Вы находитесь на странице: 1из 18

BIO-INHIBITOR LAJU KOROSI LOGAM BESI (Fe) MENGGUNAKAN

EKSTRAK DAUN PACAR KUKU (Lawsonia inermis L)


MELALUI METODE ELEKTROPLATING

Disusun oleh :

Ketua Kelompok : Miftha Fajriani


Anggota : Alya Rezky Isnaeni
Yudrika Zatis Asya

SMA NEGERI 1 BANTAENG


JL T.A. GANI NO. 23
KABUPATEN BANTAENG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
YOUTH NATIONAL SCIENCE FAIR
INDONESIAN YOUNG SCIENTIST ASSOCIATION
1. Judul Penelitian : Bio-Inhibitor Laju Korosi Logam Besi (Fe)
Menggunakan Ekstrak Daun Pacar Kuku (Lawsonia
inermis L) Melalui Metode Elektroplating
2. Bidang : Lingkungan
3. Ketua Peneliti
a) Nama Lengkap : Miftha Fajriani
b) NIS : 11956
c) Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Bantaeng
d) Alamat Rumah : Panaikang, Bantaeng
e) No Hp/Telp : 085823623916
f) E-mail : miftahfajriani26@gmail.com
4. Anggota : 1) Alya Rezky Isnaeni
2) Yudrika Zatis Asya
5. Guru Pembimbing
a) Nama Lengkap : Asrar, S.Si
b) NIP : -
c) No Hp/Telp : 085823368641
d) E-mail : asrarchemunhas10@gmail.com
Bantaeng, 13 Februari 2019
Guru Pembimbing Ketua Peneliti

Asrar, S.Si Miftha Fajriani


NIP.- NIS. 11956

Mengetahui
Kepala UPT SMA Negeri 1 Bantaeng

Andi Arung, S.Pd., M.M


NIP. 19640801 198703 1 018

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah serta nikmat – Nya, khususnya bagi kami yang telah menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul “Bio-Inhibitor Laju Korosi Logam Besi (Fe)
Menggunakan Ekstrak Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L) Melalui
Metode Elektroplating” dalam rangka mengikuti Indonesian Young Scientist
Association.
Dalam penulisan proposal ini, Alhamdulillah kami masih bisa menyelesaikan
proposal ini dengan baik. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada guru sebagai pembimbing, orang tua, dan semua orang
yang terlibat dalam pembuatan proposal ini sekaligus memberikan dorongan dan
motivasi sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan.
Kritik, dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun agar proposal
penelitian ini dapat lebih baik lagi kedepannya. Semoga apa yang kami harapkan
dapat tercapai.

Bantaeng, 13 Februari 2019

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penelitian 3
D. Manfaat Penelitian 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Korosi 4
B. Inhibitor Korosi 5
C. Faktor-Faktor Penyebab Korosi 6
D. Daun Pacar Kuku 7
E. Kerangka Pikir Penelitian 9
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Waktu Penelitan 10
B. Prosedur penelitian 10
C. Teknik Analisis dan Metode Pengambilan Data 12
DATAR PUSTAKA 13

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dari tahun
ke tahun berakibat terhadap meningkatnya penggunaan berbagai logam, seperti
baja, besi, aluminium, perak dan lain-lain. Logam-logam tersebut digunakan pada
berbagai industri baik sebagai komponen utama maupun komponen tambahan,
akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari, banyak faktor yang menyebabkan daya
guna logam menurun. Menurut Irianty dan Khairat (2013), salah satu penyebab
menurunnya daya logam adalah terjadinya proses korosi atau perkaratan.
Korosi merupakan masalah serius dalam dunia material karna dapat
mengurangi kemampuan konstruksi dalam memikiul beban. Usia suatu konstruksi
menjadi berkurang dari waktu yang sudah direncanakan (Indahsari, 2012). Korosi
didefenisikan secara mendasar sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi
elektrokimia dengan lingkungannya, ataupun karena disebabkan oleh bakteri
secara langsung (Ramadhanna, 2011). Proses korosi sangat susah dihentikan, hal
ini tentu akan merugikan pengguna material logam.
Salah satu cara untuk menghambat terjadinya korosi logam adalah dengan cara
membuat permukaan logam tersebut terlindung oleh suatu inhibitor sehingga tidak
terjadi kontak langsung antara logam dengan media korosif (Adriana, 2012).
Terdapat dua jenis inhibitor, yaitu inhibitor anorganik dan inhibitor organik.
Inhibitor anorganik dapat diperoleh dari material yang tidak mengandung unsur
karbon dalam senyawanya, seperti kromat, nitrit, silikat, dan pospat. Inhibitor
anorganik bersifat sebagai inhibitor anodik karena inhibitor ini memiliki gugus
aktif yaitu anion yang berfungsi mengurangi anion. Kelemahan dari inhibitor
anorganik yaitu bersifat toksik (Haryono, 2010). Jenis inhibitor yang lain yaitu
dari jenis organik yang mengandung komponen senyawa fenolik seperi katekin,
epikatekin, proantosianidin, asam fenolat, tanin dan flavonoid lainnya. Senyawa
fenolik tersebut mempunyai potensi sebagain antioksidan (Jusmiati, 2015). Sifat
ini yang dapat digunakan sebagai inhibitor pada proses korosi. Penggunaan
inhibitor organik akan lebih baik karena ramah lingkungan dan mudah terjangkau,
dan biodegradabel (Hermawan, 2007).

1
Berbagai penelitian tentang inhibitor organik yang telah dilakukan. Irianty
dan Khairat (2013), menggunakan ekstrak daun pepaya. Pada tahun 2016, Yanuar
dkk., menggunakan daun teh, kopi, kedelai dan daun jambu biji. Selanjutnya
Nadhir dan Sulistijono (2013), menggunakan ekstrak daun sukun sebagai inhibitor
organik. Kajian tentang inhibitor organik sangat penting dilakukan, karena
beberapa penelitian sebelumnya, rata-rata menggunakan ekstrak dari tanaman
yang umumnya digunakan sebagai tanaman penghasil pangan. Hal ini tentu akan
mengganggu ketergantungan masyarakat sekitar terhadap tanaman tersebut. Pada
penelitian ini, digunakan ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L) sebagai
inhibitor organik.
Pemilihan daun pacar kuku didasarkan pada keberadaan yaitu mudah didapat,
mudah tumbuh dengan cepat. Selain itu, ekstrak daun pacar kuku memiiki pigmen
merah kecoklatan dengan intensitas yang tinggi. Di Sulawesi Selatan, daun pacar
kuku digunakan pada proses mappacci’ dalam adat pernikahan Masyarakat Bugis.
Hal ini karena pigmen yang terdapat pada daun tersebut, bersifat tahan lama pada
saat pemakaian, selain itu pigmen dari ekstrak daun pacar kuku butuh waktu
berhari-hari untuk hilang secara sempurna pada benda atau pakaian yang terkena
ekstraknya. Menurut Devi dan Mulyani (2017), ekstrak etanol daun pacar kuku
mampu menghambat bakteri pseudomonas aeruginosa. Husni dkk., (2018), daun
pacar kuku mengandung lawsone, 1,4-naftoquinon, falvonoid, tanin, dan asam
fenolat. Selain itu ekstrak daun pacar kuku bersifat antioksidan. Antioksidan
dalam menghambat jalannya reaksi oksidasi dapat melalui beberapa cara, yaitu
mekanisme donor proton, radical scavenger, oxygen quencher, dan inhibisi
dengan enzim. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka dilakukan penelitian dengan
memanfaatkan ekstrak daun pacar kuku (Lawsonia inermis L) sebagai inhibitor
untuk mencegah laju korosi besi pada material bangunan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pengaruh waktu perendaman logam Zn dalam ekstrak daun pacar
kuku terhadap efisiensi inhibisi pada proses korosi besi?
2. Bagaimana pengaruh salinitas terhadap efisiensi inhibisi ekstrak kulit daun
pacar kuku (Lawsonia inermis L) pada proses korosi besi?

2
3. Apakah ekstrak daun pacar kuku dapat menghentikan prose korosi besi?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh salinitas terhadap efisiensi inhibisi ekstrak kulit daun
pacar kuku (Lawsonia inermis L) pada proses korosi besi.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi pigmen inhibitor ekstrak daun pacar kuku
terhadap efisiensi inhibisi pada proses korosi besi.
3. Menentukan kemampuan ekstrak dalam menginhibisi ataupun menghentikan
proses korosi besi.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu:
1. Sebagai media bagi penulis untuh menambah wawasan dan kreativitas dalam
mengolah bahan alam pada proses kimiawi suatu material.
2. Sebagai media bagi pihak produksi material logam untuk menggunakan
inhibitor organik pada proses pengolahan logam yang akan dipasarkan.
3. Sebagai media bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan
inhibitor organik sebagai upaya pencegahan dan ataupun menghentikan proses
korosi besi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Korosi
Korosi adalah suatu kerusakan yang dihasilkan dari reaksi kimia antara sebuah
logam dengan logam paduan di dalam suatu lingkungan. Fenomena korosi
merupakan reaksi kimia yang dihasilkan dari dua reaksi setengah sel yang
melibatkan elektron sehingga menghasilkan suatu reaksi elektrokimia. Dua reaksi
setengah sel ini terdapat reaksi oksidasi pada anoda, dan reaksi reduksi pada
katoda (Alfin, 2011). Korosi secara awam lebih dikenal dengan istilah perkaratan
yang merupakan fenomena kimia bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi
lingkungan. Penyelidikan tentang sistem elektrokimia telah banyak membantu
menjelaskan mengenai korosi, yaitu reaksi kimia antara logam dengan zat-zat
yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang ada dalam logam itu
sendiri. Jika dilihat pada sudut dilihat dari sudut pandang kimia, korosi pada
dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang
kontak langsung dengan lingkungan yang berair dan beroksigen (Chodijah, 2008).
Proses korosi terjadi secara alamiah dan tidak dapat dicegah seluruhnya,
seringkali terjadi secara tiba-tiba sehingga diluar prediksi yang telah
direncanakan. Korosi yang terjadi sering menimbulkan kerugian yang besar, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Di bidang industri minyak dan gas,
proses korosi adalah suatu masalah yang penting dan perlu diperhatikan karena
dampak akibat dari korosi cukup besar. Contoh di bidang industri minyak dan gas
dari pengeboran menuju platform proses, maka akan dapat berakibat timbul
kerusakan (damage) dan kebocoran pada pipa-pipa tersebut. Dampak bahaya
korosi secara langsung ialah dibutuhkan biaya untuk mengganti material-material
logam atau alat-alat yang rusak akibat korosi, bila pengerjaan untuk penggantian
material terkorosi, biaya untuk pengendalian korosi dan biaya tambahan untuk
membuat konstruksi dengan logam yang lebih tebal (over design). Dampak secara
tidak langsung, korosi dapat mengakibatkan kerugian seperti penyediaan gas
terhenti, image perusahaan menurun, nilai saham menjadi turun, dan
menghasilkan safety yang rendah (Jaya, 2010).

4
B. Inhibitor Korosi
Salah satu cara untuk menghambat terjadinya korosi pada logam adalah
dengan cara membuat permukaan logam tersebut terlindungi oleh suatu inhibitor
sehingga tidak terjadi kontak langsung antara logam dengan media korosif
(Adriana, 2000). Secara khusus, inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang
bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan tertentu dapat menurunkan laju
penyerangan lingkungan terhadap suatu logam (Surya, 2004). Kriteria praktis
untuk pemilihan inhibitor korosi dari berbagai zat/senyawa anorganik dan organik
dengan sifat-sifat inhibisinya tidak hanya efisiensi inhibisinya tetapi juga
keamanan penggunaan, kendala ekonomi, kesesuaian dengan bahan kimia yang
lain di dalam sistem dan masalah lingkungan (Magnussen, 2003). Menurut
Widharto (1999), berdasarkan bahan dasarnya, inhibitor korosi terbagi menjadi
dua, yaitu:
a. Inhibitor Senyawa Anorganik
Inhibitor anorganik adalah inhibitor yang diperoleh dari mineral-mineral yang
tidak mengandung unsur karbon dalam senyawanya. Material dasar dari inhibitor
anorganik adalah sodium nitrit, kromat, fosfat, dan garam seng. Penggunaan
natrium nitrit yang harus dengan konsentrasi besar (300-500 mg/l) menjadikannya
inhibitor yang tidak ekonomis, berdasarkan hasil penelitian kromat dan seng
ditemukan bersifat toksik dan fosfat merupakan senyawa yang dianggap sebagai
polusi lingkungan, karena menyebabkan peningkatan kadar fosforous dalam air
(Widharto, 1999). Oleh karena itu, senyawa-senyawa inhibitor tersebut perlu ada
substituennya yang tidak bersifattoksik serta mampu terdegradasi secara biologis,
namun tetap bernilai ekonomi dan juga dapat mengurangi laju korosi secara
signifikan (Haryono, 2010)
b. Inhibitor Senyawa Organik
Saat ini pengembangan terhadap inhibitor organik atau inhibitor alami
sangat diperlukan. Inhibitor jenis ini sangat menguntungkan dunia industri
dikarenakan harganya yang relatif murah dan pengaplikasiannya yang ramah
lingkungan. Senyawa organik bersifat menghambat proses korosi yang tidak dapat
digolongkan bersifat sebagai katodik atau anodik. Secara umum dapat dikatakan
bahwa zat ini dapat mempengaruhi seluruh permukaan logam yang sedang korosi
apabila diberikan dalam konsentrasi secukupnya dengan cara membentuk lapisan

5
film pada permukaan logam. Lapisan ini sukar dilihat secara kasat mata, namun
dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logammnya. Kemungkinan
kedua daerah katodik dan anodik dihambat namun dalam tigkat yang berbeda,
bergantung pada potensial logam terkait susunan kimiawi dari molekul zat
inhibitor dan ukuran molekulnya (Supardi, 1997). Kebanyakan inhibitor yang
efisien digunakan dalam industri adalah senyawa-senyawa organik yang
mengandung heteroatom seperti O, N, S dan ikatan rangkap di dalam molekul-
molekulnya yang memfasilitasi adsorpsi pada permukaan logam (Quraishi dkk,
2002). Selain itu senyawa organik mampu membentuk senyawa kompleks baik
kompleks yang terlarut maupun kompleks yang mengendap. Untuk itu diperlukan
adanya gugus-gugus fungsi yang mengandung atom-atom yang mampu
membentuk ikatan kovalen terkoordinasi misalnya atom nitrogen, belerang, pada
suatu senyawa tertentu (Susilowati, 2011).

C. Faktor-Faktor Penyebab Korosi


Menurut Halimatuddahliana (2003), penguapan dan pelepasan bahan-bahan
korosif ke udara dapat mempercepat proses korosi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. Faktor Gas Terlarut
Laju korosi sangat dipengaruhi oleh gas yang dapat larut dalam air yang
menyebabkan terjadinya korosi. Gas terlarut yang dapat menyebabkan terjadinya
korosi adalah sebagai berikut:
a. Oksigen ( O2 )
Adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan korosi pada metal
seperti laju korosi pada mild stell alloys akan bertambah dengan
meningkatnya kandungan oksigen. Kelarutan oksigen dalam air merupakan
fungsi daritekanan,temperatur, dan kandungan klorida. Reaksi korosi secara
umum pada besi karena adanya kelarutan oksigen berikut:
Reaksi anoda : Fe Fe2+ + 2e-
Reaksi katoda : O2 + 2H2O + 4e- 4OH

6
b. Karbondioksida (CO2)
Jika karbondioksida dilarutkan dalam air maka akan terbentuk asam
karbonat (H2CO3) yang dapat menurunkan pH air dan meningkatkan
korosifitas, biasanya bentuk korosinya berupa pitting yang secara umum
reaksinya adalah:
CO2 + H2O H2CO3
Fe + H2CO3 FeCO3 + H2
2. Faktor Temperatur
Kenaikan temperatur pada umumnya dapat menambah laju korosi
walaupun kenyatannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya
temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak seragam, maka akan besar
kemungkinan terbentuk korosi.
3. Faktor pH
Besi dan baja akan terkorosi dalam suasana asam, tetapi sedikit terkorosi
dalam suasana basa.
a. Asam
Korosi logam dalam asam biasanya menghasilkan gas hidrogen. Adapun
reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Fe + 2H- Fe2+ + H2
b. Basa
Basa adalah senyawa yang dapat menghasilkan ion OH -.IonOH- tidak
beraksi langsung dengan logam. Reaksi akan terjadi setelah logam
mengalami oksidasi.
Fe + OH- Fe(OH)3
Fe + 2OH- Fe(OH)2

D. Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L)


Tanaman ini memiliki kandungan utama senyawa aktif, seperti alkaloid,
glikosida, flavonoid, fenol, saponin, tanin, dan minyak atsiri. Fenol dan flavonoid
merupakan senyawa aktif yang paling banyak ditemukan Beberapa penelitian
tentang tanaman pacar kuku telah dilakukan salah satunya oleh Wiem et. Al.,
tentang fenolat total yang terdapat pada daun pacar kuku. Dilaporkan juga bahwa
komponen fenol yang terdapat pada daun pacar kuku memiliki daya antioksidan.

7
Kualitas ekstrak yang dihasilkan sangat tergantung dari bahan tanaman,
pemilihan pelarut dan metode ekstraksi. Antioksidan adalah senyawa kimia
pemberi elektron yang dapat meredam radikal bebas dengan cara memutuskan
atau menghentikan reaksi berantai yang disebabkan oleh radikal bebas yang
terdapat dalam tubuh. Kandungan antioksidan yang terdapat pada tanaman
bertindak sebagai radikal scavenger dan membantu mengkonversikan radikal
bebas yang kurang reaktif. Antioksidan alami yang terdapat pada seluruh bagian
tanaman berupa karotenoid, vitamin, flavonoid, dan fenol. Antioksidan yang
terdapat pada tanaman, menarik minat atas potensi gizi dan efek terapi
yang dimilikinya. Antioksidan dalam menghambat jalannya reaksi oksidasi dapat
melalui beberapa cara, yaitu mekanisme donor proton, radical scavenger, oksigen
quencher, dan inhibisi dengan enzim (Husni dkk., 2018).
Daun pacar kuku memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Lythraceae
Genus : Lawsonia Gambar 2.1 Daun Pacar Kuku
Spesies : Lawsonia intermis L ( Sumber : www.tokopedia.com )

Ekstrak daun pacar kuku mempunyai sifat bakterisid dan fungisid. Daun
pacar kuku (Lawsonia inermis L) mengandung tanin yang dapat mencegah lapisan
kulit yang terluka dari serangan bakteri yang akan membentuk jaringan baru pada
kulit yang terluka. Ekstrak daun Lawsonia inermis Linn juga bersifat astringet
yang dapat mengecilkan luka pada kulit. Skrining fitokimia yang dilakukan
terhadap ekstrak daun pacar kuku juga mengandung senyawa glikosida, fitosterol,
tanin, flavanoid dan kurkumin (Rahmina, 2015). Ekstrak metanol daun pacar kuku
mempunyai potensi aktivitas biologi yang tinggi, karena adanya salah satu
kandungan noftokinondalam ekstrak tersebut. Ekstraksi menggunakan pelarut

8
etanol atau metanol bisa digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia
tanaman berupa komponen organik jenuh. Umumnya pelarut yang digunakan
untuk mengekstraksi komponen yang aktif sebagai antimikroba digunakan pelarut
metanol, etanol dan air (Zainab, 2013).

E. Kerangka Pikir

LOGAM

KOROSI

PENANGGULANGAN PENYEBAB

INHIBITOR REAKSI
ELEKTRO KIMIA

ORGANIK ANORGANIK

BIO-INHIBITOR
(EKSTRAK DAUN PACAR KUKU)

9
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Waktu Penelitian


Jenis penelitian adalah eksperimen yang akan dilaksanakan pada tanggal 20
Januari sampai 1 Mei 2019 di Laboratorium Kimia SMA Negeri 1 Bantaeng, dan
rumah peneliti.
Tabel 1. Rencana waktu penelitian
WAKTU LOKASI KEGIATAN
20 Januari 2019 SMAN 1 Bantaeng Konsultasi ide penelitian
21 Januari 2019 SMAN 1 Bantaeng Pencarian referensi
22–31 Januari2019 SMAN 1 Bantaeng Penyusunan proposalpenelitian
1 Februari 2019 SMAN 1 Bantaeng Finalisasi proposal penelitian
2 Februari 2019 SMAN 1 Bantaeng Konsultasi penelitian
4–10 Februari SMAN 1 Bantaeng
Pengumpulan alat dan bahan
2019
10 – 16 Februari SMAN 1 Bantaeng
Pembuatan skema Bio-Inhibitor
2019
18 Februari - 14
SMAN 1 Bantaeng Pembuatan Media Inhibitor
Maret 2019
15 - 17 Maret
SMAN 1 Bantaeng Pengujian Media Inhibitor
2019
19 Maret – 23
SMAN 1 Bantaeng Analisis data penelitian
Maret 2019
24 Maret 2019 SMAN 1 Bantaeng Konsultasi penelitian
25 Maret - 29 Mei Penyusunan laporan
SMAN 1 Bantaeng
2019 Penelitian
31 Mei 2019 SMAN 1 Bantaeng Finalisasi proposal penelitian

B. Prosedur Penelitian
1. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah: gelas kimia, power supply DC, neraca
analitik, gunting, penjepit alligator, kertas amplas, lup (kaca pembesar),
mikroskop .
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah: daun pacar kuku (Lawsonia inermis L),
NaCl, akuades, plat besi (Fe).

10
3. Prosedur Kerja
3.1 Ekstraksi Daun Pacar Kuku (Lawsonia inermis L)
Dilakukan ekstraksi yaitu dengan menggunakan akuades sebanyak 100 mL
pada perbandingan daun pacar kuku:akuades (g/mL) yaitu 10:100, 15:100,
20:100, 25:100, dan 30:100.
3.2 Uji Inhibisi Korosi Pada Logam Fe
Logam uji tersebut selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan HCl 0,1 M yang
mengandung ekstrak daun pacar kukusebesar (g/L) 10:100, 15:100, 20:100,
25:100, dan 30:100.
3.3 Persiapan Fe yang akan diuji
Besi dengan ukuran 2 x 5 m dan ketebalan 0,1 mm bersihkan dengan akuades,
kemudian dikeringkan. Besi ditimbang untuk mengetahui berat awal yang akan
digunakan.
3.4 Uji Korosi Dalam Larutan Media Korosif Tanpa Inhibitor
Plat direndam dalam media korosif yaitu larutan NaCl selama 3 jam
kemudian diamati korosi/perkaratan yang terjadi pada permukaan plat Fe.
3.5 Uji Korosi dan Pengaruh Waktu Perendaman dalam Ekstrak Daun
Pacar Kuku
Sampel Fe direndam dalam ekstrak daun pacar kuku pada variasi waktu yang
berbeda yaitu 3 jam, 6 jam, 9 jamdan 12 jam. Diamati berat dan struktur mikro
setelah pelapisan logam Fe. Hasil perendaman yang terbaik, kemudian
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi media korosif yaitu NaCl selama 3 jam,
6 jam, 9 jam dan 12 jam.Diamati hasil perendaman dalam ekstrak daun pacar
kuku yang memberikan inhibisi korosif yang baik berdasarkan waktu
perendaman.
3.6 Penentuan Laju Reaksi Korosi
Setelah proses korosi berjalan selama waktu tertentu, produk korosi diangkat
dari media korosi, dicuci dengan hati-hati dengan menggunakan sikat yang halus.
Selanjutnya dikeringkan pada suhu kamar, kemudian ditimbang sebagai berat
akhir. Berat awal dari besi adalah berat besi sebelum direndam ke dalam larutan.
Berat Awal − Berat Akhir
Laju Reaksi Korosi =
Luas Besi x Waktu Perendaman

11
3.7 Pengamatan Stuktur Makro
Pengamatan makro diamati berdasarkan hasil foto menggunakankamera
digital pada setiap perlakuan. Sedangkan pengamatan permukaan yang terkorosi
dan terinhibisi diamati menggunakan lup (kaca pembesar).
3.8 Pengamatan Stuktur Mikro
Pemeriksaan foto mikro bertujuan untuk mengetahui struktur mikro yang
diperoleh dari hasil proses pengkorosian pada besi. Cara yang digunakan adalah
menggunakan mikroskop optik. Pengambilan foto dilakukan pada permukaan
yang terdapat korosinya untuk mengetahui terjadinya korosi dan jenis korosi yang
terjadi. Pengambilan foto mikro harus tepat dan dapat mewakili seluruh struktur
variasi.

C. Teknik Analisis dan Metode Pengambilan Data


Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif didasarkan pada laju korosi dan
metode kualitatif didasarkan pada kualitas Fe sebelum dan sesudah pengujian.

12
DAFTAR PUSTAKA

[1] Adriana, A.A., Mudjijati, Hermawan., dan Liliana, P.S., 2000. Pengaruh
Penambahan Vitamin C, B2 dan B6 Terhadap Laju Korosi Besi. Seminar
Kimia Bersama ITB-UKM IV, Yogyakarta.
[2] Al Hakim., dan Alfin., 2011, Pengaruh Inhibitor Korosi Berbasis
Senyawa Fenolik Untuk Proteksi Pipa Baja Karbon Pada Lingkungan
0.5, 1.5, 2.5, 3.5% NaCl Yang Mengandung Gas CO2, Skripsi,
Universitas Indonesia.

[3] Chodijah, S., 2008, Efektifitas Penggunaan Pelapisan Epoksi Terhadap


Ketahanan Korosi Pipa Baja ASTM A53 Didalam Tanah, Skripsi Tidak
Diterbitkan, Prodi Teknik Metalurgi Dan Material, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.
[4] Dalimunthe., dan Surya, I., 2004, Kimia dari Inhibitor Korosi, Program
Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik, Univetsitas Sumatera Utara.
[5] Devi, S., dan Mulyani, T., 2017, Uji Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak
Etanol Daun Pacar Kuku ( Lawsonia inermis Linn) pada Bakteri
Pseudomonas Aeruginosa, Skripsi, 1(1)
[6] Halimatuddahliana., 2003, Pencegahan Korosi dan Scale Pada Proses
Produksi Minyak Bumi, Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
[7] Haryono, G., Sugiarto, B., Farid, H., dan Tanoto, Y., 2010, Ekstrak
Bahan Alam Sebagai Inhibitor Korosi, Jurnal Pengembangan teknologi
kimia untuk pengolahan sumber daya alam indonesia, prosiding seminar
nasional teknik kimia, 26 Januari 2010, Yogyakarta.
[8] Hermawan, Beni., 2007.Ekstrak Bahan Alami Sebagai Inhibitor korosi.
http://www.chem-istry.org/author/Beni Hermawan.com.
[9] Indahsari, M, N., 2012, Isolasi Bakteri Selulotik dari Bekatul dan Uji
Aktivitas Enzim Selulase pada Media dengan Berbagai Sumber nitrogen,
Skripsi Tidak Diterbitkan, Malang: UIN Malang.

[10] Irianty, Rozanna Sri dan Khairat. 2013. Ekstrak Daun Pepaya
(Carica papaya) sebagai Inhibitor Korosi Baja ST.37 dalam Medium
Asam Sulfat. Jurnal Teknobiologi, 4(2): 77-82.
[11] Jaya., dan Halwan., 2010, Laporan Kerja Praktek Katodik Pipa,
Departemen Metalurgi dan Material FTUI: Depok.
[12] Jusmiati, A., Rolan, R., dan Laod, R., 2015, Aktivitas Antioksidan Kulit
Buah Kakao Masak dan Kulit Buah Kakao Muda, Jurnal Sains dan
Kesehatan, 1(1): 34-39.

[13] Magnussen, O,M., 2003, Corrosion Protection by Inhibition, in


Encyclopedia of Electrochemistry: Corrosion and Oxide Films, Vol 4,

13
Eds. Bard, A.J and Stratmann, M., Weinheim: Wiley-VCH GmbH & Co.
KgaA., p 435.

[14] Nadhir, F., dan Sulistijono., 2013, Pemanfaatan Bio-Inhibitor Daun


Sukun Terhadap Laju Korosi Pada Baja Api 5L Grade B di Lingkungan
3,5% NaCl dan 1MH2SO4, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
[15] Rahmina, P. (2015) Pengaruh Ekstrak Daun Pacar Kuku
(Lawsonia Inermis Linn) 7,5 Terhadap Penyembuhan Ulkus Traumatik
pada Mukosa Oral (Penelitian Pada tikus Model). Skripsi, Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.
[16] Ramadhana, R., 2012, Pencegahan Korosi dengan Inhibitor Alamiah
Ekstrak Daun Pepaya yang Divariasikan pada Konsentrasi Air Garam
dan Luas Permukaan Pelat Besi (Fe), Jurusan Teknik Kimia, Politeknik
Negeri Sriwijaya.

[17] Quraishi, M.A., dan Sardar, R., (2002), Dithiazolidines-A New Class of
Haterocyclic Inhibitors for Prevention of Mild Steel Corrosion in
Hydrochloric Acid Solution, Corrosion, 58; 103 – 107.
[18] Supardi, R., 1997, Korosi Edisi Pertama, Tarsito, Bandung.

[19] Susilowati, E., Sari, R., dan Saputra, C., 2011, Pemanfaatan Ekstrak
Bahan Alam Sebagai Inhibitor Korosi, Skripsi, Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto.

[20] Widharto, T., 1999, Karat dan Pencegahannya, Pradnya Paramitha,


Jakarta.
[21] Yanuar, P, A., Herman, P., dan Titah, S, H., 2016, Pengaruh
Penambahan Inhibitor Alami terhadap Laju Korosi pada Material Pipa
dalam Larutan Air Laut Buatan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
[22] Zainab. (2013). Pengaruh Konsentrasi Etanol Sebagai Pelarut
Pengekstrak Terhadap Kadar Naftokinon Dalam Ekstrak Daun Pacar
Kuku (Lawsonia inermis Linn). Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

14

Вам также может понравиться