Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru akibat
tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonaris (arteri paru-paru) oleh peristiwa emboli.
Emboli bisa merupakan gumpalan darah (thrombus), tetapi bisa juga lemak, cairan
ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti
aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah (Asih, Niluh Gede Yasmin &
Chistantie Effendy, 2003).
Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 600.000 kasus emboli paru simtomatik tiap
tahun, menyebabkan kematian 60.000 pasien dan memberi kontribusi pada kematian
200.000 lainnya. Di Inggris sekitar 20.000 pasien meninggal tiap tahun di rumah sakit
karena emboli paru dan sekitar 40.000 mengalami episode non fatal. Tiap tahun sekitar
1/100 populasi Inggris akan mengalami emboli paru, terutama selama atau segera
sesudah masa perawatan di rumah sakit, insiden meningkat seiring penambahan usia. Di
rumah sakit umum, emboli paru memberi konstribusi pada 1% dari seluruh perawat dan
15-20% kematian (Huon H. Gray, 2003).
Di Indonesia diperkirakan bahwa lebih dari setengah jutan orang mengalami
emboli paru setiap tahunnya mengakibatkan kematian lebih dari 50.000 orang tiap tahun.
Embolisme paru adalah gangguan umum dan sering berkaitan dengan trauma, bedah
ortopedik, pelvik, ginokologik, kehamilan, gagal jantung kongestif, usia lanjut, dan
imobilitas berkepanjangan. Embolisme paru dapat terjadi pada individu yang tampak
sehat (Smeltzer Suzanne C, 2002).
Emboli paru secara langsung menyebabkan 100.000 kematian dan menjadi faktor
kontribusi kematian oleh penyakit-penyakit lainnya. Sekitar 10% penderita emboli paru
mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa
memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar
membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang
ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. Oklusi arteri
pulmonaris hampir selalu bersifat embolik : trombosit in situ jarang ditemukan tetapi
dapat terjadi kerusakan alveoli yang difus, hipertensi pulmonal dan aterosklerosis arteri
pulmonalis. Vena-vena tungkai yang dalam merupakan sumber lebih dari 95% emboli
paru, dan prevalensi emboli paru memiliki korelasi dengan predisposisi timbulnya
trombosit tungkai.

1
Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai kompetensi yang dimilikinya untuk melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan emboli paru. Dalam kewenangan perawat
mempunyai tujuh tanggung jawab professional yaitu : pemberi pelayanan, pendidik,
konselor, peneliti, kolaborator, dan agen perubahan (Suhaimi, E. Mimin, 2002). Tenaga
kesehatan khususnya keperawatan, harus dapat membantu menyelesaikan masalah yang
ditimbulkan penyakit ini agar klien yang menderita penyakit emboli paru dapat sembuh.
Oleh karena itu tindakan penatalaksanaan yang meliputi pencegahan, pengobatan, serta
pemulihan kesehatan untuk untuk penyakit emboli paru perlu diperhatikan agar kejadian
penyakit emboli paru dan komplikasinya dapat dikurangi. Berpikir kritis dalam
melakukan asuhan keperawatan juga tak kalah penting, mengingat kewajiban perawat
yaitu memenuhi kebutuhan dasar klien untuk mendapatkan pelayanan yang intensif
dengan tujuan untuk mencapai kesembuhan.
Dalam kasus tersebut, perawat ikut andil dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya. Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai
klien sebagai individu yang memiliki berbagai karakteristik. Dalam hal ini perawat
memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam
keadaan sakit. Oleh sebab itu, penulis akan membahas mengenai konsep dan peran
perawat dalam melakukan advokasi pada emboli paru.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian emboli paru?
2. Apa anatomi dan fisiologi sistem paru?
3. Apa etiologi emboli paru?
4. Bagaimana tanda dan gejala emboli paru?
5. Bagaimana patofisiologi emboli paru?
6. Bagaimana pathways emboli paru?
7. Bagaimana manifestasi klinis emboli paru?
8. Apa pemeriksaan penunjang untuk emboli paru?
9. Apa komplikasi emboli paru?
10. Bagaimana penatalaksanaan pasien perawatan akut emboli paru?

C. Tujuan
1. Tujuan umum:
Mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus embolisme paru.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui definisi paru-paru
b. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem paru-paru
c. Untuk mengetahui etiologi emboli paru
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala emboli paru
e. Untuk mengetahui patofisiologi emboli paru
f. Untuk mengetahui pathways emboli paru
2
g. Untuk mengetahui manifestasi emboli paru
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang emboli paru
i. Untuk mengetahui komplikasi emboli paru
j. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien perawatan akut emboli paru

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Emboli paru adalah obstruksi aliran darah di bagian sistem pembuluh pulmonal
dengan embolus emboli atau bekuan darah yang terjadi di sistem vena atau sisi kanan
jantung merupakan penyebab paling sering emboli pulmonal. Sumber lain emboli antara
lain tumor yang menginvasi sirkulasi vena, lemak atau sumsum tulang masuk sirkulasi
akibat fraktur atau trauma lain, cairan amnion dilepaskan ke dalam sirkulasi selama
pelahiran dan injeksi intravena udara atau zat asing lain.
B. Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak dikedua sisi jantung dan dalam rongga dada dan dikelilingi
serta dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar
setiap paru terletak diatas diafragma; bagian apeks
paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula.
Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat
identasi yang disebut hilus, tempat bronkus primer
dan masuknya arteri serta vena pulmonary ke dalam
paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas
percabangan saluran yang membentuk pohon
bronchial, jutaan alveoli dan jarring-jaring
kapilernya, dan jaringan ikat. Sebagai organ, fungsi paru adalah tempat terjadinya
pertukaran gas antara udara atmosfir dan udara dalam aliran darah.
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil. Pembagian pertama
disebut lobus. Paru kanan terdiri atas tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya
terdiri atas dua lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Setiap lobus
dipasok oleh cabang utama percabangan bronchial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi kompartemen yang lebih kecil dan
dikenal sebagai segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobules, yang masing-masing
mempunyai bronchiole, arteriole, venula, dan pembuluh limfatik.
Dua lapis membrane serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleurae.
Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum.
Lapisan dalamnya disebut pleura visceral yang mengelilingi paru dan dengan kuat
melekat pada permukaan luarnya. Rongga pleural ini mengandung cairan yang

4
dihasilkan oleh sel-sel serosa didalam pleura. Cairan pleural melicinkan permukaan
kedua membrane pleura untuk mengurangi gesekan ketika paru-paru mengembang dan
berkontraksi selama bernapas. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membrane
pleura membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleurisi dan terasa sangat
nyeri karena membrane pleural saling bergesekan satu sama lain ketika bernapas.
C. Etiologi
Hampir semua gumpalan darah penyebab emboli paru terbentuk pada pembuluh
vena kaki bagian dalam. Kondisi ini biasa disebut trombosis vena dalam. Umumnya
jumlah gumpalan darah yang muncul ada lebih dari satu. Sangat jarang terjadi emboli
paru hanya akibat satu gumpalan saja. Beberapa material yang bisa menyumbat arteri
pulmonalis selain gumpalan darah adalah:
1. Gelembung udara.
2. Lemak dari sumsum tulang panjang yang patah.
3. Bagian dari tumor.
4. Air ketuban.
Sebagai salah satu penyebab paling umum terjadinya penyumbatan arteri pulmonalis,
gumpalan darah bisa muncul akibat beberapa hal berikut:
1. Darah terlalu mudah menggumpal. Risiko seseorang terkena emboli paru akan
meningkat jika darahnya terlalu mudah menggumpal.
2. Tubuh kurang aktif. Jika Anda tidak menggerakkan tubuh dalam waktu lama, darah
dalam tubuh cenderung akan mengumpul pada tubuh bagian bawah, khususnya di
bagian bawah kaki. Hal ini akan meningkatkan risiko terbentuknya penggumpalan
darah.
3. Cedera pada pembuluh darah. Pembuluh darah yang rusak bisa menyempit atau
tersumbat, dan menyebabkan terbentuknya gumpalan darah. Kondisi ini bisa terjadi
karena patah tulang, cedera otot parah, vaskulitis, atau efek samping obat kemoterapi
tertentu.
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami
emboli paru karena gumpalan darah, antara lain:
1. Pernah mengalami penggumpalan darah.
2. Berusia 60 tahun atau lebih.
3. Kelebihan berat badan atau menderita obesitas.
4. Kehamilan. Risiko mengalami emboli paru akan meningkat hingga enam minggu
setelah melahirkan).
5
5. Sedang menjalani pengobatan kanker, seperti kemoterapi atau radioterapi.
6. Merokok.
7. Menderita trombofilia (darah mudah menggumpal).
8. Memiliki anggota keluarga yang pernah menderita emboli paru.
9. Menderita sindrom antifosfolipid.
10. Menderita penyakit jantung atau kanker.
11. Sedang mengonsumsi pil kontrasepsi atau menjalani terapi penggantian hormon.
D. Tanda dan Gejala
Kebanyakan tanda dan gejala klinis yang ditampilkan oleh emboli paru bersifat
tidak spesifik dan dapat menjadi manifestasi dari penyakit lainnya, seperti infark miokard
dan pneumonia. Emboli paru dapat bersifat asimptomatik hingga mengancam nyawa
dengan tanda dan gejala dispnea berat, sinkop, dan sianosis. Emboli paru juga dapat
disertai dengan tachypnea, takikardia, ronki, hemoptisis, batuk, dan nyeri pleuritik. Nyeri
pleuritik terjadi apabila emboli paru menyerang arteri pulmonalis bagian distal yang
berdekatan dengan pleura. Berikut ini merupakan tanda gejala emboli paru beserta
dengan frekuensi terjadinya.
Tanda Gejala
Frekuensi napas lebih 70% Dispnea 73%
dari 20 kali per menit Nyeri pleuritik 66%
Ronki 51% Batuk 37%
Frekuensi jantung 30% Pembengkakan pada 33%
lebih dari 100 kali tungkai bawah
per menit Batuk darah 13%
Bunyi jantung 3 dan 26% Mengi 6%
4 (gallop)
Sianosis 11%
Suhu lebih dari 7%
38.5oC
Berikut ini adalah beberapa gejala umum dari emboli paru yaitu:
1. Batuk yang terjadi biasanya batuk kering, namun bisa mengandung dahak atau
darah.
2. Nyeri tajam di dada atau punggung bagian atas. Gejala ini akan semakin terasa
ketika penderita berusaha menarik napas lebih dalam, batuk, makan, dan ketika
membungkukkan tubuh. Gejala ini mirip seperti serangan jantung.

6
3. Sesak napas. Gejala ini bisa muncul secara tiba-tiba dan bisa bertambah buruk.
4. Pusing.
5. Pingsan.
6. Kulit ujung-ujung jari dan bibir membiru.
7. Berkeringat secara berlebihan.
8. Jantung berdetak lebih cepat dan berdebar-debar.
9. Gelisah.
10. Demam.
11. Nyeri atau bengkak pada tungkai kaki, khususnya betis. Banyak kasus emboli paru
disebabkan oleh gumpalan darah di kaki yang terbawa ke paru-paru, sehingga
penderita emboli paru banyak yang juga menunjukkan gejala-gejala rasa nyeri,
kemerahan, dan pembengkakan pada salah satu kaki (biasanya di betis).
E. Patofisiologi
Trombi mengenai hanya vena dalam betis yang jarang menimbulkan komunikasi
sirkulasi pulmonal. Akan tetapi seringkali menyebar secara proksimal ke vena popliteal
dan iliofemoral. Dari sini mereka dapat lepas menjadi embolus. Karena pembuluh sistem
vena menjadi besar secara progresif, emboli bergerak bebas hingga masuk ke sistem
arteri pulmonal dengan secara progresif pembuluh darah yang lebih kecil mengarah ke
kapiler bed pulmonal.
Dampak emboli paru bergantung pada derajat aliran darah pulmonal yang
mengalami obstruksi, ukuran embolus, sifat dan efek sekunder obstruksi. Efek dapat
memiliki rentang yang luas :
1. Oklusi arteri pulmonal besar dengan kematian tiba-tiba. Pertukaran gas berkurang
secara signifikan atau berhenti, dan curah jantung turun secara drastis seiring dengan
darah gagal mengalir melalui sistem pembuluh pulmonal dan kembali ke jantung kiri.
2. Infark jaringan paru akibat oklusi porsi aliran darah paru yang besar. Lebih dari 10%
emboli paru akibat dari infark pulmonal.
3. Obstruksi segment kecil pada sirkulasi pulmonal tanpa cedera permanen.
4. Emboli kecil yang kronik atau berulang yang dapat menjadi multiple
Obstruksi aliran darah pulmonal akibat embolus mempengaruhi perfusi dan
ventilasi. Refleks neurohormonal dipicu oleh obstruksi menyebabkan vasokonstriksi,
meningkatkan resistensi pembuluh pulmonal. Pada kasus yang berat hal ini dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal dan gagal jantung ventrikel kanan. Secara sistematis
hipotensi dan penurunan curah jantung dapat terjadi. Bronkokonstriksi terjadi pada area
7
paru yang terkena. Ruang mati atau area paru yang mengalami ventilasi tetapi tidak
berfungsi meningkat. Surfaktan alveolar menurun meningkatkan resiko atelektasis.
Jika infark tidak terjadi, sistem fibrinolitik pada akhirnya memecahkan bekuan
dan fungsi pulmonal atau paru kembali normal jaringan yang mengalami infaq menjadi
jaringan parut dan fibrosis lemak merupakan emboli paru non trombosis yang paling
umum biasanya terjadi jadi setelah fraktur tulang panjang atau biasanya femur
melepaskan lemak sumsum tulang ke dalam sirkulasi jaringan adiposa atau trauma hati
juga dapat menyebabkan emboli lemak.
Pada tahun 1856, Rudolf Virchow membuat sebuah postulat yang menyatakan
bahwa terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keadaan koagulasi
intravaskuler, yaitu: 1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah, sehingga terjadi
kerusakan endotel vaskular. Biasanya disebabkan oleh thromboflebitis sebelumnya, pada
trauma, ataupun tindakan pembedahan. 2. Keadaan hiperkoagulobilitas darah yang
disebabkan oleh berbagai pengobatan, seperti: kontrasepsi oral, terapi hormon, terapi
steroid, keganasan, sindrom nefrotik, thrombositopenia akibat penggunaan obat heparin,
defisiensi protein C, protein S, antithrombin III, dan keadaan DIC. 3. Keadaan stasis
vena, biasanya disebabkan karena immobilisasi atau tirah baring yang berkepanjangan,
katup vena yang tidak kompeten akibat proses thromboemboli sebelumnya, efek samping
anestesi, gagal jantung kongestif, dan cor pulmonale. Emboli akan meningkatkan
resistensi dan tekanan pada arteri pulmonalis yang kemudian akan melepaskan senyawa-
senyawa vasokonstriktor, agregasi platelet, dan sel mast. Keadaan vasokonstriksi arteri
pulmonal dan hipoksemia kemudian akan menimbulkan hipertensi arteri pulmonal,
sehingga tekanan ventrikel kanan meningkat. Selanjutnya, dilatasi dan disfungsi
ventrikel kanan akan menyebabkan penekanan septum intraventrikuler ke sisi kiri dan
regurgitasi katup trikuspidalis. Hal ini dapat mengganggu proses pengisian ventrikel.
Dengan berkurangnya pengisian ventrikel kiri, maka curah jantung sistemik akan
menurun dan mengurangi perfusi koroner. Infard miokard terjadi sebagai akibat dari
penurunan aliran koroner yang dapat menyebabkan shok kardiogenik. Apabila tidak
ditangani dengan cepat, maka dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi dan kematian.
Pada pasien yang berhasil melewati episode emboli akut, terjadi aktivasi pada sistem
simpatetik. Stimulasi inotropik dan kronotropik meningkatkan tekanan arteri pulmonal
yang dapat membantu untuk mengembalikan aliran darah pulmonal dan memperbaiki
pengisian ventrikel kiri, sehingga tekanan darah sistemik menjadi stabil kembali. Tetapi
kompensasi inotropik dan kronotropik ini tidak mampu untuk mempertahankan fungsi
8
ventrikel kanan untuk jangka waktu panjang. Sehingga akan terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen pada otot miokardial ventrikel kanan disertai dengan penurunan
gradien perfusi koroner ventrikel kanan. Akibatnya, iskemia dan kegagalan fungsi
ventrikel kanan terjadi. Jika tidak ada penyakit kardioemboli sebelumnya, obstruksi
kurang dari 20% hanya akan menyebabkan gangguan hemodinamik minimal dengan
gejala klinis tidak spesifik. Ketika obstruksi mencapai 30-40%, maka akan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan, tetapi curah jantung sistemik masih dapat
dipertahankan dengan adanya kompensasi inotropik dan kronotropik yang meningkatkan
denyut jantung dan kontraktilitas miokard. Ketika obstruksi melebihi 50-60% dari arteri
pulmonalis, maka kompensasi akan mulai mengalami kegagalan.

9
F. Pathways
Suspected Pulmonary
Embolism
Normal V/Q scan High probability Treat
perfusion
Hypotensive and or Pulmonary PE present
No treatment Non diagnostic
severely angiogram

hypoxemic
Bilateral lower extremity PE present No treatment
evaluation (US, JPG, CV, MRI)

Serial studies DVT absent or DVT present treat


or nondiagnostic
G. Manifestasi klinis
angiogram Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari
arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala- gejala mungkin tidak spesifik.
Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak
dan bersifat pleuritik. Kadang dapat substernal dan dapat menyerupai angina pectoris
atau infark miokardium. Dispnea adalah gajala yang paling umum kedua diikuti dengan
takipnea, takikardia, gugup, batuk, diaphoresis, hemoptisis, dan sinkop.
Embolisme masif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan
dispnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop, dan
kematian mendadak.
Emboli sedang dapat menyumbat cabang arteri pulmonalis segmental dan
subsegmental. Pasien biasanya mengeluh adanya nyeri pleura, sesak nafas, demam diatas
37,5 oC, hemoptisis. Tidak ditemukan sinkop atau hipotensi, kecuali telah ada kelainan
jantung dan paru yang diderita sebelumnya.
Emboli kecil multipel dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal,
mengakibatkan infark kecil multipel pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai
bronkopeumoni atau gagal jantung. Pada contoh atipikal penyakit dapat menyebabkan
beberapa tanda dan gejala sementara pada contoh lainnya, penyakit dapat menyerupai
berbagai gangguan jantung paru.
Pada kelainan anatomi, emboli paru bisanya multipel dan bilateral, ditemukan
terbanyak pada lobus bawah, terutama paru kanan. Jaringan parenkim paru diperdarahi
oleh dua peredaran darah, sehingga hanya sebagian kecil pasien emboli paru mengalami
infark paru.
H. Pemeriksaan penunjang

10
1. Lung Scan
Dapat menunjukkan pola perfusi abnormal pada area ventilasi atau tidak adanya
ventilasi dan perfusi.
2. Pulmonary Angiography
Terdapatnya efek atau arteri ‘cut off’ dengan tidak adanya darah pada distal aliran
darah.
3. Chest X-ray
Sering kali normal (terutama pada keadaan subakut), tetapi dapat menunjukkan
bayangan bekuan darah, kerusakan pembuluh darah, elevasi diafragma pada area yang
terkena, efusi pleura, dan infiltrasi/konsolidasi.
4. Gas Darah Arteri
Gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.
5. ECG
Mungkin normal atau menunjukkan perubahan yang mengindikasikan gangguan
ventrikel kanan, misal: perubahan pada gelombang T atau segmen ST, aksis
deviasi/RBB, takikardia, dan distritmia sering kali timbul.
Menurut Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Elektrokardiografi
Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor,
namun memperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli
Paru masif.
2. Ekokardiografi
Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila
dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan.
3. Radiografi Toraks
Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan
adanya obstruksi arteri mayor.
4. Pemindaian Paru
Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi.
Bila sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat
keparahan angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru.
5. MRI dan pemindaian CT
Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat
mendeteksi emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT merupakan
pemeriksaan pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit
paru sebelumnya.
I. Komplikasi
1. Hiperkoagulasi
2. Penyakit paru
3. Gagal jantung kanan akut
4. Gagal nafas
11
5. Hipoksia
6. Kardiomegali
Komplikasi meliputi disfungsi ventrikel, gagal nafas, kegagalan multi organ, dan
kematian(Greenberg, 2005).
Nekrosis iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi emboli paru yang jarang
terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan dengan
penyumbatan ateria lobaris atau lobularis ukuran sedang dan isufisiensi aliran kolateral
dari sirkulasi bronkus. Suara gesekan pleura dan sidikit efusi pleura merupakan tanda
yang sering ditemukan(Sylvia A. Price, 2005).
J. Penatalaksanaan pasien perawatan akut
1. Tujuan terapi
a. Mengoptimalkan oksigenasi jaringan
1) Terapi oksigen
2) Ventilasi mekanis
3) Embolektomi paru
4) Terapi trombolitik
5) analgesia
b. Mencegah fenomena emboli
a) Rangkaian peralatan kompresi
b) Stocking anti tromboembolisme
c) Antikoagulasi
d) Filter atau ligasi vena kava
c. Mendeteksi/ mencegah sekuele klinis

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Contoh Kasus
Tn A, umur 50 tahun, bekerja sebagai tani, alamat Purowkerto Selatan masuk ke
RSMS melalui IGD pada tanggal 2 Februari 2019. Klien masuk rumah sakit diantar oleh
istrinya ( Ny, L, 45 tahun, seorang ibu rumah tangga) dengan keluhan sakit pada
dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan susah tidur.
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan sakit pada dadanya, nyeri seperti
tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam, klien tampak
meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, sulit bernafas, klien tampak
menggunakan nafas bibir, lemah dan pucat, klien tampak cemas, CRT > 3 detik. Klien
juga mengatakan mempunyai riwayat merokok, dapat menghabiskan 2 bungkus perhari
sejak umur 18 tahun, serta gaya hidup yang tidak teratur, kurangnya olah raga, sering
makan makanan yang bersantan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan data tingkat kesadaran composmentis
dengan GCS 15 ( E4 V5 M6), TD : 140/100 mmhg, N : 110 x/mnt, S : 37, 5 C, RR : 30
x/mnt, pernafasan cepat dan dangkal, akral teraba dingin, klien tampak pucat. Dari
pemeriksaan laboratorium Hemoglobin 10 g/dl, leukosit 10.000mm3, trombosit : 150
000 mm3, hematrokrit : 40%, AGD : PO 2 : 70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %,
SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg. Dan pada pemeriksaan radiologi didapatkan obstruksi
ateri pulmonalis parsial, Pemeriksaan EKG Tampak gelombang Q yang sempit diikuti T
inverted di lead III dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
Saat ini klien diterapi dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1 ampul (70mg),
warfarin 1x1 ampul (90mg), dopac 1x1 ampl (90mg), terpasang oksigen 5liter/menit,
ditangan kiri terpasang infuse IV FD RL 20 tetes/menit. Dokter menyarankan agar klien
dilakukan tindakan pembedahan (embolektomi) paru.
B. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 50 th
c. Gender : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Tani
f. Suku : Jawa

13
g. Alamat : Purwokerto Selatan
2. Penanggung jawab
a. Nama : Ny. L
b. Usia : 45 th
c. Agama : Islam
d. Suku : Batak
e. Pekerjaan : IRT
f. Alamat : Purwokerto Selatan
g. Hubungan : Istri klien
C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri dada dan sesak
2. Riwayat kesehatan sekarang
Tn. A. umur 50 tahun masuk RSMS pada tanggal 2 Februari 2019 melalui IGD. Klien
masuk rumah sakit diantar oleh istrinya (Ny. L. 45 tahun, seorang ibu rumah tangga)
dengan keluhan sakit pada dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan susah
tidur. Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan sakit pada dadanya, nyeri seperti
tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam, klien tampak
meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, sulit bernafas, klien tampak
menggunakan nafas bibir, lemah dan pucat, klien tampak cemas, CRT > 3 detik.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien juga mengatakan mempunyai riwayat merokok, dapat menghabiskan 2 bungkus
perhari sejak umur 18 tahun, serta gaya hidup yang tidak teratur, kurangnya olah raga,
sering makan makanan yang bersantan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang sama
seperti yang diderita klien, hanya saja ayah klien adalah penderita hipertensi.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
N : 110x/m
TD : 140/100mmHg
RR : 30x/m
S : 37,5oC
2. Pengkajian 6B
a. Breathing
RR : 30x/m, pernafasan cepat dan dangkal, klien tampak menggunakan nafas bibir,
nafas sesak, bunyi nafas wheezing.
b. Blood
N : 85x/m, TD : 140/100mmHg, CRT 3 detik, akral teraba dingin, berdebar-debar,
c. Brain
GCS E4V5M6, composmentis, KU: lemah dan pucat
d. Bladder
Bersih, tidak ada keluhan sistem perkemihan.

14
e. Bowel
Mukosa kering, tidak ada nyeri tekan, BAB dan BAK normal. Peristaltic usus
8x/m.
f. Bone
Ada tanda sianosis. Gerak terbatas.
E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin 10 g/dl
2. Leukosit 10.000mm3
3. Trombosit : 150 000 mm3
4. Hematrokrit : 40%
5. AGD : PO2 : 70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %, SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg.
6. Pemeriksaan radiologi didapatkan obstruksi ateri pulmonalis parsial
7. Pemeriksaan EKG Tampak gelombang Q yang sempit diikuti T inverted di lead III
dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
F. Terapi yang Diberikan
1. Heparin 1x1 ampul (70mg)
2. Warfarin 1x1 ampul (90mg)
3. Dopac 1x1 ampl (90mg)
4. Terpasang oksigen 5liter/menit
G. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds: Gangguan aliran udara ke Gangguan pertukaran gas
 Klien mengatakan sesak alveoli
nafas
 Klien mengatakan sulit
untuk bernafas
Do:
 Klien tampak sesak
 Klien terpasang O2
 Pernafasan klien cepat
dan dangkal
 Bunyi nafas wheezing
 Klien tampak lemah dan
pucat
 RR: 30x/m
 N: 110x/m
Ds: Iskemik jaringan paru Nyeri akut
 Klien mengatakan sakit
pada dadanya, nyeri
seperti tertimpa benda
berat, skala nyeri 6,
durasi nyeri 3 menit

15
setiap 1 jam.
Do:
 Klien tampak meringis
 Klien selalu memegang
dadanya
 TD: 140/100mmHG
 RR: 30x/m
 N: 110x/m
 Klien mengatakan sesak Obstruksi trakeo bronkhial Ketidakefektifan pola napas
nafas oleh bekuan darah
 Klien mengatakan sulit
untuk bernafas
Do:
 Klien tampak sesak
 Klien terpasang O2
 Pernafasan klien cepat
dan dangkal
 Bunyi nafas wheezing
 Klien tampak lemah dan
pucat
 RR: 30x/m
N: 110x/m
H. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran udara ke alveoli
2. Nyeri akut b.d iskemik jaringan paru
3. Ketidakefektifan pola napas b.d Obstruksi trakeo bronkhial oleh bekuan darah
I. Intervensi
No. Dx NOC NIC Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status 1. Mengetahui
keperawatan selama...x24 pernafasan. normal/tidaknya
jam, kerusakan pertukaran pernafasan.
2. Memposisikan
2. Memfasilitasi
gas dapat teratasi dengan
Fowler/Semi fowler.
ekspansi paru
kriteria hasil :
1. Menunjukkan 3. Monitor AGD. maksimal.
3. Mengkaji
peningkatan ventilasi
4. Pertahankan tirah
pertukaran gas
dan oksigenasi yang
baring 4. Mengurangi
adekuat
kebutuhan
2. AGD dalam batas
metabolik dan
normal
5. Auskultasi suara

16
3. Tanda-tanda vital dalam nafas, catat adanya oksigen
5. Menunjukkan
rentang normal. penurunan atau tidak
hipoksemia
adanya bunyi nafas,
sistemik
dan adanya bunyi
tambahan
J. Implementasi
No. Dx Tanggal/Jam Implementasi Respon TTD
1. 2-2-19/08.00 1. Mengkaji status Ds:
pernafasan.  Klien mengatakan
2-2-19/08.28
2. Memposisikan
sesak nafas
Fowler/Semi
Do
2-2-19/08.45
fowler.
3. Memonitor AGD.  Klien tampak sesak
2-2-19/09.00 Pernafasan klien
4. Mempertahankan 
2-2-19/09.05
tirah baring cepat dan dangkal
5. Mengauskultasi  Bunyi nafas

suara nafas, catat wheezing


 Klien terpasang
adanya
selang O2
penurunan atau
tidak adanya
bunyi nafas, dan
adanya bunyi
tambahan
K. Evaluasi
No. Dx Tanggal/Jam Evaluasi TTD
1. 2-2-19/08.00 S:
Klien mengatakan sesak
2-2-19/08.28
nafas
O:
2-2-19/08.45
 Klien tampak sesak
2-2-19/09.00  Pernafasan klien cepat
2-2-19/09.05
dan dangkal
 Bunyi nafas wheezing
 Klien terpasang selang
O2
A:
Masalah gangguan

17
pertukaran gas belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Tn A, umur 50 tahun, bekerja sebagai tani, alamat Purowkerto Selatan masuk ke


RSMS melalui IGD pada tanggal 2 Februari 2019. Klien masuk rumah sakit diantar oleh
istrinya ( Ny, L, 45 tahun, seorang ibu rumah tangga) dengan keluhan sakit pada
dadanya, nafas sesak, berdebar-debar, demam, dan susah tidur.
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan sakit pada dadanya, nyeri seperti
tertimpa benda berat, skala nyeri 6, durasi nyeri 3 menit setiap 1 jam, klien tampak
meringis dan gelisah, tampak selalu memegang dadanya, sulit bernafas, klien tampak
menggunakan nafas bibir, lemah dan pucat, klien tampak cemas, CRT > 3 detik. Klien
juga mengatakan mempunyai riwayat merokok, dapat menghabiskan 2 bungkus perhari
sejak umur 18 tahun, serta gaya hidup yang tidak teratur, kurangnya olah raga, sering
makan makanan yang bersantan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan data tingkat kesadaran composmentis
dengan GCS 15 ( E4 V5 M6), TD : 140/100 mmhg, N : 110 x/mnt, S : 37, 5 C, RR : 30
x/mnt, pernafasan cepat dan dangkal, akral teraba dingin, klien tampak pucat. Dari
pemeriksaan laboratorium Hemoglobin 10 g/dl, leukosit 10.000mm3, trombosit : 150
000 mm3, hematrokrit : 40%, AGD : PO 2 : 70mmhg, PCO2 : 50mmhg, PH : 7,35 %,
SaO2 : 80 %, HCO3 : 38mmhg. Dan pada pemeriksaan radiologi didapatkan obstruksi
ateri pulmonalis parsial, Pemeriksaan EKG Tampak gelombang Q yang sempit diikuti T
inverted di lead III dikarnakan adanya dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan.
Saat ini klien diterapi dengan antikoagulasi dengan heparin 1x1 ampul (70mg),
warfarin 1x1 ampul (90mg), dopac 1x1 ampl (90mg), terpasang oksigen 5liter/menit,
ditangan kiri terpasang infuse IV FD RL 20 tetes/menit. Dokter menyarankan agar klien
dilakukan tindakan pembedahan (embolektomi) paru.
Diagnose keperawatan utama yang kami tegakkan adalah gangguan pertukaran
gas. Alasannya adalah karena emboli paru mengakibatkan area paru yang terventilasi,
tetapi tidak perfusi; mereka tidak menerima aliran darah kapiler. Jika embolus besar dan
segmen mayor paru tidak mengalami perfusi, pertukaran gas memengaruhi.

19
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Emboli paru adalah obstruksi aliran darah di bagian sistem pembuluh pulmonal
dengan embolus emboli atau bekuan darah yang terjadi di sistem vena atau sisi kanan
jantung merupakan penyebab paling sering emboli pulmonal. Sumber lain emboli antara
lain tumor yang menginvasi sirkulasi vena, lemak atau sumsum tulang masuk sirkulasi
akibat fraktur atau trauma lain, cairan amnion dilepaskan ke dalam sirkulasi selama
pelahiran dan injeksi intravena udara atau zat asing lain.
Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari
arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin tidak spesifik.
Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak
dan bersifat pleuritik. Kadang dapat substernal dan dapat menyerupai angina pectoris
atau infark miokardium. Dispnea adalah gajala yang paling umum kedua diikuti dengan
takipnea, takikardia, gugup, batuk, diaphoresis, hemoptisis, dan sinkop.
Embolisme masif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan
dispnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop, dan
kematian mendadak.
B. Saran
1. Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui masalah
yang berhubungan dengan gangguan sistem pernafasan.
2. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien, perawat
harus mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah kebutuhan yang
berhubungan dengan sistem pernafasan.
3. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang
terhadap isi makalah ini.

20
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy. 2003. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC

Carolyn M. Hudak and Barbara M. Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Pendekatan


Holistik. Jakarta: EGC

Lemone G. M. dkk. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi. Jakarta:


EGC

Patricia G. M. dkk. 1994. Critical Care Nursing 8 Edition: Lippincott William and
Wilkins.

Suhaimi, E. Mimin. 2002. Etika Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik. Jakarta: EGC.
B. Jurnal
Nafiah, Ali. 2008. Emboli Paru. USU Repository

Octaviani, Fidella dan Kurniawan, Andre. 2015. Emboli Paru. Universitas Pelita
Harapan
C. Internet
https://www.scribd.com/doc/303244099/emboli-paru

https://www.scribd.com/doc/260282466/Emboli-Paru

21

Вам также может понравиться