Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
FAKULTAS EKONOMI
S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM KADIRI
Tahun 2018/2019
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Semua kehidupan hamba Allah yang dilaksanakan dengan niat mengharap keridhaan
Allah SWT itu bernilai ibadah. Beribadah itu hanya diri sendiri dan Allah yang tahu
apakah ikhlas atau karena riya? Ibadah sendiri secara umum dapat dipahami sebagai
wujud penghambaan diri seorang makhluk kepada Sang Khaliq. Penghambaan itu
lebih didasari pada perasaan syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh
Allah kepada-Nya dengan menjalankan titah-Nya sebagai Rabbul ‘Alamin.
Namun demikian, ada pula yang menjalankan ibadah hanya sebatas usaha untuk
menggugurkan kewajiban, dan tidak lebih dari itu. Misalnya, saat ini banyak umat
islam yang tidak berjamaah ke masjid kecuali shalat jum’at. Bahkan ada pula yang
tidak shalat kecuali pada hari raya. Islamnya hanya ada di kartu identitas. Dan ada
pula yang beribadah, mendekatkan diri kepada Allah hanya pada saat ibadah ritual
saja, setelah itu dia jauh dari ridlo Allah.
Sepintas yang ada di benak kita tentang ibadah adalah hanya suatu bentuk hubungan
manusia dengan sang khalik. Padahal tidak demikian, bentuk dari ibadah itu ada 2
ada yang hubungannya langsung berhubungan dengan Allahtanpa ada perantara
yang merupakan bagian dari ritual formal atau hablum minallah dan ada yang
ibadah secara tidak langsung, yakni semua yang berkaitan dengan masalah
muamalah, yang disebut dengan hablum minannas, hubungan antar manusia. Dalam
makalah ini kami akan membahas mengenai pembagian ibadah itu, yang mencakup
ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
A. Bidang Ibadah
Kata “ibadah” ( ( عبد- يعبد- عبادةberasal dari bahasa Arab yang diartikan dengan taat,
menurut, mengikut, berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan
diri. Sedangkan secara istilah ibadah adalah setiap aktivitas muslim yang dilakukan
ikhlas hanya untuk mengharap ridha Allah swt, penuh rasa cinta dan sesuai dengan
aturan Allah dan Rasul-Nya. Seperti firman Allah dalam surat Al-An’am ayat 162:
ِ َ صأل
تى إِن قُل َ كى َو
ِ سُ ُاي ن
َ َاتى َو َمحي
ِ لِل َو َم َم ِ العَلَ ِمينَ َر
ِ ِ ب
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta Alam.”
Selain itu, ibadah juga diartikan sebagai suatu sikap pasrah dan tunduk total kepada
semua aturan Allah dan Rasul-Nya. Lebih dari itu, ibadah dalam pandangan Islam
merupakan refleksi syukur pada Allah swt atas segala nikmatnya yang timbul dari dalam
lubuk hati yang dalam dan didasari kepahaman yang benar. Pada gilirannya, ibadah
tidak lagi dipandang semata-mata sebagai kewajiban yang memberatkan, melainkan
suatu kebutuhan yang sangat diperlukan.
Allah swt berfirman dalam surat Ad Dzariyat ayat 56.
س ال ِجن َخاَقتُ َو َما
َ اإلن
ِ ِليَعبُد ُو ِن إِل َو
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-
Ku” (QS. 51: 56)
Manusia dalam hidupnya mengemban amanat ibadah baik dalam hubungan kepada
Allah, maupun hubungan sesama manusia dalam hubungan dengan lingkungan, dan
hubungan dengan alam.
Secara umum, bentuk perintah beribadah kepada Allah dibagi dua, yaitu sebagai berikut:
B. Prinsip-prinsip ibadah
1. Niat, merupakan prinsip utama dalam beribadah karena semua perbuatan orang
yang beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW yang diniatkan di jalan Allah bernilai
ibadah, baik dalam ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.
2. Semua jenis perbuatan ibadah harus mengacu kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3. Melakukan ibadah dengan jalan ittiba’ (mengikuti tata cara yang dilakukan oleh
Rasulullah saw), mengetahui hujjah atau dalil-dalilnya.
4. Tidak berpatokan pada pendekatan rasional, kecuali dalam urusan muamalah.
5. Bertanya kepada ulama (ahli zikir) jika tidak mengetahui dalil-dalilnya.
C. Hakikat Ibadah dan Syarat-syarat Diterimanya Ibadah
1. Hakikat Ibadah
Hakikat ibadah adalah tunduknya jiwa yang muncul dari keyakinan hati, menikmati
kehadiran Allah yang memberikan semua kekuatan, kenikmatan, rasa, dan segalanya.
Menyadari kekekalan Allah dan kenisbian manusia.
Hakikat ibadah itu sendiri sebenarnya adalah perenungan jiwa, penampakan jasmani yang
bergerak mengikuti arah-arah illahi sebagaimana dijelaskan oleh syariat dan merupakan
perwujudan keyakinan terhadap kegaiban Allah.
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyariatkan kecuali
berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah.
Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi
syarat bagi diterimanya suatu ibadah. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua
macam yaitu:
a. Ikhlas, yakni dilaksanakan dengan mengharapkan keridhaan Allah, hanya pamrih atas
nama Allah dan karena perintah-Nya.
b. Ibadah dilaksanakan sesuai syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahf ayat 110 sebagai berikut:
“Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya aku ini hanyaseorang manusia seperti kamu, yang
telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnyaTuhan kamu adalah Tuhan yang Esa’. Barang
siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan
dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada
Tuhannya’.”
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ibadah adalah setiap aktivitas muslim yang dilakukan ikhlas hanya untuk mengharap
ridha Allah swt, penuh rasa cinta dan sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Bentuk
ibadah ada 2, yaitu ibadah mahdhah (ibadah yang hubungannya langsung kepada Allah) dan
ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang hubungannya dengan sesama manusia)
2. Ibadah mahdhah diantaranya adalah shalat, zakat, puasa, haji, umroh, dan besuci dari
hadas kecil dan besar. Contoh ibadah ghairu mahdhah adalah i’tikaf, wakaf, aqiqah, sadaqah,
qurban, dzikir dan do’a.
3. Prinsip-prinsip ibadah adalah diantara salah satunya Niat, merupakan prinsip utama
dalam beribadah karena semua perbuatan orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah
SAW yang diniatkan di jalan Allah bernilai ibadah, baik dalam ibadah mahdhah maupun
ghairu mahdhah.
4. Hakikat ibadah adalah tunduknya jiwa yang muncul dari keyakinan hati, menikmati
kehadiran Allah yang memberikan semua kekuatan, kenikmatan, rasa, dan segalanya.
Menyadari kekekalan Allah dan kenisbian manusia. Syarat-syarat diterimanya suatu ibadah
adalah ikhlas dan sesuai syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
DAFTAR RUJUKAN
https://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-
ghairu-mhadhah/
https://rumaysho.com/3119-hukum-asal-ibadah-haram-sampai-ada-dalil.html