Вы находитесь на странице: 1из 3

Jangan Khawatir

Khawatir adalah perasaan cemas akan hal buruk yang akan terjadi. Bisa menjadi parah nanti.
Nanti bisa jadi gangguan cemas, saah satu bentuk penyakit. Nanti kalian nyari sendiri lah
yah. Sekalian sama perubahan hormonal dan tubuh. Budayakan membaca ilmu, bukan
membaca komen instagram orang. Hehehehehe…

Saya ingin membahas beberapa kekhawatiran saya selama saya hidup. Seingat saya, saya
tidak banyak khawatir, mengapa? Karena kak-watir adalah kakak, dan saya bungsu. Karena
hawa-tir adah kaum hawa, dan saya adam. Eeaa… Karena Khawatir tidak pernah
mendatangkan yang baik kepada saya.

Dulu saat saya masih TK, Kakak saya berkata ke mama saat makan malam, kebetulan saya
juga ada bersama mereka di rumah, saya tidak tinggal di bawah kolong jembatan, saya
bersama keluarga juga btw, fyi. “Mama, saya takut nanti kalau sudah besar, saya tidak bisa
menjadi seperti mama”. “Kenapa begitu?”, tanya mama, karena papa lagi penuh mulutnya
sama sayur toge. “Saya lihat mama tiap hari kerja, ngurus ini itu, selesaiin semua kerjaan,
saya takut tidak seperti mama”.

Trus saya mikir, ia juga yah, hem….. bagaimana jika saya juga tidak bisa seperti mama (lirik
mama yang tersenyum ke kakak saya), atau tidak bisa jadi seperti papa (lirik papa, lagi
penuh mulutnya dengan daging, gak usah dah jadi kayak papa). Gimana yah? Kalian juga
gitu?

Kalian penasaran gak apa yang dijawab mama? Enggak ya. Oke dah. Lanjutt…

Dulu kelas 6 SD saya ikut lomba matematika, saya khawatir.


Trus mama tanya, “Kenapa?”,
“Takut kalah”.
“Kenapa takut kalah?”.
“Mama tanya terus eh, saya malas sekali”.
“Ya sudah kalo tidak mau ditanya, kau keluar dari ini rumah”.
“Jangan jangan, tanya sudah”.
“Kenapa takut kalah?”.
“Yaaaa….”.
Saya gak bisa jawab eh.
“Ya sudah, kalo gak bisa jawab, maka khawatir itu tidak perlu”.

Waktu SMA, saat mau kuliah, saya khawatir, lebih banyak lagi, karena saya akan pergi dari
Ruteng, masuk FK. Khawatir tidak bisa hidup sendirian di Surabaya, khawatir akan failed saat
kuliah. Tiap hari jadi kurang enak saat liburan setelah ujian nasional, semua isinya tentang
kekhawatiran saya tentang kuliah.

Tetapi sekarang? Semuanya aman, sekarang mendekati akhir. Beres kan? Hari kemarin yang
penuh kekhawatiran, terbuang percuma.
Sekarang lagi zaman nya pada khawatir ujian, sebentar lagi akan ada ujian kompetensi
dokter. Ujian akhir, puncak, final, pamungkas, bambang, Persija, Indonesia. Seperti ujian
ujian yang lain, ujian akan menghasilkan pujian atau cacian, diantara dua itu saja. Tetapi
ujian akan dimulai dengan kegugupan.

Mengapa sih? Ujian, seperti kata dasarnya, uji. Ya berarti menguji kemampuan. Jika nanti
tidak lulus ujian kompetensi, berarti saya memang tidak berkompeten menjadi seorang
dokter. Bagaimana jika saya menjadi dokter nanti yang tidak kompeten, akan merugikan
pasien kan. Jadi ujian ini mengapa harus ditakuti?

Jika saya pantas, saya akan lulus. Sesimpel itu saja.

Dari ujian ini, saya dituntut untuk mencari cara agar lulus. Saya sudah ketemu, latihan soal.
Sudah. Gitu doang. jadi, sekarang saya latihan soal. Saya tidak menghabiskan waktu saya lagi
dengan khawatir. Tenaga yang ada dipakai untuk, latihan soal. Selesai urusan.

Kadang kita itu suka salah fokus.

Saya sering main kamera sekarang, suka foto orang juga. Bagian paling penting dari foto
orang itu matanya. Jika matanya itu gak fokus, akan jadi foto yang kurang baik. Saya
biasanya langsung hapus.

Kalo misalnya bagian mata yang penting, saya akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk
menjadikan mata modelnya itu cantik dan fokus. Saya tidak akan menghabiskan waktu
untuk memikirkan sepatu model, yang bahkan tidak masuk dalam frame foto.

Sama seperti hidup saya. Saya sekarang lebih banyak memilah. Saat saya ingin BAB, saya
tidak khawatir akan kloset yang mampet, saya concern kepada posisi terbaik saat duduk di
closet. Keluarnya produk-produk yang akan diexport, itu yang lebih penting.

Saat saya akan nyetir, saya tidak khawatir akan rute yang akan saya ambil, saya memikirkan
cara nyetir yang aman, tentu lebih penting.

Saat saya di lampu merah, saya tidak peduli sama orang yang lambat di depan saya, tidak
peduli dengan klakson orang, tidak peduli dengan kecelakaan yang sudah banyak dibantu
orang, tidak peduli dengan merk mobil orang, karena yang penting, mobil saya maju.

Saat ada kuliah, oleh siapapun, saya gak peduli sama berapa banyak istri dosen itu, berapa
anak tirinya, jam tangan mahal yang dia pakai, tahi lalat gede di pipinya, gua gak peduli.
Saya akan tersentil jika cara mengajarnya payah. Karena, itu yang penting.

Saat saya nanti saya bekerja, semoga Tuhan jaga, sehingga saya bisa bekerja sebagai dokter,
saya gak peduli soal pendapatan saya, tidak peduli soal praktek orang lebih ramai, tidak
peduli soal masyarakat beropini tentang saya, tidak peduli keluarga akan ngomong ini itu,
karena menjadi dokter, yang penting adalah senyuman pasien.

Matius 6:26
Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak
mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di Sorga.
Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?

Ayat andalanku kalo lagi sedih. Tapi saya mesti menjawab, “Apakah benar saya melebihi
burung-burung itu? Sedangkan saya setiap hari berbuat tidak seperti yang Tuhan kehendaki.
Apakah saya cukup pantas disamakan dengan burung-burung itu yang setiap pagi bernyanyi
untuk keagungan-Nya?

Sekian
LR Susilo

Вам также может понравиться