Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KARDIOVASKULER
Akut Decompensated Heart Failure (ADHF), AKI,
Asma late onset, dan COPD
Akut Decompensated Heart Failure (ADHF), AKI,
Asma late onset, dan COPD
Kelompok 2 :
ISMI ARSYI AULIA (18/432930/PFA/01830)
SITI ROUCHMANA (18/432950/PFA/01850)
TIARA DEWI S. P (18/432951/PFA/01851)
MAGISTER FARMASI KLINIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
Definisi
Dekompensasi kordis dapat terjadi karena penggunaan darah yang berlebihan oleh
jaringan (high output failure). Cardiac Output yang tidak cukup (forward failure) sering
diikuti oleh penghambatan pada system vena (backward failure) karena kegagalan
ventrikel tidak mampu untuk mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena dalam jumlah
normal saat diastole
Klasifikasi
(Rahman et
al., 2012)
Patofisiologi
Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut atau kronik ini
bervariasi sesuai dengan rangsangan. Allergen akan memicu terjadinya
bronkokonstriksi akibat pelepasan Ig-E dependent dari sel mast saluran
pernapasan dari mediator, termasuk diantaranya histamine,
prostaglandin, leukotrien sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Pada kasus asma akut mekanisme yang menyebabkan bronkokonstriksi
terdiri dari kombinasi antara pelepasan mediator sel inflamasi dan
rangsangan yang bersifat local atau refleks saraf pusat. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan
dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos (GINA,
2018).
Terapi
Obat kontrol jangka panjang, dan obat perda cepat. Obat kontrol jangka
panjang digunakan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan
kontrol terhadap asma persisten. Yang paling efektif adalah mereka yang
melemahkan karakteristik peradangan yang mendasari asma. Contohnya
Inhaled Corticosteroid, Cromolyn sodium and nedocromil, immunomodulator,
leukotriene modifiers,LABAs, Methylxanthines (Dipiro, 2017)
Obat pereda cepat digunakan untuk mengobati gejala akut dan eksaserbasi.
Contoh antikolinergik, Kortikosteroid sistemik, dan SABAs (Dipiro, 2017)
ICS dosis rendah adalah dianggap efektif dan aman juga pada pasien usia
lanjut dengan asma. Terapi ICS dosis tinggi dikaitkan dengan efek sistemik
dosis efektif ICS terendah pada pasien dengan onset lambat asma, paling
tidak untuk mengurangi risiko osteoporosis. (Ulrik, 2017)
(Dipiro, 2017)
Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut
dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut.
Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak nafas yang
semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum
atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan
gangguan tidur.
Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi
dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang
dangkal dan cepat. (Gold, 2018).
Patofisiologi
IGD: Obs Dyspneu susp EPA e.c CHF - ADHF Omeprezole 20 mg / 24 jam
NADI 60-100x/mnt 124 112 109 107 109 105 102 101
RR 16-20x/mnt 29 28 28 25 27 25 25 24
TD 120/80 118/63 115/70 121/69 124/70 134/81 136/73 130/69 129/68 120/76 115/78 110/60
RR 16-20x/mnt 23 21 22 24 20 17 18 16 19 19 18
SUHU 36,6-37,2 oC 36,23 36,5 36,4 36,3 36,5 36,6 36,7 36,8 36,7 36,6 36,7
Kondisi Klinik
Kondisi 15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
Sesak +++ ++ + - - - - - - - - -
mual ++ - - - - - - - - - - -
Batuk ++ ++ +++ ++ ++ + + + + + +/- +/-
berdahak + + + + + + + + + + - -
(putih) (kekuningan (dapat dikeluarkan (tidak bisa
kental) spontan) dikeluarkan)
Konstipasi - + - - - - - - - - - -
Telinga kiri - - - - - - + - - - - -
berdengung
Balance Cairan
Tanggal Balance Cairan 07.00-14.00 14.00-21.00 21.00-07.00 24 jam
Total Intake 410 630 790
Total Output 100 250 500
24/05/18
IWL 147 147 210 504
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +34 +233 +80
Total Intake 550 400 990
Total Output 400 600 1000
25/05/18
IWL 177 210 157
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +3 -410 -257
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
Parameter Nilai Normal
15/5/18 17/5/18 19/5/18 21/5/18 22/5/18 24/5/18
WBC 3,6-11 x 106/Ul 14,0 12,0 (15.35) 11,7 12,5 8,8
RBC 3,6-5,2 x 106/Ul 4,9 4,3 (15,35) 4,7 5,0 4,8
Hb 11,7-15,5 g/dL 13,4 12,4 (15.35) 13,9 14,5 14,1
Hct 32-47 % 42,9 39.7 (15.35) 43,9 45,5 43
Plt 150-450 103/Ul 183 211 (15.35) 319 335 339
Albumin 3,5-4,8 g/dL 3,8 (14.56)
Ureum 10,7-42,8 mg/dL 108,3 77,6 69,8
Creatinin 0,5-1.1 MG/dL 1,73 0,83 0,66
GDS 60-199 mg/Dl 168
Na 135,0-145,0 mmol/L 127 140 137
K 3,5-5,1 mmol/L 5,7 2,7 2,9
Cl 95,0-115,0 mmol/L 98 100 99
PH 7,35-7,4575-100 mmHg 7,34 (18.07) 7,29 7,43 7,49 7,47
PO2 75-100 mmHg 171,4 (18.05) 76,4 71,2 47,1 86,2
PCO2 35-45 mmHg 45,6 (18.07) 68,0 46,5 42,3 48,3
HCO3 22-26 mEq/L 24 (18.07) 32 31 32 34
BE -2 s/d +2 mEq/L -2,2 (18.07) 3,8 5,5 7,1 9,3
SaO2 95-99 % 99 (18.07) 93 95 89 98
AaDo2 >300 - 500 206 (18.07) 105 127 135 47
P/F Ratio 280 (18.07) 206,4 192 142,72 307,85
FiO2 0,61 (18.07) 0,37 0,37 0,33
MCV 91,4
MCH 29,1
MCHC 31,9
PENGOBATAN OBAT SAAT INI
Tanggal
Nama Obat Frekuensi, Dosis, Rute
15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
OBH Racikan 3x (8jam), 15 ml, p.o
Kalitake 3x (8jam), 5 mg, p.o (14.30) STOP
Azitromycin 1x (24jam), 500 mg, p.o STOP
3x (8jam), 40mg, I.V Dosis
Lasix
2x (12jam), 20mg, I.V
Cefoperazone
Sulbactam
2x (12jam), 1g, I.V
Dolbutamin (1 ampul in Pemberian secara titrasi
50cc) (1jam) selama 24 jam STOP
Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
17/5/18 ADHF Oksigen dengan Sesak Nafas Batuk (+), dahak (+), secret 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non berkurang, Batuk bewarna putih kekuningan ADHF pada TDS pasien >110 1.Disarankan untuk menambahkan
COPD
Rebreathing ngikil terutama dan kental. mmHg dapat ditambahkan agen vasodilator seperti: Nitrogliserin
-OBH Racikan: 3x malam hari agen vasodilator. infus mulai dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o Hasil TTV:
2. Berdasarkan kondisi pasien, 2. Direkomendasikan pemberian agen
-Lasix: 3x (8jam), Hasil TD:
dapat ditambahkan agen laksatif seperti laxadin 1x (24jam).
40mg, I.V 115/70 mmHg
laktasif untuk melancarkan
-Dolbutamin: Nadi pasien: 3. Disarankan untuk menghentikan
BAB pasien.
Pemberian secara 101 x/menit cefoperazon sulbactam
titrasi (1jam) selama RR pasien: 3. Berdasarkan GOLD 2018,
24 jam 21 x/menit 4. Monitoring Kadar kalium pada
pemilihan antibiotik untuk
- Ranitidin: 2x PCO2:68 mmHg pengunaan obat furosemide dan
eksaserbasi COPD adalah
(12jam), 50mg, I.V HCO3 : 32 mEq/L valsartan bersama
aminopenicilin dengan asam
- Valsartan : 2x BE : 3,8 klavulanat, makrolida, atau Monitoring:
(12jam), 80mg, p.o AaDo2 : 105 tetrasiklin dan diberikan Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil
--Azitromycin : 1x SaO2 : 93 selama (5-7 hari). , Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
(24jam), 500 mg, p.o
Konstipasi tertangani
-Cefoperazone Hasil EKG: 4.Berdasarkan medscape
Sulbactam: 2x Normal sinus rhytm: terjadi interaksi antara
(12jam), 1g, I.V - Right furosemid dan valsartan yaitu
- Fartison: 2x ward menurunkan kadar kalium.
(12jam), 1ampul, I.V axs
- Farbiven : - Borde
Pulmicort (Nebul): 4x rline
(6 jam), 1R, Respul ECG
AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
18/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk Batuk (+), dahak (+), takipnea 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non berkurang (-) ADHF pada TDS pasien >110 mmHg 1.Disarankan untuk menambahkan agen
COPD Rebreathing dapat ditambahkan agen vasodilator seperti: Nitrogliserin infus mulai
-OBH Racikan: 3x Hasil TTV: vasodilator. dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o Hasil TD:
-Lasix: 2x (1jam), 121/69 mmHg 2. Berdasarkan hasil dari hari 2. Direkomendasikan pemberian agen
20mg, I.V Nadi pasien: sebelumnya bab pasien belum laksatif seperti laxadin 1x (24jam)jika pasien
-Dolbutamin: 99 x/menit teratasi. belum dapat bab.
Pemberian secara RR pasien:
3. Berdasarkan GOLD 2018, 3. Disarankan untuk menghentikan
titrasi (1jam) selama 24 22 x/menit
pemilihan antibiotik untuk cefoperazon sulbactam
jam
eksaserbasi COPD adalah
- Ranitidin: 2x (12jam), Hasil EKG: 4. Monitoring Kadar kalium pada pengunaan
aminopenicilin dengan asam
50mg, I.V -Suspect arm lead reversal, obat furosemide dan valsartan bersama
klavulanat, makrolida, atau
- Valsartan : 2x Interpretation assumes no
tetrasiklin dan diberikan selama
(12jam), 80mg, p.o reversal sinus rhythm with Monitoring:
(5-7 hari).
-Cefoperazone premature supraventricular Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil ,
Sulbactam: 2x (12jam), complex: 4.Berdasarkan medscape terjadi Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
1g, I.V -Rightway axis interaksi antara furosemid dan Konstipasi tertangani
- Fartison: 2x (12jam), -Pulmonary disease Pattern valsartan yaitu menurunkan kadar
1ampul, I.V -Non Spsific ST abnormal kalium.
- Farbiven : Pulmicort -Abnormal ECG
(Nebul): 4x (6 jam), 1R,
Respul
AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
19/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non Batuk berkurang ADHF pada TDS pasien >110 1.Disarankan untuk menambahkan agen
COPD Rebreathing Hasil TTV: mmHg dapat ditambahkan vasodilator seperti: Nitrogliserin infus mulai
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: agen vasodilator. dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o 124/70 mmHg
-Lasix: 2x (1jam), Nadi pasien: 2. Berdasarkan hasil dari hari 2. Direkomendasikan pemberian agen
20mg, I.V 121 x/menit sebelumnya bab pasien belum laksatif seperti laxadin 1x (24jam)jika
-Dolbutamin: RR pasien: teratasi pasien belum dapat bab.
Pemberian secara 24 x/menit 3. Berdasarkan GOLD 2018, 3. Disarankan untuk menghentikan
titrasi (1jam) selama PO2:71,2 mmHg pemilihan antibiotik untuk cefoperazon sulbactam
24 jam PCO2:46,5 mmHg eksaserbasi COPD adalah
- Ranitidin: 2x HCO3 : 31 mEq/L aminopenicilin dengan asam 4. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 50mg, I.V BE : 5,5 klavulanat, makrolida, atau pengunaan obat furosemide dan
- Valsartan : 1x AaDo2 : 127 tetrasiklin dan diberikan selama valsartan bersama
(12jam), 80mg, p.o (5-7 hari).
-Cefoperazone
Sulbactam: 2x Hasil EKG: 4.Berdasarkan medscape terjadi Monitoring:
(12jam), 1g, I.V -Sinus tachycardia interaksi antara furosemid dan Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil ,
- Fartison: 2x (12jam), (4:29:53) valsartan yaitu menurunkan Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
1ampul, I.V -Rightward axis kadar kalium. Konstipasi tertangani
- Farbiven : Pulmicort -Borderline ECG
(Nebul): 4x (6 jam),
1R, Respul
AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
20/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non Batuk berkurang ADHF pada TDS pasien >110 1.Disarankan untuk menambahkan agen
COPD Rebreathing Hasil TTV: mmHg dapat ditambahkan vasodilator seperti: Nitrogliserin infus mulai
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: agen vasodilator. dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o 134/81 mmHg
-Lasix: 2x (1jam), Nadi pasien: 2. Berdasarkan GOLD 2018, 2. Disarankan untuk menghentikan
20mg, I.V 87 x/menit pemilihan antibiotik untuk cefoperazon sulbactam
- Ranitidin: 2x RR pasien: eksaserbasi COPD adalah
aminopenicilin dengan asam 3. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 50mg, I.V 20 x/menit pengunaan obat furosemide dan
- Valsartan : 1x klavulanat, makrolida, atau
tetrasiklin dan diberikan selama valsartan bersama
(24jam), 80mg, p.o Hasil EKG:
-Cefoperazone -Sinus tachycardia (5-7 hari). Monitoring:
Sulbactam: 2x (4:29:53) 3.Berdasarkan medscape terjadi Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil ,
(12jam), 1g, I.V -Rightward axis interaksi antara furosemid dan Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
- Fartison: 2x (12jam), -Borderline ECG valsartan yaitu menurunkan Konstipasi tertangani
1ampul, I.V kadar kalium.
- Farbiven : Pulmicort
(Nebul): 4x (6 jam),
1R, Respul
- Laxadin: 1x
(24jam), 1kapsul, p.o
AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
21/5/18 ICCU: - Oksigen dengan Telinga Batuk(+), Dahak (+) tidak 1.Terjadi ADR dari furosemid Rekomendasi:
- AKI masker Non berdengung dapat dikeluarkan berupa tinitus (DIH, 26th) 1. Disarankan untuk menurunkan
- ADHF Rebreathing (Tinitus), dahak spontan, tinusitis (+) dosis furosemid menjadi 1x20mg per
- OBH racikan (3x 2. Berdasarkan GOLD 2018,
- COPD tidak bisa Hasil TTV: 24 jam
(8jam), 15 ml, p.o) pemilihan antibiotik untuk
dikeluarkan, Hasil TD:
eksaserbasi COPD adalah 2. Disarankan untuk menghentikan
-Lasix (2x (12jam), batuk 13673 mmHg
aminopenicilin dengan asam cefoperazon sulbactam
20mg, I.V) berkurang, Nadi pasien:
klavulanat, makrolida, atau
sesak 79 x/menit 3. Monitoring Kadar kalium pada
- Cefoperazone tetrasiklin dan diberikan
berkurang pengunaan obat furosemide dan
Sulbactam (2x selama (5-7 hari).
Hasil EKG: valsartan bersama
(12jam), 1g, I.V)
- Normal sinus rhytm Cefoperazon sulbactam (gol.
-Ranitidin (2x -T wave abnormality, Monitoring:
Sephalosporin) tidak di
(12jam), 50mg, I.V) -Prelonged QT Kalium normal, Dahak bisa
indikasikan untuk COPD
-Abnormal ECG dikeluarkan.
-Valsartan (1x (24
3.Berdasar medscape terjadi
jam), 80mg, p.o)
Hasil Lab: interaksi antara furosemid
-Fartison (2x dan valsartan yaitu
Ureum: 77,6 mh/dL
(12jam), 1ampul, menurunkan kadar kalium.
I.V)
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)
22/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasarkan hasil lab, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian aspar K sudah 1. Lanjutkan terapi kepada pasien
-AKI
-Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: tetapt untuk mengatasi
- ADHF 2. Disarankan untuk menurunkan dosis
20mg, I.V) berkurang, 130/69 mmHg hipokalemia
- COPD furosemid menjadi 1x20mg per 24 jam
dahak positif
- Cefoperazone 2. Terjadi ADR dari furosemid
Hasil EKG: 3. Disarankan untuk menghentikan
Sulbactam (2x berupa tinitus (DIH, 26th)
- Normal sinus rhytm cefoperazon sulbactam
(12jam), 1g, I.V)
2. Berdasarkan GOLD 2018,
-Ranitidin (2x Hasil Lab: 4. Monitoring Kadar kalium pada
pemilihan antibiotik untuk
(12jam), 50mg, I.V) K : 2,7 mmol/L pengunaan obat furosemide dan
eksaserbasi COPD adalah
valsartan bersama
-Valsartan (1x (24 aminopenicilin dengan asam
jam), 80mg, p.o) klavulanat, makrolida, atau
tetrasiklin dan diberikan
-Fartison (2x
selama (5-7 hari). Monitoring:
(12jam), 1ampul,
Kadar kalium
I.V) Cefoperazon sulbactam (gol.
- Farbiven : Sephalosporin) tidak di
Pulmicort (Nebul) indikasikan untuk COPD
(4x (6 jam), 1R,
Respul) 3.Berdasar medscape terjadi
interaksi antara furosemid
-Laxadin (1x dan valsartan yaitu
(24jam), 1kapsul,
menurunkan kadar kalium.
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)
-Aspar K (3x
(8jam), 1, p.o)
23/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak berkurang, Batuk(+), Dahak (+) 1.Berdasarkan jurnal, pemberian Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) batuk berkurang, Hasil TTV: metilprednisolon memberikan 1. Disarankan mengehentikan
-AKI dahak positif Hasil TD: efek yang lebih baik dibanding hidrokortison
- ADHF -Lasix (2x (12jam),
20mg, I.V) 129/68 mmHg hidrokortison
- COPD 2. Disarankan untuk menghentikan
- Cefoperazone Hasil EKG: 2.Terjadi interaksi antara cefoperazon sulbactam
Sulbactam (2x - Normal sinus rhytm hidrokortison dan
(12jam), 1g, I.V) 3. Monitoring Kadar kalium pada
- ST dan T wave abnormality, metilprednisolon yaitu akan pengunaan obat furosemide dan
consider arteri VR menurunkan efek
-Ranitidin (2x valsartan bersama
(12jam), 50mg, I.V) metilprednisolon dengan
Hasil Lab: mempengaruhi enzim hepar.
-Valsartan (1x (24
jam), 80mg, p.o) - 3. Berdasarkan GOLD 2018, Monitoring:
pemilihan antibiotik untuk Batuk berkurang, kadar glukosa normal
-Fartison (2x (12jam),
eksaserbasi COPD adalah
1ampul, I.V)
aminopenicilin dengan asam
- Farbiven : Pulmicort klavulanat, makrolida, atau
(Nebul) (4x (6 jam), tetrasiklin dan diberikan selama
1R, Respul) (5-7 hari).
-Laxadin (1x (24jam),
Cefoperazon sulbactam (gol.
1kapsul, p.o)
Sephalosporin) tidak di
-Azitromicin (1x indikasikan untuk COPD
(24jam), 500 mg, p.o)
4.Berdasar medscape terjadi
-Aspar K (3x (8jam), interaksi antara furosemid dan
1, p.o) valsartan yaitu menurunkan
kadar kalium.
-Metilprednisolon (2x
(12jam), 62,5mg, I.V)
-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
24/5/18 Bangsal -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasarkan GOLD 2018, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemilihan antibiotik untuk 1. Disarankan mengehentikan
-AKI
-Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: eksaserbasi COPD adalah hidrokortison
- ADHF
20mg, I.V) berkurang, 120/76 mmHg aminopenicilin dengan asam
- COPD 2. Disarankan untuk menghentikan
dahak positif klavulanat, makrolida, atau
- Cefoperazone cefoperazon sulbactam
Hasil EKG: tetrasiklin dan diberikan
Sulbactam (2x
- Normal sinus rhytm selama (5-7 hari). 3. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 1g, I.V)
-T wave abnormality, Cefoperazon sulbactam (gol. pengunaan obat furosemide dan
-Ranitidin (2x -Prelonged QT Sephalosporin) tidak di valsartan bersama
(12jam), 50mg, I.V) -Abnormal ECG indikasikan untuk COPD
-Valsartan (1x (24 2. Berdasar medscape terjadi
jam), 80mg, p.o) Hasil Lab:
interaksi antara furosemid Monitoring:
Ureum: 69,8 mg/dL
- Farbiven : dan valsartan yaitu Efektivitas terapi, Kadar kalium
K : 2,9 mmol/L
Pulmicort (2x (12 menurunkan kadar kalium.
jam), 1R, Respul )
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Aspar K (3x
(8jam), 1, p.o)
-Metilprednisolon
(2x (12jam),
62,5mg, I.V)
-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
25/5/18 Bangsal -OBH racikan (3x Batuk Batuk(+/-), Dahak (+/-) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
-AKI
-Lasix (2x (12jam), Hasil TD: memberikan efek yang lebih hidrokortison
- ADHF
20mg, I.V) 115/78 mmHg baik dibanding hidrokortison
- COPD 2. Disarankan untuk menghentikan
- Cefoperazone 2.Terjadi interaksi antara cefoperazon sulbactam
Hasil EKG:
Sulbactam (2x hidrokortison dan
- Sinus rhytm with 3. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 1g, I.V) metilprednisolon yaitu akan
occasional premature pengunaan obat furosemide dan
-Ranitidin (2x menurunkan efek
ventricular complex valsartan bersama
(12jam), 50mg, I.V) metilprednisolon dengan
-T wave abnormality
mempengaruhi enzim hepar.
-Valsartan (1x (24 -Abnormality EEG
jam), 80mg, p.o) 3. Berdasarkan GOLD 2018, Monitoring:
pemilihan antibiotik untuk Efektivitas terapi, Kadar kalium
-Aspar K (3x
eksaserbasi COPD adalah
(8jam), 1, p.o)
aminopenicilin dengan asam
-Metilprednisolon klavulanat, makrolida, atau
(2x (12jam), tetrasiklin dan diberikan
62,5mg, I.V) selama (5-7 hari).
-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
-Ambroksol (3x
(8jam), 25mg, p.o)
-Meptin (3x (8jam),
25mcg, p.o)
EVIDENCE-BASED MEDICINE
1. Vasodilator pada ADHF
2.ESO Furosemid (KDIGO, 2012)
3.Penggunaan Antibiotik pada eksaserbasi COPD (GOLD, 2018)
4. Interaksi obat Furosemid dengan valsartan
5. Interaksi obat hidrokortison dan metilprednisolon
KESIMPULAN
Masalah yang ditemukan Rencana terapi yang diusulkan
Terapi ADHF pada TDS pasien 85-110 mmHg dapat Disarankan untuk menambahkan agen vasodilator seperti: Nitrogliserin
ditambahkan agen vasodilator. infus mulai dari 5 mcg/menit.
Pasien mengalami gejala tinnitus karena Disarankan untuk menurunkan dosis furosemid menjadi 1x20mg per 24
jam
pemberian furosemide dosis tinggi.
Penggunaan Antibiotik Cefoperazole sulbactam Cefoperazon sulbactam (gol. Sephalosporin) tidak di indikasikan untuk
COPD. Disarankan untuk menghentikan cefoperazon sulbactam
tanpa adanya indikasi yang jelas
Interaksi obat Furosemid dengan valsartan dapat Harus dilakukan dimonitor level kalium pasien
menurunkan kadar kalium (Medscape)
Awdishu, L , Wu, S., Acute Kidney Injury, CCSAP 2017 Book 2 • Renal/Pulmonary Critical Care. p. 7 – 26.
Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T., 2016, Pharmacoteraphy Principles and Practice, 4th edition, McGraw-Hill
Companies, Inc, USA
Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T., 2011, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 8th edition, McGraw-Hill
Companies, Inc, USA
International Society of Nephrology, 2012, KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury.
Dager, W., & Spencer, A. (2008). Acute Renal Failure. Dalam Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach (hal. 723-741). USA: Mac Graw Hill.
Rahman, M., Shad, F., & Smith, M. (2012). Acute Kidney Injury: A Guide to Diagnosis and Management. American Family Physician, 86(7), www.aafp.org/afp.
Global Initiative in asthma (GINA)., 2018., Pocket Guide for Asthma Management And Prevension, www.ginasthma.org
Dipiro et al., 2017., Pharmacoterapy A Pathophysiologic Approach, Tenth Edition, The Mc Graw Hill, New York
Tsunahiko H, Matsunaga K, 2018, Late-onset asthma: current perspectives, Journal of Asthma and Allergy; 11(19)
Ulrik, 2017, Late-Onset Asthma: A Diagnostic and Management Challenge, Drugs Aging 34(2)
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2018. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease
Anonim, 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure, Journal of the American College of Cardiology
Anonim, 2017, ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure, Journal of the American College of
Cardiology
Nieminen, Markku S., Chairperson Michael Bohm., Martin R. Cowie., Helmut Drexler Gerasimos S. Filippatos., Guillaume Jondeau., Yanathan Hasin., Jose Lopez-
Sendon., Alexandre Mebazaa., Marco Metra., Andrew Rhodes., Karl Swedberg, 2005, executive summary of the guidelines on the diagnosis and treatment of acute
heart failure , European Society of Cardiology.
Terimakasih……
LAPORAN PRAKTIKUM
STUDI KASUS FARMASI KLINIK TERPADU
DISUSUN OLEH:
ISMI ARSYI AULIA (18/432930/PFA/01830)
SITI ROUCHMANA (18/432950/PFA/01850)
TIARA DEWI S. P (18/432951/PFA/01851)
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
STUDI KASUS DENGAN DIAGNOSIS UTAMA GANGGUAN KARDIOVASKULER
I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Penegrtian
d. Patofisiologi
Dekompensasi kordis dapat terjadi karena penggunaan darah yang berlebihan
oleh jaringan (high output failure). Cardiac Output yang tidak cukup (forward failure)
sering diikuti oleh penghambatan pada system vena (backward failure) karena
kegagalan ventrikel tidak mampu untuk mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena
dalam jumlah normal saat diastole. Ini dihasilkan saat peningkatan volume darah
dalam ventrikel saat akhir diastole, peningkatan end-diastolic pressure pada jantung
dan akhirnya peningkatan tekanan vena.
e. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
dekompensasi kordis dibagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan
gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea d`effort, fatigue,
orthopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardia,
pulsusu internans, ronkhi, dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan
timbul edema, liver engargement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium
kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jungularis
meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali, dan pitting edema. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi
gabungan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
f. Manifestasi Klinik Atau tanda dan gejala
Decompensasi cordis dapat dimanifestasikan oleh penurunan curah jantung
dan/atau pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau kanan, meskipun
curah jantung mungkin normal atau kadang-kadang di atas normal.
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler.
Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung dan kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena
pulmonalis dapat menyebakan cairan mengalir dari kapiler ke alveoli, akibatnya
terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan. Turunnya curah jantung pada gagal jantung
dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ
(perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek
yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ektremitas dingin, dan haluaran urin berkurang
(oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan rennin dari
ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium
dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau
sistem pulmonal antara lain : Lelah, angina, cemas, penurunan aktifitas GI, kulit
dingin dan pucat. Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel
kiri, antara lain : dyspnea, batuk, orthopnea, reles paru, hasil x-ray memperlihatkan
kongesti paru. Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan : edema
perifer, distensi vena leher, hati membesar (hepatomegali), Peningkatan central
venous pressure (CPV).
g. Penatalaksanaan Terapi
Evaluasi awal dan pemantauan fungsi vital sangatlah penting untuk mengevaluasi
apakah oksigenasi, tekanan darah, denyut jantung sudah adekuat atau belum. Monitoring
urine output juga diperlukan walaupun penggunaan kateter secara rutin tidak direkomendasi
(Ponikowski, et al., 2016).
(Ponikowski, et al., 2016).
(Ponikowski, et al., 2016).
1. Pasien AHF diharuskan untuk dirawat di bangsal dan diterapi menggunakan diuretik
dengan dosis kecil dan beberapa terapi tambahan. Pasien juga dianjurkan untuk selalu
melakukan kontrol penyakit secara rutin.
Diuretik akan meningkatkan ekskresi air (Ponikowski, et al., 2016).
2. Terapi Oksigen
Pada pasien AHF, penggunaan oksigen tidak dianjurkan secara rutin pada pasien non-
hypoxaemic karena dapat menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan curah jantung
(Ponikowski, et al., 2016).
3. Vasodilator
Vasodilator pada beberapa pasien AHF digunakan sebagai first line therapy jika terjadi
hipoperfusi yang dihubungkan dengan tekanan darah dan tanda kongesti (Nieminen et al.,
2005).
(Ponikowski, et al., 2016).
4. ACE inhibitor
5. Agen inotropik
Agen inotropik digunakan untuk pasien hipoperfusi (hipotensi dan yang mengalami
penurunan fungsi renal) dengan atau tanpa kongesti atau udem paru (Nieminen et al., 2005).
(Ponikowski, et al., 2016).
a. Definisi
(KDOGI, 2012)
b. Etiologi
AKI yang diperoleh masyarakat paling sering terjadi akibat hipoperfusi ginjal
karena penurunan volume (dehidrasi, muntah,dan diare), gagal jantung, atau konsumsi
obat-obatan sepertiinhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE) dan
angiotensinblocker reseptor (ARB). Penyebab kurang umum lainnya termasuk infeksi
(mis., nefropati human immunodeficiency virus [HIV]),trauma, rhabdomyolysis, dan
kejadian vaskular. Penyebab paling umum di rumah sakit dan unit perawatan intensif
(ICU) - diperolehAKI bersifat intrinsik, terjadi sebagai akibat iskemik atau toksik
akutnekrosis tubular (ATN). Adanya penyebab CKD meningkatkan risiko AKI tiga
kali lipat. Faktor risiko lain dalam perkembangan AKI adalah usia lanjut (> 65 tahun),
kegagalan organ multi sistem, sepsis, penyakit kronis menetap, obat-obatan, infeksi,
operasi, keganasan, dan sumsum tulang atau transplantasi organ padat. Telah
disarankan bahwa polimorfisme genetik tertentu yang bertanggung jawab untuk
vaskular dan proses inflamasi dapat berkontribusi pada variabilitas yang besarpada
kerentanan pasien terhadap AKI. (Dipiro, 2011).
c. Gejala Klinik dan Diagnosis
(Dipiro, 2016)
d. Penatalaksanaan AKI
(Rahman et al., 2012)
E. Terapi
Obat untuk asma dikategorikan ke dalam dua kelas umum:
Obat kontrol jangka panjang, dan obat perda cepat. Obat kontrol jangka panjang
digunakan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan kontrol terhadap asma persisten.
Yang paling efektif adalah mereka yang melemahkan karakteristik peradangan yang
mendasari asma. Contohnya Inhaled Corticosteroid, Cromolyn sodium and nedocromil,
immunomodulator, leukotriene modifiers,LABAs, Methylxanthines (Dipiro, 2017)
Obat pereda cepat digunakan untuk mengobati gejala akut dan eksaserbasi. Contoh
antikolinergik, Kortikosteroid sistemik, dan SABAs (Dipiro, 2017)
ICS dosis rendah adalah dianggap efektif dan aman juga pada pasien usia lanjut
dengan asma. Terapi ICS dosis tinggi dikaitkan dengan efek sistemik dosis efektif ICS
terendah pada pasien dengan onset lambat asma, paling tidak untuk mengurangi risiko
osteoporosis. (Ulrik, 2017)
Terapi kombinasi tetap dengan ICS dan long-acting b2-agonis (LABA)
direkomendasikan jika pasien dengan asma tidak adekuat terapi ini direkomendasikan
berdasarkan analisis post hoc dari Asma Salmeterol Multicenter Research Trial (SMART).
Tambahkan tiotropium ke terapi kombinasi tetap dengan ICS dan LABA pada pasien dengan
kontrol asma yang buruk dapat digunakan dalam penderita asma yang terlambat onset
(Yamaguchi, 2018 dan Ulrik, 2017).
(Dipiro, 2017)
Chronic Obstructive Pulmonary Disease
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah
dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara
yang disebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan alveolar yang biasanya disebabkan
oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya.
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut.
Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak nafas yang semakin
memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga
memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala
klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala
sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan
volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat.
(Gold, 2018).
B. Epidemiologi dan Etiologi
Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di
seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada individu
usia > 45 tahun. Untuk Indonesia, penelitian PPOK working group tahun 2002 di 12 negara Asia
Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.
C. Patofisiologi
Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Keadaan ini juga
menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding dada sehingga terjadi
penurunan kekuatan kontraksi otot pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas. Kandungan
asap rokok dapat merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru. Mediator peradangan
dapat merusak struktur penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (Gold, 2018).
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan aliran darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor
risiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis akan terjadi obstruksi pada bronkiolus terminalis yang
mengalami obstruksi pada awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat
inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi sehingga terjadi
penumpukan udara (air trapping). Kondisi inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
D. Klasifikasi
Diagnosis dan klasifikasi PPOK memerlukan spirometri, FEV1 (forced expiratory volume
in one second) / FVC (forced vital capacity) post-bronkodilator ≤ 0.7 mengkonfirmasi adanya
keterbatasan aliran udara yang bersifat reversible parsial. Spirometri sebaiknya dilakukan pada
semua orang dengan riwayat : paparan dengan rokok; dan/atau polutan lingkungan atau pekerjaan;
dan/atau adanya batuk, produksi sputum atau dispnea. Klasifikasi spirometri terbukti berguna
dalam memprediksi : status kesehatan, penggunaan sarana kesehatan, perkembangan eksaserbasi,
dan mortalitas dalam PPOK.
Severity FEV1
E. Terapi
Farmakoterapi diberikan untuk mencegah dan mengontrol gejala, menurunkan frekwensi
dan tingkat keparahan dari periode eksaserbasi, peningkatan status kesehatan, dan meningkatan
toleransi beraktivitas. Terapi diberikan bila diperlukan, dan bukan untuk memperbaiki fungsi dari
paru-paru. Bronkodilator adalah pilihan farmakoterapi yang paling utama, baik saat penggunaan
reguler ataupun saat eksaserbasi akut. Obat-obatan yang digunakan adalah golongan ß2-agonist,
antikolinergik, ataupun golongan xanthine. Pemilihan obat dilakukan berdasarkan ada atau
tidaknya obat dan respon pasien. Semua jenis bronkodilator di atas dapat meningkatkan kapasitas
beraktivitas namun tidak dapat meningkatkan fungsi paru. Bronkodilator lebih baik jika
digunakan secara reguler. Dapat pula digunakan secara kombinasi untuk mningkatkan FEV1
seperti contohnya kombinasi ß2-agonist dan antikoninergik (Gold, 2018).
Menejemen Stabil PPOK
III. KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama: Ny. R Ruang: ICCU Kelas 3, bangsal BB: 45 kg
Jenis Kelamin: P Tgl MRS: 15 Mei 2018 TB: -
Usia: 52 th, 7bln, 13 hr Tgl KRS: 26 Mei 2018 No. RM: xx-xx-xx-x
RR 29 28 28 25 27 25 25 24
RR 23 21 22 24 20 17 18 16 19 19 18
SUHU 36,23 36,5 36,4 36,3 36,5 36,6 36,7 36,8 36,7 36,6 36,7
Kondisi Klinik
Kondisi 15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
Sesak +++ ++ + - - - - - - - - -
mual ++ - - - - - - - - - - -
Batuk ++ ++ +++ ++ ++ + + + + + +/- +/-
berdahak + + + + + + + + + + - -
(putih) (kekuningan (dapat dikeluarkan (tidak bisa
kental) spontan) dikeluarkan)
Konstipasi - + - - - - - - - - - -
Telinga kiri - - - - - - + - - - - -
berdengung
Balance Cairan
Tanggal Balance Cairan 07.00-14.00 14.00-21.00 21.00-07.00 24 jam
Total Intake 410 630 790
Total Output 100 250 500
24/05/18
IWL 147 147 210 504
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +34 +233 +80
Total Intake 550 400 990
Total Output 400 600 1000
25/05/18
IWL 177 210 157
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +3 -410 -257
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
Parameter Nilai Normal
15/5/18 17/5/18 19/5/18 21/5/18 22/5/18 24/5/18
6
WBC 3,6-11 x 10 /Ul 12,0
11,7 12,5 8,8
(15.35)
3,6-5,2 x 4,3
4,9 4,7 5,0 4,8
RBC 106/Ul (15,35)
12,4
Hb 11,7-15,5 g/dL (15.35) 13,9
39.7
Hct 32-47 % (15.35) 43,9 43
211
319 335 339
Plt 150-450 103/Ul 183 (15.35)
Albumin 3,5-4,8 g/dL 3,8 (14.56)
Ureum 10,7-42,8
108,3 77,6 69,8
mg/dL
Creatinin 0,5-1.1 MG/dL 1,73 0,83 0,66
GDS 60-199 mg/Dl 168
135,0-145,0
140 137
Na mmol/L 127
K 3,5-5,1 mmol/L 5,7 2,7 2,9
95,0-115,0
100 99
Cl mmol/L 98
7,35-7,4575-
PH 100 mmHg 7,49 7,47
PO2 75-100 mmHg 71,2 47,1 86,2
PCO2 35-45 mmHg 45,6 (18.07) 42,3 48,3
HCO3 22-26 mEq/L 24 (18.07) 32 34
-2 s/d +2
9,3
BE mEq/L -2,2 (18.07) 7,1
SaO2 95-99 % 99 (18.07) 89 98
AaDo2 >300 - 500 206 (18.07) 135 47
P/F Ratio 280 (18.07) 142,72 307,85
FiO2 0,61 (18.07) 0,33
MCV 91,4
MCH
MCHC 31,9
PENGOBATAN OBAT SAAT INI
Tanggal
Nama Obat Frekuensi, Dosis, Rute 15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
OBH Racikan 3x (8jam), 15 ml, p.o
Kalitake 3x (8jam), 5 mg, p.o ) STOP
Azitromycin 1x (24jam), 500 mg, p.o STOP
3x (8jam), 40mg, I.V Dosis
Lasix
2x (12jam), 20mg, I.V
Cefoperazone
Sulbactam 2x (12jam), 1g, I.V
Dolbutamin (1 Pemberian secara titrasi
STOP
ampul in 50cc) (1jam) selama 24 jam
Ranitidin 2x (12jam), 50mg, I.V
Keterangan:
Pemberian obat 3x (setiap 8 jam) pada jam ; 06.00, 14.00, 22.00
Pemberian obat 2x (setiap 12 jam) pada jam ; 06.00, 18.00
Pemberian obat 1x (setiap 24 jam) bias pada ; 06.00, atau 22.00 (Valsartan)
PHARMACEUTICAL CARE
Masalah
Tanggal Terapi Subjektif Objektif Assesment Plan
Medik
15/5/18 IGD: Oksigen dengan Sesak Nafas, Diagnosa ICCU: 1. Gejala mual belum Rekomendasi:
Obs masker Batuk, mual - ADHF diterapi 1. Disarankan untuk pemberian
Dyspneu Rebreathing - COPD ranitidine 50mg i.v 2x sehari (setiap
susp. EPA -OBH Racikan: 3x Hasil TTV: 12 jam)
e.c CHF (8jam), 15 ml, p.o Hasil TD:
-Azitromycin : 1x -16.00 : 95/67 mmHg Monitoring:
(24jam), 500 mg, Sesak Nafas berkurang, TD pasien
-18.00 : 98/72 mmHg
p.o stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
-20.00 : 110/76 mmHg
-Lasix: 3x (8jam), membaik, mual berkurang
-21.00 : 116/68 mmHg
40mg, I.V
-22.00 : 117/70 mmHg
-Dolbutamin:
-24.00 : 118/68 mmHg
Pemberian secara
-03.00 : 115/70 mmHg
titrasi (1jam)
-06.00 : 117/70 mmHg
selama 24 jam
Nadi pasien:
-Cefoperazone
-16.00 : 124 x/menit
Sulbactam: 2x
(12jam), 1g, I.V
-18.00 : 112 x/menit
-20.00 : 109 x/menit
-21.00 : 107 x/menit
-22.00 : 109 x/menit
-24.00 : 105 x/menit
-03.00 : 102 x/menit
-06.00 : 101 x/menit
RR pasien:
-16.00 : 29 x/menit
-18.00 : 28 x/menit
-20.00 : 28 x/menit
-21.00 : 25 x/menit
-22.00 : 27 x/menit
-24.00 : 25 x/menit
-03.00 : 22 x/menit
-06.00 : 24 x/menit
PO2:171,4 mmHg
AaDO2 : 206
Hasil EKG:
Abnormal rhytm ECG:
- Sinus Tachycardia
- Possible right
ventricular
hypertrophy
16/5/18 ICCU: Oksigen dengan Sesak Nafas Batuk (+),takipneu (+), 1. Berdasarkan kondisi Rekomendasi:
masker berkurang, dahak bewarna putih pasien, dapat ditambahkan 1. Direkomendasikan pemberian
ADHF Rebreathing ingin bab agen laktasif untuk agen laksatif seperti laxadin 1x
COPD -OBH Racikan: 3x karna belum Hasil TTV: melancarkan BAB pasien. (24jam).
(8jam), 15 ml, p.o dapat bab. Hasil TD:
-Lasix: 3x (8jam), 118/63 mmHg 2. Berdasarkan medscape 2. Monitoring Kadar kalium pada
40mg, I.V terjadi interaksi antara pengunaan obat furosemide dan
Nadi pasien:
-Dolbutamin: furosemid dan valsartan valsartan bersama
92 x/menit
Pemberian secara yaitu menurunkan kadar
RR pasien: Monitoring:
titrasi (1jam) kalium.
23 x/menit Sesak Nafas berkurang, TD pasien
selama 24 jam
- Ranitidin: 2x stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
Hasil EKG: membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 50mg, I.V
Normal sinus rhytm:
- Valsartan : 2x
- Rightward axs
(12jam), 80mg, p.o
- Borderline ECG
-Azitromycin : 1x
(24jam), 500 mg,
p.o
-Cefoperazone
Sulbactam: 2x
(12jam), 1g, I.V
AKI -Rehidrasi NaCl - Hasil Lab: 1. Hiponatremi belum Rekomendasi:
0,9% - diterapi (mengacu hasil lab 1. Direkomendasikan pemberian
hari sebelumnya) kapsul garam 500 mg, 3x sehari
setiap 8 jam, p.o.
2. Terapi rehidrasi sudah
tepat. 2. Lanjutkan terapi rehidrasi.
Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum
normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.
17/5/18 ADHF Oksigen dengan Sesak Nafas Batuk (+), dahak (+), 1. Berdasarkan kondisi Rekomendasi:
masker Non berkurang, secret bewarna putih pasien, dapat ditambahkan 1. Direkomendasikan pemberian
COPD Rebreathing Batuk ngikil kekuningan dan kental. agen laktasif untuk agen laksatif seperti laxadin 1x
-OBH Racikan: 3x terutama melancarkan BAB pasien. (24jam).
(8jam), 15 ml, p.o malam hari Hasil TTV:
-Lasix: 3x (8jam), 2.Berdasarkan medscape 2. Monitoring Kadar kalium pada
Hasil TD:
40mg, I.V terjadi interaksi antara pengunaan obat furosemide dan
115/70 mmHg
-Dolbutamin: furosemid dan valsartan valsartan bersama
Nadi pasien:
Pemberian secara yaitu menurunkan kadar
101 x/menit Monitoring:
titrasi (1jam) kalium.
RR pasien: Sesak Nafas berkurang, TD pasien
selama 24 jam
21 x/menit stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
- Ranitidin: 2x
PCO2:68 mmHg membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 50mg, I.V
HCO3 : 32 mEq/L
- Valsartan : 2x
BE : 3,8
(12jam), 80mg, p.o
AaDo2 : 105
--Azitromycin : 1x
(24jam), 500 mg,
SaO2 : 93
p.o
-Cefoperazone Hasil EKG:
Sulbactam: 2x Normal sinus rhytm:
(12jam), 1g, I.V - Rightward axs
- Fartison: 2x - Borderline ECG
(12jam), 1ampul,
I.V
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul):
4x (6 jam), 1R,
Respul
18/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+), 1. Berdasarkan hasil dari Rekomendasi:
masker Non Batuk takipnea (-) hari sebelumnya bab pasien 1. Direkomendasikan pemberian
COPD Rebreathing berkurang belum teratasi. agen laksatif seperti laxadin 1x
-OBH Racikan: 3x Hasil TTV: (24jam)jika pasien belum dapat bab.
(8jam), 15 ml, p.o Hasil TD:
2. Berdasarkan medscape
-Lasix: 2x (1jam), 121/69 mmHg terjadi interaksi antara 2. Monitoring Kadar kalium pada
20mg, I.V furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
Nadi pasien:
-Dolbutamin: yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
99 x/menit
Pemberian secara kalium.
RR pasien: Monitoring:
titrasi (1jam)
22 x/menit Sesak Nafas berkurang, TD pasien
selama 24 jam
- Ranitidin: 2x stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
Hasil EKG: membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 50mg, I.V
- Suspect arm lead
- Valsartan : 2x
reversal, Interpretation
(12jam), 80mg, p.o
assumes no reversal
-Cefoperazone
sinus rhythm with
Sulbactam: 2x premature
(12jam), 1g, I.V supraventricular
- Fartison: 2x complex:
(12jam), 1ampul, -Rightway axis
I.V -Pulmonary disease
- Farbiven : Pattern
Pulmicort (Nebul): -Non Spsific ST
4x (6 jam), 1R, abnormal
Respul -Abnormal ECG
19/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1. Berdasarkan hasil dari Rekomendasi:
masker Non Batuk hari sebelumnya bab pasien 1. Direkomendasikan pemberian
COPD Rebreathing berkurang Hasil TTV: belum teratasi agen laksatif seperti laxadin 1x
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: (24jam)jika pasien belum dapat bab.
(8jam), 15 ml, p.o 124/70 mmHg 2. Berdasarkan medscape
-Lasix: 2x (1jam), terjadi interaksi antara 2. Monitoring Kadar kalium pada
Nadi pasien:
20mg, I.V furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
121 x/menit
-Dolbutamin: yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
RR pasien:
Pemberian secara kalium.
24 x/menit
titrasi (1jam)
PO2:71,2 mmHg
selama 24 jam
PCO2:46,5 mmHg Monitoring:
- Ranitidin: 2x HCO3 : 31 mEq/L Sesak Nafas berkurang, TD pasien
(12jam), 50mg, I.V BE : 5,5 stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
- Valsartan : 1x AaDo2 : 127 membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 80mg, p.o
-Cefoperazone
Sulbactam: 2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V -Sinus tachycardia
- Fartison: 2x (4:29:53)
(12jam), 1ampul, -Rightward axis
I.V -Borderline ECG
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul):
4x (6 jam), 1R,
Respul
20/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1.Berdasarkan medscape Rekomendasi:
masker Non Batuk terjadi interaksi antara 1. Monitoring Kadar kalium pada
COPD Rebreathing berkurang Hasil TTV: furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
(8jam), 15 ml, p.o 134/81 mmHg kalium.
-Lasix: 2x (1jam), Monitoring:
Nadi pasien:
20mg, I.V 87 x/menit Sesak Nafas berkurang, TD pasien
- Ranitidin: 2x RR pasien: stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
(12jam), 50mg, I.V 20 x/menit membaik, Konstipasi tertangani
- Valsartan : 1x
(24jam), 80mg, p.o Hasil EKG:
-Cefoperazone -Sinus tachycardia
Sulbactam: 2x (4:29:53)
(12jam), 1g, I.V -Rightward axis
- Fartison: 2x -Borderline ECG
(12jam), 1ampul,
I.V
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul):
4x (6 jam), 1R,
Respul
- Laxadin: 1x
(24jam), 1kapsul,
p.o
21/5/18 ICCU: - Oksigen dengan Telinga Batuk(+), Dahak (+) 1.Berdasar medscape terjadi Rekomendasi:
- AKI masker Non berdengung tidak dapat dikeluarkan interaksi antara furosemid 1. Monitoring Kadar kalium pada
- ADHF Rebreathing (Tinitus), spontan, tinusitis (+) dan valsartan yaitu pengunaan obat furosemide dan
- COPD - OBH racikan (3x dahak tidak Hasil TTV: menurunkan kadar kalium. valsartan bersama
(8jam), 15 ml, p.o) bisa Hasil TD:
dikeluarkan, 13673 mmHg Monitoring:
-Lasix (2x (12jam),
20mg, I.V) batuk Kalium normal, Dahak bisa
Nadi pasien:
berkurang, 79 x/menit dikeluarkan.
- Cefoperazone
Sulbactam (2x sesak
(12jam), 1g, I.V) berkurang Hasil EKG:
- Normal sinus rhytm
-Ranitidin (2x
(12jam), 50mg, I.V) -T wave abnormality,
-Prelonged QT
-Valsartan (1x (24
-Abnormal ECG
jam), 80mg, p.o)
-Fartison (2x Hasil Lab:
(12jam), 1ampul,
Ureum: 77,6 mh/dL
I.V)
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)
22/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasarkan hasil lab, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian aspar K sudah
-AKI -Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: tetapt untuk mengatasi 1. Lanjutkan terapi kepada pasien
- ADHF 20mg, I.V) berkurang, 130/69 mmHg hipokalemia
- COPD dahak positif 2. Monitoring Kadar kalium pada
- Cefoperazone
2.Berdasar medscape terjadi pengunaan obat furosemide dan
Sulbactam (2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V) - Normal sinus rhytm interaksi antara furosemid valsartan bersama
dan valsartan yaitu
-Ranitidin (2x
menurunkan kadar kalium.
(12jam), 50mg, I.V) Hasil Lab:
K : 2,7 mmol/L Monitoring:
-Valsartan (1x (24
Kadar kalium normal
jam), 80mg, p.o)
-Fartison (2x
(12jam), 1ampul,
I.V)
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)
23/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
-AKI -Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: memberikan efek yang lebih hidrokortison
- ADHF 20mg, I.V) berkurang, 129/68 mmHg baik dibanding
- COPD dahak positif hidrokortison 2. Disarankan untuk menghentikan
- Cefoperazone
cefoperazon sulbactam
Sulbactam (2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V) - Normal sinus rhytm 2.Terjadi interaksi antara
- ST dan T wave hidrokortison dan
-Ranitidin (2x
abnormality, consider metilprednisolon yaitu akan Monitoring:
(12jam), 50mg, I.V)
arteri VR menurunkan efek Batuk berkurang, kadar glukosa
-Valsartan (1x (24 metilprednisolon dengan normal
jam), 80mg, p.o) mempengaruhi enzim hepar.
Hasil Lab:
-Fartison (2x -
(12jam), 1ampul, 3.Berdasar medscape terjadi
I.V) interaksi antara furosemid
dan valsartan yaitu
- Farbiven :
menurunkan kadar kalium.
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)
-Metilprednisolon
(2x (12jam),
62,5mg, I.V)
-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
24/5/18 Bangsal: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasar medscape Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: terjadi interaksi antara 1. Monitoring Kadar kalium pada
-AKI batuk furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
-Lasix (2x (12jam), Hasil TD:
- ADHF berkurang, 120/76 mmHg yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
20mg, I.V)
- COPD dahak positif kalium.
- Cefoperazone
Sulbactam (2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V) - Normal sinus rhytm Monitoring:
-T wave abnormality, Efektivitas terapi, Kadar kalium
-Ranitidin (2x
(12jam), 50mg, I.V) -Prelonged QT
-Abnormal ECG
-Valsartan (1x (24
jam), 80mg, p.o)
Hasil Lab:
- Farbiven : Ureum: 69,8 mg/dL
Pulmicort (2x (12 K : 2,9 mmol/L
jam), 1R, Respul )
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Aspar K (3x (8jam),
1, p.o)
-Metilprednisolon
(2x (12jam),
62,5mg, I.V)
-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
25/5/18 Bangsal: -OBH racikan (3x Batuk Batuk(+/-), Dahak (+/-) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
-AKI memberikan efek yang lebih hidrokortison
-Lasix (2x (12jam), Hasil TD:
- ADHF 115/78 mmHg baik dibanding
20mg, I.V)
- COPD hidrokortison 2. Monitoring Kadar kalium pada
- Cefoperazone pengunaan obat furosemide dan
Sulbactam (2x Hasil EKG:
- Sinus rhytm with 2.Terjadi interaksi antara valsartan bersama
(12jam), 1g, I.V)
occasional premature hidrokortison dan
-Ranitidin (2x metilprednisolon yaitu akan
(12jam), 50mg, I.V) ventricular complex
-T wave abnormality menurunkan efek Monitoring:
-Valsartan (1x (24 -Abnormality EEG metilprednisolon dengan Efektivitas terapi, Kadar kalium
jam), 80mg, p.o) mempengaruhi enzim hepar.
-Aspar K (3x (8jam), 4.Berdasar medscape terjadi
1, p.o) interaksi antara furosemid
-Metilprednisolon dan valsartan yaitu
(2x (12jam), menurunkan kadar kalium.
62,5mg, I.V)
-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
26/5/18 Bangsal: -OBH racikan (3x Batuk Batuk(+/-), Dahak (+/-) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
-AKI (8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
- ADHF -Lasix (2x (12jam), Hasil TD: memberikan efek yang lebih hidrokortison
- COPD 20mg, I.V) 110/60 mmHg baik dibanding
hidrokortison 2. Disarankan untuk menghentikan
-Ranitidin (2x cefoperazon sulbactam
(12jam), 50mg, I.V)
Hasil EKG:
- 2.Terjadi interaksi antara
hidrokortison dan 3. Monitoring Kadar kalium pada
-Valsartan (1x (24
jam), 80mg, p.o) metilprednisolon yaitu akan pengunaan obat furosemide dan
menurunkan efek valsartan bersama
-Metilprednisolon
(2x (12jam), metilprednisolon dengan
62,5mg, I.V) mempengaruhi enzim hepar.
Monitoring:
-Symbicort (2x 3.Berdasar medscape terjadi Efektivitas terapi, Kadar kalium
(12jam), 2 puff, interaksi antara furosemid
hisap) dan valsartan yaitu
menurunkan kadar kalium.
OBAT PULANG:
-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
-Valsartan (1x0,5
(24 jam), 80mg,
p.o) pukul 22.00
-Furosemid (1x
(24 jam), 40mg,
p.o) pukul 22.00
-Metilprednisolon
(3x (8jam), 4mg,
p.o)
-Ambroksol (3x
(8jam), 25mg, p.o)
EBM
1. Vasodilator pada ADHF
Berdasarkan guideline diatas, pada kasus ini sistolik pasien saat pertama kali datang 95/67 mmHg,
berdasarkan guideline jika SBP 85-100 mmHg maka diberikan vasodilator dan atau inotropik,
pemberian inotropik (dobutamin) berfungsi meningkatkan kardiak output dan tekanan darah,
sedangkan pemberian vasodilator berfungsi menurunkan cardiac preload, sehingga beban jantung
berkurang. Oleh karena itu kami menyarankan untuk menambahkan vasodilator berupa nitrogliserin.
2.ESO Furosemid (KDIGO, 2012)
Berdasarkan KDIGO 2012 (hal.48) dijelaskan bahwa pemberian furosemid dosis tinggi bisa
menyebabkan tinnitus. Pada kasus ini pasien mengalami tinnitus pada hari ke 7. Kami menduga
tinnitus disebabkan karena pemberian furosemid dosis tinggi. Sehinngga kami menyarankan untuk
melakukan penurunan dosis yaitu dari 20 mg/12 jam menjadi 1x20 mg/24 jam.
3.Penggunaan Antibiotik pada eksaserbasi COPD (GOLD, 2018)
Berdasarkan GOLD 2018 (hal. 102-103) bahwa pemberian antibiotik pada eksaserbasi jika pasien
mempunyai gejala klinik infeksi bakteri seperti meningkatnya sputum. Pemilihan antibiotik sesuai
guideline adalah golongan aminopenicilin dengan asam kalvulanat, makrolida, atau tetrasiklin dengan
lama pemberian 5-7 hari.
Dalam kasus ini batuk pasien menghasilkan sputum, sehingga sesuai jika diberikan antibiotik.
Pemilihan antibiotik dalam kasus ini yaitu azitromisin 500mg/24jam PO selama 3 hari dan
cefoperazon sulbactam 1gr/12jam IV selama 11 hari. Menurut assessment kami, pemberian antibiotik
pada kasus ini kurang tepat / tidak sesuai guideline, seharusnya azitromisin diberikan 500mg/24 jam
selama 5 hari dan sehingga pemberian cefoperazon sulbactam (gol. Cephalosporin) dihentikan karena
tidak ada indikasi.
4. Interaksi obat Furosemid dengan valsartan
Berdasarkan Medscape, ada interaksi antara furosemid dan valsartan, yaitu terjadi penurunan kadar
kalium, sehingga kami menyarankan untuk memberikan jeda dan monitoring kadar kalium.
5. Interaksi obat hidrokortison dan metilprednisolon
Berdasarkan Medscape, ada interaksi antara hidrokortison dan metilprednisolon, yaitu hidrokortison
akan menurunkan efek metilprednisolon dengan mempengaruhi enzim hati.
Berdasarkan jurnal Effi cacy of two corticosteroid regimens in acute exacerbation
of chronic obstructive pulmonary disease (2011), pemberian metilprednisolon lebih banyak
memberikan perbaikan dibandingkan dengan hidrokortison.
Pada kasus ini pasien mendapatkan 2 kortikosteroid yaitu hidrokortison dan metilprednisolon.
Berdasarkan guideline pemebrian dua obat ini akan terjadi interaksi selain itu pemberian
metilprednisolon lebih banyak memberikan perbaikan dibandingkan dengan hidrokortison, sehingga
kami menyarankan untuk menghentikan hidrokortison.
6. Pemeberian aspar K pada hipokalemi
Berdasarkan jurnal Guideline for the Management of Hypokalaemia in Adults dari NHS pasien yang
mengalami hipokalemi dengan kelas moderate (2,5-2,9 mmol/L) bisa diberikan terapi kalium oral jika
tidak teratasi maka dengan intravena. Pada kasus ini kalium pasien 2,7 mmol/L, termasuk moderate,
sehingga terapi sudah betul dengan kalium oral yaitu aspar K, jika tidak teratasi maka diganti dengan
kalium injeksi dan memonitor kadar kalium setiap hari.
IV. KESIMPULAN
Masalah terkait obat (drug-related problems) yang ditemukan antara lain:
Masalah yang ditemukan Rencana terapi yang diusulkan
Interaksi obat Furosemid dengan Harus dilakukan dimonitor level kalium pasien
valsartan dapat menurunkan kadar
kalium (Medscape)
Jawab:
Dalam literature yang ditemukan, bahan aktif dari laksatif phenophtaline dapat menurunkan
tekanan darah secara bertahap, dan mengurangi perburukan pada pasien aritmia, tetapi
mekanisme nya belum diketahui secara pasti.
DAFTAR PUSTAKA
Awdishu, L , Wu, S., Acute Kidney Injury, CCSAP 2017 Book 2 • Renal/Pulmonary Critical
Care. p. 7 – 26.
Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T.,
2016, Pharmacoteraphy Principles and Practice, 4th edition, McGraw-Hill Companies,
Inc, USA
Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T.,
2011, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 8th edition, McGraw-Hill
Companies, Inc, USA
International Society of Nephrology, 2012, KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute
Kidney Injury.
Dager, W., & Spencer, A. (2008). Acute Renal Failure. Dalam Pharmacotherapy A
Pathophysiology Approach (hal. 723-741). USA: Mac Graw Hill.
Rahman, M., Shad, F., & Smith, M. (2012). Acute Kidney Injury: A Guide to Diagnosis and
Management. American Family Physician, 86(7), www.aafp.org/afp.
Global Initiative in asthma (GINA)., 2018., Pocket Guide for Asthma Management And
Prevension, www.ginasthma.org
Dipiro et al., 2017., Pharmacoterapy A Pathophysiologic Approach, Tenth Edition, The Mc
Graw Hill, New York
Tsunahiko H, Matsunaga K, 2018, Late-onset asthma: current perspectives, Journal of
Asthma and Allergy; 11(19)
Ulrik, 2017, Late-Onset Asthma: A Diagnostic and Management Challenge, Drugs Aging
34(2)
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2018. Global Strategy for the
Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Anonim, 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure, Journal of the
American College of Cardiology
Anonim, 2017, ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of Heart Failure, Journal of the American College of Cardiology
Nieminen, Markku S., Chairperson Michael Bohm., Martin R. Cowie., Helmut Drexler
Gerasimos S. Filippatos., Guillaume Jondeau., Yanathan Hasin., Jose Lopez-Sendon.,
Alexandre Mebazaa., Marco Metra., Andrew Rhodes., Karl Swedberg, 2005, executive
summary of the guidelines on the diagnosis and treatment of acute heart failure ,
European Society of Cardiology.