Вы находитесь на странице: 1из 96

STUDI KASUS PENYAKIT

KARDIOVASKULER
Akut Decompensated Heart Failure (ADHF), AKI,
Asma late onset, dan COPD
Akut Decompensated Heart Failure (ADHF), AKI,
Asma late onset, dan COPD

Kelompok 2 :
ISMI ARSYI AULIA (18/432930/PFA/01830)
SITI ROUCHMANA (18/432950/PFA/01850)
TIARA DEWI S. P (18/432951/PFA/01851)
MAGISTER FARMASI KLINIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
Definisi

 Gagal jantung akut menurut Europian Society of Cardiology (ESC)


merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi
kegagalan fungsi jantung dengan awitan yang cepat maupun
perburukan dari gejalan dan tanda dari gagal jantung (McMurrat et al,
2012).
 Ada 2 jenis persentasi gagal jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang
baru terjadi pertama kali ( de novo ) dan gagal jantung dekompensasi
akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil. Penyebab
tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolum atau hipertensi pada
pasien dengan gagal jantung diastolik (PERKI, 2015).
Etiologi
Patofisiologi

 Dekompensasi kordis dapat terjadi karena penggunaan darah yang berlebihan oleh
jaringan (high output failure). Cardiac Output yang tidak cukup (forward failure) sering
diikuti oleh penghambatan pada system vena (backward failure) karena kegagalan
ventrikel tidak mampu untuk mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena dalam jumlah
normal saat diastole
Klasifikasi

Gagal jantung Kiri

ADHF Gagal jantung Kanan

Gagal jantung kongestif


Penatalaksanaan Terapi

(Nieminen et al., 2005).


(Nieminen et al., 2005).
Acute Kidney Injury (AKI)
Definisi:
AKI didefinisikan sebagai peningkatan kreatinin serum (SCr) minimal 0,3
mg / dL (27 μmol / L) dalam waktu 48 jam, peningkatan 50% dalam SCr awal
dalam 7 hari, atau output urin kurang dari 0,5 mL / kg / jam selama
setidaknya 6 jam. Hanya satu kriteria yang dibutuhkan harus dipenuhi untuk
diagnosis AKI. (Dipiro, 2016).
Kriteria AKI (KDOGI, 2012)
Terapi

 (Rahman et
al., 2012)
Patofisiologi

 Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut atau kronik ini
bervariasi sesuai dengan rangsangan. Allergen akan memicu terjadinya
bronkokonstriksi akibat pelepasan Ig-E dependent dari sel mast saluran
pernapasan dari mediator, termasuk diantaranya histamine,
prostaglandin, leukotrien sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
 Pada kasus asma akut mekanisme yang menyebabkan bronkokonstriksi
terdiri dari kombinasi antara pelepasan mediator sel inflamasi dan
rangsangan yang bersifat local atau refleks saraf pusat. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan
dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos (GINA,
2018).
Terapi

 Obat kontrol jangka panjang, dan obat perda cepat. Obat kontrol jangka
panjang digunakan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan
kontrol terhadap asma persisten. Yang paling efektif adalah mereka yang
melemahkan karakteristik peradangan yang mendasari asma. Contohnya
Inhaled Corticosteroid, Cromolyn sodium and nedocromil, immunomodulator,
leukotriene modifiers,LABAs, Methylxanthines (Dipiro, 2017)
 Obat pereda cepat digunakan untuk mengobati gejala akut dan eksaserbasi.
Contoh antikolinergik, Kortikosteroid sistemik, dan SABAs (Dipiro, 2017)
 ICS dosis rendah adalah dianggap efektif dan aman juga pada pasien usia
lanjut dengan asma. Terapi ICS dosis tinggi dikaitkan dengan efek sistemik
dosis efektif ICS terendah pada pasien dengan onset lambat asma, paling
tidak untuk mengurangi risiko osteoporosis. (Ulrik, 2017)
(Dipiro, 2017)
Chronic Obstructive Pulmonary Disease

 Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut
dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut.
Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak nafas yang
semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum
atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan
gangguan tidur.
 Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi
dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang
dangkal dan cepat. (Gold, 2018).
Patofisiologi

 Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru.


Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru
dan dinding dada sehingga terjadi penurunan kekuatan kontraksi otot
pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas. Kandungan asap rokok
dapat merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru.
 Mediator peradangan dapat merusak struktur penunjang di paru-paru.
Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif
setelah inspirasi. Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (Gold, 2018).
Terapi
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Riwayat Penyakit Dahulu:
Nama: Ny. R R u a n g : ICCU Kelas 3, BB: 45 kg
bangsal - Kontrol Rutin di penyalit dalam.

Jenis Kelamin: P Tgl MRS: 15 Mei 2018 TB: -


Riwayat Sosial dan Penyakit Keluarga:
Usia: 52 th, 7bln, 13 hr Tgl KRS: 26 Mei 2018 No. RM: xx-xx-xx-x
Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang: -

KU: Sesak nafas, CM


RPS : Sesak nafas sejak 2 minggu memberat semalam. Batuk (+), pilek (-), mual (-),
Riwayat Pengobatan: Alergi Obat:
muntah (-), pingsan (-)
Furosemid tab 20 mg / 24 jam - Tidak ada -
Diagnosis Awal MRS: Diagnosis Akhir: Spinorolakton 50 mg / 24 jam

IGD: Obs Dyspneu susp EPA e.c CHF - ADHF Omeprezole 20 mg / 24 jam

AKI - AKI Diazepam 1 mg / 24 jam

- Asma late onset, Bisoprolol 2,5 mg / 24 jam

dan COPD Vit B12 50 mcg / 24 jam


Chlorphrnilamine maleat 4 mg / 24
jam
Codeinn 10 mg / 8 jam
PEMERIKSAAN KONDISI UMUM
15 Mei 2018 (IGD dan ICCU)
Normal
16.00 18.00 20.00 21.00 22.00 24.00 03.00 06.00

TD 120/80 95/67 98/72 110/76 116/68 117/70 118/68 115/70 117/70

NADI 60-100x/mnt 124 112 109 107 109 105 102 101

RR 16-20x/mnt 29 28 28 25 27 25 25 24

SUHU 36,6-37,2 oC 36,71 - 35,27 - - - - 36,15

Rerata TTV di ICCU


Normal 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18

TD 120/80 118/63 115/70 121/69 124/70 134/81 136/73 130/69 129/68 120/76 115/78 110/60

NADI 60-100x/mnt 92 101 99 121 87 79 88 86 91 90 98

RR 16-20x/mnt 23 21 22 24 20 17 18 16 19 19 18

SUHU 36,6-37,2 oC 36,23 36,5 36,4 36,3 36,5 36,6 36,7 36,8 36,7 36,6 36,7
Kondisi Klinik
Kondisi 15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
Sesak +++ ++ + - - - - - - - - -
mual ++ - - - - - - - - - - -
Batuk ++ ++ +++ ++ ++ + + + + + +/- +/-
berdahak + + + + + + + + + + - -
(putih) (kekuningan (dapat dikeluarkan (tidak bisa
kental) spontan) dikeluarkan)

Konstipasi - + - - - - - - - - - -
Telinga kiri - - - - - - + - - - - -
berdengung

Balance Cairan
Tanggal Balance Cairan 07.00-14.00 14.00-21.00 21.00-07.00 24 jam
Total Intake 410 630 790
Total Output 100 250 500
24/05/18
IWL 147 147 210 504
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +34 +233 +80
Total Intake 550 400 990
Total Output 400 600 1000
25/05/18
IWL 177 210 157
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +3 -410 -257
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
Parameter Nilai Normal
15/5/18 17/5/18 19/5/18 21/5/18 22/5/18 24/5/18
WBC 3,6-11 x 106/Ul 14,0 12,0 (15.35) 11,7 12,5 8,8
RBC 3,6-5,2 x 106/Ul 4,9 4,3 (15,35) 4,7 5,0 4,8
Hb 11,7-15,5 g/dL 13,4 12,4 (15.35) 13,9 14,5 14,1
Hct 32-47 % 42,9 39.7 (15.35) 43,9 45,5 43
Plt 150-450 103/Ul 183 211 (15.35) 319 335 339
Albumin 3,5-4,8 g/dL 3,8 (14.56)
Ureum 10,7-42,8 mg/dL 108,3 77,6 69,8
Creatinin 0,5-1.1 MG/dL 1,73 0,83 0,66
GDS 60-199 mg/Dl 168
Na 135,0-145,0 mmol/L 127 140 137
K 3,5-5,1 mmol/L 5,7 2,7 2,9
Cl 95,0-115,0 mmol/L 98 100 99
PH 7,35-7,4575-100 mmHg 7,34 (18.07) 7,29 7,43 7,49 7,47
PO2 75-100 mmHg 171,4 (18.05) 76,4 71,2 47,1 86,2
PCO2 35-45 mmHg 45,6 (18.07) 68,0 46,5 42,3 48,3
HCO3 22-26 mEq/L 24 (18.07) 32 31 32 34
BE -2 s/d +2 mEq/L -2,2 (18.07) 3,8 5,5 7,1 9,3
SaO2 95-99 % 99 (18.07) 93 95 89 98
AaDo2 >300 - 500 206 (18.07) 105 127 135 47
P/F Ratio 280 (18.07) 206,4 192 142,72 307,85
FiO2 0,61 (18.07) 0,37 0,37 0,33
MCV 91,4
MCH 29,1
MCHC 31,9
PENGOBATAN OBAT SAAT INI
Tanggal
Nama Obat Frekuensi, Dosis, Rute
15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
OBH Racikan 3x (8jam), 15 ml, p.o            
Kalitake 3x (8jam), 5 mg, p.o  (14.30) STOP
Azitromycin 1x (24jam), 500 mg, p.o    STOP
3x (8jam), 40mg, I.V    Dosis 
Lasix
2x (12jam), 20mg, I.V         
Cefoperazone
Sulbactam           
2x (12jam), 1g, I.V
Dolbutamin (1 ampul in Pemberian secara titrasi
50cc) (1jam) selama 24 jam      STOP

Ranitidin 2x (12jam), 50mg, I.V           


2x (12jam), 80mg, p.o    Dosis 
Valsartan
1x (24 jam), 80mg, p.o        
Fartison 2x (12jam), 1ampul, I.V         STOP
Farbiven : Pulmicort 4x (6 jam), 1R, Respul        Dosis 
(Nebul) STOP
2x (12 jam), 1R, Respul 
Kapsul Garam 3x (8jam), 500 mg, p.o    STOP
Laxadin 1x (24jam), 1kapsul, p.o       STOP
Azitromycin 1x (24jam), 500 mg, p.o    STOP
Aspar K 3x (8jam), 1, p.o     STOP
Methylprednisolon 2x (12jam), 62,5mg, I.V    
symbicort 2x (12jam), 2 puff, hisap    
Keterangan:
Pemberian obat 3x (setiap 8 jam) pada jam ; 06.00, 14.00, 22.00
Pemberian obat 2x (setiap 12 jam) pada jam ; 06.00, 18.00
Pemberian obat 1x (setiap 24 jam) bias pada ; 06.00, atau 22.00 (Valsartan)
PHARMACEUTICAL CARE
Masalah
Tanggal Terapi Subjektif Objektif Assesment Plan
Medik
15/5/18 IGD: Oksigen dengan Sesak Nafas, Batuk, Diagnosa ICCU: 1.Berdasarkan guideline , terapi Rekomendasi:
Obs Dyspneu masker Rebreathing mual - ADHF ADHF pada TDS pasien 85-110 1.Disarankan untuk menambahkan
susp. EPA e.c -OBH Racikan: 3x - COPD mmHg dapat ditambahkan agen vasodilator seperti: Nitrogliserin
CHF (8jam), 15 ml, p.o Hasil TTV: agen vasodilator. infus mulai dari 5 mcg/menit.
-Azitromycin : 1x Hasil TD:
(24jam), 500 mg, p.o -16.00 : 95/67 mmHg 2. Gejala mual belum diterapi 2. Disarankan untuk pemberian
-Lasix: 3x (8jam), 40mg, -18.00 : 98/72 mmHg ranitidine 50mg i.v 2x sehari (setiap 12
3. Berdasarkan GOLD 2018, jam)
I.V -20.00 : 110/76 mmHg
pemilihan antibiotik untuk
-Dolbutamin: -21.00 : 116/68 mmHg
Pemberian secara -22.00 : 117/70 mmHg eksaserbasi COPD adalah 3. Disarankan untuk menghentikan
aminopenicilin dengan asam cefoperazon sulbactam
titrasi (1jam) selama 24 -24.00 : 118/68 mmHg
jam -03.00 : 115/70 mmHg klavulanat, makrolida, atau
tetrasiklin dan diberikan selama Monitoring:
-Cefoperazone -06.00 : 117/70 mmHg Sesak Nafas berkurang, TD pasien
(5-7 hari).
Sulbactam: 2x (12jam), Nadi pasien: stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
1g, I.V -16.00 : 124 x/menit membaik, mual berkurang
-18.00 : 112 x/menit
-20.00 : 109 x/menit
-21.00 : 107 x/menit
-22.00 : 109 x/menit
-24.00 : 105 x/menit
-03.00 : 102 x/menit
-06.00 : 101 x/menit
RR pasien:
-16.00 : 29 x/menit
-18.00 : 28 x/menit
-20.00 : 28 x/menit
-21.00 : 25 x/menit
-22.00 : 27 x/menit
-24.00 : 25 x/menit
-03.00 : 22 x/menit
-06.00 : 24 x/menit
Hasil EKG:
Abnormal rhytm ECG:
- Sinus
Tachycardia
- Possible right
ventricular
hypertrophy
Masalah Terapi S O A P
medik
IGD: -Kalitake: 3x - Diagnosa ICCU: 1. Pemberian kalitake Rekomendasi:
AKI (8jam), 5 mg, p.o - AKI hanya diberikan satu 1. Penghentian kalitake dirasa
Hasil Lab: waktu yaitu pukul 14.30. sudah tepat.
-Rehidrasi NaCl
Kreatinin : 1,73mg/dL Dalam guideline
0,9% 2. Direkomendasikan pemberian
Ureum :108,3 mg/dL disebutkan bahwa
kapsul garam 500 mg, 3x sehari
Na : 127 mmol/L  pemberian kalitake
setiap 8 jam, p.o.
K : 5,7 mmol/L  disarankan untuk
dihentikan jika kadar Monitoring:
Kalium telah mencapai 5 Kadar Kreatinin normal, Ureum
mmol/L normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.
2. Hiponatremi belum
diterapi
16/5/18 ICCU: Oksigen dengan Sesak Nafas Batuk (+),takipneu (+), 1.Berdasarkan guideline, Rekomendasi:
masker berkurang, ingin dahak bewarna putih terapi ADHF pada TDS pasien 1.Disarankan untuk menambahkan
ADHF
Rebreathing bab karna >110 mmHg dapat agen vasodilator seperti: Nitrogliserin
COPD
-OBH Racikan: 3x belum dapat Hasil TTV: ditambahkan agen infus mulai dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o bab. Hasil TD: vasodilator.
2. Direkomendasikan pemberian agen
-Lasix: 3x (8jam), 118/63 mmHg
2. Berdasarkan kondisi laksatif seperti laxadin 1x (24jam).
40mg, I.V Nadi pasien:
pasien, dapat ditambahkan
-Dolbutamin: 92 x/menit 3. Disarankan untuk menghentikan
agen laktasif untuk
Pemberian secara RR pasien: cefoperazon sulbactam
melancarkan BAB pasien.
titrasi (1jam) 23 x/menit
selama 24 jam 4. Monitoring Kadar kalium pada
3. Berdasarkan GOLD 2018,
- Ranitidin: 2x Hasil EKG: pengunaan obat furosemide dan
pemilihan antibiotik untuk
(12jam), 50mg, I.V Normal sinus rhytm: valsartan bersama
eksaserbasi COPD adalah
- Valsartan : 2x - Right aminopenicilin dengan asam
Monitoring:
(12jam), 80mg, p.o ward klavulanat, makrolida, atau
Sesak Nafas berkurang, TD pasien
-Azitromycin : 1x axs tetrasiklin dan diberikan
stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
(24jam), 500 mg, - Bord selama (5-7 hari).
membaik, Konstipasi tertangani
p.o erlin
-Cefoperazone e 4.Berdasarkan medscape
Sulbactam: 2x ECG terjadi interaksi antara
(12jam), 1g, I.V furosemid dan valsartan yaitu
menurunkan kadar kalium.

AKI -Rehidrasi NaCl - Hasil Lab: 1. Hiponatremi belum diterapi Rekomendasi:


0,9% - (mengacu hasil lab hari 1. Direkomendasikan pemberian kapsul
sebelumnya) garam 500 mg, 3x sehari setiap 8 jam, p.o.

2. Terapi rehidrasi sudah tepat. 2. Lanjutkan terapi rehidrasi.

Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
17/5/18 ADHF Oksigen dengan Sesak Nafas Batuk (+), dahak (+), secret 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non berkurang, Batuk bewarna putih kekuningan ADHF pada TDS pasien >110 1.Disarankan untuk menambahkan
COPD
Rebreathing ngikil terutama dan kental. mmHg dapat ditambahkan agen vasodilator seperti: Nitrogliserin
-OBH Racikan: 3x malam hari agen vasodilator. infus mulai dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o Hasil TTV:
2. Berdasarkan kondisi pasien, 2. Direkomendasikan pemberian agen
-Lasix: 3x (8jam), Hasil TD:
dapat ditambahkan agen laksatif seperti laxadin 1x (24jam).
40mg, I.V 115/70 mmHg
laktasif untuk melancarkan
-Dolbutamin: Nadi pasien: 3. Disarankan untuk menghentikan
BAB pasien.
Pemberian secara 101 x/menit cefoperazon sulbactam
titrasi (1jam) selama RR pasien: 3. Berdasarkan GOLD 2018,
24 jam 21 x/menit 4. Monitoring Kadar kalium pada
pemilihan antibiotik untuk
- Ranitidin: 2x PCO2:68 mmHg pengunaan obat furosemide dan
eksaserbasi COPD adalah
(12jam), 50mg, I.V HCO3 : 32 mEq/L valsartan bersama
aminopenicilin dengan asam
- Valsartan : 2x BE : 3,8 klavulanat, makrolida, atau Monitoring:
(12jam), 80mg, p.o AaDo2 : 105 tetrasiklin dan diberikan Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil
--Azitromycin : 1x SaO2 : 93 selama (5-7 hari). , Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
(24jam), 500 mg, p.o
Konstipasi tertangani
-Cefoperazone Hasil EKG: 4.Berdasarkan medscape
Sulbactam: 2x Normal sinus rhytm: terjadi interaksi antara
(12jam), 1g, I.V - Right furosemid dan valsartan yaitu
- Fartison: 2x ward menurunkan kadar kalium.
(12jam), 1ampul, I.V axs
- Farbiven : - Borde
Pulmicort (Nebul): 4x rline
(6 jam), 1R, Respul ECG

AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
18/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk Batuk (+), dahak (+), takipnea 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non berkurang (-) ADHF pada TDS pasien >110 mmHg 1.Disarankan untuk menambahkan agen
COPD Rebreathing dapat ditambahkan agen vasodilator seperti: Nitrogliserin infus mulai
-OBH Racikan: 3x Hasil TTV: vasodilator. dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o Hasil TD:
-Lasix: 2x (1jam), 121/69 mmHg 2. Berdasarkan hasil dari hari 2. Direkomendasikan pemberian agen
20mg, I.V Nadi pasien: sebelumnya bab pasien belum laksatif seperti laxadin 1x (24jam)jika pasien
-Dolbutamin: 99 x/menit teratasi. belum dapat bab.
Pemberian secara RR pasien:
3. Berdasarkan GOLD 2018, 3. Disarankan untuk menghentikan
titrasi (1jam) selama 24 22 x/menit
pemilihan antibiotik untuk cefoperazon sulbactam
jam
eksaserbasi COPD adalah
- Ranitidin: 2x (12jam), Hasil EKG: 4. Monitoring Kadar kalium pada pengunaan
aminopenicilin dengan asam
50mg, I.V -Suspect arm lead reversal, obat furosemide dan valsartan bersama
klavulanat, makrolida, atau
- Valsartan : 2x Interpretation assumes no
tetrasiklin dan diberikan selama
(12jam), 80mg, p.o reversal sinus rhythm with Monitoring:
(5-7 hari).
-Cefoperazone premature supraventricular Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil ,
Sulbactam: 2x (12jam), complex: 4.Berdasarkan medscape terjadi Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
1g, I.V -Rightway axis interaksi antara furosemid dan Konstipasi tertangani
- Fartison: 2x (12jam), -Pulmonary disease Pattern valsartan yaitu menurunkan kadar
1ampul, I.V -Non Spsific ST abnormal kalium.
- Farbiven : Pulmicort -Abnormal ECG
(Nebul): 4x (6 jam), 1R,
Respul

AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
19/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non Batuk berkurang ADHF pada TDS pasien >110 1.Disarankan untuk menambahkan agen
COPD Rebreathing Hasil TTV: mmHg dapat ditambahkan vasodilator seperti: Nitrogliserin infus mulai
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: agen vasodilator. dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o 124/70 mmHg
-Lasix: 2x (1jam), Nadi pasien: 2. Berdasarkan hasil dari hari 2. Direkomendasikan pemberian agen
20mg, I.V 121 x/menit sebelumnya bab pasien belum laksatif seperti laxadin 1x (24jam)jika
-Dolbutamin: RR pasien: teratasi pasien belum dapat bab.
Pemberian secara 24 x/menit 3. Berdasarkan GOLD 2018, 3. Disarankan untuk menghentikan
titrasi (1jam) selama PO2:71,2 mmHg pemilihan antibiotik untuk cefoperazon sulbactam
24 jam PCO2:46,5 mmHg eksaserbasi COPD adalah
- Ranitidin: 2x HCO3 : 31 mEq/L aminopenicilin dengan asam 4. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 50mg, I.V BE : 5,5 klavulanat, makrolida, atau pengunaan obat furosemide dan
- Valsartan : 1x AaDo2 : 127 tetrasiklin dan diberikan selama valsartan bersama
(12jam), 80mg, p.o (5-7 hari).
-Cefoperazone
Sulbactam: 2x Hasil EKG: 4.Berdasarkan medscape terjadi Monitoring:
(12jam), 1g, I.V -Sinus tachycardia interaksi antara furosemid dan Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil ,
- Fartison: 2x (12jam), (4:29:53) valsartan yaitu menurunkan Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
1ampul, I.V -Rightward axis kadar kalium. Konstipasi tertangani
- Farbiven : Pulmicort -Borderline ECG
(Nebul): 4x (6 jam),
1R, Respul

AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
20/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1.Berdasarkan guideline, terapi Rekomendasi:
masker Non Batuk berkurang ADHF pada TDS pasien >110 1.Disarankan untuk menambahkan agen
COPD Rebreathing Hasil TTV: mmHg dapat ditambahkan vasodilator seperti: Nitrogliserin infus mulai
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: agen vasodilator. dari 5 mcg/menit.
(8jam), 15 ml, p.o 134/81 mmHg
-Lasix: 2x (1jam), Nadi pasien: 2. Berdasarkan GOLD 2018, 2. Disarankan untuk menghentikan
20mg, I.V 87 x/menit pemilihan antibiotik untuk cefoperazon sulbactam
- Ranitidin: 2x RR pasien: eksaserbasi COPD adalah
aminopenicilin dengan asam 3. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 50mg, I.V 20 x/menit pengunaan obat furosemide dan
- Valsartan : 1x klavulanat, makrolida, atau
tetrasiklin dan diberikan selama valsartan bersama
(24jam), 80mg, p.o Hasil EKG:
-Cefoperazone -Sinus tachycardia (5-7 hari). Monitoring:
Sulbactam: 2x (4:29:53) 3.Berdasarkan medscape terjadi Sesak Nafas berkurang, TD pasien stabil ,
(12jam), 1g, I.V -Rightward axis interaksi antara furosemid dan Batuk berkurang , Hasil EKG membaik,
- Fartison: 2x (12jam), -Borderline ECG valsartan yaitu menurunkan Konstipasi tertangani
1ampul, I.V kadar kalium.
- Farbiven : Pulmicort
(Nebul): 4x (6 jam),
1R, Respul
- Laxadin: 1x
(24jam), 1kapsul, p.o

AKI -Rehidrasi NaCl 0,9% - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:
- 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x
(8jam), 500 mg, p.o Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum normal,
Natrium normal, dan Kalium normal.
21/5/18 ICCU: - Oksigen dengan Telinga Batuk(+), Dahak (+) tidak 1.Terjadi ADR dari furosemid Rekomendasi:
- AKI masker Non berdengung dapat dikeluarkan berupa tinitus (DIH, 26th) 1. Disarankan untuk menurunkan
- ADHF Rebreathing (Tinitus), dahak spontan, tinusitis (+) dosis furosemid menjadi 1x20mg per
- OBH racikan (3x 2. Berdasarkan GOLD 2018,
- COPD tidak bisa Hasil TTV: 24 jam
(8jam), 15 ml, p.o) pemilihan antibiotik untuk
dikeluarkan, Hasil TD:
eksaserbasi COPD adalah 2. Disarankan untuk menghentikan
-Lasix (2x (12jam), batuk 13673 mmHg
aminopenicilin dengan asam cefoperazon sulbactam
20mg, I.V) berkurang, Nadi pasien:
klavulanat, makrolida, atau
sesak 79 x/menit 3. Monitoring Kadar kalium pada
- Cefoperazone tetrasiklin dan diberikan
berkurang pengunaan obat furosemide dan
Sulbactam (2x selama (5-7 hari).
Hasil EKG: valsartan bersama
(12jam), 1g, I.V)
- Normal sinus rhytm Cefoperazon sulbactam (gol.
-Ranitidin (2x -T wave abnormality, Monitoring:
Sephalosporin) tidak di
(12jam), 50mg, I.V) -Prelonged QT Kalium normal, Dahak bisa
indikasikan untuk COPD
-Abnormal ECG dikeluarkan.
-Valsartan (1x (24
3.Berdasar medscape terjadi
jam), 80mg, p.o)
Hasil Lab: interaksi antara furosemid
-Fartison (2x dan valsartan yaitu
Ureum: 77,6 mh/dL 
(12jam), 1ampul, menurunkan kadar kalium.
I.V)
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)
22/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasarkan hasil lab, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian aspar K sudah 1. Lanjutkan terapi kepada pasien
-AKI
-Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: tetapt untuk mengatasi
- ADHF 2. Disarankan untuk menurunkan dosis
20mg, I.V) berkurang, 130/69 mmHg hipokalemia
- COPD furosemid menjadi 1x20mg per 24 jam
dahak positif
- Cefoperazone 2. Terjadi ADR dari furosemid
Hasil EKG: 3. Disarankan untuk menghentikan
Sulbactam (2x berupa tinitus (DIH, 26th)
- Normal sinus rhytm cefoperazon sulbactam
(12jam), 1g, I.V)
2. Berdasarkan GOLD 2018,
-Ranitidin (2x Hasil Lab: 4. Monitoring Kadar kalium pada
pemilihan antibiotik untuk
(12jam), 50mg, I.V) K : 2,7 mmol/L  pengunaan obat furosemide dan
eksaserbasi COPD adalah
valsartan bersama
-Valsartan (1x (24 aminopenicilin dengan asam
jam), 80mg, p.o) klavulanat, makrolida, atau
tetrasiklin dan diberikan
-Fartison (2x
selama (5-7 hari). Monitoring:
(12jam), 1ampul,
Kadar kalium
I.V) Cefoperazon sulbactam (gol.
- Farbiven : Sephalosporin) tidak di
Pulmicort (Nebul) indikasikan untuk COPD
(4x (6 jam), 1R,
Respul) 3.Berdasar medscape terjadi
interaksi antara furosemid
-Laxadin (1x dan valsartan yaitu
(24jam), 1kapsul,
menurunkan kadar kalium.
p.o)

-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)

-Aspar K (3x
(8jam), 1, p.o)
23/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak berkurang, Batuk(+), Dahak (+) 1.Berdasarkan jurnal, pemberian Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) batuk berkurang, Hasil TTV: metilprednisolon memberikan 1. Disarankan mengehentikan
-AKI dahak positif Hasil TD: efek yang lebih baik dibanding hidrokortison
- ADHF -Lasix (2x (12jam),
20mg, I.V) 129/68 mmHg hidrokortison
- COPD 2. Disarankan untuk menghentikan
- Cefoperazone Hasil EKG: 2.Terjadi interaksi antara cefoperazon sulbactam
Sulbactam (2x - Normal sinus rhytm hidrokortison dan
(12jam), 1g, I.V) 3. Monitoring Kadar kalium pada
- ST dan T wave abnormality, metilprednisolon yaitu akan pengunaan obat furosemide dan
consider arteri VR menurunkan efek
-Ranitidin (2x valsartan bersama
(12jam), 50mg, I.V) metilprednisolon dengan
Hasil Lab: mempengaruhi enzim hepar.
-Valsartan (1x (24
jam), 80mg, p.o) - 3. Berdasarkan GOLD 2018, Monitoring:
pemilihan antibiotik untuk Batuk berkurang, kadar glukosa normal
-Fartison (2x (12jam),
eksaserbasi COPD adalah
1ampul, I.V)
aminopenicilin dengan asam
- Farbiven : Pulmicort klavulanat, makrolida, atau
(Nebul) (4x (6 jam), tetrasiklin dan diberikan selama
1R, Respul) (5-7 hari).
-Laxadin (1x (24jam),
Cefoperazon sulbactam (gol.
1kapsul, p.o)
Sephalosporin) tidak di
-Azitromicin (1x indikasikan untuk COPD
(24jam), 500 mg, p.o)
4.Berdasar medscape terjadi
-Aspar K (3x (8jam), interaksi antara furosemid dan
1, p.o) valsartan yaitu menurunkan
kadar kalium.
-Metilprednisolon (2x
(12jam), 62,5mg, I.V)

-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
24/5/18 Bangsal -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasarkan GOLD 2018, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemilihan antibiotik untuk 1. Disarankan mengehentikan
-AKI
-Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: eksaserbasi COPD adalah hidrokortison
- ADHF
20mg, I.V) berkurang, 120/76 mmHg aminopenicilin dengan asam
- COPD 2. Disarankan untuk menghentikan
dahak positif klavulanat, makrolida, atau
- Cefoperazone cefoperazon sulbactam
Hasil EKG: tetrasiklin dan diberikan
Sulbactam (2x
- Normal sinus rhytm selama (5-7 hari). 3. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 1g, I.V)
-T wave abnormality, Cefoperazon sulbactam (gol. pengunaan obat furosemide dan
-Ranitidin (2x -Prelonged QT Sephalosporin) tidak di valsartan bersama
(12jam), 50mg, I.V) -Abnormal ECG indikasikan untuk COPD
-Valsartan (1x (24 2. Berdasar medscape terjadi
jam), 80mg, p.o) Hasil Lab:
interaksi antara furosemid Monitoring:
Ureum: 69,8 mg/dL
- Farbiven : dan valsartan yaitu Efektivitas terapi, Kadar kalium
K : 2,9 mmol/L 
Pulmicort (2x (12 menurunkan kadar kalium.
jam), 1R, Respul )
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Aspar K (3x
(8jam), 1, p.o)

-Metilprednisolon
(2x (12jam),
62,5mg, I.V)

-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)
25/5/18 Bangsal -OBH racikan (3x Batuk Batuk(+/-), Dahak (+/-) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
-AKI
-Lasix (2x (12jam), Hasil TD: memberikan efek yang lebih hidrokortison
- ADHF
20mg, I.V) 115/78 mmHg baik dibanding hidrokortison
- COPD 2. Disarankan untuk menghentikan
- Cefoperazone 2.Terjadi interaksi antara cefoperazon sulbactam
Hasil EKG:
Sulbactam (2x hidrokortison dan
- Sinus rhytm with 3. Monitoring Kadar kalium pada
(12jam), 1g, I.V) metilprednisolon yaitu akan
occasional premature pengunaan obat furosemide dan
-Ranitidin (2x menurunkan efek
ventricular complex valsartan bersama
(12jam), 50mg, I.V) metilprednisolon dengan
-T wave abnormality
mempengaruhi enzim hepar.
-Valsartan (1x (24 -Abnormality EEG
jam), 80mg, p.o) 3. Berdasarkan GOLD 2018, Monitoring:
pemilihan antibiotik untuk Efektivitas terapi, Kadar kalium
-Aspar K (3x
eksaserbasi COPD adalah
(8jam), 1, p.o)
aminopenicilin dengan asam
-Metilprednisolon klavulanat, makrolida, atau
(2x (12jam), tetrasiklin dan diberikan
62,5mg, I.V) selama (5-7 hari).

-Symbicort (2x Cefoperazon sulbactam (gol.


(12jam), 2 puff, Sephalosporin) tidak di
hisap) indikasikan untuk COPD

4.Berdasar medscape terjadi


interaksi antara furosemid
dan valsartan yaitu
menurunkan kadar kalium.
26/5/18 Bangsal: -OBH racikan (3x Batuk berkurang, Batuk(+/-), Dahak (+/-) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
-AKI Hasil TD: memberikan efek yang lebih hidrokortison
- ADHF -Lasix (2x (12jam),
20mg, I.V) 110/60 mmHg baik dibanding hidrokortison
- COPD 2. Disarankan untuk menghentikan
-Ranitidin (2x Hasil EKG: 2.Terjadi interaksi antara cefoperazon sulbactam
(12jam), 50mg, I.V) - hidrokortison dan
metilprednisolon yaitu akan 3. Monitoring Kadar kalium pada
-Valsartan (1x (24 pengunaan obat furosemide dan
menurunkan efek
jam), 80mg, p.o) valsartan bersama
metilprednisolon dengan
-Metilprednisolon (2x mempengaruhi enzim hepar.
(12jam), 62,5mg, I.V)
4.Berdasar medscape terjadi Monitoring:
-Symbicort (2x
interaksi antara furosemid dan Efektivitas terapi, Kadar kalium
(12jam), 2 puff,
valsartan yaitu menurunkan
hisap)
kadar kalium.
OBAT PULANG:

-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)

-Valsartan (1x0,5 (24


jam), 80mg, p.o)
pukul 22.00

-Furosemid (1x (24


jam), 40mg, p.o)
pukul 22.00
-Metilprednisolon (3x
(8jam), 4mg, p.o)

-Ambroksol (3x
(8jam), 25mg, p.o)
-Meptin (3x (8jam),
25mcg, p.o)
EVIDENCE-BASED MEDICINE
1. Vasodilator pada ADHF
2.ESO Furosemid (KDIGO, 2012)
3.Penggunaan Antibiotik pada eksaserbasi COPD (GOLD, 2018)
4. Interaksi obat Furosemid dengan valsartan
5. Interaksi obat hidrokortison dan metilprednisolon
KESIMPULAN
Masalah yang ditemukan Rencana terapi yang diusulkan
Terapi ADHF pada TDS pasien 85-110 mmHg dapat Disarankan untuk menambahkan agen vasodilator seperti: Nitrogliserin
ditambahkan agen vasodilator. infus mulai dari 5 mcg/menit.

Pasien mengalami gejala tinnitus karena Disarankan untuk menurunkan dosis furosemid menjadi 1x20mg per 24
jam
pemberian furosemide dosis tinggi.

Penggunaan Antibiotik Cefoperazole sulbactam Cefoperazon sulbactam (gol. Sephalosporin) tidak di indikasikan untuk
COPD. Disarankan untuk menghentikan cefoperazon sulbactam
tanpa adanya indikasi yang jelas

Interaksi obat Furosemid dengan valsartan dapat Harus dilakukan dimonitor level kalium pasien
menurunkan kadar kalium (Medscape)

Interaksi Interaksi obat hidrokortison dan Disarankan untuk penghentian hidrokortison.


metilprednisolon, yaitu akan menurunkan efek
metilprednisolon dengan mempengaruhi enzim
hepar (Medscape)
DAFTAR PUSTAKA

 Awdishu, L , Wu, S., Acute Kidney Injury, CCSAP 2017 Book 2 • Renal/Pulmonary Critical Care. p. 7 – 26.
 Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T., 2016, Pharmacoteraphy Principles and Practice, 4th edition, McGraw-Hill
Companies, Inc, USA
 Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T., 2011, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 8th edition, McGraw-Hill
Companies, Inc, USA
 International Society of Nephrology, 2012, KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute Kidney Injury.
 Dager, W., & Spencer, A. (2008). Acute Renal Failure. Dalam Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach (hal. 723-741). USA: Mac Graw Hill.
 Rahman, M., Shad, F., & Smith, M. (2012). Acute Kidney Injury: A Guide to Diagnosis and Management. American Family Physician, 86(7), www.aafp.org/afp.
 Global Initiative in asthma (GINA)., 2018., Pocket Guide for Asthma Management And Prevension, www.ginasthma.org
 Dipiro et al., 2017., Pharmacoterapy A Pathophysiologic Approach, Tenth Edition, The Mc Graw Hill, New York
 Tsunahiko H, Matsunaga K, 2018, Late-onset asthma: current perspectives, Journal of Asthma and Allergy; 11(19)
 Ulrik, 2017, Late-Onset Asthma: A Diagnostic and Management Challenge, Drugs Aging 34(2)
 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2018. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease
 Anonim, 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure, Journal of the American College of Cardiology
 Anonim, 2017, ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure, Journal of the American College of
Cardiology
 Nieminen, Markku S., Chairperson Michael Bohm., Martin R. Cowie., Helmut Drexler Gerasimos S. Filippatos., Guillaume Jondeau., Yanathan Hasin., Jose Lopez-
Sendon., Alexandre Mebazaa., Marco Metra., Andrew Rhodes., Karl Swedberg, 2005, executive summary of the guidelines on the diagnosis and treatment of acute
heart failure , European Society of Cardiology.
Terimakasih……
LAPORAN PRAKTIKUM
STUDI KASUS FARMASI KLINIK TERPADU

STUDI KASUS PENYAKIT KARDIOVASKULER

DISUSUN OLEH:
ISMI ARSYI AULIA (18/432930/PFA/01830)
SITI ROUCHMANA (18/432950/PFA/01850)
TIARA DEWI S. P (18/432951/PFA/01851)

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
STUDI KASUS DENGAN DIAGNOSIS UTAMA GANGGUAN KARDIOVASKULER

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan praktikum ini adalah


1. Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi masalah terkait obat (drug-related
problems) pada kasus dengan diagnosis utama gangguan kardiovaskuler
2. Mahasiswa diharapkan mampu membuat rencana rekomendasi terapi, edukasi, dan
pemantauan terapi yang tepat pada kasus dengan diagnosis utama gangguan kardiovaskuler

II. TINJAUAN PUSTAKA

Akut Decompensated Heart Failure (ADHF)

a. Penegrtian

Gagal jantung akut menurut Europian Society of Cardiology (ESC) merupakan


istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan kondisi kegagalan fungsi jantung
dengan awitan yang cepat maupun perburukan dari gejalan dan tanda dari gagal
jantung (McMurrat et al, 2012). Ada 2 jenis persentasi gagal jantung akut, yaitu gagal
jantung akut yang baru terjadi pertama kali ( de novo ) dan gagal jantung
dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil. Penyebab
tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolum atau hipertensi pada pasien
dengan gagal jantung diastolik (PERKI, 2015). ADHF merupakan kependekan dari
Akut Decompensated Heart Failure yang berarti gagal jantung akut. Istilah ini sama
dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi Cordis”. Decompensasi cordis secara
sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa darah untuk mencukupi
kebutuhan tubuh. Dekompensasi kordis merupakan suatu keadaan dimana terjadi
penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi
pompa jantung (Tabrani, 1998; Price ,1995).
c. Etiologi

d. Patofisiologi
Dekompensasi kordis dapat terjadi karena penggunaan darah yang berlebihan
oleh jaringan (high output failure). Cardiac Output yang tidak cukup (forward failure)
sering diikuti oleh penghambatan pada system vena (backward failure) karena
kegagalan ventrikel tidak mampu untuk mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena
dalam jumlah normal saat diastole. Ini dihasilkan saat peningkatan volume darah
dalam ventrikel saat akhir diastole, peningkatan end-diastolic pressure pada jantung
dan akhirnya peningkatan tekanan vena.
e. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
dekompensasi kordis dibagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan
gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea d`effort, fatigue,
orthopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap,
ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan cheyne stokes, takikardia,
pulsusu internans, ronkhi, dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan
timbul edema, liver engargement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium
kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jungularis
meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali, dan pitting edema. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi
gabungan gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
f. Manifestasi Klinik Atau tanda dan gejala
Decompensasi cordis dapat dimanifestasikan oleh penurunan curah jantung
dan/atau pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau kanan, meskipun
curah jantung mungkin normal atau kadang-kadang di atas normal.
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler.
Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung dan kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena
pulmonalis dapat menyebakan cairan mengalir dari kapiler ke alveoli, akibatnya
terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan. Turunnya curah jantung pada gagal jantung
dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ
(perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek
yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ektremitas dingin, dan haluaran urin berkurang
(oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan rennin dari
ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium
dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau
sistem pulmonal antara lain : Lelah, angina, cemas, penurunan aktifitas GI, kulit
dingin dan pucat. Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel
kiri, antara lain : dyspnea, batuk, orthopnea, reles paru, hasil x-ray memperlihatkan
kongesti paru. Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan : edema
perifer, distensi vena leher, hati membesar (hepatomegali), Peningkatan central
venous pressure (CPV).
g. Penatalaksanaan Terapi

(Nieminen et al., 2005).

Evaluasi awal dan pemantauan fungsi vital sangatlah penting untuk mengevaluasi
apakah oksigenasi, tekanan darah, denyut jantung sudah adekuat atau belum. Monitoring
urine output juga diperlukan walaupun penggunaan kateter secara rutin tidak direkomendasi
(Ponikowski, et al., 2016).
(Ponikowski, et al., 2016).
(Ponikowski, et al., 2016).

1. Pasien AHF diharuskan untuk dirawat di bangsal dan diterapi menggunakan diuretik
dengan dosis kecil dan beberapa terapi tambahan. Pasien juga dianjurkan untuk selalu
melakukan kontrol penyakit secara rutin.
Diuretik akan meningkatkan ekskresi air (Ponikowski, et al., 2016).

2. Terapi Oksigen

Pada pasien AHF, penggunaan oksigen tidak dianjurkan secara rutin pada pasien non-
hypoxaemic karena dapat menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan curah jantung
(Ponikowski, et al., 2016).

3. Vasodilator
Vasodilator pada beberapa pasien AHF digunakan sebagai first line therapy jika terjadi
hipoperfusi yang dihubungkan dengan tekanan darah dan tanda kongesti (Nieminen et al.,
2005).
(Ponikowski, et al., 2016).

(Nieminen et al., 2005).

4. ACE inhibitor

ACEi dapat meningkatkan bradikinin sehingga menurunkan total peripheral vascular


resistances, remodeling left ventricular/LV, menurunkan renal vascular resistance,
meningkatkan aliran darah ginjal dan meningkatkan Na+ serta ekskresi air. Dosis dimulai dari
dosis terendah dan ditingkatkan setelah pasien stabil dalam 48 jam. Monitoring tekanan darah
dan fungsi renal sangat diperlukan ketika diberikan ACEi. Durasi terapi setidaknya selama 6
minggu. Penggunaan ACEi intravena harus dihindari (Nieminen et al., 2005).

5. Agen inotropik
Agen inotropik digunakan untuk pasien hipoperfusi (hipotensi dan yang mengalami
penurunan fungsi renal) dengan atau tanpa kongesti atau udem paru (Nieminen et al., 2005).
(Ponikowski, et al., 2016).

(Nieminen et al., 2005).


6. Vasopresor

(Ponikowski, et al., 2016).


7. Penggunaan obat anastesi harus hati-hati diberikan pada pasien AHF, seperti propofol
dapat menginduksi terjadinya hipotensi dan depresi jantung (Ponikowski, et al., 2016).
8. Golongan hipnotik dan sedasi, misalkan midazolam memiliki efek yang sedikit pada
jantung dan dapat diberikan pada pasien AHF atau shok kardiogenik (Ponikowski, et al.,
2016).
9. Profilaksis tromboemboli dan obat lainnya

(Ponikowski, et al., 2016).


Acute Kidney Injury (AKI)

a. Definisi

AKI didefinisikan sebagai peningkatan kreatinin serum (SCr) minimal 0,3 mg /


dL (27 μmol / L) dalam waktu 48 jam, peningkatan 50% dalam SCr awal dalam 7 hari,
atau output urin kurang dari 0,5 mL / kg / jam selama setidaknya 6 jam. Hanya satu
kriteria yang dibutuhkan harus dipenuhi untuk diagnosis AKI. (Dipiro, 2016).
Gagal ginjal akut (AKI) mengakibatkan hilangnya fungsi ginjal secara tiba-
tiba, mengarah ke retensi produk limbah, gangguan elektrolit,dan perubahan status
volume. Istilah AKI telah menggantikan ARF karena perubahan yang lebih kecil pada
fungsi ginjal tanpa kegagalan nyata dapat menghasilkan konsekuensi klinis yang
signifikan dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Perubahan fungsi ginjal
dideteksi oleh perubahan biomarker, biomarker yang paling umum adalah kreatinin
serum (SCr). Kreatinin serum adalah biomarker yang tidak sempurna untuk mengenali
AKI bahwa peningkatan SCr sering terlambat (48-72 jam) di belakang
timbulnyacedera. Selain itu, SCr tidak dalam kondisi tunak dalam kondisi pasien yang
sakit kritis, sehingga menyebabkan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) yang
tidak akurat. (Awdishu & Wu, 2017).
Klasifikasi AKI terbagi menjadi 3 yaitu prerenal, intrinsik, dan post-renal .
Pre renal merupakan penurunan perfusi ginjal, intrinsik adalah kerusakan struktur
ginjal yang disebabkan dari iskemik atau toksin, sedangkan Post renal merupakan
obstruksi saluran urin (Dager and Spencer, 2008).

Kriteria AKI berdasar tingkat keparahan


(KDOGI, 2012)
Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE dan AKIN

(KDOGI, 2012)
b. Etiologi

AKI yang diperoleh masyarakat paling sering terjadi akibat hipoperfusi ginjal
karena penurunan volume (dehidrasi, muntah,dan diare), gagal jantung, atau konsumsi
obat-obatan sepertiinhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE) dan
angiotensinblocker reseptor (ARB). Penyebab kurang umum lainnya termasuk infeksi
(mis., nefropati human immunodeficiency virus [HIV]),trauma, rhabdomyolysis, dan
kejadian vaskular. Penyebab paling umum di rumah sakit dan unit perawatan intensif
(ICU) - diperolehAKI bersifat intrinsik, terjadi sebagai akibat iskemik atau toksik
akutnekrosis tubular (ATN). Adanya penyebab CKD meningkatkan risiko AKI tiga
kali lipat. Faktor risiko lain dalam perkembangan AKI adalah usia lanjut (> 65 tahun),
kegagalan organ multi sistem, sepsis, penyakit kronis menetap, obat-obatan, infeksi,
operasi, keganasan, dan sumsum tulang atau transplantasi organ padat. Telah
disarankan bahwa polimorfisme genetik tertentu yang bertanggung jawab untuk
vaskular dan proses inflamasi dapat berkontribusi pada variabilitas yang besarpada
kerentanan pasien terhadap AKI. (Dipiro, 2011).
c. Gejala Klinik dan Diagnosis

(Dipiro, 2016)

d. Penatalaksanaan AKI
(Rahman et al., 2012)

Management AKI menurut KDIGO 2012


e. Parameter Monitoring

(Dager and Spencer, 2008)


ASHTMA LATE ONSET
A. Definisi
Asma yaitu gangguan kronis umum dari saluran udara yang kompleks dan ditandai
dengan gejala yang beragam dan berulang, obstruksi aliran udara, hiperresponsivitas bronkus,
dan adanya peradangan. Hal ini didefinisikan oleh riwayat gejala pernapasan seperti mengi,
sesak napas, sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu dan dalam
intensitasnya, bersama sama dengan keterbatasan aliran udara ekspirasi variable. Pada
individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan
obstruksi dan hipersensitivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya (GINA,
2018).
Asma late onset dapat timbul pada beberapa orang dewasa, terutama perempuan,
menderita asma untuk pertama kalinya saat memasuki waktu dewasa. Pasien ini cenderung
non-alergi, dan 10 seringkali memerlukan dosis yang lebih tinggi terhadap pengobatan ICS
atau relatif sulit terhadap pengobatan kortikosteroid.

B. Epidemiologi dan Etiologi


Jumlah penduduk dunia yang mengidap penyakit asma sudah mencapai angka 334 juta
orang. Hasil ini didapatkan dari analisis secara luas terakhir yang di laksanakan oleh Global
Burden of Disease Study (GBDS) pada tahun 2008-2010 sementara Global Asthma Report
tahun 2011 menyebutkan adanya jumlah sekitar 235 juta orang di dunia yang mengidap
penyakit asma berdasarkan penelitian GBDS tahun 2000-2002, sehingga dapat disimpulkan
terjadi peningkatan drastis dalam kurun waktu 10 tahun penelitian (GINA, 2018).
Faktor lingkungan dan faktor genetik memainkan peran terhadap kejadian asma. Pada
kajian meta analisis yang dijalankan menyimpulkan bahwa orang tua yang merokok
merupakan penyebab utama terjadinya mengi dan asma pada anak. Paparan terhadap infeksi
juga bisa menjadi pencetus kepada asma. Infeksi virus terutamanya rhinovirus yang
menyebabkan simptom infeksi saluran pernafasan bagian atas memicu kepada eksaserbasi
asma. Gejala ini merupakan petanda asma bagi semua peringkat usia.Terdapat teori yang
menyatakan bahwa paparan lebih awal terhadap infeksi virus pada anak lebih memungkinkan
untuk anak tersebut diserang asma.
C. Patofisiologi
Mekanisme keterbatasan aliran udara yang bersifat akut atau kronik ini bervariasi
sesuai dengan rangsangan. Allergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat
pelepasan Ig-E dependent dari sel mast saluran pernapasan dari mediator, termasuk
diantaranya histamine, prostaglandin, leukotrien sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran
pernapasan pada pasien asma sangat hiper responsive terhadap bermacam-macam jenis
rangsangan. Pada kasus asma akut mekanisme yang menyebabkan bronkokonstriksi terdiri
dari kombinasi antara pelepasan mediator sel inflamasi dan rangsangan yang bersifat local
atau refleks saraf pusat. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya
pembengkakan dinding saluran napas dengan atau tanpa kontraksi otot polos (GINA, 2018).
Karena patofisiologi asma memiliki karakteristik yang beragam, pada late onset
ashtma (LOA), paling banyak dikeluhkan pada populasi geriatri. Fenotipe LOA sebagian
besar dibagi menjadi dua jenis menurut ada atau tidak adanya peradangan eosinofilik, T-
helper (Th) 2- dan yang tidak terkait Th2. Th2 LOA dominan terkait dengan rinosinusitis,
karena fungsi paru saat onset buruk dan eksaserbasi asma lebih sering terjadi.
Karena non-Th2-LOA sering resisten terhadap kortikosteroid, fenotipe ini sering
membutuhkan strategi pengobatan lain seperti macrolide, diet, atau berhenti merokok. Sistem
kekebalan yang berkaitan dengan usia dan perubahan struktural dianggap terkait dengan
patofisiologi LOA. Dalam kasus sebelumnya, perubahan fungsi sel inflamasi seperti variasi
dalam respon imun bawaan dan akuisisi autoimunitas atau peningkatan stres oksidatif
dianggap terlibat dalam mekanisme ini. Adanya peningkatan hiperresponsif jalan nafas,
penurunan fungsi paru-paru, peningkatan perangkap udara, dan pengurangan kepatuhan
dinding dada menjadi penyebab terjadinya LOA.
D. Klasifikasi
Klasifikasi asma dapat dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu etiologi, derajat penyakit dan
pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan derajat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi
tingkat pengobatan.

E. Terapi
Obat untuk asma dikategorikan ke dalam dua kelas umum:
Obat kontrol jangka panjang, dan obat perda cepat. Obat kontrol jangka panjang
digunakan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan kontrol terhadap asma persisten.
Yang paling efektif adalah mereka yang melemahkan karakteristik peradangan yang
mendasari asma. Contohnya Inhaled Corticosteroid, Cromolyn sodium and nedocromil,
immunomodulator, leukotriene modifiers,LABAs, Methylxanthines (Dipiro, 2017)
Obat pereda cepat digunakan untuk mengobati gejala akut dan eksaserbasi. Contoh
antikolinergik, Kortikosteroid sistemik, dan SABAs (Dipiro, 2017)
ICS dosis rendah adalah dianggap efektif dan aman juga pada pasien usia lanjut
dengan asma. Terapi ICS dosis tinggi dikaitkan dengan efek sistemik dosis efektif ICS
terendah pada pasien dengan onset lambat asma, paling tidak untuk mengurangi risiko
osteoporosis. (Ulrik, 2017)
Terapi kombinasi tetap dengan ICS dan long-acting b2-agonis (LABA)
direkomendasikan jika pasien dengan asma tidak adekuat terapi ini direkomendasikan
berdasarkan analisis post hoc dari Asma Salmeterol Multicenter Research Trial (SMART).
Tambahkan tiotropium ke terapi kombinasi tetap dengan ICS dan LABA pada pasien dengan
kontrol asma yang buruk dapat digunakan dalam penderita asma yang terlambat onset
(Yamaguchi, 2018 dan Ulrik, 2017).

(Dipiro, 2017)
Chronic Obstructive Pulmonary Disease
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah
dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara
yang disebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan alveolar yang biasanya disebabkan
oleh paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya.
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat akut.
Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak nafas yang semakin
memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga
memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala
klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala
sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan
volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang dangkal dan cepat.
(Gold, 2018).
B. Epidemiologi dan Etiologi
Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di
seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada individu
usia > 45 tahun. Untuk Indonesia, penelitian PPOK working group tahun 2002 di 12 negara Asia
Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar 5,6%.

C. Patofisiologi
Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Keadaan ini juga
menyebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru dan dinding dada sehingga terjadi
penurunan kekuatan kontraksi otot pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas. Kandungan
asap rokok dapat merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru. Mediator peradangan
dapat merusak struktur penunjang di paru-paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.
Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (Gold, 2018).
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan aliran darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor
risiko merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis akan terjadi obstruksi pada bronkiolus terminalis yang
mengalami obstruksi pada awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat
inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi sehingga terjadi
penumpukan udara (air trapping). Kondisi inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
D. Klasifikasi
Diagnosis dan klasifikasi PPOK memerlukan spirometri, FEV1 (forced expiratory volume
in one second) / FVC (forced vital capacity) post-bronkodilator ≤ 0.7 mengkonfirmasi adanya
keterbatasan aliran udara yang bersifat reversible parsial. Spirometri sebaiknya dilakukan pada
semua orang dengan riwayat : paparan dengan rokok; dan/atau polutan lingkungan atau pekerjaan;
dan/atau adanya batuk, produksi sputum atau dispnea. Klasifikasi spirometri terbukti berguna
dalam memprediksi : status kesehatan, penggunaan sarana kesehatan, perkembangan eksaserbasi,
dan mortalitas dalam PPOK.

Severity FEV1

GOLD 1 Mild FEV1 ≥ 80%


GOLD 2 Moderate 50% ≤ FEV1 <
80%
GOLD 3 Severe 30% ≤ FEV1 <
50%
GOLD 4 Very severe FEV1 ≤ 30%

E. Terapi
Farmakoterapi diberikan untuk mencegah dan mengontrol gejala, menurunkan frekwensi
dan tingkat keparahan dari periode eksaserbasi, peningkatan status kesehatan, dan meningkatan
toleransi beraktivitas. Terapi diberikan bila diperlukan, dan bukan untuk memperbaiki fungsi dari
paru-paru. Bronkodilator adalah pilihan farmakoterapi yang paling utama, baik saat penggunaan
reguler ataupun saat eksaserbasi akut. Obat-obatan yang digunakan adalah golongan ß2-agonist,
antikolinergik, ataupun golongan xanthine. Pemilihan obat dilakukan berdasarkan ada atau
tidaknya obat dan respon pasien. Semua jenis bronkodilator di atas dapat meningkatkan kapasitas
beraktivitas namun tidak dapat meningkatkan fungsi paru. Bronkodilator lebih baik jika
digunakan secara reguler. Dapat pula digunakan secara kombinasi untuk mningkatkan FEV1
seperti contohnya kombinasi ß2-agonist dan antikoninergik (Gold, 2018).
Menejemen Stabil PPOK
III. KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama: Ny. R Ruang: ICCU Kelas 3, bangsal BB: 45 kg
Jenis Kelamin: P Tgl MRS: 15 Mei 2018 TB: -
Usia: 52 th, 7bln, 13 hr Tgl KRS: 26 Mei 2018 No. RM: xx-xx-xx-x

Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang:


KU: Sesak nafas, CM
RPS : Sesak nafas sejak 2 minggu memberat semalam. Batuk (+), pilek (-), mual (-), muntah (-),
pingsan (-)

Diagnosis Awal MRS: Diagnosis Akhir:


IGD: Obs Dyspneu susp EPA e.c CHF - ADHF
AKI - AKI
- Asma late onset, dan COPD

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Kontrol Rutin di penyalit dalam.

Riwayat Sosial dan Penyakit Keluarga:


-

Riwayat Pengobatan: Alergi Obat:


Furosemid tab 20 mg / 24 jam - Tidak ada -
Spinorolakton 50 mg / 24 jam
Omeprezole 20 mg / 24 jam
Diazepam 1 mg / 24 jam
Bisoprolol 2,5 mg / 24 jam
Vit B12 50 mcg / 24 jam
Chlorphrnilamine maleat 4 mg / 24 jam
Codeinn 10 mg / 8 jam
PEMERIKSAAN KONDISI UMUM
15 Mei 2018 (IGD dan ICCU)
16.00 18.00 20.00 21.00 22.00 24.00 03.00 06.00

TD 95/67 98/72 110/76 116/68 117/70 118/68 115/70 117/70

NADI 124 112 109 107 109 105 102 101

RR 29 28 28 25 27 25 25 24

SUHU 36,71 - 35,27 - - - - 36,15

Rerata TTV di ICCU


16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
TD 118/63 115/70 121/69 124/70 134/81 136/73 130/69 129/68 120/76 115/78 110/60

NADI 92 101 99 121 87 79 88 86 91 90 98

RR 23 21 22 24 20 17 18 16 19 19 18

SUHU 36,23 36,5 36,4 36,3 36,5 36,6 36,7 36,8 36,7 36,6 36,7
Kondisi Klinik

Kondisi 15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
Sesak +++ ++ + - - - - - - - - -
mual ++ - - - - - - - - - - -
Batuk ++ ++ +++ ++ ++ + + + + + +/- +/-
berdahak + + + + + + + + + + - -
(putih) (kekuningan (dapat dikeluarkan (tidak bisa
kental) spontan) dikeluarkan)
Konstipasi - + - - - - - - - - - -
Telinga kiri - - - - - - + - - - - -
berdengung

Balance Cairan
Tanggal Balance Cairan 07.00-14.00 14.00-21.00 21.00-07.00 24 jam
Total Intake 410 630 790
Total Output 100 250 500
24/05/18
IWL 147 147 210 504
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +34 +233 +80
Total Intake 550 400 990
Total Output 400 600 1000
25/05/18
IWL 177 210 157
Balance Cairan Diuresis (cc/KgBB/jam) +3 -410 -257
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal
Parameter Nilai Normal
15/5/18 17/5/18 19/5/18 21/5/18 22/5/18 24/5/18
6
WBC 3,6-11 x 10 /Ul 12,0
 11,7 12,5 8,8
(15.35)
3,6-5,2 x 4,3
4,9 4,7 5,0 4,8
RBC 106/Ul (15,35)
12,4

Hb 11,7-15,5 g/dL (15.35) 13,9  
39.7

Hct 32-47 % (15.35) 43,9  43
211
319 335 339
Plt 150-450 103/Ul 183 (15.35)
Albumin 3,5-4,8 g/dL 3,8 (14.56)
Ureum 10,7-42,8
108,3 77,6 69,8
mg/dL
Creatinin 0,5-1.1 MG/dL 1,73 0,83 0,66
GDS 60-199 mg/Dl 168
135,0-145,0
140 137
Na mmol/L 127   
K 3,5-5,1 mmol/L 5,7  2,7 2,9
95,0-115,0
100 99
Cl mmol/L 98
7,35-7,4575-
PH 100 mmHg    7,49 7,47
PO2 75-100 mmHg   71,2 47,1 86,2
PCO2 35-45 mmHg 45,6 (18.07)   42,3 48,3
HCO3 22-26 mEq/L 24 (18.07)   32 34
-2 s/d +2
9,3
BE mEq/L -2,2 (18.07)   7,1
SaO2 95-99 % 99 (18.07)   89 98
AaDo2 >300 - 500 206 (18.07)   135 47
P/F Ratio 280 (18.07)   142,72 307,85
FiO2 0,61 (18.07)   0,33
MCV   91,4
MCH    
MCHC  31,9
PENGOBATAN OBAT SAAT INI
Tanggal
Nama Obat Frekuensi, Dosis, Rute 15/5/18 16/5/18 17/5/18 18/5/18 19/5/18 20/5/18 21/5/18 22/5/18 23/5/18 24/5/18 25/5/18 26/5/18
OBH Racikan 3x (8jam), 15 ml, p.o            
Kalitake 3x (8jam), 5 mg, p.o ) STOP
Azitromycin 1x (24jam), 500 mg, p.o    STOP   
3x (8jam), 40mg, I.V    Dosis  
Lasix
2x (12jam), 20mg, I.V         
Cefoperazone           

Sulbactam 2x (12jam), 1g, I.V
Dolbutamin (1 Pemberian secara titrasi
     STOP
ampul in 50cc) (1jam) selama 24 jam
Ranitidin 2x (12jam), 50mg, I.V           

2x (12jam), 80mg, p.o    Dosis 


Valsartan
1x (24 jam), 80mg, p.o           
Fartison 2x (12jam), 1ampul, I.V          STOP
Farbiven : 4x (6 jam), 1R, Respul        Dosis   
Pulmicort (Nebul) 2x (12 jam), 1R, Respul     STOP
Kapsul Garam 3x (8jam), 500 mg, p.o      STOP
Laxadin 1x (24jam), 1kapsul, p.o         STOP
Azitromycin 1x (24jam), 500 mg, p.o     STOP
Aspar K 3x (8jam), 1, p.o         STOP
Methylprednisolon 2x (12jam), 62,5mg, I.V     
symbicort 2x (12jam), 2 puff, hisap       

Keterangan:
Pemberian obat 3x (setiap 8 jam) pada jam ; 06.00, 14.00, 22.00
Pemberian obat 2x (setiap 12 jam) pada jam ; 06.00, 18.00
Pemberian obat 1x (setiap 24 jam) bias pada ; 06.00, atau 22.00 (Valsartan)
PHARMACEUTICAL CARE
Masalah
Tanggal Terapi Subjektif Objektif Assesment Plan
Medik
15/5/18 IGD: Oksigen dengan Sesak Nafas, Diagnosa ICCU: 1. Gejala mual belum Rekomendasi:
Obs masker Batuk, mual - ADHF diterapi 1. Disarankan untuk pemberian
Dyspneu Rebreathing - COPD ranitidine 50mg i.v 2x sehari (setiap
susp. EPA -OBH Racikan: 3x Hasil TTV: 12 jam)
e.c CHF (8jam), 15 ml, p.o Hasil TD:
-Azitromycin : 1x -16.00 : 95/67 mmHg Monitoring:
(24jam), 500 mg, Sesak Nafas berkurang, TD pasien
-18.00 : 98/72 mmHg
p.o stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
-20.00 : 110/76 mmHg
-Lasix: 3x (8jam), membaik, mual berkurang
-21.00 : 116/68 mmHg
40mg, I.V
-22.00 : 117/70 mmHg
-Dolbutamin:
-24.00 : 118/68 mmHg
Pemberian secara
-03.00 : 115/70 mmHg
titrasi (1jam)
-06.00 : 117/70 mmHg
selama 24 jam
Nadi pasien:
-Cefoperazone
-16.00 : 124 x/menit
Sulbactam: 2x
(12jam), 1g, I.V
-18.00 : 112 x/menit
-20.00 : 109 x/menit
-21.00 : 107 x/menit
-22.00 : 109 x/menit
-24.00 : 105 x/menit
-03.00 : 102 x/menit
-06.00 : 101 x/menit
RR pasien:
-16.00 : 29 x/menit
-18.00 : 28 x/menit
-20.00 : 28 x/menit
-21.00 : 25 x/menit
-22.00 : 27 x/menit
-24.00 : 25 x/menit
-03.00 : 22 x/menit
-06.00 : 24 x/menit
PO2:171,4 mmHg
AaDO2 : 206

Hasil EKG:
Abnormal rhytm ECG:
- Sinus Tachycardia
- Possible right
ventricular
hypertrophy

IGD: -Kalitake: 3x - Diagnosa ICCU: 1. Pemberian kalitake hanya Rekomendasi:


AKI (8jam), 5 mg, p.o - AKI diberikan satu waktu yaitu 1. Penghentian kalitake dirasa sudah
Hasil Lab: pukul 14.30. Dalam tepat.
-Rehidrasi NaCl
Kreatinin : 1,73mg/dL guideline disebutkan bahwa
0,9% 2. Direkomendasikan pemberian
Ureum :108,3 mg/dL pemberian kalitake
kapsul garam 500 mg, 3x sehari
Na : 127 mmol/L  disarankan untuk dihentikan
jika kadar Kalium telah setiap 8 jam, p.o.
K : 5,7 mmol/L 
mencapai 5 mmol/L Monitoring:
2. Hiponatremi belum Kadar Kreatinin normal, Ureum
diterapi normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.

16/5/18 ICCU: Oksigen dengan Sesak Nafas Batuk (+),takipneu (+), 1. Berdasarkan kondisi Rekomendasi:
masker berkurang, dahak bewarna putih pasien, dapat ditambahkan 1. Direkomendasikan pemberian
ADHF Rebreathing ingin bab agen laktasif untuk agen laksatif seperti laxadin 1x
COPD -OBH Racikan: 3x karna belum Hasil TTV: melancarkan BAB pasien. (24jam).
(8jam), 15 ml, p.o dapat bab. Hasil TD:
-Lasix: 3x (8jam), 118/63 mmHg 2. Berdasarkan medscape 2. Monitoring Kadar kalium pada
40mg, I.V terjadi interaksi antara pengunaan obat furosemide dan
Nadi pasien:
-Dolbutamin: furosemid dan valsartan valsartan bersama
92 x/menit
Pemberian secara yaitu menurunkan kadar
RR pasien: Monitoring:
titrasi (1jam) kalium.
23 x/menit Sesak Nafas berkurang, TD pasien
selama 24 jam
- Ranitidin: 2x stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
Hasil EKG: membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 50mg, I.V
Normal sinus rhytm:
- Valsartan : 2x
- Rightward axs
(12jam), 80mg, p.o
- Borderline ECG
-Azitromycin : 1x
(24jam), 500 mg,
p.o
-Cefoperazone
Sulbactam: 2x
(12jam), 1g, I.V
AKI -Rehidrasi NaCl - Hasil Lab: 1. Hiponatremi belum Rekomendasi:
0,9% - diterapi (mengacu hasil lab 1. Direkomendasikan pemberian
hari sebelumnya) kapsul garam 500 mg, 3x sehari
setiap 8 jam, p.o.
2. Terapi rehidrasi sudah
tepat. 2. Lanjutkan terapi rehidrasi.
Monitoring:
Kadar Kreatinin normal, Ureum
normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.

17/5/18 ADHF Oksigen dengan Sesak Nafas Batuk (+), dahak (+), 1. Berdasarkan kondisi Rekomendasi:
masker Non berkurang, secret bewarna putih pasien, dapat ditambahkan 1. Direkomendasikan pemberian
COPD Rebreathing Batuk ngikil kekuningan dan kental. agen laktasif untuk agen laksatif seperti laxadin 1x
-OBH Racikan: 3x terutama melancarkan BAB pasien. (24jam).
(8jam), 15 ml, p.o malam hari Hasil TTV:
-Lasix: 3x (8jam), 2.Berdasarkan medscape 2. Monitoring Kadar kalium pada
Hasil TD:
40mg, I.V terjadi interaksi antara pengunaan obat furosemide dan
115/70 mmHg
-Dolbutamin: furosemid dan valsartan valsartan bersama
Nadi pasien:
Pemberian secara yaitu menurunkan kadar
101 x/menit Monitoring:
titrasi (1jam) kalium.
RR pasien: Sesak Nafas berkurang, TD pasien
selama 24 jam
21 x/menit stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
- Ranitidin: 2x
PCO2:68 mmHg membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 50mg, I.V
HCO3 : 32 mEq/L
- Valsartan : 2x
BE : 3,8
(12jam), 80mg, p.o
AaDo2 : 105
--Azitromycin : 1x
(24jam), 500 mg,
SaO2 : 93
p.o
-Cefoperazone Hasil EKG:
Sulbactam: 2x Normal sinus rhytm:
(12jam), 1g, I.V - Rightward axs
- Fartison: 2x - Borderline ECG
(12jam), 1ampul,
I.V
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul):
4x (6 jam), 1R,
Respul

AKI -Rehidrasi NaCl - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:


0,9% - 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x Monitoring:
(8jam), 500 mg, p.o Kadar Kreatinin normal, Ureum
normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.

18/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+), 1. Berdasarkan hasil dari Rekomendasi:
masker Non Batuk takipnea (-) hari sebelumnya bab pasien 1. Direkomendasikan pemberian
COPD Rebreathing berkurang belum teratasi. agen laksatif seperti laxadin 1x
-OBH Racikan: 3x Hasil TTV: (24jam)jika pasien belum dapat bab.
(8jam), 15 ml, p.o Hasil TD:
2. Berdasarkan medscape
-Lasix: 2x (1jam), 121/69 mmHg terjadi interaksi antara 2. Monitoring Kadar kalium pada
20mg, I.V furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
Nadi pasien:
-Dolbutamin: yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
99 x/menit
Pemberian secara kalium.
RR pasien: Monitoring:
titrasi (1jam)
22 x/menit Sesak Nafas berkurang, TD pasien
selama 24 jam
- Ranitidin: 2x stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
Hasil EKG: membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 50mg, I.V
- Suspect arm lead
- Valsartan : 2x
reversal, Interpretation
(12jam), 80mg, p.o
assumes no reversal
-Cefoperazone
sinus rhythm with
Sulbactam: 2x premature
(12jam), 1g, I.V supraventricular
- Fartison: 2x complex:
(12jam), 1ampul, -Rightway axis
I.V -Pulmonary disease
- Farbiven : Pattern
Pulmicort (Nebul): -Non Spsific ST
4x (6 jam), 1R, abnormal
Respul -Abnormal ECG

AKI -Rehidrasi NaCl - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:


0,9% - 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x Monitoring:
(8jam), 500 mg, p.o Kadar Kreatinin normal, Ureum
normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.

19/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1. Berdasarkan hasil dari Rekomendasi:
masker Non Batuk hari sebelumnya bab pasien 1. Direkomendasikan pemberian
COPD Rebreathing berkurang Hasil TTV: belum teratasi agen laksatif seperti laxadin 1x
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: (24jam)jika pasien belum dapat bab.
(8jam), 15 ml, p.o 124/70 mmHg 2. Berdasarkan medscape
-Lasix: 2x (1jam), terjadi interaksi antara 2. Monitoring Kadar kalium pada
Nadi pasien:
20mg, I.V furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
121 x/menit
-Dolbutamin: yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
RR pasien:
Pemberian secara kalium.
24 x/menit
titrasi (1jam)
PO2:71,2 mmHg
selama 24 jam
PCO2:46,5 mmHg Monitoring:
- Ranitidin: 2x HCO3 : 31 mEq/L Sesak Nafas berkurang, TD pasien
(12jam), 50mg, I.V BE : 5,5 stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
- Valsartan : 1x AaDo2 : 127 membaik, Konstipasi tertangani
(12jam), 80mg, p.o
-Cefoperazone
Sulbactam: 2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V -Sinus tachycardia
- Fartison: 2x (4:29:53)
(12jam), 1ampul, -Rightward axis
I.V -Borderline ECG
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul):
4x (6 jam), 1R,
Respul

AKI -Rehidrasi NaCl - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:


0,9% - 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x Monitoring:
(8jam), 500 mg, p.o Kadar Kreatinin normal, Ureum
normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.

20/5/18 ADHF Oksigen dengan Tidak sesak, Batuk (+), dahak (+) 1.Berdasarkan medscape Rekomendasi:
masker Non Batuk terjadi interaksi antara 1. Monitoring Kadar kalium pada
COPD Rebreathing berkurang Hasil TTV: furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
-OBH Racikan: 3x Hasil TD: yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
(8jam), 15 ml, p.o 134/81 mmHg kalium.
-Lasix: 2x (1jam), Monitoring:
Nadi pasien:
20mg, I.V 87 x/menit Sesak Nafas berkurang, TD pasien
- Ranitidin: 2x RR pasien: stabil , Batuk berkurang , Hasil EKG
(12jam), 50mg, I.V 20 x/menit membaik, Konstipasi tertangani
- Valsartan : 1x
(24jam), 80mg, p.o Hasil EKG:
-Cefoperazone -Sinus tachycardia
Sulbactam: 2x (4:29:53)
(12jam), 1g, I.V -Rightward axis
- Fartison: 2x -Borderline ECG
(12jam), 1ampul,
I.V
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul):
4x (6 jam), 1R,
Respul
- Laxadin: 1x
(24jam), 1kapsul,
p.o

AKI -Rehidrasi NaCl - Hasil Lab: 1. Terapi sudah tepat. Rekomendasi:


0,9% - 1. Lanjutkan terapi yang diberikan
- Kapsul Garam: 3x Monitoring:
(8jam), 500 mg, p.o Kadar Kreatinin normal, Ureum
normal, Natrium normal, dan Kalium
normal.

21/5/18 ICCU: - Oksigen dengan Telinga Batuk(+), Dahak (+) 1.Berdasar medscape terjadi Rekomendasi:
- AKI masker Non berdengung tidak dapat dikeluarkan interaksi antara furosemid 1. Monitoring Kadar kalium pada
- ADHF Rebreathing (Tinitus), spontan, tinusitis (+) dan valsartan yaitu pengunaan obat furosemide dan
- COPD - OBH racikan (3x dahak tidak Hasil TTV: menurunkan kadar kalium. valsartan bersama
(8jam), 15 ml, p.o) bisa Hasil TD:
dikeluarkan, 13673 mmHg Monitoring:
-Lasix (2x (12jam),
20mg, I.V) batuk Kalium normal, Dahak bisa
Nadi pasien:
berkurang, 79 x/menit dikeluarkan.
- Cefoperazone
Sulbactam (2x sesak
(12jam), 1g, I.V) berkurang Hasil EKG:
- Normal sinus rhytm
-Ranitidin (2x
(12jam), 50mg, I.V) -T wave abnormality,
-Prelonged QT
-Valsartan (1x (24
-Abnormal ECG
jam), 80mg, p.o)
-Fartison (2x Hasil Lab:
(12jam), 1ampul,
Ureum: 77,6 mh/dL 
I.V)
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)

22/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasarkan hasil lab, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian aspar K sudah
-AKI -Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: tetapt untuk mengatasi 1. Lanjutkan terapi kepada pasien
- ADHF 20mg, I.V) berkurang, 130/69 mmHg hipokalemia
- COPD dahak positif 2. Monitoring Kadar kalium pada
- Cefoperazone
2.Berdasar medscape terjadi pengunaan obat furosemide dan
Sulbactam (2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V) - Normal sinus rhytm interaksi antara furosemid valsartan bersama
dan valsartan yaitu
-Ranitidin (2x
menurunkan kadar kalium.
(12jam), 50mg, I.V) Hasil Lab:
K : 2,7 mmol/L  Monitoring:
-Valsartan (1x (24
Kadar kalium normal
jam), 80mg, p.o)
-Fartison (2x
(12jam), 1ampul,
I.V)
- Farbiven :
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)

-Aspar K (3x (8jam),


1, p.o)

23/5/18 ICCU: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
-AKI -Lasix (2x (12jam), batuk Hasil TD: memberikan efek yang lebih hidrokortison
- ADHF 20mg, I.V) berkurang, 129/68 mmHg baik dibanding
- COPD dahak positif hidrokortison 2. Disarankan untuk menghentikan
- Cefoperazone
cefoperazon sulbactam
Sulbactam (2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V) - Normal sinus rhytm 2.Terjadi interaksi antara
- ST dan T wave hidrokortison dan
-Ranitidin (2x
abnormality, consider metilprednisolon yaitu akan Monitoring:
(12jam), 50mg, I.V)
arteri VR menurunkan efek Batuk berkurang, kadar glukosa
-Valsartan (1x (24 metilprednisolon dengan normal
jam), 80mg, p.o) mempengaruhi enzim hepar.
Hasil Lab:
-Fartison (2x -
(12jam), 1ampul, 3.Berdasar medscape terjadi
I.V) interaksi antara furosemid
dan valsartan yaitu
- Farbiven :
menurunkan kadar kalium.
Pulmicort (Nebul)
(4x (6 jam), 1R,
Respul)
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Azitromicin (1x
(24jam), 500 mg,
p.o)

-Aspar K (3x (8jam),


1, p.o)

-Metilprednisolon
(2x (12jam),
62,5mg, I.V)

-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)

24/5/18 Bangsal: -OBH racikan (3x Sesak Batuk(+), Dahak (+) 1. Berdasar medscape Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: terjadi interaksi antara 1. Monitoring Kadar kalium pada
-AKI batuk furosemid dan valsartan pengunaan obat furosemide dan
-Lasix (2x (12jam), Hasil TD:
- ADHF berkurang, 120/76 mmHg yaitu menurunkan kadar valsartan bersama
20mg, I.V)
- COPD dahak positif kalium.
- Cefoperazone
Sulbactam (2x Hasil EKG:
(12jam), 1g, I.V) - Normal sinus rhytm Monitoring:
-T wave abnormality, Efektivitas terapi, Kadar kalium
-Ranitidin (2x
(12jam), 50mg, I.V) -Prelonged QT
-Abnormal ECG
-Valsartan (1x (24
jam), 80mg, p.o)
Hasil Lab:
- Farbiven : Ureum: 69,8 mg/dL
Pulmicort (2x (12 K : 2,9 mmol/L 
jam), 1R, Respul )
-Laxadin (1x
(24jam), 1kapsul,
p.o)
-Aspar K (3x (8jam),
1, p.o)

-Metilprednisolon
(2x (12jam),
62,5mg, I.V)

-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)

25/5/18 Bangsal: -OBH racikan (3x Batuk Batuk(+/-), Dahak (+/-) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
(8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
-AKI memberikan efek yang lebih hidrokortison
-Lasix (2x (12jam), Hasil TD:
- ADHF 115/78 mmHg baik dibanding
20mg, I.V)
- COPD hidrokortison 2. Monitoring Kadar kalium pada
- Cefoperazone pengunaan obat furosemide dan
Sulbactam (2x Hasil EKG:
- Sinus rhytm with 2.Terjadi interaksi antara valsartan bersama
(12jam), 1g, I.V)
occasional premature hidrokortison dan
-Ranitidin (2x metilprednisolon yaitu akan
(12jam), 50mg, I.V) ventricular complex
-T wave abnormality menurunkan efek Monitoring:
-Valsartan (1x (24 -Abnormality EEG metilprednisolon dengan Efektivitas terapi, Kadar kalium
jam), 80mg, p.o) mempengaruhi enzim hepar.
-Aspar K (3x (8jam), 4.Berdasar medscape terjadi
1, p.o) interaksi antara furosemid
-Metilprednisolon dan valsartan yaitu
(2x (12jam), menurunkan kadar kalium.
62,5mg, I.V)

-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)

26/5/18 Bangsal: -OBH racikan (3x Batuk Batuk(+/-), Dahak (+/-) 1.Berdasarkan jurnal, Rekomendasi:
-AKI (8jam), 15 ml, p.o) berkurang, Hasil TTV: pemberian metilprednisolon 1. Disarankan mengehentikan
- ADHF -Lasix (2x (12jam), Hasil TD: memberikan efek yang lebih hidrokortison
- COPD 20mg, I.V) 110/60 mmHg baik dibanding
hidrokortison 2. Disarankan untuk menghentikan
-Ranitidin (2x cefoperazon sulbactam
(12jam), 50mg, I.V)
Hasil EKG:
- 2.Terjadi interaksi antara
hidrokortison dan 3. Monitoring Kadar kalium pada
-Valsartan (1x (24
jam), 80mg, p.o) metilprednisolon yaitu akan pengunaan obat furosemide dan
menurunkan efek valsartan bersama
-Metilprednisolon
(2x (12jam), metilprednisolon dengan
62,5mg, I.V) mempengaruhi enzim hepar.
Monitoring:
-Symbicort (2x 3.Berdasar medscape terjadi Efektivitas terapi, Kadar kalium
(12jam), 2 puff, interaksi antara furosemid
hisap) dan valsartan yaitu
menurunkan kadar kalium.
OBAT PULANG:

-Symbicort (2x
(12jam), 2 puff,
hisap)

-Valsartan (1x0,5
(24 jam), 80mg,
p.o) pukul 22.00
-Furosemid (1x
(24 jam), 40mg,
p.o) pukul 22.00
-Metilprednisolon
(3x (8jam), 4mg,
p.o)

-Ambroksol (3x
(8jam), 25mg, p.o)

-Meptin (3x (8jam),


25mcg, p.o)
IV. EVIDENCE-BASED MEDICINE

EBM
1. Vasodilator pada ADHF

Berdasarkan guideline diatas, pada kasus ini sistolik pasien saat pertama kali datang 95/67 mmHg,
berdasarkan guideline jika SBP 85-100 mmHg maka diberikan vasodilator dan atau inotropik,
pemberian inotropik (dobutamin) berfungsi meningkatkan kardiak output dan tekanan darah,
sedangkan pemberian vasodilator berfungsi menurunkan cardiac preload, sehingga beban jantung
berkurang. Oleh karena itu kami menyarankan untuk menambahkan vasodilator berupa nitrogliserin.
2.ESO Furosemid (KDIGO, 2012)

Berdasarkan KDIGO 2012 (hal.48) dijelaskan bahwa pemberian furosemid dosis tinggi bisa
menyebabkan tinnitus. Pada kasus ini pasien mengalami tinnitus pada hari ke 7. Kami menduga
tinnitus disebabkan karena pemberian furosemid dosis tinggi. Sehinngga kami menyarankan untuk
melakukan penurunan dosis yaitu dari 20 mg/12 jam menjadi 1x20 mg/24 jam.
3.Penggunaan Antibiotik pada eksaserbasi COPD (GOLD, 2018)

Berdasarkan GOLD 2018 (hal. 102-103) bahwa pemberian antibiotik pada eksaserbasi jika pasien
mempunyai gejala klinik infeksi bakteri seperti meningkatnya sputum. Pemilihan antibiotik sesuai
guideline adalah golongan aminopenicilin dengan asam kalvulanat, makrolida, atau tetrasiklin dengan
lama pemberian 5-7 hari.
Dalam kasus ini batuk pasien menghasilkan sputum, sehingga sesuai jika diberikan antibiotik.
Pemilihan antibiotik dalam kasus ini yaitu azitromisin 500mg/24jam PO selama 3 hari dan
cefoperazon sulbactam 1gr/12jam IV selama 11 hari. Menurut assessment kami, pemberian antibiotik
pada kasus ini kurang tepat / tidak sesuai guideline, seharusnya azitromisin diberikan 500mg/24 jam
selama 5 hari dan sehingga pemberian cefoperazon sulbactam (gol. Cephalosporin) dihentikan karena
tidak ada indikasi.
4. Interaksi obat Furosemid dengan valsartan

Berdasarkan Medscape, ada interaksi antara furosemid dan valsartan, yaitu terjadi penurunan kadar
kalium, sehingga kami menyarankan untuk memberikan jeda dan monitoring kadar kalium.
5. Interaksi obat hidrokortison dan metilprednisolon

Berdasarkan Medscape, ada interaksi antara hidrokortison dan metilprednisolon, yaitu hidrokortison
akan menurunkan efek metilprednisolon dengan mempengaruhi enzim hati.
Berdasarkan jurnal Effi cacy of two corticosteroid regimens in acute exacerbation
of chronic obstructive pulmonary disease (2011), pemberian metilprednisolon lebih banyak
memberikan perbaikan dibandingkan dengan hidrokortison.
Pada kasus ini pasien mendapatkan 2 kortikosteroid yaitu hidrokortison dan metilprednisolon.
Berdasarkan guideline pemebrian dua obat ini akan terjadi interaksi selain itu pemberian
metilprednisolon lebih banyak memberikan perbaikan dibandingkan dengan hidrokortison, sehingga
kami menyarankan untuk menghentikan hidrokortison.
6. Pemeberian aspar K pada hipokalemi

Berdasarkan jurnal Guideline for the Management of Hypokalaemia in Adults dari NHS pasien yang
mengalami hipokalemi dengan kelas moderate (2,5-2,9 mmol/L) bisa diberikan terapi kalium oral jika
tidak teratasi maka dengan intravena. Pada kasus ini kalium pasien 2,7 mmol/L, termasuk moderate,
sehingga terapi sudah betul dengan kalium oral yaitu aspar K, jika tidak teratasi maka diganti dengan
kalium injeksi dan memonitor kadar kalium setiap hari.
IV. KESIMPULAN
Masalah terkait obat (drug-related problems) yang ditemukan antara lain:
Masalah yang ditemukan Rencana terapi yang diusulkan

Interaksi obat Furosemid dengan Harus dilakukan dimonitor level kalium pasien
valsartan dapat menurunkan kadar
kalium (Medscape)

Interaksi Interaksi obat hidrokortison Disarankan untuk penghentian hidrokortison.


dan metilprednisolon, yaitu akan
menurunkan efek metilprednisolon
dengan mempengaruhi enzim hepar
(Medscape)
Pertanyaan:

Apa keuntungan pemberian laktasif untuk pasien gagal jantung?

Jawab:

Dalam literature yang ditemukan, bahan aktif dari laksatif phenophtaline dapat menurunkan
tekanan darah secara bertahap, dan mengurangi perburukan pada pasien aritmia, tetapi
mekanisme nya belum diketahui secara pasti.

DAFTAR PUSTAKA

Awdishu, L , Wu, S., Acute Kidney Injury, CCSAP 2017 Book 2 • Renal/Pulmonary Critical
Care. p. 7 – 26.
Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T.,
2016, Pharmacoteraphy Principles and Practice, 4th edition, McGraw-Hill Companies,
Inc, USA
Burns, M.A., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., Malone, P.M.,Kolesar, J.M., DiPiro, J.T.,
2011, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 8th edition, McGraw-Hill
Companies, Inc, USA
International Society of Nephrology, 2012, KDIGO Clinical Practice Guideline for Acute
Kidney Injury.
Dager, W., & Spencer, A. (2008). Acute Renal Failure. Dalam Pharmacotherapy A
Pathophysiology Approach (hal. 723-741). USA: Mac Graw Hill.
Rahman, M., Shad, F., & Smith, M. (2012). Acute Kidney Injury: A Guide to Diagnosis and
Management. American Family Physician, 86(7), www.aafp.org/afp.
Global Initiative in asthma (GINA)., 2018., Pocket Guide for Asthma Management And
Prevension, www.ginasthma.org
Dipiro et al., 2017., Pharmacoterapy A Pathophysiologic Approach, Tenth Edition, The Mc
Graw Hill, New York
Tsunahiko H, Matsunaga K, 2018, Late-onset asthma: current perspectives, Journal of
Asthma and Allergy; 11(19)
Ulrik, 2017, Late-Onset Asthma: A Diagnostic and Management Challenge, Drugs Aging
34(2)
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2018. Global Strategy for the
Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
Anonim, 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure, Journal of the
American College of Cardiology
Anonim, 2017, ACC/AHA/HFSA Focused Update of the 2013 ACCF/AHA Guideline for the
Management of Heart Failure, Journal of the American College of Cardiology
Nieminen, Markku S., Chairperson Michael Bohm., Martin R. Cowie., Helmut Drexler
Gerasimos S. Filippatos., Guillaume Jondeau., Yanathan Hasin., Jose Lopez-Sendon.,
Alexandre Mebazaa., Marco Metra., Andrew Rhodes., Karl Swedberg, 2005, executive
summary of the guidelines on the diagnosis and treatment of acute heart failure ,
European Society of Cardiology.

Вам также может понравиться