilapia pond farms in
northern Thailand. Vol.4 : 54-59
Kegiatan praktikum
bagian adaptasi
1
organisme terhadap suhu
gradual
Kegiatan praktikum
2 bagian adaptasi
organisme terhadap suhu